PENERAPAN HACCP

download PENERAPAN HACCP

of 39

description

jaminan mutu

Transcript of PENERAPAN HACCP

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    1/39

    nday, January 3, 2011

    PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICALCONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PENGOLAHANSOSIS SAPI DI PT CANNING INDONESIAN PRODUCTS (PTCIP)

    1. Latar Belakang

    Pengaruh globalisasi perdagangan pangan hasil pertanian sudah mulai meluas ke berbagai

    negara, dan kehadirannya tidak dapat dihindarkan. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi

    tersebut dapat memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya yang terkandung dalam makanan yang

    akan dikonsumsi dan menyebarluaskan bahaya secara global pula. Oleh karena itu, akhir-akhir ini

    tuntutan akan jaminan keamanan pangan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesadaran

    masyarakat tentang pentingnya kesehatan pangan yang akan dikonsumsi.

    Konsumen telah menyadari bahwa mutu, khususnya keamanan pangan hasil pertanian tidak

    dapat dijamin hanya dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium, produk yang aman dikonsumsi

    diperoleh dari bahan baku yang baik, ditangani secara baik dan benar, serta diolah dan didistribusikan

    secara baik sehingga pada akhirnya dihasilkan produk yang baik. Dalam hubungan ini, maka diperlukan

    suatu effective and integrated food safety systemuntuk menjamin suatu produk yang akan dikonsumsi

    aman dari potensi bahaya yang berasal dari cemaran fisik, kimia, dan biologi.

    Dewasa ini, industri pangan dunia memandang perlu menerapkan sistem Hazard Analysis

    Critical Control Point/HACCP (Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis). HACCP merupakan sistem

    jaminan mutu (keamanan pangan) yang diakui secara internasional melalui forum Codex Alimentarius

    Commission(CAC) yang mendasarkan pada kesadaran masyarakat, terutama konsumen, bahwa bahaya

    akan timbul pada berbagai titik atau tahapan produksi. Codex Alimentarius Commission

    (CAC)merupakan suatu badan dibawah naungan Food and Agricultural Organization (FAO) dan World

    Health Organization (WHO)yang bertugas menangani standar bahan pangan, sehingga pencegahan dan

    pengendalian bahaya tersebut dapat dilaksanakan.

    Sistem ini harus diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari bahan baku pangan(pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran, sampai dengan pengguna akhir. Dengan

    kata lain, HACCP bekerja secara proaktif di sepanjang mata rantai produksi.Program persyaratan dasar merupakan cara produksi makanan yang baik (Good Manufacturing

    Practice, GMP) atau praktik higiene yang baik (Good Hygiene Practice, GHP) yang akan dipatuhi olehsemua pelaku bisnis makanan, yang memiliki reputasi baik untuk memastikan bahwa makanan yangdiberikan pada konsumen adalah makanan yang sehat dan aman. Sistem manajemen mutu berfungsisebagai kerangka acuan yang didalamnya setiap kegiatan proses dapat dikelola, termasuk sistemHACCP.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    2/39

    Segala proses yang dilakukan tentu tidak terlepas dari aspek mekanis dari mesin-mesin pengolah

    yang ada. Sehingga kinerja maupun daya dari alat-alat pengolah sangatlah berpengaruh terhadap produk

    daging yang dihasilkan.

    Reputasi perusahaan dapat ditentukan oleh kemampuan perusahaan mengendalikan mutu produk

    yang dihasilkan dan oleh kemampuan melayani keinginan konsumen. Jadi jelaslah peranan mutu

    sangatlah penting dalam menjaga nama baik perusahaan dan dalam mengembangkan usahanya

    (Soewarno, 1990).

    2. Tinjauan Umum Perusahaan

    2.1 Sejarah Perusahaan

    PT Canning Indonesian Products (PT CIP) merupakan perusahaan penghasil makanan kaleng

    yang beroperasi sampai saat ini di Indonesia. Perusahaan ini mulanya didirikan pada masa penjajahan

    Jepang pada tahun 1942 saat perang dunia II.

    Tujuan didirikannya pabrik ini adalah untuk membuat makanan dalam kaleng (canned food),

    daging beku (frozen meat),dan daging babi yang diasinkan (bacon) untuk perbekalan angkatan laut

    Jepang dalam perang menghadapi sekutu di lautan. Lokasi pendirian pabrik dipilih di pulau Bali

    berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain: kemudahan dalam memperoleh bahan baku yang

    berkualitas baik, tersedianya tenaga kerja yang cukup dan sarana transportasi yang cukup memadai

    pada saat itu.

    Setelah perang usai, pabrik dalam kondisi yang berantakan, kemudian diswastanisasi dan

    didirikan kembali pada tahun 1948 dengan akte notaris Sie Khwan Djioe no 80. Adapun para pendirinya

    adalah:

    1. Liem Sam Tjiang (Sam Liman) / Bandung

    2. Sie Hiem Kham / Malang

    3. Kwie Soen Tik (Pratignyo Dipokusuma) / Malang

    Didirikannya atas nama NV CIP. Produk yang dibuat hanya produk daging yang dibekukan (frozen

    meat) dan produksi daging babi (bacon), karena hanya menggunakan mesin-mesin lama peninggalan

    Jepang. Hal ini berlangsung sampai tahun 1953. Kemudian dilakukan peremajaan dan perluasan pabrik,

    sehingga pabrik mulai memproduksi makanan kaleng dengan merk CIP selain dari produk yang telah

    ada sebelumnya. Produk-produk yang dibuat pada saat itu adalah Corned Beef, Sosis Sapi, Sosis Babi,

    Liver Paste Sapi dan Babi, Hament Worst dari Babi, Babi Kecap, dan Ikan Sardines dalam kaleng.

    Pada tahun 1977, perusahaan bergabung dalam Mantrust group, salah satu perusahaan

    penghasil produk makanan terkemuka di Indonesia, melalui pembelian sebagian besar sahamnya.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    3/39

    Selanjutnya perusahaan diperbesar lagi hingga kondisinya seperti saat ini dan varian produk ditambah

    dengan produk Corned Beef dan sosis bermerk PRONAS dan KIKU.

    Seiring dengan adanya kesadaran akan kehalalan produk yang dihasilkan maka sejak tahun

    1987, PT CIP hanya mengkonsentrasikan diri pada produk yang berasal dari daging sapi dan ayam.

    Produk berbahan baku babi tidak di produksi lagi. Demikian juga dengan pemotongan hewan yang

    tadinya dilakukan di lokasi pabrik dipindahkan ke tempat lain dengan fasilitas yang dikelola pemerintah

    daerah.

    Pada awal operasionalnya, perusahaan menggunakan konsultan-konsultan dari Belanda dan

    Taiwan dalam rangka transfer teknologi, tetapi mulai tahun 1992 perusahaan sudah di jalankan secara

    penuh oleh putra-putri Indonesia yang berpengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi di Indonesia.

    Sebelumnya PT CIP menggunakan kemasan kaleng yang dibeli dari PT NAFO Banyuwangi.

    Seiring dengan peningkatan permintaan, maka pada bulan Januari 2006 PT CIP memproduksi danmendesain kalengnya sendiri dengan mesin yang di impor dari Cina dan bahan kaleng yang berasal dari

    Jepang dan Korea.

    2.2 Lokasi

    PT CIP terletak di Jalan Diponegoro No. 101 Kelurahan Dauh Puri, Kecamatan Denpasar Barat,

    kotamadya Denpasar, Provinsi Bali. PT CIP dibangun di atas lahan seluas 17.870 m2. Bangunan pabrik

    menempati lahan seluas 5196,53 m2sedangkan sisanya adalah bangunan-bangunan seperti kantor,

    kesekretariatan, perumahan karyawan, poliklinik, gudang bengkel, kantin, ruang meeting, pos satpam,

    areal parkir serta taman.

    Lokasi sekitar PT CIP sebagian merupakan pemukiman penduduk dan sebagian lagi merupakan

    daerah kegiatan perekonomian yang batas-batasnya meliputi:

    - Batas Utara : Pemukiman penduduk

    - Batas Timur : Jl. MT. Haryono

    - Batas Selatan : Pusat perbelanjaan

    - Batas Barat : Jl. Diponegoro

    2.3 Struktur Organisasi

    Setiap jabatan dalam struktur organisasi PT CIP memiliki tugas dan tanggung jawab masing-

    masing. Seorang Board of Directur (BOD) bertanggung jawab atas kelangsungan operasi dari PT CIP

    Denpasar. BOD dibantu oleh 24 orang supervisor dan 11 orang manajer yang meliputi bidang produksi,

    Product Planning Inventory Control (PPIC), Quality Assurance dan Research and Development (QA dan

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    4/39

    R&D), Teknik, Financial dan Accountant (Fin and Acc), Export Import, Human Resources and General

    Administration (HR dan GA), Purchasing, Can Making, dan Sales.

    Adapun tugas dari masing-masing manager tersebut diantaranya:

    1. Manager Produksi bertanggung jawab terhadap aktivitas produksi. Aktifitas tersebut

    berupa penanganan bahan baku, proses produksi, observasi dan pengepakan. Manajer produksi

    membawahi bagian debonning (bertugas untuk memisahkan karkas daging dari lemak dan

    tulang, pemotongan, penggilingan dan penggaraman), bagian proses, bagian autoclave untuk

    sterilisasi, dan bagian pengamatan atau observasi.

    2. Manager PPIC bertanggung jawab atas pemasaran produk, pengiriman, penyusunan

    rencana persediaan, dan pengeluaran bahan baku. Manager PPIC membawahi bagian gudang

    material, bagian pengadaan, bagian kamar dingin (cold storage), bagian gudang bumbu dan

    bagian gudang barang jadi.

    3. Manager QA dan R&D.

    QA: Bertanggung jawab terhadap kualitas produk yang diproduksi, melakukan pemeriksaan bahan baku,

    proses produksi, dan barang jadi. Manager QA membawahi supervisor bagian pengawasan mutu bahan

    jadi dan bagian pengawasan mutu proses produksi.

    R&D: Bertugas dalam pengembangan produk baru atau melakukan perubahan dalam formulasi produk

    lama sesuai dengan keinginan dan daya beli konsumen.

    4. Manager Teknik bertugas untuk membuat perencanaan, penggunaan, perawatan

    berbagai peralatan dan mesin yang digunakan perusahaan untuk menjamin kelancaran aktifitas

    perusahaan.

    5. Manager Fin and Acc bertanggung jawab untuk mengatur keuangan, pembukuan dan

    penyimpanan uang perusahaan.

    6. Manager Export Import bertugas mengawasi kegiatan keluar masuk bahan baku dan

    barang jadi.

    7. Manager HR dan GA bertugas menangani masalah tenaga kerja (absensi, cuti, izin, dan

    lain-lain) dan menangani administrasi yang bersifat umum.

    8. Manager Purchasingbertanggung jawab atas pengadaan bahan-bahan produksi dan

    operasional perusahaan sehingga bahan-bahan yang diperlukan selalu tersedia.

    9. Manager Can Makingbertanggung jawab pada pelaksanaan pembuatan kaleng.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    5/39

    10. Manager salesbertugas untuk memasarkan dan menjual produk-produk perusahaan.

    Manager sales membidangi bagian penjualan dan distribusi.

    2.4 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan KerjaJumlah karyawan PT CIP Denpasar sebanyak 231 orang (118 laki-laki dan 113 perempuan)

    berdasarkan data periode Juni 2007. Latar belakang pendidikan karyawan PT CIP mulai dari SD, SMP,

    SMA, Diploma dan Sarjana.

    Pada umumnya jam kerja karyawan dimulai dari pukul 8.00 WITA sampai pukul 16.30 WITA dari hari

    Senin sampai Jumat. Waktu istirahat selama 30 menit untuk makan siang yaitu dari pukul 12.00 WITA

    sampai 12.30 WITA. Karyawan di beberapa bagian yang memiliki jam kerja yang berbeda bergantung

    dari supervisornya masing-masing. Seperti bagian debonning, cold storage, can making, dan satpam.

    Terkadang perusahaan menambah jam kerja yang tidak bersifat wajib. Karyawan yang melakukan jam

    kerja lembur akan diberi upah yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.

    Perusahaan memberikan upah lembur, tunjangan (premi), dan asuransi kesehatan yang ditanggung

    sepenuhnya. Tunjangan tersebut berupa tunjangan hari raya (THR) sedangkan asuransi terdiri dari

    asuransi kematian dan keselamatan kerja.

    Fasilitas-fasilitas yang disediakan perusahaan diantaranya tempat ibadah, kantin, poliklinik, koperasi,

    pakaian seragam, dan perumahan karyawan. Perusahaan juga memberikan cuti untuk karyawannya. Cuti

    itu antara lain cuti tahunan berjumlah total 12 hari setahun, cuti untuk mengikuti upacara keagamaan, cuti

    melahirkan, dan cuti haid 2 hari sebulan (khusus wanita).

    2.5 Produksi dan pemasaran

    PT CIP Denpasar menghasilkan produk yang dikemas dalam kaleng dan dalam plastik vacuum.

    Produk makanan yang diproduksi oleh PT CIP saat ini yaitu Corned Beef dikemas dalam kemasan

    kaleng silinder, dan dalam kemasan kaleng rectangular. Sosis sapi dan sosis ayam yang keduanya

    dalam kemasan, baik dalam kemasan kaleng ataupun dalam kemasan pelastik vacuum. Perusahaan

    juga menghasilkan bakso sapi dan bakso ayam. Daging sapi giling beku dan daging ayam beku dijual

    berdasarkan permintaan hotel, restaurant, dan supermarket. Produksi lainnya berupa berbagai macam

    masakan indonesia dalam kemasan kaleng.

    Permintaan pasar mempengaruhi produksi perusahaan. Saat ini produk PT CIP, diutamakan untuk

    memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Pemasaran dalam negeri dilakukan oleh distributor tunggal

    yaitu PT Bahtera Wiraniaga Internusa (BWI), yang menangani semua kegiatan penjualan, promosi dan

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    6/39

    penyaluran produk. Sedangkan untuk pangsa pasar luar negeri dalam proses penjajakan, dan melihat

    potensi pasar dan keadaan ekonomi.

    3. Proses Produksi Sosis Kemasan Vacuum

    Dikarenakan kesibukan masyarakat pada jaman ini, sehingga masyarakat lupa akan pentingnya gizi bagi

    tubuh manusia. Oleh karena itu diproduksinya produk sosis ini untuk mempermudah masyarakat dalam

    melengkapi gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sosis merupakan produk olahan daging yang

    mempunyai nilai gizi tinggi.

    Gambar 1. Sosis

    Sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung

    daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan

    bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Sosis

    umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi

    sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan

    pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah

    dilakukan sejak sangat lama.

    http://3.bp.blogspot.com/_WGWTLFgt4sA/TSHEohSmJPI/AAAAAAAAADY/KpALNJdGT0o/s1600/IMG_0403.JPG
  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    7/39

    Gambar 2. Casing Sosis

    Teknologi kemasan berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi

    pengolahan pangan. Pada zaman dahulu kemasan lebih didominasi oleh bahan-bahan alami, seperti

    daun, bambu dan kayu. Kemudian dengan ditemukannya bahan kemasan sintetis, kini kita mengenal

    plastik, kaca, kolagen, kaleng dan aluminium foil sebagai pembungkus makanan dengan segala

    kelebihan dan kekurangannya. Jenis selongsong yang digunakan untuk membungkus sosispun berbeda-

    beda tergantung dari jenis sosis yang akan dibuat. Selongsong yang digunakan untuk sosis ukuran kecil

    biasanya terbuat dari film kolagen yang berasal dari tulang hewani. Jenis selongsong sosis ini termasuk

    ke dalam kelompok yang dapat dimakan (edible), karena berasal dari bahan yang tidak membahayakan

    tubuh. Hal ini disebabkan karena ukuran sosis yang kecil sehingga terlalu sulit untuk memisahkan sosisdengan kulitnya. Oleh karena itu selongsong dibuat dari bahan yang dapat dimakan.

    Sosis dihasilkan melalui beberapa proses, antara lain:

    http://4.bp.blogspot.com/_WGWTLFgt4sA/TSHEvDDNVpI/AAAAAAAAADg/mr-F3WglmJQ/s1600/IMG_0409.JPG
  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    8/39

    http://2.bp.blogspot.com/_WGWTLFgt4sA/TSHIENQpAhI/AAAAAAAAADs/BH3hz9aXVgc/s1600/123.JPG
  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    9/39

    Gambar 3.Diagram Alir Proses Produksi Sosis Sapi Kemasan Vacuum

    Dalam proses produksi sosis sapi di PT CIP dibagi kedalam 3 tahapan prosedur yaitu: persiapan

    bahan, pembuatan pickle, dan proses pemasakan. Masing-masing tahapan prosedur terdiri dari

    beberapa proses. Persiapan bahan utama (daging) dilakukan di cold storage yang mana merupakan

    tempat bahan utama disimpan. Pembuatan pickle dilakukan oleh bagian debonning. Sedangkan proses

    pemasakan dilakukan oleh bagian produksi.

    Jenis daging sapi beku yang di import oleh PT CIP dalam rangka pemenuhan proses produksi

    sosis sapi adalah Chemical Lean (CL) 85 danMechanically Debonning Meat (MDM). Daging sapi beku

    dan ayam yang digunakan untuk proses produksi selalu mendapat pengawasan dari departemen Quality

    Assurance(QA) yang pengawasannya meliputi kelengkapan dokumen dan kondisi daging. Pemeriksaan

    daging beku ini juga dilakukan oleh Dinas Peternakan kota Denpasar meliputi pemeriksaan kemasan,

    tanggal kadaluarsa, kode dan kondisi daging beku terutama ditandai dengan ada tidaknya gumpalandarah.

    Pada tahapan pertama (tahapan persiapan), daging-daging sapi beku yang akan diolah menjadi

    sosis mengalami proses pelayuan selama sepuluh menit dengan suhu 10 sampai 15oC terlebih dahulu.

    Proses pelayuan dilakukan dengan cara mengalirkan udara dingin yang dilakukan di anteroom, dimana

    anteroom merupakan bagian dari gudang cold storage. Thawing atau pelayuan daging beku berfungsi

    untuk mengurangi kristal-kristal es yang ada dalam daging sehingga diperoleh tekstur daging yang tidak

    terlalu keras. Setelah mengalami proses pelayuan, daging dibawa ke ruang debonning dan dilakukan

    tahapan-tahapan berikutnya.

    Pada bagian debonning dilakukan tahapan yang kedua, yaitu tahapan pembuatan daging pickle.

    Dibagian debonning, bungkus daging kemudian dibuka dan daging dipotong dengan menggunakan

    mesin pemotong. Proses pemotongan daging beku di PT CIP dilakukan dengan mesin pemotong daging

    yang berkapasitas satu koli atau sama dengan 27,2 kg. Setelah diperoleh potongan-potongan daging

    dengan ukuran yang lebih kecil, tahap selanjutnya adalah proses pemisahan antara daging dan

    lemaknya, kemudian dapat dilakukan proses penggilingan.

    Daging sapi beku yang telah dipotong dapat langsung dimasukkan ke dalam mesin penggiling. Proses

    penggilingan dilakukan dua kali agar diperoleh daging giling yang lebih halus. Tujuan penggilingan ini

    selain untuk memperkecil ukuran daging, juga dapat mempermudah proses pencampuran daging dengan

    bahan pembantu lainnya. Selain itu penggilingan bertujuan untuk memperluas permukaan daging

    sehingga proses penggaraman (curing) dapat berjalan lebih efektif dan sempurna.

    Pada proses ini daging yang telah digiling dicampurkan dengan garam curing. Curing adalah cara

    prosessing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCL, Na Nitrite, STPP, dan

    http://2.bp.blogspot.com/_WGWTLFgt4sA/TSHIENQpAhI/AAAAAAAAADs/BH3hz9aXVgc/s1600/123.JPG
  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    10/39

    air panas. Tujuan curing ini adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan rasa yang

    baik serta untuk mengurangi pengkerutan daging selama proses produksi berlangsung dan

    memperpanjang masa simpan produksi daging (Soeparno, 1992).

    Uraian proses curing adalah sebagai berikut: Pertama-tama garam NaCL dengan konsentrasi tertentu

    dilarutkan ke dalam air panas, kemudian disaring. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan kotoran-

    kotoran atau benda asing lainnya. Setelah disaring, larutan curing ditambahkan STPP dan Natrium

    Natrite sambil di aduk. Proses ini dilakukan secara manual oleh para karyawan. Pada saat proses mixing

    berlangsung daging pickle (daging yang telah mengalami proses curing) tersebut ditambahkan vitamin C.

    Proses mixingini berlangsung selama 5 menit, setelah itu daging pickle tersebut ditempatkan dalam

    wadah yang terbuat dari baskom plastik.

    Pada tahapan pembuatan pickle ini daging pickle tidak mengalami proses pemeraman karena

    daging yang digunakan adalah daging sapi beku, dimana keadaan beku ini menyebabkan dagingmempunyai tekstur pori-pori yang besar akibat adanya proses pelayuan sehingga proses penyerapan

    garam curing dapat terjadi dengan baik tanpa harus melalui proses pemeraman.

    Untuk kelancaran kegiatan produksi dagingpickle, digunakan beberapa mesin dan peralatan

    diantaranya:

    1. Mesin pemotong daging beku (Frozen meat cutter)

    Mesin ini berfungsi untuk memotong daging beku menjadi potongan-potongan daging yang

    mempunyai ukuran lebih kecil. Tujuan proses ini adalah untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu

    proses penggilingan.

    2. Mesin penggiling (Grinder)

    Mesin ini mempunyai fungsi untuk mengubah ukuran daging menjadi lebih kecil dan seragam.

    Besar kecilnya ukuran daging yang dihasilkan apat disesuaikan dengan mengatur dan mengubah plat

    pisau yang memiliki diameter yang berbeda.

    3. Mesin pencampur (Mixer)

    Mesin ini digunakan untuk mencampur garam curing dan daging yang telah digiling untuk

    menghasilkan daging pickle. Mesin pencampur ini dilengkapi dengan bejana yang berbentuk setengah

    silinder dan pengaduk.

    Sedangkan tahapan yang terakhir adalah tahapan pemasakan. Tahapan ini dilakukan oleh bagian

    produksi. Meliputi proses-proses antara lain:

    a. Mixing Cutter

    Dalam proses mixing cutter ini daging pickle dari proses curing siap di proses dengan bahan

    tambahan berupa bumbu-bumbu, emulsi, es, bahan pengisi dan pewarna makanan (carmoisine).

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    11/39

    Pembuatan sosis di awali dengan memasukkan es balok ke mesin mixing cutter untuk mendinginkan

    mesin dan juga untuk mempertahankan suhu pencampuran sehingga tidak lebih dari 60oC untuk

    mencegah terdenaturasinya protein sebagai emulsifier utama disamping air sebagai komponen dari

    sosis.

    Kemudian emulsi dimasukkan hingga berbentuk gel, barulah daging pickle dimasukkan beserta

    bumbu dan pewarna hingga terdistribusi merata serta bahan pengikat dan pengisi berupa tepung tapioka

    dan susu skim hingga berbentuk pasta. Tahapan-tahapan yang digunakan dalam pembuatan emulsi

    yang digunakan dalam proses mixing cutter antara lainlemak sapi direbus kemudian dicampur dengan air

    panas, emulsifier dan garam, kemudian dilakukan pendinginan hingga menjadi emulsi lemak sapi.

    Pasta yang telah tercampur merata dipindahkan ke dalam panci vemag dan kemudian ditimbang

    dan di cek suhunya siap dimasukkan ke dalam mesin vacuum.

    b. VacuumingVacuuming adalah suatu proses penghampaan udara pada pasta sosis. Tujuan dari proses ini

    adalah agar sosis yang dihasilkan mempunyai struktur yang padat dan tidak berongga. Proses vacuum

    ini dilakukan dalam mesin vacuumyang operasinya dimulai pada saat tekanan yang tertera pada mesin

    mencapai 40 mmHg, dimana waktu vacuumdapat mulai dihitung dan lama proses ini adalah 15 menit.

    Mesin yang digunakan dalam proses vacuuming adalah mesin vacuum mixing. Setelah proses ini selesai

    pasta sosis langsung dibawa ke mesin stuffing untuk kemudian dilanjutkan pada proses stuffing.

    c. Pengisian dalam selongsong

    Pengisian dalam selongsong (stuffing) adalah proses pemasukan pasta sosis ke dalam

    selongsong (casing) dengan diameter dan panjang sosis yang diharapkan. Menurut Soeparno (1998),

    ada 2 macam cassing yaitu sintetik dan alami. Casing alami (natural) dapat diperoleh dari usus halus

    sapi, usus halus babi, dan usus halus domba atau kambing. Sedangkan casing sintetik dari regenerated

    collagen (dari collagen sapi, plastik poly vinyl chlorida (PVC), poly etilen (PE) atau selulosa. Pada PT CIP

    menggunakan cassing sintetis dari selulosa.

    Pada proses stuffing, pasta sosis dimasukkan ke mesin stuffingkemudian tombol

    otomatis screwdiaktifkan. Hal ini bertujuan untuk mendorong pasta sosis ke dalam filler. Kecepatan

    mesin diatur 0-10 dan tekanan vacuum90 mmHg, kemudian diatur pula ukuran panjang sosis.

    Tabel 1.Kriteria Ukuran Produk Sosis Sapi Vacuum Pronas

    Jenis Produk Panjang (cm/pieces) Diameter (mm/pieces)

    Sosis sapi vacuum 12 s/d 12,5 cm 2022 mm

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    12/39

    Pengontrolan proses stuffingdilakukan oleh petugas QA, form kontrol stuffing dapat dilihat pada

    lampiran halaman 17.

    d. Penggantungan

    Sosis yang telah dibentuk dan dimasukkan dalam selongsong kemudian digantung pada reng-

    reng besi dimana sosis diikat berbentuk segitiga untuk mempermudah proses penggantungan (racking)

    pada stik besi, kemudian reng besi dapat menampung 30 stik sosis. Setelah penggantungan selesai

    dilakukan penyiraman dengan air semprotan, hal tersebut bertujuan untuk membersihkan sisi-sisi pasta

    yang masih melekat pada selongsong sosis. Setelah itu reng-reng besi tersebut dimasukkan ke dalam

    smoke house.

    e. Pemasakan, pengeringan, dan pengasapan

    Pemasakan (cooking), pengeringan (drying), dan pengasapan (smoking) merupakan proses yang

    terjadi pada smoke house. Tujuan dari proses-proses ini adalah untuk meningkatkan flavourdanpenampakan produk yang menarik. Proses-proses ini dilakukan secara bertahap, namun sebelum

    proses-proses tersebut berlangsung, smoke house yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu

    dengan membakar serutan kayu kering dan smoke house dipanaskan selama 15 menit. Kayu kering

    dipilih sebagai media asap karena memiliki tingkat kekeringan kayu yang baik, kadar airnya rendah,

    intensitas asap bagus dan memiliki aroma tersendiri.

    Pada tahap pertama adalah pemasakan (cooking), waktu yang diperlukan pada tahap ini yaitu 15

    menit untuk sosis sapi ukuran 425 gram dan 20 menit untuk ukuran sosis 325 gram, sedangkan suhu dan

    kelembaban adalah 80o

    C dan 80%. Tujuan proses pemasakan ini adalah untuk mengkompakkan sosis

    karena koagulasi protein dan dehidrasi sebagian, memantapkan warna sosis dan mempasteurisasi sosis

    sehingga memperpanjang masa simpan. Selama proses pemasakan, sosis akan mengalami kehilangan

    berat kurang lebih 5-10%. Kontrol proses di smoke house dilakukan juga oleh petugas QA dan dicatat

    pada form kontrol proses smoking.

    Tahap kedua adalah dilakukan proses pengeringan (drying) dengan suhu 60oC dalam waktu 55

    menit, hal tersebut bertujuan untuk menguapkan air yang terdapat pada sosis, tetapi pada proses ini tidak

    semua air diuapkan karena dapat menyebabkan sosis menjadi kering.

    Tahap terakhir adalah pengasapan (smoking). Tujuan pengasapan adalah untuk meningkatkan

    flavour dan penampakan permukaan produk yang menarik. Pengasapan ini dilakukan selama 10 menit,

    dengan kelembaban 76%. Form kontrol smoke house dapat dilihat pada lampiran halaman 18.

    f. Pendinginan (cooling)

    Pada proses pendinginan (cooling), sosis yang telah matang dikeluarkan dari smoke house

    kemudian didinginkan dengan air. Tujuan pendinginan ini agar suhu dapat diturunkan, selain itu tujuan

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    13/39

    utamanya adalah untuk mengikat dan tetap mempertahankan aroma asap agar tidak menguap

    seluruhnya.

    3.1 Bahan Pembantu

    Bahan pembantu pengolahan adalah komponen bahan-bahan penolong yang umumnya akan hilang

    sebagian atau secara keseluruhan akibat proses pengolahan.Bahan ini biasanya tidak meninggalkan

    pengaruh merugikan terhadap flavour dan penampilan makanan olahan (Fachruddin, 1998). Bahan

    pembantu yang dimaksud antara lain:

    1. Bumbu-bumbu

    Bumbu yang digunakan pada produksi sosis sapi di tambahkan pada saat pencampuran. Pada sosis

    sapi menggunakan carmoisine sebagai bahan pewarna. Bumbu tersebut telah diukur oleh bagian gudang

    bumbu, dimana ukurannya telah disesuaikan dengan draft yang disepakati dan ditentukan oleh bagian

    QA serta sesuai dengan pesanan bagian produksi.

    2. Tepung tapioka dan susu skim

    Tepung tapioka dan susu skim yang digunakan disini sebagai bahan pengisi dan pengikat yang

    ditambahkan pada pasta sosis. Tujuan penambahan bahan pengisi adalah untuk menurunkan biaya

    produksi dengan mengurangi penggunaan daging. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang

    dapat meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi lemak, sehingga menurunkan biaya,

    memperbaiki gizi bila bahan pengikat yang digunakan merupakan sumber protein, memperbaiki cita rasa

    dan memperbaiki tekstur.

    3. Emulsifier

    Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-

    molekul ke dua cairan tersebut tidak saling berbaur, tetapi saling antagonistik (Winarno, 2002). Pada

    suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir

    yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut bagian pendispersi yang biasanya terdiri dari air

    dan bagian ketiga adalah emulsifier yang menjaga agar butir-butir minyak dapat tetap tersuspensi di

    dalam air atau dengan kata lain emulsifier adalah zat-zat yang mampu mempertahankan emulsi lemak

    dalam air atau sebaliknya.

    Emulsifier yang digunakan dalam pembuatan emulsi sosis sapi di PT CIP adalah susu skim dan

    isolate soya protein. Penggunaan susu skim pada sosis akan menghambat penggumpalan lemak pada

    ruang antara selongsong dalam daging sosis. Kandungan laktosa dalam susu skim akan memperbaiki

    dan melengkapi cita rasa dari sosis. Protein kasein dan albumin dari susu bubuk skim meningkatkan nilai

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    14/39

    gizi dan aroma sosis. Sosis yang menggunakan susu skim mempunyai tekstur dan kehalusan

    penampakan.

    4. Es balok

    Es balok yang digunakan dalam proses produksi sosis sapi telah dipecah-pecah menjadi serpihankecil, hal ini dimaksudkan memudahkan kerja mesin pengaduk. Tujuan pemberian es ini adalah untuk

    menurunkan suhu pasta sosis, apabila suhu tidak diturunkan maka campuran adonan tidak akan menjadi

    emulsi yang baik (Hadi Wiyoto, 1983).

    5. Garam curing

    Garam curing yang dimaksudkan disini adalah garam NaCL yang di tambahkan dalam proses curing

    dimana proses ini sendiri tidak hanya merupakan penggaraman saja, namun juga disertai penambahan

    senyawa atau zat lain diantaranya Na Nitrite, STPP, dan vitamin C. Na Nitrite merupakan salah satu zat

    pengawet organik yang sering digunakan dalam bentuk garam. Na nitrite merupakan zat kimia yang

    berbentuk kristal putih kekuningan dan larut dalam air. Penggunaan Na nitrite pada proses curing

    berfungsi untuk menstabilkan warna daging, menambah rasa yang khas pada daging pickle,

    menghambat mikroba patogen dan mikroba pembusuk serta memperlambat perkembangan atau

    terjadinya ketengikan. Penggunaan Na nitrite maksimal sebesar 50 mg/kg (SNI 01-0222-1995). STPP

    merupakan zat kimia yang ditambahkan pada proses curing pada pembuatan sosis. STPP yang

    mempunyai rumus kimia Na5P3O10berbentuk bubuk putih yang mudah larut dalam air ini berfungsi

    sebagai stabilizer dan sebagai penyatu adonan, disamping itu STPP juga berfungsi untuk mengawetkan

    produk. Penambahan STPP maksimal 29 mg/kg (Codex Alimentarius Commission, CAC). Vitamin C atau

    asam eritrobat yang ditambahkan pada produk daging sebagai antioksidan dan untuk mencegah

    terjadinya oksidasi. Lebih lanjut dikatakan asam eritrobat berfungsi sebagai penstabil warna.

    Pembelian bahan baku dan bahan tambahan yang dilakukan oleh PT CIP Denpasar sebelumnya

    direncanakan terlebih dahulu agar jumlah, jenis, dan kriteria yang dibutuhkan sesuai dengan rencana dan

    anggaran produksi dalam setiap periode pembelian. Proses pembelian dilakukan oleh bagian

    pengadaan. Semua bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan untuk proses produksi harus

    memiliki dokumen asal daging yang jelas, surat kesehatan dari balai pengawasan obat dan makanan

    (BPOM) dan sertifikat halal.

    Bahan-bahan yang masuk akan diterima oleh bagian penerimaan langsung pada tempat

    penyimpanan dan akan melalui pemeriksaan secara inderawi dengan perabaan, penciuman dan

    pengamatan visual yang disesuaikan dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh perusahaan.

    Pemeriksaan daging lokal dilakukan oleh bagian QA. Daging yang diterima masih dalam keadaan segar

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    15/39

    kemudian dilakukan pemeriksaan secara visual (warna, bau, tekstur, dan kebersihan), pengukuran suhu

    dan pH daging. Untuk daging import (beku) di periksa oleh bagian QA, Dinas Peternakan kota Denpasar

    dan karantina hewan dengan memeriksa kemasan, tanggal mengemas, kode dan kondisi daging beku

    terutama kelumerannya yang ditandai dengan ada tidaknya gumpalan darah. Begitu juga dengan bahan

    pembantu yang baru tiba diperiksa jenis barangnya, spesifikasi dan kode kadaluarsanya oleh bagian QA.

    3.2 Sarana Pendukung

    1. Tenaga Listrik

    Tenaga listrik yang digunakan sebagai sumber energi untuk menggerakkan mesin-mesin dan

    penerangan pabrik berasal dari PLN dan generator pembangkit listrik. Kapasitas listrik dari PLN sebesar

    10.600 KVA (Kilo Volt Ampere) dan jumlah pemakaian setiap bulan rata-rata 350 KWH (Kilo Watt Hour).

    Sedangkan generator yang ada berjumlah empat (4) dengan kapasitas masing-masing 250 KVA.

    2. Air

    Air merupakan salah satu penunjang produksi yang sangat penting, baik yang berhubungan langsung

    dengan produk maupun tidak. Air yang tersedia digunakan untuk keperluan produksi termasuk sterilisasi,

    boiler, kegiatan sanitasi, dan air minum.

    Kebutuhan air untuk PT CIP berasal dari sumur bor dengan kedalaman masing-masing 100 m

    sebanyak empat buah dan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air sumur ditampung dalam dua

    bak penampungan air, yaitu bak I dan bak II. Air yang berada pada bak penampungan I digunakan untuk

    sterilisasi (autoclave), sedangkan air yang berada pada bak penampungan II digunakan baik untuk

    kegiatan sanitasi, produksi, dan air minum.

    4. Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pengolahan

    Sosis Sapi di PT. Canning Indonesian Products (PT CIP)

    Dalam penerapan HACCP terdapat beberapa tahapan yang harus ditempuh, yaitu :1. Kelayakan DasarPenerapan sistem jaminan mutu berdasarkan HACCP merupakan program terpadu yang dilandasipersyaratan atau kelayakan dasar yang meliputi :

    cara berproduksi yang baik (GMP).

    penerapan sanitasi dan standar prosedur operasi (SPO/SSPO)

    anjuran teknologi produksi, pembibitan, budidaya, pascapanen/pengolahan hasil

    unit pengolahan, sarana dan pelaksanaan sanitasi, peralatan dan mesin, karyawan, dan lain-lain.

    2. Persiapan

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    16/39

    Tahap persiapan dimaksudkan untuk mempersiapkan rancangan yang mencakup organisasi,

    penerapan, dan evaluasi. Hal-hal/kegiatan yang dicakup dalam persiapan adalah :a. Pembentukan Tim HACCP

    Tim harus terdiri atas tenaga/personil yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam suatu unitproses. Program HACCP dirancang oleh Tim dengan dilandasi pengetahuan yang memadai tentang

    HACCP. Apabila timbul masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh tim, maka dapat dimintakan sarandari tenaga ahli di luar tim.

    b. Identifikasi Spesifikasi ProdukHal ini dikerjakan oleh tim yang telah dibentuk, didahului dengan penyiapan sejumlah pertanyaan

    (untuk memudahkan identifikasi produk) yang berkaitan dengan komposisi/komponen, spesifikasi,kemasan, kondisi penyimpanan, ketahanan simpan, dan distribusi produk.c. Identifikasi Tujuan Penggunaan

    Peruntukan penggunaan harus didasarkan pada harapan pengguna akhir atau konsumen denganmemperhatikan manfaatnya. Pengelompokkan konsumen diperlukan untuk menentukan tingkat resikosetiap produk.d. Penyusunan Alur Proses

    Alur proses disusun dalam suatu diagram secara sederhana namun lengkap dan jelas menguraikan

    proses. Alur proses sangat menentukan pelaksanaan analisis bahaya. Apabila suatu tahapan pentingtidak tercantum, boleh jadi akan muncul bahaya yang tidak dapat dikendalikan.e. Verifikasi Lapang terhadap Alur Proses

    Diagram alur proses harus diverifikasi oleh tim HACCP dengan mengecek setiap tahapan kegiatan dilapangan dan membuat koreksi terhadap diagram, sampai diperoleh kesepakatan dalam proses.

    4.1 Good Manufacturing Practice (GMP)

    Cara produksi makanan Yang baik (Good Manufacturing Practice, GMP) digambarkan sebagai "

    bagian dari Jaminan mutu yang memastikan bahwa produk secara konsisten diproduksi dan dikendalikan

    kepada standar mutu yang sesuai kepada penggunaan yang mereka harapkan. " petunjuk dan Prinsip

    untuk GMP dinyatakan di (dalam) dua instruksi; instruksi 2003/94/Ec untuk produksi obat-obatan dan

    investigational produksi obat-obatan untuk digunakan manusia dan instruksi 91/412/EEC mengenai

    produksi obat-obatan untuk dokter hewan.

    GMP merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan suatu persyaratan dasar suatu operasi

    bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan, serta salah

    satu pilihan yang digunakan dalam pengendalian sistem pengawasan dan untuk menjamin food safety

    yang disarankan oleh para ahli bidang keamanan pangan. GMP merupakan salah satu sistem keamanan

    pangan konvensional yang diantaranya GMP dan pengujian (testing), sistem konvensional ini belum

    memberikan jaminan keamanan secara memadai, dan khususnya tingkat ketelusurannya yang

    rendah. Sistem konvensional telah mendapatkan beberapa keluhan dari pelaku bisnis pangan, yaitu

    karena:

    a. Untuk microbiological hazardstidak terwakili SQC (statistic quality control)

    b. Waktu dan biaya, lama dan mahal

    c. Testing tidak menemukan atau mengendalikan penyebabnya.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    17/39

    Dalam perkembangan tuntunan keamanan pangan yang lebih baik dan ditemukannya HACCP, maka

    dapat dirumuskan suatu sistem keamanan pangan yang mencakuppre-requisiteprogram (persyaratan

    dasar), prinsip-prinsip HACCP dan program universal manajemen mutu. Yang mana HACCP merupakan

    salah satu pilihan pula yang digunakan dalam pengendalian sistem pengawasan dan untuk menjamin

    food safety yang disarankan oleh para ahli bidang keamanan pangan. GMP didefinisikan juga sebagai

    praktik dan syarat yang diperlukan sebelum dan selama diterapkannya HACCP dan yang memang

    sangat penting untuk keamanan makanan.

    Tabel 2.Perbandingan antara GMP dan Pre-requisite programdari HACCP

    GMP HACCP PRE-REQUISITE

    Lingkungan produksi Lingkungan produksi

    Peralatan Peralatan

    Personil Personil

    Pengendalian proses Pengendalian prosesSanitasi Sanitasi

    Pencatatan Pencatatan monitoring, dan tindakan

    koreksi

    Penarikan produk Penarikan produk

    Penerimaan/penyimpanan/transport Penerimaan/penyimpanan/transport

    Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dalam GMP pengawasan meliputi lingkungan produksi,

    peralatan, personil, pengendalian proses, sanitasi, pencatatan, penarikan produk serta

    penerimaan/penyimpanan/transport. Sedangkan pada pre-requisite program dari HACCP hampir serupa

    dengan GMP, akan tetapi bagian pencatatan dikembangkan kembali dengan pencatatan monitoring, dan

    tindakan koreksi. Dimana dimaksudkan memberikan tindakan langsung terhadap kesalahan-kesalahan

    yang ada pada proses produksi pangan sebelum menjadi produk jdi yang dapat merugikan perusahaan

    ataupun sampai ke konsumen dimana akan lebih merugikan pihak perusahaan dan pihak konsumen.

    GMP mengacu pada peraturan praktek produksi yang baik yang diumumkan secara resmi oleh

    departemen pangan dan obat-obatan AS dibawah wewenang pemerintah pusat bagian makanan, obat-

    obatan dan kosmetika. Peraturan ini, memiliki kekuatan undang-undang, yang mewajibkan para pabrikan,

    pengolah, dan bagian pengemasan dari obat-obatan, alat medis, makanan, dan darah mengambil

    langkah-langkah proaktif untuk memastikan bahwa produk mereka aman, murni, dan efektif. Peraturan

    GMP memerlukan suatu pendekatan mutu untuk memproduksi, memungkinkan perusahaan untuk

    memperkecil atau mengeliminasi kejadian pencemaran, kesimpang siuran, dan kesalahan. Yang pada

    akhirnya, melindungi konsumen dari pembelian suatu produk yang tidak efektif atau bahkan berbahaya.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    18/39

    Kegagalan perusahaan untuk memenuhi ketentuan peraturan GMP dapat mengakibatkan konsekwensi

    yang sangat serius mencakup penarikan kembali, perampasan, denda, dan penjara.

    Peraturan GMP membahas persoalan-persoalan yang terjadi dalam proses produksi pangan

    termasuk dokumentasi, kualifikasi personal, sanitasi, kebersihan, ferifikasi peralatan atau perlengkapan,

    validasi proses, dan penanganan terhadap keluhan. Sebagian besar syarat GMP adalah sangat general

    dan keterbukaan, membiarkan masing-masing pabrikan untuk memutuskan secara individu bagaimana

    mengimplementasikan cara pengendalian yang terbaik. Ini memberikan banyak fleksibilitas, tetapi juga

    mewajibkan pabrikan menginterpretasikan kebutuhan sehingga bisa dipertimbangkan atau masuk akal

    untuk masing-masing bisnis individu.

    GMP juga kadang-kadang dikenal sebagai "cGMP". "C" mewakili "current"(sekarang), yang

    mengingatkan pabrikan bahwa mereka harus mempekerjakan teknologi dan sistem-sistem yang terbaru

    untuk mengaikuti peraturan yang ada. Sistem dan peralatan digunakan untuk mencegah kontaminasi,kesimpang siuran, dan kesalahan, yang mungkin telah menjadi " top-of-the-line" sejak 20 tahun yang lalu,

    dimana kemungkinan kurang cukup untuk standard masa kini.

    4.1.1 Tujuan GMP

    Tujuan dari penerapan GMP sebagai persyaratan dasar adalah agar setiap karyawan teknis maupun

    administrasi dari paling bawah sampai ke paling atas, antara lain:

    1. Mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas sehingga

    tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya kontaminasi mikroba.

    2. Mengetahui adanya peraturan Good Manufacturing Practices (GMP) yang

    mengharuskan digunakan zat-zat tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program hygiene

    dan sanitasi.

    3. Mengetahui tahapan-tahapan dalam hygiene dan sanitasi.

    4. Mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air pendingin

    (cooling water).

    5. Mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu dan konsentrasi desinfektan yang

    mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.

    6. Mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan dengan

    cukup.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    19/39

    GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan frekuensi yang memadai

    terhadap seluruh permukaan mesin pengolahan makanan baik yang berkontak langsung dengan

    makanan, maupun yang tidak. Mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya, inilah sebabnya

    mengapa persyaratan GMP mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan

    berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan sanitasi.

    4.2 Sanisation Standard Operating Procedures (SSOP)

    Aplikasi dari dokumen prasyarat dasar berupa SSOP atau SPOS (Standar Prosedur Operasi

    Sanitasi) yang terus harus dipelihara dan diimplementasikan pada proses produksi. SOP sanitasi

    menetapkan suatu titik sebagai objek sanitasi yang berhubungan dengan kegiatan pengawasan atau

    monitoring, tindakan koreksi dan rekaman. SOP sanitasi biasanya berkaitan dengan seluruh fasilitas

    produksi atau bisnis pangan, dan tidak terbatas pada tahapan-tahapan tertentu.

    Prinsip sanitasi adalah:

    1. Membersihkan, yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan tanah

    yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.

    2. Sanitasi, yaitu menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan

    sebagian besar mikroorganisme yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolahan

    makanan.

    SOP sanitasi akan memberikan manfaat bagi jaminan keamanan produksi antara lain:

    1. Memberikan jadwal pada prosedur sanitasi

    2. Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan

    3. Mengidentifikasi terjadinya kemungkinan dan mencegah terjadinya masalah

    4. Menjamin setiap karyawan mengetahui sanitasi

    5. Mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan

    6. Memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil

    7. Membawa peningkatan praktek sanitasi dan kondisi di unit usaha dan lain-lain

    NSHATE, 1999 (Dalam Winarno, 2002), telah mengelompokkan SOP sanitasi menjadi delapan

    persyaratan sanitasi, yaitu:

    1. Keamanan air

    2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    20/39

    3. Pencegahan kontaminasi silang

    4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet

    5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan

    6. Penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar

    7. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada

    makanan

    8. Menghilangkan hama dari unit pengolahan

    4.2.1 Keamanan Air

    Air memegang peranan penting bagi kelancaran aktifitas perusahaan. Menurut Soekarto (1990),

    air mempunyai peranan penting dalam industri pangan yaitu sebagai:

    1. Bahan pencampur misalnya dalam pembuatan adonan

    2. Media atau sarana suatu proses. Contoh sebagai pemanas, air pendingin dan uap panas

    3. Media atau sarana pembersih

    Air yang dipakai di PT CIP Denpasar berasal dari sumur bor dengan kedalaman masing-masing

    100 m sebanyak empat buah dan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air sumur ditampung

    dalam dua bak penampungan air, yaitu bak I dan bak II. Air yang berada pada bak penampungan I

    digunakan untuk sterilisasi (autoclave), sedangkan air yang berada pada bak penampungan II digunakan

    baik untuk kegiatan sanitasi, produksi, dan air minum karyawan.

    Sebelum proses produksi dimulai, air selalu diberi klorin. Klorinberfungsi sebagai desinfektan

    terhadap sejumlah mikroorganisme. Klorin sangat cocok sebagai desinfektan umum di tempat usaha

    makanan dan harganya relatif murah. Desinfektan klorin kecuali klorin dioksida dayanya akan hilang

    apabila ada kotoran organik. Selain itu klorin juga berperan sebagai pemutih. Namun, jumlah

    penambahan klorinperlu diperhatikan. Penggunaan klorinstandarnya 100-250 mg klorin per liter

    (Winarno, 2002). Jika penambahan klorin yang dilakukan melebihi ketentuan, pH larutan akan

    meningkatkan dari keadaan netral 6,5-7 menjadi asam. Sehingga larutan akan bersifat korosif atau

    mudah bereaksi dengan oksigen membentuk karat. Dan kemampuan desinfektan yang dimiliki oleh klorin

    akan berkurang. Sifat korosif ini tidak dikehendaki karena air ini juga dipakai sebagai air pendingin yang

    bersentuhan langsung dengan sosis. Pemeriksaan persyaratan mutu air harus bebas dari bakteri,

    senyawa-senyawa kimia berbahaya, tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna dan lain-lain.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    21/39

    Pengujian mutu air yang digunakan PT CIP Denpasar dilakukan bekerjasama dengan laboratorium

    Dinas Kesehatan Propinsi Bali setiap empat bulan sekali. Air yang diperiksa yaitu air minum, air limbah,

    air sumur dan air bak penampungan.

    Kriteria yang diperiksa meliputi sifat-sifat:

    - Fisika meliputi: Bau, jumlah zat padat terlarut, kekeruhan, rasa, suhu, dan warna.

    - Kimia anorganik diantaranya: Air raksa, arsen, kesadahan, pH, timbal, seng, mangan dan lain-lain.

    - Kimia organik diantaranya: Benzene, Kloroform, Detergent dan lain-lain.

    - Biologi dengan indikator E.coli.

    Organisme yang biasanya digunakan sebagai indikator adanya polusi adalahEscherichia Colidan

    kelompok koliform secara keseluruhan E. Colitidak diragukan berasal dari kotoran manusia. Organisme

    koliform secara keseluruhan tidak umum terdapat di dalam air. Bila organisme ini ditemukan dalam air

    dapat dianggap sebagai petunjuk adanya polusi.Bila hasil pemeriksaan menyatakan adanya penyimpangan dari keadaan standar maka dilakukan

    penyetopan terhadap saluran air dan penghentian produksi untuk sementara waktu. Penarikan produk

    yang kemungkinana terkontaminasi juga dilakukan. Pemeriksaan ulang dilakukan untuk memastikan hasil

    pengujian sebelumnya pada sampel yang bermasalah saja.

    4.2.2 Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan

    Tujuan melakukan pengawasan terhadap permukaan yang kontak langsung dengan bahan

    pangan adalah memberikan jaminan bahwa permukaan ini sudah dirancang untuk memfasilitasi proses

    sanitasi, dan dibersihkan secara rutin.

    a. Kondisi permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan

    Permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan berupa peralatan seperti bak besar

    beroda yang disebut batch, baskom, keranjang dan lain-lain dan mesin seperti mesin pemotong, mixer,

    grinder, dan lain-lain yang digunakan untuk memproduksi sosis sapi. Kondisi permukaan peralatan dan

    mesin tersebut diperiksa secara visual tentang adanya kecacatan, kerusakan, timbulnya karat dan

    kelayakan pakai. Hal tersebut untuk menghindari timbulnya kontaminasi dari permukaan peralatan dan

    mesin yang digunakan ke produk jadi.

    b. Kebersihan dan sanitasi permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan

    GMP mensyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi pada seluruh permukaan mesin

    baik yang kontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Hal ini hendaknya dilakukan dalam

    frekuensi yang memadai. Adanya air akan menyebabkan mikroba bisa tumbuh dengan baik. Sehingga

    seluruh permukaan yang bersinggungan langsung dengan makanan harus dikeringkan dan disanitasi.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    22/39

    Selain itu, adanya air akan mempercepat proses pengkaratan pada mesin yang akan memperpendek

    umur mesin.

    Mesin-mesin yang digunkan dalam produksi sosis sapi vacuum antara lain:

    1. Mesin pemotong daging beku (Frozen meat cutter)

    Mesin ini berfungsi untuk memotong daging beku menjadi potongan-potongan daging yang

    mempunyai ukuran lebih kecil. Tujuan proses ini adalah untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu

    proses penggilingan.

    2. Mesin penggiling (Grinder)

    Mesin ini mempunyai fungsi untuk mengubah ukuran daging menjadi lebih kecil dan seragam.

    Besar kecilnya ukuran daging yang dihasilkan apat disesuaikan dengan mengatur dan mengubah plat

    pisau yang memiliki diameter yang berbeda.

    3. Mesin pencampur (Mixer)Mesin ini digunakan untuk mencampur garam curing dan daging yang telah digiling untuk

    menghasilkan daging pickle. Mesin pencampur ini dilengkapi dengan bejana yang berbentuk setengah

    silinder dan pengaduk.

    4. Mesin Cutter

    Mesin ini mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pencampur, pemotong dan penghancur atau

    penghalus bahan. Terbuat dari baja berkecepatan tinggi yang tahan terhadap kondisi panas dan dingin,

    sering juga digunakan untuk membuat emulsi sosis dan pencampuran pasta sosis.

    5. Mesin Vacuum

    Mesin ini berfungsi untuk menghilangkan gelembung udara yang ada pada pasta sosis, sehingga

    dapat diperoleh tekstur sosis yang padat dan kompak.

    6. Mesin Stuffer

    Mesin ini berfungsi untuk membentuk sosis dengan memasukkan pasta sosis ke dalam

    selongsong buatan (selulosa) secara otomatis sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Kecepatan mesin

    berkisar 0-10 feederdan tekanan vacuum berada pada 90 mmHg.

    7. Stikdan Reng

    Stik digunakan untuk menggantung sosis yang seterusnya digantung pada reng untuk

    mempermudah proses pengeringan, pengasapan san pemasakan. Setiap reng diisi 30 stik sosis.

    8. Smoke house

    Merupakan suatu ruangan yang digunakan untuk proses pengeringan, pengasapan dan

    pemasakan sosis. Pada smoke house ini terdapat kran uap di bagian bawahnya dan dilengkapi dengan

    kipas sirkulasi dan kipas exhaust.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    23/39

    c. Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi

    Bahan-bahan kimia yang digunakan:

    Kaporit bubuk

    Dicampur dengan air dan digunakan untuk mencuci sepatu agar tidak licin.

    Soda Api

    Digunakan untuk membersihkan lantai debonning dan ruang produksi.

    Teepol

    Digunakan untuk membersihkan mesin-mesin dan lantai dari lemak atau minyak.

    PH : 8 s/d 9

    Kekentalan : 150 s/d 200 CPS

    Dosis 1 teepol dengan air 50 liter.

    Neo Chlor

    Dicampur dengan air yang ada pada bak I dan bak II.

    Caustic Soda Flake (NaOH)

    Kegunaan:

    1. Petrolenm Refining

    2. Vegetable Refining

    1. Industri Royan & Cellophane

    2. Industri sabun & detergent

    3. Industri Pulp & kertas

    4. Industri karet

    5. Industri textile

    6. Industri kimia

    Nama : Natrium Hydroxide

    Berat molekul : 40.01

    Sifat larutan:

    1. Hydroscopis

    2. Larut dalam air, alcohol dan glycerol

    Bahaya kimia:

    1. Sangat beracun bila tertelan atau terhirup uapnya

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    24/39

    2. Menimbulkan luka iritasi yang kuat bila mengenai kulit atau jaringan tubuh lainnya

    dengan menimbulkan luka bakar.

    3. NAB 2mg/m2udara

    4. Korosif

    Pencegahan bahaya:

    Siapkan alat pengaman berikut di area penyimpanan caustic soda:

    A. Kaca tahan bahan kimia

    B. Sarung tangan karet

    C. Sepatu karet

    D. Tutup mulut dan hidung

    E. Baju appron dari bahan karet atau plastik

    F. Tersedianya air yang cukup atau drench shower

    Tumpahan larutan soda supaya di bersihkan dan disiram dengan air sebanyak-banyaknya

    Pertolongan Pertama:

    1. Siram air sebanyak-banyaknya pada bagian tubuh yang terkena tumpahan soda.

    2. Segera lepaskan pakaian yang terkena caustic soda.

    3. Bilas bagian tubuh yang terkena dengan larutan asam cuka encer 1%, kemudian cuci

    sekali lagi dengan air yang bersih.

    4. Jika mengenai mata, segera cuci dengan air sebanyak-banyaknya dan bawa ke klinik

    atau rumah sakit terdekat.

    d. Kebersihan sarung tangan dan pakaian karyawan

    Karyawan dibagian produksi PT CIP Denpasar diwajibkan mengenakan sarung tangan selama

    melakukan pekerjaan. Penggantian sarung tangan dilakukan bila sarung tangan sudah robek meskipun

    pekerjaan masih tersisa, dan saat diperlukan untuk mengganti sarung tangan misalnya setelah dari toilet.

    Pakaian karyawan di bagian produksi dan bagian-bagian pendukungnya selama jam kerja di

    perusahaan menggunakan pakaian seragam berwarna putih dan topi putih. Karyawan disediakan fasilitas

    ruang ganti pakaian dan loker. Pemilihan warna ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan

    kebersihan pakaian karyawan. Untuk setiap hari ditentukan pula baju dengan warna berbeda yang harus

    dipakai.

    4.2.3 Pencegahan kontaminasi silang

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    25/39

    Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, beberapa hal yang dilakukan oleh karyawan PT CIP

    Denpasar antara lain:

    a. Pemisahan bahan baku dengan bahan pendukung dan produk jadi sosis sapi

    b. Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan/pengolahan bahan baku dengan produk olahan/jadi

    c. Pemisahan produk-produk dalam penyimpanan

    d. Pembersihan dan sanitasi area dan alat penanganan dan pengolahan pangan

    e. Higiene karyawan

    f. Pencucian tangan

    g. Penanganan limbah padat dan cair

    4.2.4 Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet

    Pengawasan terhadap fasilitas ini ditujukan untuk mendorong program pencucian dan untukmencegah penyebaran dan potensi mikroorganisme pathogen pada area penanganan dan pengolahan

    produk pangan.

    Setiap pagi sebelum kegiatan produksi dimulai petugas GMP selalu mengecek fasilitas pencuci

    tangan, sanitasi dan toilet yang tersedia diseluruh area pabrik. Hal-hal yang diawasi yaitu kebersihannya,

    kondisinya masih layak pakai atau perlu diperbaiki dan kelengkapan sarana tersebut seperti hand soap

    dan hand dryer. Tak lupa saluran air limbahnya juga mendapat perhatian. Kondisi saluran air cukup baik

    atau terjadi penyumbatan akibat adanya kotoran.

    4.2.5 Proteksi dari bahan-bahan kontaminan

    Tujuan dari proteksi produk terhadap bahan kontaminan adalah untuk menjamin bahwa produk

    pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindungi dari kontaminasi

    mikroba, kimia dan fisik.

    Beberapa contoh tindakan yang dilakukan untuk proteksi terhadap kontaminasi di PT CIP

    diantaranya:

    a. Menghindari adanya genangan air di lantai

    b. Menggunakan air pencuci kaki dan roda troley sebelum masuk ke bagian produksi

    c. Menghilangkan bahan kontaminan dari permukaan

    4.2.6 Penyimpanan dan penggunaan bahan toksin

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    26/39

    Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah

    benar untuk proteksi produk dari kontaminasi. Aspek yang diawasi adalah sistem penyimpanan dan

    penggunaan bahan toksin.

    Penyimpanan bahan-bahan toksin di bagian tersebut dilakukan ditempat dengan akses terbatas

    bagi karyawan dibagian lain. Bahan-bahan toksin dibagian bumbu yang tergolong food gradedisimpan

    terpisah ditempat yang berbeda dengan bahan-bahan toksin di bagian GMP yang tergolong non-food

    grade.

    4.2.7 Pengawasan kondisi kesehatan karyawan

    PT CIP Denpasar mengharuskan calon karyawannya lulus tes kesehatan. Pemeriksaan

    kesehatan itu mencakup penyakit aktif ataupun pasif (karier penyakit), penyakit yang dapat menular pada

    makanan dan menderita luka. Setelah diterima karyawan akan melakukan pemeriksaan kesehatan rutinenam bulan sekali. Namun tidaklah mungkin melakukan pemeriksaan seluruh karyawan PT CIP dalam

    waktu satu hari. Sehingga diambil kebijakan untuk melakukan kesehatan pada sejumlah karyawan di

    poliklinik perusahaan seminggu sekali. Dan diharapkan dalam kurun waktu enam bulan seluruh karyawan

    sudah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

    Apabila ada karyawan yang mengalami gangguan kesehatan harus segera melaporkan kepada

    supervisor bagiannya, agar segera mendapatkan penanganan kesehatan di poliklinik perusahaan.

    Sampai saat ini poliklinik perusahaan bekerja sama dengan rumah sakit Trijata Denpasar. Kerja sama

    yang dilakukan meliputi kunjungan dokter setiap hari senin, rabu dan jumat serta melakukan rujukan bila

    memerlukan penanganan klesehatan khusus. Poliklinik perusahaan menyediakan pertolongan pertama

    terhadap penyakit ringan seperti batuk dan pilek. Bila keluhan karyawan bersifat ringan ada dua alternatif

    yang bisa diambil yaitu bekerja kembali atau istirahat di rumah. Untuk gangguan kesehatan tingkat berat

    jika karyawan tidak bisa bekerja pada bagian yang sama maka karyawan tersebut dipindahkan ke bagian

    dengan tingkat pekerjaan yang sesuai dengan kondisi kesehatannya tersebut. PT CIP Denpasar

    melakukan pemeriksaan rutin terhadap karyawan berupa pemeriksaan rectal swab. Pemeriksaan ini

    bertujuan untuk mengetahui adanya beberapa mikroba yang tergolong berbahaya dan dapat mengancam

    jiwa manusia. Mikroba yang tergolong kondisi akut tinggi dan diperiksa keberadaannya yaitu E. Coli

    Path., Salmonella, Shigella dan Vibrio Cholerae.

    4.2.8 Menghilangkan Hama Dari Unit Pengolahan

    Pemberantasan hama di PT CIP dilakukan bekerjasama dengan PT Indofullin setiap dua hari sekali.

    Hama yang diberantas meliputi kecoa, semut, nyamuk, hewan pengerat, lalat buah dan lain-lain.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    27/39

    Pemberantasan hama dilakukan di gudang dan tempat packing, gudang kaleng, ruangan produksi,

    kantor, musholla, saluran limbah, lorong-lorong, taman, pos satpam dan lain-lain.

    Beberapa teknik pemberantasan yang digunakan PT CIP antara lain

    pengasapan(Fogging),penyemprotan (Spraying)dan rodent control baiting. Pengasapan dilakukan

    setiap dua minggu sekali di dalam ruangan konserven di hari libur produksi. Areal diluar konserven

    dilakukan dua minggu sesudahnya. Di dalam ruang konserven, dan di luar kmar dingin (cold

    storage)dipasang alat perangkap serangga dengan menggunakan sinar ultraviolet.

    4.3 Pengertian, Tujuan dan Lingkup HACCP

    HACCP merupakan suatu sistem jaminan mutu yang didasari oleh kesadaran bahwa bahaya

    (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan

    pengendalian untuk mengontrol bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan

    identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan

    pada pengujian produk akhir (Winarno, 2002).

    HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku

    pangan (pertanian), penanganan, distribusi, dan pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.

    Keberhasilan dalam penerapan HACCP juga membutuhkan pendekatan tim. Tim ini harus terdiri dari

    tenaga-tenaga ahli yang tepat.

    HACCP memberikan elemen-elemen penting dalam sistem keamanan maupun Good

    Manufacturing Practices(GMP) dengan cara yang sistematis dan mudah diterapkan dalam industri

    pangan diseluruh rantai produksi pangan. Secara umum dan sederhana HACCP dapat dijelaskan

    sebagai berikut:

    1. Melihat proses produksi/produk dari awal hingga akhir

    2. Menetapkan posisi bahaya yang mungkin timbul

    3. Menetapkan cara pengendalian dan melakukan pengawasan

    4. Menuliskan hal-hal tersebut di atas dan melakukan rekaman kegiatan serta mengusahakannya agar

    berjalan kontinyu dan efektif

    Dengan program HACCP ini pada analisis bahaya terdapat tiga pendekatan penting dalam pengawasanmutu produk pangan yaitu:

    a. Keamanan pangan (food safety)Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkankematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia, dan fisika.

    b. Kebersihan (Wholesomenes)Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produkatau fasilitas sanitasi dan hygiene.

    c. Pemalsuan (Economic Fraud)

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    28/39

    Tindakan-tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini meliputipemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label,overglazing dan jumlah komponen yang kurang dari yang tertera di kemasan.

    Rencana HACCP yang dihasilkan merupakan protokol untuk produksi dan pelayanan serangkaian

    makanan yang aman. Sistem HACCP untuk makanan diperoleh ketika rencana HACCP

    diimplementasikan.

    Implementasi HACCP memerlukan suatu prasyaratan dasar (pre-requisite) berupa Standard

    Operation Prosedures(SOP) yang merupakan cerminan dari dokumen HACCP. Deskripsi dari

    prasyaratan dasar ini mirip dengan deskripsi Good Manufacturing Practices (GMP) yang menyangkut

    kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan bahwa

    produk yang dihasilkan adalah tetap dan sesuai dengan spesifikasinya.

    Codex Alimentarius Commision (CAC) merupakan suatu badan dibawah naungan FAO dan WHO

    yang bertugas menangani standar bahan pangan. Codex Alimentarius Commision(CAC) telah

    menyempurnakan pedoman implementasi HACCP dengan penerapannya dibagi menjadi 12 langkah.

    Langkah-langkah tersebut terdiri dari awal persiapan sebanyak lima langkah dan tujuh langkah

    berikutnya merupakan tujuh prinsip HACCP. Adapun ke dua belas langkah implementasi sistem HACCP

    itu yaitu:

    1. Menyusun tim HACCP

    2. Deskripsi produk

    3. Identifikasi tujuan penggunaan produk

    4. Diagram alir

    5. Verifikasi diagram alir pada unit produksi

    6. Mendaftar semua potensi bahaya analisisnya dan tindak pencegahannya

    7. Menentukan CCPnya

    8. Menentukan batas kritis untuk setiap CCP

    9. Menentukan sistem monitoring untuk setiap CCP

    10. Menetapkan tindak koreksi untuk setiap penyimpangan yang mungkin terjadi

    11. Menetapkan prosedur verifikasi

    12. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    29/39

    4.3.1 Pedoman Pengawasan Mutu Sosis Sapi Vacuum

    Pedoman yang digunakan dalam menjaga kualitas produk Sosis Sapi Vacuum di PT CIP Denpasar

    yaitu SNI 01-3820-1995 tentang syarat mutu Sosis Sapi dalam kemasan plastik vacuum. Acuan

    tersebut tidak bersifat wajib untuk dipatuhi oleh industri pangan.

    Tabel 3.Syarat mutu sosis sapi dalam kemasan plastik vacuum

    (SNI 01-3820-1995)

    NO KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN

    11.1

    1.2

    1.31.4

    KeadaanBau

    Rasa

    WarnaTekstur

    -

    -

    --

    Normal

    Normal

    NormalBulat panjang

    2 Air % b/b Max 67,0

    3 Abu % b/b Max 3,0

    4 Protein % b/b Max 13,0

    5 Lemak % b/b Max 25,0

    6 Karbohidrat % b/b Max 8,0

    7

    7.17.2

    Bahan tambahan makanan

    Pewarna (STPP)Pengawet (Na Nitrite)

    Sesuai dengan SNI

    01-0222-1995(BTM)

    Sesuai dengan SNI 01-

    0222-1995(BTM)

    88.1

    8.28.3

    8.4

    8.5

    Cemaran logamTimbal (Pb)

    Tembaga (Cu)Seng (Zn)

    Timah (Sn)

    Raksa (Hg)

    Mg/kg

    Mg/kgMg/kg

    Mg/kg

    Mg/kg

    Max 2,0

    Max 20,0Max 40,0

    Max 40,0 (250,0*)

    Max 0,03

    9 Cemaran Arsen (As) Mg/kg Max 0,1

    10

    10.110.2

    10.3

    10.410.510.6

    10.7

    Cemaran mikroba

    Angka total lempengBakteri bentuk coli

    Escherichia Coli

    EnterococciClostridium perfringensSalmonella

    Staphilococcus Aureus

    Koloni/gAPM/g

    APM/g

    Koloni/gKoloni/gKoloni/g

    Koloni/g

    Max 105

    Max 10

    < 3

    102

    NegatifNegatif

    Max 102

    Sumber: PT CIP Denpasar,----

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    30/39

    4.3.2Prinsip-prinsip Penerapan HACCP

    4.3.2.1 Analisa Bahaya

    Hazard dinyatakan sebagai sesuatu yang significant jika memungkinkan dapat membahayakan

    konsumen kecuali memang dikendalikan dengan tepat.Semua hazard yang signifikan dikelola melalui

    haccp sedangkan hazard yang tidak signifikan dikontrol melalui system lain.

    Hazard bias berupa kontaminan biologis, kimiawi, maupun kontaminanfisik. Hazard tersebut

    dapat berasal dari bahanmentah, kemasan, proses, dan penanganan yang berlangsung dalam rantai

    makanan ataupun dari lingkungan.

    Hazard biologis:

    Hazard biologis muncul dalam bentuk mikroorganisme pathogen dan keberadaannya dalam

    banyak produk dapat menimbulkan bahaya terbesar bagi konsumen.

    Salmonella merupakan salah satu hazard biologis dimana sedikit salmonella dapat menginfeksi,

    terutama pada dalam produk yang berkadar lemak tinggi, tetapi mudah dihancurkan dengan pemasakan.

    Mikroorganisme memiliki kebutuhan dasar yang berhubungan dengan:

    Suhu optimum pertumbuhan

    Kelembapan

    Asiditas optimum

    Sumber makanan

    Tabel 4.Hazard Biologi yang ada dalam proses produksi sosis sapi vacuum

    Hazard biologi Tindakan pengendalian

    Pathogen vegetatif,mis.,Salmonella,listeria

    monocytogenes,E.coli

    Bahan mentah

    Perlakuan panas yang mematikan selama

    proses.Spesifikasi dan surveilans.

    Proses dan pengujian pemasok yang

    efektif.

    Sertifikat lulus uji.

    Kontrol suhu.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    31/39

    Kontaminasi silang

    Kemasan utuh.

    Pengendalian hama.

    Bangunan yang aman (tidak ada atap

    bocor, air tanah).

    Alur proses yang logis (pemisahan

    karyawan, pakaian, perlengkapan, dan

    sebagainya, arah selokan).

    Factor intrinsic, pH, aW, dan sebagainya.

    Hazard kimiawi:

    Kontaminasi zat kimia pada bahan makanan dapat terjadi melalui ingedien, saat produksiatau selama

    distribusi/penyimpanan, dan dampaknya pada konsumen bias berupadampak jangka panjang,. Jangka

    pendek, atau dampak teratogenik.

    Tabel 5. Hazard Kimia yang ada dalam proses produksi sosis sapi vacuum

    Hazard kimia Tindakan pengendalian

    Pestisida, residu obat untuk hewan, dan

    plastic pada kemasan.

    Zat adiktif kimia, mis., nitrat, nitrit

    Spesifikasi yang memuat kepatuhan

    pemasok terhadap tingkatan maximum

    yang dibolehkan hukum.

    Ferifikasi terhadap catatan pemasok.

    Program surveilans tahunan bahan mentah

    yang dipilih.

    Spesifikasi dan surveilans (SQA) jika perlu

    sebagai zat adiktif.

    Intruksi tertulis praktik produksi dan zat

    adiktif yang aman.Penyimpanan khusus dalam container

    berlabel yang tertutup.

    Falidasi di setiap tingkatan melalui

    penggunaan rata-rata, pengambilan sample,

    dan pengujian.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    32/39

    Hazard Fisik:

    Hazard fisik merupakan zat atau benda asing yang dapat mengontaminasi bahan makanan kapan saja

    selama berlangsungnya produksi. Zat asing dapat dipandang sebagai hazard pada keamanan makanan

    jika zat tersebut masuk dalam kategori berikut:

    Sesuatu yang tajam dan menyebabkan nyeri dan cedera, mis., serpihan kayu, pecahan gelas.

    Sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan gigi yang parah mis., logam, batu.

    Sesuatu yang dapat menyebabkan tersedak, mis., tulang atau plastic.

    Alasan lain untuk mengatasi kontaminasi zat asing adalah bahwa zat itu dapat bertindak sebagai sarana

    untuk kontaminasi silang mikrobiologi.

    Tabel 6.Hazard Fisika yang ada dalam proses produksi sosis sapi vacuum

    Hazard Fisika Tindakan pengendalian

    Kontaminasi fisik ekstrensik pada bahan

    mentah, mis., kaca, kayu, logam, plastic,

    hama.

    Kontaminasi silang proses fisik, mis.,

    gelas, kayu, logam, plastic, hama.

    Inspeksi 100%, secara manual atau

    memakai alat.

    Deteksi logam.

    Inspeksi visual.

    Menyingkirkan semua benda dari kayu

    seperti pallet, sikat, pensil, peralatan dari

    area produk yang terbuka.

    Menyingkirkan semua benda yang mudah

    lepas seperti perhiasan, peniti, skrup dan

    baut, peralatan kecil.

    Menyingkirkan semua item plastic yang

    mudah lepas seperti tutup pena, kancing

    pada overall, perhiasan.

    Tindakan pencegahan (desain fasilitas,

    menghilangkan semua tempat

    persinggahan, manajemen limbah, repelen

    ultrasonic).

    Pemusnahan (Pembunuh lalat bertenaga

    listrik, racun, kotak umpan, jebakan,

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    33/39

    penyemprotan sekeliling

    bangunan,fogging).

    4.3.2.2Titik kendali kritis (CCP)

    CCP atau titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana

    apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan

    dan resiko kerugian ekonomi (Winarno, 2002).

    Batas-batas kritis pada CCP ditetapkan berdasarkan referensi, standard teknis, dan observasi

    unit produksi. Batas kritis ini merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Kriteria

    yang kerap digunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembapan, pH, a wdan klorin yang

    ada, dan parameter yang berhubungan dengan panca indera seperti kenampakan dan tekstur.

    Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda asing yang

    dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah adanya logam,

    ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptik.

    Batas kritis kimia dihubungkan dengan bahaya kimia atau pengendalian bahaya mikrobiologis

    melalui formulasi produk dan faktor intrinsik. Contoh batas kritis kimia seperti kadar maksimum yang

    diterima untuk mikotoksin, pH, awdan lain-lain.

    Batas mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk

    memonitor tingkat kontaminasi produk oleh pathogen, biaya mahal, pengukuran fisik dan kimia dapat

    digunakan sebagai indikator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis.

    Pada proses produksi sosis sapi kemasan vacuum, ditetapkan dua (2) titik kritis atau CCP yang

    merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya yang sudah diidentifikasi. 2 titik

    kritis (CCP) pada proses pembuatan sosis di PT CIP Denpasar yaitu pada tahap penerimaan bahan baku

    sebagai CCP 1, dan pada saat proses curing sebagai CCP 2.

    CCP Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku

    Titik kritis pertama yaitu penerimaan bahan baku berupa daging sapi beku. Batas kritis fisik yang

    dikendalikan pada CCP ini yaitu suhu. Persyaratan suhu daging beku yang diterima yaitu -18oC. Mikroba

    pathogen yang mungkin terdapat pada daging sapi diantaranya Clostridium Perfringens, Salmonella sp.,

    dan Escherichia coli. Bila PT CIP menerima daging sapi seperti diatas maka daging sapi ini akan

    membawa dampak buruk bagi proses berikutnya dan produk akhir. PT CIP melakukan pemeriksaan

    secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian kuantitatif dan organoleptik daging dengan mengambil sampel

    bahan baku daging segar secara acak untuk dilakukan uji mikroorganisme, fisika dan kimia di

    laboratorium secara berkala setiap tiga (3) bulan sekali bagi merk daging yang pernah diterima. Dari hasil

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    34/39

    ini diharapkan nilai Clostridium Perfringens dan Salmonella sp. Adalah negatif. Pengujian kuantitatif dan

    organoleptik daging merk baru dilakukan dengan mengambil 5 karton sampel untuk dianalisis. Dokumen-

    dokumen yang diprasyaratkan dalam SOP juga diperiksa kelengkapannya. Apabila pada saat

    pemeriksaan ditemukan adanya penyimpangan kualitas dan atau tidak dipenuhinya persyaratan yang

    ditentukan maka daging ditolak dan bisa dikembalikan setelah adanya pemberitahuan ke bagian PPIC.

    Pengawasan terhadap penerimaan daging sapi di PT CIP Denpasar berpedoman pada SOP

    inspeksi penerimaan daging import, SOP penerimaan daging lokal dan SOP uji organoleptik daging.

    Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah E. coli,

    Salmonella, dan Staphylococcus sp. Kandungan mikroba pada daging sapi dapat berasal dari peternakan

    dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995). Oleh karena itu, sanitasi atau

    kebersihan lingkungan peternakan maupun rumah potong hewan perlu mendapat perhatian. Proses

    pengolahan daging yang cukup lama juga memungkinkan terjadinya cemaran mikroba pada produkolahannya. Produk olahan daging seperti kornet dan sosis harus memenuhi syarat mutu yang sudah

    ditetapkan. Berdasarkan SNI 01- 3820-1995, cemaran Salmonellapada sosis daging harus

    negatif, Clostridium perfringens negatif, dan S. aureusmaksimal 102 koloni/g.

    CCP Pada Tahap Curing

    Proses curing atau penggaraman pada pembuatan sosis ditetapkan sebagai CCP 2.

    Berdasarkan pedoman SNI dan CODEX yang digunakan di PT CIP Denpasar batas maksimum

    penambahan nitrit yang masih bisa ditoleransi yaitu tidak lebih dari 500 ppm. Nitrit bersifat toksik bila

    dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Dosis nitrit yang lebih dari 15-20 mg/kg berat badan bisa

    menyebabkan kematian. Kelebihan nitrit juga menyebabkan daging menjadi berwarna hijau dan disebut

    terbakar nitrit, sebaliknya kekurangan nitrit dalam curing dapat menyebabkan warna pucat pada daging.

    Natrium nitrit dapat menghambat pertumbuhan Clostridium Botulinum. Clostridium Botulinum

    merupakan mikroorganisme pathogenik yang paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat

    mengkontaminasi daging cured. Natrium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam

    air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat.

    Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak

    selalu segar. (Anonimus, 2006).

    Natrium nitrit menghambat produksi toksin Clostridium Botulinum dengan menghambat

    pertumbuhan dan perkembangan spora dan atau dengan cara membentuk senyawa penghambat nitrit

    bila nitrat pada daging dipanaskan. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium

    Botulinum disebut Botulisme. Natrium nitrit juga menghambat pertumbuhan Clostridium Perfringens dan

    Staphylococcus aereus pada daging proses.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    35/39

    Kalibrasi alat ukur (timbangan) secara berkala merupakan tindakan antisipasi perusahaan dalam

    ketepatan jumlah penggunaan nitrit. PT CIP melakukan pencegahan dengan cara melakukan kalibrasi

    alat ukur (timbangan) minimal 1 tahun sekali, dan mengambil sampel secara acak untuk dilakukan uji

    nitrit dan kadar garam secara berkala.Pengawasan jumlah natrium nitrit yang digunakan, dilakukan

    berdasarkan pada SOP inspek proses produksi sosis sapi vacuum tentang kesesuaian penggunaan

    natrium nitrit dan STPP dengan standar pickel.

    4.3.3 Standard Operating Procedures (SOP)

    4.3.3.1Inspeksi penerimaan daging prosot import

    Dalam penerimaan daging frosot import, QA bertugas untuk memeriksa kualitas daging frosot

    import beku untuk menentukan kelayakannya sebagai bahan baku produksi. Inspeksi yang dilakukan

    meliputi:

    Sarana transportasi Dikirim dengan menggunakan kendaraan pengangkut khusus (truck box

    atau container) yang dilengkapi mesin pendingin.

    Daging prosot import yang diterima harus berasal dari negara-negara yang direkomendasi oleh

    direktorat jendral peternakan (departemen pertanian).

    Setiap kedatangan daging dilaporkan kepada dinas peternakan tingkat II Denpasar untuk

    dilakukan pemeriksaan dan diberikan surat keterangan pemeriksaan ulang daging.

    Inspeksi saat penerimaan antara lain:

    a. Daging dalam keadaan beku.

    b. Umur daging frosot import tidak boleh lebih dari 12 bulan.

    c. Daging di bungkus dalam bungkus (plastik) primer dan dikemas dalam karton (sekunder).

    d. Kemasan harus asli, utuh dan bersih.

    e. Tulisan pada karton harus jelas terbaca.

    f. Setiap kode produksi diambil sample minimal 1 karton untuk dilakukan pemeriksaan bobot netto dan uji

    organoleptik.

    4.3.3.2 Inspeksi penerimaan daging lokal

    Dalam penerimaan daging lokal, QA bertugas untuk memeriksa kualitas daging lokal (daging kelas I

    dan daging prosot) untuk menentukan kelayakannya sebagai bahan baku produksi. Inspeksi yang

    dilakukan meliputi:

    Daging harus berasal dari rumah potong hewan pemerintah atau swasta yang telah mendapat ijin

    dari pemerintah.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    36/39

    Proses pemotongan harus dilakukan secara halal dan dibuktikan dengan sertifikat halal dari

    lembaga yang berwenang dan dilaksanakan di bawah pengawasan bertugas yang berwenang.

    Daging sapi dikirim dengan menggunakan kendaraan pengangkut khusus.

    Kriteria penentuan penerimaan:

    a. Bila saat pemeriksaan tidak ditemui adanya penyimpangan kualitas, maka daging sapi dapat langsung

    diterima untuk proses lebih lanjut, akan tetapi bila ditemukan adanya penyimpangan kualitas (kotoran,

    memar, abses) maka daging dipisahkan untuk mendapatkan tindakan penanggulangan secukupnya

    sebelum dapat diterima.

    b. Bila pada saat penerimaan ditemui adanya bau busuk, perubahan warna yang bersifat meluas (biru),

    maka daging dinyatakan afkir dan disampaikan kepada bagian PPIC untuk dikembalikan kepada supplier.

    Setiap afkir daging harus dibuatkan berita acara.

    c. Setiap kedatangan daging baru, diambil 5 karton untuk analisis kuantitatif dan uji organoleptik.

    d. Pemeriksaan dilakukan secara periodik untuk merk daging yang pernah diterima minimal 3 bulan sekali.

    4.3.3.3 Inspeksi penerimaan bumbu dan bahan pembantu

    Dalam penerimaan bumbu dan bahan pembantu, QA bertugas untuk memeriksa kualitas bumbu dan

    bahan pembantu yang diterima. Inspeksi yang dilakukan meliputi:

    Kualitas pengemasanKeutuhan dan kebersihan pengemasan

    Kebersihan bahanAdanya benda asing, serangga dan kotoran

    Label pada kemasan Harus jelas terbaca

    Pemeriksaan terhadap label dan surat keterangan bahan, harus jelas menyatakan:

    Nama atau jenis bahan yang dikemas

    Merk dagang

    Nama produsen

    Berat bersih

    Kode Produksi

    Nomor registrasi

    Terhadap bahan yang untuk pertama kalinya dipesan, harus di lengkapi dengan sertifikat analisis yang

    menyatakan:

    Tingkat kemurnian bahan

    Kandungan logam berat

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    37/39

    Status mikrobial

    Sertifikat atau surat keterangan halal

    Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat:

    Produk tersebut untuk pertama kali akan digunakan

    Secara berkala untuk melihat konsistensi mutu bahan

    Adanya kecurigaan terhadap konsistensi mutu bahan sehingga bahan tersebut di tahan

    4.3.3.4 Uji Organoleptik Daging

    Uji organoleptik daging dilakukan sebelum daging sapi digunakan untuk produksi sosis sapi.

    Adapun parameter yang diamati diantaranya penampilan visual (warna daging, adanya kotoran, dan

    warna lemak), tekstur, dan bau.

    4.3.3.5 Inspeksi proses produksi sosis

    Dalam inspeksi proses produksi sosis, QA bertugas untuk melakukan pengawasan secara seksama

    terhadap proses produksi sosis. Pengawasan yang dilakukan meliputi:

    Persiapan peralatan

    Persiapan bahan baku

    Pembuatan pasta sosis

    Vacuuming

    Stuffing

    Smoking

    4.3.3.6 Uji organoleptik sosis sapi Pronas

    Dalam uji organoleptik sosis, QA bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap sosis yang di

    hasilkan. Pengujian yang dilakukan meliputi:

    Ukuran sosis

    Penampilan luar

    Penampilan dalam

    Tekstur

    Warna

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    38/39

    Rasa

    Bau

    4.3.3.7 Inspeksi organoleptik produk pra-distribusi

    Dalam inspeksi organoleptik produk pra-distribusi, QA bertugas untuk menjamin bahwa produk tersebut

    memiliki mutu yang sesuai dengan standard.

    5. Kesimpulan dan Saran

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil Kerja Praktek Lapangan yang dilakukan di PT Canning Indonesian Products Denpasar

    dapat ditarik kesimpulan yaitu:

    1. PT CIP sebagai salah satu pabrik pengolahan pangan yaitu daging yang diolah menjadi

    sosis sapi yang dikemas dalam kemasan plastik vacuum.

    2. Proses pembuatan sosis sapi di PT CIP Denpasar melalui 3 tahap, yaitu tahap persiapan

    bahan baku (cutting, grinding, pembuatan emulsi), pembuatan pickel, dan proses pemasakan

    (mixing cutter, vacuuming, stuffing, drying, smoking, cooking, cooling, pengemasan, vacuuming

    terhadap sosis dalam kemasan plastik, serta observasi dan penyimpanan).

    3. Titik kendali kritis (CCP) dalam proses pembuatan sosis sapi kemasan vacuum ada 2

    titik, yaitu saat penerimaan bahan baku, dan saat pengolahan daging pickel.

    4. Pelaksanaan sanitasi di PT CIP Denpasar cukup baik dan pelaksanaannya telah sesuaidengan SSOP dari GMP.

    5.2 Saran

    Untuk perbaikan terhadap kekurangan yang ditemukan selama praktek kerja di PT Canning

    Indonesian Products Denpasar, maka penulis menyarankan beberapa hal:

    1. Pendidikan dan pengawasan tentang hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan

    adalah program yang mutlak ada di perusahaan. Pendidikan harus dilaksanakan bukan hanya

    sampai pada taraf tau, tapi sampai pada perubahan tingkah laku. Untuk sampai taraf ini,

    pendidikan harus dilakukan secara rutin, berkala dan diawasi terus menerus. Pendidikan yang

    diberikan harus mencakup: pengertian HACCP lebih dalam, prinsip hygiene individu dan sanitasi

    pada pabrik serta rasionalisasi penggunaan berbagai alat pencegahan infeksi atau kontaminasi di

    pabrik agar mereka mempunyai pola tingkah laku yang sesuai dan selalu waspada akan hygiene

    dan sanitasi.

  • 5/24/2018 PENERAPAN HACCP

    39/39

    2. Pada umumnya di Indonesia karyawan akan bekerja baik bila diawasi dengan baik.

    Sehingga perlu keteladanan dan disiplin pemimpin yang baik yang nantinya membuat karyawan

    mempunyai pola perilaku yang baku terhadap masalah-masalah kontaminasi, higiene dan

    sanitasi.

    3. Pengertian mengenai HACCP perlu ditekankan kembali kepada karyawan, sebab

    karyawan wajib mengerti mengenai apa saja yang mereka lakukan sehingga mereka tidak akan

    melakukan kesalahan yang dapat merusak apa yang mereka kerjakan dan tidak hanya sekedar

    melaksanakan apa yang menjadi tugas mereka.

    DAFTAR PUSTAKA

    Fachruddin, Lisdiana. 1998. Memilih dan Memanfaatkan Bahan Tambahan Makanan. Trubus Agriwijaya, Ungaran.

    Mortimore, Sara and Carol Wallace, 2005.HACCP. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

    WHO, 1999. Strategies for implementing HACCP in small and/or less developed business, World Health Organization,

    Geneva

    Winarno, FG. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan., Cetakan I. M-BRIO PRESS, Bogor.

    Posted byDiana at5:45 AM

    http://lifeadventure-diana.blogspot.com/2011/01/penerapan-sistem-hazard-analysis.html

    http://www.blogger.com/profile/10871153781635280526http://lifeadventure-diana.blogspot.com/2011/01/penerapan-sistem-hazard-analysis.htmlhttp://lifeadventure-diana.blogspot.com/2011/01/penerapan-sistem-hazard-analysis.htmlhttp://lifeadventure-diana.blogspot.com/2011/01/penerapan-sistem-hazard-analysis.htmlhttp://lifeadventure-diana.blogspot.com/2011/01/penerapan-sistem-hazard-analysis.htmlhttp://www.blogger.com/profile/10871153781635280526