Haccp Yanta Buk Suci
-
Upload
ameliabangunii -
Category
Documents
-
view
325 -
download
29
Transcript of Haccp Yanta Buk Suci
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan
dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan
anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan,
pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit bertujuan untuk menyediakan makanan
yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman dan dapat diterima oleh
konsumen guna mencapai status gizi yang optimal dengan sasaran utama
adalah pasien rawat inap. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga
dilakukan penyelenggaraan makanan bagi karyawan. Ruang lingkup
penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi dan distribusi makanan
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).Penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan untuk menyediakan
makanan berkualitas (bermutu) dan layak bagi pasien. Makanan harus
memenuhikebutuhan gizi, selera/citarasa, dan aman, untuk mempertahankan
status gizi optimal dan mempercepat proses penyembuhan. Produk
makanan aman artinya tidak mengandung bahan yang membahayakan
kesehatan atau keselamatan pasien (patient safety), seperti menimbulkan
penyakit atau keracunan Penyelenggaraan makanan memerlukan pengendalian
mutu makanan, antara lain menerapkan Good Manufacturing Practices
(GMP), Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP), dan Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP). Konsep HACCP menggunakan
prinsip mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko untuk
mencapai tingkat aman. Hazard (potensial bahaya) pada makanan adalah
cemaran yang bersifat fisik, biologis, atau kimia. Bahaya potensial biologis
dapat berupa bakteri, virus patogen, dan parasit
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit harus optimal dan sesuai
dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi penyakit pasien.
Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak
saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan, juga dapat
menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection) atau infeksi nosokomial
(infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang di antaranya dapat melalui
1
makanan. Data tentang terjadinya infeksi nosokomial khususnya yang
berhubungan dengan penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum tercatat,
akan tetapi timbulnya infeksi nosokomial secara umum diketahui angkanya
tergolong tinggi. Angka infeksi nosokomial di Jakarta sebesar 41,1%, di
Surabaya 73,3%, dan Yogyakarta kurang lebih 5,9% (Hasyim dalam Nurlaela.
2011).
Adanya beberapa kasus penyakit dan keracunan makanan serta terakhir
adanya issue keamanan pangan (food safety) di negara-negara maju, maka
sejak tahun 1987 konsep HACCP ini berkembang, banyak dibahas dan
didiskusikan oleh para pengamat, pelaku atau praktisi pengawasan mutu dan
keamanan pangan serta oleh para birokrat maupun kalangan industriawan dan
ilmuan pangan. Bahkan karena tingkat jaminan keamanannya yang tinggi pada
setiap industri pangan yang menerapkannya, menjadikan sistem ini banyak diacu
dan diadopsi sebagai standar proses keamanan pangan secara internasional.
Codex Alimentarius Commission (CAC) WHO/FAO pun telah menganjurkan dan
merekomendasikan diimplementasikannya konsep HACCP ini pada setiap
industri pengolah pangan. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam
MEE melaui EC Directive 91/493/EEC juga merekomendasikan penerapan
HACCP sebagai dasar pengembangan sistem manajemen mutu dinegara-negara
yang akan mengekspor produk hasil perikanan dan udangnya ke negara-negara
MEE tersebut (Depkes, 1998).
Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan sistematis melalui upaya
pengidentifikasian bahaya (hazard) baik fisik, kimiawi, dan mikrobiologis pada
proses pengolahan makanan dan melakukan pengendalian bahaya pada titik
kritis, yang dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit, HACCP adalah teknik yang
dianjurkan untuk penyehatan makanan karena HACCP merupakan pendekatan
paling efektif dari segi biaya untuk menjamin keamanan makanan di semua
tahap penyediaannya dibandingkan dengan pengawasan tradisional atau dengan
pengujian hasil akhir produk.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan pengamatan
mengenai mutu keamanan pangan pada Formula Enteral Rendah Garam II
dengan menggunakan penerapan HACCP.
2
B. Tujuan 1. Tujuan Umum
Melakukan penerapan HACCP Formula Enteral Rendah Garam II di
RSUD dr. Soedono Madiun
2. Tujuan Khususa. Menganalisis permasalahan penerapan HACCP pada bahan
mentah dan proses pengolahan produk.
b. Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya.
c. Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahan.
d. Menganalisis risiko bahaya dan kategori risiko bahaya.
e. Menetapkan Critical Control Point (CCP) atau batas kritis.
f. Mampu melakukan penerapan HACCP pada produk.
g. Menganalisis hasil penerapan HACCP.
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi HACCP
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard
Analysis and Critical Control Point (HACCP) didefinisikan sebagai suatu
pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan
mengendalikan bahaya.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada
kesadaran bahwa hazzard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap
produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol
bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan klentifikasi
titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada
mengandalkan kepada pengujian produk akhir.(Handoyono,2013)
B. Tujuan HACCP1. Tujuan Umum
Mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan
mutu pangan guna mengurangi keracunan makanan dan penyakit melalui
makanan.
2. Tujuan Khusus
a. Memantau dan mengevaluasi cara-cara dalam pengolahan
makanan serta penetapan sanitasi dalam memproduksi makanan.
b. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui
bahan yang mungkin timbul dari makanan.
c. Memperbaiki cara pengolahan makanan dengan cara memberikan
perhatian khusus pada proses-proses yang dianggap kritis.
d. Kegunaan HACCP
e. Mencegah dan mengendalikan timbulnya bahaya pada makanan,
serta menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi
konsumen.
4
Menyusun Tim HACCP
Deskripsikan Produk
Identifikasi Pengguna yang Dituju
Menyusun Diagram Alir
Menyusun Diagram Alir
Daftar semua bahaya potensial Lakukan analisis bahaya
Tentukan tindakan pengendalian
Tentukan CCP
Tetapkan batas kritis untuk setiap CCP
Tetapkan sistem pemantauan CCP
Tetapkan tindakan koreksi
Tetapkan prosedur verifikasi
Catatan dan dokumentasi
C. Konsep HACCPSecara teoritis ada 12 langkah dalam penerapan sistem HACCP pada
industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National
Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1997) dan CAC
(Codex Alintarius Commission, 1997). Dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula
di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP
menurut CAC adalah sebagi berikut
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6 Prinsip HACCPPrinsip 1
Tahap 7 Prinsip 2
Tahap 8 Prinsip 3
Tahap 9 Prinsip 4
Tahap 10 Prinsip 5
Tahap 11 Prinsip 6
Tahap 12 Prinsip 7
Gambar1. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP menurut CA
5
D. Prinsip Dasar HACCP Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi
HACCP menurut CAC adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara
pencegahannya.
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang
berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan
atau analisis terhadap bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama
untuk mengidentifikasi semua bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan
dikonsumsi. Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik,
dari bahan baku hingga ke tangan konsumen. Jenis bahaya yang mungkin
terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga kelompok bahaya, yaitu : (1)
Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau
parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi,
misalnya : E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp.,
Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain; (2) Bahaya Kimia, karena
tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun, misalnya : aflatoksin,
histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid pirolizidin, pestisida, antibiotika,
hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan
pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow),
lubrikan, sanitizer, dan sebagainya ; (3) Bahaya Fisik, karena tertelannya
benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat di dalam makanan,
misalnya : pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan
tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain. Agar
analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin
semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya
harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi (CAC, 1997).
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap
langkah/tahap dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi)
dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan,
kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan
setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya
pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan ”Apakah
6
pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini
atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian pada tahap tertentu gagal
apakah langsung menghasilkan bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan
kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik kendali (CP) tidaklah sama
dengan titik kendali kritis (CCP) (Depkes, 1998).
Secara sistematis untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap titik
kendali kritis (CCP) dapat dilakukan dengan metode alur keputusan atau CCP
Decission Tree.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah
teridentifikasi
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan
setiap CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk
setiap CCP. Biasanya batas kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia
dan fisika untuk setiap jenis produk berbeda satu sama lainnya.
Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima
untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan
bahaya kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah
ditetapkan ini tidak boleh dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu
nilai batas kritis yang dilanggar dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari
kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya bahaya terhadap kesehatan
konsumen.Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan.
Dokumentasi ini harus dapat menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat
diterima dan harus disimpan sebagai bagian dari rencana formal HACCP
(CAC, 1997).
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP
Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua
CCP, tim HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap
CCP-nya.
Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran
berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan
terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang tepat untuk digunakan
dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup : (1) Pemeriksaan
apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan
7
dengan baik ; (2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas
sustu proses untuk mengendalikan CCP dan batas kritisnya ; (3) Pengamatan
atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan tujuan
untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin
keamanan produk (CORLETT, 1991).
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar
dapat memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk
pangan masih dalam batas kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam
hal ini, metode, prosedur dan frekuensi monitoring serta kemampuan
hitungnya harus dibuat daftarnya pada lembaran kerja HACCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya
Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali
kemungkinan adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan
untuk membangun strategi pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi
kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang tidak diharapkan. Oleh
karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah
terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus
dilakukan tindakan koreksi (corrective action) atau perbaikan dari
penyimpangan tersebut.
Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan
ketika kesalahan serius atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui.
Dengan demikian, apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-
nya, maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini
dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin
tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan (Depkes,
1998).
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan
datanya (Record keeping)
Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk : (1)
Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan
yang teliti dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP ; (2)
Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk
8
yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan
makanan.
Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan adalah
catatan harus sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan
pendokumentasian dilakukan tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka
berarti keefektifan sistem dokumentasi HACCP dapat diuji atau dibuktikan
(Depkes, 1998).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran
Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah
program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang
ditetapkan dan (2) Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang
ditetapkan masih efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan
sebagai informasi tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program
HACCP telah terlaksana dengan baik (CORLET, 1991).
9
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Bahan PengamatanBahan yang digunakan untuk pengamatan dalam pengembangan HACCP
pada Formula Enteral Rendah Garam II yaitu :
Putih Telur Ayam
Tepung maizena
Tepung susu skim
Minyak kelapa
Gula pasir
Tomat
Wortel
Kacang merah
B. Waktu PelaksanaanPenerapan HACCP dilakukan selama proses pembuatan Formula Enteral
Rendah Garam II hingga penyajian ke konsumen.
C. Prosedur Kerja (12 langkah)1. Menyusun Tim HACCP
2. Deskripsikan Produk
3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
4. Susun Diagram Alir
5. Daftarkan Semua Bahaya Potensial dan Lakukan Analisis Bahaya
6. Tentukan Tindakan Pengendalian
7. Tentukan CCP
8. Tetapkan Batas Kritis untuk SetiapCCP
9. Tetapkan Sistem Pemantauan untukSetiap CCP
10. Tetapkan Tindakan Koreksi untukPenyimpangan yang mungkin terjadi
11. Tetapkan Prosedur Verifikasi
12. Tetapkan Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi
10
BAB IVHASIL PELAKSANAAN HACCP
A. Deskripsi Produk
No. Parameter Deskripsi Deskripsi
1. Nama Produk Formula Enteral Rendah Garam II
2. Komposisi produk
Putih Telur Ayam, Tepung maizena,
Tepung susu skim, Minyak kelapa, Gula
pasir, kacang merah , tomat, wortel
3. Karakteristik produk Tekstur cair
4.Kategori proses (metode pengolahan)
Direbus , diblender
5.Karakteristik keamanan pangan (bahaya biologi, fisik, kimia)
Suhu = 25 - 27⁰C PH = 4 – 6
6. Pengemas primer Gelas ditutup plastik wrap
7.Pengemas sekunder (termasuk pengemas untuk transportasi)
Nampan
8. Kondisi penyimpananSuhu ruang 25 - 270C, suhu refrigerator 5 -150C
9. Umur simpanSuhu ruang 25 – 27 0C dengan waktu ± 4 jam, Suhu refrigator 5 – 15o C dengan waktu ± 24 jam
10. Metode distribusiDesentralisasi, suhu ruang 25 – 27 0C , distribusi menggunakan nampan
11.Target pengguna (sasaran konsumen)
Pasien Hipertensi ,odema ,ascites, jantung
B. Identifikasi Pengguna ProdukFormula Enteral Rendah Garam II ini digunakan di RSUD dr. Soedono
untuk pasien yang memerlukan Rendah Garam II dalam keadaan bedrest yang
tidak dapat makan secara oral ataupun dapat makan secara ora namun dalam
bentuk cair
11
C.
1
D. Identifikasi Bahaya dan Analisis BahayaKategori Resiko dan Analisis Resiko Bahaya terdapat pada Tabel 1
Tabel 1. Identifikasi Bahaya dan Analisis Bahaya pada Formula Enteral Rendah Garam II
No. Bahan/proses
Identifikasi BahayaAcceptable level in end
product
Analisis BahayaControl MeasureKategori Bahaya Sumber
bahaya
Likelihood
(Risiko)
Severity
(keparahan)Signifikansi
1. Penerimaan telur
Fisik Kotoran ayam Terbawa dari suplier dan kondisi penyimpanan tidak sesuai
Tidak ada kotoran ayam
H (3) L(1) M (4)
Not significant
SOP penerimaan telur
Biologi Salmonella sp Terbawa dari suplier
Salmonella negative
H (3) M (2) H (12) significant
Jaminan Suplier
2. Penerimaan kacang merah
Fisik Rambut, kerikil, tanah
Terbawa dari suplier dan kondisi penyimpanan tidak sesuai
Tidak ada rambut, kerikil, tanah
H (3) L (1) M (4)
Not significant
SOP penerimaan kacang merah
12
No Bahan/proses
Identifikasi BahayaAcceptable level in end
product
Analisis BahayaControl MeasureKategori Bahaya Sumber
bahaya
Likelihood
(Risiko)
Severity
(keparahan)Signifikansi
Penerimaan kacang merah
Biologi Bacillus cereusTerbawa dari
suplier
Bacillus cereus negatif
H(3) L(1)
M(4)
Not significant
SOP penerimaan
kacang merah
3. Penerimaan gula
Fisik rambut, kerikil, isi steples
Terbawa dari suplier dan kondisi penyimpanan tidak sesuai
rambut, kerikil, isi steples
L (1) L (1) L (1)
Not significant
SOP penerimaan gula pasir
Kimia Logam berat (Arsen)
Terbawa dari suplier
Tidak ada logam berat
L (1) L (1) L (1) Jaminan Supplier
4. Penerimaan buah
Fisik Tanah Terbawa dari suplier
Tidak ada tanah
L(1) L (1) L(1)
Not significant
SOP PenerimaandanSOP Pencucian buah
Biologi Biologi :
Ulat
Terbawa dari suplier, Kondisi penyimpanan tidak sesuai
Tidak ada ulat dalam buah
H(3) L (1) M(4)
Not significant
13
No Bahan /Proses Identifikasi BahayaAcceptable
Level In End
Product
Analisis Bahaya Control Measure
Kategori Bahaya Sumber bahaya Likelihood
(Risiko)
Severity
(keparahan)
Signifikansi
Kimia Pestisida Terbawa dari supplier
Tidak terdapat pestisida
H(3) L(1) M(4)
Not significant
SOP Penerimaan buah dan SOP pencucian buah
5. Perebusan formula
Biologi Bakteri, pada bahan kering dan segar
(bacillus cereus, e.coli)
Ketidakmatangan saat merebus
Bakteri, pada bahan kering dan segar
negatif
H (3) H (3) H (36)
Significant
Suhu dan waktu pemasakan.
6. Pemorsian formula
Biologi Kontaminasi silang mikroba pada tangan manusia
(Staphylococcus sp)
Tangan manusia
Tidak terjadi kontaminasi silang
H(3) M(2) H(12)
Significant
SOP pemorsian formula
14
No Bahan /Proses Identifikasi BahayaAcceptable
Level In End
Product
Analisis Bahaya Control Measure
Kategori Bahaya Sumber bahaya Likelihood
(Risiko)
Severity
(keparahan)
Signifikansi
7 Distribusi Formula
biologi kontaminasi silang mikroba pada tangan manusia dan alat distribusi
Tangan manusia dan alat distrbusi
Tidak terjadi kontaminasi silang H(3) M1) H(12)
Not significant
SOP Penerimaan buah dan SOP pencucian buah
E. Penetapan CCPPenetapan CCP pada Formula Enteral Rendah Garam II:
Tabel 2. Penetapan CCP pada Formula Rendah Garam II
Bahan/Tahap proses Potensi Bahaya Q1 Q2 Q3 Q4 CCP (Y / N)
Penerimaan telur Salmonella sp Ya Tidak Ya Ya Not a CCP
Perebusan formula Bakteri Ya Ya CCP
Pemorsian formula Kontaminasi silang Ya Tidak Ya Ya Not a CCP
Distribusi formula Kontaminasi silang Ya Tidak Ya Ya Not a CCP
15
F. HACCP Plan WorksheetTabel 3. HACCP Plan Worksheet pada Formula Enteral Rendah Garam II
CCP BahayaTindakan pengendalian
Batas KritisProsedur Pemantauan (4W + 1H)
Koreksi Langsung
Tindakan Koreksi
VerifikasiDokumentasi dan record
Perebusan
formula
Bakteri Merebus hingga
timbul
gelembung-
gelembung air
Suhu (60-
700C) dan
waktu 15
menit
What : suhu
When : setelah direbus
Where : di dapur
pengolahan
Who : petugas masak
How : kematangan
formula
Direbus
kembali
Suhu dan
waktu
Peninjaua
n kembali
suhu dan
waktu
perebusan
Formulir cek
list
kematangan
(aroma,
tekstur, rasa,
dan warna)
16
G. OPRPTabel 5. OPRP pada Formula Enteral Rendah Garam II
OPRP BahayaTindakan
pengendalian
Prosedur Pemantauan
(4W + 1H)
Koreksi Langsung
Tindakan Koreksi
VerifikasiDokumentasi
dan record
SOP
Penerimaan
Telur
Kotoran
ayam
Spesifikasi
bahan
What : cangkang
telur
When: saat
penerimaan bahan
Where: tempat
penerimaan
Who : petugas
penerimaan
How : mengecek
secara langsung
penampakan fisik
telur
Mengembalikan
ke suplier
Memperbaiki
Spesifikasi
bahan
makanan
Peninjauan
kembali SOP
Penerimaan
bahan
makanan
Formulir
penerimaan
bahan
makanan
SOP
Penerimaan
kacang
merah
rambut,
kerikil
Spesifikasi
bahan
What : kacang hijau
When: saat
penerimaan bahan
Where: tempat
penerimaan bahan
Prosedur
Penyortiran dan
pembersihanMe
mbuang benda
asing
Memperbaiki
Spesifikasi
bahan
makanan
Peninjauan
kembali SOP
Penerimaan
bahan
makanan
Formulir
penerimaan
bahan
makanan
17
OPRP Bahaya Tindakan
pengendalian
Pemantauan
(4W + 1 H)
Koreksi
Langsung
Tindakan
KoreksiVerifikasi
Dokumentasi
dan record
Who : petugas
peneimaan
How : mengecek
secara langsung
kacang merah
SOP
Penerimaan
bahan segar
Pestisida
Ulat
Spesfikasi
bahan
What : bahan segar
When: saat
penerimaan bahan
Where: tempat
penerimaan bahan
Who : petugas
penerimaan
How : mengecek
secara langsung
Mengembalikan
ke suplier
Memperbaiki
Spesifikasi
bahan
makanan
Peninjauan
kembali SOP
Penerimaan
bahan
makanan
Formulir
penerimaan
bahan
makanan
18
H. Formulir Dokumentasi dan RecordTabel 4. Formulir Dokumentasi dan Record pada Formula Rendah Garam II
Hari/tanggal pengolahan Rabu , 13 April 2016
Lama PerebusanMulai jam 06.30
Selesai jam 06.45
Perkiraan Suhu
(melihat
gelembung-
gelembung halus
yang terbentuk)
Terdapat gelembung-
gelembung halus pada
permukaan formula
√
Tidak terdapat
gelembung-gelembung
halus pada permukaan
formula
Tindak Lanjut Disajikan
Paraf Petugas Pengolahan Hardiansyah dan Noviyanta
Keterangan :
- Jika perkiraan suhu :
1. Terdapat gelembung-gelembung halus pada permukaan formula,
tindak lanjut “disajikan”
2. Tidak terdapat gelembung-gelembung halus pada permukaan formula, tindak lanjut “direbus kembali
19
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan1. Pada penerapan HACCP terhadap formula enteral Rendah Garam II,
didapatkan 7 proses yang masuk ke dalam analisis bahaya, yaitu,
penerimaan kacang merah , penerimaan buah (tomat), penerimaan gula,
pemotongan buah (tomat), perebusan formula (pemanasan), dan
distribusi formula.
2. Dari 7 proses yang dianalisis, terdapat 5 proses yang termasuk ke dalam
signifikansi bahaya tinggi (High) dan dilakukan penetapan CCP, yaitu
penerimaan telur,), perebusan formula , pemorsian formula, dan distribusi
formula.
3. Pada tahap penetapan CCP, didapatkan 1 proses yang masuk ke dalam
HACCP Plan Worksheet, yaitu perebusan formula .
4. Pada laporan HACCP terhadap formula enteral Rendah Garam II, ada 3
point yang masuk ke dalam OPRP, yaitu SOP penerimaan telur, SOP
penerimaan kacang merah, SOP penerimaan bahan segar.
B. SaranUntuk menerapkan HACCP pada Formula Enteral Rendah Garam II,
dapat diterapkan di RSUD dr. Soedono Madiun, sehingga bermanfaat baik
secara teoritis maupun praktis untuk meningkatkan mutu dari formula enteral
yang disajikan .
20
DAFTAR PUSTAKA
Codex (1997). Hazard analysis and critical control point system and guidelines
for its application, Codex Alimentarius Commision, Rome
Depkes. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan pengendalian Titik Kritis (Hazard
Analysis Critical Control Point-HACCP) Serta Pedoman Penerapannya.
Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS) Edisi Revisi. Jakarta : Depkes RI
National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF).
(1997). “Hazard Analysis and Critical Control Point Principle and
Guidelines”. Journal of Food Protection. Vol 79. Hal. 1345-1367.
21