Muzakarah profesi

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Mengajar Lebih Baik”, itulah salah satu tuntutan dan harapan terhadap guru-guru terkait implementasi kurikulum tingkat satuan penidikan tahun 2013 (kurikulum 2013) yang dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Mengajar lebih baik berarti membantu peserta didik untuk belajar lebih bermakna, lebih berkualitas, lebih cepat, lebih mudah, lebih menyenangkan, lebih banyak, serta lebih aplikatif dan efektif. Dalam konteks implementasi kurikulum 2013, kegiatan untuk membantu peserta didik tersebut diharapkan dapat memberi pengalaman proses pembelajaran yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan saja, tetapi harus meningkatkan kreatifitas, inovasi, berfikir kritis, dan berkarakter kuat, seperti bertanggung jawab, mandiri, toleran, produktif, bekerja sama, dan lain-lain, disamping dukungan kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian dibutuhkan tingkat keprofesionalan yang tinggi dari guru-guru dalam menjalankan tugas mengelola pembelajaran dan mengelola kelas. Salah satu indikator keprofesionalan seorang guru adalah ia menyadari dan memahami “kemengapaan” 1

Transcript of Muzakarah profesi

Page 1: Muzakarah profesi

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Balakang Masalah

”Mengajar Lebih Baik”, itulah salah satu tuntutan dan harapan

terhadap guru-guru terkait implementasi kurikulum tingkat satuan

penidikan tahun 2013 (kurikulum 2013) yang dilaksanakan secara

bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Mengajar lebih baik berarti

membantu peserta didik untuk belajar lebih bermakna, lebih berkualitas,

lebih cepat, lebih mudah, lebih menyenangkan, lebih banyak, serta lebih

aplikatif dan efektif.

Dalam konteks implementasi kurikulum 2013, kegiatan untuk

membantu peserta didik tersebut diharapkan dapat memberi pengalaman

proses pembelajaran yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan saja,

tetapi harus meningkatkan kreatifitas, inovasi, berfikir kritis, dan

berkarakter kuat, seperti bertanggung jawab, mandiri, toleran, produktif,

bekerja sama, dan lain-lain, disamping dukungan kemampuan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian

dibutuhkan tingkat keprofesionalan yang tinggi dari guru-guru dalam

menjalankan tugas mengelola pembelajaran dan mengelola kelas.

Salah satu indikator keprofesionalan seorang guru adalah ia

menyadari dan memahami “kemengapaan” tindakannya. Guru yang

profesional menyadari dan memahami mengapa ia harus merencanakan

atau melaksanakan pembelajarannya dengan metode A atau metode B,

dengan strategi C atau D; mengapa ia harus menerapkan pembelajaran

individual, klasikal atau kelompok. Guru profesional memahami mengapa

ia harus menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan

kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; mengapa ia tidak boleh

diskriminatif terhadap para siswanya, dan masih banyak mengapa-

mengapa lainnya.

Dari berbagai catatan yang ada, ternyata masih banyak guru-guru

kita yang tidak yakin betul mengapa mereka harus merencanakan

1

Page 2: Muzakarah profesi

dan/atau melaksanakan pembelajarannya dengan metode atau strategi

tertentu. Sebagai contoh, dari hasil angket yang diberikan kepada 31

orang guru terkait mengapa mereka lebih memilih merencanakan

penggunaan metode ceramah, telaah buku teks, diskusi dalam

pembelajarannya, 24 orang (77,42%) guru mengaku bahwa rencana

pembelajaran yang dimiliki hanya foto copy. Artinya, rencana penggunaan

metode metode ceramah, telaah buku teks, dan diskusi tersebut, tidak

benar-benar sebagai hasil analisis guru yang bersangkutan dan akibatnya

banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan rencana.

Mengapa demikian? Setelah ditelususri lebih jauh melalui diskusi

singkat dengan rekan-rekan guru dan pengawas (mata pelajaran lain) atas

hasil angket di atas yang kemudian diperkuat dengan hasil kunjungan

kelas, ada tiga hal utama yang diduga sebagai penyebab:

Pertama: belum optimalnya pemahaman guru terhadap sejumlah

kompetensi yang semestinya dikuasai dan diperlukan untuk

pelaksanaan tugas (khususnya kompetensi pedagogik dan

profesional);

Kedua: belum optimalnya pemahaman guru terhadap sejumlah

ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang notabene

sebagai tolok ukur atau standar kualitas kinerja guru, seperti:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan juncto Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan; Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar

Penilaian; Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Proses.

Selain itu, masih banyak guru yang kesulitan dalam

menerjemahkan bahasa kurikulum atau bahasa peraturan ke

dalam bahasa pembelajaran sehingga tidak sedikit guru yang

memiliki perangkat pembelajaran dengan prinsip “asal ada”.

2

Page 3: Muzakarah profesi

Ketiga: belum adanya wahana atau wadah yang memadai, yang

dapat memfasilitasi guru-guru untuk mengembangkan

keprofesiannya secara berkala dan berkelanjutan. Kalaupun ada

MGMP, ternyata kurang memadai karena MGMP umumnya

berlangsung saat ada bantuan dana dari pemerintah pusat dengan

jumlah peserta yang terbatas. Guru-guru yang mengikuti MGMP

pun jarang menularkan hasil diklatnya kepada guru-guru yang lain

di sekolah.

Menyikapi semua permasalahan di atas, terlebih dengan akan

diimplementasikannya kurikulum 2013 secara serempak mulai tahun

pelajaran 2014/2015, guru-guru pasti membutuhkan bantuan dan

dukungan profesional. Guru memerlukan bantuan dan dukungan tidak

hanya dalam memahami peraturan perundangan tentang implmentasi

kurikulum. Guru juga memerlukan bantuan dalam memahami dan

mempraktekkan strategi maupun teknik belajar dan pembelajaran yang

relevan dengan kurikulum sehingga dapat meningkat hasil belajar siswa.

Tidak ayal lagi, MGMP dan pelatihan biasanya menjadi harapan

terbesar dari para guru untuk mendapatkan bantuan dan dukungan.

Kalaupun ada supervisi kelas itu tidak cukup karena waktunya juga

singkat dan (biasanya) berlalu tanpa tindak lanjut yang berarti.

Mengingat bahwa tidak semua guru berkesempatan memperoleh

bantuan dan dukungan profesional melalui MGMP, pelatihan-pelatihan,

observasi kelas atau sejenisnya, maka muncullah ide agar

pengembangan profesi guru-guru juga difasilitasi melalui suatau wadah

yang mudah diakses oleh semua guru di sekolah. Wadah dimaksud

kemudian diusulkan dengan nama “Muzakarah Profesi Guru”, atau

dalam tulisan ini selanjutnya disebut Muzkarah Profesi. Muzakarah profesi

merupakan kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara bersama-sama

(kolaborasi) di antara para guru dan (bila perlu) dengan melibatkan stake

holders tertentu untuk meningkatkan dan mengembangkan

keprofesiannya.

3

Page 4: Muzakarah profesi

Artinya, untuk mencapai hasil yang lebih baik, fungsi bantuan dan

dukungan membutuhkan banyak waktu dan upaya. Tidak ada cara

tunggal untuk mengerjakan fungsi ini. Meski kesuksesan tidak pernah

dapat dijamin, tetapi upaya yang sungguh-sunguh tidak pernah sia-sia.

B. Tujuan Penulisan1. Melakukan kajian empiris dan teoritis tentang pentingnya

muzakarah profesi di sekolah untuk meningkatkan dan

mengembangkan keprofesian guru-guru.

2. Menguraikan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk

pelaksanaan muzakarah profesi di sekolah sehingga mampu

sebagai wadah yang efektif bagi peningkatan dan

pengembangan keprofesian guru-guru.

C. Manfaat Penulisan1. Meningkatkan pemahaman dan wawasan para pihak (guru,

kepala sekolah, pengawas sekolah, dan para penentu

kebijakan) terkait pentingnya muzakarah profesi di sekolah.

2. Terbangunnya motivasi silaturrahmi pedagosis di antara

sesama pendidik, dimana seorang guru dapat menimba

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dari guru lainnya

melalui wadah yang mudah diakses oleh semua guru di

sekolah.

3. Tumbuhnya nuansa baru dalam kepengawasan sekolah, karena

pengawas yang bertugas secara khusus melakukan pembinaan

(di sekolah binaan) dapat dengan mudah menjadwalkan

kegiatan pembinaannya melalui muzakarah profesi.

4

Page 5: Muzakarah profesi

BAB IIKAJIAN TEORI DAN HASIL PENEITIAN

A. Arti dan Makna Muzakarah Profesi GuruDalam KBBI (2001 : 769), Muzakarah diartikan sebagai pertukaran

pikiran tentang suatu masalah. Dalam tulisan ini, Muzakarah profesi

merupakan kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara bersama-sama

(kolaborasi) di antara para profesional (guru) untuk meningkatakan dan

mengembangkan keprofesiannya.

Berbicara tentang muzakarah profesi, tentu melibatkan beberapa

istilah yang tak terpisahkan satu sama lain dengan profesi itu sendiri

seperti : profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, bahkan

profesionaliasasi. Dalam KBBI, Depdiknas, (2001 : 897) dijelaskan:

”Profesi adalah bidang pekerjaaan yang dilandasi pendidikan keahlian

(keterampilan, kejujuran, dsb) tertentu”. Dedi Supriadi (1998 : 95)

menyatakan bahwa profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan

yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan terhadapnya.

Lebih dari itu Syaiful Sagala (2009 : 2) menjelaskan bahwa profesi

merujuk pada suatu pekerjaan yang dilakukan atas dasar suatu janji publik

dan sumpah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pekerjaan sebagai

“guru” merupakan sebuah profesi, karena pekerjaan tersebut dilakukan

atas dasar pendidikan keahlian, janji publik dan bahkan sumpah.

Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen

pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa profesi guru dan dosen merupakan

bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip:

a. memiliki bakat, minat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memeiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,

keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan dan latar belakang pendidikan

yang sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

5

Page 6: Muzakarah profesi

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi

kerja; dan

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan

secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

Mengingat bahwa “menjadi guru” adalah sebuah profesi, maka

guru harus memiliki ketekunan, kesabaran, inteketualitas, kompetensi,

tanggung jawab dan kejujuran, kelayakan ekonomi, serta membuka dan

mengembangkan diri untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Adapun kata “profesional" merujuk pada penampilan seseorang

yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya dan atau menunjuk pada

orang itu sendiri (Depdiknas, 2001 : 897). Sementara profesionalitas

menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatau

pekerjaan (Abin Syamsudin, 2003 : 3.3). Sedangkan profesionalisme

menunjuk pada (a) derajat penampilan seseorang sebagai profesional; (b)

sikap dan komitmen anggota profesi bekerja berdasarkan standar yang

paling ideal dari kode etik profesinya (Abin Syamsudin, 2003 : 3.3).

Artinya, seorang profesional harus bekerja sesuai dengan tuntutan

yang seharusnya dalam hal ini menggunakan standar yang paling ideal

yaitu kode etik tertentu dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan kata lain, sebagai seorang profesional guru harus bekerja

berdasarkan kode etik tertentu (dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia)

dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku (seperti Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

Peratuaran Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun

2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru serta

Peraturan Perundang-undangan lainnya).

Masih terkait dengan keprofesionalan seorang guru, dalam pasal

39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidik (dalam hal ini guru)

6

Page 7: Muzakarah profesi

merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian masyarakat.

Lebih dari itu dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa dalam menjalankan

tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran

yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara

berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan

jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu, atau latar

belakang keluarga, dan status sosial peserta didik dalam

pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan

kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dari beberapa uraian di atas, yang dimaksud dengan Muzakarah

Profesi adalah wadah kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara

bersama-sama (kolaborasi) bagi guru-guru di suatu sekolah untuk

meningkatakan dan mengembangkan keprofesiannya di bawah koordinasi

dan pengawasan kepala sekolah dan pengawas sekolah, sehingga guru-

guru dapat bekerja sesuai standar yang ada.

Standar dimaksud (khususnya untuk implementasi kurikulum 2013)

antara lain, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses,

Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian, Permendikbud Nomor

81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, dan sejenisnya.

7

Page 8: Muzakarah profesi

B. KAJIAN HASIL PENELITIANDalam tulisan ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang

mnegindikasikan demikian pentingnya muzakarah profesi di sekolah.

Tujuan utama muzakarah profesi adalah meningkatkan mutu

kinerja guru di suatu sekolah. Catatan Human Develovement Index (HDI)

menunjukkan bahwa “mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai

untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar”, seperti

pelaksanaan Kurikulum Tentang Satuan Pendidikan (KTSP). Hasil

penelitian Dantes, dkk (2004, dalam Mansur Muslich, 2008 : 6)

menunjukkan bahwa hanya 1.4% sekolah yang menyatakan bahwa guru-

gurunya paham dengan kurikulum berbasis kompetensi.

Menurut Mansur (2008), KTSP yang diberlakukan sejak tahun

2006, yang dianggap sebagai penyempurnan dari kurikulum yang berlaku

sebelumnya, nasibnya tidak jauh berbeda dengan KBK. Sekolah dan guru

yang diberikan keleluasan untuk berkreasi dengan berpatokan pada

standar isi dan sejenisnya, ternyata memiliki kadar pemahaman yang

beragam yang kemudian berdampak kurang optimal pada penerapannya

di lapangan, terutama dalam proses pembelajaran.

Dari data statistik HDI terdapat 60% guru SD, 40% guru SMP,

43% guru SMA, 34% guru SMK, dianggap belum layak untuk mengajar di

jenjangnya masing-masing, sehingga diasumsikan berpengaruh terhadap

kualitas SDM Indonesia yang berada pada urutan 109 dari 179 negara di

dunia. Dengan kondisi seperti inilah muzakarah profesi perlu digiatkan

oleh semua guru di semua tingkat dan satuan pendidikan.

Meski di kalangan terbatas, pengakuan 149 (46%) siswa yang

menyatakan guru lebih banyak memberikan tugas saat mengajar, yang

diduga disebabkan oleh belum optimalnya pemahaman guru terhadap

ketentuan perundangan yang berlaku seperti permendiknas 22/2006. RPP

yang dimiliki guru (PKn) sebagian besar (77.42%) hasil foto copy,

perumusan tujuan pembelajaran yang kurang sesuai dengan kompetensi

dasar, atau pengakuan sekitar 76.74% siswa tentang dominasi

penggunaan metode ceramah oleh guru, keluhan 51.18% siswa tentang

8

Page 9: Muzakarah profesi

banyaknya catatan yang diberikan oleh guru yang diduga oleh belum optmalnya

pemahaman guru tentang standar proses serta teori-teori pembelajaran yang

mendidik, juga mengindikasikan pentingnya muzakarah profesi.

Hasil penelitian Sadia, dkk. (2003) yang diarahkan pada guru IPA

Buleleng, menunjukkan bahwa 95% Tujuan Pembelajaran Khusus yang

dirancang oleh guru mengarah pada penguasaan produk sains dan hanya 5%

yang mengarah pada keterampilan proses sains. Artinya proses pembelajaran

lebih ditujukan pada Learning to Know, sedangkan Learning How to Learn masih

belum memadai. Ditemukan pula bahwa kegiatan pembelajaran didomonasi oleh

metode ceramah (70%), dengan tingkat dominasi guru yang tergolong tinngi

mencapai 67%.

Kajian yang dilakukan Depdiknas, Bappenas, dan Bak Dunia (1999 : 47,

dalam Sagala, 2009 : 311) menyimpulkan bahwa “guru merupakan kunci penting

dalam keberhasilan memperbaiki mutu pendididkan. Guru merupakan titik sentral

dalam usaha mereformasi pendidikan, dan mereka menjadi kunci keberhasilan

setiap usaha peningkatan mutu pendidikan”. Dengan demikian melalui apapun

namanya, guru-guru harus tetap mengembangkan keprofesiannya.

Hasil penelitian yang dilakukan Saadah (2011), menunjukkan bahwa dari

total sembilan kali tatap muka yang dilakukan oleh tiga orang guru model,

menunjukkan hasil rata-rata bahwa, dengan nilai rencana pembelajaran guru

yang berada pada angka 84,95, guru mampu melaksanakan pembelajaran

dengan nilai 75,15 dengan keterlibatan siswa dalam pembelajaran mencapai

78,94. Untuk mencapai angka keterlibatan siswa 73,33 (Michail Grinder, 2004 :

112), guru harus mampu merencanakan pembelajaran dengan nilai 83,33 dan

melaksanakan pembelajaran dengan nilai 72,91.

Lalu, bagaimana dengan guru-guru yang tidak menyusun sendiri rencana

pembelajarannya? Bagaimana jika nilai RPP guru berada pada angka 75,81

(hasil pembinaan 2013/2014)? Berapa persenkah angka keterlibatan siswa

dalam pembelajaran? Temuan-temuan seperti ini juga laek dibahas dalam

muzakarah profesi.

9

Page 10: Muzakarah profesi

BAB IIIIDE DAN PEMBAHASAN

A. Ide atau GagasanSeperti diuraikan di atas, Muzakarah Profesi adalah wadah untuk

kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara bersama-sama (kolaborasi)

bagi guru-guru di suatu sekolah dalam meningkatkan dan

mengembangkan keprofesiannya.

Pertanyaannya adalah tidak cukupkah upaya penigkatan

keprofesian guru-guru melalui lesson study dan/atau MGMP saja?

Ungkapan “banyak jalan menuju Roma” di sinilah konteksnya. Lesson

study dan MGMP tentu tetap dipertahankan jika sumber daya

pendukungnya memungkinkan. Hanya saja, baik lesson study maupun

MGMP umumnya beranggotakan sejumlah guru mata pelajaran yang

sama yang berasal dari sekolah yang berbeda, sehingga dibutuhkan

perencanaan yang matang baik dari segi kepengurusan, waktu, tempat

pelaksanaan, biaya serta berbagai kebutuhan lainnya termasuk ATK. Di

samping itu tidak semua guru yang ada di sekolah, dapat terakomodir

dalam kegiatan-kegiatan pengembangan keprofesian melalui MGMP atau

pelatihan.

Sementara Muzakarah Profesi yang merupakan wadah untuk

kegiatan pertukaran pikiran dan pengalaman serta pendalaman semua hal

yang terkait dengan pofesi guru, beranggotakan guru-guru yang berasal

dari satu sekolah yang sama di bawah koordinasi kepala sekolah dan Tim

Pengembang Kurikulum setempat, serta dengan pengawasan dan

pembinaan dari pengawas sekolah yang bertugas khusus melakukan

pembinaan di sekolah bersangkutan. Artinya, dari segi kepengurusan,

keanggotan, pembiayaan, keterjangkauan dan sejenisnya lebih

sederhana sehingga dapat dengan mudah diakses oleh semua guru yang

ada di sekolah.

Meski demikian, kegiatan dalam muzakarah profesi tetap harus

terarah, terencana dan berjenjang. Kegiatan dapat diawali dengan

sosilaisasi dan diskusi sejumlah ketentuan yang merupakan standar

10

Page 11: Muzakarah profesi

kinerja guru (berupa ketentuan perundang-undangan), pembahasan

sejumlah teori belajar dan pembelajaran yang relevan, inovasi metode,

strategi, model-model pembelajaran, dan berbagai permasalahan lainnya

yang tentunya terkait dengan pengembangan proesi guru. Kegiatan

tersebut kemudian diikuti dengan pembimbingan dan pelatihan, serta

simulasi penerapannya di lapangan, bahkan jika memungkinkan diikuti

juga dengan lesson study. Selain itu, pemberdayaan muzakarah profesi

secara optimal dapat dijadikan wahana yang efektif untuk pembinaaan

guru oleh pengawas pembina di sekolah bersangkutan

B. Pembahasan1. Isi Ide atau Gagasan

Muzakarah profesi yang merupakan wadah peningkatan dan

pengembangan keprofesian guru-guru di suatu sekolah dapat

dilaksanakan minimal tiga kali dalam satu semster. Hal ini analog dengan

pedoman pelaksanaan tugas guru dan pengawas yang dikeluarkan Dirjen

PMPTK Depdiknas Tahun 2009 terkait “Penugasan pengawas menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008”.

Sangat diyakini bahwa dengan diberdayakannya muzakarah profesi

di sekolah, akan menjadi wahana yang efektif bagi pengembangan dan

peningkatan keprofesian guru-guru (pengembangan diri), terlebih dengan

mudahnya diakses oleh semua guru. Dengan demikian guru-guru pun

akan lebih mudah memenuhi tuntutan pasal 17 Peraturan Meneteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan

Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, yang mewajibkan adanya unsur

nilai pengembangan diri bagi guru-guru yang akan naik pangkat mulai dari

golongan III/a ke atas.

Ada begitu banyak kegiatan yang dapat dilakukan dalam

muzakarah profesi, dan disarankan kegiatan tersebut mengacu kepada

hasil evalauasi diri guru. Meski demikian kegiata-kegiatan berikut dapat

dijadikan sebagai rambu-rambu:

11

Page 12: Muzakarah profesi

1) Pembahasan Standar Kinerja Guru

Standar kinerja merupakan hal penting yang harus diketahui para

guru agar benar-benar dapat mendukung pertanggungjawaban

tindakannya, baik secara publik maupun akademik. Standar kinerja

dimaksud antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidik

(dalam hal ini guru) merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai

hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta

melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.

b. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen

Dalam pasal 20 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas

keprofesinalan, guru berkewajiban (a) merencanakan

pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,

serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (b) . . . .

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Dalam pasal 19 ayat 1 dinyatakan: “Proses pembelajaran pada

satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, dan memotisivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologi siswa”.

12

Page 13: Muzakarah profesi

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetnsi Guru.

Dalam lampiran permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru disebutkan

tentang kompetensi (inti) guru sebagai berikut:

Kompetensi Pedagogik (10 indikator)

Kompetensi Kepribadian (lima indikator)

Kompetensi Sosial (empat indikator)

Kompetensi Profesional (lima indikator).

e. Peraturan Menteri Pendidikan dan Keudayaan (Permendikbud) Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi

kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.

Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama

pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian

pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar

sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar

pembiayaan.

Lulusan SMP/MTs/SMPLB/Paket B memiliki sikap, pengetahuan,

dan keterampilan sebagai berikut.

SMP/MTs/SMPLB/Paket BDimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.

Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis.

13

Page 14: Muzakarah profesi

f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup

dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan

yang dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

g. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

Ada beberapa kegiatan yang disarikan dari permendiknas Nomor

65 Tahun 2013, sebagai berikut:

Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik

kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di

SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan tingkat

perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di

SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan karakteristik

kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan

mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS

Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan

ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara utuh/holistik. Artinya

pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan

ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh

melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan

penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada

Standar Isi.

Guru menyusun silabus berdasarkan SKL dan standar isi sebagai

acuan menyusun RPP, yang memuat:

Identitas Mata Pelajaran;

Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;

Kompetensi Inti (merupakan gambaran secara kategorial

mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan

14

Page 15: Muzakarah profesi

keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu

jenjang sekolah);

Kompetensi Dasar, yang merupakan kemampuan spesifik yang

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait

muatan atau mata pelajaran;

Materi Pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur

yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan

rumusan indikator pencapaian kompetensi;

Pembelajaran, yaitukegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan

peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;

Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan

informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta

didik;

Alokasi Waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam

struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan

Sumber Belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik,

alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.

Guru menyusun RPP dan merancang penggalan RPP untuk setiap

pertemuan yang memuat:

Identitas Mata Pelajaran

Kelas/Semeater

Materi Pokok

Alokasi Waktu, ditentukan sesuai dengan keperluan untuk

pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan

jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang

harus dicapai;

tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan

menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan

diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

kompetensi dasar danindikatorpencapaiankompetensi;

15

Page 16: Muzakarah profesi

materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan

prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir

sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;

metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;

media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran

untuk menyampaikan materi pelajaran;

sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik,

alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;

langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan

pendahuluan, inti, dan penutup; dan

penilaian hasil pembelajaran.

Guru melaksanakan pengelolaan kelas secara optimal untuk

terwujudnya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan serta menantang dan memotisivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif.

h. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah

Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,

prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan

informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik

mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis

portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester,

ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat

kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang

diuraikan sebagai berikut:

1. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara

komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,

dan keluaran (output) pembelajaran.

16

Page 17: Muzakarah profesi

2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh

peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi

relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan.

3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang

dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar

peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau

kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada

sikap/perilaku dan keterampilan.

4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur

pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam

proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan

hasil belajar peserta didik.

5. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara

periodik untuk menilai kompetensi peserta didik setelah

menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.

6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta

didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran.

Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator

yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.

7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di

akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang

merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.

8. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK

merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan

pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi.

Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang

merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi

tersebut.

9. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK

merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah

17

Page 18: Muzakarah profesi

untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan

UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang

merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi

tersebut.

10. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan

pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam

rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang

dilaksanakan secara nasional.

11. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran

pencapaian kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada

UN, dilakukan oleh satuan pendidikan

i. Permedikbud Nomor 81A Tahun 3013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 beserta lampirannya

Dalam rangka pelaksanaan Kurikulum 2013, pemerintah melalui Kemendikbud telah menerbitkan peraturan baru tentang Implementasi Kurikulum yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013. Permendikbud No. 81A Tahun 2013 ini menyertakan 5 (lima) lampiran yang memuat tentang beberapa pedoman yang berkaitan dengan Implementasi Kurikulum 2013, yaitu:1. Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan;2. Pedoman Pengembangan Muatan Lokal;3. Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler;4. Pedoman Umum Pembelajaran; dan5. Pedoman Evaluasi Kurikulum.

2) Pembahasan dan Simulasi Penerapan berbagai Strategi, Model, Pendekatan dan Metode Pembelajaran (Peingkatan Kompetensi Pedagogik), dan bila memungkinkan mengembangkan lesson study di sekolah.

3) Pembimbingan Pembuatan Jurnal Reflektif dan Karya Tulis Ilmiah/Karya Inovatif (Peningkatan dan Pengembangan Kompetensi Profesional)

18

Page 19: Muzakarah profesi

2. Persyaratan Pendukung Keterlaksanaan Muzakarah Profesi

Sebelum muzakarah profesi dilaksanakan ada beberapa

persyaratan pendukung yang diperlukan (terutama) berupa

kebijakan-kebijakan yaitu:

1. Kebijakan Pemerintah Daerah (Dinas Dikpora) terkait kesiapan

setiap sekolah menyiapkan waktu yang memadai (minimal tiga

kali dalam satu semster) untuk mengembangkan profesi guru-

gurunya secara berkala dan berkelanjutan

2. Kebijakan Pemerintah Daerah (Dinas Dikpora) terkait kesiapan

setiap pengawas sekolah untuk mengawal proses pelaksanaan

muzakarah profesi di sekolah binaannya. Hal ini penting agar

pengawas sekolah dapat memenuhi kewajibannya

sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Peraturan Meneteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 21 Tahun 2010

tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka

Kreditnya, karena muzakarah profesi sejatinya dihajatkan untuk

wadah pembinaan guru di sekolah.

3. Kebijakan Pemerintah Daerah (Dinas Dikpora) terkait upaya

Kepala sekolah memfasilitasi keterlaksanaan muzakarah profesi

dengan anggaran yang “disesuaikan”.

4. Kesediaan guru-guru untuk membuktikan keikutsertaanya dalam

kegiatan pengembangan diri melalui muzakarah profsi (laporan

kegiatan pengembangan keprofesionalan berkelanjutan).

Lakukan semua kegiatan dan kebijakan di atas dengan tulus,

jujur, adil, transparan.

Jika semua kegiatan di atas dilakukan secara baik, diyakini dalam

tempo “proklamasi” ketersediaan guru-guru profesional pasti lebih

banyak dari sebelum-sebelumnya.

19

Page 20: Muzakarah profesi

3. Langkah-langkah Pelaksanaan

Tujuan utama muzakarah profesi adalah: (1) memperoleh

pemahaman yang lebih baik dan komprehensif tentang sejumlah

kompetensi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas; (2)

meningkatkan pembelajaran secara berkala dan teratur serta

mudah dikases oleh seluruh guru di sekolah; (3) membangun

silaturrahmi pedagosis, dimana seorang guru dapat menimba

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dari guru lainnya.

Oleh karena itu, ada tiga kegiatan utama yang diusulkan dalam

pelaksanaan muzakarah profesi:

1. Sosialisasi dan Diskusi

Sosialiasai merupakan kegiatan mengomunikasikan berbagi

cara baru, kebijakan baru dan/ atau ketentuan yang dijadikan

patokan atau standar bagi guru dalam pelaksanaan tugas.

Sosialisasi ini kemudian diikuti dengan pembimbingan dan

pelatihan.

2. Pembimbingan

Pembimbingan merupakan kolaborsi antara guru dan seniornya

dan atau pengawas sekolah untuk memformat dan

menerjemahkan berbagai satndar kinerja atau ketentuan ke

dalam bahasa yang lebih dipahami oleh guru. Pembimbingan

merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan sosialisasi yang

dimaksudkan untuk memberikan stimulasi, arahan, dan

semangat agar guru-guru mau menerapkan cara-cara baru atau

ketentuan-ketentuan (baru) yang diperkenalkan melalui kegiatan

sosialisasi (pembahasan), termasuk membantu guru

memecahkan masalah dan kesulitan dalam mengaplikasikan

cara-cara baru tersebut.

3. Pelatihan/Simulasi

Pelatihan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk

memperkuak kemampuan umum, keterampilan mengajar,

dan/atau keterampilan tertentu lainnya untuk pelaksanaan

20

Page 21: Muzakarah profesi

tugas-tugas keprofesian. Pelatihan diikuti dengan kegiatan

simulasi dan bila perlu lesson study.

Lesson study atau kaji pembelajaran merupakan bentuk

kegiatan para guru untuk secara bersama-sama dengan guru

lain mengupayakan terwujudnya pembelajaran yang bermutu

yakni pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan.

Kegiatan ini dilakukan mulai dari mengidentifikasi permasalahan

pembelajaran yang dihadapi, penyusunan rencana

pembelajaran, pendalaman materi, sampai dengan mengamati

sercara cermat dampak aflikasi dari perencanaan yang telah

disusun dengan fokus utama peningkatan dan pengembangan

proses belajar siswa.

21

Page 22: Muzakarah profesi

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan1. Muzakarah profesi sebagai wadah pengembangan profesi guru-

guru amat diperlukan keberadaannya di sekolah. Hal terjadi

karena MGMP, pelatihan-pelatihan, seminar dan sejenisnya

belum mampu mengakomodasi semua guru di sekolah,

sementara guru-guru yang mengikuti MGMP dan/atau pelatihan

juga jarang menularkan hasilnya ke rekan-rekan guru lainnya di

sekolah

2. Muzakarah profesi sebaiknya dilaksanakan tiga kali dalam satu

semester dengan anggaran yang disesuaikan.

3. Kegiatan yang dailkaukan dalam muzakarah profesi sebaikanya

diawali dengan sosialisasi sejumlah ketentuan perundangan

yang berlaku yang merupakan standar kualitas kinerja guru,

diikuti dengan pembahasan teori-teori pendukung.

B. SARAN1. Muzakarah profesi di satu sisi memberikan harapan bagi

terangkulnya semua guru di sekolah dalam pengembangan

keprofesian. Namun di sisi lain akan menjadikan proses

pembelajaran “sepi” pada hari pelaksanaan. Karena itu

disarankan kepada sekolah untuk menjadwalkan pelaksanaan

muzakarah profesi pada hari-hari non efektif belajar. Misal

sebelum kegiatan efektif belajar di awal semester, sekitar mid

semester, atau setelah pelaksanaan semester, dan/atau di

hari-hari lain yang secara khusus dirancang untuk kegiatan

terebut tampa mengganggu proses belajar mengajar.

2. Agar muzakarah profesi dapat berjalan optimal dan bisa

memberikan hasil yang sesuai harapan, diperlukan sarana

pendukung yang berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas

terkait.

22

Page 23: Muzakarah profesi

DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, Priyo & Pujo Wiyata, 2004. Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, Surabaya, Arkola.

Depdiknas, Balai Pustaka, Jakarta, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Depdiknas, Ditjen PMPTK, PB PGRI, Jakarta, 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia

Depdiknas Republik Indonesia, Jakarta, 2008. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

Depdiknas Republik Indonesia, Jakarta, 2008. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Depdiknas, Dirjedikdasmen, Jakarta, 2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Pertama.

Depdiknas Republik Indonesia, Jakarta, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Muslich, Masnur, 2008. KTSP, Bumi Aksara, Jakarta.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009. Manajemen Pendidikan,

Bandung, Alfabeta.

Purwanto, Ngalim, 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan,

Bandung, Remaja Rosdakarya.

Sagala, Syaiful, 2009. Kemampuan Profesional Guru dan tenaga Kependidikan, Bandung, Alfabeta.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan

Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya

23

Page 24: Muzakarah profesi

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan

Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013

tentang Standar Kompetensi Lulusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang

Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah

Menteri Pendidikan dan Keudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang

Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

Menteri Pendidikan dan Keudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang

Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah

Menteri Pendidikan dan Keudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang

Implementasi Kurikulum

24

Page 25: Muzakarah profesi

BAB IPENDAHULUAN

4. Latar Belakang Masalah5. Tujuan PenulisanManfaat Penulisan

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori B. Kajian Hasil Penelitian

BAB IIIIDE DAN PEMBAHASAN

4) Ide atau Gagasan5) Pembahasan

1. isi ide atau gagasan2. persyatan pendudkung yang diperlukan3. langkah-langkah pelaksanaan4. hal alinyag diperlukan jika ingin pts dengan gagasan tsb

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

25