i No. ISBN : 978-602-60360-5-6
Transcript of i No. ISBN : 978-602-60360-5-6
i
No. ISBN : 978-602-60360-5-6
ii
Buku Prosiding Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)
Histopathology Cytology Diagnosis in Personalized Medicine Era and Clinical Autopsy Update Hotel Novotel Balikpapan, 22-24 November 2019
No. ISBN : 978-602-60360-5-6
Penyusun dr. Herryanto, SpPA dr. Dina Hernawati, SpPA dr. Lili Sumarni, SpPA Editor dr. Hadi Irawiraman, SpPA, M.Kes Penelaah (reviewer) dr. Nur Rahadiani, PhD, SpPA(K) Dr. dr. Hasrayati Agustina, SpPA(K) Panitia Pengarah Dr. dr. Diah Rini Handjari, SpPA(K) dr. Nurjati Chairani Siregar, MS, PhD, SpPA(K) dr. Evalina Panorangan Manurung, SpPA Panitia Pelaksana Ketua : dr. Eko Nugroho Raharjo, SpPA, M.Kes Wakil Ketua : dr. Hadi Irawiraman, SpPA, M.Kes Sekretaris : dr. Maria Niasari, SpPA Bendahara : dr. Yulita Pundewi Setyorini, MPH, SpPA Seksi Acara : 1. dr. Ladyna Rumapar, SpPA 2. dr. Woro Dwi Astuti, SpPA 3. dr. Retno Westiningrum, SpPA Seksi Ilmiah : 1. dr. Herryanto, SpPA 2. dr. Dina Hernawati, SpPA 3. dr. Lili Sumarni, SpPA Seksi Konsumsi : dr. Daisy Tumedia, SpPA Seksi Pariwisata : dr. Madurasmi, SpPA Seksi Transportasi : dr. Fathurrahman, SpPA
v
DAFTAR ISI
Daftar Tim Penyusun, Editor, Penelaah, Susunan Panitia PIT IAPI 2019 Balikpapan ii
Sambutan Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) iii
Sambutan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) iv
Daftar Isi v
Jadwal Acara Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IAPI 2019 xviii
Jadwal Ilmiah (Oral presentation dan Poster) xxi
Abstract of IAPI-INAIAP Annual Scientific Meeting Histopathology cytology Diagnosis in
Personalized Medicine Era and Clinical Autopsy Update
S1. The Role of Pathology in Patient Safety (Endang SRHardjolukito)
S2. Clinical Autopsy : The Importance for Pathology and Reality (Husni Cangara )
S3. Gestational Trophoblastic Diasease : Morphological based and molecular tests to a
precise diagnosis (Dik Puspasari)
S4. Benign mimickers of Breast Carcinoma (Bethy S Hernowo)
S5. Clinicopathological significance of Indonesian TNBC and prognostic implication of TILs
(Irianiwati)
S6. Lung Citology : Pitfalls and mimickers of Lung cancer (Heriawaty Hidayat)
S7. Preparation of specimen and molecular targeted terapy for lung cancer : Pathologist
role and responsibility (Didik setyo Heriyanto)
S8. Pap Smear : Do not fall on these traps (Etty Hary K)
S9. Salivary Gland Cytology : Update according newest comsensus (Lisnawati Rachmadi)
S10. Efusion Cytology : 101 tricks for diagnosing efusion cytology sample (Hasrayati
Agustina)
Abstract of Oral Presentation
O1. Hubungan antara ekspresi claudin-4 dan matrix metalloproteinase-2 dengan status
invasi tumor (stadium t) pada adenokarsinoma kolorektal ; usulan penelitian (Sitti
fatimah)
O2. Hubungan luas fibrosis dengan ekspresi immunohistokimia fibroblast growth factor 2
(FGF2) pada kanker hati (Indra Yacob)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
vi
O3. Hubungan ekspresi P53 pada karsinoma sel hati derajat differensiasi baik dan sedang-
buruk serta subtipe histopatologik tumor (Alif Gilang Perkasa)
13
O4. Uji Diagnostik Pemeriksaan Imunohistokimia Galectin-3 dan RAC1 dalam Diagnosis
Karsinoma Tiroid Folikular (Rika Ahyati).
14
O5. Correlation between CD44 and CD8 expression with regional lymph nodes metastatic
status in colorectal anenocarcinoma (Baiq Ratna Kumala)
15
O6. Hubungan ekspresi CXCR4 dan MMP-9 dengan status metastasis kelenjar getah bening
regional leher pada papillary thyroid carcinoma (Nurdhani Djafar).
16
O7. Ekspresi epidermal growth factor variant III (EGFRvIII) dan Rb1 pada astrocytoma (Chusnul Chotimah)
17
O8. Korelasi antara Status Invasi Pada Kapsul dengan ekspresi p21 dan MMP-2 pada
Thymoma (Santi Maulina)
18
O9. Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Programmed Death Ligand 1 (PD-L1) dengan
grading Pada Rhabdomyosarcoma yang didiagnosis secara Histopatologi Di Unit Patologi
Anatomi RSUP H.Adam Malik Medan 2016-2018 (Fitrika Linda)
19
O10. Profil Ekspresi miR134, miR-185 dan miR-22 pada Cairan Efusi Pleura sebagai
Biomarker Potensial Diagnostik Adenokarsinoma Paru (Muchamad Ridotu Solichin)
20
O11. Comparison of CD30 Expression in de novo Diffuse Large B Cell Lymphoma in
Yogyakarta (Maria Reynelda Santoso)
21
O12. Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Programmed Death Ligand (PD-L1) dan CD-8
Tcell dengan respon Imunokemoterapi R-CHOP pada Lymphoma Non Hodgkin tipe Low
Grade (Etis Primastari)
22
O13. Hubungan Imunoekspresi PD-L1 dan CD 95 dengan Respon Terapi pada Limfoma
Hodgkin tipe Klasik (Aryanti)
23
O14. Ekspresi CD30 terhadap ketahanan hidup dua tahun pasien Diffuse large B-cell
lymphoma di RSUP dr. Kariadi Semarang (Jesicca Winoto)
24
O15. Perbedaan ekspresi FOXP1 dan P53 pada lesi limfoid reaktif dan limfoma (Ita
Ellyana)
25
O16. Correlation of CD30 expression and hepatitis viruses in non hodgkin's lymphoma t cell type on prognosis and treatment modality (Ika fi'ila sari)
26
O17. Correlation between emmprin and egfr expression with t stadium in urothelial
carcinoma (Leonita Agustina hambalie)
27
O18. Correlation between emmprin and cyclin D1 expression with perirenal fat invation in
clear cell renal cell carcinoma (Vira Yasmina Ramadhani)
28
vii
O19. Hubungan antara Ekspresi PD-L1 dengan Grade, Tumor Infiltrating Limphocytes, dan
Indeks proliferasi pada Karsinoma Urotelial Kandung Kemih Di Yogyakarta Indonesia
(Theresia Hening)
29
O20. Ekspresi PD-L1 pada Karsinoma Urotelial dan Hubungannya dengan Umur, jenis
kelamin, dan Stadium di Yogyakarta Indonesia (Muhamad Syabaen)
30
O21. Hubungan Imunoekspresi AKT dan mTOR (Mammalian Target of Rapamycin) dengan
Agresivitas Karsinoma Urothelial Buli (Siska D Wahyuni)
31
O22. Ekspresi Reseptor Androgen Pada Karsinoma urotelial Kandung Kemih : Studi
Biomarker berbasis mRNA (Budi Arsinta)
32
O23. Peran Penghambatan Migrasi Spons Laut AAPTOS SUBERITOIDES melalui NF-kB dan
MMP-9 Pada Lini Sel Karsinoma Payudara tipe HER2+ HCC 1954 Resisten Trastuzumab
(Hani Andriani)
33
O24. Hubungan Imunoekspresi PD-L1 dan CD-8 dengan Metastasis dan Respon Terapi
pada Karsinoma Payudara Invasive Subtipe Triple Negative (Widya Savitri)
34
O25. Correlation between Ki-67 proliferation index, world health organization (WHO)
grade, and patient survival of glioma in indonesian population (Sofia Pranacipta)
35
O26. Deteksi ekspresi BerEP4 sebagai pembeda karsinoma sel basal tipe noduler dan
infiltrative (Sonny Yanuar)
36
O27. Hubungan Imunoekspresi Cyclooxygenase (COX-2) dan Transforming Growth Factor
(TGF-1) dengan Kedalaman Invasi pada Melanoma Maligna Di Akral (Natassa Gipsyanti)
37
O28. Studi Hubungan Status Metilasi MGMP dengan Grading Histopatologi menurut WHO
pada Pasien Glioma di Indonesia (Nita Sahara)
38
O29. Association of 1p/19q codeletion in Oligodendroglial Tumor with WHO
histopatological grading using multiplex ligation Dependent probe Amplification Methode
in Indonesian Glioma Case (Dewa Nyoman Murtiadyaksa)
39
O30. Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endhotelial Growth Factor (VEGF)
dan Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2) Dengan Grade Histopatologi Meningioma (Anna
Mariana)
40
O31. Ekspresi Her2 dan galectin-3 pada adenokarsinoma kolorektal sebagai faktor
prediksi agresivitas tumor ( strudi pada RSUP dr. Kariadi Semarang periode 1 januari
2018-31 desember 2018 (Vienna Alodia Lesmana)
41
032. Hubungan antara ekspresi CDK4 pada osteosarkoma dengan temuan histopatologis
(subtipe, invasi, derajat keganasan, jumlah mitosis, infiltrasi limfosit pada tumor) (Faizah
Dwi Tirtasari)
42
O33. Hubungan Imunoekspresi VEGF dan MTOR Dengan Respon Radioterapi Pada
Rhabdomyosarcoma (Eny Soesilowati)
43
viii
O34. Expression of VEGF dan endoglin as a prognostic factor in various histopathological
degree and molecular classification in invasive breast carcinoma of no special type (Adi
Arianto)
44
O35. Hubungan Ekspresi E-Chaderin dengan status metastasis kenekjar getah bening pada
Triple negative breast cancer di Rumah Sakit Utama Pusat dr. Kariadi Periode Januari-
Desember 2018 (Deschairul)
45
O36. Ekspresi imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada triple negative
breast cancer di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi periode Januari-Desember (Erry
Aries Afrian)
46
O37. Correlation between CD 133 and SOX2 expression with axillary lymphnodes
metastatic status in invasive carcinoma of no special type breast carcinoma (Sutrisno)
47
O38. Hubungan Ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2) Dengan Gambaran
Klinikopatologi Tumor Payudara Phyllodes (Rizmeyni Azima)
48
O39. Programmed death-ligand 1 (PD-L1) expression as a prognostic factor in patient with
nasopharyngeal carcinoma (NPC) (Franky Yusuf)
49
O40. Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Programmed Death Ligand (PD-L1) dengan
Tumor Infiltrating Lymphocytes (TILs) sebagai faktor Prognosis pada Renal Cell
Carcinoma (Irmayani)
50
O41. The expression of PD-L1 in prostate adenocarcinoma: A correlation with androgen
receptor and chromogranin expression (Gusti Rizky Prasetya)
51
O42. Perbedaan ekspresi VEGF dan MMP-9 pada berbagai stadium T karsinoma urothelial
(Novalia Chumaladewi)
52
O43. Correlation between CD133 and EGFR expression with grading of ovarial carcinoma
(Agung Dwi Suprayitno)
53
O44. Evaluation of the urinary RNA biomarker test with an epigenetic DNA essay for the
identification of high grade prostate cancer (Anglita Yantisetiasti)
54
O45. Evaluasi tumor infiltrating lymphocyte pada penderita karsinoma payudara
berdasarkan spektrum klinikopatologi (Fitriani Lumongga)
55
O46. Status EGFR, ALK, ROS-1, BRAF, KRAS dan PD-L1 pada Metastasis Adenokarsinoma
Paru : Kekuatan Sitologi sebagai modalitas yang dapat diandalkan dalam Patologi
Molekuler (Muchamad Ridotu Solichin)
56
O47. Gambaran mutasi Epidermal Growth Factor Receptor pada pasien adenokarsinoma
paru di departemen patologi anatomi RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang (Herlina)
57
O48. Hubungan Ekspresi β-Catenin dan LICAM pada Karsinoma Endometrium
Endometrioid Type Dengan Parameter Prognostik (Yolanda Manule)
58
ix
O49. Ekpresi Protein tekait CAFs Pada Adenikarsinoma Kolorektal serta Hubungannya
dengan Tumor Budding (Noza Hilbertina)
59
O50. Ekspresi Imunohistokimia ALDH1A1 Pada Neoplasia Intraepitelial Serviks dan
Karsinoma Sel Skuamosa Serviks (Akbar Maulana)
60
O51. Hubungan Tumor-Stroma Ratio (TSR) dengan ukuran tumor dan keterlibatan
kelenjar getah bening karsinoma nasofaring (Fiora Octrin Pubra)
61
O52. Hubungan Ekspresi Imunohistokimia CD20 dengan derajat Infiltrasi Tumor
InfiltratingLymphocytes (TILs) dan Grading Histopatologi Karsinoma Sel Skuamosa Kulit
(Suriany Ngadiman)
62
O53. Korelasi Tumor Infiltarting Lymphocytes (TIL's) dengan hitung jumlah neutrofil,
Limfosit dan Monosit dalam darah tepi sebagai prediktor respon pengobatan pada Kanker
Payudara (Muhartono)
63
O54. Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1) expression and Tumor Infiltrating
Lymphocytes (TILs) in colorectal adenocarcinoma (Upik A. Miskad)
64
O55. Hubungan Tumor-Stroma Ratio (TSR) dengan Grading dan Staging Pada
Adenokarsinoma Kolorektal (Sylvia Hilda)
65
O56. Ekspresi E Cadherin Pada Signet Ring Cell Carcinoma kolorektal (Naomi Yoshuantari) 66
O57. Efek Sitotoksik Spons Laut AAPTOS SUBERITOIDES terhadap Lini Sel Karsinoma
Payudara BT 474 (Fauzan Ali Abidin)
67
O58. Hubungan Imunoekspresi LMP-1 dan p53 Pada Karsinoma Nasofaring (Non
Keratinizing Carcinoma Undifferentiated Type) di RSUP dr Kariadi Periode Januari 2016 -
Desember 2017 (Atikah)
68
O59. DMD gene analysis using IHC and MLPA method in Indonesian Duchenne and Becker
Muscular Distrophy (Ery Kus Dwianingsih)
69
O60. Hubungan Imunoekspresi Programmed Death Ligand PD-L1 dengan Rasio Neutrofil
Limfosit pada Limfoma Non Hodgkin Tipe Diffuse Large B Cell (Lestari Putri)
70
O61. Hubungan Derajat Stromal Tumor Infiltrating Lymphocytes (TILs) dengan Total
Prostate Spesific Antigen (tPSA) pada Benign Prostat Hyperplasia dan Adenokarsinoma
Prostat (M Taufik Siregar)
71
O62. Identifikasi DNA Mycobacterium Tuberculosis Pada teknik Polymerase Chain
Reaction (PCR) pada sampel formalin Fixed Embaded (FFPE) Tuberkulosis Extrapulmonal
(Fairuz)
72
O63. Mutasi BRAF V600 dan Frekuensi Allelnya pada Melanoma Kulit Noduler Primer di
Indonesia : Studi Menggunakan Pyrosequencing Resolusi Tinggi (Hanggoro Tri Rinonce)
73
Abstract of poster presentation
x
P1. Calcifying epithelial odonthogenic tumor (CEOT) (Popi Imelda M. Sitompul) 74
P2. Ameloblastoma with calcifying odontogenic cyst : report of a rare case (Olivia desty
sabunga)
75
P3. Midle ear paraganglioma (Indrawati) 76
P4. Mikulicz disease in sinonasal (Erry Aries Afrian) 77
P5. Biphasic synovial sarcoma presenting as a parotid mass : A case report (Rebecca
Agustine Kristian )
78
P6. Ameloblastic carcinoma pada usia muda : sebuah laporan kasus (Fiora Octrin Pubra) 79
P7. Plasmablastic Lymphoma Of The Maxillary Ainus (Pamela Kusumadewi PT) 80
P8. Respiratory Epithelial Adenomatoid Hamartoma (Futriani) 81
P9. Adenokarsinoma pada oesophagogastric junction dengan prekursor barret
oesophagus (Hilda Santosa)
82
P10. Melanoma maligna primer pada ileum (Norsikawaty Haya) 83
P11. Tumor neuroendokrin pada appendiks : laporan sebuah kasus (Ni kadek ayu maya
damayanti)
84
P12. Solid pseudopappilary tumor of pancreas (Rina Masadah) 85
P13. Heteropic pancreas in Meckel's diverticulum (Astuti) 86
P14. Profil klinokopatologi pasien adenoma dan adenokarsinoma kolorektal di instansi
patologi anatomi RSUD DR. Syaiful Anwar Malang (Aris rosidah)
87
P15. Esophageal signet ring cell carcinoma (Lily L. Loho) 88
P16. Appendiceal mixed adeno-neuroendocrine carcinoma (Riefrini Nurlaili/Susilawati) 89
P17. Patient omphalomesenteric duct di dalam omfalokel pada bayi laki-laki dengan klinis
sindroma down (Katrina Rotua Simbolon)
90
P18. Malignant GIST DOG 1 positif pada colon dengan metastasis pada jaringan
paraovarian dan cairan asites (Dini AU)
91
P19. A rare case of low-grade appendiceal mucinous neoplasm (LAMN) in a patient with
appendix perforation (Adi Arianto)
92
P20. Primary Signet-Ring Carcinome Mimicking Chronic Colitis (Oki Lestari Desak Purba) 93
P21. A Rare Case of CD8 Negative Monomorphic Epitheliotropic Intestinal T-Cell
Lymphoma (Lydia Kencana)
94
P22. Osifikasi Heterotopik Pada Adenokarsinoma Kolon Asenden (Suly Auline Rusminan) 95
xi
P23. Teratoma Kistik Mesenterium Pada Infant (Neti) 96
P24. Limfoma payudara primer dengan gambaran menyerupai karsinoma lobular (Fresia
Juwitasari Wongkar)
97
P25. Plasmasitoma payudara dengan metaplasia kondroid (Fanny Kamarudy Lay) 98
P26. Mantle Cell Lympboma Of the Breast (Valencia Rendri) 99
P27. Diffuse Large B-Cell Lymphoma Primary In The Breast (Lini Sunaryo) 100
P28. Angiosarkoma primer payudara (Amal hayati) 101
P29. Hamartoma of the breast (Lailatul Fitriah) 102
P30. Intraductal papilloma with epithelial nesting mimicking invasive papillary carcinoma
: case report (Arif Satria Handika)
103
P31. Benign phyllodes tumor dengan fokus invasive breast carcinoma no special type
(Johan Sahmulia)
104
P32. Fibromatosis-Like Metaplastic Ca Of The Breast: A Case Report (Mayanti W) 105
P33. Glycogen Rich Clear Cell Carcinoma of the Breast (Hengky) 106
P34. Gambaran Klinikopatologi Penderita Karsinoma Payudara Invasif No Special Type
(NST) Yang sudah dan belum mengalami Lymphovascular Invasion di RSUP H.ADAM
MALIK Medan pada tahun 2018 (Hengky)
107
P35. Analisis Karakteristik Klinikopatologi pada Kasus Karsinoma Payudara Subtipe
Luminal A (Andi Sutanto)
108
P36. mixed Invasive Carcinoma Breast No Special type with metaplastic Squamous Cell
Carcinoma (Sony Sugiharto)
109
P37. Tiroidektomi total pada seorang pasien wanita 68 tahun dengan de quervain's
tiroiditis (I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi)
110
P38. Papillary thyroid carcinoma varian tall cell : laporan sebuah kasus (Ni kadek ayu
maya damayanti)
111
P39. Mixed medullary and follicular thyroid carcinoma (Hasnaini) 112
P40. Solitary Fibrous Tumor pada Thyroid (Mimi Takaria) 113
P41. Penelitian retrospektif profil klinikopatologi pasien dengan papillary thyroid
carcinoma (PTC) di instansi patologi anatomi RSUD DR. Saiful Anwar Malang periode
Januari 2016-Desember 2018 (Griesinta T)
114
P42. Parathyroid carcinoma : A case report (Ariadna Anggi Pasang) 115
P43. Pheochromocytoma in young adult (Nurwahidah Achmad) 116
xii
P44. Phaeochromocytoma Review Klinis berdasar kasus yang jarang (Berlian Anggraeni
Putri)
117
P45. Primary synovial sarcoma of the left ventricle of the heart: A first case identified in
Indonesia (Shinta Andi Sarasati)
118
P46. Pulasan imunohistokimia calretinin positif pada wanita 49 tahun dengan cardiac
myxoma (Kadek agus suhardinatha putra)
119
P47. Myxoma jantung (Poppy M. Lintong) 120
P48. Mucinous Adenocarcinoma yang berasal dari Teratoma Matur Mediastinum dengan
sitologi sikatan Bronkus (Nana Liana)
121
P49. Primary Larrge Cell Neuroendocrine Carcinoma og Thymus : A Rare Case report
(Noviana Nugrohowati)
122
P50. Mature mediastinal teratoma : a case report (Aisyah ameliah) 123
P51. Ruptur teratoma kistik matur mediastinum anterior pada anak perempuan 16 tahun
(Katrina Rotua Simbolon)
124
P52. Sclerosing Thymoma (Rini Syahrani Harahap) 125
P53. Adenokarsinoma paru, yang sebelumnya terdiagnosis secara klinis, radiologis, dan
pemeriksaan histopatologi pulasan HE sebagai mesothelioma maligna pada pleura (Hilda
Santosa)
126
P54. Congenital Pulmonary Airways Malformation (CPAM) Laporan Kasus Langka (Arie
Permata)
127
P55. Synovial sarcoma bifasik pada paru tantangan dalam menegakkan diagnosis: laporan
kasus (Sutrisno)
128
P56. Kasus jarang kombinasi antara small cell lung karsinoma dengan adenokarsinoma
(Denni)
129
P57. A rare case of pulmonary spindel cell carcinoma (Rakhmat Setiawan) 130
P58. Mycosis of the upper respiratory track : serial case report (Fajriani) 131
P59. Diagnosis tuberkulosis ekstra pulmonal: tampilan sitologi, pewarnaan Haematoxylin-
Eosin dan Ziehl-Neelsen pada spesimen jaringan (Esther Reni Deswani Sitorus)
132
P60. Sitologi Tuberkulosis dengan Gambaran Massa Eosinofilik yang Mengandung Partikel
Coklat gelap pada berbagai Strain bakteri (Delyuzar)
133
P61. High grade infiltrating urothelial carcinoma microcystic variant (Fajriani) 134
P62. Inflammatory myofibroblastic tumor pada ginjal ; laporan kasus (Yenny Meilany
Sugianto)
135
xiii
P63. Tumor yolk Sac testis (Fennisia Wibisono) 136
P64. Pofil histopatologik adenokarsinoma prostat di laboratorium patologi anatomik
Sumatera Barat tahun 2015-2018 (Anandia Putriyuni)
137
P65. Laporan Kasus Jarang Displasia Ginjal (Ela Laelasari) 138
P66. Primary Diffuse Large B Cell Lymphoma Of Prostate (Ika Kartika) 139
P67. Seminoma pada Testis (Sylvia Hilda) 140
P68. Mucinous Adenocarcinoma of Bladder (Causa Trisna) 141
P69. Korelasi Antara Intraductal Carcinoma of prostate dari sediaan prostatektomi radikal
dengan Klinikal radiologikal Hasil Biopsi (Anglita Yantisetiasti)
142
P70. Mixed Epithelial Stromal Tumor (MEST) pada Ginjal (Kenty Wantri) 143
P71. Amyloidosis Sistemik : Laporan Kasus (Febria Rizky Patikawa) 144
P72. Adenocarcinoma of The Prostate Mimicking Urothelial Cell Carcinoma Of The Bladder
(Lydia Imelda Laksmi)
145
P73. Korangioma (Popi Imelda M. Sitompul) 146
P74. Mature cystic teratoma of the ovary with squamous cell carcinoma transformation
(Riadi)
147
P75. Mixed adeno-neuroendocrine carcinoma (MANEC) high grade pada serviks uteri (I
Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi)
148
P76. Disgerminoma ovarium pada anak perempuan 16 tahun : laporan satu kasus dan
tinjauan kepustakaan (Ivana juliarty sitanggang)
149
P77. Metastasis leiomyosarcoma uterus pada tulang pelvis : laporan satu kasus dan
tinjauan kepustakaan (Kadek agus suhardinatha putra)
150
P78. Status body mass index (BMI) in various endometrioid endometrio carcinoma (EEC)
histopathologycal grades in haji adam malik hospital in 2017-2018 (Irwandi)
151
P79. Kistadenoma musinosum ovarium dengan fokus proliferasi berasal dari teratoma
matur : laporan kasus (Ineke anggreani)
152
P80. Karsinoma endometrioid yang berasal dari kista endometriosis pada ovarium (I Gusti
Ayu Sri Mahendra Dewi)
153
P81. Clear cell carcinoma endometrium : A case report (Rita Ervina) 154
P82. Tumor sell steroid jenis ganas : suatu kasus yang jarang (Franky Yusuf) 155
P83. Laporan kasus: leiomyosarkoma ovarium primer ada wanita dengan riwayat
karisnoma mamae invasive (Vienna Alodia Lesmana)
156
xiv
P84. Fetus in fetu: A rare case of intrabdominal mass (Ahmad Syarif) 157
P85. Limfoma Burkitt Ovarium Primer pada seorang perempuan muda dengan Kanker
Ovarium Bilateral dan Paraplegia Flaccid : Sebagai Laporan Kasus Langka (Fita
Trisnawati)
158
P86. Tumor Adenomatoid Tuba Falopii Yang tumbuh bersamaan dengan Teratoma Kistik
Matur Ovarium (Citra Dewi)
159
P87. Apopletic Leiomyoma Pada Kehamilan (Nurwestri Herdyastuti) 160
P88. Low Grade Endotelial Stromal Sarcome (Marlina) 161
P89. Tantangan Diagnostik Karsinoma Neuroendokrine tipe Goblet sel, Primer Pada
Ovarium (Astri Adytya Wardhani)
162
P90. Karsinoma Neuroendikrine Pada Serviks Uteri dengan Gambaran differensiasi Sel
Besar dan Sel Kecil (Neti)
163
P91. Karsinoma Serosum Derajat Tinggi Tuba Falopii :Laporan Kasus Langka (Litta
Septina)
164
P92. Limfoma Non Hodgkin Pada Servik Uteri (Hadi Irawiraman) 165
P93. Twio Cases of Clear Cell Ovarian Cancer in Young Patients (Dyah Marianingrum) 166
P94. Adult Type Granulosa Cell Tumor of The Ovary (Meilanny F Durry) 167
P95. Mioepithelioma jaringan lunak; sebuah kasus jarang (Selly Alinta syukri) 168
P96. Sacrococcygeal chordoma; laporan satu kasus dan tinjauan literature (I Wayan Juli
Sumadi)
169
P97. Mesenchymal chondrosarcoma (Irwandi) 170
P98. Recurrent giant cell tumor of tendon sheath (Gusti deasy) 171
P99. Chondroblastoma yang didiagnosis sebagai giant cell tumor of bone pada
pemeriksaan FNAB (fine needle aspiration biopsy) (Eviana Norahmawati)
172
P100. Parosteal osteosarcoma, A diagnostic challenge: case report (Kiki Ulfaningtyas) 173
P101. Poliostotik Bone Disease Pada Adenoma Paratiroid (Henny SR) 174
P102. Myopericytoma maligna-kasus jarang disertai rekurensi: suatu tantangan diagnostic
(M. Rasyid Ridho)
175
P103. "Pendekatan Terpadu dalam Diagnosis Notochordal Remnant dan Chordoma :
Laporan Kasus "(Amelia Fosseta M)
176
P104. Atypical choroid plexus papilloma regio cerebellum pada laki-laki dewasa dengan
gambaran radiologis menyerupai abses cerebri (Erisca Ayu Utami)
177
xv
P105. Kraniofaringioma tipe adamantinomatous pada perempuan 23 tahun (Ivana juliarty
sitanggang )
178
P106. Chordoid Meningioma With Hiperostosis of The Skull Bone (Fairuz) 179
P107. Optic Nerve Glioma (Raudatul Jannah) 180
P108. Tumor otak metastasis dari karsinoma tiroid papiler varian folikuler: laporan kasus
jarang (Lili Ananta Saputra)
181
P109. Diagnosis entitas eczema herpeticum yang didasarkan atas histopatologi dan
serologi (I made wirya sastra)
182
P110. Trichilemmal carcinoma cubiti pada laki-laki umur 11 tahun (Anak Agung Ayu
Ngurah Susraini)
183
P111. Imunohistokimia sel dengan ESAT-6 positif pada lepra: sebuah strudi deskriptif
preliminer (Tofrizal)
184
P112. Series case of cutaneus langerhans cell histiocytosis (LCH) in childrens (Griesinta T) 185
P113. Keratoacanthoma (Hengky) 186
P114. Karsinoma Musinous Primer di Kulit (Haslindah Dahlan) 187
P115. Eccrine Spiradenocarcinoma (T Ibnu Alferraly) 188
P116. Pilomatricoma Of The Scalp (T Ibnu Alferraly) 189
P117. Karsinoma sebaseus Pada Kelopak Mata (Ni Putu Ekawati) 190
P118. Melanoma Amelanotik varian Rhabdoid dengan Mutasi NRAS G12 dan Penanda
Melanositik Negatif (Deflen Jumatul Sastri)
191
P119. Laporan kasus: chromoblastomycosis kasus langka pada tungkai kanan bawah
(Puspa Agrina)
192
P120. Case report of eumycetoma in the chest wall (Jane magdalena kalatiku) 193
P121. Association of MGMT Promoter Methylation with survival of Glioma patients (Ery
Kus Dwianingsih)
194
P122. Lymphocyte-depleted Hodgkin Lymphoma pada anak usia 10 tahun (Suriany) 195
P123. Sertoliform Endometrioid Carcinoma Ovarium (Johan Sahmulia) 196
Ucapan Terima Kasih 197
124
Ruptur Teratoma Kistik Matur Mediastinum Anterior Pada Anak Perempuan 16 Tahun
Katrin Rotua Simbolon1, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi1, Ni Putu Ekawati1, I Made Gotra1, I
Gusti Alit Artha1
1Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia
Latar belakang: Teratoma mediastinum merupakan neoplasma yang jarang, terhitung <10% dari semua massa mediastinum, dimana lokasi tersering yang terlibat adalah mediastinum anterior. Rupturnya tumor jarang terjadi dan dapat menyebabkan efusi pleura, empiema dan atelektasis. Deskripsi kasus: Perempuan 16 tahun datang dengan keluhan nyeri dada kanan dan sesak napas yang semakin memberat. Gambaran CT toraks menunjukkan massa batas tegas, ukuran 14,8x10x17,4cm, densitas heterogen (solid, kistik, lemak dan kalsifikasi) pada mediastinum anterior sampai medius yang mendesak jantung dan organ mediastinum lain ke kiri, mecurigakan suatu teratoma. Tampak pula gambaran yang mendukung curiga ruptur yaitu berupa kolaps lobus inferior paru kanan dan gambaran fluidopneumotoraks kanan. Sitologi cairan pleura menunjukkan radang kronis supuratif. Dilakukan torakotomi dan reseksi tumor total, didapatkan makroskopis berupa massa tumor multikistik berukuran 15,5x14x9 cm, kapsel tidak utuh. Pemeriksaan histopatologi massa tumor menunjukkan 3 komponen lapisan germinal dan kapsel tumor menunjukkan stroma jaringan ikat fibrus yang dilapisi oleh epitel skuamus berlapis, sebagian tampak diskontinuitas dengan proliferasi pembuluh darah subepitel serta sebaran fibroblas serta sel radang limfoplasmasitik. Tidak tampak komponen imatur. Diskusi dan Simpulan: Teratoma adalah tumor sel germinal yang berasal dari dua atau tiga lapisan germinal (ektodermal, endodermal, dan mesodermal). Teratoma dapat terjadi pada usia berapapun, pertumbuhan lambat, dapat tanpa gejala hingga menimbulkan komplikasi yang berat akibat ukuran massa tumor yang besar maupun karena ruptur. Ruptur dapat terjadi akibat autolisis, peradangan, iskemia dan infeksi. Reseksi bedah tanpa penundaan merupakan terapi kuratif. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, disimpulkan suatu ruptur teratoma kistik matur. Kata kunci: Teratoma matur, ruptur, mediastinum anterior
Ruptur Teratoma Matur Mediastinum Anterior Pada Anak Perempuan 16 Tahun
Katrin Rotua Simbolon, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Ni Putu Ekawati, I Made Gotra
Program Studi Spesialis Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/
RSUP Sanglah, Denpasar
Abstrak Teratoma mediastinum merupakan neoplasma yang jarang, terhitung <10% dari semua massa mediastinum, dimanalokasi tersering yang terlibat adalah mediastinum anterior. Pada pasien prapubertas, teratoma menyumbang 58% dari semua tumor sel germinal pada mediastinum dan biasanya tanpa gejala pada 50% anak-anak. Rupturnya tumor jarang terjadi, dan dapat menyebabkan efusi pleura. Tulisan ini melaporkan kasus ruptur teratoma matur pada mediastinum yang terjadi pada anak perempuan 16 tahun yang datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 3 hari sebelum datang ke unit gawat darurat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan laju pernafasan dan denyut nadi, pergerakan dinding dada yang asimetris dimana bunyi napas paru kanan tidak ada dan vokal fremitus kanan meningkat. Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan laju endap darah yang meningkat. Pencitraan CT menunjukkan adanya massa tumor berbatas tegas, tepi rata dengan densitas heterogen (solid, kistik, lemak dan kalsifikasi) dengan ukuran 14,8x10x17,4 cm pada mediastinum anterior sampai medius yang mendesak jantung dan organ mediastinum lain ke kiri yang mencurigakan suatu teratoma, disertai kolaps lobus inferior paru kanan dan gambaran fluidopneumotoraks kanan.Kemudian dilakukan operasi torakotomi posterolateral dekstra dan reseksi tumor. Secara makroskopis didapatkan massa tumormultikistik berukuran 15,5x14x9 cm, dengan kapsel yang tidak utuh. Pemeriksaan mikroskopis massa tumor menunjukkan 3 komponen lapisan germinal yaitu ektodermal, mesodermal dan endodermal. Tidak tampak komponen imatur. Berdasarkan pemeriksaan diatas, dapat didiagnosis sebagai rupture teratoma matur. Kata kunci : Teratoma matur, Ruptur, Mediastinum anterior
1
RuptureAnterior Mediastinal Mature Teratoma In A 16-Year-Old Girl
Katrin Rotua Simbolon, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Ni Putu Ekawati,I Made
Gotra
Specialist Program In Anatomic Pathology, Faculty of Medicine Udayana University/ Sanglah Public Hostpital, Denpasar
Abstract Mediastinal teratoma is a rare neoplasm, accounting for <10% of all mediastinal masses, while the most common location involved is the anterior mediastinum. In prepubertal patients, pure teratomas account for 58% of all mediastinal germ cell tumours and usually asymptomatic in 50% of children. Ruptured tumors are rare, and can cause pleural effusion. We reports a case of ruptured mature teratoma in the mediastinum that occurs in 16-year-old girls who present with complaints of gradually progressive shortness of breath since 3 days prior to the emergency department. Examination of the respiratory system showed an increase in respiratory rate and pulse, asymmetrical chest wall movements,no pulmonary respiratory sounds and right vocal fremitus increased. Blood examination showed increase of erythrocyte sedimentation rate. CT imaging shows the tumor mass is well demarcated and heterogeneous density (solid, cystic, fat and calcification) with a size of 14.8 x 10 x 17.4 cm in the anterior mediastinum to medius that compress the heart and other mediastinal organs to the left suspiciously for teratomas and collaps inferior lobe of the lung and right fluidopneumothoraks. Posterolateral thoracotomy and tumor resection was performed. Macroscopically, the multicystic tumor was obtained 15.5 x 14 x 9 cm, with a non-intact capsular. Microscopic examination of tumor showed 3 components of the germinal layer, ectodermal, mesodermal and endodermal. Based on the above examination, it can be diagnosed as a ruptured mature teratoma. Keywords : Mature teratoma, Ruptur, Anterior mediastinum
2
Pendahuluan
Teratoma mediastinum merupakan neoplasma yang jarang, terhitung <10% dari
semua massa mediastinum. Dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan sebelum dan sesudah
pubertas, tanpa dominasi jenis kelamin. Pada pasien prapubertas, teratoma menyumbang 58%
dari semua tumor sel germinal pada mediastinum, dan dapat terjadi bahkan pada janin yang
berumur 18 minggu kehamilan. Pada pasien paska pubertas, teratoma menyumbang 93%
tumor sel germinal pada wanita dan 35% pada pria.1 Lokasi teratoma mediastinum tersering
yang terlibat adalah mediastinum anterior.1,2
Teratoma matur pada mediastinum biasanya tanpa gejala pada 50% anak-anak dan
66% hasil dewasa.1,3,4 Biasanya ditemukan secara kebetulan pada foto toraks.5,6,7Tumor ini
mungkin relatif besar, karena pertumbuhan yang lambat dengan sedikit gejala klinis. Kasus
simtomatik dapat dikaitkan dengan nyeri dada, punggung, atau bahu; dyspnoea; batuk; dan
demam akibat pneumonia kronis.8Gangguan pernapasan lebih sering terjadi pada neonatus
dan anak-anak daripada pada orang dewasa, biasanya karena ukuran lesi yang menempati
ruang. Gejala yang jarang termasuk sindrom vena cava superior, sindrom Horner, dan
pneumotoraks, lebih sering terjadi pada orang dewasa. Ruptur tumor jarang terjadi, tetapi
tampaknya lebih umum pada teratoma mediastinum daripada teratoma di tempat lain, dapat
menyebabkan efusi pleura, empiema, atau tamponade jantung.1,3 Penanda tumor (α-
fetoprotein dan β subunit of human chorionic gonadotropin) tidak meningkat. Teratoma
mediastinum dapat meluas ke satu atau kedua rongga toraks dan menimbulkan atelektasis.1
Reseksi bedah merupakan terapi kuratif dan diagnosis definitif.3,9
Laporan kasus ini, melaporkan kasus anak perempuan, 16 tahun, dengan tumor
mediastinum curiga teratoma yang didiagnosis sejak 5 tahun sebelum datang ke unit gawat
darurat, dengan gejala sesak napas yang semakin memburuk dan efusi pleura masif.
Illustrasi kasus
Pada tanggal 29 Maret 2019,seorang anak perempuan, 16 tahun, datang ke Unit
Gawat Darurat (UGD), Departemen Pediatri, dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari
sebelum ke rumah sakit. Sesak napas diawali dengan batuk berdahak berwarna kehijauan dan
demam sejak 3 minggu sebelumnya. Penurunan nafsu makan disertai penurunan berat badan
hingga lemah yang membuat pasien lebih banyak berbaring ditempat tidur juga dikeluhkan.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sekitar 4 tahun yang lalu. Pasien riwayat
3
kontrol ke poli BTKV dengan diagnosa tumor di mediastinum sekitar 1 tahun yang lalu.
Direncanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan tumor namun pasien dan keluarga
menolak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, keadaan umum sakit sedang,
laju pernafasan 28x/menit, nadi 100x/menit, suhu axilla 37,4⸰C, pergerakan dinding dada
asimetris, bunyi napas paru kanan tidak ada, vocal premitus kanan meningkat.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil WBC 9.740/µL, PLT
468.400/µL, Hb 10,4 gr/dl, RBC 464.000/µL, LED 105,2 mm/jam, LDH 230 U/L, B-HCG
darah 0.10mIU/ml, AFP 0,66 IU/ml.
Pemeriksaan foto rontgen dada menunjukkan jantung tidak dapat dievaluasi karena
batas kanan jantung tertutup perselubungan, mengesankan terdorong ke sisi kiri dan tampak
perselubungan homogen pada seluruh hemitoraks kanan yang menutup sinus pleura dan
diafragma kanan. Gambaran ini mengesankan efusi pleura kanan masif (Gambar 1).
Gambar 1. Foto rontgen dada yang mengesankan efusi pleura kanan masif.
Pemeriksaan CT scan toraks pada irisan aksial tanpa dan dengan kontras
menunjukkan massa batas tegas, tepi rata, densitas heterogen (solid, kistik, lemak dan
kalsifikasi) dengan ukuran 14,8x10x17,4 cm pada mediastinum anterior sampai medius yang
mendesak jantung dan organ mediastinum lain ke kiri yang mencurigakan suatu teratoma
dengan gambaran obliterasi bronkus utama kanan oleh massa yang curiga disertai kolaps
lobus inferior paru kanan. Tampak pula gambaran fluidopneumotoraks kanan (Gambar 2).
4
Gambar 2. CT scan toraks dengan kontras menunjukkan massa batas tegas, tepi rata, densitas heterogen (solid, kistik, lemak dan kalsifikasi) yang mendesak jantung dan organ
mediastinum lain ke kiri.
Pasien ini pernah menjalani pemeriksaan sitologi dari cairan pungsi pleura 1 tahun
yang lalu dengan kesimpulan radang kronik supuratif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas, pasien ini didiagnosis sebagai efusi pleura
masif et causa tumor mediastinum suspek teratoma dan gizi kurang. Pasien ini kemudian
dikonsulkan ke Departemen Bedah Toraks dan Kardiovaskular.
Pada tanggal 8 April 2019, pasien menjalani operasi torakotomi posterolateral
dekstra dan reseksi tumor serta insersi chest tube. Durante operasi tampak massa tumor pada
regio mediastinum anterior yang mendesak paru dan memenuhi 4/5 dari rongga hemitoraks
dekstra, kesan kapsul massa tumor ruptur. Kemudian dilakukan pembebasan massa tumor
dari jaringan sekitarnya beserta kapsul tumor.
Gambar 3. Gambaran makroskopis tumor. A. Massa tumor ukuran 15,5x14x9 cm, kesan
kapsel tidak utuh. B. Pada potongan, permukaan dalam multikistik berwarna putih abu-abu, kekuningan dan kemerahan, sebagian besar berisi dermal plak, tampak pula struktur rambut.
Jaringan kemudian dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi untuk diperiksa
secara histopatologi. Laboratorium Patologi Anatomi menerima jaringan di dalam toples
yang berisi potongan-potongan jaringan. Jaringan terbesar berupa massa tumor ukuran
15,5x14x9 cm, berbentuk bulat oval tidak beraturan, kapsel tidak utuh. Pada irisan massa
tumor, permukaan dalam tampak multilokular berwarna putih abu-abu, kekuningan dan
kemerahan, sebagian besar mengandung bahan sebaseus, tampak pula struktur rambut dan
tulang. Potongan-potongan jaringan lainnya berupa kapsel massa tumor yang berbentuk
lembaran tidak beraturan, ukuran terbesar 13,5x3,5x0,3 cm dan ukuran terkecil 3,5x1,7x0,2
cm (Gambar 3).
5
Gambar 4. Evaluasi histologis tumor menunjukkan komponen matur dari 3 lapisan germinal. A. Kulit dan adneksanya serta tulang rawan (Hematoksilin dan Eosin, 40x).B. Jaringan glial dan fokus kalsifikasi (Hematoksilin dan Eosin, 40x).C.Kelenjar liur, epitel saluran napas dan
jaringan lemak (Hematoksilin dan Eosin, 100x).D. Epitel saluran cerna (Hematoksilin dan Eosin, 100x).
Pemeriksaan mikroskopis massa tumor menunjukkan 3 komponen lapisan germinal
yaitu ektodermal, mesodermal dan endodermal. Komponen ektodermal terdiri dari kulit dan
adneksanya, kelenjar liur parotis dan jaringan glial. Komponen mesodermal terdiri dari tulang
rawan matur, jaringan lemak matur dan otot. Komponen endodermal terdiri dari epitel
gastrointestinal dan epitel respiratorius (Gambar 4). Pemeriksaan mikroskopis kapsel massa
tumor menunjukkan stroma jaringan ikat fibrus yang dilapisi oleh epitel skuamus berlapis
dengan proliferasi pembuluh darah subepitel dan sebaran fibroblas serta sel radang
limfoplasmasitik (Gambar 5). Berdasarkan gambaran tersebut, pasien didiagnosis sebagai
teratoma matur.
Gambar 5. Kapsel tumor menunjukkan stroma jaringan ikat fibrus yang dilapisi oleh epitel
skuamus berlapis dengan proliferasi pembuluh darah subepitel dan sebaran fibroblast serta sel radang limfoplasmasitik (Hematoksilin dan Eosin, 40x).
6
Diskusi
Teratoma adalah tumor sel germinal yang terdiri dari jaringan somatik yang berasal
dari dua atau tiga lapisan germinal (ektodermal, endodermal, dan mesodermal). Teratoma
dapat diklasifikasikan sebagai teratoma matur yang hanya terdiri dari jaringan yang matur
dan teratoma imatur yang mengandung jaringan imatur.1Teratoma biasanya timbul di gonad
tetapi juga dapat juga ekstra gonad. Teratoma ekstragonad dapat terjadi pada mediastinum
anterior, retroperitoneum, pineal, dan suprasellar anterior. Lokasi teratoma mediastinum
tersering yang terlibat adalah mediastinum anterior.2
Teratoma mediastinum merupakan neoplasma yang jarang, terhitung <10% dari
semua massa mediastinum. Dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan sebelum dan sesudah
pubertas, tanpa dominasi jenis kelamin. Pada pasien prapubertas, teratoma menyumbang 58%
dari semua tumor sel germinal pada mediastinum, dan dapat terjadi bahkan pada janin yang
berumur 18 minggu kehamilan. Pada pasien paska pubertas, teratoma menyumbang 93%
tumor sel germinal pada wanita dan 35% pada pria. Teratoma matur lebih sering terjadi pada
wanita dibanding laki-laki.1 Etiologi teratoma tidak diketahui, tetapi terdapat teori yang
menyatakan bahwa teratoma gonad dan garis tengah berasal dari sel benih primordial
totipoten. Sel-sel ini berkembang di antarasel-sel endodermal dari yolk sac dekat asal
allantois dan bermigrasi ke gonad selama minggu ke 4 dan ke 5 kehamilan. Beberapa sel
mungkin kehilangan targetnyatujuan dan menghasilkan teratoma.10
Teratoma matur pada mediastinum biasanya tanpa gejala pada 50% anak-anak dan
66% hasil dewasa.1,3,4 Biasanya ditemukan secara kebetulan pada foto toraks.5,6,7 Tumor ini
mungkin relatif besar, karena pertumbuhan yang lambat dengan sedikit gejala klinis. Kasus
simtomatik dapat dikaitkan dengan nyeri dada, punggung, atau bahu; dyspnoea; batuk; dan
demam akibat pneumonia kronis.Gangguan pernapasan lebih sering terjadi pada neonatus dan
anak-anak daripada pada orang dewasa, biasanya karena ukuran lesi yang menempati ruang.
Gejala yang jarang termasuk sindrom vena cava superior, sindrom Horner, dan
pneumotoraks, lebih sering terjadi pada orang dewasa. Peradangan granulomatosa yang luas
dapat terlihat dalam kaitannya dengan kista yang pecah. Ruptur tumor jarang terjadi, tetapi
tampaknya lebih umum pada teratoma mediastinum daripada teratoma di tempat lain, dapat
menyebabkan efusi pleura, empiema, atau tamponade jantung.1,3Efusi pleura yang terjadi
akibat pecahnya tumor cukup jarang terjadi.11Lebih dari 17 pasien menunjukkan ruptur pra
operasi dengan efusi pleura bersamaan pada <25% pasien.12Penanda tumor (α-fetoprotein dan
β subunit of human chorionic gonadotropin) tidak meningkat. Teratoma juga dapat meluas ke
7
satu atau kedua rongga toraks dan menimbulkan atelektasis.1Terdapat beberapa hipotesis
telah diajukan mengapa teratoma mediastinum pecah termasuk autolisis, peradangan,
iskemia, dan infeksi. Peradangan dan nekrosis yang berhubungan dengan bahan sebaceous
atau enzim pencernaan yang berasal dari jaringan tumor menyebabkan teratoma pecah. Tidak
hanya pecah yang menghasilkan berbagai potensi manifestasi klinis berbahaya, peradangan
dan adhesi yang disebabkan oleh komponen yang pecah secara signifikan juga
mempengaruhi pendekatan bedah.13 Pada pasien ini gejala yang dikeluhkan berupa sesak
napas, batuk, demam berulang, penurunan nafsu. Keluhan ini telah berlangsung lama yang
menyebabkan pasien mengalami anemia dan peningkatan laju endap darah dan penurunan
berat badan.
Pencitraan CT merupakan modalitas pilihan untuk diagnosis tumor pre operatif.1
Temuan klasik teratoma mediastinum adalah adalah tumor yang dibatasi dengan baik, dan
menunjukkan struktur kistik multilokular pada hampir 90% kasus. Kepadatan bersifat
heterogen, dengan berbagai kombinasi jaringan lunak, cairan, lemak, dan kalsium. Kalsifikasi
terjadi pada 26% hingga 53% kasus. Kalsifikasi dinding tumor seperti cangkang atau tulang
dan gigi yang dapat diidentifikasi masing-masing terjadi hingga 8% dari kasus. Teratoma
dewasa dapat disalahartikan sebagai efusi pleura yang besar pada radiografi dada rutin.1
Dengan mengenali gambaran pencitraan yang khas, ahli radiologi memainkan peran kunci
untuk mempercepat diagnosis dan memungkinkan perencanaan bedah yang optimal.
Manifestasi radiologis dari ruptur tergantung pada ruang di mana ruptur terjadi, perbedaan
kunci tertentu antara teratoma yang pecah dan tidak pecah dapat terlihat. Pada CT, teratoma
yang pecah menunjukkan kepadatan yang tidak homogen di setiap kompartemen internal,
mungkin terkait dengan pencampuran komponen ekstravasasi antar kompartemen. Selain itu,
temuan tambahan juga dianggap menandai teratoma yang pecah termasuk keberadaan
gumpalan lemak di tempat pecahnya, konsolidasi atau atelektasis pada paru-paru yang
berdekatan, dan efusi pleura.14 Teratoma imatur lebih sering muncul sebagai massa padat.
Tidak ada laporan terperinci tentang studi pencitraan untuk teratoma imatur murni.1
Pemeriksaan CT scan toraks pada irisan aksial dengan kontras pada pasien ini menunjukkan
massa batas tegas dengan tepi yang rata dan desitas heterogen (solid, kistik, lemak dan
kalsifikasi) yang mencurigakan suatu teratoma pada mediastinum anterior. Gambaran lainnya
berupa kolapsnya lobus inferior paru kanan dan efusi pleura kanan merupakan tanda
pecah/rupturnya teratoma. Pemeriksaan sitologi cairan pleura menunjukkan suatu radang
kronik supuratif (empiema).
8
Teratoma matur pada mediastinum biasanya merupakan massa yang berkapsul,
ukuran diameter rata-rata 10 cm (berkisar antara 3 hingga 25 cm), tetapi dapat juga melekat
pada paru-paru atau pembuluh darah besar disekitarnya. Permukaan potongan beraneka
ragam, menunjukkan kista multilokular atau unilokular dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Kista dapat mengandung cairan bening,
bahan mukus, debris sebaceous dan keratinaceous, rambut, lemak, tulang rawan, dan (jarang)
gigi atau tulang.1Pada pasien ini, secara makroskopis didapatkan massa tumor ukuran
15,5x14x9 cm dengan kapsel yang tidak utuh. Permukaan potongan menunjukkan kista
multilokular,sebagian besar mengandung bahan sebaseus dan ditemukan sedikit rambut dan
tulang.
Gambaran histopatologi teratoma matur mengandung dua atau tiga lapisan germinal
yang terlihat di seluruh tumor dalam distribusi yang bervariasi. Jaringan ektodermal
terbanyak mencakup kulit, turunan kulit, epitel gepeng/pipih, jaringan otak, glia, retina,
neuroektoderm, pleksus koroid, dan atau ganglia. Jaringan glia bervariasi selularitasnya, dan
dapat lebih seluler daripada otak normal tanpa indikasi imatur. Elemen neuroektodermal
seperti neuroblas dan neuroepitelium bisa sangat banyak dan mudah dikenal sebagai jaringan
imatur. Tubulus-tubulus dan rosette neuroepitelium mudah dikenal dan menunjukkan
komponen imatur dalam suatu teratoma. Jaringan mesodermal mencakup jaringan otot, tulang
dan atau tulang rawan, lemak, dan stroma embrional. Jaringan endodermal mencakup hati,
epitel bronkus dan saluran cerna, kelenjar tiroid, dan atau kelenjar-kelenjar liur.Pada evaluasi
histopatologi kasus ini ditemukan 3 komponen lapisan germinal yaitu ektodermal,
mesodermal dan endodermal. Komponen ektodermal terdiri dari kulit dan adneksanya,
kelenjar liur parotis dan jaringan glial. Komponen mesodermal terdiri dari tulang rawan
matur, jaringan lemak matur dan otot. Komponen endodermal terdiri dari epitel
gastrointestinal dan epitel respiratorius. Pemeriksaan mikroskopis kapsel massa tumor
menunjukkan stroma jaringan ikat fibrus yang dilapisi oleh epitel skuamus berlapis dengan
proliferasi pembuluh darah subepitel dan sebaran fibroblast serta sel radang limfoplasmasitik.
Semua teratoma matur harus direseksi karena mungkin menjadi ganas, dan bahkan
jika jinak mereka dapat membesar dan menimpa struktur vital yang
berdekatan.11Pendekatannya adalah toracotomi posterolateral konservatif dalam semua
kasus.Reseksi bedah tanpa penundaan merupakan terapi kuratif dan untuk diagnosis definitif
teratoma mediastinum.3,9 Pasien ini menjalani operasi torakotomi posterolateral dekstra dan
reseksi tumor serta insersi chest tube.
9
Diagnosis banding yang penting untuk teratoma mediastinum anterior adalah tumor
sel germinal lainnya dimana ditemukan setidaknya 2 lapisan sel germinal berbeda merupakan
diagnostik teratoma; karsinoma yang merupakan tumor epitel yang sangat ganas dan tidak
menunjukkan komponen lapisan germinal lainnya; dan sarkoma yang hanya mengandung
komponen mesenkimal dan tidak menunjukkan diferensiasi epitel.15
Simpulan
Teratoma matur pada mediastinum merupakan neoplasma yang jarang dengan
gambaran klinis yang tidak spesifik mulai dari tanpa gejala hingga komplikasi yang berat.
Pencitraan CT merupakan modalitas pilihan untuk diagnosis preoperatif tetapi sering atipikal
dan menunjukkan lesi yang seluruhnya kistik. Gambaran histopatologi teratoma matur
mengandung dua atau tiga lapisan germinal yang terlihat di seluruh tumor dalam distribusi
yang bervariasi, tanpa adanya komponen imatur.Diagnosis dini dan eksisi bedah lengkap dan
segera dari tumor ini tetap menjadi satu-satunya pendekatan terapi yang diperlukan.
10
Daftar Pustaka
1. Moreira AL, Chan JKC, Looijenga LHJ, Strobel P, Ulbright TM, Wick M. Mature
and immature teratoma. In: WHO classification of tumours of the lung, pleura,
thymus and heart. 4th edition. Lyon,2015; p: 257-9
2. Montebello A., Mizzi A., Cassar P.J., Cassar K. Benign cystic mediastinal teratoma
presenting as a massive pleural effusion in a 17-year–old boy. BMJ Case
Report. 2017;2017 bcr2016217439.
3. Dorterler ME, Boleken ME, Koçarslan S A Giant Mature Cystic Teratoma Mimicking
a Pleural Effusion. Hindawi Publishing Corporation Case Reports in Surgery Volume
2016, Article ID 1259175, http://dx.doi.org/10.1155/2016/1259175
4. Mitra S, Sarma MK, Das AK. Curious case of a black pleural effusion: Mediastinal
teratoma presenting as massive pleural effusion. Lung India 2018;35:87-9.
5. Meshram RM, Abhisheik S, Hardas V, Siddharth K. Massive hemoptysis: A rare
presentation of anterior mediastinal teratoma in an adolescent. Indian J Med Paediatr
Oncol 2017;38:215-7.
6. Yalagachin GH. Anterior mediastinal teratoma – A case report with review of
literature. Indian J Surg 2013;75 Suppl 1:182‑4. 3.
7. Duwe BV, Sterman DH, Musani AI. Tumors of the mediastinum. Chest
2005;128:2893‑909.
8. Liu J, Tian B, Zeng Q, Chen C, Zhou C, Li H, Shen Y, Zhao S. Mediastinal teratoma
presenting with hemopthysis and pleuritis misdiagnosis as tuberculosis. BMC
pediatrics. 2018:18:382.
9. Rabiou S, Efared B, Harmouchi H, Lakranbi M, Serraj M, Ouadnouni Y, et al. Mature
Mediastinal Teratoma: The Longue Timeline from Onset of Symptoms to Definitive
Management. Clin Surg. 2018; 3: 2063
10. Varma AV, Malpani G, Agrawal P, Malukani K, Dosi S. Clinicopathological
spectrum of teratomas: An 8‑year retrospective study from a tertiary care institute.
Indian J Cancer 2017;54:576‑9.
11. Mandal G, Bhattacharya S, Dey A, Kar S, Saha S. Mature cystic teratoma of
mediastinum with pleural effusion: An uncommon entity. Niger Postgrad Med J
2016;23:41-3.
11
12. Choi SJ, Lee JS, Song KS, Lim TH. Mediastinal teratoma: CT differentiation of
ruptured and unruptured tumors. AJR Am J Roentgenol 1998;171:591-4.
13. Sasaka K, Kurihara Y, Nakajima Y, Seto Y, Endo I, Ishikawa T, et al. Spontaneous
rupture: a complication of benign mature teratomas of the mediastinum. AJR Am J
Roentgenol 1998;170(2):323–8.
14. Escalon JG, Arkin J, Chaump M, Harkin TJ, Wolf AS, Legasto A. Ruptured anterior
mediastinal teratoma with radiologic, pathologic, and bronchoscopic correlation.
Clinical imaging J. 2015;39(4):689-91.
15. Moran CA, Suster S. Mediastinal teratoma. In: Diagnostic pathology thoracic, 2nd
edition, philadelphia 2017; p:696-701
12
Rupture Anterior Mediastinal Mature Cystic TeratomaIn A 16-Year-Old Girl
Katrin Rotua Simbolon1, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi1, Ni Putu Ekawati1, I Made Gotra1, I Gusti Alit Artha1
1Departement of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine Udayana University/SanglahGeneral Hospital, Denpasar, Indonesia
BACKGROUND
Mediastinal teratomas are relatively rare neoplasms, accounting <10% of all mediastinal masses. The most commonsite involved is anterior mediastinum. Tumor rupture is rare, can cause pleural effusion, empyema and atelectasis.
CASE DESCRIPTIONA 16-year-old female presents with complaints of a right chest and shortness ofbreath that worsened. The CT thorax of this case showed a firm boundary mass,measuring 14,8x10x17,4 cm, heterogeneous density (solid, cystic, fat andcalcified) in the anterior to mediated mediastinum shifting of the heart and othermediastinal organs to the left, suspected as teratoma. There was collapse rightlung inferior lobe with right fluidopneumothorax that suspicious for rupture.Pleural fluid cytology showed suppurative chronic inflammation. Grossly, themass was 15.5x14x9cm and capsule not intact. Histopatology examination ofthe tumor mass showed 3 components of the germinal layer. The tumor capsuleswas consist of fibrous connective tissue covered by stratified squamousepithelium with focal discontinuity, subepithelial blood vessels proliferation,distribution of fibroblasts and lymphoplasmasitic inflammatory cells. There wasno immature component.
DISCUSSION AND CONCLUSION
Teratomas are germ cell tumorsoriginating from two or three germinallayers (ectodermal, endodermal, andmesodermal). Teratomas can occur at anyage, slowly growing, can beasymptomatic to cause severecomplications due to the large size ofmass or rupture. Rupture can occur dueto autolysis, inflammation, ischemia andinfection. Treatment is surgical resectionwithout delay. Based on theseexamination, this case can conclude asrupture mature cystic teratoma.
1. Escalon JG, Arkin J, Chaump M, Harkin TJ, Wolf AS, Legasto A. Ruptured anterior mediastinal teratoma with radiologic,pathologic, and bronchoscopic correlation. Clinical imaging J. 2015; 39(4): 689-91.
2. Moreira AL, Chan JKC, Looijenga LHJ, Strobel P, Ulbright TM, Wick M. Mature and immature teratoma. In: WHOclassification of tumours of the lung, pleura, thymus and heart. 4th edition. Lyon, 2015; p: 257-9.
3. Rabiou S, Efared B, Harmouchi H, Lakranbi M, Serraj M, Ouadnouni Y, et al. Mature Mediastinal Teratoma: The LongueTimeline from Onset of Symptoms to Definitive Management. Clin Surg. 2018; 3: 2063.
REFERENCES
Figure 1. Ultrasound showed anterior mediastinal mass with heterogeneous
density
Figure 2. Grossly, the mass capsule was not intact ()Figure 4. Surface epithelial discontinuity
() with proliferation of blood vessels and chronic inflammatory cells
Figure 5. There are respiratory epithelial (), mature cartilage () and mature
adipose tissue ()
Figure 3. Cut section, multilocular, white-gray, yellowish and reddish,
containing sebaceous material
PATENT OMPHALOMESENTERIC DUCT WITHIN OMPHALOCELE
IN CLINICALLY DOWN SYNDROME BABY BOYKatrin Rotua Simbolon1, Luh Putu Iin Indrayani Maker1, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi1,
I Made Gotra1, Deddy Aryanta2, I Made Kardana3, Eka Gunawijaya3
1Departement of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine Udayana University/Sanglah General Hospital, Denpasar, Indonesia
2Departement of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Udayana University/Sanglah General Hospital, Denpasar, Indonesia
3Departement of Pediatric, Faculty of Medicine Udayana University/Sanglah General Hospital, Denpasar, Indonesia
BACKGROUND
Omphalomesenteric duct remant occur inapproximately 2% of the population in variousmorphological spectrums, namely diverticula, patentomphalomesenteric duct, cyst, fibrous cord andumbilical sinus. Patent omphalomesenteric duct is therarest of all. Simultaneous presentation of patentomphalomesenteric duct within omphalocele is veryrare.
CASE DESCRIPTION
A baby boy, born with a body weight of 2330 gramsand a body length of 46 cm, that diagnosed as Downsyndrome clinically with other congenitalabnormalities namely omphalocele,omphalomesenteric duct remnant and patent ductusarteriosus. On physical examination of the abdomenregion, the umbilical cord is protrusion with intestinalherniation, no distention, positive bowel sound,palpation is palpable, and feces are found. Laparatomywas performed and omphalomesenteric duct remnantsare found that are directly related to the umbilical cord.Grossly, there is intestinal tissue with T-shaped. On theincision, there is no visible mass, erosion or ulceration.Histopathological examination revealed the intestinallining consisting of mucosal, submucosal, muscularand serous layers. The lumen is covered by smallintestinal mucosa and gastric mucosa which arearranged haphazardly.
This case was diagnosed as a patentomphalomesenteric duct in omphalocele because thereis duct that connected directly from the intestine to theumbilical cord and marked by the discharge of stool.Histologically proven that the duct originates from thegastrointestinal tract. Congenital abnormalities usuallyoccur in multiple cases, so we should be more concernwhen finding one congenital abnormality in onepatient.
DISCUSSION AND CONCLUSION
1. Russo P, Ruchelli ED, Piccoli DA. Pathology of PediatricGastrointestinal and Liver Disease. 2nd ed. Springer, 2014; 41-3.
2. Shih CW, Shan YS, Lin CH. Vitelline fistula associated withomphalocele: Diagnostic dilemma? International Journal of SurgeryCase Reports, 47 (2018), 45-47.
3. Stocker JT, Dehner LP, Housain AL. Stocker and Dehner’s PediatricPathology. 4th ed. Wolters Kluwer, 2016; 591-2
REFERENCES
Clinically down syndrome in baby boy with flat nasal bridge
There is omphalomesentericduct remnant with lumen that
connected to umbilical cord ()
There is omphalomesenteric duct remnant with lumen that
connected to umbilical cord ()
Grossly, T-shape section showed normal intestinal lumed (),
omphalomesenteric duct remnant () and lumen that connected to
umbilical cord ()
Intestine tissue consist mucosa, submucosa, muscularis and serous
layerMucosa covered by small intestine
and gastric mucosa
The image part with relationship ID rId15 was not found in the file.
P : 2 cm, Φ 0,9 cm
P : 1 cm, Φ 0,5-0,6cm
198