1302116010-3-0. bab 2.pdf

download 1302116010-3-0. bab 2.pdf

of 22

Transcript of 1302116010-3-0. bab 2.pdf

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    1/22

    8

    8

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    Dalam tinjauan teoritis ini akan dibahas tentang konsep dasar hubungan

    terapeutik, komunikasi interpersonal, persiapan tindakan operasi dan kecemasan. 

    2.1.  Konsep Hubungan terapeutik

    2.1.1  Pengertian

    Hubungan terapeutik adalah kemampuan seseorang melakukan suatu interaksi

    atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi

     proses penyembuhan (Stuart dan Sundeen,1995). Hubungan terapeutik perawat-

     pasien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki

    emosi pasien. Pengertian lain menurut Liliweri (2008 ) komunikasi dalam

    hubungan terapeutik berkaitan dengan proses pertukaran pengetahuan,

    meningkatkan konsesus, mengidentifikasi aksi-aksi yang berkaitan dengan

    kesehatan yang mungkin dapat dilakukan secara efektif. Dalam hubungan ini

     perawat memakai diri sendiri dan teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja

    dengan pasien untuk memberikan pengertian dan merubah prilaku pasien

    (Machfoedz, 2009).

    2.1.2  Tujuan Hubungan Terapeutik

    Hubungan terapeutik perawat  –   pasien bertujuan untuk perkembangan pasien

    (Nurjanah, 2005) yaitu :

    a. 

    Kesadaran diri, penerimaan diri, dan penghargaan diri yang meningkat.

     b. 

    Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri .

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    2/22

    9

    c. 

    Kemampuan untuk membina hubungan erat, interdependen,  pribadi dengan

    kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.

    d.  Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman dan saling ketergantungan.

    e.  Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang

    memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistik.

    2.1.3  Tahapan Hubungan Terapeutik

    Dalam proses, perawat membina hubungan sesuai tingkat perkembangan pasien

    dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah dan membantu memecahkan

    masalah. Tahapan hubungan terapeutik ini dibagi dalam empat tahapan atau fase

    yaitu pra interaksi, orientasi atau perkenalan, kerja, dan terminasi.

    a.  Pra interaksi

    Prainteraksi mulai sebelum kontak pertama dengan pasien. Perawat

    mengeksplorasikan perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan

    kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan pasien dapat dipertanggung

     jawabkan. Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri

    serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan

    asuhan keperawatan. Perawat harus mempunyai konsep diri yang stabil dan harga

    diri yang adekuat, mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan

     berpegang pada kenyataan dalam menolong pasien (Stuart dan Sundeen, 1987).

    Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang pasien dan

    menentukan kontak pertama.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    3/22

    10

     b. 

    Perkenalan atau orientasi

    Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan pasien. Hal utama yang perlu dikaji

    adalah alasan pasien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya

    hubungan perawat-pasien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah

    membina rasa percaya, penerimaan, dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan

     perumusan kontrak dengan pasien. Stuart dan Sundeen (1987) mengatakan

    elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada pasien sehingga kerja

    sama perawat-pasien dapat optimal. Diharapkan pasien berperan serta secara

     penuh dalam kontrak. Perawat dan pasien mungkin mengalami perasaan tidak

    nyaman, bimbang karena memulai hubungan yang baru. Pasien yang mempunyai

     pengalaman hubungan interpersonal yang menyakitkan akan sukar menerima dan

    terbuka pada perawat. Dimana pada tahap ini tugas perawat adalah

    mengeksplorasikan pikiran, perasaan, perbuatan pasien, dan mengidentifikasi

    masalah,serta merumuskan tujuan bersama pasien.

    c.  Kerja

    Pada fase ini, perawat dan pasien mengungkapkan  stressor   yang tepat dan

    mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,

     pikiran, perasaan dan perbuatan pasien. Perawat membantu pasien mengatasi

    kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri, dan

    mengembangkan mekanisme coping   yang konstruktif . Perubahan perilaku

    maladaptif  menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    4/22

    11

    d. 

    Terminasi

    Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik.

    Rasa percaya dan hubungan erat yang terapeutik sudah terjalin dan berada pada

    tingkat yang optimal. Perawat dan pasien, akan merasakan kehilangan. Terminasi

    dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau pasien

    akan pulang. Dimana perawat dan pasien bersama-sama meninjau kembali proses

     perawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Proses terminasi yang sehat

    akan memberi pengalaman positif dalam membantu pasien mengembangkan

    koping untuk perpisahan. Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan

    mungkin dipersepsikan pasien sebagai penolakan, atau dengan harapan perawat

    tidak akan mengakhiri hubungan karena pasien masih memerlukan bantuan

     perawat (Keliat,1992).

    2.1.4 Komponen Hubungan Terapeutik

    Komponen-komponen hubungan terapeutik perawat dengan pasien terdiri dari

    enam komponen :

    a. 

    Kualitas personal /pribadi perawat

    Fokus analisa diri perawat adalah kesadaran diri, klarifikasi nilai, pengungkapan

     perasaan, dan rasa tanggung jawab.

    1. Kesadaran diri perawat, merupakan kemampuan seseorang untuk memahami

    diri sendiri baik perilaku, perasaan maupun pikirannya sendiri. Pemahaman

    dan penerimaan diri akan membuat perawat menghargai perbedaan dan

    keunikan yang dimiliki pasien. Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip

    Keliat (1992), kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui tiga cara : a)

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    5/22

    12

    Mempelajari diri sendiri meliputi proses pengungkapan diri, pikiran,

     perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang menyenangkan, hubungan

    interpersonal   dan kebutuhan pribadi, b) Belajar dari orang lain, merupakan

    suatu kesedian dan keterbukaan menerima umpan balik dari orang lain c)

    Membuka diri merupakan salah satu kriteria kepribadian yang sehat.

    Kesadaran diri dapat ditingkatkan agar penguasaan diri secara terapeutik

    dapat lebih efektif.

    2. Klarifikasi nilai, Covey (1997) mengatakan bahwa metode dimana seseorang

    menemukan nilai-nilainya sendiri dengan mengkaji, mengungkapkan dan

    menentukan nilai-nilai pribadi serta bagaimana nilai-nilai tersebut digunakan

    sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Hal ini perlu dilakukan karena

    nilai itu bermacam-macam, dari sinilah seorang yang  proaktif   mendasarkan

     pemilihan responnya, pilihan tersebut merupakan hasil dari pertimbangan

    yang matang berdasarakan nilai bukan emosi sesaat. Perawat sebaiknya

    mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup, sehingga tidak

    menggunakan pasien untuk kepuasan dan keamanannya.

    3. Pengungkapan perasaan, disini dilakukan terhadap hubungan seseorang

    dengan lingkungan luar atau interaksinya dengan orang lain. Perawat perlu

    terbuka dan sadar terhadap perasaannya, dan mengontrol agar dapat

    menggunakan diri secara terapeutik. Jika perawat terbuka pada perasaannya

    akan mendapatkan bagimana informasi tentang respon dan penampilan pada

     pasien.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    6/22

    13

    4. Etik dan tanggung jawab, perawat mempunyai kode etik dan tanggung jawab

    tertentu yang mengambarkan nilai-nilai yang terdapat dalam hubungan

     perawat dengan pasien. Dengan demikian perawat perlu memahami kode etik

    keperawatan dan menggunakan kode etik dalam melaksanakan tugas.

     b.  Fasilitasi Komunikasi

    Komunikasi pada dasarnya dapat menjadi suatu alat untuk memfasilitasi dan tanpa

    komunikasi tidak mungkin terjadi hubungan terapeutik antara perawat –  pasien.

    Menurut Wilson dan Kneisi (1983), fasilitasi komunikasi bertujuan untuk

    memulai, membangun dan membina keterlibatan dan hubungan saling percaya,

    antara perawat dan pasien. Dalam berkomunikasi faktor yang perlu diperhatikan

    agar hubungan dapat berlangsung secara efektif diperlukan suatu pengenalan

    kesadaran diri sendiri dan mengenal orang lain dengan demikian tujuan

    komunikasi dapat tercapai. Dalam proses komunikasi ada beberapa faktor yang

    yang mempengaruhi, sehingga komunikasi yang dibangun tidak dapat

     berlangsung secara efektif antara lain : 1) perkembangan, 2) persepsi, 3) nilai

    atau standar, 4) latar belakang sosial budaya, 5) emosi, 6) jenis kelamin, 7)

     pengetahuan, 8) peran dan hubungan, 9) lingkungan, dan 10) jarak.

    c. 

    Dimensi respon

    Menurut Stuart and Sundeen dikutip dari Keliat (2003), dimensi respon terdiri dari

    respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon

    sangat penting pada awal berhubungan dengan pasien untuk membina hubungan

    saling percaya dan komunikasi yang terbuka.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    7/22

    14

    1. Keikhlasan, perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan,

    dan berperan aktif dalam hubungannya dengan pasien. Perawat berespon

    dengan tulus, tidak berpura-pura, mengungkapkan perasaan yang sebenarnya

    dan spontan.

    2. Menghargai,  perawat menerima pasien apa adanya. Sikap perawat tidak

    menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek, atau tidak menghina. Rasa

    menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk diam bersama pasien yang

    menangis, minta maaf pada hal yang tidak disenangi pasien.

    3. Empati, merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan pasien agar dapat

    merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan

     pasien, merasakan melalui perasaan pasien dan kemudian mengidentifikasi

    masalah pasien, serta membantu pasien mengatasi masalah tersebut.

    4. Konkrit, Perawat harus dapat menghindari keraguan dan ketidakjelasan. Hal

    tersebut dapat dilakukan dengan: a) mempertahankan respon perawat

    terhadap pasien, b) memberikan penjelasan yang akurat, c) mendorong

     pasien memikirkan masalahnya.

    d. 

    Dimensi Tindakan

    Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang

    dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pergertian Stuart dan Sundeen

    (dikutip oleh Keliat,1992), dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi,  kesegeraan,

    keterbukaan, emosional catharsis..

    1. Konfrontasi,  konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang

     perilaku pasien yang tidak sesuai.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    8/22

    15

    Carkhoff (1988) yang dikutip oleh Keliat (1992), mengidentifikasi ada tiga

    kategori yaitu: a) Ketidaksesuaian antara konsep tentang diri pasien dan ideal

    diri pasien, b) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku

     pasien, c) Ketidaksesuaian antara pengalaman pasien dan perawat. Sebelum

    melakukan konfrontasi,  perawat perlu mengkaji tingkat hubungan saling

     percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan pasien, dan kekuatan coping  

     pasien.  Konfrontasi ini berguna untuk meningkatkan kesadaran pasien akan

    kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku yang dilakukan secara

    asertif. 

    2. Kesegeraan, kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-

     pasien saat ini. Perawat  sensitif   terhadap perasaan dan berkeinginan

    membantu pasien dengan segera.

    3. Keterbukaan perawat,   perawat memberikan informasi

    tentang dirinya, idealnya, perasaanya, sikap dan nilainya. Perawat

    membuka diri tentang pengalaman yang berguna. Keterbukaan antara

     perawat dan pasien akan menurunkan tingkat kecemasan perawat-pasien

    (Keliat,1992).

    4.  Emosional Catharsis, terjadi jika pasien diminta bicara tentang hal yang

    sangat menganggu dirinya seperti ketakutan, perasaan, dan pengalaman. Jika

    terjadi hubungan perawat  –   pasien dimana pasien menyadari perasannya

    dalam suasana yang diterima dan aman ,maka pasien akan memperluas

    kesadaran dan penerimaan pada dirinya. Menurut Goldstein (1975), yang

    dikutip oleh Smet (1994), mengatakan makin baik hubungan interpersonal

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    9/22

    16

     perawat dengan pasien makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya

    dan makin cenderung mendengarkan dengan penuh perhatian serta bertindak

    atas nasehat yang diberikan oleh perawat.

    2.1.4  Pengukuran Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien

    Menurut Stuart dan Sundeen , dalam Cristina, dkk., (2003) Hubungan terapeutik

     perawat-pasien diukur dengan tahapan-tahapan hubungan terapeutik. Untuk

    melihat hubungan terapeutik yang dilakukan perawat kepada pasien dinilai dari

    dimensi respon dan dimensi tindakan. Alat ukur yang digunakan terdiri dari 21

     pertanyaan, masing-masing pertanyaan diberikan penilaian ( score) 1-3 yang

    artinya adalah: nilai 1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= ya. Masing-masing

    score dari ke 21 pertanyaan tersebut dijumlahkan dan hasil dari penjumlahan

    tersebut dapat diketahui penerapan hubungan terapeutik perawat kepada pasien

    yaitu: total score < 30= hubungan terapeutik kurang, 30-50= hubungan terapeutik

    sedang, dan > 50= hubungan terapeutik baik (Penelitian Dewi, Suarniati, dan

    Ismail, 2013)

    2.2  Komunikasi I nterpersonal  

    Menzies (1970), mengatakan ada beberapa kajian terakhir yang mengidentifikasi

    masalah komunikasi sebagai penyebab yang harus selalu diperhatikan dalam

     proses pemberian pelayanan kesehatan. Alasan yang paling sering disebut antara

    lain: kurangnya ketrampilan dan pelatihan, kurangnya sumber daya dan waktu,

    kepekaan emosional, dan letak emosional. Peplau (1988) mengatakan bahwa

    keperawatan pada intinya merupakan sebuah proses interpersonal, maka perawat

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    10/22

    17

    yang kompeten harus menjadi komunikator yang efektif dan setiap perawat

    mempunyai tanggung jawab untuk memperhatikan perkembangnya sendiri. Ada

    empat faktor utama yang menunjang terjadinya masalah komunikasi dalam

     perawatan yang nantinya akan mempengaruhi hubungan perawat dengan pasien

    yaitu : kurangnya kesadaran diri perawat, kurangnya ketrampilan interpersonal

    yang sistematik, kurangnya kerangka konseptual dan kurangnya kejelasan tujuan:

    a. 

    Kurangnya kesadaran diri perawat

    Kesadaran diri perawat akan aspek  –   aspek diri sendiri sangat mempengaruhi

    interaksi dengan orang lain. Faktor pribadi yang mempengaruhi seperti sikap,

    nilai-nilai, kepercayaan, perasaan dan perilaku. Kesadaran diri perawat akan

    menghasilkan interaksi yang lebih produktif dan penggunaan diri lebih berarti

    serta akan mengubah potensi kegagalan. Purba (2008) mengatakan perawat perlu

    mengembangkan kesadaran diri yang akut manakala terlibat dalam interaksi dan

    hubungan dengan pasien, melalui kesadaran diri perawat akan tahu apa yang

    sedang pasien lakukan dan bagaimana tindakannya mempengaruhi pasien yang

    sedang dirawat. Kesadaran diri perawat perlu ditingkatkan agar penggunaan diri

    secara terapeutik dapat lebih efektif. Ellis (1974 ) menyatakan bahwa unsur inti

    dari hubungan pertolongan adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang

    empati dan perhatian positif yang tidak bersyarat. Unsur-unsur ini sangat

    diperlukan untuk mendapatkan perubahan yang konstruktif bagi pasien dalam

    situasi terapeutik.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    11/22

    18

     b. 

    Kurangnya pelatihan keterampilan interpersonal yang sistematik

    Keterampilan yang sistematis mempunyai peranan dalam proses menjadikan

    seseorang komunikator yang efektif dan kompeten, serta dapat mengintegrasikan

    keterampilan yang sudah dikenalnya kedalam gaya komunikasi yang unik.

    Keterampilan interpersonal meliputi keterampilan verbal dan non verbal yang

    terdiri dari keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian, menujukkan

     penerimaan, mengulangi ucapan pasien dengan menggunakan kata kata sendiri,

    memfokuskan pembicaraan, menganjurkan pasien untuk menguraikan persepsinya

    dan memberikan kesempatan kepada pasien memulai pembicaraan. Keterampilan

    tersebut, akan dipraktekkan sampai kompetensi dicapai. Egan (1990)

    memperhatikan seringkali tidak memiliki keterampilan dasar untuk menolong

    (keterampilan interpersonal ).

    c.  Kurangnya kerangka konseptual

    Dunn (1991) Perawat yang menunjukkan kompetensi dalam penerapan

    keterampilan interpersonal kadang-kadang dapat menggunakan cara yang khusus

    (dikutip oleh Ellis,1999). Dibutuhkan sebuah kerangka teoritis yang memberikan

    informasi dan menyediakan sebuah struktur untuk analisis, refleksi dan evaluasi

    interaksi. Upaya untuk memahami hubungan tanpa sebuah konsep adalah hal

    yang bemasalah. Adalah penting bagi perawat untuk mengkonseptualisasikan

    apa yang sedang perawat lakukan untuk memastikan bahwa keterampilan

    digunakan dengan cara yang koheren dan strategis. Dan akan terungkap dalam

    model kerangka konseptual yang jelas seperti model keperawatan Orem (1985),

    dimana area kerja perawat adalah membina dan mempertahankan hubungan

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    12/22

    19

    terapeutik perawat-pasien menentukan kapan sesorang membutuhkan bantuan,

    memperhatikan respon pasien (Jumadi,1999) Model Betty Neuman (1982)

    meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara perawat dan pasien dalam

    keterlibatan perawat yang efektif. Model yang diterapkan ini, berfokus pada

    individu dan respon atau reaksi individu terhadap stress termasuk faktor-faktor

    yang mempengaruhi dan kemampuan adaptasi pasien (Gaffar,1999).

    d. 

    Kurangnya kejelasan tujuan

    Hubungan yang efektif akan mempunyai angka keberhasilan dalam membuat

     pilihan yang benar pada situasi-situasi yang dihadapi karena perawat mengetahui

    dengan jelas tentang tujuan atau maksud dari setiap interaksi (Ellis,1999). Ini

    memungkinkan untuk membeda-bedakan dan memilih pilihan yang cocok dengan

    situasi tertentu. Biasanya bukan perawat yang menentukan tujuan interaksi tetapi

    kebutuhan pasien. Proses ini, membutuhkan kepekaan dan empati agar perawat

    mampu membaca situasi secara tepat dan menilai apa yang diperlukan serta

    mengetahui tujuan yang jelas, dan melakukan secara strategis.

    2.3  Persiapan Tindakan Operasi

    Tindakan pre operasi penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena

    hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan pasien

    dan persiapan pre operasi (Brunner & Suddarth, 2002). Dalam persiapan

    ditentukan indikasi atau kontra indikasi operasi, toleransi pasien terhadap

    tindakan bedah dan ditetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan

     pembedahan. Menurut Lukman dan Sorensen (1993) tindakan keperawatan pre

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    13/22

    20

    operasi yang dilakukan setelah diputuskan melakukan pembedahan adalah untuk

    mempersiapkan pasien agar penyulit paska bedah dapat dicegah sebanyak

    mungkin. Tindakan bedah adalah upaya yang dapat mendatangkan stress karena

    terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Perawat

     berada dalam posisi untuk memberikan bantuan kepada pasien agar bisa

    menyesuaikan dengan stressor (Meyer & Gray, 2001). 

    2.3.1 Persiapan mental

    Persiapan mental pasien sebelum menjalani tindakan operasi meliputi tiga hal

     penting yaitu :

    a. 

    Informasi

    Menurut Long (1996), informasi merupakan fungsi untuk mengurangi rasa

    cemas. Pasien yang menerima informasi yang benar sebelum menghadapi

     prosedur tindakan, tujuan operasi dan efek sampingnya lebih dapat melakukan

     perawatan yang mandiri (Keliat,1998). Adapun informasi yang harus diterima

     pasien meliputi prosedur dan resiko yang mungkin terjadi, alternatif tindakan yang

    dapat dipilih, perubahan bentuk dan penampilan, anestesi yang digunakan (

    kondisi pada periode pasca operasi dan biaya operasi ).

     b. 

    Dukungan

    Merupakan dukungan dari petugas kesehatan dan terutama dari keluarga. Dari

     petugas kesehatan dapat berupa informasi tentang operasi serta cara kerja yang

     profesional dalam mempersiapkan operasi. Sedangkan dari keluarga dapat berupa

    kasih sayang, doa, kehadiran, dan keuangan.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    14/22

    21

    c. 

     Post op Exercise

    Misalnya diagfragmatic breathing, turning and leg exercise, dsb.  Post op

    exercise dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam menghadapi operasi.

    2.3.2 Persiapan fisik

    Persiapan fisik meliputi persiapan berbagai sistem tubuh dan organ, keadaan gizi

     pasien, pemeriksaan laboratorium, foto dan pemasangan alat perawatan sesuai

     prosedur operasi serta penyulit pasca bedah lainnya yang mungkin timbul.

    2.3.3  Persetujuan tindakan medik

    Merupakan perjanjian legal antara dokter dan pasien yang harus ditanda tangani

    oleh pasien / orang tua / wali sebelum dokter melakukan tindakan (Appelbaum,

    1987).

    2.4 

    Konsep Kecemasan

    2.4.1 Pengertian Kecemasan

    Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak

     jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh

    seseorang (Nugroho, 2008).

    Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan

     perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan tidak

    mengalami gangguan dalam menilai realitas (masih baik), kepribadian tetap utuh

    dan prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari, 2001).

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    15/22

    22

    2.4.2 Rentang Respon dan Proses Adaptasi Terhadap Cemas

    Stuart dan Sundeen (2000) mengatakan rentang respon individu berfluktuasi

    antara respon adaptif dan maladaptif seperti :

    Adatif Maladatif

    Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

    Gambar 2.1  Rentang Respon Adaptif dan Maladaptif

    Roy (1992) mengatakan manusia mahluk yang unik karenanya mempunyai respon

    yang berbeda-beda terhadap cemas tergantung kemampuan adaptasi ini

    dipengaruhi oleh pengalaman berubah dan kemampuan koping individu. Menurut

    Stuart & Sundeen (2000) koping adalah mekanisme mempertahankan

    keseimbangan dalam menghadapi stress. Mekanisme koping berdasarkan

     penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :

    a.  Mekanisme Koping Adaptif

    Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,

     belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,

    memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan

    aktivitas konstruktif.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    16/22

    23

     b. 

    Mekanisme Koping Maladaptif

    Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah

     pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

    Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan dan

    menghindar.

    2.4.3  Tingkat Kecemasan

    Menurut Stuart & Sundeen (2000), tingkat kecemasan dibagi menjadi empat

    tingkatan yaitu :

    a. Ansietas ringan

    Pada fase ini pasien akan merasa :

    1. 

    Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.

    2. 

    Kewaspadaan meningkat.

    3.  Persepsi terhadap lingkungan meningkat.

    4.  Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.

    5.  Respon kognitif tampak mampu menerima rangsangan yang kompleks,

    konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif dan

    terangsang untuk melakukan tindakan.

    6. 

    Respon prilaku dan emosi terlihat tidak dapat duduk tenang dan kadang – 

    kadang suara meninggi.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    17/22

    24

     b. Ansietas sedang

    Pada fase ini akan muncul respon sebagai berikut :

    1.  Respon fisiologis terlihat sering nafas pendek, tekanan darah meningkat,

    mulut kering, anoreksia, sakit kepala, letih dan sering berkemih.

    2.  Respon kognitif tampak memusatkan perhatiannya pada hal yang penting

    dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan

    rangsangan dari luar tidak mampu diterima.

    3. 

    Respon perilaku dan emosi terlihat gerakan tersentak  – sentak, terlihat lebih

    tegang, bicara banyak, dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

    c. Ansietas berat

    Pada fase ini individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja serta

    mengabaikan hal yang lain, dan respon yang muncul antara lain :

    1.  Respon fisiologis tampak nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

     berkeringat dan sakit kepala, pengelihatan kabur, serta tampak tegang.

    2.  Respon kognitif tampak tidak mampu berfikir berat dan membutuhkan

     banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.

    3. 

    Respon perilaku dan emosi tampak adanya perasaan terancam yang

    meningkat dan komunikasi terganggu (verbalisasi cepat).

    d. Ansietas sangat berat / panik

    Pada fase ini respon yang muncul antara lain :

    1.  Respon fisiologis tampak nafas pendek, rasa tercekek, sakit dada, pucat,

    hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    18/22

    25

    2. 

    Respon kognitif terjadi gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis, persepsi

    terhadap lingkungan mengalami distorsi dan ketidakmampuan memahami

    situasi.

    3.  Respon perilaku dan emosi terlihat mengamuk dan marah, ketakutan,

     berteriak –  teriak, kehilangan kendali / kontrol diri, perasaan terancam serta

    dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

    2.4.4 

    Faktor Pencetus Kecemasan

    Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal dari

    diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Namun

    demikian pencetus ansietas dapat dikelompokkan kedalam dua kategori:

    a.  Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau

    gangguan dalam melakukan aktivitas sehari – hari guna pemenuhan

    kebutuhan dasarnya.

     b.  Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam

    terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri dan hubungan

    interpersonal.

    2.4.5 

    Dampak Kecemasan

    Dampak yang paling umum dari kecemasan adalah rasa tidak nyaman baik secara

    fisik maupun secara psikologis (Hawari, 2008). Kecemasan itu adalah suatu

     proses melelahkan karena memerlukan tenaga tubuh, sumber-sumber fisik dan

     psikologis (Rasmun, 2004). Dampak dari kecemasan terhadap integritas dan

    kesehatan seseorang adalah menurunnya daya tahan tubuh karena pada saat

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    19/22

    26

    mengalami kecemasan maka tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol yang

    mempunyai efek menekan sistem kekebalan tubuh (Wardhana, 2010).

    2.4.6 Pengukuran Kecemasan

    Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan digunakan alat ukur

    kecemasan. Ada dua jenis alat ukur yang sering di gunakan untuk menilai tingkat

    kecemasan, alat ukur yang sering digunakan adalah  Halmiton Anxiety Rating

    Scale ( HARS ) dan Depression Anxiety Stress Scale (DASS). 

    a. Alat ukur HARS

    Skala HARS  merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

     symptom  pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala  HARS

    terdapat 14  symptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.

    Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 ( Nol Present ) sampai

    dengan 4 ( severe). Penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi : perasaan

    cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan

    depresi, gejala somatik, gejala sensorik, gejala kardiovaskuler, gejala pernafasan,

    gejala gastroinstensinal, gejala urogenital, gejala vegetative, dan perilaku sewaktu

    wawancara. Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dan

    kategori : nilai 0= tidak ada gejala sama sekali, 1= satu dari gejala yang ada, 2=

    sedang atau separuh gejala yang ada, 3= berat/lebih dari setengah gejala yang ada,

    4= sangat berat/semua gejala ada. Masing-masing score dari ke 14 pertanyaan

    tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

    kecemasan seseorang yaitu: 27= kecemasan berat.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    20/22

    27

     b. Alat ukur DASS  

    Menurut Hardjanah 1994 (dalam Sriati 2008)  DASS   adalah seperangkat skala

    subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi,

    kecemasan dan stress.  DASS 42 dibentuk tidak hanya mengukur secara

    konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut

    untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari

    status emosional secara signifikan biasanya digambarkan dengan stress.  DASS

     baik digunakan untuk individu maupun kelompok untuk tujuan penelitian.

    Pengukuran skala kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan

    situasional, dan pengalaman subjektif yang mempengaruhi cemas. Alat ukur ini

    terdiri dari 14 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan diberikan penilaian (score) 

    antara 0-3, yang artinya adalah : nilai 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 =

    lumayan sering, 3 = sering sekali. Masing-masing score dari ke 14 pertanyaan

    tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

    kecemasan seseorang yaitu : total score 0-7 = tidak ada kecemasan, 8-9 =

    kecemasan ringan, 10-14 = kecemasan sedang, 15-19 = kecemasan berat, >20 =

    kecemasan sangat berat (Lovibond, 1995).

    Dari 2 jenis alat ukur kecemasan diatas, alat ukur dengan menggunakan  DASS  

    yang dipilih dan dianggap sesuai dengan penelitian ini.  DASS menggunakan

    klasifikasi penilaian yang lebih jelas dan lebih mudah dipahami, setiap item

     pertanyaan  DASS   lebih menggali kondisi psikologis yang dirasakan pasien yang

    mencirikan pasien yang sedang mengalami kecemasan.

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    21/22

    28

    2.4.7 

    Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien dengan Tingkat Kecemasan

    Penerapan hubungan terapeutik perawat-pasien sangat berpengaruh terhadap

    tingkat kecemasan pasien pre operasi. Keberhasilan hubungan tersebut sangat

    dipengaruhi oleh kemampuan perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan

    langsung kepada pasien. Status pasien dalam hubungan perawat-pasien

    merupakan hubungan interdependent   dan perawat memberikan alternatif dan

    membantu pasien dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi (Cook dan

    Fontaine,1987). Dalam hubungan terapeutik tersebut, perawat harus mampu

    membina hubungan saling percaya serta tindakan yang dilaksanakan dalam

    konteks kehangatan dan pengertian. Maka berdasarkan hal tersebut penulis ingin

    membuktikan kebenaran teori dengan kenyataan dilapangan.

    Berdasarkan hasil penelitian Dewi,Suarniati,Ismail (2013) di ruang perawatan

     bedah RSUD kota Makasar pada bulan Januari - Februari 2013 menunjukkan

     bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat

    kecemasan pasien pada pasien pre operasi di RSUD kota makasar. Dalam menilai

    komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat, peneliti mengukur dari segi

    dimensi respon dan dimensi tindakan. Dari dimensi respon dan dimensi tindakan

    itulah peneliti dapat mengetahui kepedulian dan kepekaan perawat untuk

    menempatkan diri dan memahami perilaku yang menunjukan perhatian perawat

    terhadap pasien yaitu dalam tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh perawat

    dalam merespon suatu rangsangan. Hasil penelitian menunjukan tingkat dimensi

    respon didapat nilai (p = 0,03) dan nilai tingkat dimensi tindakan yaitu (p =

    0,023), dimana hasil tersebut lebih kecil dari tingkat kemaknaan yang ditentukan

  • 8/16/2019 1302116010-3-0. bab 2.pdf

    22/22

    29

    yaitu (< α = 0,05). Hasil penelitian tersebut menunjukkan 27 orang (60,7%)

    memiliki respon baik setelah diberikan intervensi komunikasi teraupetik.