Post on 10-Mar-2021
EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO DI MATA UMAT KBG
RATU PARA RASUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat
Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat
Agama Katolik
Oleh
ANTONIUS WILLIAM NOPE
NPM: 16.75.5829
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO
2020
ii
LEMBARAN PENERIMAAN JUDUL
a. Nama :Antonius William Nope
b. NPM : 16.75.5829
c. Judul : Ekaristi Dan Devosi Rosario Di Mata Umat KBG Ratu Para
Rasul
d. Pembimbing:
1. Ignasius Ledot, S. Fil. Lic : .................................
(Penanggung Jawab)
2. Antonius Marius Tangi, Drs. Lic : ..................................
3. Dr. Philipus Ola Daen : ..................................
Tanggal Diterima : 28 September 2019
Mengesahkan:
Wakil Ketua I
Dr. Yosef Keladu
Mengetahui
Ketua STFK Ledalero
Dr. Otto Gusti N. Madung
iii
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi
Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian
dari Syarat-syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat
Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat
Agama Katolik
Pada
29 Mei 2020
Mengesahkan
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO
Ketua
Dr. Otto Gusti Ndegong Madung
DEWAN PENGUJI:
1. Ignasius Ledot, S. Fil. Lic : .................................
2. Antonius Marius Tangi, Drs. Lic : .................................
3. Dr. Philipus Ola Daen : .................................
iv
v
KATA PENGANTAR
Ekaristi dan Devosi Rosario merupakan dua hal yang nampaknya berbeda
namun pada kenyataannya memiliki hubungan yang erat. Ekaristi merupakan hal
yang paling mendasar dalam kehidupan iman umat kristiani. Ekaristi menjadi hal
yang paling mendasar sebab Ekaristi merupakan puncak dari penghayatan iman
umat Katolik. Ia menjadi puncak dari penghayatan iman umat Katolik sebab di
dalam Ekaristi, segenap umat mengenang kembali perstiwa besar di mana Kristus
telah melewati sengsara, wafat dan pada akhirnya bangkit dari kematian demi karya
penyelamatan umat manusia yang telah direncanakan oleh Allah. Devosi Rosario,
di sisi lain merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap sosok Maria Bunda
Kritus. Maria dihormati atas peran besarnya yang telah mengambil peran besar
sebagai ibu Tuhan. Melalui Maria, rencana karya penyelamatan umat manusia
dimulai.
Ekaristi dan Devosi Rosario sejatinya merupakan dua hal yang memiliki
hubungan erat di mana keduanya saling menghidupi. Rosario sebagai sebuah
devosi pada dasarnya harus mendorong umat ke dalam penghayatannya yang tepat
terhadap ekaristi sebagai puncak penghayatan iman mereka. Melalui devosi rosario.
umat dihantar dalam permenungan tentang perjalanan hidup Kristus yang
berpuncak pada lahirnya Ekaristi. Pemahaman tersebut sejatinya perlu dimiliki dan
dipahami dengan baik oleh segenap umat kristiani. Namun, dalam pengalaman
pastoral penulis, seringkali dijumpai bahwa pada umumnya umat belum belum
memiliki pemahaman yang cukup baik terkait kedua hal ini. Akibat dari
pemahaman yang kurang baik tersebut umat cenderung terlena terhadap salah satu
hal dan melupakan yang lainnya. Kecenderungan umum yang dijumpai oleh
penulis adalah umat seringkali lebih mengutamakan devosi rosario itu sendiri
dibandingkan dengan ekaristi yang justru merupakan hal terpenting dalam
kehidupan iman umat.
Bertolak dari realitas tersebut, penulis terdorong untuk melakukan sebuah
penelitian untuk melihat bagaimana umat memahami dan menghayati ekaristi dan
devosi rosario. Penulis berpikir bahwa penting apabila hal ini dilihat melalui
vi
kelompok terkecil dalam komunitas Gereja yakni Komunitas Basis Gerejawi. Oleh
karena itu, penulis memilih KBG Ratu Para Rasul sebagai tempat di mana penulis
melakuk penlitiannya. Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah
pertama-tama sebagai sebuah persyaratan dalam rangka menyelesaikan program
kesarjanaannya di STFK Ledalero, kedua, penulis berharap penelitian yang
dilakukan ini dapat memberikan dampak baik terhadap bagaimana umat,
khususnya umat KBG Ratu Para Rasul, memahami dan akhirnya mampu
menghayati ekaristi dan devosi rosario secara seimbang sehingga iman mereka
dapat bertumbuh dengan lebih baik.
Penulis bersyukur kepada Tuhan karena atas berkat dan tuntunan-Nya,
skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis patut mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam membantu proses penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih kepada Ignasius Ledot, S. Fil. Lic., selaku pembimbing skripsi ini
yang dengan penuh kesetiaan dan kesabaran telah membimbing penulis hingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa berkat sumbangan pikiran
dan tenaga dari pembimbing, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih yang sama pula penulis sampaikan kepada Rm. Antonius Marius
Tangi, Lic., Pr, yang telah bersedia menjadi penguji dan berkenan memberikan
dukungan berupa sumbangan pikiran demi perbaikan dalam penyelesaian karya
tulis ini.
Penulis juga berterima kasih kepada lembaga Sekolah Tinggi Filsafat
Katolik Ledalero dan lembaga Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret
yang telah mendukung penyelesaian skripsi melalui berbagai sarana dan prasarana
yang telah disediakan. Terima kasih juga kepada Mama Florentina Ortje, Bapa
Avelinus Moat Sareng, Mama Yustina Dhema,Saudari Theresia Yuliana Bhala dan
seluruh umat KBG Ratu Para Rasul yang telah membantu proses berjalannya
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Terima kasih kepada Bapa Yoap Daniel
Nope, Mama Irena Aloysia Nope Fenat, saudara dan saudari penulis, serta seluruh
sahabat, saudara/i yang telah senantiasa mendukung penulis melalui doa dan
berbagai motivasi sehingga pada akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan.
vii
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, segala bentuk kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca akan
menjadi masukkan yang sangat berharga bagi penulis demi penyempurnaan karya
tulis ini. Akhirnya, semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat kepada pembaca sekalian. Terima kasih dan selamat membaca. Tuhan
memberkati.
Ledalero, 24 Mei 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBARAN PENERIMAAN JUDUL ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
BAB I ............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 5
1.3 Metode Penulisan ................................................................................................ 5
1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................................... 6
BAB II ............................................................................................................................. 7
KOMUNITAS BASIS GEREJANI RATU PARA RASUL ............................................... 7
2.1 Selayang Pandang Tentang Komunitas Basis Gerejani Ratu Para Rasul ............. 7
2.12 Konteks Biblis Komunitas Basis Gerejani ........................................................... 9
2.1.3 Menurut Kitab Hukum Kanonik ........................................................................ 10
2.1.4 Menurut Dekrit Ad Gentes ................................................................................. 10
2.1.5 Menurut Redemptoris Missio ............................................................................. 11
2.1.6 Menurut Familiaris Consortio ........................................................................... 11
2.2 Sekilas Tentang Paroki ST. Mikael Nita ............................................................ 12
2.2.1 Gambaran Singkat Tentang Paroki St. Mikael Nita ........................................... 12
2.2.2 Para Pastor Yang Pernah Berkarya di Paroki St. Mikael Nita ............................ 13
2.2.3 Peluang dan Tantangan Pastoral ........................................................................ 14
2.2.4 Aspek Kehidupan Sosial Umat Paroki St. Mikael Nita pada Umumnya ............ 15
2.3 Sejarah Terbentuknya KBG Ratu Para Rasul .................................................... 17
2.4 Demografi KBG Ratu Para Rasul ...................................................................... 19
ix
2.4.1 Latar Belakang Pekerjaan .................................................................................. 24
2.5 Kehidupan Harian Umat KBG Ratu Para Rasul ................................................ 25
2.5.1 Aktifitas Harian Rumah ..................................................................................... 26
2.5.2 Aktifitas Bekerja ................................................................................................ 26
2.5.3 Kegiatan-Kegiatan Khusus ................................................................................ 26
2.5.4 Doa Bersama ..................................................................................................... 27
2.5.5 Perayaan Ekaristi ............................................................................................... 27
2.5.6 Kegiatan-Kegiatan Rohani Khusus .................................................................... 28
2.5.7 Relasi Antar Anggota KBG ............................................................................... 28
2.6 Suka Duka Hidup Berorganisasi Dalam KBG Ratu Para Rasul ......................... 28
2.7 Kesimpulan ................................................................................................................ 30
BAB III ........................................................................................................................... 31
TINJAUAN UMUM TERHADAP EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO .................... 31
3.1 Tinjauan Umum Terhadap Ekaristi .................................................................... 31
3.1.1 Pengertian Ekaristi............................................................................................. 31
3.1.2 Sejarah Ekaristi.................................................................................................. 32
3.1.2.1 Perayaan Ekaristi Dalam Gereja Perdana .......................................................... 33
3.1.2.2 Perayaan Ekaristi Pada Abad-Abad Pertama ..................................................... 35
3.1.2.3 Perayaan Ekaristi Pada Abad IV-VI .................................................................. 36
3.1.2.4 Perayaan Ekarsti Pada Abad Pertengahan.......................................................... 38
3.1.2.5 Perayaan Ekaristi Pada Abad XVI-XX .............................................................. 39
3.1.2.6 Perayaan Ekaristi Dalam Semangat Konsili Vatikan II ..................................... 40
3.1.3 Struktur Dasar Ekaristi ...................................................................................... 42
3.1.3.1 Ritus Pembuka ................................................................................................... 42
3.1.3.2 Liturgi Sabda ..................................................................................................... 44
3.1.3.3 Liturgi Ekaristi .................................................................................................. 47
3.1.3.4 Ritus Penutup .................................................................................................... 53
3.1.4 Ekaristi Dalam Kehidupan Umat Kristen .......................................................... 53
3.2 Tinjauan Umum Terhadap Devosi Rosario........................................................ 55
3.2.1 Pengertian Devosi Rosario ................................................................................ 55
3.2.2 Latar Belakang Dan Sejarah Devosi Rosario ..................................................... 56
3.2.3 Peristiwa-Peristiwa Dalam Rosario ................................................................... 59
3.2.3.1 Peristiwa Mulia.................................................................................................. 59
x
3.2.3.2 Peristiwa Terang ................................................................................................ 59
3.2.3.3 Peristiwa Gembira ............................................................................................. 60
3.2.3.4 Peristiwa Sedih .................................................................................................. 61
3.2.5 Rosario Sebagai Doa Umat ................................................................................ 62
3.2.6 Rosario Dalam Kaitannya Dengan Perayaan Ekaristi ........................................ 63
3.2.6.1 Rosario "Laudato Si" ......................................................................................... 63
3.2.6.2 Peran Maria Dalam Kisah Injil Yohanes ........................................................... 64
3.2.6.3 Devosi Rosario Dan Ekaristi ............................................................................. 65
3.3 Kesimpulan ................................................................................................................ 66
BAB IV ........................................................................................................................... 67
EKARISTI DAN DEVOSI DI MATA UMAT KBG RATU PARA RASUL .................. 67
4.1 Penjabaran Hasil Data Penelitian Terhadap Umat KBG Ratu Para Rasul
Mengenai Ekaristi dan Devosi Rosario .............................................................. 67
4.1.1 Partisipan dan Instrumen Penelitian................................................................... 67
4.1.2 Prosedur Penelitian ............................................................................................ 68
4.1.3 Hasil Penelitian.................................................................................................. 68
4.2 Pemahaman dan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap Perayaan
Ekaristi ..................................................................................................................
........................................................................................................................... 85
4.2.1 Pemahaman Terhadap Perayaan Ekaristi ........................................................... 86
4.2.2 Penghayatan Terhadap Ekaristi ......................................................................... 86
4.3 Pemahaman dan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap Devosi
Rosario ..................................................................................................................
........................................................................................................................... 87
4.3.1 Pemahaman Terhadap Devosi Rosario .............................................................. 87
4.3.2 Penghayatan Terhadap Devosi Rosario ............................................................. 88
4.4 Evaluasi dan Tanggapan Penulis ....................................................................... 88
BAB V ........................................................................................................................... 92
PENUTUP ....................................................................................................................... 92
5.1 Kesimpulan........................................................................................................ 92
5.2 Usul dan Saran................................................................................................... 99
5.2.1 Bagi Umat KBG Ratu Para Rasul ...................................................................... 99
5.2.2 Bagi Lembaga-Lembaga Pendidikan ............................................................... 100
5.2.3 Bagi Pastor Paroki St. Mikael Nita .................................................................. 100
xi
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 102
Lampiran 1 ..................................................................................................................... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum kita memahami term "umat" sebagai kumpulan
manusia-manusia. Dalam lingkup kehidupan Gereja, umat berarti kumpulan
manusia yang percaya akan Kristus, mereka pun turut menjadi pengikut Kristus,
termasuk kelompok tertahbis maupun yang tak tertahbis (awam beriman). Kaum
awam beriman bersama para rohaniwan serta biarawan/i, membentuk satu Umat
Allah dan Tubuh Kristus. 1 Umumnya term "umat" lebih mengarah kepada
kelompok awam beriman, atau mereka yang tidak tertahbis. Kelompok umat awam
senantiasa berkumpul bersama untuk menjalin hubungan tidak saja dengan Kristus,
tetapi juga dengan sesama kelompok umat awam beriman. Dengan adanya
hubungan yang terjalin tersebut maka umat awam dapat bersama-sama
menjalankan suatu tugas yang merupakan tugas utama umat awam yakni
mewartakan karya keselamatan kepada dunia. Dekrit Apostolicam Actuositatem
mengatakan bahwa kaum awam menerima tugas serta haknya untuk merasul
berdasarkan persatuan mereka dengan Kritus Kepala. Persatuan yang dimaksud
tersebut diterima oleh umat dalam babtis dan penguatan sakramen-sakramen2
Berdasarkan pemahaman tentang tugas utama umat awam tersebut, maka
umat awam menjadi sebuah unsur penting bagi kaum klerus dalam membangun
suatu hirarki Gereja. Umat awam senantiasa menjadi objek utama karya
keselamatan dan di saat yang sama pula mengambil peran dalam pewartaan
keselamatan bagi sesama umat. Dalam misi membangun dan mewartakan Kerajaan
Allah, kaum klerus memiliki hubungan yang kuat dan dapat dikatakan tak
terpisahkan dengan umat awam. Kaum klerus adalah gembala bagi umat awam, dan
1Yohanes Paulus II, "Christi Fidelis Laici" Himbauan Apostolik Pasca Sinode tentang Panggilan
dan Tugas Kaum Awam Beriman di dalam Gereja dan di dalam Dunia., penerj. Piet Go (Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1989), hal. 62. 2
Tahta Suci, Apostolicam Actuositatem., penerj. R. Hardawiryana (Jakarta: Departemen
Dokumentasi Dan Penerangan KWI, 1991), hal. 7.
2
sebaliknya umat awam adalah domba yang harus digembalakan oleh kaum klerus.
Bila domba hidup tanpa gembala, ia akan tersesat.3
Agar umat awam mampu menjalankan tugasnya dalam mewartakan
Kerajaan Allah, maka menjadi amat penting bagi Gereja untuk mampu
memberikan tuntunan dan bimbingan agar umat awam dapat senantiasa berada
dalam alur pemahaman yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran yang diberikan oleh
Gereja. Pemahaman-pemahaman ini penting diberikan kepada umat awam agar
mereka tidak memiliki penafsiran, pemahaman, atau konsep yang keliru berkaitan
dengan apa yang diajarkan oleh Gereja. Dampak buruk dari ketidakmampuan umat
awam dalam memahami ajaran-ajaran Gereja dengan benar adalah kesesatan.
Salah satu hal mendasar yang paling penting untuk dipahami oleh umat
adalah ekaristi. Ekaristi menjadi puncak dari seluruh rangkaian ziarah umat Allah.
ekaristi adalah puncak perayaan iman Kristen yang di dalamnya umat Allah
bersama-sama berkumpul dan menghayati kembali rangkaian peristiwa
penyelamatan yang dibuat oleh Kristus. Oleh karena ekaristi adalah puncak dari
penghayatan iman umat Kristus maka ekaristi dapat disebut sebagai sebuah
perayaan iman. Dalam keterlibatannya, umat awam diharapkan mampu
benar-benar menghayati peryaaan suci ini. Maka, Gereja dalam hal ini kaum klerus,
harus dapat memberikan pengajaran kepada umat awam tentang
pemahaman-pemahaman yang benar tentang ekaristi. Pemahaman-pemahaman
yang benar yang dimaksudkan adalah mengenai ekaristi, mengapa ekaristi itu
penting dan apa tujuannya sehingga seluruh umat Kristus perlu merayakannya.
Umat awam perlu memahami mengapa ekaristi menjadi hal penting dan
mendasar. Hal ini dimaksudkan agar umat awam tidak salah memahami dan
berpikir bahwa dalam hidup imannya kepada Kristus, ada hal penting atau
mendasar lain di samping ekaristi. Perlu juga dipahami oleh segenap umat bahwa
segala hal yang membantu pertumbuhan iman umat harus menghantar mereka
kepada penghayatan ekaristi yang tepat. Permasalahan yang seringkali muncul
adalah bahwa umat terkadang begitu mudah terlena dengan aspek-aspek lain di luar
ekaristi yang meskipun hal itu membantu pertumbuhan iman mereka, di sisi lain,
hal itu justru mengaburkan pemahaman umat dan pada akhirnya mengurangi
3bdk. Yoh. 10: 11-18
3
penghayatan mereka terhadap ekaristi. Penulis dalam hal ini mengambil salah satu
aspek yakni kegiatan devosi, khususnya devosi rosario.
Berdoa rosario telah menjadi salah satu kebiasaan rutin yang dijalankan
oleh segenap umat beriman dari masa ke masa. Rosario juga menjadi salah satu doa
yang populer didaraskan oleh umat beriman dari berbagai kalangan. St. Yohanes
Paulus II dalam surat apostoliknya Rosarium Virginis Mariae mengatakan:
"Sebagai devosi populer, doa rosario sangat sederhana, tetapi memiliki kedalaman
teologis suatu doa, yang serasi bagi mereka yang memerlukan kontemplasi yang
lebih mendalam."4
Dalam berdoa rosario, umat memberikan penghormatannya kepada Bunda
Tersuci Perawan Maria, dan juga menyampaikan segala permohonan mereka
kepada Maria untuk dihantarkan kepada Puteranya, Yesus Kristus. Dalam doa
rosario terjalin suatu hubungan ibu dan anak antara Maria dan umat. Maria hadir
sebagai sosok ibu yang begitu dekat dan bersedia mendengarkan seluruh perkara
putra-putrinya. Relasi yang menggambarkan hubungan antara ibu dan anak ini
membuat umat merasa begitu dekat dengan kehadiran Maria dalam doa rosario.
Aspek terpenting dalam praktek devosi rosario yang perlu secara hati-hati
diperhatikan oleh umat adalah bahwa umat tidak boleh kehilangan arah dan tujuan
yang ada dibalik praktek devosi ini. Hal ini terjadi karena dalam devosi rosario
umat dapat dengan mudah terlena dalam ikatan emosional dengan obyek devosi
yakni Maria sehingga penghayatan umat hanya sebatas pada perasaan yang terjalin
antara umat dan obyek devosi itu dan melupakan inti penghayatan yang utama
yakni iman kepada Kristus.5
Devosi rosario dan perayaan ekaristi sama-sama menuntut penghayatan
umat dalam pelaksanaannya. Dengan menghayati perayaan ekaristi umat akan
sungguh mampu berada dalam pengalaman kehadiran Kristus yang telah wafat dan
bangkit dan dikenangkan kembali dalam seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi.
Penghayatan yang benar akan hal ini akan mengantarkan umat kepada rasa syukur
yang dalam dan semangat untuk mewartakan kabar penyelamatan dalam tugas
perutusannya sebagai umat Allah. Di samping itu, penghayatan yang benar
4Paus Yohanes Paulus II, Surat Apostolik: Rosarium Virginis Mariae., penerj. Ernest Mariyanto
(Jakarta: Departemen Dokumentasi Dan Penerangan KWI, 2003), hlm. 42. 5Remigius Ceme, Merangkai Identitas Maria (Maumere: Penerbit Ledalero,2017), hlm. 110.
4
terhadap praktek devosi rosario akan menghantarkan umat pada pertumbuhan iman
yang sejati yang berpusat pada Allah saja. Allah melalui perantaraan Maria
senantiasa menjadi figur Bapa yang mendengarkan segala permohonan
anak-anakNya.
Agar umat awam dapat masuk kepada sebuah penghayatan yang benar
ketika melaksanakan devosi rosario dan perayaan ekaristi maka pertama-tama
mereka perlu memahami apa yang menjadi makna dibalik kebutuhan mereka dalam
melaksanakan kedua hal tersebut. Pemahaman ini perlu agar umat tidak salah
dalam memandang tujuan atau makna dari kedua hal ini. Kekhawatiran yang
muncul adalah terdapat kemungkinan bahwa umat akan lebih mementingkan salah
satu dari dua hal ini dan mengabaikan yang lainnya. Melalui
pengalaman-pengalaman pastoral dan perbincangan-perbincangan di tengah umat,
penulis melihat adanya kecenderungan-kecenderungan berkaitan dengan
ketidakpahaman umat tentang tingkatan-tingkatan atau prioritas-prioritas hidup
menggereja. Di antaranya yaitu apakah umat sudah merasa cukup dengan rajin
mendoakan doa rosario sehingga tidak perlu mengikuti perayaan ekaristi atau
sebaliknya umat merasa tidak perlu melakukan devosi karena sudah merayakan
ekaristi. Adanya kecenderungan-kecenderungan tersebut membuat penulis merasa
terpanggil untuk mendalami tema ini dan mencoba membantu umat untuk melihat
hubungan yang ada diantara kedua hal ini. Penulis merasa penting bahwa
pemahaman yang benar ini dipahami pertama-tama oleh kelompok terkecil dalam
komunitas Gereja. Oleh sebab itu langkah awal yang harus dilakukan oleh Gereja
adalah mengajarkan kepada umat dimulai dalam kelompok-kelompok terkecil
dalam organisasi Gereja yaitu Komunitas Basis Gerejawi atau KBG.
Penulis melalui tulisan ini ingin melihat secara lebih mendalam bagaimana
umat awam (dalam hal ini kelompok terkecil dalam organisasi Gereja) memahami
dan juga menghayati Ekaristi dan devosi Rosario. Untuk memperoleh data tersebut,
penulis melakukan sebuah penelitian terhadap umat di KBG Ratu Para Rasul,
sebuah KBG yang berada di, Lingkungan Ritapiret, Paroki St. Mikael Nita
Keuskupan Maumere. KBG Ratu Para Rasul sendiri berada di dalam naungan
Paroki St. Mikael, Nita. Atas dasar itu, penulis memilih judul EKARISTI DAN
5
DEVOSI ROSARIO DI MATA UMAT KBG RATU PARA RASUL sebagai
judul untuk tulisan ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penelitian dan penulisan ini adalah untuk menjelaskan
seperti apa penghayatan umat KBG Ratu Para Rasul terhadap devosi rosario dan
perayaan ekaristi kepada para pembaca tulisan ini. Bagi umat di KBG Ratu Para
Rasul tulisan ini akan berguna karena penulis, melalui tulisan ini menerangkan
makna dan arti dari devosi rosario dan perayaan ekaristi dan menunjukkan
hubungan yang ada diantara kedua hal tersebut. Penulis berharap tulisan ini dapat
menambah pemahaman umat di KBG Ratu Para Rasul tentang devosi rosario dan
perayaan ekaristi.
Adapun tujuan-tujuan khusus dari penelitian dan penulisan ini adalah
sebagai berikut:
Bagi penulis tulisan ini dihasilkan untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada Sekolah
Tinggi Filsafat Katolik Ledalero-Maumere
Tulisan ini akan sangat membantu pastor paroki setempat untuk
melihat dan membimbing umat dalam mengembangkan
penghayatan iman yang benar terhadap devosi rosario dan perayaan
ekaristi.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam menyelesaikan karya tulis ini adalah studi
kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode studi kepustakaan digunakan dalam
kaitan dengan pendekatannya yang bersifat deduktif di mana penulis dalam
melakukan penulisan akan berangkat dari teori yang diperoleh dari sumber-sumber
kepustakaan, dan berdasarkan teori tersebut turun ke lapangan untuk
mengumpulkan data 6 . Dalam menyelesaikan karya tulisan ini, penulis
pertama-tama mengumpulkan teori-teori berkaitan dengan ekaristi dan devosi
rosario dari sumber kepustakaan dan kemudian turun ke lapangan untuk melakukan
6Bernard Raho, Sosiologi (Maumere: Penerbit Ledalero,2016), hlm. 30.
6
penelitian. Objek penelitian adalah umat yang ada di KBG Ratu Para Rasul. Dalam
melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode kuisioner dan wawancara
untuk mengumpulkan data.
1.4 Sistematika Penulisan
Seluruh karya tulis ini dibagi dalam lima bab yang dirinci sebagai berikut:
Bab I, merupakan pendahuluan. Dalam bab ini penulis memberikan latar
belakang dari penulisan karya ini. Di dalamnya penulis menyertakan alasan-alasan
mengapa penulis memilih tema ini untuk dijadikan suatu karya tulis. Disertakan
pula di dalam bab ini, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II, merupakan pembahasan berkaitan dengan umat yang menjadi objek
penelitian penulis, yaitu umat di KBG Ratu Para Rasul. Di dalamnya penulis
memberikan gambaran mengenai situasi umat di KBG ini. Penulis juga akan
memberikan sekilas gambaran mengenai Paroki St. Mikael Nita, paroki di mana
KBG Ratu Para Rasul bernaung.
Bab III, merupakan tinjauan-tinjauan umum berkaitan dengan ekaristi dan
devosi rosario. Di dalamnya, penulis memberikan penjelasan-penjelasan yang lebih
rinci berkaitan dengan kedua hal ini. Penulis juga akan membahas bagaimana
ekaristi dan rosario tersebut berperan dalam hidup umat Kristen, serta memberikan
beberapa penjelasan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dalam devosi rosario.
Bab IV, merupakan pembahasan mengenai hasil penelitian penulis
berkaitan dengan tema besar yang dipilih yakni, Ekaristi dan Devosi Rosario Di
Mata Umat KBG Ratu Para Rasul. Di dalamnya penulis menerangkan bagaimana
umat di KBG Ratu Para Rasul memahami dan menghayati ekaristi dan devosi
rosario. Pada bagian akhir dari bab ini, penulis menyertakan evaluasi dan
tanggapan penulis sendiri berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan.
Bab V, merupakan bagian penutup dari rangkaian penulisan karya tulis ini
yang berisikan kesimpulan dan usul saran dari penulis.
7
BAB II
KOMUNITAS BASIS GEREJANI RATU PARA RASUL
2.1 Selayang Pandang Tentang Komunitas Basis Gerejani Ratu Para
Rasul
Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran mengenai KBG Ratu
Para Rasul dimulai dengan memberikan sekilas gambaran tentang paroki St.
Mikael Nita di mana KBG Ratu Para Rasul berada, lalu penulis menggambarkan
situasi KBG Ratu Para Rasul di awal berdirinya, dan memberikan berbagai data
berkaitan dengan demografi dari KBG Ratu Para Rasul. Namun, sebelum masuk
ke dalam pembahasan tersebut penulis memberikan sedikit definisi tentang KBG
itu sendiri. Dalam mendefinisikan KBG, penulis mengambil beberapa sumber
yakni Kitab Hukum Kanonik, Dekrit Ad Gentes, Redemptoris Missio, dan
Familiaris Consortio. Alasan mengapa penulis memilih sumber-sumber tersebut
adalah karena beberapa dari dokumen-dokumen tersebut seperti Redemptoris
Missio dan Familiaris Consortio berbicara langsung tentang KBG dan apa peran
umat melalui KBG. Sedangakan Kitab Hukum Kanonik dan Ad Gentes dipilih
karena keduanya dilihat cukup untuk menggambarkan seperti apa kerjasama yang
semestinya terjalin antara gembala dan umat yang terbagi ke dalam
wilayah-wilayah teritorial (KBG).
2.1.1 Komunitas Basis Gerejani
Philipus Panda Koten mendefinisikan KBG sebagai satuan umat yang
relatif kecil dan inklusif, yang bertemu secara berkala (tetap dan teratur) untuk
berbagi masalah-masalah hidup harian dan bersama-sama mencari pemecahannya
dalam terang Sabda Allah (Kitab Suci).7
Ada empat ciri KBG berdasarkan definisi di atas.8Pertama, KBG adalah
sebuah persekutuan umat yang relatif kecil, inklusif, dan warganya bertemu secara
berkala. Frase relatif kecil sering diartikan sebagai yang terdiri atas 10-20 keluarga.
7 Philipus Panda Koten, “Memahami KBG sebagai Pilar Karya Pastoral”, Jurnal Ledalero, Vol.
8, No. 2, Desember 2009, hlm. 198. 8 Ibid.,hlm. 198-199.
8
Usaha untuk membentuk kelompok-kelompok kecil sebagai umat basis tidak
mempunyai maksud lain selain membuka kemungkinan agar orang-orang Kristen
sungguh bisa hidup bersama dalam semangat Kristus dengan melibatkan seluruh
anggotanya.9 Sifat inklusif merujuk pada situasi dialog dan kerja sama dengan
siapa saja untuk memecahkan masalah dalam hidup bersama. Frase bertemu secara
berkala merujuk pada pertemuan mingguan.
Kedua, inspirasi dasar untuk refleksi dan aksi KBG adalah Kitab Suci. Jadi,
di dalam setiap pertemuan KBG, umat berusaha untuk menyelidiki solusi yang
ditawarkan oleh Allah dalam Kitab Suci bagi masalah dalam hidup bersama. Umat
yang berkumpul secara berkala dalam satu KBG berusaha mendalami Kitab Suci
bukan hanya dari koleksi buku-buku ilmiah-biblis, melainkan terlebih dari
kehidupan konkret sehari-hari. Pengalaman-pengalaman dengan eksegese berbasis
rakyat memunculkan pertanyaan: bagaimana pembaca biasa (umat)
memperlakukan Kitab Suci dan bagaimana Kitab Suci memperlakukan pembaca
biasa?10
Untuk bisa menghayati ciri kedua di atas, ciri ketiga KBG adalah bahwa
umat diharapkan memiliki pemahaman yang memadai tentang situasi riil
kehidupan bersama. Dalam bahasa teologis, umat mesti memahami secara baik
konteks mereka sebab konteks menjadi sumber serentak sasaran dalam berteologi
(pastoral).11
Keempat, arah perjuangan KBG adalah kebaikan bersama dan
penghargaan terhadap sesama tanpa memandang status dan peranan pastoral
apapun. Betapa pun keanekaragaman orang dan peranan, tugas dan fungsi di dalam
Gereja secara keseluruhan adalah membawa umat manusia untuk berkumpul
bersama sebagai satu keluarga Allah.12
9 Georg Kirchberger, Allah Menggugat Sebuah Dogmatik Kristiani (Maumere: Penerbit
Ledalero, 2007), hlm. 621. 10
John Mansford Prior, Menjebol Jeruji Prasangka: Membaca Alkitab dengan Jiwa (Maumere:
Penerbit Ledalero, 2010), hlm. 5. 11
Paulus Budi Kleden, “”Yang Lain” sebagai Fokus Berteologi Kontekstual di Indonesia”,
Jurnal Ledalero, Vol. 9, No. 2, Desember 2010, hlm. 158-159. Keterangan dalam kurung
berasal dari penulis. 12
John Powell, Visi Kristiani, Kebenaran yang Memerdekakan Kita (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1997), hlm. 192.
9
2.12 Konteks Biblis Komunitas Basis Gerejani
Pembentukan Komunitas Basis Gerejani diinspirasi dari Kitab Suci
Perjanjian Baru, terutama dari Kisah Para Rasul yang berbunyi,
"Mereka bertekun dalam persekutuan, tetap bersatu hati,
berkumpul bersama-sama (bidang persekutuan), bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul (bidang pewartaan), selalu berkumpul
untuk memecahkan roti dan berdoa, memuji Allah (bidang
liturgi), membagi-bagi sesuai dengan keperluan masing-masing
(bidang pelayanan), mereka disukai semua orang
(kesaksian)”.13
Selain itu dalam Kis 4:32-37, ditonjolkan bahwa "Komunitas Jemaat Perdana
senantiasa sehati dan sejiwa.
Roma 12:3-13 memberikan tekanan ”Gereja sebagai suatu persekutuan."
sedangkan surat Santo Paulus kepada umat di Korintus, menekankan Gereja
sebagai suatu tubuh:
"Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya
banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan
suatu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita
semua, baik orang Yahudi, mau pun orang Yunani, baik budak,
maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita
semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak
terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. Allah telah
menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota yang
tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi
perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang
berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota
menderita, semua turut menderita; jika satu anggota dihormati,
semua anggota turut bersukacita. Kamu semua adalah tubuh
Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”.14
Dari kutipan-kutipan tersebut dapat diambil suatu gambaran tentang misi
Komunitas Basis Gerejani, yaitu: suatu kesatuan dalam Roh yang terarah kepada
Bapa, di mana semua anggota menjadi kawanan orang-orang kudus, keluarga Allah
dengan dasar ajaran Para Rasul (apostolik) dan para nabi, di dalam Kristus sebagai
pemimpin di mana tubuh seluruh bangunan menjadi Bait Allah yang kudus.
13
bdk. Kis 2:42-47 14
bdk. 1 Kor 12:12-30
10
2.1.3 Menurut Kitab Hukum Kanonik
Dalam Kitab Hukum Kanonik nomor 518 tertulis "Pada umumnya paroki
hendaknya bersifat teritorial, yakni mencakup semua orang beriman kristiani
wilayah tertentu".15 Walaupun dituliskan secara tersirat, bisa dipahami KBG
sebagaimana dimaksud dengan "semua orang beriman kristiani wilayah tertentu".
Hadirnya KBG berguna untuk menghimpun umat yang tersebar diberbagai
wilayah paroki dalam kehidupan kesehariannya, sehingga umat yang tersebar
dalam berbagai KBG tersebut merasa menjadi bagian dari kehidupan Gereja.
KBG dibentuk agar imam yang bertugas sebagai pastor paroki dapat menjalankan
tugas kegembalaannya dengan lebih terstruktur. Karya kegembalaan yang
dimaksud seperti misalnya pelayanan doa, katekese, perayaan ekaristi dalam
kelompok.
2.1.4 Menurut Dekrit Ad Gentes
Dekrit Ad Gentes mengungkapkan bagaimana umat sebagai bagian dari
anggota Gereja membutuhkan KBG sebagai salah satu sarana untuk dapat
menjalankan tugas-tugas gerejawi mereka di tengah dunia:
Hendaknya para misionaris, yang bekerja sama dengan Allah,
membangun umat beriman sedemikian rupa, sehingga ...
mereka dengn pantas menunaikan tugas-tugas keimanan,
kenabian dan rajawi, yang oleh Allah dipercayakan kepada
mereka. Begitulah komunitas kristiani menjadi tanda kehadiran
Allah di dunia.16 (AG.15)
Sebagai bagian dari Gereja, umat kristiani memiliki peran penting untuk
mewartakan kabar gembira hingga kepelosok dunia. KBG merupakan sarana di
mana umat dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menjalankan tugas
mereka. Di samping itu kehadiran KBG dapat dikatakan sebagai sebuah tanda
keadiran Tuhan di tengah masyarakat setempat.
15
Kitab Hukum Kanonik., penerj. V. Kartosiswoyo et. al., cetakan XII (Jakarta: Obor, 2004) hlm.
168. 16
Ad Gentes, dalam R. Hardawiryana (penerj.) Dokumen Konsili Vatikan II, cetakan XII (Jakarta:
Penerbit Obor, 2013), hlm. 433.
11
2.1.5 Menurut Redemptoris Missio
Terdapat beberapa hal yang dapat diambil dari ensiklik Redemptoris
Missio berkaitan dengan peran KBG. Melalui ensiklik tesebut, Paus Yohanes
Paulus II mengatakan bahwa:
Komunitas-komunitas Basis Gerejawi merupakan tanda adanya
daya di dalam kehidupan Gereja, suatu sarana pembinaan dan
penginjilan, dan suatu titik pangkal yang kokoh bagi suatu
masyarakat baru yang dilandaskan pada "peradaban cinta".
Komunitas-komunitas ini mendesentralisasikan dan mengatur
komunitas paroki; pada paroki itulah mereka senantiasa
menyatukan diri17(RM.51)
KBG pada dasarnya menjadi tanda yang menunjukkan bahwa Gereja sedang
dalam misinya yakni mewartakan kabar gembira kepada dunia. KBG menjadi
bukti bahwa iman akan Kristus sedang bertumbuh di tengah-tengah umat beriman.
Oleh sebab itulah dikatakan bahwa umat yang berada dalam komunitas-komunitas
basis merupakan daya bagi kehidupan Gereja.
Selanjutnya Paus Yohanes Paulus II mengatakan, "Di dalam
komunitas-komunitas basis, orang kristen secara pribadi mengalami kebersamaan
dan karena itu merasakan bahwa ia sedang memainkan suatu peranan yang aktif
dan didorong untuk ikut ambil bagian dalam tugas bersama.".18
Melalui ungkapan
ini dapat dilihat bahwa KBG hadir sebagai tempat di mana umat akan merasa
sebagai bagian dari kehidupan Gereja. KBG secara langsung menjadi penghubung
antara umat dan kaum klerus. Dengan adanya KBG, Gereja merangkul seluruh
umat sehingga tak ada umat yang merasa diasingkan dari Gereja yang merupakan
kehidupan imannya.
2.1.6 Menurut Familiaris Consortio
Amanat Apostolik Familiaris Consortio mengungkapkan bagaimana KBG
yang terbentuk di tiap-tiap paroki harus dapat menjadi rumah bagi umat yang
sendirian. Definisi umat yang sendirian ini merujuk pada umat yang tidak
memiliki sanak saudara di sekitarnya, para perantau dan pengembara, dan secara
17
Yohanes Paulus II, Redemptoris Missio, penerj. Alfons S. Sahardi dan Fransiskus Borgias
(Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1992), hlm. 61. 18
Ibid.
12
khusus terhadap mereka yang terpinggirkan dari masyarakat. Paus Yohanes
Paulus II berkata,
Bagi mereka yang tidak mempunyai keluarga dalam arti biasa,
pintu Keluarga Besar yakni Gereja, harus terbuka makin lebar.
Gereja yang dimaksudkan adalah Gereja yang menemukan
perwujudan konkret dalam keluarga keuskupan dan paroki,
dalam komunitas-komunitas basis gerejawi dan dalam gerakan
kerasulannya. Gerejalah rumah tangga dan keluarga bagi siapa
saja, khususnya bagi mereka yang "letih, lesu dan berbeban
berat.19(FC.85)
KBG menjadi rumah bagi mereka dan menjadi sarana agar umat yang
sendirian tersebut dapat lebih mengenal Gereja di mana ia berada. Sehingga
dengan itu semua umat tanpa terkecuali menjadi satu sebagai keluarga dalam
kehidupan bersama gerejawi.
2.2 Sekilas Tentang Paroki ST. Mikael Nita
Pada bagian ini penulis akan masuk ke dalam pembahasan mengenai KBG
Ratu Para Rasul dengan memberikan gambaran seputar Paroki St. Mikael Nita
dan gambaran sederhana berkaitan dengan umat Paroki St. Mikael Nita secara
keseluruhan, kemudian penulis akan mulai membahas sejarah berdirinya KBG
Ratu Para Rasul dan memberikan gambaran tentang demografi dan kehidupan
harian umat KBG Ratu Para Rasul.
2.2.1 Gambaran Singkat Tentang Paroki St. Mikael Nita20
Paroki St. Mikael Nita terbentuk pada tahun 1915. Sebelumnya, bangunan
gereja merupakan sebuah kapela dan menjadi bagian dari paroki Koting. Pastor
pertama yang bertugas itu adalah P.Mertens, SVD. Umat saat itu masih banyak
yang masih kafir dan memeluk kepercayaan-kepercayaan tradisional. Namun,
berkat usaha pendekatan dan kerja keras dari pastor paroki, banyak umat yang
pada akhirnya dipermandikan. Setelah itu dibentuk komunitas-komunitas rohani
seperti Santa Ana dan Konggregasi Santa Maria.
19
Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, penerj. R. Hardawiryana (Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1993), hlm. 26-27. 20
Profil St. Mikael Nita (ms), 2017. hlm. 1-10
13
Pada awal berdirinya, umat kala itu berasal dari kelompok-kelompok kecil
yang berdiam di sekitar wilayah Gereja St. Mikael yang terbagi menurut
suku-suku dan marganya yang disebut dengan Kloang. Kloang-kloang tersebut
semakin bertambah jumlahnya sehingga seiring dengan perkembangannya,
terbentuklah kampung-kampung dengan namanya masing-masing seperti
misalnya Nita, Tebuk, Nitakloang, Rane, Rotat, Natawulu, Nilo, Lirikelan,
Guru/Guur Bledot.
Nama Paroki adalah Paroki St. Mikael Nita. Nama Nita berhubungan
dengan nama kampung Nita yang pada awal terbentuknya, merupakan suatu
wilayah kediaman beberapa kelompok suku yang bermukim di sekitar pohon yang
disebut pohon Nita. Wilayah tersebut kemudian menjadi Kampung Nita.
Sedangkan nama St. Mikael dipilih menjadi malaikat pelindung paroki. Pastor
Paroki yang melayani saat ini adalah Rm. Stefanus Lebuan.
2.2.2 Para Pastor Yang Pernah Berkarya di Paroki St. Mikael Nita
Berikut ini adalah nama-nama para pastor yang pernah berkarua di Paroki
St. Mikael Nita:
RP. Mertens RP. Grotman RP. Haimarkers RP. Groot RP. Rovinus RP. Otto Bauer RP. Gitmann RP. Skauter RP. Fauster RP. Luters RP. Yan Lan RP. Frigauten, RP. Daniel Kiti RP. Tarsisius Djuan Udjan RD. Yosef Lalu RD. Yan Delau RD. Cyrillus Meo Mali RD. Yan Mbenu RD. Yakobus Soba RD. Hendrikus Sengga RD. Ephifanus Nale Rimo
14
RD. Marselinus Wera RD. Christian Rudi Parera RD. Yohanes Maria Vianey Lobo RD. Dominikus Dange RD. Antonius Marius Tangi RD. Stefanus Lebuan
Melalui daftar para gembala yang pernah berkarya di Paroki St. Mikael
Nita dapat diketahui bahwa dalam perjalanannya Paroki St. Mikael Nita berdiri di
bawah semangat hidup para imam SVD dan juga imam Diosesan. Hal ini dapat
dilihat dari para gembala yang datang dari serikat SVD dan para imam Diosesan.
Peras dan karya para pastor-pastor tersebut berpengaruh terhadap bagaimana
keadaan dan situasi Paroki St.Mikael Nita hingga pada detik ini. Gereja melalui
pastor-pastor tersebut telah membantu membangun kehidupan umat tidak hanya
secara fisik melainkan juga secara mental.
2.2.3 Peluang dan Tantangan Pastoral
Peluang Pastoral
o Bidang Ekonomi
Tekstur tanah yang mendukung usaha tani dan dekat
dengan sarana pasar.
o Bidang Budaya
Adat dan kebiasaan umum masyarakat tidak menghalangi
perkembangan iman umat.
o Bidang Keagamaan
Kesadaran umat akan pentingnya agama bagi hidupnya
semakin meningkat.
Tantangan Pastoral
o Bidang Ekonomi
Tantangan yang paling berat dihadapi oleh umat saat ini
adalah menurunnya harga komoditi dan menurunnya
produksi.
o Bidang Politik
15
Tantangan berat dalam bidang politik yang dihadapi saat ini
adalah kurangnya minat politk dan kesadaran umat untuk
memilih pemimpin yang berwibawa dan bijaksana masih
kurang.
o Bidang Relasi Sosial
Dalam bidang relasi sosial tantangan yang masih dialami
saat ini adalah merosotnya nilai kebersamaan dan
kepedulian terhadap sama saudara yang menderita semakin
berkurang.
o Bidang Budaya
Dalam bidang budaya tantangan yang masih dialami saat
ini adalah berkurangnya kebiasaan gotong-royong, adanya
tekanan ekonomi keluarga dan menurunnya rasa memiliki.
o Bidang Keagamaan
Dalam bidang keagamaan tantangan yang masih dialami
saat ini adalah masih banyak umat yang belum menghayati
iman kristianinya dalam artian masih banyak umat yang
menghadiri perayaan ekaristi pada perayaan-perayaan
tertentu saja dan partisipasi umat dalam doa bersama di
KBG masih kurang.
2.2.4 Aspek Kehidupan Sosial Umat Paroki St. Mikael Nita pada Umumnya
Ada pun beberapa aspek kehidupan yang menggambarkan secara
sederhana tentang kehidupan umat Paroki St. Mikael Nita pada umumnya:
Aspek Sosial-Budaya
Sebagian besar masyarakat masih memegang teguh warisan adat dan
budaya dari nenek moyang dalam berbagai hal. Hal ini dapat dilihat dari
ritual-ritual adat yang dibuat untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti upacara
kelahiran, tahapan-tahapan pernikahan (peminangan, pembelisan, pernikahan),
dan upacara kematian (penguburan, malam keempat, dan malam keempat puluh).
16
Aspek Sosial-Ekonomi
Pada umumnya umat di Paroki St. Mikael Nita memiliki mata pencaharian
utama sebagai petani, peternak, pedagang keliling dan tukang ojek. Sumber
pendapatan umat diperoleh dari kebun yang dimiliki oleh sebagian besar umat.
Beberapa produk utama yang dihasilkan di kebun-kebun umat yakni kakao, kopra,
pisang, ubi, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Aspek Sosial-Edukatif
Berkaitan dengan tingkat pendidikan umat di Paroki St. Mikael Nita,
umumnya umat memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda. 80% umat
menempuh pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD), 10% umat menempuh
pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), 6% umat
menempuh pendidikan hingga ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMA), dan
4% dari umat menempuh pendidikan hingga ke tingat perguruan tinggi dan
memperoleh gelar sarjana.
Di wilayah Paroki St. Mikael Nita juga terdapat beberapa sekolah dari
berbagai tingkat yaitu 6 SD (TKK Nita 1, TKK Boa Joang, TKK Teras Tebuk,
TKK Todang, TKK Satap Natawulu, dan TKK Nita), 11 SD (SDK Nita 1, SDK
Nita 2, SDK Tebuk, SDI Solot, SDI Nogodue, SDK Nitakloang, SDI Nitakloang,
SDN Natawulu, SDI Natawulu, SDK Nilo, dan SDN Lirikelan), 2 SMP (SMPN 1
Nita dan SMPK Kimang Buleng), dan 1 SMA (SMAN 1 Nita).
Aspek Sosial-Religius
Umat Paroki St. Mikael Nita pada umumnya giat berdoa dan karena itu,
banyak dibentuk beberapa kelompok doa seperti Kelompok Doa Bunda Hati
Tersuci Maria (KBHTM), Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM), KTM Kid
untuk anak-anak, Legio Maria, Kelompok Doa Kerahiman, Kelompok St. Anna,
Kelompok Karmelit Awam, Kelompok St. Maria, Kelompok St. Yosef, dan
Kelompok Doa Gerakan Imam Maria (GIM). Berkaitan dengan pembinaan iman
dan pengembangan wawasan kelompok muda maka paroki membentuk organisasi
17
Orang Muda Katolik dengan nama OMK Emaus Nita. Di samping itu juga
dibentuk organisasi iman bagi anak-anak yakni kelompok putra-putri altar.
2.3 Sejarah Terbentuknya KBG Ratu Para Rasul
KBG Ratu Para Rasul terletak di Ritapiret, Desa Nita, Dusun Tour Orin
Bao, Maumere. Ibu Florentina Ortje adalah ketua KBG saat ini. KBG Ratu Para
Rasul terdaftar sebagai salah satu KBG yang berada di dalam wilayah Paroki St.
Mikael, Nita, dan termasuk ke dalam Lingkungan Ritapiret bersamaan dengan 7
KBG lainnya. KBG ini berada persis di depan Seminari Tinggi Interdiosesan
Santo Petrus Ritapiret. Sebelum menjadi sebuah KBG, wilayah ini merupakan
wilayah tempat tinggal dari para karyawan atau karyawati Seminari Tinggi Santo
Petrus Ritapiret.21
Ketika pada akhirnya wilayah ini menjadi sebuah KBG
sebagian besar anggotanya adalah para karyawan dan karyawati dari seminari
tersebut. Nama Ratu Para Rasul sendiri dijadikan nama pelindung dari KBG ini
karena sebagian besar anggota KBG ini bekerja demi membantu kehidupan para
frater yang dilihat sebagai "rasul". Karena itulah KBG ini mengambil nama Ratu
Para Rasul.
Terdapat perbedaan terhadap bagaimana kehidupan anggota KBG Ratu
Para rasul pada masa awal berdirinya dan kehidupan anggota KBG Ratu Para
Rasul saat ini.22 Di masa awal berdirinya KBG Ratu Para Rasul, semangat dan
partisipasi anggota KBG dalam menghadiri berbagai kegiatan di KBG sangatlah
tinggi. Umumnya para anggota KBG membawa serta anggota keluarganya dalam
setiap kegiatan yang diadakan oleh KBG. Dalam kehidupan berorganisasi pun,
semua tugas dijalankan secara seimbang oleh seluruh anggota KBG. Hal ini dirasa
telah jauh berbeda dengan keadaan KBG Ratu Para Rasul saat ini di mana pada
umumnya keluarga mengirimkan utusan anggota keluarganya sebagai perwakilan
dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG. Kegiatan-kegiatan di KBG pun saat
ini lebih banyak dihadiri oleh para istri atau ibu rumah tangga.
Karena letaknya yang berada tepat di depan Seminari Tinggi Interdiosesan
Santo Petrus Ritapiret, sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul menjalin
21
Saat itu kata "Interdiosesan" belum diberikan pada nama seminari 22
Hasil wawancara dengan Yustina Dhema, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita
pada 14 Mei 2020
18
hubungan yang baik dan erat terhadap para frater dan para imam yang berada di
seminari tersebut. Seringkali para frater dilibatkan dalam berbagai kegiatan rohani
di KBG seperti memberikan katekese, atau membawakan ibadat rosario. Para
frater juga sering dimintai bantuan untuk melatih koor dan menjadi bagian dari
anggota koor ketika KBG mendapatkan tanggungan kor di paroki.
Keakraban anggota KBG Ratu Para Rasul dengan para frater di Seminari
Tinggi Santo Petrus menjadi suatu ciri khas tersendiri yang membedakan KBG
Ratu Para Rasul dan KBG lainnya yang berada di Lingkungan Ritapiret. Pada
mulanya kebiasaan melibatkan para frater dalam kegiatan-kegiatan di KBG hanya
terjadi di KBG Ratu Para Rasul. Kebiasaan ini kemudian dianggap baik dan
perlahan, kebiasaan ini mulai diikuti oleh KBG-KBG lainnya di Lingkungan
Ritapiret. Kehadiran para frater di sekitar anggota KBG Ratu Para Rasul juga
memberikan dampak terhadap tingkat pelayanan anggota KBG Ratu Para Rasul.
Kerena sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul adalah karyawan atau
karyawati yang bekerja atau yang pernah bekerja di seminari, para anggota
memiliki tingkat ketekunan dan kedisiplinan yang lebih baik dibandingkan
dengan anggota KBG lainya. Bagi anggota KBG Ratu Para Rasul yang hidup
diantara para rohaniwan dan bekerja bagi mereka, ketekunan dalam melayani dan
bekerja tersebut terbawa hingga kehidupan mereka sebagai bagian dari umat
Paroki St. Mikael Nita. Hal ini juga diharapkan memberikan pengaruh yang baik
terhadap perkembangan benih panggilan di tengah-tengah umat KBG Ratu Para
Rasul.
KBG Ratu Para Rasul terdiri dari dua belas kepala keluarga dengan total
anggota yang termasuk di dalamnya yakni 51 jiwa.23 Anggota KBG Ratu Para
Rasul didominasi oleh orang dewasa berusia 30 tahun ke atas. Berkaitan dengan
orang muda, banyak dari mereka sedang bekerja dan kuliah di luar wilayah Pulau
Flores sehingga tidak menetap di wilayah KBG ini. Orang muda lainnya adalah
beberapa anak dan remaja usia SD hingga Perguruan Tinggi. Umat KBG ini juga
berasal dari berbagai daerah baik dari dalam wilayah Maumere maupun dari luar
wilayah Maumere. Tidak terdapat pembagian ke dalam seksi-seksi pada struktur
keanggotaan KBG Ratu Para Rasul. Tingkat jabatan dalam struktur keanggotaan
23
Informasi ini diperoleh berdasarkan data yang dikeluarkan oleh paroki per Januari 2020.
19
KBG Ratu Para Rasul terdiri atas ketua, wakil, bendahara dan kemudian disusul
oleh para anggota. Struktur keanggotaan KBG Ratu Para Rasul adalah sebagai
berikut:
STRUKTUR ORGANISASI KBG RATU PARA RASUL
Ketua bertugas untuk mengatur hampir segala hal. Dimulai dari mengajak
seluruh anggota untuk datang dan berkumpul, menyampaikan informasi dari
lingkungan atau paroki, mengatur pembagian tugas dan menggerakkan seluruh
anggota. Wakil ketua bertugas untuk membantu ketua dalam menjalankan
tugasnya. Wakil juga mengambil alih peran ketua ketika ketua sedang
berhalangan. Sedangkan tugas bendahara adalah mengurus keuangan para anggota
KBG, mengatur pemasukan dan pengeluaran kas KBG. Keuangan dalam KBG
diperoleh dari kolekte pada saat diadakan doa-doa harian.
2.4 Demografi KBG Ratu Para Rasul
Berdasarkan hasil pendataan yang diperoleh dari Paroki St. Mikael Nita,
penulis memperoleh data mengenai jumlah secara keseluruhan anggota KBG Ratu
Para Rasul yakni 51 jiwa dengan total 26 orang laki-laki dan 25 orang perempuan
yang terbagi ke dalam 12 kepala keluarga. Penulis mengolah data yang diperoleh
ke dalam tiga kelompok yakni kelompok usia, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.
Bila dipisahkan ke dalam kelompok usia maka 45% anggota KBG berusia
di atas 30 tahun, 37% berusia 15-30 tahun, sedangkan 18% dari seluruh anggota
KETUA
WAKIL
BENDAHARA
ANGGOTA
20
KBG Ratu Para Rasul berusia di bawah 15 tahun. Bila dipisahkan ke dalam
kelompok pekerjaan maka data yang diperoleh adalah sebagai berikut, 22% dari
anggota melakukan pekerjaan mandiri (kios, penjahit, penenun, dan petani), 13%
bekerja sebagai karyawan, pegawai, dan guru, 20% tidak bekerja, dan 45% dari
anggota masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Bila dipisahkan ke dalam
kelompok berdasarkan pendidikan terakhir maka 10% dari anggota KBG pernah
mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi, 29% mengenyam
pendidikan hingga tingkat SMA, 12% mengenyam pendidikan hingga tingkat SD,
4% belum berekolah, sedangkan 45% dari anggota KBG Ratu Para Rasul masih
berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa.
Perbandingan pengelompokan anggota KBG Ratu Para Rasul dapat dilihat
pada diagram-diagram berikut:
Diagram 1. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Jenis Kelamin
Diagram tersebut menunjukkan persentase jumlah anggota KBG Ratu Para
Rasul berdasarkan jenis kelamin. Melalui diagram tersebut dapat diketahui bahwa
jumlah anggota KBG Ratu Para Rasul hampir seimbang antara anggota laki-laki
dan anggota perempuan. Dari 51 jiwa, 26 (51%) terdiri dari laki-laki dan 25
(49%) terdiri dari perempuan. Melalui jumlah yang hampir seimbang tersebut
penulis melihat adanya sebuah potensi di mana pembagian-pembagian tugas
dalam KBG dapat dijalankan secara seimbang antara kelompok laki-laki dan
perempuan. Hal penting untuk menghindari adanya
kecenderungan-kecenderungan di mana pada umumnya, tugas-tugas dalam KBG
lebih banyak diatur oleh kelompok perempuan.
21
Diagram 2. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Rentang Usia
Diagram tersebut menunjukkan jumlah anggota KBG Ratu Para Rasul
berdasarkan rentang usia. Melalui diagram tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul terdiri dari anggota berusia di atas
30 tahun dengan jumlah 23 orang (45%), dan anggota yang berada dalam rentang
usia 15-30 tahun dengan jumlah 19 orang (37%). Hanya sebagian kecil dari
anggota KBG Ratu Para Rasul yang berusia di bawah 15 tahun dengan jumlah 9
orang (18%). Melalui data tersebut penulis menemukan bahwa sebagian besar dari
anggota KBG Ratu Para Rasul berada dalam rentang usia-usia produktif. Hal ini
tentu menjadi potensi yang dimiliki oleh KBG ini dalam hal matapencaharian.
Akan sangat disayangkan jika anggota KBG Ratu Para Rasul yang berada dalam
usia produktif tersebut tidak memiliki mata pencaharian tetap atau tidak bekerja
sama sekali.
Di samping itu, persentase anggota KBG Ratu Para Rasul yang berada
dalam usia sekolah menunjukkan bahwa masih ada potensi di mana
pemahaman-pemahaman yang benar terhadap perayaaan ekaristi dan devosi
rosario ditanamkan sejak usia dini. Penulis melihat bahwa dalam masa-masa
inilah umat memiliki kesempatan yang besar untuk belajar memahami dan
menghayati kedua hal tersebut di mana hal tersebut dapat ditanamkan melalui
kegiatan-kegiatan seperti SEKAMI, OMK, pendidikan saat komuni pertama dan
pendidikan menjelang penerimaan sakramen Krisma. Hal ini oleh penulis dilihat
akan sangat berguna bagi pemahamn dan penghayatan terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario di kemudian hari.
22
Diagram 3. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Kelompok
Pekerjaan
Diagram di atas menunjukkan persentase jumlah anggota KBG Ratu Para
Rasul berdasarkan pekerjaan yang dimiliki. Melaluid diagram tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar anggota KUB Ratu Para Rasul merupakan pelajar
dengan jumlah 23 orang (45%), anggota yang memiliki usaha mandiri dengan
jumlah 11 orang (22%), anggota dengan profesi sebagai karyawan, pegawai, dan
guru dengan jumlah 7 orang (13%), dan anggota KBG yang tidak bekerja dengan
jumlah 10 orang (20%).
Melalui data tersebut penulis, seperti yang telah dikatakan sebelumnya,
melihat adanya potensi yang besar untuk menanamkan sejak dini (usia sekolah)
pemahaman yang benar tentang perayaan ekaristi dan devosi rosario. Namun,
penulis juga melihat adanya beberapa keterlambatan terjadi diantara
anggota-anggota yang masih bersekolah tersebut. Beberapa diantara anggota KBG
Ratu Para Rasul masih berada di bangku Sekolah Menengah Atas dalam usia
22-24 tahun. Rentang usia ini, pada umumnya adalah rentang usia produktif di
mana seseorang seharusnya sudah berada dalam tahap memiliki pekerjaan dan
penghasilan sendiri atau sekurang-kurangnya berada di tahap Perguruan Tinggi.
Hal ini tentu dapat menjadi penghambat di kemudian hari ketika anggota KBG
yang bersangkutan tersebut hendak memasuki tahap mencari pekerjaan.
Sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul yang bekerja memperoleh
pendapatan dari hasil usaha mandiri mereka sebagai penjahit atau penenun, petani,
23
dan sebagai penjual. Hal ini cukup menggambarkan situasi perekonomian dari
anggota KBG Ratu Para Rasul yang berada di kelas menengah ke bawah. Hal ini
menjadi salah satu faktor penyebab adanya keterlambatan yang terjadi pada
anggota-anggota yang seharusnya sudah berada dalam usia kerja, tetapi masih
berada di bangku sekolah. Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa sebesar
20% anggota KBG Ratu Para Rasul tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya anggota KBG yang belum
memasuki usia sekolah atau anggota KBG yang sakit, dan anggota KBG yang
memang setelah menyelsaikan pendidikanny belum mendapatkan pekerjaan tetap.
Hal ini tentu akan menjadi beban tersendiri terhadap kehidupan anggota KBG
Ratu Para Rasul.
Diagram 3. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terakhir.
Diagram di atas menunjukkan persentase jumlah anggota KBG Ratu Para
Rasul berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. Melalui diagram tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar anggota KBG dengan jumlah 23 orang (45%)
sedang dalam proses pendidikan, 15 orang (29%) pernah menyelesaikan
pendidikan hingga tahap SMA, 6 orang (12%) pernah menyelesaikan pendidikan
hingga tahap SD/SMP, 5 orang (10%) pernah menyelesaikan pendidikan hingga
tahap pergurun tinggi. Penulis melihat bahwa pada umumnya tingkat pendidikan
seseorang akan berpengaruh pada pemahamanya terhadap sesuatu. Namun tidak
24
menutup kemungkinan bahwa siapa pun dapat memiliki pemahaman yang baik
terhadap sesuatu sekalipun memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Berdasarkan pemahaman tersebut, penulis pada awal penelitiannya dan
juga melalui pengalaman pastoralnya melihat bahwa sebagian besar anggota KBG
Ratu Para Rasul belum memiliki pemahaman yang baik terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario, serta berpikir bahwa faktor tingkat pendidikan yang pernah
diraih oleh anggota KBG Ratu Para Rasul dapat menjadi salah satu penyebab.
Namun, apabila pemahaman yang baik justru berasal dari mereka yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tahap SD/SMP atau SMA, maka perlu dilihat
apakah mereka pernah menjadi murid dari sekolah umum, murid dari
sekolah-sekolah khusus seperti seminari atau sekolah asrama, atau mereka
memang pernah mendapat pengajaran berkaitan dengan hal ini dalam
kesempatan-kesempatan tertentu.
Melalui data yang ada, peneliti dapat melihat bagaimana tingkat
pendidikan terakhir dari para anggota KBG Ratu Para Rasul mempengaruhi
pekerjaan yang dimiliki oleh mereka saat ini. Sebagian besar anggota KBG yang
membuka usaha mandiri seperti kios, usaha menjahit dan menenun, serta petani
adalah mereka yang pernah menempuh pendidikan hingga tahap SD atau SMA,
sedangkan mereka yang menempuh pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi
umumnya bekerja sebagai pegawai atau guru. Hanya sebagian kecil dari
kelompok anggota KBG berpendidikan terakhir SD atau SMA yang bekerja
sebagai karyawan.
2.4.1 Latar Belakang Pekerjaan
Mayoritas umat di KBG ini memiliki usaha mandiri untuk bekerja
sedangkan beberapa diantaranya bekerja sebagai pegawai atau karyawan. Umat di
KBG ini memiliki lahan kebun yang aktif dikelola sebagai salah satu sumber
pemenuhan kebutuhan hidup. Melalui data yang diperoleh 22% dari anggota KBG
Ratu Para Rasul memiliki usaha mandiri sebagai pekerjaanya.
Usaha mandiri yang dimaksud adalah petani, membuka usaha menjahit
dan menenun, serta ada pula yang membuka usaha kios serta kos-kosan. Beberapa
anggota KBG yang bekerja sebagai petani melakukan pekerjaan mereka di tanah
25
milik keuskupan Maumere yang berada di sekitar wilayah KBG Ratu Para Rasul.
Tanah tersebut dipercayakan kepada beberapa warga di sekitar wilayah tersebut
untuk dikelola sebagai kebun. Penghasilan dari kebun tersebut dimanfaatkan
seutuhnya oleh para petani yang bekerja di sana baik untuk dijual atau
dikonsumsi, terkadang mereka yang bekerja di kebun tersebut mengantarkan
beberapa hasil kebun tersebut kepada seminari.
Selain mereka yang membuka usaha mandiri untuk bekerja, 13% anggota
KBG Ratu Para Rasul bekerja sebagai karyawan, pegawai, ada juga yang bekerja
sebagai guru. Karena letaknya yang berada di depan Seminari Tinggi
Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret, maka beberapa dari anggota KBG ini bekerja
sebagai karyawan seminari yakni sebagai supir, tukang listrik, penjahit, dan
pembuat kue. Para penjahit yang bekerja di seminari juga memiliki usaha mandiri
yakni usaha menjahit di rumah mereka masing-masing. Beberapa dari anggota
KBG Ratu Para Rasul bekerja sebagai pegawai dari beberapa instansi dan juga
mengajar sebagai guru.
Terdapat total perentase yakni 20% dari anggota KBG Ratu Para Rasul
yang tidak bekerja. Mereka terdiri dari orangtua yang pensiun atau lanjut usia, ibu
rumah tangga, anak-anak balita dan pemuda atau pemudi usia produktif yang
memang belum mendapakan pekerjaan atau memilih untuk berdiam diri di rumah,
sedangkan sisanya yakni 45% dari anggota KBG Ratu Para Rasul merupakan
pelajar yang masih dalam proses pendidikan baik di sekolah maupun perguruan
tinggi.
2.5 Kehidupan Harian Umat KBG Ratu Para Rasul
Kehidupan umat di KBG Ratu Para Rasul digambarkan melalaui kegiatan
mereka setiap hari. Hal ini dimulai dari bagaimana mereka mengawali hari dan
bekerja, apa yang mereka lakukan ketika perkerjaan mereka telah selesai, seperti
apa kehidupan rohani mereka secara khusus dalam hal berdoa dan merayakan
ekaristi. Penulis juga memberikan gambaran berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
khusus yang umumnya terdapat di KBG Ratu Para Rasul.
26
2.5.1 Aktifitas Harian Rumah
Ketika sebagian besar aktifitas harian anggota KBG telah selesai di sore
hari, mereka menggunakan waktu untuk beristirahat, berbincang bersama
tetangga, membersihkan rumah dan halaman, atau bagi anak-anak sekolah,
mereka menghabiskan waktu sorenya bermain di jalan-jalan sekitar wilayah KBG.
Namun ada juga yang setelah beristirahat, melanjutkan pekerjaan berkebun
mereka di sore hari. Pada malam hari tidak ada banyak kegiatan yang dilakukan
oleh para anggota KBG ini, pemandangan umum yang biasanya terjadi di malam
hari adalah anak-anak muda yang berkumpul di jalanan sekitar wilayah KBG ini.
2.5.2 Aktifitas Bekerja
Umat di KBG Ratu Para Rasul tergolong umat yang sibuk karena
tugas-tugas harian mereka. Pada umumnya kesibukan tersebut telah dimulai di
pagi hari mulai dari mengurusi anak yang bersekolah, memberi makan ternak,
mulai pergi bekerja sambil terus membuka kios yang mereka miliki dan dijaga
oleh anggota keluarga lainnya, beberapa mulai sibuk dengan usaha menjahit atau
usaha menenun. Pada umumnya kesibukan di tempat kerja baru selesai pada pukul
14.00 WITA. Namun, kesibukan itu tetap berlanjut dengan kegiatan mengurusi
kebun dan menjaga kios. Kesibukan harian yang ada di KBG ini dapat dikatakan
sebagai suatu kesibukan harian normal pada umumnya.
2.5.3 Kegiatan-Kegiatan Khusus
Di samping mengurus kesibukan masing-masing, anggota KBG Ratu Para
Rasul juga memiliki kerjasama yang baik ketika ada kesempatan-kesempatan
khusus. Kesempatan-kesempatan khusus yang dimaksud seperti ketika ada
kedukaan, pernikahan, dan sambut baru. Para anggota KBG biasanya bekerja
sama agar acara-acara bersama tersebut berjalan dengan lancar. Para istri dan
pemudi memasak sedangkan para suami dan para pemuda bersama mengerjakan
pekerjaan berat seperti membangun tenda. Terkadang karena posisinya yang
berada tepat di depan Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret
membuat anggota KBG Ratu Para Rasul menjadi akrab dengan para frater
sehingga dalam kesempatan tertentu para frater menggunakan rumah salah satu
27
anggota KBG untuk membuat acara seperti syukuran tahbisan diakon atau acara
perpisahan kelompok-kelompok keuskupan. Anggota KBG Ratu Para Rasul
dalam kesempatan kegiatan bersama tersebut terkadang memberikan santunan
berupa uang dari kas KBG kepada pemilik acara.
2.5.4 Doa Bersama
KBG Ratu Para Rasul merupakan KBG yang anggota-anggotanya cukup
rutin membuat kegiatan rohani bersama. Doa bersama anggota KBG rutin dibuat
pada hari Selasa dan Kamis malam setiap minggu pertama dalam bulan. Kegiatan
doa yang dilakukan adalah doa rosario bersama. Doa rutin ini bertujuan untuk
mengeratkan tali persaudaran antara umat KBG, mengajak anggota KBG untuk
menjadi lebih dekat kepada Tuhan. Doa rutin KBG ini menjadi kesempatan untuk
bertukar informasi berkaitan dengan kehidupan berorganisasi mereka (tanggungan
tugas dari paroki dan lain sebagainya). Doa rutin ini ditiadakan apabila hari Selasa
atau Kamis pada bulan jatuh pada tanggal 6. Pada tanggal 6 tiap bulannya dibuat
doa lingkungan sehingga doa bersama di KBG diganti dengan doa bersama di
Lingkungan. Di samping itu, ketika ada kesempatan khusus seperti kedukaan,
pernikahan, dan sambut baru maka diadakan misa bersama atau ibadat bersama
yang melibatkan seluruh anggota KBG.
2.5.5 Perayaan Ekaristi
Dalam merayakan perayaan ekaristi mingguan, anggota KBG Ratu Para
Rasul lebih banyak memilih untuk mengikuti Perayaan Ekaristi di kapela
Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret. Hal ini terjadi karena lokasi
KBG berada tepat di depan seminari dan juga karena bagi beberapa anggota KBG
Ratu Para Rasul, perayaan ekaristi di seminari berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan perayaan ekaristi di paroki. Pada perayaan besar seperti
Natal dan Paskah, umat KBG akan tetap menghadiri Perayaan Ekaristi di seminari
dibandingkan dengan di paroki. Para anggota KBG baru akan mengikuti Perayaan
Ekaristi di paroki ketika mereka mendapatkan tanggungan tugas seperti koor atau
petugas altar. Hanya sebagian kecil anggota KBG yang mengikuti perayaan
ekaristi harian, umumnya mereka hanya mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari
28
Minggu. Perayaan Ekaristi kelompok KBG juga biasanya diadakan setiap kali ada
kunjungan pastor paroki.
2.5.6 Kegiatan-Kegiatan Rohani Khusus
Umumnya diadakan Perayaan Ekaristi dalam kelompok KBG sebanyak
satu kali dalam sebulan. Katekese juga dibuat secara khusus pada bulan Kitab
Suci. Anggota KBG Ratu Para Rasul yang terlibat dalam kegiatan ini umumnya
adalah para istri dan beberapa pemuda serta anak. Dalam beberapa kesempatan
para frater dari Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret juga dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan rohani di KBG.
Dalam membangun relasi di tingkat Lingkungan, para anggota KBG Ratu
Para Rasul senantiasa berpartisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan doa
bersama di Lingkungan yang diadakan pada tanggal 6 setiap bulannya. Begitu
pula pada kegiatan-kegiatan bersama di Paroki seperti kerja bakti dan
pertemuan-pertemuan yang melibatkan anggota KBG.
2.5.7 Relasi Antar Anggota KBG
Pada umumnya relasi sosial yang terjadi di tengah-tengah para anggota
KBG Ratu Para Rasul cukup baik. Hampir semua anggota terlibat dalam berbagai
kegiatan bersama yang berlangsung di KBG, Lingkungan mau pun Paroki.
Terkadang terjadi ketidakcocokan antara satu anggota dan anggota lainnya.
Namun pada umumnya hal ini tidak bertahan lama dan keadaan kembali seperti
sediakala.
2.6 Suka Duka Hidup Berorganisasi Dalam KBG Ratu Para Rasul
Dalam menjalani kehidupan berorganisasi dalam KBG, banyak
pengalaman suka-duka yang dialami oleh seluruh anggota KBG Ratu Para
Rasul. Kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh para anggota yang pernah
memegang jabatan pengurus inti adalah ketika para anggota KBG Ratu Para Rasul
merasa bahwa segala tugas yang dipercayakan kepada KBG merupakan tanggung
jawab ketua. Hal ini membuat mereka yang pernah menjabat sebagai ketua merasa
29
kesulitan ketika anggotanya sulit digerakan sehingga sebagai ketua mereka
terkadang terbebani karena harus bekerja sendiri.24
Keterlibatan kaum muda dan para suami dalam berbagai kegiatan doa
masih perlu ditingkatkan. Hampir pada setiap kegiatan doa, mayoritas anggota
yang berpartisipasi adalah para istri. Ketua KBG seringkali memberi tekanan
kepada seluruh anggota KBG bahwa KBG bukanlah organisasi wanita di mana
yang berpartisipasi aktif dalam menjalankan tugas-tugas bersama hanya para
anggota wanita. Ia menekankan bahwa dalam KBG semua anggotanya harus
berpartisipasi aktif secara khusus dalam kegiatan rohani.
Dalam wawancara bersama Ibu Florentina, ia menyampaikan
pandangannya bahwa KBG merupakan sarana bagi umat dari kelompok terkecil
untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai umat beriman yang bersekutu. Baginya
seluruh anggota harus dapat melihat pentingnya hal ini dan itulah mengapa
seluruh anggota harus perpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan bersama
di KBG. Ia menambahkan bahwa keterlibatan para suami dan pemuda lebih
cenderung terlihat ketika ada kegiatan yang melibatkan pekerjaan berat.
Di sisi lain, masih terdapat beberapa anggota KBG Ratu Para Rasul yang
berstatus suami yang memiliki pandangan bahwa berdoa adalah tugas para istri.25
Begitu pula dengan pemuda-pemudi, mereka menjadi kurang aktif karena
merasa bahwa kegiatan tersebut didominasi oleh orangtua dan hanya melibatkan
urusan-urusan orangtua, sehingga sebagai anak muda mereka merasa tidak
dilibatkan atau tidak memiliki kepentingan khusus untuk bergabung 26
Kesulitan-kesulitan lain yang harus dihadapi adalah ketika terjadi pertikaian
antara anggota KBG. Hal ini akan menjadi kesulitan khususnya pada
kegiatan-kegiatan yang melibatkan kerjasama seluruh anggota KBG. Untuk
mengatasi hal ini , umumnya ketua akan berusaha mendamaikan kedua belah
pihak.
24
Hasil wawancara dengn Florentina Ortje, Ketua KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita,
pada 1 Maret 2020 25
Hasil wawancara dengan Avelinus Moat Sareng, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 8 Maret 2020. 26
Hasil wawancara dengan Theresia Yuliana Bhala, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 8 Maret 2020
30
Dari semua kesulitan-kesulitan yang dialami, hal baik yang terdapat dalam
kehidupan berorganisasi para anggota KBG Ratu Para Rasul adalah tingginya
semangat kekeluargaan di antara mereka. Bagi mereka perselisihan adalah hal
yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan berorganisasi. Para anggota KBG akan
senantiasa membantu sesama anggota lainnya yang mengalami kemalangan.
Meskipun memiliki satu dan dua kekurangan, seluruh anggota KBG tetap dapat
menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka
2.7 Kesimpulan
Penulis melihat bahwa dari berbagai aspek kehidupan anggota KBG Ratu
Para Rasul, dapat ditemukan potensi-potensi di mana anggota KBG Ratu Para
Rasul mampu untuk memperoleh pemahaman yang benar terhadap perayaan
ekaristi dan devosi rosario. Hal ini dapat dilihat dari persentase anggota KBG
Ratu Para Rasul yang sebagian besarnya terdiri dari para pelajar di mana pada
tahap ini kesempatan yang dapat digunakan untuk memberikan
pemahaman-pemahaman yang benar seputar perayaan ekaristi dan devosi rosario
yang cukup besar dan lokasi dari KBG tersebut yang berada tepat di depan
Seminari Tinggi Interdiosesan Ritapiret di mana dengan hadirnya para rohaniwan
di tengah-tengah kehidupan para anggota KBG Ratu Para Rasul diharapakan
dapat memberikan pengaruh tentang bagaimana para anggota KBG Ratu Para
Rasul memandang perayaan ekaristi dan devosi rosario.
Oleh sebab itu, sebelum melihat seperti apa pemahaman umat KBG Ratu
Para Rasul terhadap perayaan ekaristi dan devosi rosario, penulis pada bab
selanjutnya akan memberikan penjelasan terhadap apa itu ekaristi dan devosi
rosario dan memberikan gambaran berkaitan dengan hubungan yang ada di antara
kedua hal ini.
31
BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO
3.1 Tinjauan Umum Terhadap Ekaristi
Pada bagian ini penulis akan memeberikan ulasan-ulasan berkaitan dengan
apa itu perayaan ekaristi dimulai dari pengertian ekaristi secara umum yang dalam
penjelasannya penulis mengutip penjelasan yang diberikan oleh E. Martasudjita, Pr
dalam bukunya yang berjudul "Ekaristi, Tinjauan Teologis, Liturgis, dan
Pastoral", penulis kemudian memberikan penjelasan tentang perjalanan
perkembangan sejarah perayaan ekaristi yang juga diambil dari sumber yang
sama, kemudian diberikan gambaran dan penjelasan tentang struktur dan tata
perayaan ekaristi secara umum. Di bagian akhir penulis memberikan gambaran
berkaitan dengan bagaimana peran ekaristi bagi kehidupan umat kristiani.
3.1.1 Pengertian Ekaristi
Ekaristi merupakan puncak dari penghayatan iman Katolik. Oleh sebab
itulah Ekaristi merupakan suatu perayaan iman dan disebut sebagai suatu perayaan.
Dalam Ekaristi umat menghayati seluruh peristiwa penyelamatannya oleh Kristus
yang terwujud dalam peristiwa wafat dan kebangkitanNya. Untuk menjelaskan
pengertian istilah Ekaristi dan perkembangnnya, penulis mengutip penjelasan yang
diberikan oleh E. Martasudjita, Pr dalam bukunya yang berjudul "Ekaristi,
Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral"27.
Istilah Ekaristi berasal dari kata Yunani yaitu eucharistia yang berarti puji
dan syukur. Kata ini berasal dari kata kerja Yunani eucharistein yang berarti
memuji dan mengucap syukur. Dalam perkembangannya banyak terjadi pasang
surut dan perubahan istilah yang digunakan untuk menyebut keseluruhan rangkaian
Perayaan Ekaristi ini. Istilah eucharistein ini dalam Kitab Perjanjian Baru
digunakan bersamaan dengan istilah eulogein (memuji-beryukur), untuk
menerjemahkan kata bahasa Ibrani barekh (memuji-memberkati). Istilah barekh ini
merupakan bentuk kata kerja dari berakhah. Istilah ini sendiri merujuk pada suatu
27
E. Martasudjita, Ekarisi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2005), hlm. 28-30.
32
doa berkat yang berisi pujian, syukur dan permohonan yang berlangsung dalam
perjamuan makan Yahudi. Dengan demikian, kata ekaristi memiliki asal-usulnya
pada doa berkat dalam perjamuan makan yahudi. Kata ekaristi telah digunakan
untuk menyebutkan seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi pada tiga abad pertama
sejarah Gereja.
Perubahan baru terjadi pada abad keempat di mana penggunaan istilah
ekaristi mulai menghilang. Di Gereja Barat, istilah ekaristi mulai disempitkan
untuk menyebutkan santapan ekaristis atau komuni. Mulai pada abad tersebut
istilah "kurban" (sacrificium) dan "persembahan" (oblatio) menjadi populer
digunakan untuk menunjuk seluruh rangkaian perayaan dan menggantikan istilah
ekaristi.
Di samping itu, pada abad kedua puluh, penggunaan istilah eucharistia
perlahan tenggelam dengan munculnya penggunaan bahasa Latin yakni pada abad
ketiga dan abad keempat dalam liturgi Gereja. Istilah ekaristi kembali populer
digunakan pada abad kedua puluh dengan munculnya konstitusi liturgi
Sacrosanctum Concillium, yang memberi judul pada bab II dengan "Misteri
Ekaristi Suci".
Poin utama yang ingin ditekankan adalah bahwa istilah ekaristi secara tepat
menunjukkan isi dari apa yang dirayakan oleh umat beriman dalam seluruh
rangkaian Perayaan Ekaristi. Istilah ekaristi mengungkapkan pujian syukur atas
karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, sebagaimana
berpuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.Dalam pujian syukur
tersebut, Gereja mengenangkan serta menghadirkan misteri penebusan Kristus itu
sekarang ini dan di sini.
3.1.2 Sejarah Ekaristi
Secara teknis kita dapat mengatakan bahwa Perayaan Ekaristi yang pertama
terjadi pada peristiwa perjamuan malam terakhir oleh Yesus Kristus bersama para
muridnya. Dalam peristiwa tersebut, dengan jelas Yesus mengamanatkan kepada
para muridNya untuk melanjutkan tradisi perjamuan tersebut sebagai kenangan
akan diriNya. 28 Rasul Paulus sendiri dalam beberapa suratNya mengingatkan
28
bdk.Luk 22: 17-19
33
pentingnya Ekaristi untuk dijalankan bagi umat yang percaya29. Meski pun begitu,
peran Kristus pada apa yang sering dianggap sebagai Ekaristi yang pertama
tersebut nampaknya hanya sebatas pada pemberian amanat agar peristiwa
perjamuan tersebut diwariskan secara turun-temurun bagi orang yang percaya.
Sementara susunan Perayaan Ekaristi sendiri mengalami perubahan sejalan dengan
perkembangan jaman.
Theodore Klauser mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan liturgis diambil
alih oleh praktek Yudaisme terakhir. Pola tersebut kemudian dilanjutkan oleh
jemaat Gereja Purba Meski pun terkadang Gereja menciptakan sendiri bentuk
ibadatnya. Dalam jemaat-jemaat bukan Yahudi, lebih banyak terjadi peminjaman
bentuk ibadat dari praktek keagamaan di kalangan Romawi-Yunani.30
Dalam alur perubahan jaman, bentuk serta perkembangan Perayaan Ekaristi
tersebut oleh E. Martasudjita terbagi ke dalam beberapa kelompok yakni: Perayaan
Ekaristi dalam Gereja Perdana, Perayaan Ekaristi pada Abad-Abad Pertama,
Perayaan Ekaristi pada Abad IV-VI, Perayaan Ekaristi pada Abad Pertengahan,
Perayaan Ekariti pada Abad XVI-XX, dan Perayaan Ekaristi dalam Semangat
Konsili Vatikan II.31
3.1.2.1 Perayaan Ekaristi Dalam Gereja Perdana
Perayaan Ekaristi jemaat Gereja Perdana berakar dalam
perjamuan-perjamun makan Yesus dengan orang-orang berdosa, perjamuan malam
terakhir, dan perjamuan makan dengan Kristus yang bangkit pada saat
penampakanNya. Perayaan Ekaristi mulai ada sejak awal berdirinya. Hal ini dapat
dilihat dalam beberapa bacaan yang menunjukkan bagaimana jemaat-jemaat Gereja
Perdana berkumpul dalam suatu pertemuan untuk mendengarkan Sabda Allah,
mengadakan perjamuan, dan merayakan Ekaristi yang oleh Lukas disebut
"pemecahan roti"(bdk. Kis 2:42 dan 2:46-47).
Ada pun kebiasaan berkumpul pada hari Minggu untuk merayakan Ekaristi
telah hadir bersamaan pula dengan kebiasaan merayakan ekaristi tersebut. Dalam
Kis 20:7 digambarkan situasi di mana para jemaat berkumpul pada hari pertama
29
bdk.1 Kor 1: 23-29 30
Theodore Klauser, Sejarah Singkat Liturgi Barat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991), hlm. 13 31
E. Martasudjita, op. cit.,, hlm. 40-58.
34
dalam minggu untuk memecah-mecahkan roti. Jemaat perdana nampaknya
memang memiliki kebiasaan untuk berkumpul pada hari Minggu. Salah satu
alasannya yakni karena pada hari Minggu merupakan hari di mana Tuhan bangkit
(bdk. Mat 28:1; Mrk 16:1; Luk 24;1; Yoh 20:1).
Berdasarkan bentuknya, Perayaan Ekaristi pada masa Gereja Perdana
digabungkan dengan suatu perjamuan makan yang disebut dengan agape. Perayaan
Ekaristi dirayakan dalam bentuk yang sama seperti yang dilakukan oleh Yesus
Kristus pada peristiwa perjamuan terakhir di mana sebelum perjamuan didaraskan
doa berkat atas roti, kemudian dilanjutkan dengan perjamuan agape tersebut, dan
ditutup dengan mendaraskan doa berkat atas piala. Pendarasan doa berkat atas roti
dan piala dengan tindakan disekitarnya dipisahkan oleh agape tersebut. Meski pun
begitu keduanya tetap dipandang sebagai suatu kesatuan.
Dalam kurun waktu yang relatif cepat, bagian pendarasan doa berkat
terhadap roti sebelum perjamuan agape digabungkan dengan bagian pendarasan
doa berkat atas piala sesudah perjamuan makan, sehingga kedua bagian pendarasan
doa berkat tersebut menjadi satu kesatuan Perayaan Ekaristi. Perubahan ini juga
mengakibatkan terjadinya pemisahan antara Perayaan Ekaristi tadi dengan
perjamuan makan agape. Perjamuan makan agape diadakan sebelum Perayaan
Ekaristi dilangsungkan dan hal ini nampaknya telah terjadi sejak jaman para rasul.
Ada pun beberapa alasan mengapa perjamuan makan agape dan Perayaan Ekaristi
dipisahkan yakni karena jumlah jemaat yang semakin banyak dan terjadi
perpecahan antara jemaat berdasarkan golongan miskin dan kaya sehingga
berujung pada tindakan diskriminatif terhadap kelompok miskin. Hingga pada
masa sesudah para rasul perjamuan makan agape dan Perayaan Ekaristi menjadi
benar-benar dipisahkan. Perjamuan makan agape biasanya telah dilakukan pada
hari Sabtu malam sebelum pada hari Minggu pagi Perayaan Ekaristi
dilangsungkan.
Dengan adanya pemisahan perjamuan makan agape dan Perayaan Ekaristi
maka terdapat sebuah tempat kosong yang ditinggalkan oleh perjamuan makan
agape tersebut. Kekosongan ini segera diisi dengan liturgi sabda yang terdiri atas
bacaan-bacaan, homili, dan doa-doa. Liturgi sabda ini diadakan sebelum liturgi
Ekaristi, sedangkan dalam perayaan ekaristi mazmur, himne, dan nyanyian rohani
35
juga disertakan dan dinyanyikan. Penyatuan liturgi sabda dan liturgi Ekaristi
nampaknya telah berkembang menjadi suatu perkembangan liturgis Perayaan
Ekaristi yang pasti dalam Gereja abad I-II. Dengan begitu pada akhir abad I, Gereja
telah memiliki bentuk dan Perayaan Ekaristi yang terus bertahan hingga saat ini.
Berikut adalah bentuk dasar Perayaan Ekaristi pada masa Gereja Perdana:
o Liturgi Sabda yang terdiri atas bacaan-bacaan, homili dan doa-doa
Liturgi Ekaristi yang terdiri atas:
o Doa Syukur Agung yang dibawakan oleh pemimpin umat. Doa Syukur
Agung ini meliputi doa berkat yang berupa pujian syukur atas roti dan
piala, dan tindakan serta sabda Yesus atas roti dan piala.
o Komuni yang berupa penerimaan roti dan anggur ekaristis oleh seluruh
umat.
3.1.2.2 Perayaan Ekaristi Pada Abad-Abad Pertama
Kreativitas menjadi suatu ciri khas yang memenuhi Perayaan Ekaristi para
jemaat di Abad-Abad Pertama kehidupan Gereja. Hal ini terlihat melalui ciri
karismatis para pemimpinnya dan sekaligus ditandai dengan adanya pergeseran
menuju pembakuan hal-hal yang esensial dari Perayaan Ekaristi. Meski pun begitu,
pada masa ini belum terdapat suatu pembakuan Tata Perayaan Ekaristi (TPE)
seperti yang dimiliki Gereja pada saat ini.Yang menarik dalam Perayaan Ekaristi
pada masa ini adalah pemimpin dapat merumuskan sendiri doa-doa dalam Perayaan
Ekaristi, termasuk Doa Syukur Agung. Sekali pun begitu, dalam mendaraskan Doa
Syukur Agung, unsur kisah serta kata-kata institusi yang merupakan inti dari doa
ini tetaplah sama dan satu.
Kebebasan dalam menyusun doa tersebut nampaknya berdampak terhadap
pandangan jemaat terhadap pemimpin mereka. Kemampuan seorang pemimpin
untuk mendaraskan Doa Syukur Agung yang bagus seringkali menjadi tolak ukur
untuk melihat melihat apakah pemimpin tersebut unggul dan memiliki karisma.
Kebebasan ini juga membuat Perayaan Ekaristi dalam Gereja pada masa ini begitu
beragam. Gereja yang tersebar di berbagai tempat tersebut memiliki praktek Tata
Perayaan Ekaristinya masing-masing, Meski pun bentuk dasarnya tetap sama dan
satu.
36
Seorang imam dari Roma bernama Hipolitus mengeluarkan sebuah teks
liturgi yang lengkap menggambarkan bagaimana Perayaan Ekaristi pada
masa-masa abad pertama (terkhusus pada abad III) diadakan dan juga mengenai
praktek-praktek Gereja saat itu. Hipolitus nampaknya ingin menyampaikan apa
yang menurutnya tradisional dan sesuai dengan tradisi para rasul. Hal ini beranjak
dari kenyataan tentang banyaknya ragam tata Perayaan Ekaristi yang berbeda-beda
dalam Gereja di berbagai tempat. Barangkali, pada masa itu, imam atau pemimpin
ibadat yang berkarisma dipandang semakin langka. Hal ini menyebabkan Gereja
semakin membutuhkan suatu teks liturgis dari segi ortodoks yang kualitasnya
terjamin. Maka dari itu, perlahan mulai disusun suatu pembakuan teks-teks
liturgis seiring dengan pertumbuhan Gereja yang pesat khususnya pada abad IV.
Gereja pada abad-abad pertama ini adalah Gereja yang hidup di tengah
situasi penganiayaan. Umumnya orang-orang Kristiani yang berada di dalam
kekaisaran Romawi hidup secara tidak bebas serta banyak yang menjadi martir
pada tiga abad pertama Masehi tersebut. Hal ini memaksa jemaat untuk merayakan
Ekaristi secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah, di katakombe-katakombe,
atau di kuburan bawah tanah di sekitar kota Roma.
Pada masa ini bahasa liturgi yang digunakan adalah bahasa Yunani. Bahasa
ini menjadi bahasa sehari-hari masyarakat dan umat di seluruh wilayah kekaisaran
Romawi. Pada abad ke III, bahasa Latin mulai diberlakukan dan hal ini pun
memiliki dampaknya pada bahasa yang dipakai dalam litugi Gereja, hingga pada
abad IV Paus Damaskus dengan resmi menyatakan bahasa Latin sebagai bahasa
resmi liturgi, termasuk untuk Perayaan Liturgi di Roma.
3.1.2.3 Perayaan Ekaristi Pada Abad IV-VI
Edik Milan dimaklumkan pada tahun 313 oleh Konstantinus. Ia sendiri
bahkan memberikan dukungan dan keistimewaan berkaitan dengan berbagai hal
kepada umat kristiani. Perubahan situasi yang sangat besar dialami oleh Gereja,
dari Gereja yang teraniaya menjadi Gereja yang memperoleh kebebasan dan
dihormati. Perubahan yang besar ini memiliki dampaknya bagi Gereja. Terjadi
pembengkakan jemaat terutama pada tahun 380 di mana agama Kristen dijadikan
agama negara dan membuat semua orang di wilayah kekaisaran romawi menjadi
37
kristiani. Namun, permasalahannya di sini adalah apakah pada masa tersebut orang
menjadi kristiani sungguh disebabkan oleh imannya kepada Kristus atau sekedar
agar memperoleh suatu kerhormatan karena pada masa itu menjadi pemimpin
Gereja setara dengan Kaisar sehingga orang akan menjadi sangat terhormat dengan
menduduki posisi tersebut.
Terhadap liturgi Gereja, perubahan ini juga memiliki dampaknya tersendiri.
Pada masa ini khususnya pada abad IV hingga abad VI Perayaan Ekaristi yang
semula hanya dapat dirayakan di dalam katakombe-katakombe, kini telah dapat
dilakukan di basilika-basilika yang merupakan bangunan dan gedung raja yang
megah dan besar. Pakaian uskup dan imam pun mejadi khusus, bagus, berseni,
agung dan semarak. Sejak tahun 321 hari Minggu menjadi hari libur agar umat
dapat berkumpul dan merayakan Ekaristi serta dilakukan juga perayaan-perayaan
khusus saat hari-hari raya dan peringatan orang-orang kudus menggantikan
pesta-pesta kafir.
Pada masa-masa ini Perayaan Ekaristi yang semula hanya terdiri dari liturgi
sabda dan liturgi Ekaristi menjadi lebih lengkap dengan penambahan ritus pembuka
serta nyanyian-nyanyian. Pada ritus pembuka mulai muncul kebiasaan perarakan
petugas ke altar mengingat gedung Gereja yang semakin besar dan luas. Hingga
akhir abad ke V, perarakan masih dilakukan dalam situasi hening seperti pada saat
perarakan Jumat Agung masa sekarang ini. Sejak abad V-VI perarakan diiringi
dengan sebuah litani yang dijawab "Kyrie" oleh umat, Meski pun kemudian
"Kyrie" ini juga diucapkan sesudah perarakan. Madah "Gloria" awalnya digunakan
dalam Ibadat Pagi, namun kemudian dimasukkan dalam Perayaan Ekarisi di Roma
sekitar abad IV. Madah "Gloria" pada awalnya hanya digunakan pada perayaan
Natal saja, namun setelah itu juga digunakan pada saat Paskah dan pada hari-hari
Minggu, serta pada pesta-pesta para martir. Pada masa ini juga dimasukan nyanyian
offertorium (nyanyian persembahan) dan nyanyian komuni. Embolisme setelah
Bapa Kami juga ditambahkkan pada abad IV dan mulai dinyanyikan pada abadV.
Dari semua perkembangan yang terjadi dalam liturgi Gereja abad ini,
terdapat satu yang terpenting yakni terbentuknya Doa Syukur Agung yang disebut
Kanon Romawi. Doa Syukur Agung Kanon Romawi ini masih tetap bertahan
hingga saat ini yang dikenal sebagai Doa Syukur Agung I.
38
3.1.2.4 Perayaan Ekarsti Pada Abad Pertengahan
Sejak abad VIII terjadi pembakuan ritus liturgi misa kudus dalam liturgi
Gereja. Hal ini berdampak pada penyeragaman praktek Perayaan Ekaristi menurut
ritus Romawi. Liturgi Gereja, khususnya Perayaan Ekaristi ritus Romawi, digarap
secara serius menurut bahan baku liturgi Romawi, yaitu dari perayaan dan doa-doa
yang terdapat dalam buku Sacramentum Adrianus (sebuah buku yang berisi
kumpulan doa untuk Perayaan Ekaristi, pembabtisan, dan upacara lainnya yang
ditulis oleh Paus Adrianus pada abad VIII). Hal ini adalah buah dari kerjasama
antara Paus Leo III dan Karolus Agung yang merupakan raja bangsa Franken dan
kemudian digelari Kaisar Romawi pada tahun 800 oleh Paus LeoIII. Tata Perayaan
Ekaristi hasil pembaharuan di masa Karolus Agung ini dikenal dengan ritus
Roma-Galikan. Demi kesatuan rakyatnya, Karolus Agung mewajibkan agar Tata
Perayaan Ekaristi ritus Roma-Galikan digunakan di seluruh wilayah kekaisarannya.
Hal ini disambut baik oleh rakyatnya bahkan ritus ini juga digunakan di luar
wilayah kekaisarannya seperti misalnya kerajaan-kerajaan di Germania Utara di
mana isi dari ritus ini ditambah lagi sesuai dengan kebiasaan setempat Meski pun
tidak merubah bentuk aslinya. Kini Misa kudus tersebut dikenal dengan liturgi
Roma-Galikan-Germania.
Pada tahun 1073-1085 Paus Gregorius VII mengharuskan seluruh uskup di
Gereja Barat untuk menggunakan liturgi Romawi. Ia juga mewajibkan agar semua
teks liturgi mendapatkan pengesahan dari kuria Roma. Ia berharap agar dengan cara
ini kemurnian ajaran dan bentuk perayaan liturgi di mana pun dapat dipelihara.
Pada masa ini doa-doa imam dan tambahan ritus gerak juga ditambah. Penambahan
tersebut diantara lain adalah doa-doa singkat imam saat mencium altar, memegang
hosti, dan sebagainya. Gereja sangat memusatkan seluruh perhatian teologis dan
liturgisnya pada kehadiran Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Oleh karena itu,
mulai pada masa ini pun berkembang devosi terhadap Sakramen Mahakudus. Pada
masa ini juga berkembang suatu misa yang disebut dengan misa votiv, yakni misa
yang dirayakan menurut ujud tertentu. Dari sinilah dapat dimaklumi hadirnya
model misa pribadi para imam yang harus membacakan itensi atau ujud misa
tertentu.
39
Penghayatan umum liturgi Abad Pertengahan memberikan kesan bahwa
liturgi hanya merupakan urusan kaum klerus dan hal ini membuat umat menjadi
terasing dari perayaan liturgi. Selain daripada kenyataan bahwa umat tidak
memahami bahasa yang digunakan (Bahasa Latin), umat juga tidak memahami apa
yang sedang dirayakan dalam Ekaristi tersebut. Hal ini disebabkan oleh doa-doa,
khususnya Doa Syukur Agung yang pada saat itu didoakan secara lembut dan
bisik-bisik. Tujuannya adalah untuk menjaga kesucian dan suasana agung, sakral
dan misteri. Dalam Konsili Lateran IV disampaikan bahwa umat beriman minimal
menerima hosti sekali dalam setahun. Kala itu komuni kudus diterimakan langsung
di lidah umat untuk menjaga kekudusan Tubuh Kristus yang diterima. Keterasingan
umat dari perayaan liturgi menjadi salah satu latar belakang proses penjauhan umat
dari altar. Sejak abad VIII, altar digeser ke tembok dan imam harus merayakan
Ekaristi dengan posisi membelakangi umat. Terasingnya umat dari perayaan liturgi
juga menyebabkan suburnya praktek devosi yang dilakukan oleh umat selama
Perayaan Ekaristi berlangsung.
3.1.2.5 Perayaan Ekaristi Pada Abad XVI-XX
Abad XVI merupakan masa di mana terjadi suatu perubahan dalam sejarah
Gereja. Hal ini ditandai dengan lahirnya gerakan Reformasi oleh Marthin Luther,
Johanes Calvin, Zwingli, dan sebagainya. Gerakan ini menentang teologi dan
praktek Gereja yang bagi mereka telah jauh menyimpang dari satu-satunya sumber
hidup iman yakni Kitab Suci. Mereka menolak Tradisi Gereja dan termasuk di
dalamnya, Misa Kudus. Gerakan pemisahan ini juga terjadi di Inggris ketika Raja
Henry VIII memisahkan Gereja Inggris dari Gereja Roma dan sejak itu berdirilah
Gereja Anglikan Inggris.
Konsili Trente diadakan sebagai bentuk tanggapan Gereja terhadap gerakan
reformasi tersebut. Namun, oleh karena situasi Gereja yang pada saat itu tidak
mudah, pelaksanaan sidang tersebut sering tertunda bahkan hingga bertahun-tahun.
Sidang tersebut harus berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu dari
tahun 1545 hingga 1563. Dengan alasan kekurangan waktu, maka Paus Pius V
(1566-1572) diberi wewenang untuk mempersiapkan pembaharuan bidang liturgi,
termasuk di dalamnya Tata Perayaan Ekaristi. Hasilnya adalah pemakluman
40
Missale Romanum Pius V. Pada tahun 1588 Paus Sixtus (1585-1590) mendirikan
sebuah Kongregasi Suci yang tugas utamanya adalah untuk mengawasi kesetiaan
Gereja di mana pun dalam melaksankan perayaan liturgi sesuai dengan
pembahruan yang telah ditentukan oleh Konsili Trente. Dalam pembaharuan ini
pun ditegaskan bahwa bahasa Latin menjadi bahasa wajib yang digunakan dalam
perayaan liturgi bagi Gereja Katolik di seluruh dunia.
Sejak abad XVI atau pasca-Trente, liturgi Gereja Katolik sangat
menekankan kesatuan dan keseragaman dalam melaksanakan ritus Romawinya.
Para imam dan uskup dilarang untuk melakukan perubahan dalam Tata Perayaan
Ekaristi. Hal ini beranjak pada kenyaatan tentang adanya kecenderungan para
imam dan uskup yang memberikan perubahan dalam Tata Perayaan Ekaristi
walaupun tidak mengubah apapun dari struktur dasarnya. Peraturan dari Paus V ini
masih membuat umat hanya berperan sebagai pendengar dan penonton serta
mengamati apa yang dilakukan oleh para imam dalam Perayaan Ekaristi.
Terdapat masa di mana bagian khotbah dilepaskan dari liturgi dan diadakan
sebelum Perayaan Ekaristi di mulai, yakni pada zaman Barok (abad XVII-XVIII).
Pada tahun 1903, Paus Pius X mengeluarkan Motu Proprio,Tra le sollecitudini,
yang membahas tentang pembaharuan musik Gereja. Di dalamnya, Paus Pius X
mengharapkan agar umat dapat berpartisipasi aktif dalam liturgi Gereja. Di sinilah
mulai bermunculan gerakan-gerakan liturgi yang tujuannya adalah agar umat lebih
memahami liturgi dan berpartisipasi aktif, sehingga umat tidak hanya berperan
sebagai penonton saja. Pembaharuan-pembaharuan ini berbuah baik dengan adanya
tanggapan positif dari Takhta Suci di mana Paus Pius XII berusaha memberikan
pembaruan pada pengaturan perayaan malam Paskah (1951) dan kemudian liturgi
Pekan Suci pada tahun 1955. Namun, puncak dari seluruh gerakan pembaharuan
tersebut ialah Konsili Vatikan II pada awal abad XX yang dokumen pertamanya
adalah mengenai liturgi Gereja.
3.1.2.6 Perayaan Ekaristi Dalam Semangat Konsili Vatikan II
Paus Yohanes XXIII memberikan perubahan dalam sejarah Gereja dengan
mengubah wajah Gereja melalui prakarsanya yang terkenal yakni pemanggilan
konsili ekumenis: Konsili Vatikan II. Penekanan perubahan yang ada di dalamnya
41
yakni mengenai bagaimana Gereja mulai membuka diri terhadap dunia dan
menjadikan Gereja sebagai sebuah sakramen keselamatan Allah bagi dunia. Dunia
tidak lagi dipandang sebagai kelompok kafir, pendosa atau bahkan musuh.
Sebaliknya, Gereja menjadikan dunia sebagai partner dialognya.
Dokumen pertama dalam Konsili Vatikan II adalah Konstitusi Liturgi
Sacrosanctum Concilium (SC). Konstitusi Liturgi SC ini dianggap sebagai puncak
dari seluruh rangkaian perjuangan pembaharuan liturgi Gereja. Kini umat
diharapkan dapat secara aktif mengikuti Perayaan Ekaristi. Di samping itu,
Perayaan Ekaristi pun kini dapat dijalankan dengan menggunakan bahasa pribumi.
Bahasa Latin tidak lagi menjadi bahasa wajib dalam Perayaan Ekaristi. Imam pun
merayakan Ekaristi di tengah umat, pembacaan Sabda Allah dipandang sebagai
bagian pokok dari Perayaan Liturgi, termasuk Misa Kudus. Homili dijadikan
bagian internal dalam liturgi sabda sehingga tidak lagi dipisahkan di luar Perayaan
Ekaristi. Proses inkulturasi mulai terasa dengan mulai dimasukannya tarian,
nyanyian, dan musik dari budaya setempat.
Untuk menjaga pelaksanaan keputusan Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI
membentuk sebuah komisi dan panitia yang mempersiapkan pembaruan buku-buku
liturgi menurut semangat Konsili Vatikan II. Buku Missale Romanum yang baru
diterbitkan pada tahun 1970 untuk menggantikan buku Missale Romanum Paulus
VI. Terbitan baru ini merupakan suatu edisi pembaharuan yang betul-betul
memasukan seluruh unsur kekayaan liturgi Gereja. Terdapat tiga buah tambahan
Doa Syukur Agung di dalam Tata Perayaan Ekaristi yang baru yakni, Kanon
Romawi yang menjadi DSA I dan DSA II-IV. Setelah itu dalam rangka Tahun Suci
(Yubelium) pada tahun 1975, Kongregasi Ibadat menerbitkan sebuah DSA baru
yang bertema "Rekonsiliasi", yang biasa dikenal dengan DSA V dan VI.
Bersamaan dengan itu diterbitkan pula tiga buah DSA untuk anak-anak yang
sekarang dikenal dengan DSA VIII, IX, dan X.
Atas kehendak Paus Yohanes Paulus II, diterbitkanlah Missale Romanum
2002. Hal ini dilakukan karena beberapa alasan, salah satunya adalah Missale
Romanum 1970 telah digunakan selama 30 tahun dan dalam masa itu Gereja dalam
perkembangannya telah banyak mengalami perubahan. Dengan demikian secara
42
keseluruhan mulai dari tahun 1969 hingga saat ini telah terbit tiga edisi Missale
Romanum.
3.1.3 Struktur Dasar Ekaristi
Berdasarkan Pedoman Umum Misale Romawi. 32 seluruh rangkaian
Perayaan Ekaristi terbagi dalam empat bagian besar yakni Ritus Pembuka, Liturgi
Sabda, Liturgi Ekaristi dan Ritus Penutup. Apabila diurutkan maka susunan
Perayaan Ekaristi adalah sebagai berikut:
3.1.3.1 Ritus Pembuka
Dalam Ritus Pembuka terdapat perarakan masuk, salam, kata pengantar,
pernyataan tobat, Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan, dan doa pembuka. Seluruh
bagian tersebut memiliki tujuan yakni untuk mempersatukan umat yang berhimpun
dan mempersiapkan mereka agar dapat masuk dan dengan segenap hati menghayati
seluruh rangkaian Perayaaan Ekaristi.
Perarakan Masuk.
Ritus pembuka dalam Perayaan Ekaristi diawali dengan perarakan masuk.
Para pertugas liturgi beserta imam berjalan menuju altar dengan urutan yang telah
diatur. Perarakan ini hendaknya diiringi oleh nyanyian pembukaan yang dibawakan
oleh paduan suara atau koor dan juga umat. Nyanyian pembuka bertujuan untuk
membuka Perayaan Ekaristi, membina kesatuan umat, dan mengantar umat untuk
masuk ke dalam masa liturgi atau peristiwa yang dirayakan.
Penghormatan Altar dan Salam.
Setelah arakan petugas liturgi dan imam tiba di panti imam, imam dan para
petugas berlutut atau membungkuk untuk menghormati altar. Kemudian imam
langsung menuju altar dan mencium altar. Dalam perayaan-perayaan khusus,
setelah mencium altar, imam mengitari altar dan salib sambil mendupainya. Imam
kemudian menyampaikan salam kepada umat dan juga sebuah pengantar singkat
berkaitan dengan Perayaan Ekaristi yang akan dirayakan.
32
Komisi Liturgi KWI, Pedoman Umum Misale Romawi (Ende: Nusa Indah, 2002), hlm. 41-60.),
43
Pernyataan Tobat
Imam kemudian mengajak umat untuk sejenak merenung dan menyesali
segala dosa dan kesalahan-kesalahannya di waktu-waktu yang lalu, maksud dari
pernyataan tobat diletakan pada bagian awal dalam Perayaan Ekaristi adalah agar
segenap umat yang mengikuti Perayaan Ekaristi hadir dalam keadaan bersih dan
pantas di hadapan Allah. Setelah pernyataan tobat imam memberikan absolusi.
Perlu diingat bahwa absolusi yang diberikan ini tidak memiliki kuasa pengampunan
yang sama dengan absolusi yang diberikan dalam Sakramen Tobat.
Tuhan Kasihanilah
Pernyataan tobat selalu disusul dengan nyanyian Tuhan Kasihanilah,
kecuali jika seruan ini telah tercantum dalam pernyataan tobat. Tuhan Kasihanilah
bersifat seruan sehingga dapat dinyanyikan atau didaraskan secara silih berganti
antara umat dan imam atau antara umat dan para petugas paduan suara.
Kemuliaan
Madah Kemuliaan merupakan salah satu bagian yang paling meriah
sekaligus penting dalam ritus pembukaan. Dalam Kemuliaan segenap umat yang
hadir dalam Perayaan Ekaristi memuji-muji dan memuliakan Allah. Sama seperti
Tuhan Kasihanilah, madah Kemuliaan didaraskan atau dinyanyikan secara silih
berganti antara umat dan imam atau antara umat dan para petugas paduan suara.
Madah Kemuliaan ini wajib dinyanyikan atau didaraskan pada hari Minggu di luar
masa Adven dan Prapaskah dan juga pada hari-hari raya atau pada
peringatan-peringatan lainnya dalam kalendar liturgi. Umumnya dalam perayaan
biasa atau Perayaan Ekaristi harian bagian Kemuliaan ini ditiadakan.
Doa Pembuka
Setelah seluruh rangkaian persiapan batin umat dan puji-pujian di awal
Perayaan Ekaristi selesai, umat diajak untuk masuk ke dalam permenungan sabda
Allah pada Liturgi Sabda. Imam mengajak umat untuk berdoa dan imam mulai
mendaraskan Doa Pembuka. Sesuai dengan tradisi tua Gereja, doa pembuka
diarahkan kepada Allah Bapa, dengan pengantaraan Putera, dalam Roh Kudus dan
diakhiri dengan rumusan sebagai berikut:
44
o Apabila doa diarahkan kepada Bapa.
Dengan pengantaraan Yesus Kristus PutraMu, Tuhan kami, yang bersama
dengan Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah,
kini dan sepanjang masa.
o Apabila doa diarahkan kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut Putra.
Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami, yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan dengan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan
sepanjang masa.
3) Apabila doa diarahkan kepada Putera.
Sebab Engkaulah Tuhan, pengantara kami, yang bersama dengan Bapa,
dalam persatuan dengan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan
sepanjang masa.
Umat menanggapi doa ini dan menjadikannya sebagai doa mereka sendiri
dengan menjawab Amin.
3.1.3.2 Liturgi Sabda
Inti dari Liturgi Sabda adalah bacaan-bacaan dari Alkitab dan
nyanyian-nyanyian tanggapannya. Pokok inti ini diperdalam dengan adanya
homili, syahadat, dan doa umat. Sabda Allah yang didengarkan dalam Liturgi
Sabda diuraikan dalam homili sebab dalam homili Allah sendiri berbicara kepada
umatNya melalui perantaraan imamNya. Sabda Allah ini diresapi dan dihayati oleh
umat dalam rupa keheningan nyanyian serta dihayati dalam syahadat. Dan setelah
itu umat memanjatkan segala permohonan mereka dalam doa umat.
Ada pun bagian-bagian dalam Liturgi Sabda itu dibagi dalam urutan berikut:
Saat Hening
Umat perlu memiliki waktu dan kesempatan untuk dapat
merenungkan dan menghayati setiap pesan dari bacaan-bacaan yang telah
didengarkan. Oleh karena itu perlu disisipkan saat hening dalam Liturgi
Sabda. Saat hening sangat tepat apabila diletakan sesudah bacaan pertama,
bacaan kedua, atau setelah bacaan Injil.
45
Bacaan-bacaan Alkitab
Rangkaian bacaan yang diberikan kepada umat haruslah sesuai
dengan kaidah penataan bacaan Alkitab. Kaidah penataan bacaan Alkitab
yang dimaksud adalah bagaimana bacaan tersebut dapat menunjukkan
kesatuan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan sejarah
keselamatan. Oleh sebab itu bacaan-bacaan serta mazmur tanggapan tidak
boleh diganti dengan bacaan-bacaan lain di luar Alkitab. Perlu diingat
bahwa bacaan-bacaan dalam Perayaan Ekaristi harus dibawakan oleh
petugas selain imam selebran, sedangkan Injil dibawakan oleh diakon atau
imam selain imam konselebran. Hanya jika tidak ada petugas lain barulah
imam selebran mengambil alih tugas ini.
Bacaan Injil merupakan puncak dari Liturgi Sabda. Bacaan Injil
harus dibawakan secara terhormat karena pada dasarnya bacaan Injil lebih
mulia dari bacaan-bacaan lainnya. Maka dari itu tata cara membawakannya
juga berbeda yakni sebagai berikut : (1) Diakon yang ditugaskan
memaklumkan Injil mempersiapkan diri dengan berdoa atau meminta
berkat dari imam selebran; (2) umat beriman, lewat aklamasi-aklamasi,
mengakui dan mengimani kehadiran Kristus yang bersabda kepada umat
dalam pembacaan Injil; selain itu umat berdiri selama pembacaan Injil
berlangsung; (3) Kitab Injil sendiri diberi penghormatan yang sangat
khusus.
Mazmur Tanggapan
Mazmur terletak setelah bacaan pertama. Mazmur tanggapan
hendaknya sesuai dengan bacaan yang bersangkutan yang biasanya diambil
dari Buku Bacaan Misa (Lectionarium). Mazmur tanggapan dapat
didaraskan atau sebaiknya dilagukan. Pemazmur membawakan ayat-ayat
mazmur sedangkan umat menanggapi dengan menyanyikan atau
mendaraskan bagian ulangan dalam mazmur.
Bait Pengantar Injil
Bait pengantar Injil dibawakan sesudah bacaan yang langsung
mendahului bacaan Injil, dengan atau tanpa alleluya sesuai dengan
46
ketentuan rubrik dan sesuai dengan masa liturgi. Bait pengantar Injil
memiliki tempatnya tersendiri di mana denganya umat mempersiapkan diri
untuk mendengarkan Tuhan yang akan bersabda melalui bacaan Injil dan
oleh sebab itu umat berdiri dan melagukan bait pengantar Injil, dipandu oleh
paduan suara atau solis.
Perlu diingat bahwa bait pengantar Injil ini dibawakan dengan atau
tanpa alleluya sesuai dengan ketentuan rubrik dan masa liturgi yang
berlangsung. Oleh sebab itu, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
a. Di luar Masa Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil dengan alleluya.
Ayat-ayat diambil dari Buku Bacaan Misa.
b. Dalam Masa Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil tanpa alleluya
sebagaimana ditentukan dalam Buku Bacaan Misa.
Jika sebelum Injil hanya ada satu bacaan, maka hendaklah diperhatikan hal-hal
berikut:
Di luar Masa Prapaskah, sesudah bacaan pertama dapat dilagukan nyanyian
mazmur alleluya atau mazmur tanggapan disusul bait pegantar Injil dengan
alleluya.
Dalam Masa Prapaskah, sesudah bacaan pertama dapat dilagukan mazmur
tanggapan dan bait pengatar Injil tanpa alleluya atau mazmur taggapan saja.
Kalau tidak dilagukan, bait pengantar Injil dengan atau tanpa alleluya dapat
dihilangkan.
Homili
Homili merupakan penjelasan tentang bacaan dari Alkitab atau pun
penjelasan tentang teks lain yang diambil dari ordinarium atau proprium
Perayaan Ekaristi hari itu, yang memiliki hubungan dengan misteri yang
dirayakan, atau yang bersangkutan dengan keperluan khusus umat yang
hadir. Homili biasanya dibawakan oleh imam yang memimpin Perayaan
Ekaristi. Dalam kesempatan atau situasi tertentu, homili dapat juga
dibawakan oleh imam konselebran atau diakon. Awam tidak diperkenankan
untuk membawakan homili. Dianjurkan juga bahwa setelah homili diberi
kesempatan hening bagi umat untuk merenungkan homili yang baru saja
didengar.
47
Pernyataan Iman
Tujuan dari pernyataan iman adalah agar umat yang berhimpun
dapat menanggapi Sabda Allah yang didengar dan dijelaskan dalam homili.
Pernyataan iman dilafalkan sesuai dengan rumus yang disahkan. Dalam
pernyataan iman, umat mengenang kembali serta mengakui pokok-pokok
misteri iman mereka sebelum akhirnya umat masuk ke dalam Liturgi
Ekaristi.
Pernyataan imam dapat dinyanyikan atau pun didaraskan oleh imam
bersama dengan umat pada hari Minggu dan hari raya serta pada
perayaan-perayaan khusus yang meriah.
Doa Umat
Umat menanggapi sabda Allah yang telah didengar dengan iman
melalui doa umat. Dalam doa umat, umat menyampaikan
permohonan-permohonan mereka yang secara umum merupakan wujud
bagi Gereja, bangsa-bangsa dan para pemimpinnya, untuk para pejabat
pemerintah, untuk orang-orang yang sakit dan menderita, untuk semua
orang dan untuk keselamatan dunia. Doa umat dipimpin oleh imam selebran
yang mengajak umat untuk berdoa dan menutupnya dengan doa. Ujud-ujud
doa umat dibawakan oleh petugas lain entah diakon, solis, lektor, atau oleh
awam beriman lainnya.
3.1.3.3 Liturgi Ekaristi
Kristus menetapkan kurban dan perjamuan Paskah yang terus menerus
menghadirkan kurban salib dalam Gereja. Hal ini terjadi setiap kali imam, atas
nama Kristus Tuhan, melakukan perayaan yang sama seperti yang dilakukan oleh
Tuhan sendiri dan diwariskan kepada murid-muridNya sebagai peringatan akan
Dia. Dalam perayaan itu, Kristus mengangkat roti dan anggur yang adalah lambang
tubuh dan darahNya, dan diberikanNya kepada murid-muridNya. Gereja mengatur
susunan Liturgi Ekaristis sedemikian rupa agar sesuai dengan tindakan Kristus
tersebut. Susunan bagian-bagian dalam Liturgi Ekaristi adalah sebagai berikut:
48
Persiapan Persembahan
Bahan persembahan yang akan dikonsekrasi menjadi tubuh
dan darah Kristus dibawa ke altar. Sebelumnya meja altar sudah
disiapkan terlebih dahulu, maksudnya di sini adalah pada altar telah
ditata korporale, purifikatorium, Misale, dan piala. Setelah itu
barulah bahan persembahan dibawa ke altar. Umat boleh
menghantar bahan persembahan ini yang nanti di depan altar akan
diterima oleh imam atau diakon. Adakalanya pada saat persiapan
persembahan, umat menunjukkan rasa syukur mereka dengan
membawa rupa-rupa persembahan lain selain roti dan anggur seperti
sayur mayur, uang persembahan, atau buah-buahan. Semua ini juga
diterima oleh imam atau diakon namun diletakan di tempat lain
selain altar.
Roti dan anggur disiapkan di altar oleh imam sambil
mengucapkan rumus-rumus yang telah ditentukan. Bahan
persembahan juga dapat didupai oleh imam. Pendupaan
melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat
Allah seperti halnya asap dupa. Setelah itu imam pun didupai oleh
diakon atau petugas lain. Maksud dari tindakan ini menggambarkan
pelayanan kudus yang ia sandang, lalu umat pun didupai sebagai
simbol martabat luhur yang mereka peroleh lewat pembabtisan.
Imam lalu membasuh tangannya sebagi simbol bahwa ia
menginginkan hati yang bersih.
Doa Persiapan Persembahan
Ketika seluruh persiapan persembahan telah dilaksanakan
maka imam mengajak umat untuk berdoa sebagai penanda untuk
masuk ke dalam Doa Syukur Agung. Dalam setiap perayaan
ekaristi hanya terdapat satu doa persembahan. Doa tersebut diakhiri
dengan penutup singkat, yaitu:
Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
49
Kalau Putera disebut diakhir doa:
Yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Umat kemudian menjawab Amin.
Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung merupakan bagian pusat dan puncak dari
seluruh perayaan. Doa Syukur Agung adalah sebuah doa syukur dan
pengudusan. Pada tahap ini, imam mengajak segenap umat yang
hadir untuk memusatkan hati mereka kepada Tuhan dengan berdoa
dan bersyukur. Semua umat yang beriman mengambil bagian dalam
doa ini. Maksud dari doa ini adalah agar seluruh umat beriman
menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah
yang agung dan dalam mempersembahkan kurban. Oleh imam hal
ini disampaikan kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan
pengantaraa Roh Kudus. Ada pun hal-hal penting yang perlu
diperhatikan dalam Doa Syukur Agung:
e. Ucapan syukur, khususnya pada bagian prefasi. Imam atas nama
seluruh umat, memuji Allah Bapa dan bersyukur atas segala karya
keselamatan dariNya atau atas alasan-alasan lain. Pada pesta atau
perayaan liturgi tertentu salah satu segi dari karya keselamatan
tersebut lebih ditonjolkan.
f. Aklamsi. Seluruh umat beriman berpadu dengan para penghuni
surga, melagukan Kudus. Sebagai bagian dari Doa Syukur Agung,
aklamasi ini dilambungkan oleh seluruh umat beriman bersama
imam.
g. Epiklesis. Gereja memohon kuasa Roh Kudus, dan berdoa supaya
bahan persembahan yang disampaikan oleh umat dikuduskan
menjadi Tubuh dan Darah Kristus, juga agar kurban murni itu
menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan
menyambutnya dalam komuni.
h. Kisah Institusi dan konsekrasi. Kata-kata dan tindakan Kristus
dalam bagian ini diulang, dan dengan demikian dilangsungkan
kurban yang dilakukan oleh Kristus sendiri pada saat malam
50
terakhir. Kristus mempersembahkan Tubuh dan DarahNya dalam
rupa roti dan anggur dan memberikannya kepada para muridNya
lalu berpesan agar misteri ini dirayakan secara terus menerus.
i. Anamnesis. Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang
disampaikan melalui para rasul, yakni, "Lakukanlah ini untuk
mengenangkan Daku!". Oleh sebab itu Gereja mengenangkannya
secara khusus sengsaraNya yang menyelamatkan, kebangkitanNya
yang mulia, dan kenaikanNya ke surga.
j. Persembahan. Gereja mempersembahkan kurban murni kepada
Allah Bapa dalam Roh Kudus. Tujuannya adalah agar dalam
mempersembahkan kurban murni ini umat beriman belajar juga
untuk mempersembahkan diri sendiri. Melalui Kristus, umat
beriman akan semakin sempurna bersatu dengan Allah dan sesama
umat, sehingga akhirnya Allah menjadi segala-galanya dalam
semua.
k. Permohonan. Dalam permohonan ini nampak dengan nyata bahwa
ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja baik
yang ada di surga mau pun yang ada di bumi. Menjadi jelas pula
bahwa kurban ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja
dan semua anggotanya, baik yang hidup mau pun yang telah mati.
l. Doksologi Penutup. Pada bagian ini diungkapkan pujian kepada
Allah yang dikukuhkan dan ditutup oleh umat dengan aklamasi
Amin panjang.
Ritus Komuni
Perayaan Ekaristi berarti Perayaan Paskah, oleh sebab itu
seperti yang telah diamanatkan Kristus, umat beriman yang
mempersiapkan hati dengan baik, hendaknya menyambut Tubuh
dan Darah Kristus sebagai makanan rohani. Inilah tujuan dari
pemecahan roti dan ritus-ritus lain yang menyiapkan dan mengantar
umat untuk komuni.
51
Bapa Kami
Dalam doa Bapa Kami, umat beriman memohon rezeki
sehari-hari. rezeki sehari-hari ini juga berarti Roti Ekaristi. Umat
juga memohon pengampunan dosa, agar anugerah kudus itu
diberikan kepada umat yang kudus. Imam mengajak jemaat untuk
berdoa. Kemudian seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami
secara bersama-sama dengan imam. Imam lalu sendirian
mengucapkan embolisme, yang diakhiri oleh umat dengan
doksologi. Embolisme menguraikan isi permohonan terakhir dalam
Bapa Kami dan memohon agar seluruh umat dibebaskan dari segala
kejahatan.
Baik ajakan imam dan Bapa Kami, mau pun embolisme dan
doksologi dilagukan atau didaraskan dengan suara yang jelas.
Ritus Damai
Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja dan bagi
seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan
persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain sebelum
dipersatukan dalam Tubuh Kristus.
Tata cara memberikan salam damai ditentukan oleh
Konferensi Uskup sesuai dengan kekhasan dan kebiasaan
masing-masing bangsa. Namun, sebaiknya orang-orang
memberikan salam hanya kepada orang-orang yang berada di
dekatnya dan dengan cara yang pantas.
Pemecahan Roti
Pemecahan roti menandakan bahwa umat yang banyak
menjadi satu, karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni
Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia.
Pemecahan roti dimulai sesudah salam damai, dan harus dijalankan
dengan khidmat dan hanya dijalankan oleh imam atau diakon.
Sementara imam atau diakon melakukan pemecahan roti,
dilagukanlah Anak Domba Allah, yang seturut ketentuan, dibawakan
52
oleh solis atau paduan suara dengan jawaban oleh umat. Anak
Domba Allah juga dapat didaraskan karena fungsinya adalah
mengiringi jalannya pemecahan roti. Nyanyian ini dapat diulang
seperlunya hingga pemecahan roti berakhir.
Komuni
Imam dan umat menyiapkan diri dengan berdoa agar Tubuh
dan Darah Kristus yang akan disambut dapat benar-benar berguna
bagi hidup dan pelayanan mereka masing-masing. Setelah itu imam
mengangkat roti Ekaristi di atas patena dan menunjukkannya
kepada segenap umat serta mengundang segenap umat untuk ikut
makan perjamuan Kristus. Imam dan umat kemudian menyatakan
ketidakpantasannya dengan kata-kata yang dikutip dari Injil.
Nyanyian komuni telah dimulai ketika imam menyambut Tubuh dan
Darah Kristus. Ada pun tujuan dari nyanyian komuni adalah sebagai
berikut:
1) Agar umat yang secara batin bersatu dalam komuni juga
menyatakan persatuannya secara lahir dalam nyanyian bersama.
2) Menunjukkan kegembiraan hati.
3) Menggarisbawahi corak "jemaat" dan perarakan komuni.
Setelah pembagian Tubuh dan darah Kristus selesai, imam
dan umat dianjurkan untuk berdoa dalam kesempatan hening. Pada
bagian ini dapat juga diisi dengan madah syukur atau nyanyian
pujian, atau didoakan mazmur. Imam kemudian menyampaikan doa
komuni untuk menutup seluruh rangkaian ritus komuni. Hal ini
bertujuan agar misteri yang telah dirayakan dapat menghasilkan
buah.
Perlu diingat bahwa dalam setiap Misa hanya terdapat satu
doa komuni yang selalu diakhiri dengan penutup singkat yakni
sebagai berikut:
Apabila doa diarahkan kepada Bapa:
Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan Kami.
53
Apabila diarahkan kepada Bapa, tetapi disebut Putra pada akhir doa:
yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Apabila doa diarahkan kepada Putra:
Sebab Engkaulah yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang
masa.
Segenap umat menjadikan doa penutup ini sebagai doa mereka
sendiri dengan aklamasi Amin.
3.1.3.4 Ritus Penutup
Ritus penutup merupakan bagian akhir dari seluruh rangkaian Perayaan
Ekaristi. Sebelum memberikan berkat kepada umat, imam biasanya memberikan
amanat singkat apabila diperlukan. Setelah itu imam memberikan salam dan
berkat yang pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakan dengan berkat
meriah atau dengan doa untuk umat. Imam atau diakon kemudian mengutus
segenap umat.
Seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi ditutup dengan penghormatan altar.
Imam dan diakon mencium altar, kemudian mereka bersama para pelayan yang lain
membungkuk khidmat ke arah altar.
3.1.4 Ekaristi Dalam Kehidupan Umat Kristen
Ekaristi adalah suatu perayaan persekutuan, sebab di dalamnya segenap
umat Kristiani berhimpun, bertemu dengan sesama dan yang terutama, bertemu
dengan Kristus. Ekaristi menjadi saat di mana umat bersekutu dengan Kristus
dalam peristiwa pemecahan roti yang adalah puncak dari seluruh rangkaian
Perayaan Ekaristi. Umat dengan hati terbuka dan kesadaran penuh menerima
Tubuh dan Darah Kristus dalam komuni (communio: persekutuan). Dengan adanya
persekutuan tersebut, Ekaristi tampil sebagai puncak dari segala sakramen dalam
54
penyempurnaan persatuan umat beriman dengan Allah Bapa, oleh persekutuan
dengan diri kepada Kristus, melalui perantaraan Roh Kudus.33
Sebagai puncak perayaan iman umat Kristen, Ekaristi tentu memiliki
perannnya tersendiri dalam kehidupan seluruh umat Kristen. Allah mengutus Roh
PutraNya yang bagi setiap Gereja dan masing-masing orang beriman menjadi asas
penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para Rasul dan persekutuan, dalam
pemecahan roti dan doa-doa. 34 Dalam merayakan Ekaristi umat datang dan
berkumpul untuk mengikuti seluruh rangkaian perayaan liturgi dan ritus-ritus yang
ada. Umat bersama-sama mengambil peran yang juga penting dalam rangka
memperlancar jalannya Perayaan Ekaristi. Hal ini tentu berdampak pada tingkat
persatuan umat. Dengan adanya peran umat dalam Perayaan Ekaristi, semangat
persatuan umat dikuatkan. Contoh praktisnya adalah bagaimana umat yang terbagi
dalam lingkungan-lingkungan atau kelompok basis mendapatkan giliran dalam
menanggung tugas-tugas liturgi mingguan dalam suatu paroki.Tugas-tugas tersebut
berupa penanggung koor, petugas lektor, putra-putri altar, hingga petugas penjaga
keamanan.
Dalam semangat persekutuan, umat dalam Perayaan Ekaristi pun
mengemban suatu tugas mulia yakni perutusan. Hal ini merupakan perintah
terakhir Kristus dalam peristiwa kenaikanNya ke Surga35. Segenap umat beriman
diutus untuk menjadi pewarta kabar baik mengenai keselamatan dari Kristus,
melaksanakan perintah untuk saling mengasihi dan membangun Kerajaan Allah di
dunia. Oleh karena itulah umat diharapkan dapat terus menjalankan peran sosial
mereka di tengah masyarakat dengan selalu berpadu pada tugas perutusan mereka
oleh Gereja. Pentingnya tugas perutusan umat di tengah masyarakat membuatnya
tidak terpisahkan dalam liturgi perayaan. Pada ritus penutup dalam Perayaan
Ekaristi, imam membubarkan umat dengan mengutus mereka setelah berkat
penutup diberikan. Pada akhir perayaan imam mengutus seluruh umat dengan
seruan, "Pergilah, kalian diutus". Herman P. Panda mengatakan, "Umat diutus
33
Paus Yohanes Paulus Kedua, "Ecclesia De Eucharistia": Ekaristi dan Hubungannya dengan
Gereja, penerj. Anicetus B. Sinaga (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi
Waligereja Indonesia, 2005), hlm. 30 34
Lumen Gentium dalam R. Hardawiryana (penerj. Dokumen Konsili Vatikan II, Cetakan 12
(Jakarta: Penerbit Obor, 2013), hlm. 87 35
bdk.Matius 29:19-20
55
setelah pikiran dicerahkan dengan Sabda dan jiwa disegarkan dengan tubuh, darah,
jiwa dan keAllahan Yesus Kristus dalam Komuni Kudus. Umat diutus untuk
membawa Kristus ke tengah dunia."36
Di samping semangat persekutuan dan tugas perutusan, Ekaristi juga
menghantar umat kepada pertumbuhan imannya yang sejati terhadap misteri
penyelamatan Kristus. Umat beriman dibawa masuk untuk mendalami dan
menghayati karya penyelamatan Kristus serta kehadiranNya dalam rupa roti dan
anggur dalam Ekaristi. Umat mengenang kembali bagaimana Kristus telah
menyerahkan nyawaNya bagi keselamatan dunia dan sesudah itu menunjukkan
bagaiamana kuasaNya dapat mengalahkan maut dengan kebangkitanNya pada hari
ketiga. Peristiwa wafat dan kematian Kristus membawa umat ke dalam sebuah
refleksi mengenai besarnya kasih yang dimilikiNya tidak hanya kepada umat yang
beriman kepadanya tetapi juga bagi seluruh dunia. Kesadaran akan hal ini
sepatutnya membuat segenap umat beriman tergerak untuk mewujudnyatakan iman
mereka sehingga iman mereka berkembang menjadi sebuah aksi nyata tindakan
kasih terhadap sesama.
3.2 Tinjauan Umum Terhadap Devosi Rosario
Pada bagian ini penulis memberikan pengertian dari devosi rosario dengan
pertama-tama menjelaskan pengertian umum tentang devosi dan kemudian secara
lebih khusus tentang devosi rosario, dan selanjutnya penulis menerangkan sejarah
perkembangan devosi rosario itu sendiri. Pada bagian ini penulis mulai
memberikan gambaran tentang apa peran devosi rosario terhadap kehidupan umat
kristen, dan bagian yang terpenting dari sub bab ini adalah penulis memberikan
penjelasan tentang seperti apa hubungan yang ada di antara devosi rosario dan
perayaan ekaristi.
3.2.1 Pengertian Devosi Rosario
Sebelum membahas lebih khusus apa pengertian devosi rosario, maka perlu
diketahui terlebih dahulu arti dan makna devosi secara umum. Devosi secara
36
Herman P. Panda, Sakramen dan Sakramentali dalam Gereja(Yogyakarta: Penerbit Amara Books
Yogyakarta, 2013), hlm. 45.
56
etimologis berasal dari kata Latin devotio yang berarti penyerahan diri kepada
sosok yang dianggap agung, pengabdian yang rela, doa, ibadah, kesalehan,
pematangan, hal berpuasa, janji, kaul dan pengabdian demi kaul.37 Dari pengertian
tersebut dapat dilihat bahwa secara sederhana devosi berarti dedikasi seseorang
dalam rupa doa, pujian, dan kurban terhadap sosok lainnya yang dianggap agung.
Devosi merupakan penyerahan diri dalam bentuk penghormatan dan pengabdian.
Devosi selalu berkaitan dengan batin dan hati yang mau menyerahkan diri kepada
Tuhan melalui para kudusNya.38 Dalam hubungannya dengan rosario, maka devosi
rosario berarti dedikasi seseorang terhadap Maria sebagai obyek dari devosi ini
dalam rupa berdoa, memanjatkan pujian, dan kurban dengan menggunakan
manik-manik rosario sebagai sarananya.
Devosi rosario adalah devosi yang ditujukan kepada Maria sehingga devosi
ini tergolong dalam devosi Marial. Secara umum terdapat tiga tingkatan dalam
devosi yakni latria, dulia, dan hyperdulia. Devosi Marial termasuk di dalam
tingkatan devosi hyperdulia.39
3.2.2 Latar Belakang Dan Sejarah Devosi Rosario
Devosi rosario yang digunakan saat ini telah mengalami perjalanan
perkembangan yang sangat panjang. Perjalanan sejarah devosi rosario dimulai pada
saat Gereja memandang doa 'Bapa kami' sebagai sebuah doa yang dasariah. Kala
itu, para calon babtis harus menghafal doa 'Bapa kami' di samping "Credo" atau
syahadat para rasul. Stefan Leks dalam bukunya, Rosario Berdasarkan Alkitab40,
menguraikan sejarah panjang rosario. Dalam bukunya ia mengurakan bahwa pada
Abad Pertengahan atau sekitar abad kesepuluh, terdapat sebuah kendala di mana
beberapa bruder dalam biara-biara tidak dapat membaca. Hal ini membuat
37
Th. L. Verhoeven dan Marcus Carvallo, Kamus Latin-Indonesia (Ende: Nusa Indah, 1969), hlm.
306. 38
F.D Wellam, Kamus Sejarah Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hlm. 69. 39
Dr. C. Groenen Ofm, Mariologi Teologi & Devosi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988), hlm.
149. 40
Dalam tradisi teologi Kristen kata "douleia" itu menjadi istilah dengan arti "kebaktian kepada
seorang manusia atau orang kudus" berbeda dengan "latreia" atau jenis praktik devosi yang hanya
boleh disampaikan kepada Allah saja. Sedangkan Maria dipandang sebagai yang paling kudus
diantara semua orang kudus, maka dari itu devosi kepadanya disebut hyperdulia. lih. Stefan Leks,
Rosario Berdasarkan Alkitab (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), hlm. 11.
57
bruder-bruder tersebut mengalami kendala dalam membaca doa "officium" atau doa
khusus para biarawan serta rohaniwan yang hampir seluruhnya terdiri dari
bacaan-bacaan Kitab Suci. Oleh karena itu, bruder-bruder yang tak dapat membaca
ini menggantikannya dengan mendaraskan 'Bapa kami' berulang-ulang. Pada saat
yang sama pula, ada banyak awam yang mendaraskan doa demikian.
Jumlah doa "Bapa kami" tadi dihitung dengan seuntai tali berikat-ikat atau
sebuah manik-manik yang disebut Paternoster atau 'Bapa kami'. Doa 'Bapa kami'
yang diucapkan berjumlah 150 seturut dengan jumlah mazmur. Dengan begitu, doa
'Bapa kami' yang diucapkan sebanyak 150 kali itu disebut dengan Kitab Mazmur
Kristus. Hingga pada abad kesebelas tali Paternoster tersebut juga dipakai untuk
mendaraskan doa 'Salam Maria'.
Dalam sejarah perkembangannya telah diketahui bahwa devosi kepada
Maria telah berkembang sejak dahulu. Misalnya pada abad ketujuh di Roma di
mana perarakan persembahan diiringi dengan nyanyian "Ave Maria gratia plena"
atau yang berarti "Salam Maria penuh rahmat. "Devosi-devosi terhadap Maria
secara khusus dilestarikan di biara-biara. Pada abad kesepuluh dan abad kesebelas
dalam buku-buku doa para biarawan sering disebut dengan doa 'Salam Maria'. Pada
abad kesebelas munculah kebiasaan untuk memberikan salam kepada Bunda Maria
ketika seseorang melewati lukisan atau patung Maria. Orang akan menyebut atau
menyanyikan kata-kata Ave Maria arau Salam Maria.
Pada saat itu, pengucapan "Salam Maria" tidak dilanjutkan dengan "Santa
Maria Bunda Allah..." seperti yang dikenal sekarang ini. Pada saat itu hanya
didaraskan bagian pertama saja atau hingga pada kata-kata "...terpujilah buah
tubuhmu." Kala itu, orang biasanya akan berlutut untuk menghormati Yesus, 'buah
tubuh' Maria. Jumlah 'Salam Maria' yang didaraskan dihitung sesuai pada untaian
tali Paternoster. Rangkaian doa 'Salam Maria' yang diucapkan 150 kali diberi nama
Kitab Mazmur Maria. Dalam perkembangannya, 150 'Salam Maria' tersebut dibagi
ke dalam tiga bagian yang masing-masing hanya terdiri atas 50 'Salam Maria' yang
disebut dengan korona atau mahkota. Kata ini mengingatkan orang-orang pada
masa itu akan hiasan-hiasan dari kembang yang mirip dengan mahkota atau pun
topi yang bianya menghiasi kepala dari patung atau lukiasan-lukisan Maria.
58
Lanjutan dari doa 'Salam Maria' yakni 'Santa Maria bunda Allah, doakanlah
kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amin.", ditambahkan dan
dijadikan doa resmi sejak Paus Pius V (tahun 1568) meresmikan terbitan
'Breviarium'. Namun lanjutan dari doa 'Salam Maria' ini baru diterima secara umum
pada abad ketujuhbelas. Pada abad ketigabelas, telah ada kebiasaan untuk
menghubungkan doa 'Salam Maria' yang diulang-ulang tersebut dengan berbagai
renungan tentang sejumlah peristiwa dalam kehidupan Yesus. Di masa itu juga
terdapat kebiasaan untuk menambah kata-kata "...buah tubuhmu" dengan nama
Yesus dan dengan sebuah kalimat pelengkap, seperti, "Yang didera dengan kejam",
"Yang dimahkotai duri", dan sebagainya.
Pada abad kelimabelas hadir seorang biarawan bernama Dominikus. Oleh
anjuran pemimpin biaranya, ia berusaha menggabungkan dua praktek kesalehan,
yakni doa rosario yang terdiri dari 50 'Salam Maria' dan renungan mengenai
kehidupan Yesus serta ibuNya. Pada tahun 1410 ia menyusun 50 seruan penutup
doa 'Salam Maria', yang langsung dihubungkan dengan nama Yesus, yang pada saat
itu menjadi penutup doa. Seruan-seruan tersebut ditujukan kepada para pemakai
rosario dan diterima dengan antusias. Doa yang telah disempurnakan tersebut
dengan cepat menjadi populer baik dalam bahasa Latin mau pun bahasa Jerman
(Rosenkranz).
Mulai pada tahun 1475, mulai muncul serikat-serikat yang mempopulerkan
doa rosario di Gereja. Dengan munculnya seni cetak, daftar lima belas peristiwa
yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa rosario mulai dikenal di
mana-mana. Terdapat sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun 1483 di
mana buku tersebut menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing gambar
memuat lima lukisan tersendiri, yaitu: Lima sukacita Maria, Lima penumpahan
darah Kristus, dan Lima sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah
kelimabelas peristiwa rosario yang dikenal pada saat ini, kecuali dua darinya yakni
peristiwa Tertidurnya Maria dan Penghakiman Terakhir.
Daftar tetap dari lima belas peristiwa rosario ini disusun di Spanyol dan
ditetapkan di sana sejak tahun 1488. Daftar itulah yang disahkan oleh Paus Pius V,
biarawan dominikan, ketika ia menetapkan rosario sebagai doa yang sah pada tahun
59
1569. Setahun sebelumnya, paus yang sama mengesahkan teks doa 'Salam Maria'
yang sampai sekarang tidak diubah.
3.2.3 Peristiwa-Peristiwa Dalam Rosario
Peristiwa-peristiwa yang ada dalam rosario sejatinya ingin mengajak umat
yang mendoakannya untuk merenungkan segala situasi dan pengalaman hidup
Kristus mau pun Maria sendiri. Rosario dalam perkembangannya hingga pada
saat ini terdiri dari empat peristiwa besar yakni peristiwa mulia, peristiwa terang,
peristiwa gembira, dan persitiwa sedih.
3.2.3.1 Peristiwa Mulia
Peristiwa Mulia ke empat yakni "Maria diangkat ke Surga" merupakan
puncak dari semua keteladanan dan ketaatan serta ketulusan Bunda Maria dan juga
puncak dari keikutsertaan Maria yang mengambil bagian dalam karya keselamatan
Allah bagi semua orang. Segala sikap dan keutamaan yang dilakukan oleh Maria
sepanjang hidupnya senantiasa membuahkan kemuliaan bagi Putranya.
Pengalaman Maria tersebut membuahkan pengharapan bagi orang beriman untuk
bisa mengalami kemuliaan, bersama Kristus yang telah dimuliakan. "Tetapi
tiap-tiap orang menurut urutannya Kristus sebagai buah sulung, sesudah itu mereka
yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan- Nya".41
Ketabahan, kesetiaan, dan sikap rendah hati Maria merupakan
keutamaannya yang mengagumkan. Keterlibatannya dalam karya penebusan
Yesus, Puteranya, membuatnya menerima anugerah istimewa, dan kemudian
diangkat ke surga, jiwa dan raganya. Keseluruhan sikap dan tindakan iman Maria
inilah yang dapat menjadi teladan bagi semua orang dalam menjalani hidup
sehingga pada akhirnya dapat memperoleh kehidupan kekal di surga.
3.2.3.2 Peristiwa Terang
Setiap peristiwa yang ada pada peristiwa terang rosario adalah pewahyuan
Kerajaan Allah yang nampak dalam pribadi Yesus.42 Kisah Peristiwa Terang yang
41
bdk. 1 Kor 15:23 42
Paus Yohanes Paulus II, "Rosarium Virginis Mariae", penerj. Ernest Mariyanto (Jakarta:
Departemen Dokumentasi Dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2003), hlm. 25.
60
ke dua "Yesus menyatakan diri-Nya dalam pesta pernikahan di Kana" merupakan
pewahyuan yang dinyatakan sendiri oleh Bapa pada pembaptisan Yesus di Sungai
Yordan dan digemakan oleh Yohanes Pembaptis, serta diucapkan oleh Maria di
Kana, "Lakukan apa yang la katakan".43 Maria tidak banyak ditonjolkan dalam
kisah-kisah peristiwa terang. Namun perkataanya pada saat peristiwa di Kana
kiranya menjadi sebuah panutan besar yang menghantar umat kepada Kristus.
Kata-kata ini merupakan nasihat yang paling besar yang diucapkan Maria dan
dijadikan sebagai sebuah amanat bagi Gereja seluruh zaman. Ujaran ini merupakan
pengantar yang tepat untuk kata-kata dan tanda-tanda yang dibuat Yesus dalam
pelayanan di hadapan umum, dan ini menjadi dasar keyakinan bahwa sungguh
terlibat dalam seluruh "Peristiwa Terang". 44 Maria menunjukkan sikap rendah
hatinya dengan tidak menonjolkan diri dalam setiap karya ajaib yang melibatkan
dirinya terutama ketika hal itu secara lagsung melibatkan Putranya. Kerendahan
hati Maria ini sekiranya menjadi satu nilai penting yang dapat diteladani.
3.2.3.3 Peristiwa Gembira
Dalam Peristiwa Gembira yang pertama "Maria Menerima Kabar Gembira
dari Malaikat Gabriel", 45 salam dari Malaikat Gabriel kepada Maria dikaitkan
dengan ajakan, "Bersukacitalah, Maria". Seluruh sejarah keselamatan yang telah
dituntun kepada salam ini merupakan rencana Bapa untuk menyatukan segala
sesuatu dalam Kristus.46 Allah Bapa menaruh hati pada Maria dan mengangkatnya
menjadi Bunda Putra-Nya. Karena hal ini, seluruh umat manusia menyatakan
bahwa Maria dengan tulus ikhlas menyetujui kehendak Allah.47 Sikap iman Maria
yang tulus ikhlas menerima undangan Allah untuk mengandung Putra Allah dengan
tepat memperlihatkan bahwa Maria meyerahkan dirinya secara total pada kehendak
Allah. Ungkapan "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu" yang diucapkan oleh
43
bdk Yoh 2:5 44
Paus Yohanes Paulus II, op. cit., hlm. 27 45
bdk Luk 1:26-38 46
bdk. Ef 1: 6 47
Paus Yohanes Paulus II, op. cit., hlm. 25
61
Maria merupakan sikap iman dan penyerahan total atas rencana Allah pada dirinya.
Inilah teladan Gereja yang ulung.48
Selain itu, pada Peristiwa Gembira yang ke lima "Yesus ditemukan dalam
Bait Allah"49 terlihat sikap iman Maria yakni dengan menyimpan segala perkara
dalam hatinya. Maria tidak segera memarahi Yesus ketika ia menemukanNya di
Bait Allah tetapi Maria justru menyimpannya dalam hati. Menyimpan dalam hati
segala perkara di sini bukan berarti Maria tidak mau tahu dengan apa yang
dilakukan Yesus tetapi mengandung arti sebenarnya bahwa ia merenungkan dalam
hatinya dan dibawanya dalam doa. Sikap dan keteladanan Maria yang selalu
membawa setiap perkara dalam hatinya dan dibawa dalam doa merupakan suatu
sikap yang patut diteladani.
3.2.3.4 Peristiwa Sedih
Rangkaian kisah dalam peristiwa ini hampir seluruhnya mengisahkan
penyertaan Maria yang setia menemani Kristus dalam penderaanNya hingga
wafatNya di kayu salib. "Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara
ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena..." (Yoh.19:25-27). Kutipan ini
menunjukkan bahwa ada sebuah relasi yang dekat dengan Yesus. Maria senantiasa
hadir dan menyaksikan penderitaan Putra-Nya, bahkan sampai wafat di kayu salib.
Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa penderitaan Bunda Maria di kaki salib
ini merupakan pengosongan iman yang terdalam yang pernah terjadi dalam sejarah
manusia.50 Di kaki salib itulah dipenuhinya nubuat Simeon, "Dan suatu pedang
akan menembus jiwamu sendiri" (Luk 2:35).
Di sini keagungan dan kesempurnaan Maria yang mengutamakan kehendak
Allah, walaupun harus menempuh jalan penderitaan terihat. Semua penderitaan
karena menyaksikan siksaan yang dialami oleh Putranya di tanggung Maria dengan
hati tabah. Selain itu, dalam diri Maria dapat pula ditemukan keteladanan kesetiaan
total sebagai hamba Allah dalam menanggapi dan melaksanakan SabdaNya.
48
Tahta Suci, "Lumen Gentium". Penerj. Roberto Hardawiryana (Jakarta: Departemen Dokumentasi
Dan Penerangan KWI, 1990), hlm. 77 49
bdk Luk 2:41-52 50
Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 1987), hlm. 28.
62
Keteladanan hidupnya inilah yang patut mejadi contoh teladan hidup umat beriman
dalam menghidupi panggilannya sebagai umat Allah.
3.2.5 Rosario Sebagai Doa Umat
Rosario merupakan salah satu doa yang paling populer di kalangan
masyarakat kristiani. Doa rosario merupakan doa yang sederhana namun
mendalam.51 Doa ini dikenal sebagai doa yang sederhana, cara membawakannya
juga sangat praktis, dapat dibawakan pribadi mau pun bersama doa rosario dapat
dibawakan oleh hampir setiap kalangan. Rosario nampaknya menjadi doa yang
dipandang memiliki berbagai manfaat. Kesederhanaan ini yang pertama-tama
membuatnya menjadi doa yang populer. Dalam berdoa rosario, umat memberikan
penghormatannya kepada Bunda Tersuci Perawan Maria, dan juga menyampaikan
segala permohonan mereka kepada Maria untuk dihantarkan kepada Puteranya,
Yesus Kristus. Dalam doa rosario terjalin suatu hubungan ibu dan anak antara
Maria dan umat. Maria hadir sebagai sosok ibu yang begitu dekat dan bersedia
mendengarkan seluruh perkara putra-putrinya. Relasi yang menggambarkan
hubungan antara ibu dan anak ini membuat umat merasa begitu dekat dengan
kehadiran Maria dalam doa rosario.
Dalam pesannya pada Minggu misi ke-77, Paus Yohanes Paulus II
mengundang umat dari berbagai kalangan untuk berdoa rosario, dalam pesannya ia
berkata:
Tingkatkanlah doa Rosariomu, secara pribadi dan dalam
komunitas, untuk memperoleh dari Tuhan rahmat yang
dibutuhkan oleh Gereja dan umat manusia. Saya mengundang
siapa saja untuk melakukan ini: anak-anak, orang dewasa, tua
dan muda, keluarga-keluarga, paroki-paroki dan
komunitas-komunitas religius.
Undangan Paus Yohanes Paulus II dalam pesan ini menegaskan bagaimana rosario
diyakini sebagai doa yang dekat dengan umat kristiani, doa yang sederhana namun
memiliki dampak yang besar.
51
Paus Yohanes Paulus II, op. cit., hlm. 7
63
3.2.6 Rosario Dalam Kaitannya Dengan Perayaan Ekaristi
Berdoa rosario tidak lain adalah berkontemplasi bersama Bunda Maria,
memandang wajah Kristus. 52 Maria telah sejak dahulu kala mengambil peran
penting dalam kehidupan umat beriman. Maria secara pasti terlibat dalam Karya
Penyelamatan Allah, ia memiliki peranan istimewa dalam setiap Misteri Kristus di
Dunia.53 Secara harafiah kita dapat memahami keistimewaan peranan Maria ini
karena ia adalah wanita yang menjadi ibu Kristus secara biologis. Kristus yang
adalah Sabda yang menjadi manusia berdiam di dalam rahim Maria. Hal ini dalam
artian tertentu menunjukkan bahwa Maria adalah tabernakel hidup sebab di dalam
tubuhnya Sabda yang hadir dalam wujud tubuh manusia itu berdiam. Maria sendiri
telah dipersiapkan Allah untuk menjalankan tugas mulia sebagai ibu Kristus, dan
Maria dengan kehendak bebas menerima peran tugas yang dipercayakan
kepadanya.54 Peranan yang diambil Maria dalam sejarah penyelamatan Kristus
tidak hanya berasal dari kenyataan bahwa ia adalah ibu Tuhan secara biologis tetapi
juga melalui keibuan manusiawi dan keibuan teologisnya.55
3.2.6.1 Rosario "Laudato Si"
Pada awal Maret 2020 Paus Fransiskus mengajak segenap umat kristen
untuk menyediakan waktu yakni pada tanggal 16-24 Mei 2020 sebagai pekan
Laudato Si dalam rangka memperingati 5 tahun dikeluarkannya ensiklik tersebut
yang membahas tentang lingkungan hidup namun di samping itu ajakan ini juga
sebagai sebuah promosi yang bertujuan agar segenap umat semakin mengenal
ensiklik tersebut. Untuk melancarkan ajakan ini, Bapak Ignasius Kardinal Suharyo
dalam homily Perayaan Ekaristi Paskah Pontifikal56
pada Minggu 12 Maret 2020
mengundang segenap umat beriman Indonesia untuk melakukan pertobatan
52
Ibid., hlm. 8 53
Tahta Suci, op. cit., hlm.86 54
Dr. C. Groenen Ofm, op. cit., hlm.103 55
Stanislaus Surip, Perempuan Itu Maria? (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), hlm. 80. 56Misa Pontifikal adalah misa khidmat yang dirayakan oleh seorang uskup dengan upacara yang ditentukan dalam “Caeremoniale Episcoporum” I dan II. Upacara penuh dilaksanakan ketika uskup merayakan Misa di atas takhta di Gereja Katerdralnya sendiri, atau atas izin di atas takhta di keuskupan lain. Lih. https://www.newadvent.org/cathen/12232a.htm diakses pada 2 Mei 2020.
64
ekologis dengan tujuan yakni untuk memohon ampun atas segala perbuatan
manusia terhadap lingkungan hidup.
Agar umat dapat dengan mudah menanggapi ajakan ini serta lebih mengenal
ensiklik Laudato Si, maka ajakan ini diwujudkan dalam bentuk devosi rosario yang
disebut Rosario Laudato Si. Doa Rosario Laudato Si mencoba mengaitkan seluruh
peristiwa-peristiwa yang ada dalam peristiwa-peristiwa rosario yang telah dikenal
secara umum oleh umat kristen dengan beberap isi penting dalam ensiklik Laudato
Si. Upaya-upaya ini didasari oleh pengandaian bahwa ensiklik Laudato Si
merupakan bimbingan dan spirituaitas Katolik tentang bumi dan segala macam
permasalahan yang ada di dalamnya yang tentu memiliki kaitan erat dengan kisah
keselamatan yang ada di dalam Injil.57
Hadirnya Rosario Laudato Si menjadi tanda bahwa devosi rosario yang
akrab dikenal di kalangan umat merupakan sebuah doa yang fleksibel dan karena
itu, melalui peristiwa-peristiwa rosario ia dapat menjadi bahan permenungna
terhadap berbagai konteks kehidupan iman umat salah satunya dan yang terpenting
adalah ekaristi. Sama halnya dengan Doa Rosario yang dikeluarkan dengan tujuan
agar umat dapat melihat bahwa permasalahan lingkungan hidup memilki kaitan
erat dengan kisah penyelamatan yang ada di dalam Injil, devosi rosario secara
sejatinya hendak menghantarkan segenap umat untuk masuk ke dalam penghayatan
tentang kisah penyelamatan Kristus yang berpuncak pada ekaristi.
3.2.6.2 Peran Maria Dalam Kisah Injil Yohanes
Dalam sejarah yang tertulis dalam Injil Yohanes, Maria telah menjadi sosok
perantara antara umat dan Kristus. Dalam kaitannya dengan hal ini baiklah kita
melihat kembali pada peristiwa mukjizat Yesus yang pertama dalam kisah
pernikahan di Kana.58 Maria menyadari kesulitan para pelayan kala itu mengenai
kekurangan anggur yang mereka alami. Maria kemudian menyampaikan hal ini
kepada Kristus dan setelah itu Kristus membuat mukjizat terjadi dengan mengubah
air menjadi anggur. Ada pun pada kisah penyaliban, Kristus telah memaklumatkan
kepada murid yang dikasihiNya untuk mengambil Maria sebagai ibunya, dan
57
Al. Andang L. Binawan et al., Doa Rosario Laudato Si (2020), hlm. 3. 58
bdk. Yohanes 2:1-11
65
kepada Maria ia menunjuk muridNya tersebut sebagai anaknya dengan berkata
"Ibu, inilah anakmu?" dan "Inilah ibumu."59
Tindakan Maria pada peristiwa pernikahan di Kana dan ungkapan Kristus
pada saat Ia disalib membawa umat pada suatu penghayatan akan bagaimana Maria
mengambil peran penting dalam kehidupan umat yang beriman kepada Putranya.
Melalui kedua kisah tersebut kita dapat melihat bagaimana Maria menjadi
pengantara umat yang berkesusahan yang memohon mukjizat dari Allah. Di sisi
lain, Kristus telah memberikan kepada umat beriman ibunya agar sebagaimana
relasi seorang ibu dan anak, Maria dapat menjadi sosok yang menaungi umatnya
yang mengalami kesusahan. Dr. C. Groenen Ofm dalam bukunya mengatakan
bahwa relasi antara Maria dan manusia terjalin melalui Kristus sebagai
satu-satunya penebus. 60 Kristus dengan kata lain, menjadikan Maria sebagai
perantara atas segala doa dan permohonan umat beriman.
3.2.6.3 Devosi Rosario Dan Ekaristi
Dalam kaitannya dengan Ekaristi, devosi rosario sebagai sebuah devosi
kedudukannya adalah sebagai pendukung Ekaristi. Rosario sebagai satu dari
berbagai macam devosi hendaknya menguatkan Ekaristi tersebut. Devosi Rosario
dapat disebut sebagai ringkasan seluruh Injil. Doa ini bersifat doa kontemplatif
pujian dan permohonan. Proses doa ini teratur dan bertingkat yang mencerminkan
Sabda Allah dalam memasuki dunia manusia dan membawa dalam penebusan.
Urutannya tertata karena merenungkan peristiwa-peristiwa pokok keselamatan
yang dilaksanakan oleh Kristus yang pada akhirnya menghantar umat pada
penghayatan terhadap Ekaristi. Maria dalam liturgi ritus Romawi memiliki
kedudukannya sendiri dan sesuai dengan praksis yang dikeluarkan Konsili Vatikan
II karena ia dipandang sebagai wanita yang juga patut mendapatkan
penghormatan. 61 Dalam dokumen tersebut dibahas mengenai Maria dalam
pembaharuan liturgi Romawi dan Santa Perawan Maria sebagai model Gereja
dalam ibadat Ilahi.
59
bdk. Yohanes 19:26-27 60
Dr. C. Groenen Ofm, loc. cit., 61
Paus Paulus VI, "Marialis Cultus". Penerj. Piet Go (Jakarta: Departemen Dokumentasi Dan
Penerangan KWI, 2006), hlm. 9
66
Dalam mendaraskan permenungan-permenungan di tiap-tiap peristiwa
rosario, umat mengenangkan perjalanan kisah hidup Kristus yang berpuncak pada
Ekaristi. Devosi kepada Maria pada hakikatnya memiliki tujuan untuk
mengarahkan umat beriman kepada karya penyelamatan Kristus. Ia harus
membawa manusia untuk menjadi lebih dekat dengan Kristus yang karya
penyelamatanNya hadir dalam Liturgi Ekaristi.
3.3 Kesimpulan
Perayaan ekaristi sejatinya merupakan puncak dari penghayatan iman umat
kristen. Ia menjadi sebuah perayaan sebab di dalam ekaristi segenap umat beriman
merayakan kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur. Di samping itu, ia
menjadi puncak dari penghayatan iman umat kristen karena dalam perayaan
ekaristi segenap umat menghayati peristiwa penyelamatan Kristus melalui
perjalanan sengsara, wafat, dan kebangkitanNya dari maut. Rosario sebagai sebuah
devosi hendak mengajak umat untuk menghormati Bunda Maria yang telah
mengambil peran besar dalam karya penyelamatan umat. Ia menjadi sosok yang
patut dihormati karena melalui dia, Allah menurunkan PuteraNya yang tunggal
untuk menyelamatkan manusia. Devosi sejatinya menjadi sebuah pendukung dari
ekaristi. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Devosi rosario menghantarkan umat
kristen ke dalam permenungan-permenungan perjalanan hidup Kristus yang
berpuncak pada hadirnya Ekaristi.
Melalui bab ini penulis telah memberikan gambaran tentang perayaan
ekaristi dan devosi rosario, serta memberikan penjelasan tentang hubungan seperti
apa yang terdapat di antara keduanya. Pada bab berikutnya penulis akan mulai
memberikan hasil dari penelitian yang dilakukan terhadap umat KBG Ratu Para
Rasul. Pemahaman yang ditulis dalam bab ini akan berguna sebagai sebuah
pembanding terhadap pemahaman umat KBG Ratu Para Rasul terhadap perayaan
ekaristi dan devosi rosario.
67
BAB IV
EKARISTI DAN DEVOSI DI MATA UMAT KBG RATU PARA RASUL
4.1 Penjabaran Hasil Data Penelitian Terhadap Umat KBG Ratu Para
Rasul Mengenai Ekaristi dan Devosi Rosario
Pada bab ini penulis akan menjabarkan seluruh hasil penelitian yang
dilkakukan terhadap anggota KBG Ratu para rasul. Sebelum menjabarkan hasil
penelitian, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang tahapan-tahapan yang telah
ditempu dalam melaksanakan penelitian ini. Pada bagian akhir dari bab ini penulis
memberikan evaluasi dan tanggapan penulis tentang hasil penelitian yang telah
diperoleh.
4.1.1 Partisipan dan Instrumen Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis terjadi di KBG Ratu Para Rasul.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan alat bantu kuisioner yang
dibagikan kepada 22 responden yang telah ditentukan oleh penulis. 22 responden
yang di pilih ditentukan berdasarkan jenis kelamin, latar belakang pendidikan
terakhir dan rentang usia dengan perincian yakni 22 responden terdiri dari 11 orang
laki-laki dan 11 orang perempuan, 6 orang pernah menyelesaikan pendidikan
hingga tingkat SD/SMP, 6 orang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat
SMA, 5 orang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi,
dan 5 orang masih berstatus sebagai pelajar. Dari 22 responden yang dipilih 11
responden berada dalam rentang usia 18-37 tahun, dan 11 responden lainnya berada
dalam rentang usia 38-58 tahun.
Alasan mengapa penulis memilih responden berdasarkan
kelompok-kelompok tersebut adalah untuk melihat apakah faktor jenis kelamin,
tingkat pendidikan dan usia mempengaruhi kemampuan dan keterlibatan responden
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan karya penulisan ini. Jumlah 22
responden dilihat telah cukup mewakili 51 anggota KBG Ratu Para Rasul, di
samping itu terdapat beberapa kesulitan dalam menentukan jumlah responden
68
diantaranya adanya anggota KBG yang belum dapat membaca atau menulis, dan
beberapa anggota yang terdaftar berada di luar lokasi penelitian (merantau).
4.1.2 Prosedur Penelitian
Ada pun langkah-langkah yang telah di tempuh oleh penulis dalam
melakukan penelitiannya yakni menyiapkan dan menyusun pertanyaan-pertanyaan
yang akan dibagikan dalam kuisioner dan menentukan kategori responden,
menghubungi ketua KBG Ratu Para Rasul dan memberikan penjelasan berkaitan
dengan maksud dan tujuan dari kegiatan yang dilakukan oleh penulis, menjelaskan
isi kuisioner dan tujuan penelitian kepada para responden yang telah dipilih,
membagikan kuisioner kepada para responden dan menyepakati serta menentukan
waktu dua hari bagi responden untuk melakukan pengisian kuisioner, pengumpulan
kuisioner pada tenggat hari yang telah ditentukan, dan melakukan pengolahan data
yang diperoleh dari kuisioner yang telah diperoleh.
4.1.3 Hasil Penelitian
Melalui penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh data yang
dijawbarkan dalam tabel-tabel berikut ini:
Tabel 1. Partisipasi Umat dalam Kegiatan-Kegiatan di KBG Ratu Para Rasul
Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari data di atas dapat diketahui bahwa secara umum sebagian besar
anggota KBG Ratu Para Rasul terlibat aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan
yang ada di KBG. Dapat dilihat bahwa 14 (63,63%) dari 22 responden sering
RESPONDE
N
JAWABAN
TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
L - - 1 4.54 8 36.36 2 9.09 11 50
P - - - - 6 27.27 5 22.72 11 50
TOTAL - - 1 4.54 14 63.63 7 31.81 22 100
69
mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG sedangkan 7 (31,81%) dari 22 responden
selalu mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG. Hanya 1 (4,54%) dari 22 responden
yang jarang mengikuti kegiatan di KBG.
Jika dilihat secara khusus persentase keterlibatan anggota KBG Ratu Para
Rasul umumnya didominasi oleh anggota perempuan di mana dari 22 responden
sebesar 22,72% selalu mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG dibandingkan dengan
anggota laki-laki yang hanya sebesar 9,09%. Dari tabel tersebut pula dapat dilihat
bahwa 4,54% jawaban jarang mengikuti kegiatan di KBG Ratu Para Rasul berasal
dari kelompok kategori laki-laki.
Tabel 2. Partisipasi Umat dalam Kegiatan-Kegaiatan di KBG Ratu Para
Rasul Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
SD/SMP - - - - 3 13.63 3 13.62 6 27.27
SMA - - - - 4 18.18 2 9.09 6 27.27 PERGURUAN
TINGGI - - - - 4 18.18 1 4.54 5 22.72
MASIH
PELAJAR - - 1 4.54 3 13.63 1 4.54 5 22.72
TOTAL - - 1 4.54 14 63.63 7 31.81 22 100
Data pada tabel di atas menunjukkan perentase keterlibatan para responden
terhadap kegiatan-kegiatan di KBG Ratu Para Rasul berdasarkan tingkat
pendidikan. Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada umumnya sebagian
besar responden yang sering mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG adalah mereka
yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA dan Perguruan Tinggi,
yakni 18,18%, kemudian diikuti oleh responden yang pernah menyelesaikan
pendidikan hingga tingkat SD dan mereka yang berstatus masih pelajar yakni
sebesar 13,63%. Persentase jarang berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan di KBG
pada tabel tersebut terlihat pada kelompok responden yang masih pelajar yakni
sebesar 4,54%.
70
Tabel 3. Partisipasi Umat dalam Kegiatan-Kegiatan di KBG Ratu Para Rasul
Berdasarkan Rentang Usia
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
18-37 THN - - 1 4.54 9 40.90 1 4.54 11 50
38-58 THN - - - - 5 22.72 6 27.27 11 50
TOTAL - - 1 4.54 14 63.63 7 31.81 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
kegiatan-kegiatan di KBG Ratu Para Rasul berdasarkan rentang usia. Secara
khusus dapat dilihat bahwa 27,27% responden yang mengatakan selalu terlibat
dalam kegiatan-kegiatan di KBG Ratu Para Rasul berasal dari kelompok dalam
rentang usia 38-58 thn. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan responden yang
berada dalam rentang usia 18-37 tahun yakni sebesar 4,54%, sedangkan umumnya
responden menjawab sering mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG Ratu Para Rasul.
Sebagian kecil responden yang mengatakan jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan
di KBG Ratu Para Rasul berasal dari kelompok 18-37 tahun, yakni sebesar 4,54%.
Tabel 4. Partipasi Umat dalam Kegiatan Doa Rosario di KBG Ratu Para
Rasul Berdasarkan Jenis Kelamin
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
L 1 4.54 2 9.09 6 27.27 2 9.09 11 50
P - - - - 4 18.18 7 31.81 11 50
TOTAL 1 4.54 2 9.09 10 45.45 9 40.90 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase partisipasi responden dalam kegiatan
doa rosario di KBG Ratu Para Rasul berdasarkan kelompok jenis kelamin. Dari
tabel tersebut secara umum dapat diketahui bahwa pada umumnya responden
sering mengikuti kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul yakni 10 (45,45%)
dari 22 responden. Kemudian dapat diketahui pula bahwa 9 (40,90%) dari 22
71
responden mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para
Rasul, 2 (9,09%) responden mengatakan jarang dan 1 (4,54%) mengatakan tidak
pernah terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul.
Jika dilihat secara khusus dapat diketahui pada tabel di atas bahwa sebagian
besar responden yang mengatakan selalu mengikuti kegiatan doa rosario berasal
dari kelompok responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar
31,81% sedangkan besar persentasi kelompok responden berjenis kelamin laki-laki
sebesar 9,09%. Jawaban jarang mengikuti kegiatan doa rosario sebesar 9,09% dan
tidak pernah mengikuti kegiatan doa rosario sebesar 4,54% berasal dari responden
berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 5. Partisipasi Umat dalam Kegiatan Doa Rosario di KBG Ratu Para
Rasul Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
TIDAK PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
SD/SMP - - 1 4.54 3 13.63 2 9.09 6 27.27
SMA - - 1 4.54 3 13.62 2 9.09 6 27.27 PERGURUAN
TINGGI - - - - 3 13.62 2 9.09 5 22.72
MASIH
PELAJAR 1 4.54 - - 2 9.09 2 9.09 5 22.72
TOTAL 1 4.54 2 9.09 11 50 8 36.36 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul. Pada tabel tersebut dapat dilihat
perolehan data yang cukup seimbang bahwa pada umumnya responden dari
berbagai kelompok pendidikan akhir sering terlibat dalam kegiatan doa rosario di
KBG Ratu Para Rasul. Hanya sebesar 4,54% dari responden yang mengatakan
jarang terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul yakni responden
yang berasal dari kelompok masih pelajar.
72
Tabel 6. Partisipasi Umat dalam Kegiatan Doa Rosario di KBG Ratu Para
Rasul Berdasarkan Rentang Usia
RESPOND
EN
JAWABAN TOTAL
TIDAK PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
18-37 THN 1 4.54 - - 6 27.27 4 18.18 11 50
38-58 THN - - 2 9.09 5 22.72 4 18.18 11 50
TOTAL 1 4.54 2 9.09 11 50 8 36.36 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden terhadap
kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul berdasarkan kelompok rentang usia.
Melalui data tersebut dapat diketahui bahwa pada umumnya responden yang sering
terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul merupakan responden
yang berasal dari kelompok dalam rentang usia 18-37 tahun, yakni sebesar 27,27%
sedangkan dari kelompok responden dalam rentang usia 38-58 tahun sebesar
22,72%.
Besar persentase responden yang selalu terlibat dalam kegiatan doa rosario
di KBG Ratu Para Rasul seimbang antara kelompok responden dalam rentang usia
18-37 tahun dan kelompok responden dalam rentang usia 38-58 tahun yakni
sebesar 18,18%. Terdapat 9,09% responden yang mengatakan jarang terlibat dalam
kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul yakni yang berasal dari kelompok
responden dalam rentang usia 38-58 tahun. 4,54% responden dari kelompok dalam
rentang usia 18-37 mengatakan tidak pernah terlibat dalam kegiatan doa rosario di
KBG Ratu Para Rasul.
73
Tabel 7. Perasaan Umat KBG Ratu Para Rasul Ketika Berdoa Rosario
Berdasarkan Jenis Kelamin
RE
SP
O
N
DE
N
JAWABAN TOTAL TIDAK
MERASAKAN
APAPUN
BIASA SAJA
KARENA SUDAH
BIASA
MERASA TERSENTUH DAN
DEKAT KEPADA BUNDA
MARIA
MERASA TERSENTUH
DAN DEKAT KEPADA
KRISTUS F % F % F % F % F %
L 1 4,54 - - 9 40.90 1 4.54 11 50
P - - - - 11 50 - - 11 50
T
O
TA
L 1 4,54 - - 20 90.90 1 4.54 22 100
Data pada tabel di atas menunjukkan persentase perasaan responden pada
saat mendoakan rosario berdasarkan kelompok jenis kelamin. Secara umum dapat
dilihat bahwa sebagian besar responden merasa tersentuh dan dekat kepada Bunda
Maria saat mendoakan doa rosario yakni sebanyak 20 (90,50%) dari 22 responden.
1 (4,53%) dari 22 responden justru mengatakan ia merasa tersentuh dan dekat
kepada Kristus ketika mendoakan doa rosario, dan 1 (4,54%) dari 22 responden
mengatakan bahwa ia tidak merasakan apapun saat mendoakan doa rosario.
Jika dilihat secara lebih khusus maka akan diketahui bahwa seluruh
responden yang berasal dari kelompok responden berjenis kelamin perempuan
yakni 11 (50%) mengatakan bahwa mereka merasa tersentuh dan dekat kepada
Bunda Maria saat mendoakan doa rosario. Hal ini berbeda dari jawaban responden
yang berasal dari kelompok responden laki-laki di mana 9 (40,90%) dari 22
responden mengatakan mereka merasa tersentuh dan dekat dengan Bunda Maria
pada saat mendoakan doa rosario sedangkan 1 (4,54%) responden mengataka
merasa tersentuh dan dekat kepada Kristus, serta 1 (4,54%) mengatakan tidak
merasakan apapun.
74
Tabel 8. Perasaan Umat KBG Ratu Para Rasul Ketika Berdoa Rosario
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN
TOTAL TIDAK
MERASAKAN
APAPUN
BIASA SAJA
KARENA
SUDAH
BIASA
MERASA
TERSENTUH DAN
DEKAT KEPADA
BUNDA MARIA
MERASA
TERSENTUH DAN
DEKAT KEPADA
KRISTUS
F % F % F % F % F %
SD/SMP - - - - 5 22.72 - - 6 27.27
SMA - - - - 6 27.27 - - 6 27.27
PT - - - - 4 18.18 1 4.54 5 22.72
PELAJAR 1 4.54 - - 4 18.18 5 22.72
TOTAL 1 4.54 - - 20 72.72 1 4.54 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase perasaan umat KBG Ratu Para Rasul
saat mendoakan doa rosario berdasarkan kelompok tingkat pendidikan. jika dilihat
secara khusus, dapat diketahui bahwa pada umumnya persentase perasaan
responden yang mengatakan merasa tersentuh dan dekat dengan Bunda Maria
cukup seimbang yakni 22,72% dari kelompok responden yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD/SMP, 27,27% dari kelompok
responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA, 18,18%
dari kelompok responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat
Perguruan Tinggi, dan 18,18% dari responden yang masih berstatus pelajar.
Variasi jawaban terjadi pada kelompok responden yang berasal dari
kelompok responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tahap
Perguruan Tinggi di mana diperoleh respon sebesar 4,54% untuk jawaban merasa
tersentuh dan dekat kepada Kristus, sedangkan besar persentase yang sama juga
terdapat pada kelompok responden yang berasal dari kelompok pelajar untuk
jawaban tidak merasakan apapun.
75
Tabel 9. Perasaan Umat KBG Ratu Para Rasul Ketika Berdoa Rosario
Berdasarkan Rentang Usia
RESPON
DEN
JAWABAN
TOTAL TIDAK
MERASAKAN
APAPUN
BIASA SAJA
KARENA
SUDAH BIASA
MERASA
TERSENTUH DAN
DEKAT KEPADA
BUNDA MARIA
MERASA
TERSENTUH DAN
DEKAT KEPADA
KRISTUS F % F % F % F % F %
18-37
THN 1 4,54 - - 9 40.90 1 4.54 11 50 38-58
THN - - - - 11 50 - - 11 50
TOTAL 1 4,54 - - 20 90.90 1 4.54 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase perasaan responden ketika berdoa
rosario berdasarkan kelompok rentang usia. Melalui data pada tabel tersebut dapat
diketahui secara khusus bahwa persentase terbesar pada kelompok responden yang
berada dalam rentang usia 38-58 tahun yakni sebesar 50% menjawab merasa
tersentuh dan dekat kepada Bunda Maria. Jawaban yang bervariasi berasal dari
kelompok responden yang berada dalam rentang usia 18-37 tahun dengan data
4,54% mengatakan tidak merasakan apapun, 40,90% mengatakan merasa tersentuh
dan dekat kepada Bunda Maria, dan 4,54% mengatakan merasa tersentuh dan dekat
kepada Kristus.
Tabel 10. Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Kegiatan-Kegiatan
di Paroki Berdasarkan Jenis Kelamin
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
L 1 4.54 3 13.63 5 22.72 2 9.09 11 50
P - - 2 9.09 7 31.81 2 9.09 11 50
TOTAL 1 4.54 5 22.72 12 54.54 4 18.1
8 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase partisipasi responden terhadap
kegiatan-kegiatan di paroki berdasarkan kelompok jenis kelamin. Melalui tabel di
atas dapat diketahui bahwa pada umumnya responden sering terlibat dalam
kegiatan-kegiatan di paroki. 12 (54,54%) dari 22 responden mengatakan sering
terlibat dalam kegiatan di paroki, 5 dari 22 responden (22,72 %) mengatakan jarang
76
terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, 4 (18,18%) dari 22 responden
mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan 1 (4,54%) dari
22 responden mengatakan tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki.
Jika dilihat secara khusus dapat dilihat bahwa banyak responden berjenis
kelamin perempuan yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki. Dari tabel
tersebut dapat diketahui data dari responden perempuan yakni 31,81% yang
mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, 18,18% mengatakan
selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan 9,09% mengatakan jarang
terlibat dalam kegiatan di paroki. Data dari responden laki-laki adalah sebagai
berikut 22,72% mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki,
9,09% mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, 9,09%
mengatakan jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan 4,54% tidak
pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki.
Tabel. 11 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Kegiatan-Kegiatan
di Paroki Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
TIDAK PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
SD/SMP - - - - 4 18.18 2 9.09 6 27.27
SMA - - - - 4 18.18 2 9.09 6 27.27
PERGURUAN TINGGI - - 3 13.63 1 4.54 1 4.54 5 22.72
MASIH PELAJAR 1 4.54 2 9.09 2 9.09 - - 5 22.72
TOTAL 1 4.54 5 22.72 11 50 5 22.72 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
kegiatan-kegiatan di paroki berdasarkan kelompok pendidikan terakhir. Dari data
tersebut dapat diketahui data sebagai berikut; dari responden yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD/SMP 18,18% mengatakan sering
terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, 9,09% mengatakan selalu terlibat dalam
kegiatan-kegiatan paroki. dari responden yang pernah menyelesaikan pendidikan
hingga tingkat SMA 18,18% mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di
paroki, dan 9,09% mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki.
Dari responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Perguruan
77
Tinggi 13,63% mengatakan jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki,
4,45% mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan 4,54%
mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki. Dari responden yang
berstatus masih pelajar, 9,09% mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan
di paroki, 9,09% mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan
4,54% mengatakan tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki.
Tabel. 12 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Kegiatan-Kegiatan
di Paroki Berdasarkan Rentang Usia
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
TIDAK PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
18-37 THN 1 4.54 5 22.72 4 18.18 1 4.54 11 50
38-58 THN - - - - 8 36.36 3 13.63 11 50
TOTAL 1 5.54 5 22.72 12 54.54 4 18.18 22 100
Data pada tebel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden
dalam kegiatan-kegiatan di paroki berdasarkan kelompok rentang usia. Dari tabel
tersebut dapat diketahui data sebagai berikut; dari kelompok responden dalam
rentang usia 18-37 tahun 22,72% jarang mengikuti kegiatann-kegiatan di paroki,
18,18% mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, 4,54%
mengatakan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan 4,54%
mengatakan tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki. Dari
kelompok responden dalam rentang usia 38-58 tahun, 36,36% mengatakan sering
terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki, dan 13,63% mengatakan selalu terlibat
dalam kegiatan-kegiatan paroki.
78
Tabel. 13 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi
Mingguan Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
Perayaan Ekaristi mingguan berdasarkan kelompok jenis kelamin. Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa pada umumnya responden selalu mengikuti
Perayaan Ekaristi mingguan. Dari tabel tersebut diperoleh data sebagai berikut 13
(59,09%) dari 22 responden mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi
mingguan, 8 (36,36%) responden mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi
minguan, dan 1 (4,54%) mengatakan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi
mingguan.
Jika dilihat secara lebih khusus, dapat diketahui bahwa 36,36% responden
perempuan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan dan 13,63% sering
mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan, sedangkan dari kelompok responden
laki-laki, 22,72% mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan,
22,72% mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan, dan 4,54%
mengatakan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan.
RESPONDEN
JAWABAN
TOTAL TIDAK
PERNAH JARAN
G SERING SELALU
F % F % F % F % F %
L 1 4.54 - - 5 22.72 5 22.72 11 50
P - - - - 3 13.63 8 36.36 11 50
TOTAL 1 4.54 - - 8 36.36 13 59.09 22 100
79
Tabel. 14 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi
Mingguan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
SD/SMP - - - - 1 4.54 5 22.70 6 27.27
SMA - - - - 2 9.09 4 18.18 6 27.27 PERGURUAN
TINGGI - - - - 3 13.63 2 9.09 5 22.72
MASIH
PELAJAR 1 4.54 - - 2 9.09 2 9.09 5 22.72
TOTAL 1 4.54 - - 8 36.36 13 59.09 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
Perayaan Ekaristi mingguan berdasarkan kelompok tingkat pendidikan terakhir.
Melalui data tersebut dapat diketahui secara lebih khusus data sebagai berikut;
dari kelompok responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat
SD 22,70% mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan, dan 4,54%
mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan. Dari kelompok
responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMP/SMA
18,18% mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan, dan 9,09%
mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan. Dari kelompok
responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi
13,63% mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan, dan 9,09%
mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan. Dari kelompok
responden yang masih pelajar 9,09% mengatakan selalu mengikuti Perayaan
Ekaristi mingguan, 9,09% mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekarsti
mingguan, dan 4,54% mengatakan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi
mingguan.
80
Tabel. 15 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi
Mingguan Berdasarkan Rentang Usia
RESPONDE
N
JAWABAN TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
18-37 THN 1 4.54 - - 6 27.27 4 18.18 11 50
38-58 THN - - - - 2 9.09 9 40.90 11 50
TOTAL 1 4.54 - - 8 36.36 1
3 59.09 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterliban responden dalam Perayan
Ekaristi mingguan berdasarkan rentang usia. Melalui tabel tersebut dapat diketahui
data sebagai berikut 40,90% dari kelompok responden yang berada dalam rentang
usia 38-58 tahun mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan dan
9,09% mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan. Kemudian, dari
kelompok responden yang berada dalam rentang usia 18-37 tahun diperoleh data
sebagai berikut; 18,18% responden mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi
mingguan, 27,27% mengatakan sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan, dan
4,54% mengatakan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan.
Tabel. 16 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi
Harian Berdasarkan Jenis Kelamin
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL TIDAK
PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
L 6 27.27 5 22.72 - - - - 11 50
P 4 18.18 5 22.72 - - 2 9.09 11 50
TOTAL 10 45.45 10 45.45 - - 2 9.09 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
Perayaan Ekaristi harian. Melalui data tersebut, secara umum dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden mengatakan jarang atau tidak pernah mengikuti
Perayaan Ekaristi harian. Besar persentase dari responden yang mengatakan tidak
pernah dan jarang mengikuti Perayaan Ekaristi harian adalah 45,45% atau 10 dari
81
22 responden untuk masing-masing kolom "Tidak Pernah" dan "Jarang".
Sedangkan total responden yang mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi
harian sebesar 9,09% atau 2 dari 22 responden.
Jika dilihat secara lebih khusus dapat diketahui data sebagai berikut; dari
kelompok responden berjenis kelamin perempuan diketahui bahwa 18,18%
mengatakan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi harian, 22,72% mengatakan
jarang mengikuti Perayaan Ekaristi harian, dan 9,09% mengatakan selalu
mengikuti Perayaan Ekaristi harian, sedangkan dari kelompok responden berjenis
kelamin laki-laki diketahui bahwa 27,27% responden mengatakan tidak pernah
mengikuti Perayaan Ekaristi harian, dan 22,72% mengatakan jarang mengikuti
Perayaan Ekaristi harian.
Tabel. 17 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi
Harian Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
TIDAK PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
SD/SMP 3 13.63 3 13.63 - - - - 6 27.27
SMA 3 13.63 2 9.09 - - 1 4.54 6 27.27 PERGURUAN
TINGGI 3 13.63 2 9.09 - - - - 5 22.72
MASIH PELAJAR 1 4.54 3 13.63 - - 1 4.54 5 22.72
TOTAL 10 45.45 10 45.45 - - 2 9.09 22 100
Data pada tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden
dalam Perayaan Ekaristi harian berdasarkan kelompok pendidikan terakhir. Melalui
tabel tersebut dapat diketahui bahwa 13,63% responden yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD/SMP mengatakan tidak pernah dan
jarang mengikuti Perayaan Ekaristi harian, 13,63% responden yang mengatakan
pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA mengatakan tidak pernah
mengikuti Perayaan Ekaristi harian, 9,09% mengatakan jarang mengikui Perayaan
Ekaristi harian, sedangkan 4,54% mengatakan selalu mengikuti Perayaan Ekaristi
harian, 13,63% dari kelompok responden yang pernah menyelesaikan pendidikan
hingga tingkat Perguruan Tinggi mengatakan tidak pernah mengikuti Perayaan
Ekaristi harian, sedangkan 9,09% mengatakan jarang mengikuti Perayaan Ekaristi
82
harian, 13,63% dari responden yang berstatus masih pelajar mengatakan jarang
mengikuti Perayaan Ekaristi harian, 4,54% responden mengatakan tidak pernah
mengikuti Perayaan Ekaristi harian, sedangkan 4,54% mengatakan selalu
mengikuti Perayaan Ekaristi harian
Tabel. 18 Partisipasi Umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi
Harian Berdasarkan Rentang Usia
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
TIDAK PERNAH JARANG SERING SELALU
F % F % F % F % F %
18-37 THN 3 13.63 7 31.81 - - 1 4.54 11 50
38-58 THN 7 31.81 3 13.63 - - 1 4.54 11 50
TOTAL 10 45.45 10 45.45 - - 2 9.09 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase keterlibatan responden dalam
mengikuti Perayaan Ekaristi harian berdasarkan kelompok rentang usia. Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa 31,81% responden yang berada dalam rentang usia
38-58 tahun tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi harian, 13,63% mengatakan
jarang mengikuti Perayaan Ekaristi harian sedangkan 4,54% mengatakan selalu
mengikuti Perayaan Ekaristi harian. Di samping itu, dapat diketahui pula bahwa
13,63% responden yang berada dalam rentang usia 18-37 tahun mengatakan tidak
pernah mengikuti Perayaan Ekaristi harian, 31,81% mengatakan jarang mengikuti
Perayaan Ekaristi harian, sedangkan 4,54% mengatakan selalu mengikuti Perayaan
Ekaristi harian.
Tabel. 19 Perasaan Umat KBG Ratu Para Rasul Ketika Mengikuti Perayaan
Ekaristi Berdasarkan Jenis Kelamin
RES
PO
ND
EN
JAWABAN
TOTAL TIDAK
MERASAKAN
APAPUN
BIASA SAJA
KARENA
SUDAH
BIASA
MERASA TERSENTUH
DAN DEKAT KEPADA
KRISTUS
MERASA
TERSENTUH
DAN DEKAT
KEPADA
BUNDA MARIA
F % F % F % F % F %
L - - - - 11 50 - - 11 50
P - - - - 11 50 - - 11 50
TO
TAL - - - - 22 100 - - 22 50
83
Tabel di atas menunjukkan persentase perasaan responden ketika mengikuti
Perayaan Ekaristi berdasarkan kelompok jenis kelamin. Dari tabel tersebut dapat
diketahui bahwa seluruh responden mengatakan mereka merasa tersentuh dan dekat
kepada Kristus saat mengikuti Perayaan Ekaristi.
Tabel. 20 Perasaan Umat KBG Ratu Para Rasul Ketika Mengikuti Perayaan
Ekaristi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDE
N
JAWABAN
TOTAL TIDAK
MERASAKAN
APAPUN
BIASA SAJA
KARENA
SUDAH BIASA
MERASA
TERSENTUH DAN
DEKAT KEPADA
KRISTUS
MERASA
TERSENTUH
DAN DEKAT
KEPADA
BUNDA MARIA F % F % F % F % F %
SD/SMP - - - - 6 27.27 - - 6 27.27
SMA - - - - 6 27.27 - - 6 27.27
PERGURUA
N TINGGI - - - - 5 22.72 - - 5 22.72
MASIH
PELAJAR - - - - 5 22.72 - - 5 22.72
TOTAL - - - - 22 100 - - 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase perasaan responden ketika mengikuti
Perayaan Ekaristi berdasarkan kelompok tingkat pendidikan terakhir. Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden mengatakan mereka merasa
tersentuh dan dekat kepada Kristus saat mengikuti Perayaan Ekaristi.
Tabel. 21 Perasaan Umat KBG Ratu Para Rasul Ketika Mengikuti Perayaan
Ekaristi Berdasarkan Rentang Usia
RESPONDEN
JAWABAN
TOTAL TIDAK
MERASAKAN
APAPUN
BIASA SAJA
KARENA
SUDAH BIASA
MERASA
TERSENTUH
DAN DEKAT
KEPADA
KRISTUS
MERASA
TERSENTUH
DAN DEKAT
KEPADA BUNDA
MARIA F % F % F % F % F %
18-37 THN - - - - 11 50 - - 11 50
38-58 THN - - - - 11 50 - - 11 50
TOTAL - - - - 22 100 - - 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase perasaan responden ketika mengikuti
Perayaan Ekaristi berdasarkan kelompok rentang usia. Dari tabel tersebut dapat
84
diketahui bahwa seluruh responden mengatakan mereka merasa tersentuh dan dekat
kepada Kristus saat mengikuti Perayaan Ekaristi.
Tabel. 22 Perbandingan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap
Devosi Rosario dan Perayaan Ekaristi Berdasarkan Jenis Kelamin
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
DEVOSI ROSARIO PERAYAAN EKARISTI
F % F % F %
L 8 36.36 3 13.63 11 50
P 9 40.90 2 9.09 11 50
TOTAL 17 77.27 5 22.72 22 100
Data pada tabel di atas menunjukkan persentase perbandingan penghayatan
responden terhadap Devosi Rosario dan Perayaan Ekaristi berdasarkan kelompok
jenis kelamin. Secara umum dapat diketahui bahwa 17 (77,27%) dari 22 responden
lebih menghayati Devosi Rosario sedangkan 5 (22,72%) dari 22 responden
mengatakan lebih menghayati Perayaan Ekaristi. jika dilihat secara lebih khusus
dapat diketahui bahwa 40,90% responden berjenis kelamin perempuan lebih
menghayati Devosi Rosario sedangkan 22,72% lebih menghayati Perayaan
Ekaristi, 36,36% responden berjenis kelamin laki-laki lebih menghayati Devosi
Rosario sedangkan 13,63% lebih menghayati Perayaan Ekaristi.
Tabel. 23 Perbandingan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap
Devosi Rosario dan Perayaan Ekaristi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
DEVOSI ROSARIO PERAYAAN EKARISTI
F % F % F %
SD/SMP 6 27.27 - - 6 27.27
SMA 4 18.18 2 9.09 6 27.27 PERGURUAN
TINGGI 2 9.09 3 13.63 5 22.72
MASIH PELAJAR 5 22.72 - - 5 22.72
TOTAL 17 77.27 5 22.72 22 100
Tabel di atas menunjukkan perentase perbandingan penghayatan responden
terhadap Devosi Rosario dan Perayaan Ekaristi berdasarkan kelompok tingkat
85
pendidikan. Melalui tabel tersebut dapat diketahui data sebagai berikut 27,27% dari
responden yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD/SMA lebih
menghayati Devosi Rosario, 18,18% responden yang pernah menyelesaikan
pendidikan hingga tingkat SMA lebih menghayati Devosi Rosario, sedangkan
9,09% lebih menghayati Perayaan Ekaristi, 9,09% responden yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi lebih menghayati
Devosi Rosario, sedangkan 13,63% lebih menghayati Perayaan Ekaristi, sedangkan
dari kelompok responden yang masih berstatus pelajar 22,72% mengatakan lebih
menghayati Devosi Rosario.
Tabel. 24 Perbandingan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap
Devosi Rosario dan Perayaan Ekaristi Berdasarkan Rentang Usia
RESPONDEN
JAWABAN TOTAL
DEVOSI ROSARIO PERAYAAN EKARISTI
F % F % F %
18-37 THN 8 36.36 3 13.63 11 50
38-58 THN 9 40.90 2 9.09 11 50
TOTAL 17 77.27 5 22.72 22 100
Tabel di atas menunjukkan persentase perbandingan penghayatan
responden terhadap Devosi Rosario dan Perayaan Ekaristi. Melalui data pada tabel
tersebut dapat diketahui bahwa 40,90% responden yang berada dalam rentang usia
38-58 tahun lebih menghayati Devosi Rosario, sedangkan 9,09% lebih menghayati
Perayaan Ekaristi. Di sisi lain, 36,36% responden yang berada dalam rentang usia
18-37 tahun lebih menghayati Devosi Maria sedangkan 13,63% lebih menghayati
Perayaan Ekaristi.
4.2 Pemahaman dan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap
Perayaan Ekaristi
Melalui kuisioner yang diberikan kepada para responden, penulis
memperoleh gambaran tentang bagaimana umat KBG Ratu Para Rasul memahami
dan menghayati perayaan ekaristi. Gambaran-gambaran yang diperoleh yakni
sebagai berikut.
86
4.2.1 Pemahaman Terhadap Perayaan Ekaristi
Pemahaman anggota KBG Ratu Para Rasul terhadap Perayaan Ekaristi pada
umumnya berkisar pada pemahaman-pemahaman umum seputar Ekaristi adalah
perayaan yang dipimpin oleh seorang imam, dan pada saat itu Kristus hadir dalam
rupa roti dan anggur, Ekaristi juga menjadi sebuah kesempatan untuk mendekatkan
diri kepada Kristus yang hadir tersebut.62
Anggota lain memahami Ekaristi sebagai
sebuah kesempatan di mana umat Kristen berkumpul sebagai satu keluarga untuk
menyambut tubuh dan darah Kristus.63
Sebagian kecil dari anggota KBG Ratu Para Rasul mampu memahami
Ekaristi sebagai puncak perayaan iman Kristen. Mereka dapat memandang
Perayaan Ekaristi sebagai suatu puncak perayaan iman karena dalam Ekaristi
dikenangkan kembali rangkaian peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitanNya64
.
Mereka juga melihat Ekaristi sebagai sebuah pengenangan akan peristiwa malam
perjamuan terakhir Kristus bersama para murid-Nya.
4.2.2 Penghayatan Terhadap Ekaristi
Melalui penelitian yang telah dilakukan dengan alat bantu kuisioner, penulis
mengetahui bahwa hanya sebagian kecil dari responden yang dapat lebih mudah
menghayati Ekaristi jika dibandingkan dengan Devosi Rosario.65
Alasan mengapa
mereka lebih menghayati Ekaristi adalah karena mereka melihat Ekaristi sebagai
puncak perayaan iman, Ekaristi sebagai sumber kekuatan terutama ketika mereka
menerima Tubuh dan Darah Kristus, serta melalui Ekaristi mereka dapat
mengenang kembali peristiwa malam perjamuan terakhir.66
62
Hasil wawancara dengan Greggorius Frenky Koban, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 9 Maret 2020. 63
Hasil wawancara dengan Andris W. Laja, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita,
pada 8 Maret 2020. 64
Hasil wawancara dengan Ignasius Ida, Anggota KBG Ratu Para Rasul. Paroki St. Mikael Nita,
pada 8 Maret 2020. 65
Melalui penelitian yang dilakukan dengan alat bantu kuisioner penulis memperoleh hasil yakni
dari total 22 responden 5 orang respnden mengatakan lebih mudah menghayati Ekaristi sedangkan
17 responden lainnya mengatakan lebih mudah menghayati Devosi Rosario. Data ini dapat dilihat
secara pada Tabel. 22 hingga Tabel. 24 halaman 84-85. 66
Hasil wawancara dengan Philipus Liga, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita
pada 8 Maret 2020.
87
4.3 Pemahaman dan Penghayatan Umat KBG Ratu Para Rasul Terhadap
Devosi Rosario
Melalui kuisioner yang diberikan kepada para responden, penulis
memperoleh beberapa gambaran tentang pemahaman dan penghayatan umat KBG
Ratu Para Rasul terhadap devosi rosario. Gambaran-gambaran yang diperoleh
yakni sebagai berikut:
4.3.1 Pemahaman Terhadap Devosi Rosario
Pada umumnya pemahaman umat KBG Ratu Para Rasul terhadap Devosi
Rosario berkisar pada Devosi Rosario sebagai sebuah doa keluarga yang biasanya
didoakan dalam keluarga, kelompok KBG, atau didaraskan secara pribadi.67
Devosi Rosario juga dipandang sebagai sebuah sarana yang dapat digunakan oleh
umat ketika mereka memiliki intensi atau permohonan.68
Umat KBG Ratu Para
Rasul pada umumnya telah memahami bahwa dalam berdevosi rosario, doa dan
harapan di hantarkan kepada Putra melalui perantaraan Bunda Maria, pemahaman
ini bersumber dari keyakinan bahwa Maria telah mengambil peran sebagai ibu
Tuhan, dan oleh sebab itu menjadi ibu Gereja dan ibu seluruh umat yang percaya
sehingga mereka meyakini bahwa segala permohonan yang disampaikan melalui
perataraan Bunda Maria, secara khusus melalui doa Rosario pasti akan
dikabulkan69
.
Sebagian kecil dari umat memahami Devosi Rosario sebagai sebuah tradisi
Kristiani yang diturunkan terus menerus. Mereka memahami bahwa sebagai sebuah
devosi, rosario diwariskan secara turun-temurun untuk menghormati Bunda Maria
yang telah mengambil peran dalam kisah perjalanan hidup Kristus. Dari
pemahaman tersebut mereka dapat melihat bahwa dengan berdevosi rosario umat
dihantar untuk dapat masuk dalam misteri permenungan karya penyelamatan
Kristus.
67
Hasil wawancara dengan Theresia Yuliana Bhala, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 8 Maret 2020. 68
Hasil wawancara dengan Florentina Ortje, Ketua KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita
pada 1 Maret 2020. 69
Hasil wawancara dengan Petrus Medon, Anggota KBG Ratu Para Rasil, Paroki St. Mikael Nita
pada 9 Maret 2020.
88
4.3.2 Penghayatan Terhadap Devosi Rosario
Sebagian besar responden yang terlibat dalam penelitian yang dilakukan
oleh penulis mengatakan mereka lebih mudah menghayati Devosi Rosario jika
dibandingkan dengan Ekaristi. Alasan mengapa mereka lebih memilih Devosi
Rosario adalah karena Devosi Rosario dipandang sebagai doa yang singkat, mudah,
dan tidak bertele-tele untuk dibawakan dan dapat dilakukan kapan saja baik pribadi
atau berkelompok.70
Kesederhana dalam membawakan doa rosario membuat umat
lebih mudah memahami dan menghayati apa yang sedang mereka lakukan di
dalamDevosi Rosario. Beberapa responden bahkan mengatakan bahwa
permenungan akan peristiwa penyelamatan oleh Kristus lebih mudah dihayati
melalui Devosi Rosario dibandingkan dengan Perayaan Ekaristi.71
Doa rosario menjadi lebih mudah dihayati dan pada akhirnya lebih banyak
diminati karena melalui doa ini umat merasakan adanya jalinan yang kuat antara
Maria sebagi ibu dan umat sebagai anak. Mereka percaya bahwa melalui Devosi
Rosario, segala permohonan akan dikabulkan.72
4.4 Evaluasi dan Tanggapan Penulis
Melalui seluruh rangkaian penelitian yang telah dilakukan oleh penulis,
terdapat beberapa hal yang diperoleh yakni:
Pertama, Pada umumnya keterlibatan anggota KBG Ratu Para Rasul dalam
kegiatan-kegiatan rohani di KBG dan di paroki dapat dikatakan baik. Namun
beberapa kecenderungan yang didapat oleh penulis adalah bahwa keterlibatan
tersebut pada umumnya didominasi oleh kelompok perempuan dan anggota yang
umumnya berusia di atas 38 tahun. Partisipasi kelompok laki-laki dan mereka yang
berusia di bawah 38 tahun dapat dikatakan kurang. Seperti pada bab sebelumnya
telah ditulis bahwa terdapat beberapa anggota laki-laki yang mengatakan bahwa
berdoa adalah tugas para istri (perempuan), sedangkan tugas suami (laki-laki)
adalah bekerja. Mengenai keterlibatan kelompok yang lebih muda, persentase
70
Hasil wawancara dengan Maria Defiana Ndepo, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 9 Maret 2020. 71
Hasil wawancara dengan Basilius J. Kisa, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita
pada 9 Maret 2020. 72
Hasil wawancara dengan Maria Helciana Mua Koban, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 9 Maret 2020.
89
keterlibatan yang kecil dibandingkan dengan mereka yang berusia 38 tahun ke atas
dapat dipengaruhi oleh faktor pandangan bahwa urusan-urusan yang ada dalam
organisasi KBG adalah urusan orang dewasa sehingga mereka yang berusia lebih
muda merasa tidak memiliki kepentingan untuk ikut terlibat dalam
kegiatan-kegiatan tersebut.
Kedua, melalui penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, tidak
ditemukan indikasi bahwa faktor tingkat pendidikan terakhir dari para anggota
KBG Ratu Para Rasul mempengaruhi persentase keterlibatan anggota dalam
berbagai kegiatan baik di KBG atau di paroki. Pada umumnya persentase
keterlibatan anggota KBG Ratu Para Rasul dalam berbagai kegiatan baik di KBG
atau di paroki berdasarkan tingkat pendidikan terakhir adalah sama atau seimbang.
Perbedaan kecil terdapat pada mereka yang masih berstatus sebagai pelajar yang
dalam beberapa kegiatan dapat dikatakan cukup terlibat dan pada kegiatan lainnya
tidak terlibat sama sekali.
Ketiga, dapat dilihat adanya pengaruh tingkat pendidikan terakhir dari para
anggota KBG Ratu Para Rasul terhadap pemahaman mereka akan devosi rosario
dan ekaristi. Mereka yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas secara
umum melihat ekaristi sebagai tempat di mana segenap umat kristiani hadir dan
berkumpul sebagai suatu keluarga. Mereka memahami ekaristi sebagai suatu
kesempatan bagi umat untuk mengenang kembali perjamuan Kristus dan karya
penyelamatanNya melalui sengsara dan wafatNya di kayu salib. Sebagian kecil dari
mereka mengatakan ekaristi merupakan perayaan terpenting dalam kehidupan umat
kristiani dan oleh sebab itu ekaristi menjadi puncak dari penghayatan iman umat
terhadap Kristus.
Di sisi lain, mereka memandang devosi rosario kepada Bunda Maria
sebagai sarana di mana mereka dapat menyampaikan seluruh permohonan mereka
dan meyakini Maria sebagai ibu Tuhan dan ibu segenap umat akan mengabulkan
permohonan-permohonan mereka. Mereka juga memahami bahwa dalam berdoa
rosario Maria berperan sebagai pengantara permohonan mereka kepada Kristus.
Mereka yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tahap perguruan
tinggi memahami ekaristi sebagai suatu perayaan di mana umat berkumpul dan
90
mengenang seluruh rangkaian peristiwa penyelamatan Kristus dan melalui roti dan
anggur Ia hadir di tengah-tengah umat yang berkumpul tersebut. Beberapa dari
mereka memahami devosi rosario sebagai suatu bentuk tradisi di mana umat
menghormati Maria yang telah mengambil peran dalam rangkaian peristiwa
penyelamat Kristus.
Mereka yang masih pelajar (umumnya berusia di bawah 25 tahun) melihat
perayaaan ekaristi sebagai suatu kewajiban bagi umat kristen, namun di sisi lain
mereka telah memahami bahwa dalam ekaristi, Kristus mengundang kembali
segenap umat untuk datang menghadiri perjamuan kudus seperti yang telah
dilakukan Kristus pada murid-muridnya di malam perjamuan terakhir. Mereka
memahami bahwa dalam ekaristi Kristus hadir dalam rupa roti dan anggur.
Di sisi lain umumnya mereka memandang devosi rosario sebagai suatu
kewajiban berdoa yang dilakukan pada saat bulan Maria atau bulan rosario, baik
dalam keluarga atau pun dalam kelompok KBG. Namun hal yang menarik adalah
justru dari kelompok anggota yang masih pelajar ini penulis menemukan salah satu
dari responden yang memahami rosario sebagai salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk mendekatkan diri kepada Kristus, karena dalam devosi rosario
peristiwa hidup Kristus direnungkan.
Keempat, dapat diketahui bahwa umat di KBG Ratu Para Rasul sangat
membutuhkan suatu relasi yang lebih personal yang dapat membuat mereka merasa
nyaman. Kedekatan yang begitu personal ini membuat mereka merasa yakin bahwa
segala kesulitan akan teratasi dan permohonan mereka akan terwujud, inilah yang
mereka dapatkan melalui devosi rosario kepada Bunda Maria berdasarkan pada apa
yang mereka pahami. Mengapa hanya sebagian kecildari mereka yang merasakan
hal ini melalui Perayaan Ekaristi? Pada umumnya mereka kurang dapat menghayati
Perayaan Ekaristi sebab pemahaman umum mereka terhadap ekaristi terbatas pada
ekaristi sebagai suatu kewajiban umat kristiani belaka dan sebagai kesempatan di
mana umat kristiani berkumpul. Hal ini membuat mereka tidak begitu mengalami
suatu relasi personal yang intim terhadap Kristus yang hadir melalui ekaristi
tersebut.
Penulis dapat mengatakan bahwa terdapat kecenderungan di mana umat
kurang meminati sesuatu yang memakan banyak waktu, dan rumit dalam
91
pelaksanaanya. Ekaristi dipandang sebagai suatu perayaan atau upacara yang
memakan banyak lama dan bertele-tele. Hal ini mungkin bisa dikatakan sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhi penghayatan umat KBG Ratu Para Rasul
terhadap ekaristi. Devosi rosario, dengan segala kesederhanaan stata cara
pelaksanaannya berdampak pada bagaimana umat dapat dengan mudah
menghayatinya. Semakin besar penghayatan maka semakin besar relasi personal
yang intim tersebut diperoleh.
92
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian yang dibuat ini merupakan suatu studi deskriptif yang
menggunakan sarana kuisioner atau pertanyaan penuntun yang sederhana untuk
melihat dan menilai sejauh mana pemahaman dan penghayatan umat di KBG Ratu
Para Rasul baik terhadap Ekaristi atau Devosi Rosario dengan subyek penelitian
adalah umat di KBG Ratu Para Rasul. Penelitian ini terbagi ke dalam tiga kelompok
analisis yaitu analisis berdasarkan jenis kelamin, analisis berdasarkan tingkat
pendidikan terakhir, dan analisis berdasarkan rentang usia.
Melalui data-data yang telah terkumpul dan yang telah dianalisa, penulis
membuat sebuah rangkuman sebagai berikut.
Pertama, mengenai partisipasi umat dalam kegiatan-kegiatan di KBG Ratu
Para Rasul. Analisis ini dibagi ke dalam tiga bagian analisis yakni berdasarkan jenis
kelamin, tingkat pendidikan terakhir, rentang usia. Secara umum dapat dilihat
bahwa partisipasi umat KBG Ratu Para Rasul dalam kegiatan-kegiatan yang ada di
KBG adalah baik. Penulis mengatakan baik karena sebagian besar responden
mengatakan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada di KBG sedangkan
hanya sebagian kecil saja yang mengatakan jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan
di KBG. Apabila dilihat secara khusus, penulis melihat bahwa berdasarkan jenis
kelamin, umat KBG Ratu Para Rasul yang selalu terlibat dalam kegiatan di KBG
pada umumnya adalah umat berjenis kelamin perempuan, sedangkan umat yang
berjenis kelamin laki-laki pada umumnya sering atau jarang terlibat dalam kegiatan
di KBG. Berdasarkan tingkat pendidikan, umat KBG Ratu Para Rasul yang selalu
terlibat dalam kegiatan di KBG pada umumnya adalah umat yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga pada tingkat SD/SMP sedangkan mereka yang
pernah menyelesaikan pendidikan hingga pada tingkat SMA, Perguruan Tinggi,
dan yang masih berstatus sebagai pelajar pada umumnya sering atau jarang terlibat
dalam kegiatan di KBG. Berdasarkan rentang usia, umat KBG Ratu Para Rasul
yang selalu terlibat dalam kegiatan di KBG umumnya adalah mereka yang berada
dalam rentang usia 38-58 tahun, sedangkan persentase umat yang berada dalam
93
rentang usia 18-37 pada umumnya sering atau jarang terlibat dalam
kegiatan-kegiatan di KBG.
Kedua, mengenai partisipasi umat KBG Ratu Para Rasul dalam kegiatan
doa rosario. Secara umum penulis dapat melihat bahwa umat di KBG Ratu Para
Rasul memiliki persentase keterlibatan dalam kegiatan doa rosario yang baik
karena sebagian besar umat mengatakan selalu atau sering terlibat dalam kegiatan
doa rosario di KBG. Jika dilihat secara khusus, dapat diketahui bahwa berdasarkan
jenis kelamin, umat yang selalu terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG pada
umumnya adalah umat yang berjenis kelamin perempuan, sedangkan umat yang
berjenis kelamin laki-laki pada umumnya jarang atau tidak pernah mengikuti
kegiatan doa rosario di KBG Ratu Para Rasul. Berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir, umat KBG Ratu Para Rasul yang selalu terlibat dalam KBG kegiatan doa
rosario di Ratu Para Rasul adalah seimbang baik mereka yang pernah
menyelesaikan pendidikan hinggat tahap SD/SMP, SMA, Perguruan Tinggi, dan
yang masih berstatus sebagai pelajar. Berdasarkan rentang usia, dapat diketahui
bahwa umat yang selalu dan sering terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG Ratu
Para Rasul pada umumnya adalah mereka yang berada dalam rentang usia 38-58
tahun, sedangkan umat yang berada dalam rentang usia 18-37 tahun pada umumnya
sering atau jarang terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG.
Ketiga, mengenai perasaan umat KBG Ratu Para Rasul pada saat berdoa
rosario. Secara umum penulis dapat melihat bahwa sebagian besar umat merasa
tersentuh dan dekat kepada Bunda Maria pada saat berdoa rosario. Jika dilihat
secara khusus, berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat bahwa umat yang merasa
tersentuh dan dekat kepada Bunda Maria adalah umat yang berjenis kelamin
perempuan, sedangkan umat yang berjenis kelamin laki-laki ada yang merasa
tersentuh dan dekat kepada Kristus. Berdasarkan tingkat pendidikan dapat
diketahui bahwa umat yang merasa tersentuh dan dekat kepada Bunda Maria adalah
mereka yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga pada tahap SD/SMP, SMA,
dan mereka yang masih pelajar, sedangkan mereka yang pernah menyelesaikan
pendidikan hingga pada tahap Perguruan Tinggi ada yang mengatakan merasa
tersentuh dan dekat kepada Kristus pada saat berdoa rosario. Berdasarkan rentang
usia dapat diketahui bahwa umat yang merasa tersentuh dan dekat kepada Bunda
94
Maria pada saat berdoa rosario adalah umat yang berada dalam rentang usia 38-58
tahun, sedangkan mereka yang berada dalam rentang usia 18-37 tahun ada yang
mengatakan merasa tersentuh dan dekat kepada Kristus saat berdoa rosario.
Keempat, mengenai partisipasi umat di KBG Ratu Para Rasul dalam
kegiatan-kegiatan di paroki. Secara umum penulis dapat melihat bahwa persentase
keterlibatan umat di paroki adalah cukup baik. Dikatakan cukup baik karena
umumnya umat selalu dan sering terlibat dalam kegiataan di KBG, namun tidak
sedikit juga umat yang jarang atau tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan di
paroki. Apabila dilihat secara lebih khusus, berdasarkan jenis kelamin umat KBG
Ratu Para Rasul yang selalu dan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki
pada umumnya adalah umat yang berjenis kelamin perempuan sedangkan umat
yang berjenis kelamin laki-laki pada umumnya sering, jarang, atau tidak pernah
terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki. Berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir, umat yang selalu dan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki
pada umumnya adalah umat yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga pada
tahap SD/SMP, dan SMA sedangkan umat yang pernah menyelesaikan pendidikan
hingga ke tahap Perguruan Tinggi dan mereka yang masih berstatus sebagai pelajar
pada umumnya sering, jarang, atau tidak pernah terlibat dalam dalam
kegiatan-kegiatan di paroki. Berdasarkan rentang usia, umat KBG Ratu Para Rasul
yang selalu dan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di paroki pada umumnya
adalah mereka yang berada dalam rentang usia 38-58 tahun, sedangkan umat yang
berada dalam rentang usia 18-37 tahun sering, jarang, atau tidak pernah terlibat
dalam kegiatan di paroki.
Kelima, mengenai partisipasi umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan
Ekaristi mingguan. Secara umum penulis dapat melihat bahwa keterlibatan umat
KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi mingguan adalah baik. Dikatakan
baik karena sebagian besar umat mengatakan selalu dan sering mengikuti
Perayaang Ekaristi mingguan. Apabila dilihat secara lebih khusus, berdasarkan
jenis kelamin umat KBG Ratu Para Rasul yang selalu dan sering mengikuti
Perayaan Ekaristi mingguan pada umumnya adalah umat yang berjenis kelamin
perempuan, sedangkan umat yang berjenis kelamin laki-laki pada umumnya sering
dan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan. Berdasarkan tingkat
95
pendidikan terakhir, dapat dilihat bahwa umat KBG Ratu Para Rasul yang selalu
mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan pada umumnya adalah mereka yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tahap SD/SMP dan SMA, sedangkan mereka
yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga tahap Perguruan Tinggi dan yang
masih berstatus sebagai pelajar pada umumnya sering dan tidak pernah mengikuti
Perayaan Ekaristi mingguan. Berdasarkan rentang usia, dapat diketahui bahwa pada
umumnya umat yang selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan adalah umat
yang berada dalam rentang usia 38-58 tahun, sedangkan mereka yang berada dalam
rentang usia 18-37 pada umumnya sering dan tidak pernah mengikuti Perayaan
Ekaristi mingguan.
Keenam, mengenai partisipasi umat KBG Ratu Para Rasul dalam Perayaan
Ekaristi harian. Secara umum penulis dapat melihat bahwa keterlibatan umat KBG
Ratu Para Rasul dalam Perayaan Ekaristi harian dapat dikatakan kurang baik.
Dikatakan kurang baik karena sebagian besar umat KBG Ratu Para Rasul jarang
dan tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi harian. Apabila dilihat secara lebih
khusus dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, umat KBG Ratu Para
Rasul yang selalu mengikuti Perayaan Ekaristi harian adalah umat yang berjenis
kelamin perempuan walaupun persentasenya kecil, umumnya mereka mengatakan
jarang mengikuti Perayaan Ekaristi harian, sedangkan sebagian besar umat yang
berjenis kelamin laki-laki mengatakan jarang dan tidak pernah mengikuti Perayaan
Ekaristi harian. Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, dapat diketahui bahwa
sebagian besar umat KBG Ratu Para Rasul baik mereka yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tahap SD/SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan
mereka yang masih berstatus sebagai pelajar jarang dan tidak pernah mengikuti
Perayaan Ekaristi harian. Berdasarkan rentang usia, dapat diketahui bahwa pada
umumnya sebagian besar umat yang berada dalam rentang usia 38-58 tahun tidak
pernah mengikuti Perayaan Ekaristi harian, sedangkan umat yang berada dalam
rentang usia 18-37 tahun pada umumnya jarang mengikuti Perayaan Ekaristi
harian.
Ketujuh, mengenai perasaan umat KBG Ratu Para Rasul ketika mengikuti
Perayaan Ekaristi. Secara umum penulis melihat bahwa seluruh umat KBG Ratu
Para Rasul merasa tersentuh dan dekat kepada Kristus pada saat mengikuti
96
Perayaan Ekaristi. Begitu pula ketika data ini dilihat secara lebih khusus. Dapat
diketahui bahwa baik dalam kelompok jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir,
dan rentang usia, umat KBG Ratu Para Rasul merasa tersentu dan dekat kepada
Kristus saat mengikuti Perayaan Ekaristi.
Kedelapan, mengenai perbandingan penghayatan umat KBG Ratu Para
Rasul terhadap Perayaan Ekaristi dan Devosi Rosario. Penulis melihat bahwa
secara umum umat KBG Ratu Para Rasul lebih menghayati devosi rosario
dibadingkan dengan Perayaan Ekaristi. Apabila dilihat secara lebih khusus dapat
diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, persentase umat KBG Ratu Para Rasul
yang berjenis kelamin perempuan lebih besar daripada umat KBG Ratu Para Rasul
yang berjenis kelamin laki-laki dalam menghayati devosi rosario, Sedangkan hanya
sebagian kecil baik dari kelompok umat yang berjenis kelamin laki-laki atau
perempuan yang lebih memilih lebih menghayati Perayaan Ekariti dibandingkan
dengan devosi rosario. Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat diketahui
bahwa pada umumnya umat yang lebih memilih menghayati devosi rosario
memiliki persentase yang seimbang antara umat yang pernah menyelesaikan
pendidikan terakhir hingga tahap SD/SMP, SMA, dan mereka yang masih berstatus
sebagai pelajar sedangkan umat yang pernah menyelesaikan pendidikan hingga
tahap Perguruan Tinggi pada umumnya lebih memilih menghayati Perayaan
Ekaristi dibandingkan dengan devosi rosario. Berdasarkan rentang usia pada
umumnya umat yang berada dalam rentang usia 38-58 tahun memiliki persentase
yang lebih besar dibandingkan dengan umat yang berada dalam rentang usia 18-37
tahun. Hanya sebagian kecil dari umat baik yang berada dalam rentang usia 18-37
tahun dan umat yang berada dalam rentang usia 38-58 tahun yang lebih memilih
menghayati Perayaan Ekaristi.
Kesembilan, penulis melihat bahwa sebagian besar umat KBG Ratu Para
Rasul yang berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan rohani yang ada di KBG
Ratu Para Rasul adalah umat yang berjenis kelamin perempuan. Penulis
memberikan asumsinya terkait dengan hal ini yakni bahwa umat berjenis kelamin
perempuan pada umumnya lebih memperhatikan hal-hal rohani. Kelompok
perempuan pada umumnya bergerak menggunakan perasaan mereka.
Kegiatan-kegiatan rohani merupakan kegiatan yang selalu melibatkan perasaan.
97
Dalam berdoa misalnya, orang yang berdoa selalu mempunyai jalinan perasaan
antara dirinya, kepada siapa ia berdoa, dan terhadap apa yang ia doakan. Hal inilah
yang menurut penulis membuat partisipasi umat perempuan dalam
kegiatan-kegiatan rohani lebih besar bila dibandingkan dengan umat laki-laki. Hal
ini tidak hanya berpengaruh pada tingkat partisipasi umat tetapi juga terhadap
bagaimana mereka memandang devosi rosario. Melalui data yang diperoleh oleh
penulis terlihat bahwa dalam berdoa rosario, seluruh responden perempuan
mengatakan bahwa mereka merasa tersentuh dan dekat kepada Maria. Di sisi lain,
dalam pertayaan yang sama, ada responden berjenis kelamin laki-laki yang
mengatakan bahwa melalui doa rosario ia merasa tersentuh dan dekat kepada
Kristus. Melalui hal ini, penulis dapat mengataka bahwa pemahaman dan
penghayatan responden perempuan dalam kaitannya dengan devosi rosario terbatas
pada bagaimana perasaan mereka bekerja terhadap devosi rosario, sedangkan
responden berjenis kelamin laki-laki dapat melihat dan memahami bagaimana
devosi rosario menghantarkan mereka untuk dekat kepada Kristus.
Kesepuluh, seperti yang telah dikatakan pada bab sebelumnya, penulis
melihat bahwa pada umumnya pemahaman yang baik terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario berasal dari responden yang pernah menyelesaikan pendidikan
hingga tahap perguruan tinggi serta beberapa dari mereka yang masih dalam proses
pendidikan. Melalui fakta ini, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan umat, maka semakin tinggi pula kemampuan umat tersebut
untuk dapat memahami perayaan ekaristi dan devosi rosario. Di samping itu,
beberapa responden yang masih berada dalam proses pendidikan pun dapat
memahami dengan cukup baik perayaan ekaristi dan devosi rosario. Berkaitan
dengan hal ini, penulis berasumsi bahwa responden tersebut telah dibekali dengan
beberapa sarana yang dapat membantu pemahaman mereka seperti SEKAMI atau
OMK.
Kesebelas, penulis melihat bahwa pada umumnya umat KBG Ratu Para
Rasul memahami Perayaan Ekaristi sebagai sebuah perayaan di mana Kristus hadir
dalam rupa roti dan anggur, sebagai sebuah perayaan di mana seluruh umat Kristen
berkumpul sebagai suatu keluarga, dan juga terdapat umat yang melihat Perayaan
Ekaristi sebagai sebuah kewajiban bagi umat Kristiani. Hanya sebagian kecil
98
umat yang melihat Perayaan Ekaristi sebagai suatu perayaan terpenting dan
menjadi puncak penghayatan iman Kristen.
Keduabelas, penulis melihat bahwa pada umumnya umat KBG Ratu Para
Rasul memahami devosi rosario sebagai suatu sarana di mana umat dapat
menghaturkan seluruh permohonan mereka. Mereka pada umumnya memahami
bahwa Maria sebagai ibu Tuhan, ibu Gereja dan oleh sebab itu menjadi ibu
seluruh umat beriman pasti akan mengabulkan permohonan mereka dan di samping
itu mereka juga memahami bahwa dalam berdoa rosario, permohonan yang
disampaikan kepada Bunda Maria dihantarkan kepada Putranya, Yesus Kristus.
Terdapat sebagian kecil umat KBG Ratu Para Rasul yang telah memahami devosi
rosario sebagai sebuah sarana penghormatan terhadap Bunda Maria, dan di sisi lain
mereka juga melihat bahwa melalui devosi rosario, umat dihantar untuk semakin
dekat dengan Kristus melalui perisitiwa-peristiwa hidupNya yang direnungkan
dalam devosi rosario.
Kesebelas, melalui poin kesebelas dan keduabelas dapat diketahui bahwa
sebagian besar umat KBG Ratu Para Rasul belum memahami dengan cukup baik
dan mendalam mengenai apa itu Perayaan Ekaristi dan Devosi Rosario.
Ketigabelas, penghayatan umat yang lebih cenderung mengarah kepada
devosi rosario dibandingkan dengan Perayaan Ekaristi disebabkan oleh Perayaan
Ekaristi yang dilihat sebagai suatu perayaan yang memakan waktu lama, rumit, dan
bertele-tele. Hal ini menyebabkan umat kesulitan dalam menghayati Perayaan
Ekaristi. Devosi rosario di sisi lain, dipandang sebagai sebuah doa yang sederhana
dan mudah dibawakan. Kesederhanaan inilah yang memudahkan umat dalam
menghayati devosi rosario. Kemudahan umat dalam menghayati devosi Rosario
menciptakan adanya keakraban antara umat dan obyek dari devosi ini, yakni Bunda
Maria dan dari situ tercipta relasi personal yang intim dari umat dan Bunda Maria.
Di sisi lain, adanya kecenderungan dalam melihat Perayaan Ekaristi sebagai suatu
kewajiban umat Kristen belaka menjadi salah satu faktor mengapa relasi personal
yang terbentuk seperti dalam devosi rosario tidak dapat terwujud.
Keempatbelas, penulis melihat adanya potensi-potensi bagi umat KBG Ratu
Para Rasul untuk membangun pemahaman yang baik terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario. KBG Ratu Para Rasul cukup banyak umat yang berusia di
99
bawah 30 tahun. Hal ini menjadi peluang yang dapat digunakan untuk menanamkan
pemahaman yang baik terhadap perayaan ekaristi dan devosi rosario. Hal ini dapat
diwujudkan dengan menyertakan pendidikan tentang perayaan ekaristi dan devosi
rosario melalui sarana seperti SEKAMI dan OMK. Dampak dari langkah ini
apabila dilaksanakan dengan baik adalah pada masa yang akan datang, umat KBG
Ratu Para Rasul yang pada usia muda telah dibekali dengan pemahaman yang baik
tentang perayaan ekaristi dan devosi rosario dapat menurunkan kepada
anak-anaknya pemahaman-pemahaman ini sehingga hal dapat bertahan secara
berkelanjutan pada kehidupan umat KBG Ratu Para Rasul kedepannya. Di samping
itu, letak KBG Ratu Para Rasul yang berada tepat di depan Seminari Tinggi
Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret membuat umat KBG Ratu Para Rasul memiliki
relasi yang baik dengan para frater yang sedang berada dalam proses pendidikan di
seminari. Pemahaman-pemahaman yang baik dan benar terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario dapat diberikan kepada umat KBG oleh para frater melalui
pergaulan hidup sehari atau pun dalam kegiatan-kegiatan khusus seperti katakese,
ibadat doa rosario, dan latihan-latihan koor bersama yang biasanya melibatkan para
frater.
5.2 Usul dan Saran
Tujuan utama penulis dalam membuat tulisan ini adalah agar umat KBG
Ratu Para Rasul memiliki pemahaman yang benar terhadap perayaan ekaristi dan
devosi rosario. Penulis juga melalui tulisan ini hendak menyampaikan kepada umat
KBG Ratu Para Rasul mengenai hubungan yang ada di antara kedua hal ini bahwa
sejatinya ekaristi dan devosi rosario merupakan dua hal yang saling menghidupkan.
Setelah melihat seluruh hasil dari analisis data berkaitan dengan
pemahaman dan penghayatan umat KBG Ratu Para Rasul terhadap Perayaan
Ekaristi dan Devosi Rosario yang dapat dikatakan belum terlalu baik, maka dengan
rendah hati penulis ingin menyampaikan beberapa usul dan saran sebagai berikut.
5.2.1 Bagi Umat KBG Ratu Para Rasul
Pertama, umat KBG Ratu Para Rasul perlu lebih menyadari
keterbatasan-keterbatasan yang masih mereka miliki dalam segala aspek baik itu
100
partisipasi dalam kegiatan di KBG dan di paroki serta pemahaman, atau
penghayatan mereka terhadap Perayaan Ekaristi dan Devosi Rosario agar dengan
menyadari hal tersebut umat diharapkan mampu memiliki usaha untuk membenah
diri demi mengatasi segala keterbatasan yang ada.
Kedua, berkaitan dengan poin pertama, maka umat KBG Ratu Para Rasul
perlu meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan di KBG dan di paroki
termasuk di dalamnya Perayaan Ekaristi dan Devosi Rosario.
Ketiga, umat perlu memiliki semangat untuk mendalami makna dan arti
sejati dari Perayaan Ekaristi dan Devosi Rosario.
Keempat, diharapkan bagi ketua KBG Ratu Para Rasul untuk senantiasa
mengajak dan merangkul seluruh anggotanya agar dapat berpartisipasi aktif dalam
kegiatan-kegiatan di KBG dan di paroki termasuk di dalamnya Perayaan Ekaristi
dan Devosi Rosario. Dalam hal ini ketua KBG perlu melibatkan seluruh anggota
dari semua kalangan.
Kelima, ketua KBG Ratu Para Rasul perlu memastikan para anggota KBG
Ratu Para Rasul memiliki sarana berdoa rosario seperti rosario, buku-buku doa dan
sarana-sarana lainnya yang berhubungan dengan pengembangan kualitas hidup
rohani umat.
5.2.2 Bagi Lembaga-Lembaga Pendidikan
Pertama, melihat kenyataan bahwa paroki St. Mikael Nita memiliki sarana
dan prasarana pendidikan yakni Yayasan Pendidikan Kimang Buleng, maka pastor
paroki dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada tersebut dengan
menggerakkan para pengajar agar dapat membekali para peserta didik dengan
pemahaman-pemahaman yang benar tentang perayaan ekaristi dan devosi rosario.
5.2.3 Bagi Pastor Paroki St. Mikael Nita
Pertama, pastor paroki diharapkan agar sedapat mungkin mengetahui situasi
umatnya yang terpisah dalam kelompok-kelompok KBG, termasuk di dalamnya
umat di KBG Ratu Para Rasul, secara khusus adalah mengenai pemahaman dan
penghayatan mereka terhadap Perayaan Ekaristi dan Devosi Rosario.
101
Kedua, pastor paroki diharapkan dapat memberikan sarana kepada umat
agar mereka mampu mendalami pemahaman dan penghayatan mereka berkaitan
dengan kedua hal tersebut. Hal ini dapat terwujud dalam kesempatan-kesempatan
misa kelompok KBG atau dalam berbagai kegiatan katakese dengan bantuan
katekis atau biarawan/i.
Keempat, pastor paroki diharapkan dapat mengarahkan para pendamping
SEKAMI dan OMK agar penanaman pemahaman terhadap ekaristi dan devosi
rosario dapat diberikan pada kelompok-kelompok ini.
Ketiga, pastor paroki diharapkan dapat senantiasa mengingatkan seluruh
umat akan pentingnya keterlibatan dalam berbagai kegiatan baik dalam KBG atau
di paroki.
102
DAFTAR PUSTAKA
KAMUS, DOKUMEN GEREJA
Kitab Hukum Kanonik. Penerj. V. Kartosiswoyo.et.al. Cet. XII. Jakarta: Obor,
2004.
Konsili Vatikan II. Dokumen Konsili Vatikan II. Penerj. R. Hardawiryana. Cetakan
XII. Jakarta: Obor, 2013.
Komisi Liturgi KWI. Pedoman Umum Misale Romawi. Ende: Nusa Indah, 2002.
Paus Paulus VI. Marialis Cultus. Penerj. Piet Go. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2006.
Paus Yohanes Paulus II. Christi Fidelis Laici. Penerj. Piet Go. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1989.
----------------------------. Ecclesia De Eucharistia. Penerj. Anicetus B. Sinaga.
Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005.
----------------------------. Familiaris Consortio. Penerj. R. Hardawiryana. Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1993.
----------------------------. Redemptoris Mater. Jakarta: Departemen Dokumentasi
dan Penerangan KWI, 1967.
----------------------------. Redemptoris Missio. Penerj. Alfons S. Sahadi dan
Fransiskus Borgias. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 1992.
----------------------------, Rosarium Virginis Mariae. Penerj. Ernest Mariyanto.
Jakarta Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2003.
Tahta Suci. Apostolicam Actuositatem. Penerj. R. Hardawiryana. Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1991.
Verhoeven, Th. L dan Marcus Carvallo. Kamus Latin-Indonesia. Ende: Nusa
Indah, 1969.
103
Wellam, F. D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
BUKU
Ceme, Remegius. Merangkai Identitas Maria.Maumere: Penerbit Ledalero, 2017.
Groenen, C. Mariologi Teologi dan Devosi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988.
Kirchberger, Georg. Allah Menggugat Sebuah Dogmatik Kristiani. Maumere:
Penerbit Ledalero, 2007.
Klauser, Theodore. Sejarah Singkat Liturgi Barat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1991.
Leks, Stefan. Rosario Berdasarkan Alkitab. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989.
Martasudjita, E. Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2005.
Panda, Herman P. Sakramen dan Sakramentali dalam Gereja. Yogyakarta:
Penerbit Amara Books Yogyakarta, 2013.
Powell, John. Visi Kristiani, Kebenaran yang Memerdekakan Kita (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1997.
Manford Prior, John. Menjebol Jeruji Prasangka: Membaca Alkitab dengan Jiwa .
Maumere: Penerbit Ledalero, 2010.
Raho, Bernard. Sosiologi. Maumere: Penerbit Ledalero, 2016
Surip, Stanislaus. Perempuan Itu Maria? Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
MANUSKRIP
L, Al Andang et al. Doa Rosario Laudato Si. 2002.
Profil St. Mikael Nita. 2017.
104
JURNAL
Budi Kleden, Paulus.“”Yang Lain” sebagai Fokus Berteologi Kontekstual di
Indonesia”. Jurnal Ledalero, Vol. 9, No. 2, Desember 2010.
Panda Koten, Philipus. “Memahami KBG sebagai Pilar Karya Pastoral”. Jurnal
Ledalero, Vol. 8, No. 2, Desember 2009.
WAWANCARA
Bhala, Theresia Yuliana. Wawancara, 8 Maret 2020
Dhema, Yustina. Wawancara, 14 Mei 2020
Ida, Ignasius. Wawancara, pada 8 Maret 2020.
Kisa, Basilius J. Wawancara pada 9 Maret 2020.
Koban, Greggorius Frenky Koban. Wawancara, 9 Maret 2020.
Koban, Maria Helciana Mua. Wawancara, pada 9 Maret 2020
Laja, Andris W. Wawancara, pada 8 Maret 2020.
Medon, Petrus. Wawancara, pada 9 Maret 2020.
Ndepo, Maria Defiana. Wawancara, pada 9 Maret 2020.
Ortje, Florentina. Wawancara, 1Maret 2020
Sareng, Avelinus Moat. Wawancara, 8 Maret 2020
INTERNET
https://www.newadvent.org/cathen/12232a.htm diakses pada 2 Mei 2020.
105
Lampiran 1
KUISIONER
EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO DI MATA UMAT KBG RATU PARA
RASUL
A. Data Diri Responden
1. Nama Lengkap/Status :
2. Tempat/Tanggal Lahir : /
3. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi*
4. Pekerjaan :
B. Pertanyaan Kuisioner.
1. Bagaimana relasi Anda dengan sesama anggota KBG Ratu Para Rasul?
A. Buruk B. Biasa Saja C. Baik
2. Bagaimana relasi Anda dengan sesama anggota Lingkungan?
A. Buruk B. Biasa Saja C. Baik
3. Bagaimana relasi Anda dengan sesama anggota Paroki?
A. Buruk B. Biasa Saja C. Baik
4. Bagaimana partisipasi Anda dalam kegiatan-kegiatan bersama di KBG?
A. Tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan di KBG
B. Jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di KBG
C. Sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di KBG
106
D. Selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di KBG
5. Apakah Anda berpartisipasi aktif dalam kegiatan doa rosario di KBG?
A.Tidak pernah terlibat dalam kegiatandoa rosario di KBG
B. Jarang terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG
C. Sering terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG
D. Selalu terlibat dalam kegiatan doa rosario di KBG
6. Bagaimana perasaan Anda ketika mendoakan doa rosario?
A. Tidak merasakan apapun
B. Biasa saja karena sudah biasa
C. Merasa tersentuh dan dekat kepada Bunda Maria
D. Merasa tersentuh dan dekat kepada Kristus
7. Bagaimana partisipasi Anda dalam kegiatan-kegiatan bersama di Paroki?
A. Tidak pernah terlibat dalam kegiatan di Paroki
B. Jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di Paroki
C. Sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan di Paroki
D. Selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di Paroki
8. Bagaimana partisipasi Anda dalam mengikutiPerayaan Ekaristi mingguan?
A. Tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan.
B. Jarang mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan.
C. Sering mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan.
D. Selalu mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan.
107
9. Apakah Anda mengikuti misa harian?
A. Ya B. Sesekali C. Tidak
10. Bagaimana perasaan Anda ketika mengikuti Perayaan Ekaristi?
A. Tidak merasakan apa-apa
B. Biasa saja karena merupakan hal yang sudah biasa
C. Merasa tersentuh dan dekat kepada Kristus
11. Mana yang lebih mudah Anda hayati?
A. Perayaan Ekaristi
B. Berdoa Rosario
12. Menurut Anda mana yang lebih dekat dengan hati anda, Perayaan Ekaristi atau
Devosi Rosario? Mengapa? 1 kalimat.
........................................................................................................................
............................................................. .
13. Tuliskan apa itu Perayaan Ekaristi menurutAnda?
........................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................................................. .
14. Tuliskan apa itu Doa Rosario menurut Anda?
........................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
............................................................................................................................ .
108
Lampiran 2
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Seperti apakah KBG Ratu Para Rasul di masa awal terbentuknya?
2. Seperti apa aktifitas harian para anggota KBG Ratu Para Rasul?
3. Menurut Anda seperti apa relasi antar sesama anggota KBG?
4. Menurut Anda seperti apa relasi antara anggota KBG dengan sesama
anggota Lingkungan?
5. Menurut Anda seperti apa relasi antara anggota KBG dengan sesama umat
Paroki?
6. Seperti apa kegiatan rohani harian para anggota KBG Ratu Para Rasul?
7. Apakah seluruh anggota rutin menjalankan kegiatan doa rosario pada Bulan
Maria dan Bulan Rosario?
8. Apakah seluruh anggota berpartisipasi aktif dalam menjalankan
kegiatan doa tersebut?
9. Apakah seluruh anggota berpartisipasi aktif dalam Perayaan Ekaristi
mingguan?
10. Menurut Anda apakah anggota KBG Ratu Para Rasul berpartisipasi aktif
dalam kegiatan Paroki?
11. Menurut Anda apakah anggota KBG Ratu Para Rasul bertanggung jawab
dalam menjalankan tugas yang dipercayakan oleh Paroki kepada KBG
Ratu Para Rasul?
12. Sebagai ketua, apa saja suka dan duka dalam menjalankan tugas Anda?
13. Sebagai anggota, apa saja suka dan duka Anda sebagai bagian dari KBG
Ratu Para Rasul?
14. Menurut Anda apa itu Ekaristi?
15. Menurut Anda apa itu Devosi Rosario?