PEMBELAJARAN EKOLITERASI BERBASIS PROYEK DI …
Transcript of PEMBELAJARAN EKOLITERASI BERBASIS PROYEK DI …
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
33
PEMBELAJARAN EKOLITERASI BERBASIS PROYEK
DI SEKOLAH DASAR
Neri Egi Rusmana, Aulia Akbar
Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
PGSD STKIP Sebelas April Sumedang
ABSTRAK
Bencana alam seperti banjir dan longsor merupakan bencana alam yang sering terjadi di
Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa ada masalah yang terjadi pada lingkungan. Masalah
lingkungan merupakan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab ini tidak hanya tanggung
jawab pemerintah namun tanggung jawab semua individu. Perlu ada langkah nyata dalam
menyelesaikan masalah lingkungan. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah
memasukannya kedalam pembelajaran di sekolah dasar. Siswa haruslah diperkenalkan
mengenai kesadaran lingkungan sejak dini. Model pembelajaran yang melibatkan siswa secara
langsung merupakan model yang sesuai sehingga memberikan kesan tersendiri untuk sisiwa.
Sebagai alternatif yaitu penggunaan model pembelajaran Project Based Learning. Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan pembelajaran yang mengutamakan siswa untuk praktik langsung
dalam kegiatannya. Siswa diberi tugas untuk aktif mulai dari penentuan tema, perencanaan,
aktifitas dilapangan, serta pembuatan laporan dan presentasi. Model pembelajaran berbasis
proyek ini diintegrasikan dalam mata pelajaran IPA yang disesuaikan dengan SK dan KD.
Diharapkan dengan praktik langsung siswa dapat menyadari pentingnya ecoliteracy. Penyadaran
terhadap lingkungan atau melek ekologi sangatlah dibutuhkan negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia, agar terjalinnya hubungan harmonis antara manusia dengan alam. Sehingga,
Indonesia menjadi negara yang maju, namun tetap menjaga kelestarian alam sekitar.
Kata Kunci: Ecolitaracy, Pembelajaran Berbasis Proyek, Sekolah Dasar
Abstract: Natural disaster such as flood and landslideis frequent natural disasters in Indonesia.
This indicates that there is a problem that occurs in the environment. The environmental issue is
all responsibility. This responsibility is not just a government responsibility but the
responsibility of all individuals. There need to be a real step in solving environmental problems.
One of efforts to do is put it into learning in primary schools. Students should be introduced on
environmental awareness from an early time. Learning model that involvesdirectly students is
an appropriate model that gives a distinct impression on student. As an alternative is
implementation of Project Based Learning Model. Project Based Learning is learning that
promotes students to practice directly in their activities. Studentis given the task to actively start
of the determination of the theme, planning, field activity, and preparing report and
presentation. This is can beintegrated in science subjectthat was related to standard
competency and based competency. Expected to direct practice, students can realize the
importance of ecological literacy (Eco literacy). Awareness on environmental or ecological
literacy is needed especially in developing countries such as Indonesia so it creates a
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
34
harmonious relationship between humans and nature. Thus, Indonesia becomes a developed
country, but still protectsharmony ofenvironment.
1. PENDAHULUAN
Lingkungan merupakan tempat semua
mahluk hidup berdampingan. Didalamnya
terdapat komponen biotik dan abiotik
yang saling mempengarui. Bila salah satu
diantara komponen tersebut rusak, maka
lingkungan mahluk hidup didalamnya
akan terpengaruh atau bahkan musnah.
Begitulah hukum alam terjadi. Bila kita
cermati dengan baik beberapa kejadian
akhir-akhir ini bencana alam yang
semakin lama semakin sering terjadi,
seperti yang dirilis media cetak Pikiran
Rakyat, yaitu Banyaknya bencana longsor
dan banjir menunjukkan Jawa Barat
merupakan daerah dengan risiko bencana
tinggi. Salah satu bencana yang banyak
menelan korban jiwa diakibatkan oleh
gerakan tanah. Dari 174 bencana gerakan
tanah di Indonesia pada 2016, 87 kasus
terjadi di Jawa Barat.
Banyaknya bencana alam yang
terjadi, seperti kejadian longsor yang
terjadi dibeberapa lokasi didaerah
Sumedang, dan banjir yang
menenggelamkan beberapa fasilitas
pemerintahan dan pemukiman di Garut,
merupakan akibat pemanfaatan alam yang
kurang terencana dan terarah. Penebangan
pohon, pembangunan dilahan serapan air
dan buang sampah sembarangan
merupakan contoh pola hidup masyarakat
yang kurang bijak, jika dibiarkan akan
berpotensi menjadi bencana.
Kemajuan pembangunan saat ini
merupakan hal yang berbahaya bila tidak
diiringi kesadaran akan lingkungan.
Manusia cenderung mengekspoitasi
sumberdaya alam secara serampangan
tanpa memperhatikan efek yang
ditimbulkannya. Perlu adanya langkah
nyata yang ditempuh. Bila hal terus
berlanjut, maka tidak akan ada masa
depan. Generasi muda sejak dini harus
diperkenalkan dengan kesadaran akan
lingkungan, guna menciptakan masyarakat
yang peduli akan lingkungan. Beberapa
organisasi yang peduli dengan lingkungan
telah melakukan tindakan. Penyuluhan
dan seminar telah dilakukan dalam upaya
menyadarkan masyarakat mengenai
masalah lingkungan. Namun, kesadaran
pemerintah sebagai pihak penentu
kebijakan merupakan hal yang utama.
Salah satu upaya yang harus dilakukan
pemerintah adalah dengan memasukan
kesadaran mengenai lingkungan dalam
kurikulum. Tujuan penerapan tersebut
agar terciptanya masyarakat yang sadar
akan lingkungan.
2. PEMBAHASAN
2.1 Ecoliteracy (Melek Ekologi)
Ecoliteracy atau sering juga disebut
dengan kecerdasan ekologi. Berasal dari
kata Yunani yaitu oikos (“habitat”) dan
logos (“ilmu”). Kecerdasan ekologi adalah
kemampuan kita untuk beradaptasi
terhadap ekologis tempat kita berada.
(Goleman 2010). Pemahaman mengenai
ecoliteracy harus dimulai sejak dini.
Penanaman sikap ramah lingkungan
merupakan sikap yang harus dimiliki
setiap individu. Individu yang memiliki
kesadaran mengenai lingkungan akan
dapat menselaraskan perkembangan
pembangunan dengan lingkungan,
sehingga tercipta lingkungan yang
harmonis antara masyarakat dan
lingkungan. Namun, sikap peduli terhadap
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
35
lingkungan tidak akan hadir dengan
sendirinya, perlu adanya pengenalan serta
pembinaan agar sikap ini dapat mendarah
daging pada diri siswa. Goleman et al
(2012) mengemukakan lima poin untuk mengembangkan sikap ecoliteracy yaitu
sebagai berikut:
a) Develop Empathy For All Forms of
Life
Pembelajaran harus memfokuskan
kearah kesadaran, sikap merasakan
(empati) akan lingkungan kepada siswa.
Pada dasarnya setiap anak mempunyai
kepakaan (empati) terhadap
lingkungannya. Sikap ini dapat terlihat
ketika siswa merasa kasihan terhadap
mahluk hidup ketika disakiti. Sikap
empati ini harus dikembangkan guru di
kelas, sehingga rasa empati siswa semakin
kuat. Melalui praktek yang berkelanjutan
ini, anak-anak dapat menilai dan
merenungkan apa yang dilakukannya baik
atau buruk bagi lingkungan.
b) Embrace Sustainability as A
Community Practice
Pembelajaran dalam kelompok perlu
dilakukan siswa, agar siswa dapat
bertanya jawab dengan teman
kelompoknya. Selain itu, pembelajaran
praktik secara berkelompok dapat
menumbuhkan kesenangan tersendiri pada
siswa serta dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab terhadap tugas dan
anggota kelompok yang lainnya. Siswa
akan memahami bagaimana kelangsungan
lingkungan adalah tanggung jawab setiap
individu termasuk siswa.
c) Make the invisible visible
Pembelajaran nyata sangat diperlukan
siswa. Siswa akan lebih dekat dan
menjiwai setiap proses pembelajaran.
Mereka dengan seksama mengikuti
langkah langkah serta prosedur dalam
kegiatan. Sehingga mereka akan
merasakan apa yang menjadi tujuan
pembelajaran. Hal ini akan menjadikan
pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Siswa dapat merasakan secara langsung bagaimana pembelajaran merawat
lingkungan.
d) Anticipate Unintended Consequences\
Tahap ini akan maengajarkan siswa
untuk bertanggung jawab penuh terhadap
pekerjaannya. Akan ada akibat yang
terjadi bila siswa menyepelekan tugasnya
dalam proses pembelajaran. Kesalahan-
kesalahan yang terjadi pada kegiatan atau
proses belajar mengajar mengajarkan
siswa akan perlunya kerjasama dan
konsisiten terhadap tugasnya.
Ketidaksesuaian harapan dengan
kenyataan menjadi hal yang akan
ditemukan siswa, sehingga siswa dapat
mengevaluasi bagaimana seharusnya
kegiatan yang baik dan benar.
e) Understand How Nature Sustains Life
Kegiatan ini akan membawa siswa
kedalam tahap evaluasi secara langsung.
Siswa akan menyadari efek yang terjadi
terjadi bila lingkungan tidak dipelihara
dengan baik. Memahami bahwa
kehidupan merupakan tanggung jawab
manusia yang mengelolanya. Pengelolaan
yang baik akan memberi efek baik bagi
lingkungan dan begitu juga sebaliknya.
Hal ini akan memberi pengalaman
tersendiri untuk siswa.
2.2 Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
sebagai mata pelajaran yang membahas
mengenai lingkungan. Mata pelajaran IPA
merupakan wadah yang cocok untuk
memperkenalkan siswa mengenai
kepedulian terhadap lingkungan. Bundu
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
36
(2006), menerangkan IPA secara garis
besarnya memiliki tiga komponen, yaitu:
a) Proses alamiah, misalnya mengamati,
mengklasifikasi, memprediksi,
merancang, dan melaksanakaneksperimen.
b) Produk ilmiah, misalnya prinsip,
konsep, hukum, dan teori.
c) Sikap ilmiah, misalnya ingin tahu,
hati-hati, obyektif, dan jujur.
Pembelajaran yang mengutamakan
proses ilmiah akan membuka cakrawala
berpikir siswa kearah yang lebih baik
dalam memperlakukan lingkungan. Siswa
akan lebih mudah memahami bila
mengalami langsung dalam proses
pembelajaran.
IPA merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar.
Belajar IPA berarti belajar mengenal alam
sekitar, pembelajaran ini diharapkan dapat
menumbuhkan nilai-nilai positif siswa.
Sikap ramah lingkungan merupakan
tujuan yang harus dikembangkan dalam
pembelajaran IPA di sekolah dasar.
Pernyataan ini tercantum pada tujuan
pembelajaran IPA di SD tercantum dalam
Kurikulum. BNSP (2006) Tujuan tersebut
adalah agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a) Memperoleh keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan
keteraturan alam ciptaan-Nya.
b) Mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengembangkan rasa ingin tahu,
sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
d) Mengembangkan keterampilan proses
untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuatkeputusan.
e) Meningkatkan kesadaran untuk
berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan
alam.
f) Meningkatkan kesadaran untuk
menghargai alam dan segala
keberadaannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
g) Memperoleh bebas pengetahuan,
konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs.
Pembelajaran IPA merupakan
pembelajaran yang mengutamakan
pembelajaran secara langsung.
Pembelajaran dialami siswa dengan
menggunakan panca indra. Keterlibatan
siswa secara langsung akan mendatangkan
manfaat yang besar. Tahap pembelajaran
yang mengaktifkan panca indra akan
membuat pembelajaran menjadi
bermakna. pendapat tersebut sesuai yang
disampaikan Magnesen dalam DePorter
dkk (2005), yaitu siswa mendapatkan hasil
belajar 10% jika hanya membaca,
mendapatkan hasil belajar 20% jika hanya
mendengar, mendapatkan hasil belajar
30% jika hanya melihat, mendapatkan
hasil belajar 50% dari melihat dan
mendengar, mendapatkan hasil belajar
70% dari melakukan, dan mendapatkan
90% dari yang dikatakan dan dilakukan.
2.3 Model Pembelajaran Berbasis
Proyek (Project Based Learning)
Salah satu model pembelajaran yang
cocok digunakan dalam pembelajaran
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
37
ecoliteracy di Sekolah Dasar adalah
model pembelajaran berbasis proyek
(project based learning). Model berbasis
proyek ini mengusung kegiatan membuat
sebuah proyek secara langsung yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Trianto (2011),
model pembelajaran berbasis proyek
mempunyai potensi yang sangat besar
untuk membuat pengalaman menjadi lebih
menarik dan bermanfaat bagi peserta
didik. Pada pembelajaran berbasis proyek
ini keikutsertaan siswa secara aktif dalam
membuat sebuah proyek merupakan yang
utama. Pembelajaran berbasis proyek
merupakan suatu kegiatan yang
menghubungkan antara kondisi manusia
saat ini dengan masalah kehidupan sehari-
hari yang dekat serta dialami siswa.
Pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran berbasis
proyek memiliki karakteristik yaitu
adanya permasalahan atau tantangan yang
diajukan kepada peserta didik, memberi
pengalaman belajar yang lebih menarik
dan bermakna bagi siswa, menghasilkan
produk nyata, dan proses evaluasi
dijalankan secara kontinu. Sementara itu,
menurut Sani (2014) beberapa kelebihan
menggunakan pembelajaran berbasis
proyek adalah:
a) meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar dan mendorong mereka untuk
melakukan pekerjaan penting;
b) meningkatkan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah;
c) membuat siswa lebih aktif dalam
menyelesaikan permasalahan yang
kompleks;
d) meningkatkan kemampuan siswa
dalam bekerja sama;
e) mendorong siswa mempraktikkan
keterampilan berkomunikasi;
f) meningkatkan keterampilan siswa
dalam mengelola sumber daya;
g) memberikan pengalaman kepada
siswa dalam mengorganisasi proyek,
mengalokasi waktu, dan mengelolasumber daya seperti peralatan dan
bahan untuk menyelesaikan tugas;
h) memberikan kesempatan belajar bagi
siswa untuk berkembang sesuai
kondisi dunia nyata;
i) melibatkan siswa untuk belajar
mengumpulkan informasi dan
menerapkan pengetahuan tersebut
untuk menyelesaikan permasalahan di
dunia nyata; dan
j) membuat suasana belajar menjadi
menyenangkan.
Secara lebih rinci, model
pembelajaran berbasis proyek mengikuti
lima langkah utama, yaitu: (1)
menetapkan tema proyek, (2) menetapkan
konteks belajar, (3) merencanakan
aktivitas, (4) memproses aktifitas, dan (5)
penerapan aktivitas (Santyasa, 2006).
Tahapan model pembelajaran
berbasis proyek dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Menetapkan tema proyek
Beberapa langkah dalam menentukan
tema harus memiliki indikator-
indikator sebagai berikut: (a) memuat
gagasan yang penting dan menarik.
Gagasan yang penting dibutuhkan
siswa untuk mengatasi masalah-
masalah urgen yang terjadi disekitar
siswa, sedangkan gagasan yang
menarik dapat membangkitkan
antusiasme siswa dalam melakukan
aktifitas. Pada pembelajaran kali ini
siswa melaksanakan kegiatan atas
petunjuk guru, yaitu kegiatan
menanam pohon, (b) mendeskripsikan
masalah kompleks, siswa belajar
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
38
berpikir menguraikan dan
menyederhanakan masalah kompleks
dengan mendiskripsikan
permasalahan yang terjadi, sehingga
permasalahan yang terjadi dapat ditangkap pemikiran siswa secara
nyata dan logis, (c) mengutamakan
pemecahan masalah. Siswa mencari
alternatif solusi yang sesuai dan dapat
diterapkan pada kegiatan
pembelajaran.
2) Menetapkan konteks belajar
Konteks belajar hendaknya
memenuhi indikator-indikator
berikut: (a) mengutamakan otonomi
siswa. Siswa diberikan kebebasan
untuk memilih kegiatan yang akan
dilakukan, sehingga mereka dapat
memilih kegiatan yang menarik,
penting dan dapat dilakukan oleh
siswa, (b) melakukan inquiry. Siswa
dibiarkan untuk bereksplorasi
mengenai gejala yang terjadi
disekitarnya. Siswa bereksporasi
bersama temannya dalam menentukan
proyek apa yang akan dilakukan.
Siswa mencari dan menentukan bahan
belajar serta pemecahan masalah yang
cocok diterapkan sesuai dengan
lingkungan siswa. Proyek ini haruslah
berhubungan dengan materi yang
terdapat dalam silabus. (c) siswa
mampu mengelola waktu secara
efektif dan efesien. Siswa dapat
menganalisis dan memetakan
kegiatan yang akan dilakukan,
sehingga siswa dapat menentukan
secara tepat dalam menentukan dan
mengolah waktu secara efektif dan
efisien, (d) siswa belajar penuh
dengan kontrol diri dan bertanggung
jawab. Siswa belajar dengan sadar
dan terencana, mengetahui mana yang
terbaik dan bisa dilakukan dalam
kegiatan. Selain itu, siswa sadar dan
bertanggung jawab terhadap tugas-
tugas yang akan diberikan dalam
menjalankan aktifitas sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
3) Merencanakan aktifitas-aktifitas.
Siswa bekerjasama untuk
merencanakan langkah–langkah
kegiatan yang akan dilakukan.
Kegiatan perencanaan aktifitas ini
didasarkan kesediaan dan
kemampuan anggota kelompok.
Kelompok membuat rancangan alat
dan bahan apa saja yang dibutuhkan
dalam kegiatan. Pembagian tugas ini
penting untuk mendistribusikan tugas
kepada semua kelompok secara adil
dan merata. Setiap anggota kelompok
berkewajiban berpartisifasi aktif
dalam mensukseskan rencana proyek
tersebut. Penetapan anggota serta
penjadwalan kegiatan proyek
merupakan hal yang harus dilakukan
sebelum memulai aktifitas kegiatan.
Kegiatan ini bertujuan untuk
mengukur ketepatan waktu dalam
pelaksanaan proyek.
4) Memproses aktifitas-aktifitas
Indikator-indikator memproses
aktivitas meliputi antara lain: (a)
membuat sketsa. Siswa membuat
rancangan bagaimana cara melakukan
kegiatan dengan baik, ketua
kelompok memeriksa kesiapan semua
alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
memulai proyek. Pembagian jadwal
perlu dilakukan bila dalam
menyelesaikan sebuah proyek yang
berkelanjutan dan memakan waktu,
(b) melukiskan analisa rancangan
proyek. Ketua kelompok menjelaskan
gambaran kegiatan proyek secara
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
39
runci kepada anggota kelompok.
Setiap anggota diperbolehkan untuk
bertanya serta memberi masukan bila
dianggap perlu. Kejelasan anggota
kelompok mengenai rancangan ini perlu dilakukan sehingga semua
anggota kelompok dapat mengetahui
bagaiman prosedur pembuatan
proyek.
5) Penerapan aktivitas-aktivitas untuk
menyelesaikan proyek.
Langkah-langkah yang dilakukan,
adalah: (a) mengerjakan proyek
berdasarkan sketsa, Setelah ketua
mengecek semua perlengkapan
aktivitas pun segera dimulai. Setiap
anggota kelompok menjalankan
tugasnya masing-masing. Waktu
merupakan aspek yang harus
dipertimbangkan saat menjalankan
aktifitas. Perencanaan waktu akan
memberi gambaran pada siswa berapa
lama waktu yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan proyek. Setiap
anggota kelompok melaksanakan
tugas yang telah diberikan
berdasarkan instruksi yang telah
dilakukan pada saat perancangan
proyek, (b) membuat laporan terkait
dengan proyek, siswa harus
menyusun laporan kelompok
berdasarkan apa yang mereka
kerjakan beserta hasil yang telah
mereka peroleh dari kegiatan yang
telah dilakukan, dan (3)
mempresentasikan proyek. Setiap
kelompok harus mempersentasikan
hasil temuannya pada didepan kelas.
2.4 Pembelajaran Ekoleiterasi dengan
Project Based Learning
Pembelajaran IPA di sekolah dasar
merupakan wadah siswa untuk berpikir
ilmiah. Permasalahan yang sering terjadi
dilapangan bahwa pembelajaran IPA di
sekolah dasar masih memberikan konsep,
bukan pengalaman siswa secara langsung,
hal ini mengakibatkan siswa bosan. Pembelajaran IPA sebaiknya
mengutamakan aktifitas nyata dalam
prosesnya. Mengenai aktifitas langsung
dalam belajar dikemukakan juga oleh
Dewey (dalam Dimyati dan Moedjiono,
2006) bahwa Belajar sebaiknya dialami
melalui perbuatan langsung, belajar harus
dilakukan oleh siswa secara aktif baik
individu maupun kelompok. Keterlibatan
siswa dalam pembelajaran sangat
dibutuhkan untuk menciptakan situasi
belajar yang efektif.
Kepekaan siswa terhadap
lingkungan dapat diterapkan pada
pembelajaran IPA. Kegiatan menerapkan
melek ekologi dalam pembelajaran IPA
haruslah membangkitkan kesadaran dan
kepedulian terhadap lingkungan
sekitarnya. Guru dapat memberikan
stimulus berupa video atau gambar-
gambar mengenai keadaan lingkungan
yang rusak beserta penyebab dan
akibatnya. Pembelajaran berbasis proyek
dalam memperkenalkan ekoliterasi ini
dilakukan dengan berkelompok. Di
sekolah dasar penerapan ecoliteracy dapat
diterapkan di kelas IV semester 2 dengan
SK Memahami perubahan lingkungan
fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
KD Mendeskripsikan cara pencegahan
kerusakan lingkungan (erosi, abrasi,
banjir, dan longsor). Kegiatan yang dapat
diterapkan adalah dengan kegiatan proyek
“Menanam Pohon”.
Pohon merupakan salah satu mahluk
hidup yang dibutuhkan manusia untuk
bertahan hidup. Pohon mempunyai
banyak manfaat diantaranya adalah
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
40
membuat permukaan bumi menjadi hijau
dan nuansa segar, alat menyerap
karbondioksida dan menghasilkan oksigen
sebagai udara. Selain itu, pohon juga
berguna untuk mencegah beberapa bencana alam, seperti banjir, longsor dan
pemanasan global. Oleh sebab itu,
sangatlah penting untuk kita menanam
pohon dan sekaligus kita ikut
berpartisipasi dalam menyelamatkan
lingkungan dan bumi ini. Berikut ini
merupakan beberapa fungsi pohon yang
bermanfaat untuk kelangsungan hidup
manusia di muka bumi, yaitu:
a) Produsen
Di alam, terjadi proses hubungan
timbal balik, ketergantungan antar
komponen dalam ekosisistem selalu
melibatkan unsur tanaman. Baik
secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini dapat kita lihat
dalam proses rantai makanan dan
piramida makanan. Ekosistem
menempatkan tanaman pada posisi
strategis, yaitu sebagai penyedia
makanan atau produsen. Oleh karena
itu, bila tanaman yang bertindak
sebagai produsen sampai terganggu
keberadaannya atau bahkan terancam
kepunahan, dapat dipastikan semua
makhluk hidup lain pun akan
terancam kepunahan pula. Keadaan
seperti ini tentunya tidak ingin kita
jumpai karena berarti kehidupan
manusia pun akan musnah dengan
sendirinya.
b) Pencegah Banjir dan Erosi
Fungsi pohon lainnya adalah untuk
pencegah banjir. Hutan mampu
membuat lebih banyak air yang
terserap ke dalam tanah 60-80 persen.
Namun, bila air ini tidak terserap
ketanah air akan terus mengalir
sehingga debit air semakin lama akan
semakin banyak. Banyaknya debet air
dan kurangnya daerah serapan air
akan mengakibatkan banjir.
Keberadaan pohon dapat meningkatkan cadangan air tanah.
Selain dapat menahan laju air, akar
pohon berfungsi pencegah erosi
tanah. Tanah yang terkikis akan
masuk ke aliran sungai dan
menyebabkan terjadinya endapan.
c) Menjaga Kesuburan Tanah
Air hujan yang langsung jatuh ke
tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah bagian atas yang berhumus dan
subur menjadi tergerus sehingga
mengakibatkan menurunnya
kesuburan tanah. Bila permukaan
tanah banyak ditanami pohon, saat
hujan turun, butir-butir airnya tidak
langsung menimpa permukaan tanah,
tetapi ditahan oleh daun, ranting, dan
batang pohon, sehingga mengurangi
gaya gerus air terhadap tanah.
d) Menghasilkan Oksigen dan
Mengurangi Karbondioksida
Oksigen adalah gas yang diperlukan
manusia dan hewan untuk bernapas.
Sementara pohon, memiliki
kemampuan untuk melakukan
fotosintesis yang menghasilkan gas
oksigen dan gula. Di saat fotosintesis
berlangsung, tanaman menghisap gas
karbondioksida. Gas karbondioksida
adalah gas yang sangat beracun. Bila
dalam jumlah yang berlebihan, akan
menimbulkan efek rumah kaca.
e) Lingkungan Menjadi Nyaman
Lingkungan yang rindang dan banyak
ditumbuhi pepohonan akan terasa
lebih nyaman, sejuk, mencegah
kebisingan dan kepanasan, serta
menambah indah pemandangan. Hal
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
41
tersebut akibat proses
evapotrenspirasi pada tanaman dapat
menyebabkan suhu di sekitarnya
menjadi lebih rendah dan kadar
kelembapannya meningkat. f) Mengurangi Zat Pencemar Udara
Kegiatan pabrik banyak
menghasilkan asap tebal yang pekat
dan mengandung karbondioksida.
Begitu pula, kegiatan pembakaran
yang menggunakan bahan bakar
minyak. Selain karbondioksida, asap
tersebut mengandung sulfur dioksida
dan asam sulfat. Zat-zat tersebut
apabila bercampur dengan air hujan
akan menghasilkan hujan asam yang
membahayakan kesehatan kulit serta
menimbulkan korosi.
Berdasarkan beberapa fungsi pohon
di atas dapat disimpulkan bahwa pohon
merupakan salah satu mahlik hidup yang
berada dilingkungan sekitar yang
mempunyai manfaat sangat banyak bagi
kehidupan sekelillingnya. Oleh karena itu,
proyek ini akan mengambil tema “
menanam pohon yang baik”
Tahapan model pembelajaran
berbasis proyek menanam pohon
dijelaskan sebagai berikut:
1) Menetapkan tema proyek
Sebelum memulai pembelajaran guru
menyusun rencana pembelajaran serta
memetakan bagaimana proses
pembelajaran berlangsung.
Perancangan ini dituangkan dalam
RPP. Pembelajaran dimulai dengan
menentukan tema sesuai dengan
materi dan tujuan pembelajaran.
Materi ecoliteracy disesuaikan
dengan Kompetensi Dasar (KD)
yang tercantum dalam silabus. Guru
merancang tujuan pembelajaran
berdasarkan KD dan materi tersebut.
Guru mengarahkan siswa untuk
menemukan tema berdasarkan tujuan
pembelajaran. Pemilihan tema dalam
pembelajaran berbasis proyek ini
sangatlah penting. Guru harus memperhatikan beberapa aspek,
diantaranya seberapa sulit proyek
dilakukan oleh siswa, waktu yang
dibutuhkan siswa untuk
menyelesaikan proyek, serta
ketersediaan peralatan yang
menunjang proyek. Sebelum
menentukan proyek guru dapat
menampilkan informasi-informasi
berupa gambar atau video atau fakta
menarik yang terjadi dilingkungan
kehidupan siswa. Kegiatan ini
berguna agar siswa memperoleh
pengetahuan awal, mengkonstruksi
pemikiran siswa mengenai materi,
serta menumbuhkan semangat dalam
melaksanakan proyek dengan
sungguh-sungguh. Siswa melakukan
aktifitas secara langsung yang akan
menumbuhkan kesadaran dalam
benak siswa terhadap suatu
permasalahan yang terjadi. Sebelum
siswa memulai langkah-langkah
pembelajaran berbasis proyek siswa
terlebih dahulu dibagi menjadi
beberapa kelompok. Pembagian
kelompok ini dibertujuan untuk
memecah siswa menjadi beberapa
bagian. Siswa akan lebih mengerti
dan menjiwai dalam belajar jika
keadaan belajar dan kerjasama dalam
jumlah kelompok yang terbatas.
Beberapa langkah dalam menentukan
tema harus memiliki indikator-
indikator sebagai berikut: (a) siswa
mengekspor permasalahan yang
terjadi disekirat siswa. permasalahan
yang terkait dengan materi dan
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
42
kehidupan. Guru mengarahkan siswa
untuk memilih tema yang sederhana
namun mempunyai manfaat yang
sangat besar yaitu “menamam pohon”
(b) siswa secara berkelompok merumuskan bagaimana langkah-
langkah menanam pohon, pemilihan
pohon yang akan ditanam, merupakan
beberapa hal yang harus didiskusikan
siswa. (c) mengutamakan pemecahan
masalah. Siswa mencari alternatif
solusi yang sesuai dan dapat
diterapkan pada kegiatan
pembelajaran, yaitu setelah siswa
mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan maka siswa merumuskan
cara bagaimana mewujudkan
gagasannya, kegiatan tersebut dapat
tercermin dalam kegiatan siswa
berupa: pemilihan pohon yang akan
ditanam, bagaimana cara
menanamnya, media apa yang
digunakan, siapa yang akan
menanam, apa yang harus dilakukan
agar tanaman dapat hidup, dll.
Pemilihan dalam tahap ini bersifat
pemecahan masalah atau jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan siswa.
2) Menetapkan konteks belajar
Konteks belajar hendaknya
memenuhi indikator-indikator
berikut: (a) mengutamakan otonomi
siswa. siswa bebas untuk memilih
bahan yang akan digunakan, media
tanam yang akan mereka pakai,
bagaimana mereka akan menanam,
dsb. Guru pada tahap ini
membimbing siswa agar kegiatan
berjalan dengan lancar, (b) melakukan
inquiry. Siswa bebas bereksperimen
sesuai pemikiran mereka. Mencari
dan menentukan alat dan bahan apa
saja yang mereka butuhkan dalam
melakukan proyek, seperti: skop/
cangkul, tanah, ember, pupuk, dan
lain sebagainya, (c) siswa mampu
mengelola waktu secara efektif dan
efesien. Siswa membagi tugas antar anggota kelompok. Pembagian tugas
ini sangat dibutuhkan agar tidak ada
anggota kelompok yang mempunyai
tugas yang sama, selain itu
pembagian tugas juga dapat
memasimalkan potensi setiap anggota
kelompok, (d) siswa belajar penuh
dengan kontrol diri dan bertanggung
jawab. Siswa membawa peralatan dan
bahan-bahan yang benar dan tepat
pada waktunya.
3) Merencanakan aktifitas-aktifitas.
Aktifitas ini dipimpin oleh ketua
kelompok. Ketua kelompok
menjelaskan langkah-langkah yang
akan dilakukan saat membuat proyek.
Kegiatan itu mulai dari pohon apa
yang akan ditanam, bagaimana
menggali yang baik, berapa dalam
siswa menggali tanah yang akan
ditanam pohon, bagaimana cara
memberi pupuk yang baik, bagaimana
cara menyiram yang baik, dan
sebagainya. Siswa diperbolehkan
bertanya atau memberi saran bila ada.
Ketua kelompok juga membuat
jadwal merawat pohon yang telah
ditanam.
4) Memproses aktifitas-aktifitas
Indikator-indikator memproses
aktivitas meliputi antara lain: (a)
membuat sketsa. Siswa membuat
gambar bagaimana tanaman akan
ditanam. Kegiatan ini lebih
menekankan pada wadah apa yang
digunakan (jika menggunakan wadah)
untuk menanami. Namun, bila tidak
menggunakan wadah dalam menanam
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
43
siswa cukup menggambarkan
bagaimana seharusnya tanaman
tumbuh dengan baik, (b) melukiskan
analisa rancangan proyek. Ketua
menganalisis ketercapaian proyek menanam yang akan dilakukan.
5) Penerapan aktivitas-aktivitas untuk
menyelesaikan proyek.
Langkah-langkah yang dilakukan,
adalah: (a) mengerjakan proyek
berdasarkan sketsa, Setelah ketua
mengecek semua perlengkapan
aktivitas pun segera dimulai. Setiap
anggota kelompok menjalankan
tugasnya masing-masing. Siswa
membuat lubang kira-kira 30 cm
(kedalaman ini disesuaikan dengan
jenis, tinggi dan usia tanaman), siswa
memasukan pohon yang akan
kedalam lubang. Sebelum menutup
lubang dengan tanah dicampur
dengan pupuk, siswa menutup lubang
tersebut dengan tanah yang telah
dicampur pupuk, (b) membuat
laporan terkait dengan proyek, siswa
menyusun laporan kelompok
berdaasrkan langkah-langkah
menanam pohon. Siswa membuat
laporan tertulis terkait kegiatan yang
telah mereka kerjakan, segala macam
kegiatan serta temuan yang mereka
peroleh kedalam buku laporan.
Pelaporan ini memuat kerangka kerja,
aktifitas, penjadwalan penyiram
pohon serta hasil yang mereka
peroleh berdasarkan kegiatan, dan
6) Mempresentasikan proyek. Setiap
kelompok mempersentasikan kegiatan
menanam pohon didepan kelas
berdasarkan temuan-temuan yang
didapatkan sisiwa.
3. KESIMPULAN
Isu kerusakan lingkungan bukanlah
isu yang baru yang beredar tidak hanya di
Indonesia tetapi diseluruh dunia. Namun,
walau isu ini telah lama digaungkan akan
tetapi banyak pihak sama sekali tidak perduli. Bila hal ini dibiarkan maka
bencana-bencana alam akan semakin
banyak terjadi. Oleh karena itu, kesadaran
akan lingkungan harus dimiliki oleh setiap
orang. Pembelajaran pengenalan
ecoliteracy atau melek ekologi dalam
mata pelajaran IPA dengan pembelajaran
berbasis proyek merupakan pembelajaran
pengenalan siswa pada lingkungan secara
langsung. Diharapkan dengan siswa
melakukan aktifitas secara langsung maka
akan menumbuhkan kecintaan terhadap
lingkungan. Mereka sadar akan
pentingnya menjaga lingkungan agar
tercipta lingkungan yang harmonis demi
kehidupan sekarang dan yang akan
datang.
4. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Sani, Ridwan. 2014.
Pembelajaran Saintifik untuk
Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Bundu, P. 2006. Penilaian Keterampilan
Proses dan sikap Ilmiah
dalamPembelajaran Sains Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas.
DePorter, Bobby. Dkk. 2005. Quantum
Teaching. Bandung: PT Mizan
Pustaka.
Dimyati dan Moedjiono. 2006. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
JESA JURNAL EDUKASI SEBELAS APRIL
Februari 2017 Vol. 1 No. 1
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 1
p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang
44
Goleman, Daniel. 2010. Eco Literate:
How Educators are Cultivating
Motional, Social, and Ecological
Intelligence. US: Jossey Bass.
Goleman, Daniel. 2012. Ecological
Intelligence : How Knowing The
Hidden Impacts Of What We Buy
CCn Change Everything (Edisi
Bahasa Indonesia). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pikiran Rakyat. 2016. 50% Kasus
Bencana Gerakan Tanah 2016
Terjadi di Jawa Barat. Koran Pikiran
Rakyat.
Santyasa, I W. 2006. Pembelajaran
Inovatif: Model Kolaboratif, Basis
Proyek. dan Orientasi NOS. Makalah.
Disajikan dalam Seminar Di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 2
Semarapura Tanggal 27 Desember
2006, di Semarapura.
Trianto. 2011. Model Pembelajaran
Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.