EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B...

69
PEDOMAN NASIONAL ASMA ANAK EDISI KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA 2016 PEDOMAN NASIONAL ASMA ANAK EDISI KE-2

Transcript of EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B...

Page 1: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

PEDOMAN NASIONAL

ASMA ANAKEDISI KE-2

Penyunting:Noenoeng RahajoeCissy B KartasasmitaBambang SupriyatnoDarmawan Budi Setyanto

UKK RESPIROLOGIIKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

2016

PEDO

MA

N N

ASIO

NA

L ASM

A A

NA

K ED

ISI KE

-2

Page 2: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

PEDOMAN NASIONAL

ASMA ANAKEDISI KE-2

CETAKAN KE-2

Penyunting:Noenoeng Rahajoe

Cissy B KartasasmitaBambang Supriyatno

Darmawan Budi Setyanto

UKK RESPIROLOGIIKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

2016

Page 3: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

iiiUKK Respirologi IDAI

Hak cipta dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit.

Diterbitkan pertama kali oleh: UKK Respirologi PP IDAI Jakarta, 2004

Edisi ke-2Cetakan I, Oktober 2015Cetakan II, April 2016

Tata Bahasa dan Letak: Madeleine Ramdhani Jasin Dewi Andini PutriElisa Noor

Ilustrasi Sampul : Dewi Andini Putri

Kontributor Pedoman Nasional Asma Anak

UKK Respirologi PP IDAI

1. Bambang Supriyatno - Jakarta2. Cissy B Kartasasmita - Bandung3. Darmawan B Setyanto - Jakarta4. Finny Fitry Yani - Padang5. Heda Melinda D Nataprawira - Bandung6. Landia Setiawati - Surabaya7. Nastiti Kaswandani - Jakarta8. Nastiti N Rahajoe - Jakarta9. Noenoeng Rahajoe - Jakarta10. Retno Asih Setyoningrum - Surabaya11. Rina Triasih - Yogyakarta12. Sri Sudarwati - Bandung13. Wahyuni Indawati - Jakarta

Page 4: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

iv Pedoman Nasional Asma Anak 2016 vUKK Respirologi IDAI

1. Adi Utomo Suardi - Bandung2. Amalia Setyati - Yogyakarta3. Amiruddin Laompo - Makassar4. Arief Wijaya Rosli - Surabaya5. Audrey Wahani - Manado6. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari -

Denpasar7. Azwar Aruf - Palembang 8. Bakhtiar Thaib - Banda Aceh9. Bambang Supriyatno - Jakarta10. Bob Wahyudin - Makassar11. Cissy B Kartasasmita - Bandung12. Darfioes Basir - Padang13. Darmawan B Setyanto - Jakarta14. Deddy Iskandar - Surabaya15. Diah Asri Wulandari - Bandung16. Dwi Wastoro Dadiyanto - Semarang17. Dwikisworo Setyowireni - Yogyakarta18. Eddy Widodo - Jakarta19. Ery Olivianto - Malang20. Fathia Meirina - Medan21. Fatimah Arifin - Palembang22. Fauzi Mahfuzh - Jakarta23. Fifi Sofiah - Palembang24. Finny Fitry Yani - Padang25. Fith Dahlan - Makasar26. Gabriel Panggabean - Medan27. Hadianto Ismangoen - Yogyakarta28. Heda Melinda D Nataprawira - Bandung29. Helmi Lubis - Medan30. HMS Chandra Kusuma - Malang31. Ida Bagus Subanada - Denpasar32. Imam Boediman - Jakarta

Anggota UKK Respirologi IDAI Tahun 2015

33. Ismiranti Andarini - Surabaya34. Khairiyadi Ismail - Banjarmasin35. Kiagus Yangtjik - Palembang36. Madeleine Ramdhani Jasin - Jakarta37. Magdalena Sidhartani Zain - Semarang38. Makmuri MS - Surabaya39. Mardjanis Said - Jakarta40. M Syarofil Anam - Semarang41. Moeljono S Trastotenojo - Semarang42. Muchammad Fahrul Udin - Malang43. Muhammad Sidqi Anwar - Banda Aceh44. Nastiti Kaswandani - Jakarta45. Nastiti N Rahajoe - Jakarta46. Noenoeng Rahajoe - Jakarta47. Noorleila B Affandi - Jakarta48. Nurjanah - Banda Aceh49. Putu Siadi Purniti - Denpasar50. Rahmawaty - Makassar51. Retno Asih Setyoningrum - Surabaya52. Retno Widyaningsih - Jakarta53. Ridwan M Daulay - Medan54. Rifan Fauzie - Jakarta55. Rina Triasih - Yogyakarta56. Rini Savitri Daulay - Medan57. Riza Sahyuni - Banjarmasin58. Roni Naning - Yogyakarta59. Sang Ayu K Indriyani - Mataram60. Sri Sudarwati - Bandung61. Tjatur Kuat Sagoro - Jakarta62. Usman Alwi - Jakarta63. Wahyuni Indawati - Jakarta64. Wisman Dalimunthe - Medan

Anggota UKK Respirologi IDAI yang telah meninggal

1. Iskandar Zulkarnaen - Solo2. Jan Wantania - Manado3. Landia Setiawati - Surabaya4. Muhammad Farid - Makassar5. Muljono Wirjodiardjo - Jakarta

6. Oma Rosmayudi - Bandung7. Putu Suwendra - Denpasar8. Tonny Sadjimin - Yogyakarta9. Zakaria Siregar - Medan

Sambutan Ketua Umum PP IDAI

Assalamu’alaikum wr. wb.Asma merupakan salah satu penyakit tidak menular atau non- communicable disease (NCD) yang masih menjadi masalah kesehatan global. Pada anak, penyakit respiratori kronik ini merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai dan sejak dua dekade terakhir angka kejadiannya dilaporkan meningkat baik pada anak maupun dewasa. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka kejadian asma pada anak usia 0-14 tahun adalah 9,2%. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 300 juta orang sakit asma.

Penanganan asma yang tidak tepat diantaranya dapat membatasi aktivitas anak sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan angka absensi sekolah, dan menurunkan prestasi di sekolah. Hal tersebut dapat mengakibatkan turunnya kualitas hidup anak dengan asma.

Berbagai panduan asma telah diterbitkan baik secara nasional maupun internasional. Namun demikian, revisi yang berkelanjutan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sangat diperlukan agar kualitas hidup anak dengan asma dapat meningkat.

Atas nama Pengurus Pusat IDAI, kami mengucapkan selamat dan terima kasih kepada UKK Respirologi dan seluruh pihak yang telah membantu proses penerbitan Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA). Penerbitan buku pedoman ini merupakan bentuk komitmen IDAI dalam upaya menurunkan angka NCDs dan menutup kesenjangan pelayanan kesehatan terkait asma.

Kami berharap, buku pedoman ini dapat dijadikan acuan oleh seluruh praktisi kesehatan yang membutuhkan sehingga tumbuh kembang anak dengan asma dapat optimal sesuai dengan dengan potensi genetiknya.

Wassalammu’alaikum wr. wb. Jakarta, 22 Oktober 2015

DR. Dr. Aman B. Pulungan, SpA(K)Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI

Page 5: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

vi Pedoman Nasional Asma Anak 2016 viiUKK Respirologi IDAI

Sambutan Ketua UKK Respirologi IDAI

Assalaamu’alaikum wr. wb.Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, oleh karena hanya berkat karuniaNya maka Buku Pedoman Nasional Asma Anak 2015 (PNAA 2015) berhasil diterbitkan. Buku pedoman ini merupakan edisi kedua, setelah penerbitan Buku PNAA edisi pertama pada tahun 2004. Kurun waktu yang panjang tentunya telah membuat tata laksana asma pada anak secara global mengalami banyak perubahan.

Selain penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan pada anak, angka kejadian penyakit tidak menular termasuk asma cenderung untuk terus meningkat. Sebagai salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai pada anak, angka kematian akibat asma tidak setinggi infeksi respiratori akut seperti pneumonia. Namun, asma yang tidak mendapat tata laksana yang optimal akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup anak dengan asma.

Buku PNAA 2015 ini akan membantu dokter dalam melakukan penatalaksanaan anak asma berdasarkan bukti-bukti terkini yang sahih dan menggunakan prinsip evidence-based practice. Bukti-bukti terkini tidak langsung diimplementasikan di dalam pedoman namun dikaji dengan menggunakan analisis kemampulaksanaannya di lapangan.

Selaku Ketua UKK Respirologi bersama dengan pengurus UKK, kami mengucapkan terima kasih atas kerja keras seluruh kontributor dan penyunting Buku PNAA 2015, yang upayanya telah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu pada periode kepengurusan UKK Respirologi sebelumnya. Ucapan terima kasih juga kami haturkan kepada Ketua Umum PP IDAI atas dukungannya, seluruh anggota UKK Respirologi PP IDAI, mitra dan semua pihak yang membantu terbitnya buku ini. Dengan adanya Buku PNAA 2015 ini diharapkan agar pelayanan kesehatan terhadap anak asma di Indonesia menjadi semakin baik. Amin.Wassalaammu’alaikum wr. wb.

Jakarta, 22 Oktober 2015

Dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) Ketua UKK Respirologi PP IDAI

Panduan Mempelajari PNAA

• Untuk lebih memahami penggunaan alur dalam PNAA, uraian dalam naskahnya perlu dipelajari.

• Bila fasilitas diagnostik atau terapi di suatu layanan kesehatan belum tersedia, gunakan pilihan lain sesuai dengan keadaan.

• Sejauh mungkin PNAA disusun berdasarkan kepustakaan terkini yang sesuai dan menggunakan kaidah Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-Based Medicine, EBM).

• Pengertian anak pada buku ini adalah anak berusia 0-18 tahun.

Page 6: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

viii Pedoman Nasional Asma Anak 2016 ixUKK Respirologi IDAI

Daftar Isi

Kontributor Pedoman Nasional Asma Anak ....................................iii

UKK Respirologi PP IDAI ..............................................................iii

Anggota UKK Respirologi IDAI Tahun 2015 ................................... iv

Sambutan Ketua Umum PP IDAI ..................................................... v

Sambutan Ketua UKK Respirologi IDAI ......................................... vi

Panduan Mempelajari PNAA ......................................................... vii

Daftar Isi ...................................................................................... ix

Daftar Tabel .................................................................................... x

Daftar Gambar ............................................................................... xi

Daftar Lampiran ........................................................................... xii

Daftar Singkatan .......................................................................... xiii

BAB I Pendahuluan ................................................................... 1

BAB II Epidemiologi .................................................................. 5Prevalens asma anak ...............................................................5Mortalitas .............................................................................10Faktor risiko .........................................................................10

BAB III Patogenesis dan Patofisiologi ......................................... 14Patogenesis ...........................................................................14Patofisiologi ..........................................................................19

BAB IV Diagnosis dan Klasifikasi ............................................... 23Pengertian .............................................................................23Diagnosis ..............................................................................23Diagnosis banding ................................................................26

Page 7: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

x Pedoman Nasional Asma Anak 2016 xiUKK Respirologi IDAI

Klasifikasi .............................................................................27Tahapan penegakan diagnosis asma......................................30Penulisan diagnosis pasien asma ...........................................31

BAB V Tata Laksana Jangka Panjang ......................................... 32Tujuan tata laksana ..............................................................32Garis besar tata laksana ........................................................32Tata laksana medikamentosa ................................................32Jenjang tata laksana asma jangka panjang ............................37Daftar Bacaan .......................................................................41

BAB VI Tata Laksana Serangan Asma .......................................... 42Definisi .................................................................................42Tujuan tata laksana asma dalam serangan .............................42Patofisiologi serangan asma ..................................................42Penilaian derajat asma dalam serangan .................................44Tahapan tata laksana asma dalam serangan ..........................45Tata laksana di ruang rawat RS ............................................54Obat-obatan untuk serangan asma .......................................56Obat yang tidak dianjurkan untuk serangan asma ................59

BAB VII Tata Laksana Non-Medikamentosa ............................... 63Program KIE ........................................................................63Rencana Aksi Asma (RAA)/Asthma Action Plan (AAP) ....65Kartu Aksi Asma (KAA) .....................................................66Penghindaran pencetus .........................................................67

BAB VIII Asma dengan Penyakit Penyerta ..................................... 76Rinitis alergi dan rinosinusitis ..............................................76Refluks gastroesofageal .........................................................78Obesitas ................................................................................78Infeksi respiratori ..................................................................79

BAB IX Asma pada Anak Balita ....................................................... 81Patogenesis dan patofisiologi asma anak balita .....................81Diagnosis asma anak balita ...................................................82Diagnosis banding ................................................................84Indikasi untuk rujukan .........................................................84Tata laksana jangka panjang asma anak balita ......................85

BAB X Kekeliruan dalam Tata Kelola Asma ............................... 94Kekeliruan pada diagnosis ....................................................94Kekeliruan pada tata laksana ...............................................96Kekeliruan pada terapi inhalasi ..........................................100Bahan Bacaan .....................................................................102

LAMPIRAN ............................................................................... 103Lampiran 1 .........................................................................103Lampiran 2 .........................................................................106Lampiran 3 .........................................................................107Lampiran 4 .........................................................................107Lampiran 5 .........................................................................108Lampiran 6 .........................................................................108Lampiran 7 .........................................................................109Lampiran 8 .........................................................................110Lampiran 9 .........................................................................111Lampiran 10 .......................................................................112Lampiran 11 .......................................................................113

Page 8: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

xii Pedoman Nasional Asma Anak 2016 xiiiUKK Respirologi IDAI

Daftar Tabel

Tabel 2.1. Prevalens asma di IndonesiaTabel 4.1. Kriteria diagnosis asma anak >5 tahunTabel 4.2. Kriteria penentuan derajat asmaTabel 4.3. Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015Tabel 5.1. Jenis alat inhalasi sesuai usiaTabel 5.2. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asmaTabel 5.3. Derajat kendali penyakit asmaTabel 6.1. Derajat keparahan serangan asmaTabel 6.2. Pilihan dan dosis steroid untuk serangan asmaTabel 7.1. Program KIE pada anak, keluarga, dan sekolahTabel 7.2. Faktor pencetus asma dan cara penghindaranTabel 9.1. Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak

balita Tabel 9.2. Diagnosis banding asma anak balitaTabel 9.3. Steroid Inhalasi (SI) harian dosis rendah untuk anak balitaTabel 9.4. Klasifikasi asma anak balita berdasarkan derajat kendali Tabel 9.5. Penilaian awal serangan asma pada anak balitaTabel 9.6. Indikasi rujukan ke rumah sakit segera untuk anak balita

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Distribusi prevalens gejala asma di beberapa negara untuk (a) umur 13-14 tahun dan (b) umur 6-7 tahun

Gambar 2.2. Perubahan prevalens gejala asma (antara fase I dan fase III) berdasarkan prevalens gejala asma, untuk (a) umur 6-7 tahun dan (b) umur 13-14 tahun.

Gambar 3.1. Patogenesis asmaGambar 3.2. Inflamasi dan remodelling pada asma.Gambar 3.3. Patofisiologi asma bronkial.Gambar 3.4. Remodelling saluran respiratori pada asma.

Gambar 4.1. Alur diagnosis asma pada anakGambar 5.1. Jenjang dalam tata laksana asma jangka panjang pada anak

usia >5 tahunGambar 6.1. Patofisiologi serangan asma Gambar 6.2. Alur tata laksana serangan asma pada anak di fasyankes dan

rumah sakit Gambar 7.1. Rencana Aksi Asma (RAA)Gambar 9.1. Skema kemungkinan asma pada anak balita Gambar 9.2. Tahapan terapi pengendali asma anak balitaGambar 9.3. Tata laksana serangaan asma pada anak balita di tempat

pelayanan kesehatan primer

Page 9: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

xiv Pedoman Nasional Asma Anak 2016 xvUKK Respirologi IDAI

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Pilihan obat asma pada anakLampiran 2. Daftar obat untuk nebulisasiLampiran 3. Obat antihistamin untuk rinitis alergi sebagai komorbiditas

asmaLampiran 4. Perbaikan kondisi lingkunganLampiran 5. Perbandingan kesetaraan dalam steroid inhalasi (SI)Lampiran 6. Petunjuk pemakaian nebuliser jetLampiran 7. Macam-macam DPILampiran 8. Petunjuk pemakaian DPI TurbuhalerLampiran 9. Macam-macam spacerLampiran 10. Teknik penggunaan MDI dengan spacerLampiran 11. Kode ICD-10 untuk asma

Daftar Singkatan

AAP : asthma action planALTR : antileukotriene receptorAIRE : asthma insight & reality in EuropeAPC : antigen presenting cells APE : asthma of physical effort API : asthma predictive index ARIA : allergic rhinitis and its impact on asthma ASI : air susu ibuBKB : batuk kronik berulangCACT : childhood asthma control testCD4 : cluster of differentiation-4CFC : chlorofluorocarbon propellantCT-scan : computed tomography scanCysLT1 : cysteinyl-leukotrien 1 DPI : dry powder inhalerEIA : exercise induced asthmaFEV1 : forced expiratory volume in 1 secondFeNO : fractional exhaled nitric oxideFTT : failure to thrive FVC : forced vital capacityGBD : global burden of disease study GERD : gastroesophageal reflux disease GINA : global initiative for asthmaGM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factorHEPA : high-efficiency particulate air HFA : hydrofluoroalkane propellantHPA : hypothalamic-pituitary-adrenalIFN : interferonIPRM : Indonesian pediatric respiratory meetingICON : international consensus on pediatric asthma

Page 10: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

xvi Pedoman Nasional Asma Anak 2016 xviiUKK Respirologi IDAI

ICS : inhaled corticosteroidsICU : intensive care unitIgE : immunoglobulin EIL : interleukinIRA : infeksi respiratori akutinKT : invariant natural killer T cellISAAC : international study of asthma and allergy in childrenJPAC : Japanese pediatric asthma controlKAA : kartu aksi asma KNAA : konsensus nasional asma anakKONIKA : kongres nasional ilmu kesehatan anakKIE : komunikasi, informasi, dan edukasi LABA : long acting ß2-agonistLTRA : leukotriene receptor antagonistMDI : metered dose inhalerMHC : major histocompatibility complexOSA : obstructive sleep apnea PaCO2 : partial pressure of arterial carbon dioxidePaO2 : partial pressure of arterial oxygenPFM : peak flow meterPEF : peak expiratory flowPEFR : peak expiratory flow ratePFR : peak flow ratePICU : pediatric intensive care unitPNAA : pedoman nasional asma anakRAA : rencana aksi asmaRRS : ruang rawat sehariRSV : respiratory syncytial virusSABA : short acting ß2-agonistSI : steroid inhalasiTDR : tungau debu rumah TGF : transforming growth factorTh : T helper

TSR : theophylline slow releaseUDV : unit dose vialUKS : usaha kesehatan sekolah V/Q : ventilation-perfusion ratio

Page 11: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

xviii Pedoman Nasional Asma Anak 2016

Page 12: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

1UKK Respirologi IDAI

BAB IPendahuluan

Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai baik pada anak maupun dewasa. Prevalens asma pada anak sangat bervariasi di antara negara-negara di dunia, berkisar antara 1- 18%. Meskipun tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan angka absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun. Bagi keluarga dan sektor pelayanan kesehatan, asma yang tidak terkendali akan meningkatkan pengeluaran biaya.

Pemahaman patogenesis, imunopatologi, genetika, manifestasi klinis, diagnosis, dan tata laksana asma telah mengalami banyak kemajuan. Terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi, faktor mana yang lebih berperan tidak dapat dipastikan karena kompleksitas hubungan kedua faktor tersebut. Asma terjadi karena inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus (remodelling) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma. Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi mukus.

Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa adalah sama. Namun, ada beberapa permasalahan pada asma anak yang tidak dijumpai pada dewasa karena bervariasinya perjalanan alamiah penyakit, kurangnya bukti ilmiah yang baik, kesulitan menentukan diagnosis dan pemberian obat, serta bervariasinya respons terhadap terapi yang sering tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan ini terutama untuk penentuan asma pada anak usia balita (<5 tahun). Kompleksitas munculan klinis (fenotip) asma didasari oleh berbagai keadaan yang terkait dengan patogenesis dan patofisiologinya (endotip).

Definisi asma pada anak masih diperdebatkan dan belum ada yang diterima secara universal. Definisi asma yang ada pada beberapa pedoman memasukkan gejala klinis dan karakteristiknya, serta mekanisme yang

Page 13: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

2 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 3UKK Respirologi IDAI

(controlled)” yang secara klinis dianggap lebih bermanfaat untuk menilai derajat penyakit asma pada saat pasien melakukan kunjungan ulang, baik yang mendapat terapi medikamentosa maupun tidak.

Pedoman tata laksana asma anak juga bervariasi antara negara satu dengan lainnya. Meskipun demikian, beberapa pedoman tersebut memunyai prinsip dan komponen tata laksana serta pesan kunci yang konsisten. Tujuan tata laksana asma jangka panjang pada anak adalah mencapai asma yang terkendali dengan kekerapan serangan seminimal mungkin. Untuk itu, tata laksana harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu meliputi semua elemen penting berikut: edukasi pasien dan orang tua/pengasuh, identifikasi dan pencegahan faktor pemicu, pemakaian obat yang baik dan benar dengan pencatatan yang baik, serta pemantauan yang teratur. Pemberian obat pereda (reliever) maupun pengendali (controller) secara inhalasi lebih dianjurkan dibanding pemberian peroral karena efek sampingnya minimal. Keteraturan terhadap pengobatan merupakan salah satu kunci keberhasilan tata laksana asma yang perlu mendapat perhatian.

Asma adalah penyakit multifaktorial dengan perjalanan klinis yang bervariasi pada setiap anak dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Asma tidak dapat sembuh, tetapi dapat dikendalikan agar gejala tidak sering muncul. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada orang tua merupakan kunci penting untuk mencapai asma terkendali.

Buku ini merupakan pemutakhiran (update) dari Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) tahun 2004 dan disusun berdasarkan beberapa pedoman terbaru yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Terdapat beberapa perubahan yang perlu dicermati dalam buku ini seperti pada klasifikasi, diagnosis asma pada usia bawah lima tahun (balita), dan tata laksana. Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan tata kelola asma pada anak di Indonesia agar anak dengan asma mendapatkan tata kelola yang optimal dan rasional.

Daftar Bacaan1. Australian Asthma Management Handbook. Diunduh dari: www.asthmah-

andbook.org.au.2. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective. Allergy.

2007;62:213-5.3. Castro-Rodriguez JA, Catharine JH, Anne LW, Martinez FD, Martinez.

A clinical index to define risk of asthma in young children with recurrent

mendasari dengan rincian yang berbeda antara satu pedoman dengan lainnya. Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara ekspiratori. International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan obstruksi saluran respiratori dan hiperresponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya wheezing, batuk, dan sesak napas yang berulang.

UKK Respirologi IDAI mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.

Sampai saat ini belum ada satupun alat atau baku emas yang dapat digunakan untuk mendiagnosis asma pada anak dengan pasti. Diagnosis asma pada praktik sehari-hari ditentukan berdasarkan kombinasi dari adanya gejala yang khas, pemeriksaan fisis, respons terhadap bronkodilator, dan telah disingkirkan kemungkinan penyebab yang lain. Pada anak usia kurang dari 5 tahun, Asthma Predictive Index (API) dapat membantu menentukan program apabila seorang anak dengan gejala wheezing kelak akan berlanjut menjadi asma. Beberapa pemeriksaan seperti uji bronkodilator, uji metakolin, variabilitas harian atau diurnal dari peak expiratory flow (PEF) dapat meningkatkan akurasi diagnosis, akan tetapi pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada anak-anak usia sekolah.

Penentuan klasifikasi/derajat keparahan penyakit asma pada anak juga tidak mudah dan bervariasi di berbagai negara. Pada waktu yang lalu, beberapa pedoman menggunakan derajat keparahan dan persistensi asma sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi asma. Dalam hal persistensi, asma biasanya diklasifikasikan sebagai intermiten atau persisten; ada juga yang mengklasifikasikannya sebagai frequent dan infrequent seperti yang digunakan di Australia. Untuk derajat keparahan, asma persisten biasanya diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Saat ini direkomendasikan bahwa penentuan klasifikasi/derajat asma hanya dilakukan pada pemeriksaan awal dan tidak dilakukan lagi pada saat pasien kontrol. Konsep klasifikasi asma saat ini digantikan dengan konsep “terkendali atau terkontrol

Page 14: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

4 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 5UKK Respirologi IDAI

BAB IIEpidemiologi

Prevalens asma anak

Asma merupakan penyakit yang dapat menyerang semua orang, baik anak maupun dewasa, dengan gejala utama wheezing. Sejarah penyakit asma mengindikasikan bahwa asma merupakan penyakit yang kebanyakan terjadi di negara maju dengan pendapatan tinggi (high income countries), seperti Amerika. Namun demikian, saat ini menurut global disease burden, penyakit asma kebanyakan terdapat di negara berkembang dengan pendapatan yang rendah. Diperkirakan secara global, terdapat 334 juta orang pasien asma di dunia. Angka ini didapatkan dari analisis komprehensif mutakhir Global Burden of Disease Study (GBD) yang dilakukan pada tahun 2008-2010.

Pada paruh kedua abad 20, prevalens asma di negara industri meningkat bermakna, namun penyebab kenaikan prevalens ini tidak jelas. Kini diketahui bahwa penyakit asma sering ditemukan baik di negara dengan pendapatan tinggi maupun rendah, dan prevalens asma ringan-sedang dan asma berat meningkat lebih cepat di negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Diperkirakan prevalens asma di berbagai negara dengan pendapatan rendah dan menengah terus meningkat. Dalam tiga dekade terakhir telah banyak dilakukan penelitian tentang prevalens asma anak di seluruh dunia. Belum adanya definisi asma anak yang diterima secara universal dan belum adanya baku emas yang obyektif dan mudah dilakukan pada anak menyebabkan bervariasinya definisi asma dan metodologi yang digunakan dalam penelitian-penelitian untuk menentukan prevalens asma. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membandingkan dan menganalisis perbedaan prevalens asma antar negara, serta dalam menilai perubahan prevalens asma dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, prevalens asma anak di dunia tidak dapat ditentukan dengan pasti.

Sebagian besar penelitian mengumpulkan data asma anak berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Para ahli epidemiologi biasanya menanyakan tentang ada tidaknya “diagnosis asma oleh dokter” atau “gejala asma” (seperti wheezing) kepada orang tua atau anak untuk menentukan prevalens yang berkaitan dengan asma anak. Pertanyaan

wheezing. Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:1403-6.4. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma man-

agement and prevention 2014. Diunduh dari: www.ginasthma.org5. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman-

ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. 2012;67:976–97

6. Waltraud E, Markus J E, Erika M. Current concepts: the asthma epidemic. N Eng J Med. 2006;355:2226-35.

Page 15: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

6 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 7UKK Respirologi IDAI

negara. Penelitian ini melibatkan 156 pusat studi di 56 negara, dengan total 721.601 anak yang terdiri atas kelompok usia 6-7 tahun (257.800 anak) dan kelompok usia 13-14 tahun (463.801 anak). Dalam penelitian ini, yang dilaporkan adalah prevalens gejala asma, bukan prevalens asma. Pertanyaan yang diajukan adalah “Dalam 12 bulan terakhir, seberapa sering (rata-rata) tidur malam anak anda terganggu karena wheezing? Apakah lebih dari satu malam per minggu?“. Jika jawabannya ya, maka dianggap memunyai gejala asma. Hasil penelitian fase I menunjukkan bahwa prevalens gejala asma anak antara beberapa negara di dunia menunjukkan variasi yang sangat besar (Gambar 2.1). Untuk anak usia 13-14 tahun, prevalens bervariasi antara 2,1% (Indonesia) sampai 32,2% (Inggris); sedangkan pada anak usia 6-7 tahun antara 4,1% (Indonesia) sampai 32,1% di Costa Rica. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya variasi prevalens yang besar di antara negara-negara di benua yang sama.

Gambar 2.1. Distribusi prevalens gejala asma di beberapa negara untuk (a) umur 13- 14 tahun dan (b) umur 6-7 tahun (Diambil dari Lancet. 1998;351:1225-32.)

tersebut digunakan baik untuk menentukan lifetime prevalence (dengan pertanyaan “apakah pernah didiagnosis asma oleh dokter atau apakah pernah memunyai gejala asma?”) ataupun current prevalence (dengan pertanyaan: “apakah dalam 12 bulan terakhir pernah didiagnosis asma oleh dokter atau memunyai gejala asma). Jadi, tergantung dari pertanyaan yang dipakai, penelitian-penelitian prevalens asma anak akan melaporkan outcome yang berbeda, seperti prevalens lifetime asthma atau current wheeze atau current asthma.

Pemeriksaan tambahan seperti uji fungsi paru atau uji provokasi bronkus juga dilakukan pada penelitian prevalens asma untuk meningkatkan validitas data. Akan tetapi nilai diagnostik kedua pemeriksaan tersebut kurang baik. Pada anak yang sudah dapat melakukan uji fungsi paru secara adekuat, 30% dari anak yang hasil wawancaranya mendukung adanya diagnosis asma menunjukkan hasil uji provokasi bronkus negatif; sedangkan 8-15% anak yang tidak pernah wheezing memunyai hasil yang positif. Beberapa peneliti melakukan penelitian yang diulang dengan menggunakan kuesioner dan metodologi yang sama untuk menilai kecenderungan prevalens asma dari waktu ke waktu di suatu negara (Tabel 2.1). Sebagian besar penelitian ini dilakukan di sekolah. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan peningkatan prevalens asma pada anak sampai dengan tahun 1900-an. Akan tetapi, sejak akhir 1990-an, beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalens asma anak cenderung stabil atau bahkan menurun.

Untuk mendapatkan data prevalens asma anak di dunia yang lebih akurat, para ahli asma anak mencoba melakukan penelitian multisenter menggunakan kuesioner dan metodologi yang sama, yaitu dengan mengadakan penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Penelitian ISAAC telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun, dan terdiri atas 3 fase: fase I (tahun 1993-1997), fase II (1998-2004) dan fase III (2000-2003). Sebanyak 1,96 juta orang anak ikut dalam penelitian ISAAC yang dilakukan di 306 pusat studi di 106 negara di dunia. Subyek penelitian adalah anak sekolah berusia 6-7 tahun dan 13-14 tahun. Pemilihan usia 6-7 tahun karena usia tersebut merupakan usia termuda anak sekolah, dan usia 13-14 tahun karena mereka sudah bisa mengisi kuesioner sendiri.

ISAAC fase I (1993-1997)Tujuan utama ISAAC fase I adalah untuk mengetahui dan membandingkan prevalens dan beratnya gejala asma, rinitis, dan eksema pada anak di berbagai

Page 16: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

8 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 9UKK Respirologi IDAI

(didefinisikan sebagai terjadinya serangan wheezing ≥4 kali per minggu, atau gangguan tidur malam ≥1 malam per minggu) pada remaja bervariasi antara 0,1% di Pune, India, sampai 16% di Costa Rica, dan pada anak berkisar dari 0% sampai 20,3%.

Hasil analisis selanjutnya dari ISAAC fase III menunjukkan bahwa di negara-negara yang memunyai prevalens gejala asma yang sangat tinggi hanya terjadi sedikit peningkatan prevalens antara fase I dan fase III, bahkan di beberapa negara mengalami penurunan. Sebaliknya, negara-negara dengan prevalens tinggi dan menengah pada fase I menunjukkan peningkatan prevalens yang signifikan pada fase III (Gambar 2.2).

Prevalens asma anak di IndonesiaPenelitian mengenai prevalens asma di Indonesia sudah dilakukan sejak awal tahun 1990an di berbagai senter pendidikan. Hampir semua peneliti menggunakan kuesioner yang dirancang masing masing sehingga hasilnya berbeda (Djajanto, Rosmayudi, Dahlan). Namun setelah dilakukan penelitian ISAAC I, penelitian di Indonesia dan berbagai tempat di dunia menggunakan kuesioner yang sama dari studi ISAAC. Penelitian dilakukan pada kelompok usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.

Tabel 2.1. Prevalens asma di Indonesia

Peneliti (Kota) Tahun Jumlah Subjek

Umur (Tahun) Prevalens (%)

Djajanto B (Jakarta)Rosmayudi O (Bandung)Dahlan (Jakarta)Arifin (Palembang)Rosalina I (Bandung)Yunus F (Jakarta)Kartasasmita CB (Bandung)

Rahajoe NN (Jakarta)Sundaru (Jakarta) (Subang)Tanjung dkk (Palembang)Afdal dkk (Padang)Rosamarlina dkk (Jakarta)Barnita dkk (Jakarta)Fitriani dkk (Jakarta) Kartasasmita dkk (Bandung)

1991199319961996199720012002

20022005

200820092010201120112012

12004865N/A12963118223426782836129638403019102687920235622003332

6-126-126-1213-1513-1513-146-713-1413-1413-1413-146-76-713-1413-1413-147-14

16,46,617,45,72,611,53,05,26,712,524,48,08,013,49,46,49,6

Diambil dengan perubahan dari Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB (penyunting). Dalam: Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Badan Penerbit PP IDAI; 2013. h. 75.

Hasil penelitian menggunakan kuesioner ISAAC di beberapa kota

ISAAC fase II (1998-2004)ISAAC fase II merupakan penelitian untuk mengetahui peran faktor risiko pada asma anak. Penelitian dilakukan pada anak usia 8-12 tahun yang dipilih secara acak dengan menggunakan metodologi yang baku. Sebanyak 30 pusat studi dari 22 negara di dunia ikut serta. Pada fase II ini, peran sensitisasi atopi yang menentukan prevalens asma pada anak diselidiki lebih mendalam. Data pada fase II didapatkan dari pengisian kuesioner oleh orang tua, uji cukit kulit, dan pengukuran kadar IgE spesifik-alergen dalam serum. Hasil penelitian fase II mendapatkan prevalens wheezing pada 12 bulan terakhir berkisar antara 0% dan 25%. Di luar dugaan, hasil analisis menunjukkan tidak didapatkan hubungan antara prevalens wheezing saat ini dan sensitisasi atopi.

ISAAC fase III (2000-2003)ISAAC fase III merupakan pengulangan dari fase I, dan menggunakan kuesioner yang sama dengan fase I. Sejumlah 798.685 anak usia 13-14 tahun dari 233 pusat studi di 97 negara, dan 388.811 anak usia 6-7 tahun dari 144 pusat studi di 61 negara diikutsertakan dalam penelitian ini. Sama seperti pada fase I, prevalens gejala asma pada penelitian fase III ini juga sangat bervariasi antar negara. Prevalens wheezing pada 12 bulan terakhir pada remaja bervariasi antara 0,8% di Tibet, sampai 32,6% di Wellington, Selandia Baru. Sedangkan prevalens pada anak bervariasi antara 2,4% di Jodhpur, India, sampai 37,6% di Costa Rica. Prevalens gejala asma berat

Gambar 2.2. Perubahan prevalens gejala asma (antara fase I dan fase III) berdasarkan preva-lens gejala asma, untuk (a) umur 6-7 tahun dan (b) umur 13-14 tahun. (Diambil dari Lancet. 2006;368:733-43)

Page 17: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

10 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 11UKK Respirologi IDAI

di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi. Penelitian yang dilakukan di Padang memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang bermakna untuk memengaruhi timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan adalah atopi ayah atau ibu, diikuti faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat parasetamol. Sedangkan, pemberian ASI dan kontak dengan unggas merupakan faktor protektif terhadap kejadian asma.

Daftar Bacaan7. Afdhal, Yani FY, Basir D, Mahmud R. Faktor risiko asma pada murid seko-

lah dasar usia 6-7 tahun di Kota Padang. Jurnal Kedokteran Andalas. 2012; 1:118-24.

8. Anderson HR, Butland BK, Strachan DP. Trends in prevalence and severity of childhood asthma. BMJ. 1994;308:1600-4.

9. Anderson HR, Ruggles R, Pandey KD, Kapetanakis V, Brunekreef B, dkk. Ambient particulate pollution and the world-wide prevalence of asthma, rhinoconjunctivitis and eczema in children: Phase one of the Internation-al Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Occup Environ Med. 2010;67:293-300.

10. Asher MI, Keil U, Anderson HR, Beasley R, Crane J, Martinez F, dkk. In-ternational Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC): rationale and methods. Eur Respir J. 1995;8:483-91.

11. Asher MI, Montefort S, Bjorksten B, Lai CKW, Strachan DP, Weiland SK, dkk. Worldwide time trends in the prevalence of symptoms of asthma, al-lergic rhinoconjunctivitis, and eczema in childhood: ISAAC phases one and three repeat multicountry cross-sectional surveys. Lancet. 2006;368:733-43.

12. Butland BK, Strachan DP, Crawley-Boevey EE, Anderson HR. Childhood asthma in South London: trends in prevalence and use of medical services 1991-2002. Thorax. 2006;61:383-7.

13. Devenny A, Wassall H, Ninan T, Omran M, Khan SD, Russell G. Respira-tory symptoms and atopy in children in Aberdeen: questionnaire studies of a defined school population repeated over 35 years. BMJ. 2004;329:489-90.

14. Eder W, Ege MJ, von Mutius E. The asthma epidemic. N Engl J Med. 2006;355:2226-35.

15. Ellwood P, Asher MI, García-Marcos L, Williams H, Keil U, Robertson C, dkk. Do fast foods cause asthma, rhinoconjunctivitis and eczema? Global findings from the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) phase three. Thorax. 2013;68:351-60.

16. Kalyoncu AF, Selcuk ZT, Enunlu T, Demir AU, Coplu L, Sahin AA, dkk. Prevalence of asthma and allergic diseases in primary school children in An-

menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Prevalens berkisar antara 3% di Bandung (Kartasasmita CB) sampai 8% di Palembang (Tanjung) pada kelompok usia 6-7 tahun. Sedangkan pada kelompok 13-14 tahun kisaran antara 2,6% di Bandung (Rosalina I) dan tertinggi di Subang 24,4% (Sundaru). Tingginya prevalens asma di Subang yang dibandingkan dengan prevalens pada kelompok sama di Jakarta (12,5%), hampir 2 kali lipat; diduga disebabkan karena tingginya angka polusi udara di Subang akibat sulfur dari Gunung Tangkuban Perahu (Sundaru). Di Bandung dilakukan penelitian ulangan dengan kuesioner yang sama, pada kelompok 13-14 tahun, setelah 5 tahun terjadi peningkatan 2 kali lipat menjadi 5,2% (Kartasasmita CB). Pada tahun 2012, hasil penelitian di daerah rural kotamadya Bandung pada anak usia 7-14 tahun mendapatkan hasil prevalens asma sebesar 9,6% dari 332 subyek penelitian (Kartasamita dkk).

Selain prevalens asma, penting pula untuk mengetahui serangan asma tahun lalu, kunjungan ke gawat darurat, dan perawatan rumah sakit. Menurut Martinez pada tahun 2001, serangan di tahun sebelumnya dialami oleh 63,1% pasien yang didiagnosis asma, angka ini tidak berubah di tahun 2001-2004. Untuk kunjungan ke gawat darurat terjadi peningkatan antara tahun 1992 dan 1995 sebanyak 57,3 menjadi 71% per 100.000 orang. Setelah itu tidak jelas peningkatan yang terjadi yaitu rata-rata 59,8% pada 2001 menjadi 68,0% pada tahun 2002. Laju perawatan asma di rumah sakit dalam 12 bulan terakhir juga mengalami penurunan bermakna dari 6% pada tahun 1980 ke 3,4% di tahun 1995, angka tersebut stabil pada tahun 2001 dan 2004.

Mortalitas

Mortalitas penyakit asma meningkat dari tahun 1980 sampai 1995, dari 14,3 menjadi 20,6 per juta. Sedangkan antara tahun 2000 sampai 2004 menurun dari 16,1 menjadi 12,8 per juta. Angka ini bukan hanya anak tetapi asma keseluruhan, kematian paling banyak pada orang tua ≥65 tahun, dan dua per tiga diantaranya wanita.

Faktor risiko

Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik dan non-genetik. Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor risiko yaitu: polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, cooking fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah yang tidak memadai, merokok

Page 18: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

12 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 13UKK Respirologi IDAI

32. Weiland SK, Bjorksten B, Brunekreef B, Cookson WO, von ME, Strachan DP. Phase II of the International Study of Asthma and Allergies in Child-hood (ISAAC II): rationale and methods. Eur Respir J. 2004;24:406-12.

33. Wong GWK, Brunekreef B, Ellwood P, Anderson HR, Asher MI, dkk. Cooking fuels and prevalence of asthma: a global analysis of phase three of the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Lancet. 2013;1:386-94.

kara, Turkey: two cross-sectional studies, five years apart. Pediatr Allergy Im-munol. 1999; 10:261-5.

17. Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Dalam: Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Badan Penerbit PP IDAI; 2013. h. 71-84.

18. Lai CK, Beasley R, Crane J, Foliaki S, Shah J, Weiland S. Global variation in the prevalence and severity of asthma symptoms: phase three of the In-ternational Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Thorax. 2009;64:476-83.

19. Martinez FD. Links between pediatric and adult asthma. J Allergy Clin Im-munol. 2001;107: S449-55.

20. Mitchell EA, Clayton T, Garcia-Marcos L, Pearce N, Foliaki S, dkk. Birth-weight and the risk of atopic diseases: the ISAAC Phase III study. Pediatr Allergy Immunol. 2014;25:264-70.

21. Mitchell EA and Stewart AW. The ecological relationship of tobacco smok-ing to the prevalence of symptoms of asthma and other atopic diseases in children: the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Eur J Epidemiol. 2001;17:667-73.

22. Ninan TK, Russell G. The changing picture of childhood asthma. Paediatr Respir Rev. 2000;1:71-8.

23. Pallapies D. Trends in childhood disease. Mutat Res. 2006;608:100- 11.24. Peat JK, van den Berg RH, Green WF, Mellis CM, Leeder SR, Woolcock AJ.

Changing prevalence of asthma in Australian children. BMJ. 1994;308:1591-6.

25. Phelan PD. Asthma in children: epidemiology. BMJ. 1994;308:1584-5.26. Lawson JA, Senthilselvan A. Asthma epidemiology: has the crisis passed?

Curr Opin Pulm Med. 2005;11:79-84.27. Robertson CF, Roberts MF, Kappers JH. Asthma prevalence in Melbourne

schoolchildren: have we reached the peak? Med J Aust. 2004;180:273-6.28. Ronchetti R, Villa MP, Barreto M, Rota R, Pagani J, Martella S, dkk. Is the

increase in childhood asthma coming to an end? Findings from three surveys of schoolchildren in Rome, Italy. Eur Respir J. 2001;17:881-6.

29. Sears MR. Epidemiology of childhood asthma. Lancet. 1997;350:1015.30. The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)

Steering Committee. Worldwide variation in prevalence of symptoms of asthma, allergic rhinoconjunctivitis, and atopic eczema: ISAAC. Lancet. 1998;351:1225-32.

31. Toelle BG, Peat JK, Salome CM, Mellis CM, Woolcock AJ. Toward a defini-tion of asthma for epidemiology. Am Rev Respir Dis. 1992;146:633-7.

Page 19: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

14 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 15UKK Respirologi IDAI

Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th1 dan Th2), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi interleukin-3 (IL-3) dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama memproduksi IL-2, IF-γ dan TNF-β. Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang dihasilkan oleh Th2 bertanggung jawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat ataupun cell-mediated.

Langkah pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesoris, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul major histocompatibility complex (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan antigen presenting cells (APC) yang utama dalam saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, membentuk jaringan luas, dan sel-selnya saling berhubungan pada epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah ke daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat tersebut, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif. Sel dendritik juga mendorong polarisasi sel T naïve-Th0 menuju Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang termasuk dalam klaster gen 5q31-33 (IL-4 genecluster). Bagan patogenesis asma tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Patogenesis asma (Diambil dari Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma management and prevention. National Institute of Health. National Heart, Lung, and Blood Institute; 2002)

BAB IIIPatogenesis dan

Patofisiologi

Asma dapat terjadi pada semua usia, tetapi patogenesisnya berawal pada usia dini. Asma terjadi sebagai hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan sehingga upaya dikerahkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi untuk pencegahan. Faktor tersebut antara lain infeksi, pajanan mikroba, alergen, stres, polusi, dan asap tembakau yang akan memicu perkembangan alergen-IgE spesifik, terutama jika terjadi pada awal kehidupan. Hal ini merupakan faktor risiko penting berkembangnya asma, terutama di negara-negara maju.

Menurut konsep terkini, patogenesis asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratori, peningkatan reaktivitas saluran respiratori dan menyebabkan obstruksi saluran napas sehingga terdapat keterbatasan aliran udara. Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi terjadi penyempitan saluran respiratori sebagai respons terhadap berbagai macam rangsang. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratori adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratori. Perubahan ini dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak bergejala. Pemunculan sel-sel tersebut secara luas berhubungan dengan derajat beratnya penyakit secara klinis. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses reparasi saluran respiratori. Proses tersebut menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratori, dikenal dengan istilah remodelling.

Patogenesis

Mekanisme imunologis inflamasi saluran respiratoriPada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% pasien asma anak dan dewasa.

Page 20: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

16 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 17UKK Respirologi IDAI

Inflamasi akut dan kronikPaparan alergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respons alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase lambat. Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE-spesifik terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien-pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti histamin, proteolitik, enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan oksigen reaktif. Bersama- sama dengan mediator-mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran mikrovaskuler.

Reaksi fase lambat dipikirkan sebagai sistem model untuk mempelajari mekanisme inflamasi pada asma. Selama respons fase lambat dan selama berlangsung pajanan alergen, aktivasi sel-sel pada saluran respiratori menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan merangsang lepasnya leukosit proinflamasi terutama eosinofil dan sel prekursornya dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi.

Remodelling saluran respiratoriRemodelling saluran respiratori merupakan serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/ transforming growth factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting pada remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori, meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, serta memperbanyak vaskularisasi, neovaskular-isasi, dan jaringan saraf.

Peningkatan deposisi matriks molekul, termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori, dapat diamati pada pasien yang meninggal karena asma dan hal ini secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.

Adanya eosinofil dan limfosit yang teraktivasi pada biopsi bronkus pasien asma atopi dan non-atopi wheezing mengindikasikan bahwa interaksi sel limfosit T-eosinofil sangat penting, dan hipotesis ini lebih jauh lagi diperkuat oleh ditemukannya sel yang mengekspresikan IL-5 pada biopsi bronkus pasien asma atopi. IL-5 merupakan sitokin yang penting dalam regulasi eosinofil. Tingkat keberadaannya pada mukosa saluran respiratori pasien asma berkorelasi dengan aktivasi sel limfosit T dan eosinofil.

Sel-sel Inflamasi yang Berperan pada Asma

Sel mast, sel mast yang teraktifasi melepaskan mediator bronkokonstriksi (histamin, leukotrien sisteinil, prostaglandin D2). Sel tersebut diaktivasi oleh alergen melalui reseptor IgE yang berafinitas tinggi, juga oleh stimulus osmotik (misalnya bronkokontriksi yang diinduksi oleh olahraga). Meningkatnya jumlah sel mast pada otot polos saluran respiratori dapat dihubungkan dengan hiperreaktivitas saluran respiratori.

Eosinofil, jumlahnya meningkat pada saluran respiratori, melepaskan protein dasar yang dapat merusak sel epitel saluran respiratori. Juga berperan dalam pelepasan growth factor dan airway remodelling.

Limfosit T, jumlahnya meningkat pada saluran respiratori, memproduksi sitokin spesifik, di antaranya IL-4, IL-5, IL-9, dan IL-13 yang membantu proses inflamasi eosinofilik dan produksi IgE oleh limfosit B. Peningkatan pada aktifitas sel Th2 mungkin sebagian karena penurunan sel T regulator yang normalnya menghambat sel Th2. Juga terjadi peningkatan sel inKT, yang melepaskan Th1 dalam jumlah banyak dan sitokin Th2.

Sel dendritik, menangkap alergen dari permukaan saluran respiratori lalu bermigrasi ke kelenjar getah bening regional. Di kelenjar getah bening, mereka berinteraksi dengan sel T regulator dan akhirnya menstimulus produksi sel Th2 dari sel T naif.

Makrofag, jumlahnya meningkat pada saluran napas, dapat diaktivasi oleh alergen melalui reseptor IgE yang berafinitas rendah untuk memproduksi mediator inflamasi dan sitokin yang memperkuat respons inflamasi.

Neutrofil, jumlahnya meningkat pada saluran respiratori dan dahak pasien dengan asma berat dan pasien asma yang merokok, namun peranan patofisiologi dari sel ini masih belum jelas dan peningkatannya dapat pula disebabkan oleh terapi steroid

Page 21: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

18 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 19UKK Respirologi IDAI

Penyempitan Saluran Respiratori pada Asma

Kontraksi otot polos saluran respiratori sebagai respons terhadap berbagai mediator bronkokonstriksi dan neurotransmiter dan merupakan mekanisme utama dari penyempitan saluran respiratori dan sebagian besar normal kembali dengan bronkodilator.

Edema saluran napas disebabkan peningkatan kebocoran mikrovaskuler sebagai respons terhadap mediator inflamasi. Hal ini kemungkinan sangat berperan selama eksaserbasi akut.

Penebalan saluran napas karena perubahan struktural, seringkali disebut remodelling, mungkin penting dalam penyakit yang lebih parah dan tidak sepenuhnya reversibel dengan terapi yang ada saat ini.

Hipersekresi mukus dapat menyebabkan oklusi luminal (“mucus plugging”) dan merupakan produk dari peningkatan sekresi mukus dan eksudat inflamasi.

Patofisiologi

Obstruksi saluran respiratoriInflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan maupun setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran respiratori terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang dapat menjadi satu-satunya gejala asma yang ditemukan (Gambar 3.3).

Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran respiratori diperkuat oleh penebalan dinding saluran respiratori akibat

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pada pasien asma memperlihatkan perubahan struktur yang bervariasi yang dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Selama ini, asma dipercaya sebagai suatu obstruksi saluran respiratori yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi steroid. Akan tetapi, beberapa pasien asma mengalami obstruksi saluran respiratori residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala. Hal ini menunjukkan adanya remodelling saluran respiratori. (Gambar 3.2)

Gambar 3.2. Inflamasi dan remodeling pada asma (Diambil dari GINA 2002)

Remodelling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperreaktivitas saluran respiratori yang nonspesifik, terutama pada pasien yang waktu penyembuhannya lama (lebih dari satu hingga dua tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi steroid hirupan.

Page 22: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

20 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 21UKK Respirologi IDAI

terjadi secara sekunder, yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratori terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratori selama kontraksi otot polos.

Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara progresif, kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis, hiperventilasi, udara kering, aerosol garam hipertonik, dan adenosin tidak memunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan metakolin) tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratori. Dikatakan hiperreaktif bila dengan cara pemberian histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.

Gambar 3.4. Remodelling saluran respiratori pada asma (Diambil dari ICON 2012)

edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodelling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratori. Selain itu, hambatan saluran respiratori juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular bronkus, dan debris selular.

Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada bronkus (airway remodelling) terjadi pada saluran respiratori. Inflamasi dicetuskan oleh berbagai faktor, termasuk alergen, virus, olahraga, dll. Faktor tersebut juga menimbulkan respons hiperreaktivitas pada saluran respiratori pasien asma. Inflamasi dan hiperreaktivitas menyebabkan obstruksi saluran respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang berkaitan dengan asma pada umumnya reversibel, penyembuhan sebagian/parsial dapat terjadi.

Hiperreaktivitas saluran respiratoriPenyempitan saluran respiratori secara berlebihan merupakan patofisiologi yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui. Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot polos saluran respiratori (hiperplasi dan hipertrofi) yang

Gambar 3.3. Patofisiologi asma bronkial. Seperti pada asma dewasa, asma anak ditandai den-gan adanya inflamasi saluran respiratori kronik dan remodelling. Hiperresponsivitas saluran respiratori diperberat oleh kerusakan epitel saluran respiratori yang disebabkan oleh inflamasi. (Diambil dari: Yuhei H, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese guideline for childhood asthma. Allergol Int. 2014;63:335-56.)

Page 23: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

22 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 23UKK Respirologi IDAI

BAB IVDiagnosis dan

Klasifikasi

Pengertian

Asma merupakan penyakit respiratori kronik yang heterogen dengan dasar inflamasi kronik yang bervariasi luas dalam manifestasi klinis, mekanisme inflamasi, patogenesis, dan perjalanan alamiah dengan banyak sekali faktor yang berperan. Berbagai definisi asma yang ada saat ini sifatnya deskriptif, menggambarkan gejala kinis dan polanya, disertai patofisiologi dan patologi dengan derajat rincian yang bervariasi. Perkembangan pemahaman tentang hal tersebut menyebabkan definisi asma bersifat dinamis dan berubah dari waktu ke waktu. Pedoman ini menggunakan definisi asma sebagai berikut:

Asma adalahPenyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi.

Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus

Diagnosis

Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar ditegakkan secara kinis.

AnamnesisKeluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma

Daftar Bacaan1. Bousquet J, Jeffery PK, Busse WW, Johnson M, Vignola AM. Asthma: from

bronchoconstriction to airway remodeling. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161:1720-45.

2. Holgate ST, Davies DE, Lackie PM, Wilson SJ, Puddicombe SM, Lordan JL. Epithelial-mesenchymal interactions in the pathogenesis of asthma. J Al-lergy Clin Immunol . 2000;105:193-204.

3. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol. 1991:87:893- 910.

4. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work-shop Report; 2002.

5. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman-ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. 2012;67:967-97.

6. Platts-Mills TAE, Sporik RB, Chapman MD, Heymann PW. The role of do-mestic allergens. Dalam: The rising trends in asthma. New York: John Wiley & sons; 1997. h. 173-90.

7. Vignola AM, Chanez P, Campbell AM, Souques F, Lebel B, Enander I, dkk. Airway inflammation in mild intermittent and in persistent asthma. Am J respir Crirt Care Med. 1998;157:403-9.

Page 24: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

24 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 25UKK Respirologi IDAI

• Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.

• Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide), eosinofil sputum.

• Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik.

Gambar 4.1. Alur diagnosis asma pada anak

Keterangan gambar:* β-agonis sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi** Pasien yang telah didiagnosis asma secara klinis tetap diusahakan untuk dilakukan spirometri

 

Gambar4.1.Alurdiagnosisasmapadaanak

Keterangan gambar: * β-agonis sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi ** Pasien yang telah didiagnosis asma secara klinis tetap diusahakan untuk dilakukan spirometri

Berikan β‐agonis* selama 3‐5 hari 

Tambah steroid sistemik (3‐5 hari) 

Batuk/wheezing/sesak napas/ dada tertekan/produksi sputum

Patut diduga asma bila memenuhi 2 dari 5 kriteria: Timbul kronik atau berulang  Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring waktu  Gejala memberat pada malam atau dini hari  Timbul bila ada pencetus  Riwayat alergi pada pasien/keluarga 

Ya  Tidak 

Spirometri/Peak Flow Meter 

Tidak Tersedia Tersedia 

Reverbilitas >12% atau 

Variabilitas >13% 

Ya 

Tidak 

ASMA** Respons Ya 

Tidak 

Ya Tentukan derajat penyakit dan serangan 

‐ Pikirkan diagnosis lain ‐ Pertimbangkan pemeriksaan berikut (sesuai indikasi): o Uji tuberkulin o Rontgen toraks o Pemeriksaan refluks o CT scan dada/sinus 

Tata laksana sesuai 

diagnosis lain 

Tidak Respons 

berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:• Gejala timbul secara episodik atau berulang.• Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,

bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).

• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat pereda asma.

• Timbul bila ada faktor pencetus. ˶ Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu

dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.

˶ Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari. ˶ Infeksi respiratori akut karena virus ˶ Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa

berlebihan.• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

Pemeriksaan fisisDalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada pasien.• Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk

menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow meter.

Page 25: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

26 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 27UKK Respirologi IDAI

• Aspirasi benda asing• Vascular ring, laryngeal web• Disfungsi pita suara• Malformasi kongenital saluran respiratori

Patologi bronkus• Displasia bronkopulmonal• Bronkiektasis• Diskinesia silia primer• Fibrosis kistik

Kelainan sistem organ lain• Penyakit refluks gastro-esofagus (GERD)• Penyakit jantung bawaan• Gangguan neuromuskular• Batuk psikogen

Klasifikasi

Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang sangat luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma.

Berdasarkan umur• Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)• Asma balita (bawah lima tahun)• Asma usia sekolah (5-11 tahun)• Asma remaja (12-17 tahun)

Berdasarkan fenotipFenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan penampakan yang serupa dalam aspek klinis, patofisologis, atau demografis.• Asma tercetus infeksi virus• Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)

Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus paranasalis, foto Rontgen toraks, uji refluks gastroesofagus, uji keringat, uji gerakan silia, uji defisiensi imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori (rinoskopi, laringoskopi, bronkoskopi).

Tabel 4.1. Kriteria diagnosis asma anak >5 tahun

Gejala Karakteristik

Wheezing, batuk, sesak napas, dada tertekan, produksi sputum

Biasanya lebih dari 1 gejala respiratoriGejala berfluktuasi intensitasnya dari waktu ke waktuGejala memberat pada malam atau dini hariGejala timbul bila ada pencetus

Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi

Gambaran obstruksi saluran respiratori

FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)FEV1/FVC≤90%

Uji reversibilitas (pasca bronkodilator)

Peningkatan FEV1 >12%

Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%

Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR >15%

Diagnosis banding

Gejala asma tidak patognomonik, dalam arti dapat juga merupakan gejala penyakit lain sehingga perlu dipertimbangkan diagnosis banding.

Infeksi dan kelainan imunologis• Rinitis, rinosinusitis• Chronic upper airway cough syndrome• Infeksi respiratori berulang• Bronkiolitis• Aspirasi berulang• Tuberkulosis

Obstruksi mekanis• Laringomalasia, trakeomalasia• Hipertrofi timus YaTidak

Respons (+)

TidakTidak

Respons (+)

Page 26: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

28 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 29UKK Respirologi IDAI

Berdasarkan keadaan saat ini:• Tanpa gejala• Ada gejala• Serangan ringan-sedang• Serangan berat• Ancaman gagal napas

Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

Dalam pedoman ini, klasifikasi berdasarkan umur dibedakan menjadi asma anak dan asma balita, sementara klasifikasi berdasarkan fenotip tidak digunakan untuk kepentingan tata kelola. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dipakai sebagai dasar penilaian awal pasien. Klasifikasi ini sesuai dengan mayoritas pedoman internasional asma yang ada saat ini. Ini berubah dari PNAA sebelumnya yang membagi asma menjadi asma episodik jarang, asma episodik sering, dan asma persisten.

Tabel 4.2. Kriteria penentuan derajat asma Klasifikasi kekerapan dibuat pada kunjungan-kunjungan awal dan dibuat

berdasarkan anamnesis:

Derajat asma Uraian kekerapan gejala asma

Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu

Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu

Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari

Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir setiap hari

Keterangan:1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah dibuat diagnosis

kerja asma dan dilakukan tata laksana umum (pengendalian lingkungan, penghindaran pencetus) selama 6 minggu.

2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal, tata laksana dapat dilakukan sesuai klasifikasi.

3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka panjang.

• Asma tercetus alergen• Asma terkait obesitas• Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)

Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala• Asma intermiten• Asma persisten ringan• Asma persisten sedang• Asma persisten berat

Berdasarkan derajat beratnya seranganAsma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan asma.• Asma serangan ringan-sedang• Asma serangan berat• Serangan asma dengan ancaman henti napas

Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagai dasar penentuan tata laksana.

Berdasarkan derajat kendaliTujuan utama tata laksana asma adalah terkendalinya penyakit. Asma terkendali adalah asma yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat pengendali dan kualitas hidup pasien baik.• Asma terkendali penuh (well controlled)

˶ Tanpa obat pengendali: pada asma intermiten ˶ Dengan obat pengendali: pada asma persisten (ringan/ sedang/

berat)• Asma terkendali sebagian (partly controlled)• Asma tidak terkendali (uncontrolled)

Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai keberhasilan tata laksana yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik jenjang (step up), pemeliharaan (maintenance) atau turun jenjang (step down) tata laksana yang akan diberikan.

Page 27: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

30 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 31UKK Respirologi IDAI

Penulisan diagnosis pasien asma

Daftar Bacaan1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman-

ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. 2012;67:976-97.

2. ERS Task Force. Definition, assessment, and treatment of wheezing dis-orders in preschool children: an evidence based approach. Eur Respir J. 2008;32:1096-110.

3. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma man-agement and prevention 2014. Diunduh dari: www.ginasthma.org

4. 4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese guideline for childhood asthma 2014. Allergol Int. 2014;63:335-56.

4. Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan, masukkan ke dalam klasifikasi lebih berat.

Tabel 4.3. Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015

PNAA 2004 PNAA 2015Episodik Jarang Intermiten

Episodik Sering Persisten Ringan

Persisten Persisten Sedang

Persisten Berat

Tahapan penegakan diagnosis asma

1. Diagnosis: Asma Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak (Gambar 4.1), kemudian diberi

tata laksana umum yaitu penghindaran pencetus, pereda, dan tata laksana penyakit penyulit.

2. Diagnosis klasifikasi kekerapan Dibuat dalam waktu 6 minggu setelah dibuat diagnosis asma, dapat

kurang dari 6 minggu bila informasi klinis sudah kuat. Untuk dapat menilai derajat kekerapan dengan lebih akurat, minimal pasien sudah mengalami gejala asma selama 6 bulan.

Diagnosis kekerapan yang dibuat pada saat awal akan menetap dari waktu ke waktu. Akan tetapi, bila dalam pelaksanaan tata laksana jangka panjang, kekerapan gejala jelas mengalami perubahan maka derajat kekerapannya dapat berubah menjadi derajat yang lebih rendah atau tinggi.

3. Diagnosis derajat kendali Dibuat setelah 6 minggu menjalani tata laksana jangka panjang awal

sesuai klasifikasi kekerapan

Page 28: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

32 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 33UKK Respirologi IDAI

Obat pengendali digunakan untuk mencegah serangan asma. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Obat ini digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada kekerapan gejala asma dan respons terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat pengendali asma terdiri dari steroid inhalasi, antileukotrien, kombinasi steroid–agonis β2 kerja panjang, teofilin lepas lambat, dan anti-imunoglobulin E.

Cara pemberian obatIdealnya obat asma diberikan secara inhalasi, yang dapat diberikan menggunakan nebuliser, inhalasi dosis terukur/metered dose inhaler (MDI), atau dry powder inhaler (DPI). Pemilihan jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur, kemampuan dan keadaan pasien serta mempertimbangkan efikasi obat, keamanan, kenyamanan penggunaan, ketersediaan dan biaya. Inhalasi dosis terukur/metered dose inhaler (MDI) dengan spacer merupakan pilihan utama karena memberikan kenyamanan kepada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak, risiko dan efek samping minimal, serta biaya lebih murah. Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali. Tabel 5.1 memperlihatkan anjuran jenis alat inhalasi menurut usia.

Tabel 5.1. Jenis alat inhalasi sesuai usia

Umur Alat inhalasi

<5 tahun • Nebuliser dengan masker• Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer: aerochamber, optichamber,

babyhaler

5−8 tahun • Nebuliser dengan mouth piece• MDI dengan spacer• Dry Powder Inhaler (DPI): diskhaler, easyhaler, swinghaler, turbuhaler

>8 tahun • Nebuliser dengan mouth piece• MDI dengan atau tanpa spacer• DPI: diskhaler, swinghaler, turbuhaler

Pemakaian spacer mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring) sehingga jumlah obat yang tertelan berkurang dan akan mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi obat dalam paru lebih baik sehingga didapatkan efek terapeutik yang lebih baik. Selain itu pemakaian spacer akan mengatasi masalah kesulitan teknik pemakaian MDI. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering/dry powder inhaler (DPI) seperti diskhaler, swinghaler,

BAB VTata Laksana

Jangka Panjang

Tujuan tata laksana

Tujuan tata laksana jangka panjang asma anak secara umum adalah mencapai kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempitan saluran respiratori yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah:1. Aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga.2. Gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari.3. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin

terjadi, terutama yang memengaruhi tumbuh kembang anak.

Garis besar tata laksana

Tata laksana jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan tata laksana medikamentosa. Tata laksana nonmedikamentosa berupa pengendalian lingkungan dan penghindaran pencetus akan dijelaskan secara lebih lanjut dalam Bab VII, sedangkan tata laksana medikamentosa akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini.

Tata laksana medikamentosa

Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda disebut juga sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan.

Page 29: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

34 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 35UKK Respirologi IDAI

b. Agonis β2 kerja panjang (long acting β2-agonist, LABA) Sebagai pengendali asma, agonis β2 kerja panjang tidak digunakan

sebagai obat tunggal melainkan selalu bersama steroid inhalasi. Kombinasi agonis β2 kerja panjang dengan steroid inhalasi terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka kekambuhan asma. Preparat kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang pada anak asma yang berusia di atas 5 tahun, diberikan bila steroid inhalasi dosis rendah tidak menghasilkan perbaikan. Pemberian kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang dalam satu kemasan memberikan hasil pengobatan yang lebih baik dibandingkan steroid inhalasi dan agonis β2 kerja panjang dalam sediaan terpisah. Penelitian penggunaan kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang pada anak balita masih terbatas.

Tabel 5.2. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asma

Obat Dosis harian (ug)Rendah Sedang Tinggi

Dewasa dan remaja (12 tahun atau lebih)Beclometasone dipropionate (CFC)* 200-500 > 500-1000 > 1000Beclometasone dipropionate (HFA)* 100-200 > 200-400 > 400Budesonide (DPI) 200-400 > 400-800 > 800Ciclesonide (HFA) 80-160 > 160-320 > 320Fluticasone propionate (DPI) 100-250 > 250-500 > 500Fluticasone propionate (HFA) 100-250 > 250-500 > 500Mometasone furoate 110-220 > 220-440 > 440Triamcinolone acetonide 400-1000 > 1000-2000 > 2000Anak usia 6-11 tahun Beclometasone dipropionate (CFC)* 100-200 > 200-400 > 400Beclometasone dipropionate (HFA)* 50-100 > 100-200 > 200Budesonide (DPI) 100-200 > 200-400 > 400Budesonide (Nebules) 250-500 > 500-1000 > 1000Ciclesonide 80 > 80-160 > 160Fluticasone propionate (DPI) 100-200 > 200-400 > 400Fluticasone propionate (HFA) 100-200 > 200-500 > 500Mometasone furoate 110 > 220-440 > 440Triamcinolone acetonide 400-800 > 800-1200 > 1200CFC: chlorofluoorocarbon propellant; DPI: dry powder inhaler; HFA: hydrofluoroalkane propellant*Beclometasone dipropionate CFC dimasukkanuntuk perbandinganSumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2015

turbuhaler, dan easyhaler memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

Jika spacer seperti volumatic, nebuhaler, aerochamber, babyhaler, autohaler tidak dapat atau sulit diperoleh, spacer dapat dibuat dari gelas plastik atau botol plastik dengan volume 500 mL yang menurut penelitian sama efektifnya dengan MDI yang disertai spacer konvensional. Spacer seperti ini terutama ditujukan untuk digunakan di negara berkembang karena dapat dibuat sendiri.

Obat pengendali asmaa. Steroid inhalasi Steroid inhalasi dapat menekan inflamasi saluran respiratori dan

merupakan obat pengendali asma yang paling efektif. Pemberian steroid inhalasi setara dosis budesonid 100-200 µg per hari dapat menurunkan angka kekambuhan asma dan memperbaiki fungsi paru pada pasien asma. Beberapa pasien asma memerlukan dosis steroid inhalasi 400 µg per hari untuk mengendalikan asma dan mencegah timbulnya serangan asma setelah berolahraga. Pada anak yang berusia di atas 5 tahun, steroid inhalasi dapat mengendalikan asma, menurunkan angka kekambuhan, mengurangi risiko masuk rumah sakit, memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki fungsi paru, dan menurunkan serangan asma akibat berolahraga. Steroid inhalasi atau sistemik tidak digunakan untuk asma intermiten dan wheezing akibat infeksi virus.

Steroid inhalasi sebagai obat pengendali asma tidak memengaruhi tinggi badan dan densitas tulang, namun demikian anak asma yang mendapatkan steroid inhalasi jangka panjang (terutama dosis tinggi) perlu dipantau pertumbuhan (persentil tinggi badan dan berat badan) setiap tahun. Kandidiasis oral dan suara parau sebagai efek samping dapat dicegah dengan cara berkumur setiap selesai pemberian steroid inhalasi lalu membuang air bekas berkumur tersebut.

Steroid inhalasi umumnya diberikan dua kali dalam sehari, kecuali ciclesonide yang diberikan sekali sehari. Ciclesonide merupakan preparat steroid inhalasi yang relatif baru, efek sistemik minimal dan deposisi obat di orofaring lebih sedikit dibanding preparat steroid inhalasi yang lain; namun obat ini belum tersedia di Indonesia. Efikasi dan keamanannya dibanding preparat yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Page 30: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

36 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 37UKK Respirologi IDAI

sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma perlu dimonitor. Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut, dan diare. Efek samping teofilin lepas lambat terutama timbul pada pemberian dosis tinggi, di atas 10 mg/kgBB/hari.

e. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE) Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu

mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak di atas usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang telah mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang namun masih sering mengalami eksaserbasi dan terbukti asma karena alergi. Omalizumab diberikan secara injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu. Reaksi anafilaksis dapat terjadi dini ketika pemberian dosis pertama, tapi juga dapat terjadi setelah pemberian selama satu tahun. Karena adanya risiko anafilaksis, pemberian omalizumab harus di bawah pengawasan dokter spesialis.

Omalizumab terbukti memperbaiki gejala asma pada asma persisten sedang dan berat yang disebabkan oleh karena alergi. Pemberian omalizumab akan menurunkan kebutuhan steroid inhalasi dan menurunkan angka serangan asma. Pemberian anti-IgE membutuhkan beberapa kali dosis penyuntikan dan relatif mahal. Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain urtikaria, kemerahan, gatal. Belum dilakukan penelitian jangka panjang (di atas satu tahun) untuk efikasi anti-IgE.

Jenjang tata laksana asma jangka panjang

Tata laksana asma jangka panjang dilakukan secara berjenjang seperti yang ditampilkan pada gambar 5.1. Langkah awal sebelum menentukan jenjang tata laksana yang akan diberikan adalah menentukan klasifikasi kekerapan asma (asma intermiten, asma persisten ringan, sedang atau berat). Obat pengendali diberikan seusai dengan jenjangnya, sedangkan obat pereda diberikan pada semua jenjang bila ada gejala atau serangan asma. Di samping itu, tata laksana nonmedikamentosa (penghindaran faktor pencetus) dan pengobatan penyakit penyerta juga dilakukan pada semua jenjang.

Kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang inhalasi juga dapat digunakan untuk mencegah spasme bronkus yang dipicu olah raga dan mampu memproteksi lebih lama dibandingkan agonis β2 inhalasi kerja pendek. Formoterol memiliki awitan kerja yang cepat sehingga walaupun formoterol merupakan agonis β2 kerja panjang, namun dapat berfungsi sebagai obat pereda.

c. Antileukotrien Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl-leukotrien

1 (CysLT1) seperti montelukast, pranlukast, dan zafirlukast, serta inhibitor 5-lipoksigenase seperti zileuton. Antileukotrien yang aman untuk anak adalah montelukast. Studi klinik menunjukkan antileukotrien pada pasien asma memiliki efek bronkodilatasi yang kecil dan bervariasi, mengurangi gejala termasuk batuk, memperbaiki fungsi paru, mengurangi inflamasi jalan napas dan mengurangi eksaserbasi.

Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tidak lebih unggul dibanding steroid inhalasi. Jika digunakan sebagai obat pengendali tunggal, efeknya lebih rendah dibandingkan dengan steroid inhalasi. Kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien dapat menurunkan angka serangan asma dan menurunkan kebutuhan dosis steroid inhalasi. Antileukotrien dapat mencegah terjadinya serangan asma akibat berolahraga (exercise induced asthma, EIA) dan obstructive sleep apnea (OSA). Antileukotrien juga dapat mencegah serangan asma akibat infeksi virus pada anak balita. Pemberian kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien pada asma persisten kurang efektif dibandingkan dengan steroid inhalasi dosis sedang. Pemberian antileukotrien tunggal dapat diberikan sebagai alternatif pemberian steroid inhalasi, misalnya pada anak yang tidak dapat menggunakan alat inhalasi atau ada kontraindikasi pemakaian steroid.

d. Teofilin lepas lambat Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan memperbaiki

kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih dianjurkan untuk pengendalian asma karena kemampuan absorbsi dan bioavaibilitas yang lebih baik. Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu

Page 31: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

38 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 39UKK Respirologi IDAI

Keterangan:1. Acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka panjang menggunakan

klasifikasi kekerapan.2. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 6-8

minggu dan asma belum terkendali, maka tata laksana naik jenjang ke atasnya (step up).

3. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 8-12 minggu dan asma terkendali penuh, maka tata laksana turun jenjang ke bawahnya (step down).

4. Perubahan jenjang tata laksana harus memperhatikan aspek-aspek penghindaran, penyakit penyerta, dan keteraturan penggunaan obat

5. Pada Jenjang 4, jika belum terkendali, tata laksana ditambahkan omalizumab.

Jenjang 1Jenjang 1 diindikasikan sebagai terapi awal pada pasien dengan asma intermiten. Jenjang 1 juga dapat diterapkan pada pasien yang telah terkendali penuh (lihat Tabel 5.3) tanpa obat pengendali.

Pada jenjang 1 pasien hanya mendapatkan obat pereda berupa inhalasi agonis β2 kerja pendek apabila mengalami serangan asma. Sebagai alternatif obat pereda bisa diberikan obat inhalasi agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium bromida, agonis β2 kerja pendek oral, atau teofilin kerja pendek oral. Pada pasien yang memiliki faktor risiko serangan asma (misalnya pernah dirawat di ICU karena asma) dapat dipertimbangkan pemberian steroid inhalasi dosis rendah.

Bila setelah tata laksana jenjang 1 dilaksanakan selama 6-8 minggu asma tidak terkendali penuh, anak memerlukan obat pengendali asma (jenjang 2).

Jenjang 2Jika pada saat awal penilaian anak didiagnosis sebagai asma persisten ringan, tata laksana dimulai dari jenjang 2. Pilihan utama obat pengendali pada jenjang ini adalah steroid inhalasi dosis rendah, sedangkan sebagai pilihan lain dapat diberikan antileukotrien yang diberikan pada pasien asma yang tidak memungkinkan menggunakan steroid inhalasi atau pada pasien asma disertai rinitis alergi.

Gam

bar

5.1.

Jenj

ang

dala

m ta

ta la

ksan

a as

ma

jang

ka p

anja

ng p

ada

anak

usi

a >

5 ta

hun

Kete

rang

an g

amba

r: I

CS (

inha

led

cort

icos

tero

ids,

ster

oid

inha

lasi

); L

TRA

(Leu

-ko

trie

ne R

ecep

tor

Anta

goni

st);

SABA

(sh

ort

actin

g be

ta a

goni

st, a

goni

s β

2 ke

rja

pend

ek);

LABA

(lon

g ac

ting

beta

ago

nist

, ago

nis β

2 ke

rja p

anja

ng)

Page 32: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

40 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 41UKK Respirologi IDAI

Tata laksana asma berdasar derajat kendali mempertimbangkan dua domain kendali asma, yaitu kendali gejala asma dan penilaian risiko di masa datang (Tabel 5.3).

Tabel 5.3. Derajat kendali penyakit asma

A. Kendali gejala asma (Dalam 6-8 minggu terakhir)

Manifestasi Klinis Terkendali penuh dengan/tanpa obat pengendali(Bila semua kriteria terpenuhi)

Terkendali sebagian(Minimal satukriteria terpenuhi)

Tidak terkendali

Gejala siang hari Tidak pernah(<2 kali/minggu)

>2 kali/minggu

Tiga atau lebih kriteria terkendali sebagianAktivitas terbatas Tidak ada Ada

Terbangun malam hari karena asma

Tidak ada Ada

Pemakaian pereda Tidak ada(<2 kali/minggu)

>2 kali/minggu

B. Penilaian risiko perjalanan asma (risiko eksaserbasi, ketidakstabilan, penurunan fungsi paru, efek samping) Asma yang tidak terkendali, sering eksaserbasi, pernah masuk ICU karena asma, FEV

1 yang rendah, paparan terhadap asap rokok, mendapat pengobatan dosis tinggi

Daftar Bacaan1. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma man-

agement and prevention 2014. Diunduh dari: www.ginasthma.org.2. FitzFerald M. Global strategy for asthma management and prevention up-

date; 2012.3. Barry PW, Fouroux B, Pederson S, O’Callaghan C. Nebulizers in childhood.

Eur Respir Rev. 2000;10:527-35.4. Zar HJ, Asmus MJ, Weinberg EG. A 500-ml plastic bottle: An effective

spacer for children with asthma. Pediatr Aleergy Immunol. 2002;13:217-22.5. Zar HJ, Streun S, Levin M, Weinberg EG, and Swingler GH. Randomised

controlled trial of the efficacy of a metered dose inhaler with bottle spacer for bronchodilator treatment in acute lower airway obstruction. Arch Dis Child. 2007;92:142-6.

Jenjang 3Jenjang 3 diindikasikan sebagai terapi awal pada anak dengan asma persisten sedang atau anak yang tidak terkendali dengan terapi jenjang 2. Pilihan utama obat pengendali pada jenjang 3 untuk anak berusia di atas 5 tahun ialah kombinasi steroid dosis rendah-agonis β2 kerja panjang. Pilihan lainnya ialah dengan menaikkan dosis steroid inhalasi pada dosis menengah. Selain itu dapat diberikan kombinasi steroid inhalasi dosis rendah-antileukotrien atau kombinasi steroid inhalasi dosis rendah-teofilin lepas lambat.

Jenjang 4Jenjang 4 diindikasikan sebagai terapi awal pada anak dengan asma persisten berat atau anak yang tidak terkendali dengan jenjang 3. Pasien asma yang tidak berhasil dikendalikan pada jenjang 3 sebaiknya dirujuk kepada dokter spesialis anak konsultan respirologi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada saat ini pasien asma dikategorikan sebagai asma sulit (difficult–to-treat asthma). Pilihan utama obat pengendali pada jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis menengah-agonis β2 kerja panjang. Menaikkan dosis steroid inhalasi dari dosis sedang ke dosis tinggi hanya memberikan sedikit perbaikan. Keputusan ini dapat dilaksanakan setelah pemberian steroid inhalasi dosis sedang-agonis β2 kerja panjang diberikan selama 6-8 minggu. Pilihan lain pada jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis tinggi-antileukotrien atau kombinasi steroid inhalasi dosis tinggi-teofilin lepas lambat. Pada jenjang ini dapat dipertimbangkan penambahan anti-imunoglobulin E (omalizumab) yang dapat memperbaiki pengendalian asma yang disebabkan karena alergi.

Prinsip evaluasi tata laksana jangka panjang asma

Pengendalian asma harus dipantau teratur tergantung keadaan pasien, derajat asma, dan penyakit lain yang menyertai asma. Pada umumnya pasien dipantau setiap bulan dan pencapaian perbaikan setelah 3 bulan. Selain jenis obat, dosis obat, cara pemberian obat dan kepatuhan, pasien asma senantiasa perlu dipantau bagaimana upaya penghindaran faktor pencetus dan adanya penyakit penyerta asma. Penurunan dosis steroid dipertimbangkan setiap 8-12 minggu dengan penurunan dosis sebesar 25-50%.

Page 33: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

42 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 43UKK Respirologi IDAI

edema mukosa karena inflamasi saluran respiratori, dan sumbatan mukus. Sumbatan tidak terjadi secara merata di seluruh paru, sehingga dapat terjadi atelektasis segmental atau subsegmental. Perubahan tahanan saluran respiratori yang juga tidak merata di seluruh bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Ventilasi (V) berkurang, sedangkan perfusi (Q) tetap berlangsung yang mengakibatkan rasio V/Q rendah, kurang dari 0,8.

Penyempitan saluran respiratori menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratori, terperangkapnya udara (air trapping), dan distensi paru yang berlebihan (hiperinflasi). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru sehingga terjadi peningkatan kerja napas. Tekanan intrapulmonal meningkat karena ekspirasi tertahan melalui saluran respiratori yang menyempit dan hal ini dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran respiratori, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks akibat distensi alveoli yang berlebihan. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin memengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung, yang kemudian bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

Gambar 6.1. Patofisiologi serangan asma (Sumber: Nelson Textbook of Pediatric, Edisi ke-15)

 

 

 

 

 

 

Pencetus

Bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi berlebihan

Obstruksi saluran respiratori

   Ventilasi tidak seragam

Atelektasis  Ventilasi‐perfusitidak padu padan 

Hiperinflasi paru 

Gangguan compliance 

Peningkatan  kerja napas 

Penurunan surfaktan 

Vasokonstriksi pulmonal 

Asidosis

Hipoventilasi alveolar

↑PaCO2 

↓ PaO2

BAB VITata Laksana

Serangan Asma

Definisi

Asma dalam serangan adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tata laksana asma jangka panjang, dan atau adanya pajanan dengan pencetus dalam dosis besar. Derajat serangan asma bermacam-macam, mulai dari serangan ringan-sedang hingga serangan berat yang disertai ancaman henti napas.

Tujuan tata laksana asma dalam serangan

Asma dalam serangan bersifat akut dan merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di unit gawat darurat (UGD). Perlu ditekankan bahwa asma serangan berat dapat dicegah, setidaknya dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.Tujuan tata laksana serangan asma antara lain sebagai berikut:• Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin• Mengurangi hipoksemia• Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya• Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka panjang untuk

mencegah kekambuhan

Patofisiologi serangan asma

Kejadian utama pada saat serangan asma adalah obstruksi saluran respiratori yang luas, yang disebabkan oleh kombinasi dari spasme otot polos bronkus,

Page 34: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

44 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 45UKK Respirologi IDAI

Tabel 6.1. Derajat keparahan serangan asma

Asma seranganringan-sedang

Asma serangan berat Serangan asma dengan ancaman henti napas

• Bicara dalam kalimat• Lebih senang duduk

daripada berbaring• Tidak gelisah• Frekuensi napas

meningkat• Frekuensi nadi meningkat• Retraksi minimal• SpO2 (udara kamar): • 90-95%• PEF > 50% prediksi atau

terbaik

• Bicara dalam kata• Duduk bertopang

lengan• Gelisah • Frekuensi napas

meningkat• Frekuensi nadi

meningkat• Retraksi jelas• SpO2 (udara kamar): • < 90%• PEF < 50% prediksi

atau terbaik

Kriteria asma serangan berat terpenuhi ditambah dengan:• Mengantuk• Letargi• Suara napas tak

terdengar

Kotak 6.1. Pasien risiko tinggi

Beberapa pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami serangan asma yang dapat mengancam nyawa. Keadaan tersebut harus segera diidentifikasi dan bila didapatkan, dicatat di rekam medis, di antaranya adalah pasien dengan riwayat:• Serangan asma yang mengancam nyawa• Intubasi karena serangan asma• Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum• Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama• Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti)• Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit (RS) karena asma dalam

setahun terakhir• Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi• Berkurangnya persepsi tentang sesak napas• Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial• Alergi makanan dengan gejala yang berat

Tahapan tata laksana asma dalam serangan

The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana serangan asma menjadi dua, yaitu tata laksana di rumah dan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)/IGD RS, yang juga dijadikan acuan pada pedoman ini. Tata laksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang memunyai pendidikan yang cukup dan sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur.

Ventilasi-perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan pada gas darah. Pada awal serangan, untuk mengompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratori. Selanjutnya pada obstruksi saluran respiratori yang lebih berat, akan terjadi kelelahan otot respiratori dan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi hiperkapnia dan asidosis respiratori. Jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas (respiratory failure). Selain itu, dapat terjadi asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi asam laktat oleh otot respiratori.

Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi corpulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang sampai sangat rendah, sehingga meningkatkan risiko terjadinya atelektasis. Patofisiologi asma dalam serangan dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Penilaian derajat asma dalam serangan

Selain berdasarkan kekerapan serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, klasifikasi asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat keparahan serangan, yang terbagi menjadi asma serangan ringan-sedang, asma serangan berat, dan asma dalam serangan dengan ancaman henti napas. Jadi perlu dibedakan antara derajat penyakit asma (aspek kronik) dengan derajat asma dalam serangan (aspek akut). Seorang pasien asma persisten dapat hanya mengalami asma serangan ringan-sedang. Sebaliknya, mungkin saja seorang pasien asma intermiten mengalami asma serangan berat, bahkan asma dengan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. Kriteria untuk menentukan derajat keparahan serangan asma pada anak dapat ditentukan bila memenuhi gejala yang tercantum pada tabel berikut ini.

Page 35: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

46 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 47UKK Respirologi IDAI

Tata laksana yang dapat dilakukan pasien/orang tua di rumah:Jika tidak ada keadaan seperti pada kotak 6.1, berikan inhalasi agonis β2 kerja pendek, via nebuliser atau dengan MDI + spacer (Kotak 6.3), sebagai berikut:

A. Jika diberikan via nebuliser ˶ Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responsnya. Bila gejala (sesak

napas dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu kali. ˶ Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian

sekali lagi ˶ Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja pendek via nebuliser

belum membaik, segera bawa ke fasyankes/UGD

B. Jika diberikan via MDI + spacer ˶ Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis: 2-4

semprot. Berikan semprotan pertama obat ke dalam spacer diikuti 6-8 tarikan napas melalui sambungan untuk perlekatan ke wajah, antar muka (interface) berupa masker atau mouthpiece. Lanjutkan semprotan kedua, dengan sebelumnya mengocok MDI, baru menyemprot ulang. Pemberian semprotan hingga 4 kali berturut turut (1 siklus), setara dengan 1 kali nebulisasi. Tunggu 30 menit, bila belum ada respons berikan semprot berikutnya dengan cara yang sama.

˶ Jika membaik dengan dosis ≤4 semprot, inhalasi dihentikan. Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, berikan semprot berikutnya dengan siklus yang sama.

˶ Jika gejala tidak membaik dengan dosis 2 kali 2-4 semprotan, segera bawa ke fasyankes/UGD.

Kotak 6.3. Efektivitas pemberian agonis β2 kerja pendek via MDI + spacer

Pemberian agonis β2 kerja pendek via MDI dan spacer memunyai efektivitas yang sama dengan pemberian via nebuliser, dengan catatan:• Pasien tidak dalam asma serangan berat atau ancaman henti napas• Pasien dapat menggunakan MDI dengan spacer• Sebaiknya menggunakan spacer yang baru atau sebelumnya dicuci dengan

air deterjen dan dikeringkan di udara kamar• Bila tidak tersedia spacer, dapat digunakan botol atau gelas plastik 500 ml

sebagai pengganti spacer.

Akan tetapi, pemberian wewenang tatalaksana di rumah ini juga harus dibatasi, maka apabila setelah dilakukan inhalasi dua kali tidak memunyai respons yang baik, maka dianjurkan untuk mencari pertolongan medis di klinik atau rumah sakit.

Secara ringkas, tahapan tata laksana asma dalam serangan, menurut lokasi adalah:• Tata laksana di rumah• Tata laksana gawat darurat di fasyankes/UGD• Tata laksana selama rawat inap di RS

˶ Tata laksana di ruang rawat sehari ˶ Tata laksana di ruang rawat inap ˶ Kriteria rawat di ruang intensif

Tata laksana di rumahSemua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan rencana tata laksana asma yang diberikan tertulis (asthma action plan, AAP). Saat edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis harus disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertolongan pertama asma dalam serangan saat di rumah. Tata laksana asma dalam serangan yang dilakukan di rumah ini penting agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan dan mencegah terjadinya serangan yang lebih berat. Namun demikian, perlu ditekankan kepada pasien/orang tua, seberapa jauh kewenangan pasien/orang tua dalam tata laksana awal serangan asma di rumah ini. Tenaga medis/dokter juga harus menilai seberapa baik pemahaman dan ketaatan pasien/orang tua tentang tata laksana serangan asma di rumah untuk memastikan pasien mendapatkan tata laksana yang adekuat di rumah. Pada beberapa keadaan (Kotak 6.2), pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat, tidak menunggu respons terapi yang diberikan di rumah.

Kotak 6.2. Kondisi keadaan pasien yang harus segera dibawa ke fasyankesPasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat jika:• Pasien memunyai satu atau lebih faktor risiko [Kotak 6.1] • Pasien mengalami serangan akut berat (sesak berat)

Page 36: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

48 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 49UKK Respirologi IDAI

Pemeriksaan penunjang• Di fasyankes primer dan UGD RS

˶ Jika tersedia, periksa saturasi oksiden dengan pulse oximetry. Saturasi oksigen <94% mengindikasikan pentingnya pemberian oksigen, sedangkan saturasi <90% merupakan tanda serangan berat yang memerlukan tindakan yang agresif.

• Di UGD RS ˶ Spirometri (jika ada)

Pemeriksaan uji fungsi paru merupakan salah satu pemeriksaan yang direkomendasikan pada serangan asma, sayangnya belum semua RS di Indonesia memunyai alat spirometri untuk anak, dan jika tersedia, pemeriksaan ini belum rutin dikerjakan. Jika alat tersedia dan kondisi pasien memungkinkan, PEF atau FEV1 dinilai sebelum diberikan terapi. Selanjutnya spirometri dilakukan satu jam setelah pemberian terapi awal dan diperiksa berkala sampai respons terhadap terapi komplit.

˶ Analisis gas darah Pemeriksaan ini tidak rutin diperlukan dan hanya dipertimbangkan

jika FEV1 <50% prediksi, atau pada pasien dengan asma serangan berat, atau pasien yang menetap atau memburuk dengan terapi awal. Hasil PaO2 <60 mmHg (8 kPa) dan PaCO2 normal atau meningkat (khususnya >45 mmHg, 6 kPa) merupakan petanda gagal napas.

˶ Rontgen toraks Pemeriksaan Rontgen toraks tidak rutin dilakukan pada pasien

dengan serangan asma. Pemeriksaan ini dipertimbangkan pada serangan berat atau jika dicurigai terjadi komplikasi (misalnya pneumotoraks) atau ada kondisi lain (misalnya pneumonia atau inhalasi benda asing) yang menyertai dan/atau ada ancaman henti napas yang tidak membaik dengan terapi. Kecurigaan ini perlu diperhatikan pada anak yang disertai demam, tidak ada riwayat keluarga dengan asma, dan wheezing unilateral.

Tata laksana gawat darurat di fasyankes/UGD Alur tata laksana serangan asma di fasyankes ditunjukkan di Gambar 6.2. Lakukan anamnesis singkat dan terfokus serta pemeriksaan fisis yang relevan bersamaan dengan pemberian terapi awal. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis harus dicatat di rekam medis. Jika pasien menunjukkan tanda serangan berat atau mengancam nyawa, segera rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

AnamnesisAnamnesis dilakukan untuk mendapatkan informasi berikut:• Waktu mulainya dan pemicu serangan saat ini (jika diketahui)• Gejala-gejala untuk menilai keparahan serangan, termasuk keterbatasan

aktifitas fisis, adanya gejala anafilaksis• Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian (Kotak 6.1)• Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini (misal berapa

kali sudah dilakukan terapi inhalasi di rumah baik dengan nebuliser ataupun MDI dengan spacer)

• Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini, pengobatan yang dipakai saat ini (obat pereda dan obat pengendali), termasuk dosis dan alat inhalasi yang dipakai, ketaatan, peningkatan dosis dan respons terhadap pengobatan yang dipakai saat ini

Pemeriksaan fisis• Tanda vital dan derajat serangan (Gambar 6.2), meliputi: derajat

kesadaran, suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, kemampuan bicara lengkap satu kalimat, retraksi dinding dada dan wheezing

• Tanda komplikasi atau penyakit penyerta (anafilaksis, pneumonia, pneumotoraks)

• Tanda dari kondisi lain yang dapat menjadi penyebab distres respirasi (misalnya tanda gagal jantung, inhalasi benda asing, obstruksi saluran napas atas)

Page 37: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

50 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 51UKK Respirologi IDAI

 

Gambar6.2.Alurtatalaksanagawatdaruratseranganasmapadaanakdifasyankes/UGDdanrumahsakit(lanjutan)

Gambar 6.2. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak di fasyankes/UGD dan rumah sakit (lanjutan) 

Gambar6.2.Alurtatalaksanagawatdaruratseranganasmapadaanakdifasyankes/UGDdanrumahsakit

Gambar 6.2. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak di fasyankes/UGD dan rumah sakit

Page 38: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

52 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 53UKK Respirologi IDAI

Tata laksana asma serangan ringan-sedangPada pasien yang memenuhi kriteria gejala klinis untuk asma serangan ringan-sedang, sebagai tindakan awal pasien diberikan agonis β2 kerja pendek lewat nebulisasi atau MDI dengan spacer, yang dapat diulang hingga 2 kali dalam 1 jam, dengan pertimbangan untuk menambahkan ipratropium bromida pada nebulisasi ketiga. Pasien diobservasi, jika tetap baik pasien dapat dipulangkan. Apabila pasien tidak membaik dengan 3 kali pemberian inhalasi agonis β2, dapat dipertimbangkan pemasangan jalur parenteral.

Tindak lanjuta. Jika respon baik, pasien dipulangkan

˶ Saat pulang, pasien dibekali dengan obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam selama 3-5 hari, dipakai seperlunya hingga tidak ada gejala. Juga diberikan steroid sistemik (oral) berupa prednisolon atau prednison dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari, tanpa tappering off. Pemberian steroid ini harus dilakukan dengan cermat untuk mencegah pengulangan lebih dari 1 kali per bulan dan pada saat penulisan resep tambahkan keterangan ‘do not iter’.

˶ Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat pengendali dilanjutkan. Informasi lebih lengkap lihat di tata laksana jangka panjang (lihat Bab V).

˶ Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 3-5 hari untuk direevaluasi tata laksananya.

˶ Jika obat diberikan dalam bentuk inhaler, sebelum pasien dipulangkan, pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat.

b. Jika respon buruk, pasien dirujuk (jika di fasyankes primer ke UGD RS) atau dirawat inap (jika di UGD RS)

Pasien diputuskan rujuk atau rawat inap jika tidak respon sampai nebulisasi ke-3 atau memburuk setelah nebulisasi.

˶ Di fasyankes primer: saat menunggu proses rujukan, maka tetap dilakukan pemberian oksigen, nebulisasi agonis β2, dan pemasangan jalur parenteral.

˶ Di UGD RS: jika diagnosis menjadi asma serangan berat, maka dipersiapkan untuk rawat inap (lihat keterangan berikutnya). Jika ancaman henti napas, harus segera dibawa ke ICU.

Keterangan alur:PERINGATAN PEMBERIAN STEROID SISTEMIK• Steroid sistemik hanya diberikan pada serangan asma• Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah

mendapat steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah indikasi steroid oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan kemungkinan pasien sudah memerlukan obat pengendali.

**Tabel 6.2. Pilihan dan dosis steroid untuk serangan asma

Nama Generik Sediaan DosisMetilprednisolon tablet 4 mg,

tablet 8 mg1-2mg/kgBB/hari, tiap 6 jam

Metilprednisolon suksinat injeksi

vial 125 mg, vial 500 mg

1-2 mg/kgBB, tiap 12 jam, tidak melebihi 60 mg/hari

Prednison tablet 5 mg 1-2 mg/kgBB/hari, tiap 12 jamHidrokortison-suksinat injeksi

vial 100 mg 2-4 mg/kgBB/kali, tiap 6 jam

Deksametason injeksi ampul 4 mg/ml, ampul 10 mg/ml

0,5−1 mg/kgBB – bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6−8 jam

Betametason injeksi ampul 6 mg/ml 0,05−0,1 mg/kgBB, tiap 6 jam

Keterangan tambahan alur: • Bila pulse oximetry tidak tersedia, oksigen tetap diberikan dengan

monitor gejala dan tanda distres respirasi, termasuk derajat kesadarannya.• Jika berada di fasyankes primer, pasien serangan asma yang tidak

respons/memburuk, asma serangan berat dan ancaman gagal napas harus segera dirujuk ke rumah sakit.

• Jika berada di UGD RS, lakukan lanjutan terapi sesuai derajat keparahannya.

• Pemberian MDI dengan spacer di fasyankes/UGD, 1 siklus adalah semprotan 4-10 berturut turut. Diberikan 1-2 siklus, sesuai derajat keparahan serangan.

• Pemberian aminofilin hanya dilakukan pada pasien asma serangan berat yang akan dilakukan rawat inap, dapat diberikan di UGD atau di ruang rawat inap, tergantung situasi RS

!

Page 39: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

54 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 55UKK Respirologi IDAI

• Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan koreksi asidosisnya.

• Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam. • Nebulisasi agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium

bromida dan oksigen dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.

• Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis: ˶ Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, aminofilin

dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB, yang dilarutkan dalam dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak 20 ml, dan diberikan selama 30 menit, dengan infusion pump atau mikroburet.

˶ Bila, respons belum optimal dilanjutkan dengan pemberian aminofilin dosis rumatan sebanyak 0,5-1 mg/kgBB/jam.

˶ Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya, baik dosis awal (3-4 mg/kgBB) maupun rumatan (0,25-0,5 mg/kgBB/jam).

˶ Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.

˶ Pantau gejala-gejala intoksikasi aminofilin, efek samping yang sering adalah mual, muntah, takikardi dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang.

• Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai 24 jam, dan steroid harus diganti dengan pemberian per oral, serta bila diperlukan aminofilin diganti dengan pemberian teofilin per oral.

• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam. selama 3-5 hari, dipakai seperlunya hingga tidak ada gejala. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari untuk reevaluasi tata laksana.

Kriteria rawat di ruang rawat intensifPasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah memperlihatkan tanda-tanda ancaman henti napas (sesuai Tabel 6.1), langsung dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit, ICU).

Tata laksana asma serangan beratPasien dengan gejala dan tanda klinis yang memenuhi kriteria asma serangan berat harus dirawat di ruang rawat inap. Nebulisasi yang diberikan pertama kali adalah agonis β2 dengan penambahan ipratropium bromida. Oksigen 2-4 liter per menit diberikan sejak awal termasuk pada saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral pada pasien dan lakukan pemeriksaan Rontgen toraks. Steroid sebaiknya diberikan secara parenteral. Jika ada kontraindikasi terhadap pemberian steroid IV, dapat diberikan steroid inhalasi dosis tinggi. • Di fasyankes primer: Jika terdapat ancaman henti napas, yaitu gejala

distres respirasi berat, dengan penurunan kesadaran (tampak mengantuk atau gelisah), dan suara napas tak terdengar, segera siapkan untuk perawatan PICU (Pediatric Intensive Care Unit). Sambil menunggu persiapan tersebut, beri inhalasi agonis β2 kerja pendek via nebuliser, oksigen dan siapkan intubasi jika perlu

• Di UGD RS: Apabila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pemeriksaan Rontgen toraks dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.

Tata laksana di ruang rawat RS

Tata laksana di Ruang Rawat Sehari (RRS)Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap diberikan. Setelah pasien menjalani dua kali nebulisasi dalam 1 jam dengan respons parsial di UGD, di RRS diteruskan dengan nebulisasi agonis β2 dan ipratropium bromida setiap 2 jam. Kemudian, berikan steroid sistemik oral berupa prednisolon atau prednison. Pemberian steroid ini dilanjutkan hingga 3-5 hari. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan-sedang yang dipulangkan dari fasyankes primer/UGD.

Tata laksana di ruang rawat inapBerikut tata laksana yang diberikan setelah pasien masuk ke ruang rawat inap:• Pemberian oksigen diteruskan.

Page 40: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

56 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 57UKK Respirologi IDAI

β2 saja. Sebaiknya, kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida diberikan hanya di bawah pengawasan dokter (fasyankes/UGD RS).

Steroid sistemik Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid oral diberikan dalam 1 jam pertama.

Pemberian steroid sistemik peroral sama efektifnya dengan pemberian secara intravena. Keuntungan pemberian peroral adalah lebih murah dan tidak invasif. Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk memberikan perbaikan klinis. Pemberian secara intravena direkomendasikan bila pasien tidak dapat menelan obat (misalnya terlalu sesak, muntah atau pasien memerlukan intubasi).

Steroid sistemik berupa prednisolon atau prednison diberikan peroral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum sampai 40 mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 3-5 hari tanpa tappering off.

Aminofilin intravenaAminofilin intravena diberikan pada anak dengan asma serangan berat atau dengan ancaman henti napas yang tidak berespons terhadap dosis maksimal inhalasi agonis β2 dan steroid sistemik. Penambahan aminofilin pada terapi awal (inhalasi agonis β2 dan steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6 jam pertama, tetapi tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama rawat inap.

Perlu diingat bahwa rentang keamanan aminofilin sempit dan efek samping yang sering adalah mual, muntah, takikardi dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang. Kematian biasanya berhubungan dengan kadar amonifilin serum yang tinggi. Oleh karena itu, pemberian aminofilin intravena harus sangat berhati-hati dan dipantau secara ketat.

Dosis yang direkomendasikan yaitu dengan dosis inisial bolus pelan 6-8 mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan pemberian rumatan secara drip 1 mg/kgBB/jam. Loading 1 mg/kgBB akan meningkatkan kadar aminofilin serum 2 ug/ml. Untuk efek terapi yang maksimal, target kadar

Kriteria pasien yang memerlukan ICU adalah:• Tidak ada respons sama sekali terhadap tata laksana awal di UGD dan/

atau perburukan asma yang cepat.• Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas,

atau hilangnya kesadaran.• Tidak ada perbaikan dengan tata laksana baku di ruang rawat inap.• Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah

diberi oksigen (kadar PaO2 <60 mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg, meskipun tentu saja gagal napas dapat terjadi pada kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah). Penggunaan ventilator tidak dibahas dalam pedoman ini.

Obat-obatan untuk serangan asma

Agonis β2 kerja pendekGejala asma serangan ringan-sedang memberikan respons yang cepat terhadap inhalasi agonis β2 kerja pendek tunggal sehingga obat ini menjadi pilihan utama bagi asma serangan ringan-sedang yang terjadi di rumah maupun di fasyankes. Obat ini juga diberikan sebagai premedikasi untuk serangan asma yang dipicu latihan (exercise induced asthma). Contoh agonis β2 kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan prokaterol.

Pada serangan asma, agonis β2 kerja pendek diberikan secara inhalasi diberikan lewat DPI, MDI dengan/tanpa spacer, atau nebuliser dengan dosis sesuai beratnya serangan dan respons pasien. Agonis β2 kerja pendek harus diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi terkecil, yaitu hanya bila diperlukan. Tremor dan takikardia sering dialami pasien yang menggunakan agonis β2 kerja pendek pertama kali, namun biasanya kemudian efek tersebut cepat ditoleransi.

Ipratropium bromida Ipratropium bromida terbukti memberikan efek dilatasi bronkus lewat penurunan tonus parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran napas. Pemberian kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida (antikolinergik) pada inhalasi ke-3 saat serangan asma menurunkan risiko rawat inap dan memperbaiki PEF dan FEV1 dibandingkan dengan agonis

Page 41: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

58 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 59UKK Respirologi IDAI

AdrenalinApabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat digunakan adrenalin. Epinefrin (adrenalin) intramuskular diberikan sebagai terapi tambahan pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema dengan dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis maksimal 500 ug (0.5 ml). Obat ini tidak diindikasikan untuk serangan asma lainnya. Namun demikian, di fasyankes yang tidak tersedia alat inhalasi, dapat diberikan injeksi adrenalin untuk serangan asma.

Steroid inhalasiSteroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400 ug atau 2-5 ampul budesonid) dapat digunakan untuk serangan asma, namun perlu diperhatikan untuk memberi dalam dosis tinggi karena steroid nebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan asma. Harap diperhatikan pula bahwa penggunaan steroid inhalasi dosis tinggi ini terbatas pada pasien-pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap steroid sistemik, misalnya pasien dengan gastritis akut.

Obat yang tidak dianjurkan untuk serangan asma

MukolitikPemberian mukolitik tidak memunyai efek yang signifikan dan tidak direkomendasikan diberikan pada serangan asma.

AntibiotikPemberian antibiotik pada asma tidak dianjurkan karena sebagian besar pencetusnya bukan infeksi bakteri melainkan infeksi virus. Pada keadaan tertentu antibiotik dapat diberikan, yaitu pada infeksi respiratori yang dicurigai karena bakteri atau dugaan adanya sinusitis yang menyertai asma. Pada serangan yang berat perlu dipikirkan adanya suatu penyulit antara lain pneumonia atipik. Apabila ada kecurigaan pneumonia atipik maka diberikan antibiotik, yang dianjurkan adalah golongan makrolid.

Obat sedasiPemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan depresi pernapasan.

amonifilin serum adalah 10-20 ug/ml. Oleh karena itu kadar aminofilin serum seharusnya diukur 1-2 jam setelah loading dose diberikan.

Magnesium sulfat (MgSO4) Pertimbangkan pemberian injeksi MgSO4 pada pasien dengan asma serangan berat yang tidak membaik atau dengan hipoksemia yang menetap setelah satu jam pemberian terapi awal dengan dosis maksimal (agonis β2 kerja pendek dan steroid sistemik).

Obat ini tidak rutin dipakai untuk serangan asma, tapi boleh sebagai alternatif, apabila pengobatan standar tidak ada perbaikan. Pada penelitian multisenter didapatkan hasil bahwa pemberian magnesium sulfat (MgSO4) intravena 50 mg/kgBB (inisial) dalam 20 menit yang dilanjutkan dengan 30 mg/kgBB/jam memunyai efektifitas yang sama dengan pemberian agonis β2. Pemberian MgSO4 ini dapat meningkatkan FEV1 dan mengurangi angka perawatan di RS.

MgSO4 yang tersedia dalam sediaan 20% (1 g/5 ml), 40% (10 g/25 ml), atau 50% (10 g/20 ml) dapat diberikan dengan bolus tunggal, bolus berulang, drip kontinu, dan inhalasi. Pemberian dengan cara bolus berulang dan inhalasi jarang dilakukan. MgSO4 diberikan dengan dosis sebagai berikut:

Cara pemberian Dosis Pengenceran Lama pemberian

Bolus tunggal 20-100 mg/kgBB (maksimum 2 gram)

Dilarutkan dalam dekstrose 5% atau larutan salin dengan pengenceran 60 mg/ml

20 menit

Bolus berulang 20-50 mg/kgBB/dosis setiap 4 jam

20 menit

Tetes berkelanjutan

Kecepatan 240-480 mg/kgBB/hariTarget kadar Magnesium 4 mg/dl

Berkelanjutan

Sebagai contoh, anak dengan berat badan 12 kg yang hendak diberi bolus tunggal MgSO4, dengan dosis 50 mg/kgBB, berarti memerlukan 600 mg MgSO4. Dengan kepekatan MgSO4 60 mg/ml, berarti diperlukan 10 ml larutan dengan kepekatan tersebut. Larutkan 3 ml MgSO4 20% (1 g/5 ml) dengan 7 ml dekstrose 5% untuk mendapatkan 10 ml larutan MgSO4 60 mg/ml. Berikan secara bolus selama 20 menit.

Page 42: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

60 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 61UKK Respirologi IDAI

12. Kayani S, Shannon DC. Adverse behavioral effects of treatment for acute ex-acerbation of asthma in children: a comparison of two doses of oral steroids. Chest. 2002;122:624-8.

13. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work-shop Report; 2002.

14. McLean RM. Magnesium and its therapeutic uses: A review. Am J Med. 1994;96:63-76.

15. Mitra A, Bassler D, Goodman K, Lasserson TJ, Ducharme FM. Intravenous aminophylline for acute severe asthma in children over two years receiv-ing inhaled bronchodilators. The Cochrane database of systematic reviews. 2005(2):Cd001276.

16. Newman KB, Milne S, Hamilton C, Hall K. A comparison of albuterol ad-ministered by metered-dose inhaler and spacer with albuterol by nebulizer in adults presenting to an urban emergency department with acute asthma. Chest. 2002;121:1036-41.

17. Nowak RM, Tomlanovich MC, Sarkar DD, Kvale PA, Anderson JA. Arterial blood gases and pulmonary function testing in acute bronchial asthma. Pre-dicting patient outcomes. JAMA. 1983;249:2043-6.

18. Pocket guide for asthma management and prevention (for adults and children older than 5 years). Global Initiative for Asthma (GINA); 2011.

19. Pocket guide for asthma management and prevention (for children 5 years and younger). A Guide for Health Care Professionals. Global Initiative for Asthma (GINA); 2014.

20. Roback MG, Dreitlein DA. Chest radiograph in the evaluation of first time wheezing episodes: review of current clinical practice and efficacy. Ped Emerg Care. 1998;14:181-4.

21. Rodrigo S, Rodrigo C. Inhaled flunisolide for acute severe asthma. Am J Re-spir Crit Care Med. 1998;157:698-703.

22. Saharan S, Lodha R, Kabra SK. Management of status asthmaticus in chil-dren. Indian J Ped. 2010;77:1417-23.

23. Schuh S, Johnson DW, Callahan S, CannyG, Levison H. Efficacy of frequent nebulized ipratropium bromide added to frequent high- dose albuterol ther-apy in severe childhood asthma. J Pediatr. 1995;126:639-45.

24. Sly M. Asthma. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunt-ing. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-15. Philadelphia: Saunders; 1996. h. 628-40.

25. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak. Indonesian Pe-diatric Respiratory Meeting I:Focus on asthma. Jakarta:IDAI; 2003.

26. Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric consensus statement on the management of childhood asthma. Ped Pulmonol. 1998; 25:1-17.

AntihistaminAntihistamin jangan diberikan pada serangan asma karena tidak memunyai efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.

Daftar Bacaan1. Barnett PL, Caputo GL, Baskin M, Kuppermann N. Intravenous versus oral

corticosteroids in the management of acute asthma in children. Ann Emerg Med. 1997;29:212-7.

2. Becker JM, Arora A, Scarfone RJ, Spector ND, Fontana-Penn ME, Gracely E, dkk. Oral versus intravenous corticosteroids in children hospitalized with asthma. J Allerg Clin Immunol. 1999;103:586-90.

3. Bittar TM, Guerra SD. Use of intravenous magnesium sulfate for the treat-ment of severe acute asthma in children in emergency department. Rev Brasil Ter Intens. 2012;24:86-90.

4. Cates CJ, Welsh EJ, Rowe BH. Holding chambers (spacers) versus nebulisers for beta-agonist treatment of acute asthma. The Cochrane database of sys-tematic reviews. 2013;9:Cd000052.

5. Geelhoed GC, Landau LI, Le Souëf PN. Evaluation of sao2 as a predictor of outcome in 280 children presenting with acute asthma. Ann Emerg Med. 1994;23:1236-41.

6. Georgopoulos D, Burchardi H. Ventilatory strategies in adult patient with status asthmaticus. EurRespir Mon. 1998;8:45- 83.

7. Gibbs MA, Camargo CA, Rowe BH, Silverman RA. State of the art: thera-peutic controversies in severe acute asthma. Acad Emerg Med. 2000;7:800-15.1

8. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative for Asthma (GINA) 2014 . Diunduh dari: http://www.ginasthma.org.

9. Griffiths B, Ducharme FM. Combined inhaled anticholinergics and short-acting beta2-agonists for initial treatment of acute asthma in children. The Cochrane database of systematic reviews. 2013;8:Cd000060.

10. Hasegawa T, Ishihara K, Takakura S, Fujii H, Nishimura T, Okazaki M, dkk. Duration of systemic corticosteroids in the treatment of asthma exacerbation; a randomized study. Int Med. 2000;39:794-7.

11. Jones AM, Munavvar M, Vail A, Aldridge RE, Hopkinson L, Rayner C, dkk. Prospective, placebo-controlled trial of 5 vs 10 days of oral prednisolone in acute adult asthma. Respir Med. 2002;96:950-4.

Page 43: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

62 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 63UKK Respirologi IDAI

BAB VIITata Laksana Non-

Medikamentosa

Program KIE

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan unsur yang sangat penting tetapi sering dilupakan dalam tata laksana asma. Tujuan program KIE adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil langkah-langkah yang sesuai, serta memotivasi dalam menghindari faktor-faktor pencetus, sehingga meningkatkan keteraturan terhadap rencana pengobatan yang sudah ditetapkan serta pada akhirnya mampu meningkatkan kemandirian dalam tata laksana asma yang lebih baik.

Dalam mencapai tujuan tersebut, ada beberapa komponen penting yang harus diperhatikan oleh seorang dokter/petugas kesehatan yang memberi pelayanan, antara lain:• Mengutamakan terjalinnya hubungan baik dengan pasien• Penjelasan bahwa ini adalah proses yang berkesinambungan, sehingga

KIE selalu diberikan di setiap kesempatan bertemu dengan pasien• Berbagi dan bertukar informasi dengan pasien tentang asma dan

penatalaksanaannya• Penilaian kendali asma, derajat dan pemakaian obat-obatan• Harapan akan tercapai kendali asma• Meredam ketakutan dan kekhawatiran

Penerapan program KIE sudah dimulai saat pertama kali diagnosis ditegakkan dan berlangsung terus menerus dan terintegrasi ke dalam setiap langkah tata laksana asma. Program ini juga dilakukan di semua tempat pelayanan, seperti klinik, rumah sakit, unit gawat darurat, sekolah, rumah, dan pusat-pusat keramaian. Selain anak dan orangtua, KIE juga

27. Yung M, South M. Randomised controlled trial of aminophylline for severe acute asthma. Arch Dis Child. 1998;79:405-10.

28. Zar HJ, Asmus MJ, Weinberg EG. A 500-ml plastic bottle: An effective spacer for children with asthma. Ped Allerg Immunol. 2002;13:217-22.

29. Zar HJ, Streun S, Levin M, Weinberg EG, Swingler GH. Randomised con-trolled trial of the efficacy of a metered dose inhaler with bottle spacer for bronchodilator treatment in acute lower airway obstruction. Arch Dis Child. 2007;92:142-6.9

Page 44: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

64 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 65UKK Respirologi IDAI

Tabel 7.1. Program KIE pada anak, keluarga, dan sekolah (lanjutan)

Program KIE di sekolah1. Koordinasi penatalaksanaan asma anak oleh koordinator Usaha Kesehatan Sekolah

(UKS)2. Meminta formulir rencana aksi asma (RAA) ketika mendaftar di sekolah dan

menggunakannya3. Komunikasi antara guru dengan anak yang menderita asma 4. Pelatihan tentang pengertian asma, penatalaksanaan, faktor pencetus, serta

pengenalan tanda kegawatan asma kepada pegawai sekolah5. Kebijakan sekolah yaitu lingkungan bebas asap rokok 6. Protokol kegawatdaruratan untuk anak dengan gangguan pernapasan jika tidak

memunyai RAA7. Kebijakan yang memastikan bahwa siswa memunyai akses cepat terhadap

pengobatannya kapan saja serta mengijinkan siswa menatalaksana sendiri sesuai dengan RAA

8. Penanganan terhadap siswa yang sering absen, sering ke UKS, kunjungan ke unit gawat darurat, atau ke rumah sakit akibat asmanya

9. Memunyai akses dengan tenaga kesehatan 10. Meminimalisasi polusi seperti kecoa, tungau debu, jamur, hewan, penggunaan kapur,

debu, parfum dan bau-bauan yang kuat, serta temperatur ekstrim11. Lingkungan sekolah bebas makanan alergi 12. Tidak melakukan pembatasan olahraga atau latihan fisis dengan syarat tetap

mengikuti kaidah:• Melakukan pemanasan dan pendinginan • Olahraga yang bersifat aerobik• Hindari berolahraga di tempat terbuka yang terlalu dingin, terlalu panas, atau

berpotensi alergen• Selalu melibatkan anak dalam setiap aktivitas sekolah• Memodifikasi aktivitas yang melibatkan anak asma• Komunikasi staf sekolah dengan orangtua/petugas kesehatan yang menangani

anak asma tentang perkembangan penyakitnya• Menghindari kolam renang dengan kadar klorin yang tinggi di tempat tertutup

(ventilasi udara harus baik) • Menyediakan obat-obatan • Melakukan pembatasan olahraga jika anak baru mengalami serangan asma atau

anak yang mengalami infeksi respiratori

Rencana Aksi Asma (RAA)/Asthma Action Plan (AAP)

Dalam mencapai kemandirian, program KIE dituangkan dalam bentuk Rencana Aksi Asma (RAA)/Asthma Action Plan (AAP) yang dibuat secara tertulis dan diisi oleh anak atau orangtua. Rencana ini berisi tentang instruksi kapan meningkatkan dosis pengobatan, bagaimana caranya, lamanya

melibatkan dokter, perawat, apoteker, guru, kelompok bermain, keluarga dan masyarakat. Pelaksanaan KIE dilakukan melalui ceramah, komunikasi/nasehat saat berobat, supervisi, diskusi, serta video presentasi, brosur, chart, dan mendemonstrasikan penggunaan PFM (peak flow meter), spirometer, alat terapi inhalasi, dan spacer. Dalam melakukan KIE hendaklah selalu menggunakan kata-kata atau kalimat yang bersifat komunikatif.

Tabel 7.1. Program KIE pada anak, keluarga, dan sekolah

Program KIE pada anak Program KIE pada keluarga

1. Penjelasan tentang mekanisme inflamasi pada asma dan cara pengendalian asma

2. Komunikasi antara pasien dan dokter untuk mengetahui keluhan pasien dan menetapkan rencana pengobatan bersama

3. Mengikuti rencana aksi tertulis terutama pada anak dengan asma persisten, kendali asma yang jelek, atau anak dengan riwayat kekambuhan yang sering

4. Mengidentifikasi, mengendalikan serta menghindari faktor-faktor yang memperburuk gejala asma dan pencetus serangan

5. Mampu menangani apabila timbul gejala atau perburukan gejala

6. Mampu mengetahui kapan dan kemana mencari pertolongan

7. Penjelasan steroid inhalasi/hirupan sebagai obat pengendali asma

8. Penjelasan penggunaan obat minum dan terapi inhalasi yang tepat dan benar

9. Mendorong anak mandiri dalam penatalaksanaan asma

10. Menghilangkan persepsi yang salah tentang asma dan pengobatannya

11. Penjelasan dan cara memakai PFM, inhaler, dan spacer berkatup

12. Monitor gejala dengan nilai PFM

13. Menerapkan pola hidup sehat

1. Membina suasana keluarga

2. Menerapkan pola hidup sehat, misalnya tidak merokok dan berolahraga

3. Menjaga kesehatan anak dan kesehatan pernapasan anak

4. Mengenali dan mengendalikan faktor pencetus serangan

5. Mengenal tanda-tanda awal serangan asma, antara lain batuk, wheezing, rasa dada tertekan, dan napas yang pendek

6. Menyediakan dan memberi obat dengan waktu, cara, dan lamanya dengan tepat

7. Mengetahui kapan harus membawa ke dokter

8. Memantau kemajuan atau kemunduran asma anaknya dengan Peak Flow Monitoring

Page 45: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

66 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 67UKK Respirologi IDAI

Rencana darurat diperlukan apabila timbul gejala atau nilai PFR menurun. Langkah-langkah tindakan pada episode serangan asma:• Berikan pengobatan mengikuti petunjuk yang tercatat di kartu• Siswa tetap sekolah jika keadaan anak dapat dikendalikan• Hubungi orang tua jika anak tidak dapat mengikuti pelajaran• Meminta perawatan medis darurat jika tidak ada perbaikan klinis

selama 15-20 menit setelah pengobatan, nilai PFR rendah, sulit bernapas, gangguan berjalan atau bicara dan tidak dapat beraktivitas kembali, serta bibir atau kuku terlihat biru

Dengan pelaksanaan program KIE yang benar diharapkan angka kesakitan dan kematian akibat asma akan menurun, semakin sedikit anak yang dibatasi aktivitas fisisnya, dan semakin banyak anak yang meningkat kualitas hidupnya. Kita tidak dapat mengharapkan perubahan perilaku pasien dan keluarga, kecuali mereka dapat diyakinkan sepenuhnya. Mengomunikasikan edukasi asma yang layak merupakan kerja sama yang berlangsung terus menerus, membutuhkan tenaga medis, peralatan dan material edukasi. Peralatan seperti buklet, diagram, kaset audio, spirometri, peralatan inhalasi, spacer dan material lain sangat diperlukan pada klinik asma.

Penghindaran pencetus

Penghindaran pencetus asma merupakan bagian dari tata laksana non-medikamentosa pada asma anak selain tata laksana KIE, baik pada pasien maupun keluarganya. Serangan asma bisa terjadi akibat dua faktor, yaitu kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang dan kegagalan menghindari faktor pencetus, ketika faktor pencetus ini bisa menyebabkan keadaan yang tidak ada gejala menjadi bergejala atau yang gejalanya ringan menjadi berat.

Telah diketahui banyak faktor risiko terhadap kejadian asma pada anak, tetapi ada dua faktor besar yang dipercaya sangat berperan pada kejadian asma, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik hampir tak dapat dimodifikasi lagi dalam tata laksana penghindaran pencetus. Sedangkan faktor lingkungan dalam hal ini diklasifikasikan dalam beberapa kategori, antara lain alergen hirupan (indoor dan outdoor), iritan, kondisi komorbid, dan faktor lain.

pengobatan dinaikkan, serta penentuan kapan harus mencari pertolongan medis sehingga memberi keleluasaan pada anak dalam menentukan sendiri perubahan paduan pengobatan berdasarkan gejala dan penilaian PFM.Dalam pelaksanaannya, RAA berisi catatan harian asma yang diisi setiap hari untuk memonitor keadaaan tidur malam, gejala asma, aktivitas, dahak, peak flow rate (PFR), pemakaian obat harian, dan penggunaan inhaler. Pemantauan harian ini mempergunakan tiga zona warna:

• Zona hijau menunjukkan 80-100% dari nilai terbaik anak, biasanya tanpa gejala dan mengisyaratkan tetap menggunakan obat pengendali asma.

• Zona kuning menunjukkan Asthma of Physical Effort (APE) 50-80%, gejala sudah tampak seperti batuk, wheezing, pilek/selesma, napas berat dan cepat, gelisah, serta mengurangi aktivitas bermain. Ini mengisyaratkan penggunaan obat pereda sebagai tambahan obat.

• Zona merah yang menunjukkan APE <50%, gejala asmanya semakin berat meskipun sudah diberi pengobatan ‘zona kuning’, kesulitan makan, berbicara, berjalan dan bermain, serta gelisah sampai penurunan kesadaran merupakan keadaan gawat darurat dan harus segera menghubungi dokter atau rumah sakit.

Penerapan RAA ini terutama ditujukan pada pasien asma persisten, anak dengan kendali asma yang buruk, serta adanya riwayat eksaserbasi asma.

Kartu Aksi Asma (KAA)

Program KIE di sekolah diterapkan dalam bentuk Kartu Aksi Asma (KAA) berisi identitas anak dan nomor telepon untuk dapat dihubungi bila terjadi kekambuhan, rencana tata kelola asma harian dan rencana saat darurat.Rencana tata kelola harian berisi:• Identifikasi faktor pencetus asma seperti aktivitas, infeksi, makanan,

debu dan lainya• Pengendalian lingkungan sekolah• Monitor PFR• Rencana pengobatan harian.

Page 46: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

68 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 69UKK Respirologi IDAI

Tabel 7.2. Faktor pencetus asma dan cara penghindaran

No. Pencetus Cara Penghindaran

1. Tungau debu rumah (TDR)

• Membersihkan lantai dari debu setiap hari, lakukan pengisapan dengan high-efficiency particulate air (HEPA) filter setiap minggu

• Menggunakan sprei, sarung bantal dan selimut ‘mite impermeable’ dengan pori-pori lebih kecil dari 10 µm

• Membersihkan perabot-perabot rumah yang potensial menyimpan debu minimal 2 minggu sekali

• Memasukkan mainan ke dalam freezer semalaman atau mencucinya dengan air hangat secara teratur

• Menjemur kasur yang mengandung kapuk serta karpet di bawah sinar matahari selama minimal 3 jam setiap minggu atau menggantinya dengan spring bed, atau jika tidak memungkinkan membungkusnya dengan plastik

• Mencuci dan merendam dengan air hangat (minimal 60oC) sprei, kain penutup pintu dan jendela minimal seminggu sekali, atau menjemurnya di bawah sinar matahari

• Mencuci karpet yang berbulu atau mengantinya dengan karpet berbahan dasar plastik

• Mengupayakan udara ruangan bebas debu dengan menggunakan exhaust fan, serta membersihkan dan mengganti saringan udara secara teratur

• Menyingkirkan koran dan majalah bekas dari ruang tempat anak beraktivitas

• Tidak menumpuk buku lebih dari 3 buah dalam satu tumpukan• Menghindari boneka bulu atau mencucinya minimal seminggu sekali• Menurunkan kelembaban ruangan dengan penggunaan air conditioning

atau dehumidifier • Ganti karpet dengan matras yang mudah dibersihkan• Ganti furnitur yang menyimpan dan susah dibersihkan dari debu• Hindari tinggal di bawah lantai dasar (ground level)

2. Asap rokok • Memaksimalkan ventilasi udara dan penggunaan pembersih udara• Orangtua atau anggota keluarga yang merokok mutlak menghentikan

kebiasaan merokok• Jika terpaksa, setidaknya tidak merokok di dalam rumah terutama pada

saat anak berada di dalamnya

3. Kecoa • Memberantas kecoa dengan menggunakan pestisida, insektisida, dan memasang perangkap

• Menutup akses masuk ke dalam rumah• Membuang sisa-sisa makanan

4. Serbuk sari/pollen

• Menutup pintu pada saat angin kencang di musim serbuk sari• Mengurangi aktivitas yang menyebabkan paparan • Segera mandi setelah melakukan aktivitas yang terpapar dengan serbuk

sari• Menggunakan HEPA filter• Menggunakan exhaust fan di rumah pada saat kadar serbuk sari yang

tinggi

5. Jamur • Membersihkan jamur dari dalam rumah • Menutup lubang di dinding/atap yang bocor dan retak• Mengurangi kelembaban serta menjaga rumah tetap kering

Anggapan bahwa asma dapat disembuhkan atau dikendalikan hanya dengan obat-obatan akan membuat penyakit asma semakin parah karena penghindaran faktor pencetus ini merupakan upaya utama dalam tata laksana asma. Dengan penghindaran pencetus yang adekuat, kebanyakan asma dapat dikendalikan walau terkadang tanpa obat asma. Sedemikian pentingnya penghindaran pencetus hingga Dolovich J. dkk. (1983) mengemukakan: “Thus, strategies to avoid offending substances are potentially ‘curative’ and require the dedicated attention of the therapist.”

Peranan pajanan alergen dalam perjalanan perkembangan asma melalui dua proses bertingkat, yaitu pajanan yang menyebabkan terjadinya sensitisasi dan pajanan pada individu yang telah tersensitisasi akan menyebabkan berkembangnya asma. Gambaran patologi asma terutama oleh karena sensitisasi alergen dan inflamasi atopi diantaranya perubahan fibrotik jaringan di sekitar lumen jalan napas, hipertrofi dan hiperplasia otot polos, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, dan kerusakan epitel jalan napas. Paparan ini juga mampu menyebabkan terjadinya sensitisasi alergen, hiperresponsif jalan napas, dan gambaran remodelling (hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran basalis, dan kerusakan epitel).

Walaupun pada beberapa hasil penelitian terakhir yang dilakukan bahkan dengan meta-analisis menilai penghindaran alergen termasuk di antaranya tungau debu rumah dan binatang peliharaan tidak memberi manfaat dalam pengendalian asma, namun beberapa penelitian lain justru menyimpulkan bahwa penghindaran alergen masih merupakan tindakan yang sangat bermanfaat.

Page 47: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

70 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 71UKK Respirologi IDAI

Pe

dom

an N

asio

nal A

sma

Anak

201

5

Gam

bar7.1.Re

ncanaAk

siAsm

a(RAA) 

     

D

AFT

AR

PU

STA

KA

Nama (Pasien) :_

____

____

____

____

____

____

____

 No

. Telp Do

kter : __

____

____

____

____

____

____

_ Do

kter :_

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

_ No

. Telp Ru

mah

 Sakit/Instalasi G

awat Darurat : __

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

__ 

Tang

gal : ___

____

____

____

____

____

Kond

isi Baik 

Tidak batuk

, whe

ezing, se

sak di dad

a, atau na

pas y

ang  

pend

ek sa

at sian

g atau

 malam

 hari 

Dap

at m

elakukan

 aktivita

s seh

ari‐h

ari 

Dan, jika

 men

ggun

akan

 pea

k flo

w m

eter (P

FM) : 

Peak

 flow

 : lebih da

ri __

____

____

____

____

____

_(80

% atau  

lebih da

ri pe

ak flow

 terbaik saya) 

Hembu

san ud

ara terkua

t saya : _

____

____

____

____

 

Minum

lah ob

at pen

gend

ali jan

gka pa

njan

g di baw

ah in

i setiap ha

rinya  

(term

asuk

 satu oba

t anti rad

ang) 

  Nama ob

at 

  

   Cara Pe

mak

aian

 Oba

t __

____

____

____

____

____

____

_  

____

____

____

____

____

____

____

____

___ 

____

____

____

____

____

____

___ 

____

____

____

____

____

____

____

____

___ 

____

____

____

____

____

____

___ 

____

____

____

____

____

____

____

____

___ 

____

____

____

____

____

____

___ 

____

____

____

____

____

____

____

____

___ 

Asma Mem

buruk 

Batuk

, whe

ezing, se

sak di dad

a, atau na

pas 

pend

ek, atau 

Terba

ngun

 di m

alam

 hari karen

a asma, atau 

Dap

at m

elakukan

 beb

erap

a, nam

un tida

k semua

 aktivita

s seh

ari‐h

ari  

‐ Atau ‐ 

Peak

 flow

 : __

____

____

___  sa

mpa

i  __

____

____

____

___ 

(50 sampa

i 79%

 dari pea

k flo

w te

rbaik saya)

Tamba

hkan

 oba

t pered

a ke

rja pen

dek da

n lanjutka

n pe

mak

aian

 oba

t pen

gend

ali 

        

□  2 atau  □  4 se

mprot, setiap 20

 men

it, m

aksim

al 2 kali 

____

____

____

____

____

    □  neb

ulisa

si, m

aksim

al 2 kali 

(agon

is β2

 kerja pen

dek) 

Jika ge

jala (d

an pea

k flo

w, jika men

ggun

akan

 pea

k flo

w m

eter) m

emba

ik ke ZO

NA HIJA

U setelah 1 atau

 2 kali m

enggun

akan

 oba

t‐oba

tan di atas: 

□ Lanjutkan pe

man

taua

n pe

ngob

atan

 and

a un

tuk mem

astik

an and

a tetap  di zon

a hijau 

‐ Atau ‐ 

Jika ge

jala and

a (dan

 pea

k flo

w, jika men

ggun

akan

 pea

k flo

w m

eter) tidak m

emba

ik ke  

ZONA

 HIJA

U setelah 2 kali men

ggun

akan

 oba

t‐oba

tan di atas: 

□ Segera ke fasyan

kes/UG

D un

tuk tata laksan

a lebih lanjut 

Pertam

a

Waspa

da! 

Nap

as sa

ngat pen

dek, atau 

Oba

t‐oba

tan kerja

 pen

dek tid

ak m

emba

ntu, atau 

Tidak dap

at m

elakuk

an aktivita

s seh

ari‐h

ari, atau

  G

ejala sama atau

 mem

buruk setelah 24

 jam di  

ZONA

 KUN

ING 

Atau

 Pea

k flo

w : 

Kurang

 dari  __

____

____

  (50

% dari pea

k flo

w te

rbaik saya) 

Guna

kan ob

at in

i:□  ___

____

____

____

____

____

_  

(agon

is β2

 kerja pen

dek) 

□  ___

____

____

____

____

____

_                    (steroid m

inum

) Te

lepo

n do

kter and

a SEKA

RANG

. Datan

glah

 ke rumah

 sakit a

tau telpon

 ambu

lan jika: 

□ An

da m

asih di zon

a merah

 setelah 15

 men

it DA

N □ An

da belum

 bisa

 bertemu de

ngan

 dok

ter a

nda 

□ Ke

sulitan

 berjalan da

n be

rbica

ra karen

a na

pas p

ende

k □ 

Bibir a

tau ujun

g jari men

jadi keb

iruan

 

Gu

nakan  □

  2  atau □ 

 4 se

mprot oba

t pered

a ke

rja pen

dek DA

N  

Da

tang

 ke rumah

 sakit a

tau telepo

n am

bulans ___

____

___ SEKA

RANG

!                                                                          

              (NO. T

ELEP

ON) 

ZONA HIJAU  ZONA KUNING  ZONA MERAH  TAND

A BA

HAYA

 Lih

at halam

an belakan

g un

tukm

engetahu

i apa

 yan

g da

pat a

nda laku

kan un

tuk men

ghinda

ri pe

ncetus asm

a an

da

Kedu

a

Sebe

lum berolah

raga         

                                                          □  ___

____

____

____

__       □  2 atau  □  4 se

mprot  d

ipakai 5 m

enit sebe

lum berolah

raga 

No. Pencetus Cara Penghindaran

6, Rontokan hewan (animal danders)

Mengeluarkan hewan peliharaan dari dalam rumah. Butuh waktu sekitar 4-6 bulan setelah ditinggalkan oleh hewan peliharaan hingga alergennya menghilang.Membersihkan dan mencuci permukaan/tempat-tempat yang pernah ditempati oleh hewan tersebut secara teratur, seperti matras bahkan jika memungkinkan dibuang.Memakai pembersih udara atau penyaring udara (exhaust fan)Jika tidak memungkinkan untuk mengeluarkannya, berikan tempat tersendiri bagi hewan peliharaan jauh dari kamar tidur anakMemandikan hewan peliharaan sedikitnya 2 kali dalam seminggu dapat mengurangi paparan terhadap alergenMenghindari paparan terhadap binatang peliharaan terutama anjing dan kucing pada awal-awal kehidupan

7. Tikus Edukasi, eksterminasi, pembersihan serta penutupan tempat-tempat penampungan sampah Penutupan makananPenutupan lubang serta dinding-dinding yang retak

8. Hirupan zat-zat lain

Hindari asap obat nyamuk bakar ( juga semprotan dan elektrik), asap kayu bakar, minyak tanah, gas, asap bakaran sampah, asap bakaran hutan, polusi pabrik, asap kendaraan dan lain-lain Menggunakan cerobong asap

9. Alergen makanan

Anak asma dengan alergi makanan, sebaiknya menghindari jenis makanan penyebab alergi seperti susu, telur, ikan, kacang, ragi, keju, gandum, dan coklatHati-hati pada zat dalam bahan makanan yang dapat memprovokasi terjadinya asma: sulfur dioksida, sodium benzoat, zat pewarna (alami/sintetis) seperti tartrazin, penyedap rasa (misalnya MSG), golongan salisilat (misalnya aspirin), anggur merah, asam lemak omega-6

10. Rinitis, sinusitis, dan infeksi virus lainnya

Kontrol terhadap infeksi pada rinitis atau sinusitis jika adaKendalikan influenza pada hidung dan sinus yang disebabkan karena infeksi maupun alergi

11. Exercise-induced asthma (EIA)

Pemanasan serta pendinginan yang benar sebelum atau sesudah melakukan aktivitasMenggunakan inhalasi agonis β2 lepas lambat sebelum beraktivitasMengalihkan atau memodifikasi jenis olahraga atau aktivitas ke arah olahraga yang bersifat aerobik

12. Kegemukan Menurunkan berat badan pasien asma yang gemuk

13. Lain-lain Menghindari perubahan musim/cuaca, suhu AC yang terlalu dingin, atmosfer yang mendadak dingin, stress/emosional, refluks gastroesofageal, alergen obat-obatan tertentu, (mis. aspirin, penisilin, sefalosporin, eritromisin, tetrasiklin)

Page 48: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

72 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 73UKK Respirologi IDAI

Daftar Bacaan1. Asthma self-management goals for children 9 years and younger. Diunduh

dari: http://www.chcs.org/usr_doc/Self_Management_Goals_for_Children.pdf

2. Agarkhedkar SR, Bapat HB, Bapat BN. Avoidance of food allergens in child-hood asthma. Indian Pediatrics. 2005; 42:362-6.

3. Bachrier LB, Boner A, Carlsen KH, Eigenmann PA, Frischer T, Götz M, dkk. Diagnosis and treatment of asthma in childhood: a PRACTALL con-sensus report. Allergy. 2008;63:5-34.

4. Baxi SN, Phipatanakul W. The role of allergen exposure and avoidance in asthma. Adolesc Med State Art Rev. 2010;21:57–71.

5. Bedi RS. Patient education programme for asthmatics: indian perspective. Indian J Chest Dis Allied Sci. 2007; 49:93-8.

6. Burns L, Cifaloglio C, Elwood L, Enoch JP, Geldmaker B, Hughes T, dkk. Guidelines for Managing Asthma in Virginia Schools: A Team Approach. Virginia Department of Health in collaboration with Virginia Department of Education and the Virginia Asthma Coalition. 2003. Diunduh dari : http://www.doe.virginia.gov/support/health_medical/asthma/guidelines_manag-ing_asthma.pdf.

7. Castro-Rodríguez JA. Assessing the risk of asthma in infants and pre-scholl children. Arch Bronconeumol. 2006; 42:453-6.

8. Dykewicz MS. Rhinitis and sinusitis. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:S520-9.9. FitzGerald M, Batemen ED, Boulet LP, Cruz AA, Haahtela T, Levy ML,

dkk. Global initiative for asthma: global strategy for asthma management and prevention updated 2012. Diunduh dari:www.ginasthma.org.

10. Gøtzsche PC, Hammarquist C, Burr M. House dust mite control measures in the management of asthma: meta-analysis. BMJ. 1998; 317:1105-10.

11. Gøtzsche PC, Johansen HK. House dust mite control measures for asthma (review). Cochrane Database Syst Rev. 2008. h.4-5.

12. George M, Stoloff S. Teaching patients the critical components of asthma self-management. Journal of Asthma & Allergy Educators. 2012;3:10-9.

13. Gupta KB, Verma M. Nutrition and asthma. Lung India . 2007; 24:105-14.14. Hillemeier MM, Gusic, M., Bai Y. Communication and education about

asthma in rural and urban schools. Ambul Pediatr. 2006;6:198-203.15. Jones MA. Asthma self-management patient education. Respir Care. 2008;

53:778 –84.16. Kilburn SA, Lasserson TJ, McKean MC. Pet allergen control measures for

allergic asthma in children and adults. Cochrane Database Syst Rev. 2001. Issue 1. DOI: 10.1002/14651858.CD002989 .

Pe

dom

an N

asio

nal A

sma

Anak

201

5

 Cara men

gend

alikan

 hal‐hal yan

g da

pat m

embu

at asm

a an

da m

embu

ruk 

Pand

uan ini m

enyarank

an beb

erap

a ha

l yan

g da

pat a

nda lakukan un

tuk men

cegah serang

an asm

a. Berikan

 tand

a ceklis pa

da se

tiap pe

ncetus yan

g an

da ketah

ui dap

at m

empe

rburuk 

asma an

da dan

 tanyakan

 kep

ada do

kter and

a un

tuk men

cari tahu

 jika ada

 mem

iliki pen

cetus lain. La

lu te

tapkan

 den

gan do

kter and

a lang

kah ap

a yang

 akan an

da laku

kan. 

  Alerge

n □ 

Bulu/Serpiha

n ku

lit hew

an 

Bebe

rapa

 orang

 alergi terha

dap serpihan

 kulit atau

 air liur k

ering da

ri he

wan

 berbu

lu. 

Tind

akan

 yan

g da

pat d

ilaku

kan: 

Tida

k mem

elihara he

wan

 berbu

lu/ung

gas d

i dalam

 rumah

 Jik

a an

da tida

k da

pat m

enjaga hew

an peliharaan di lu

ar ru

mah

Jang

an biarkan

 hew

an peliharaan an

da m

asuk

 ke da

lam kam

ar tidu

r and

a da

n tempa

t tidur lain kap

anpu

n, dan

 jagalah agar pintu and

a selalu te

rtutup

 

Jang

an gun

akan

 karpe

t dan

 furnitu

r yan

g dilapisi kain. Jika ha

l ini tida

k mun

gkin 

dilakukan, jagalah he

wan

 peliharaan an

da dari furnitur y

ang dilapisi kain dan

 karpet 

□  Tun

gau de

bu ru

mah

 Ba

nyak pasien asma yang

 alergi terha

dap tung

au deb

u rumah

. Tun

gau de

bu ru

mah

 ad

alah

 kum

bang

 kecil yang

 dap

at dite

mukan

 di seluruh

 bagian rumah

: kasur ban

tal, 

karpet, furnitur y

ang dilapis k

ain, bed

 cover, pa

kaian, m

aina

n, dan

 kain atau

 ben

da 

yang

 tertutup

 kain. Tinda

kan yang

 dap

at dilakukan: 

Simpa

n kasur d

engan mem

bung

kus d

i dalam

 pelindu

ng beb

as deb

Simpa

n ba

ntal di d

alam

 pelindu

ng beb

as deb

u atau

 cuci ba

ntal se

tiap minggu 

deng

an air pa

nas b

ersuhu

 di atas 5

5˚C un

tuk mem

bunu

h tung

au 

Cu

ci seprai dan

 selim

ut den

gan de

tergen

 dan

 pem

utih untuk m

embu

nuh tung

au 

Gu

nakan de

humidifier  atau pe

nyejuk ru

angan terpusat untuk m

engu

rang

i  kelemba

ban da

lam ru

angan hing

ga di baw

ah 60%

 (ide

alnya 30

‐50%

Coba

lah un

tuk tid

ak tidu

r atau be

rbaring di atas s

ofa yang

 dilapisi kain 

Jagalah maina

n di luar kam

ar tidu

r atau cucilah

 maina

n setia

p minggu de

ngan

 air 

pana

s atau air d

ingin de

ngan

 detergen da

n pe

mutih 

□  Kecoa

k Ba

nyak pasien de

ngan

 asm

a yang

 alergi terha

dap ba

ngkai atau sis

a‐sis

a kecoak. 

Tind

akan

 yan

g da

pat d

ilaku

kan: 

Jagalah makan

an dan

 sampa

h da

lam te

mpa

t atau wad

ah te

rtutup

Guna

kan bu

buk, gel, atau pa

sta be

racun (m

isalnya asam borat) a

tau pe

rang

kap 

untuk mem

bunu

h kecoak.  

Jik

a an

da m

enggun

akan

 semprotan

 untuk m

embu

nuh kecoak, jau

hi ru

angan 

sampa

i bau

 semprotan

 hilang

 

□ Jamur di d

alam

 rumah

 

  

□ Se

rbuk

 sari atau

 jamur di lua

r rum

ah 

Jagalah jend

ela an

da te

tap tertutup

 

Tetaplah

 di d

alam

 rumah

 den

gan jend

ela tertutup

 pad

a pa

gi hingga sia

ng hari 

karena

 jumlah serbuk sa

ri di uda

ra m

eningkat pad

a saat te

rseb

ut 

Bila dosis tamba

han ob

at anti rad

ang dibu

tuhkan

 sebe

lum m

usim

 alergi d

imulai, 

mintalah kepa

da dok

ter a

nda 

Iritan 

□  Asap roko

Jika an

da m

erokok

, berhe

ntilah merokok

 atau tanya do

kter and

a cara yan

g da

pat m

emba

ntu an

da agar b

erhe

nti m

erokok

 

Ajak se

luruh an

ggota keluarga untuk berhe

nti m

erokok

 

Jang

an m

erok

ok dalam

 rumah

 atau mob

il 

□ As

ap, b

au, d

an se

mprotan

 yan

g men

yeng

at 

Jik

a mem

ungkinkan, jang

an m

emasak den

gan kayu bakar, m

inyak tana

h, atau 

perapian

 

Hind

ari b

au dan

 semprotan

 yan

g men

yeng

at se

perti parfum, b

edak, cat, d

an 

hair spray. 

 

Hal lain yang

 dap

at m

enim

bulkan

 gejala asma 

□ Pe

nyed

ot deb

Minta ban

tuan

 orang

 lain untuk m

enyedo

t deb

u seminggu atau

 dua

 minggu 

sekali. Berad

a di lu

ar ru

angan terseb

ut pad

a saat se

dang

 dise

dot d

ebun

ya dan

 be

berapa

 saat se

telahn

ya 

Jik

a ad

a yang

 seda

ng m

enyedo

t rua

ngan

, gun

akan

 masker a

nti deb

u (dari toko 

perkakas), gu

nakan kantun

g vakum den

gan filter m

ikro atau kantun

g vakum dua

 lapis, atau

 kan

tung

 vakum

 den

gan filter H

EPA 

   □ 

Hal lainn

ya yan

g da

pat m

empe

rburuk

 asm

Sulfit (pe

ngaw

et) p

ada makan

an dan

 minum

an: Jan

gan minum

 bir, ang

gur, atau

 bu

ah yan

g dikerin

gkan

, ken

tang

 yan

g telah diproses, atau ud

ang, jika hal te

rseb

ut 

men

imbu

lkan

 gejala asma 

Ud

ara ding

in : Lapisi hidu

ng dan

 mulut den

gan kain (selen

dang

) saat u

dara dingin 

atau

 cuaca be

rang

in 

Oba

t‐oba

tan. Beri tah

u do

kter te

ntan

g semua

 oba

t‐oba

tan yang

 and

a ko

nsum

si sepe

rti o

bat flu, aspirin, vita

min, d

an su

plem

en lainnya, dan

 oba

t beta bloker non

 selektif (te

rmasuk dalam

 oba

t tetes

mata)

Be

tulkan

 keran

, pipa, atau sumbe

r air lain yan

g bo

cor d

engan ad

anya jamur di sekita

r sumbe

r air terseb

ut 

Be

rsihkan pe

rmukaan yang

 berjamur den

gan pe

mbe

rsih yan

g men

gand

ung pe

mutih 

Page 49: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

74 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 75UKK Respirologi IDAI

30. Wheeler LS, Bartholomew LK, Boehm R, Brasler M, Constante C, Goldberg E, dkk. Managing asthma a guide for schools 2003. Diunduh dari: http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/lung/asthma/asth_sch.pdf.

31. Woodfine L, Neal RD, Edwards RT, Linck P, Mullock L, Nethans N, dkk. En-hancing ventilation in homes of children with asthma: pragmatic randomised controlled trial. Br J Gen Prac. 2011; DOI: 10.3399/bjgp11X606636.

32. Yeatts K, Washington D, Sleath B, Ayala GX, Gilette C, Williams D, dkk. Communication and education about triggers and environmental control strategies during pediatric asthma visits. Patient Educ Couns. 2012;86:63-9.

17. Liccardi G, Custovic A, Cazzola M, Russo M, D’Amato M,D’Amato G. Avoidance of allergens and air pollutants in respiratory allergy. Allergy. 2001:56:705-22.

18. Maryland State Department of Education Student Services and Alternative Programs Branch. Management of student with asthma in school mary-land state school health services guideline 2006 .Diunduh dari:http://www.marylandpublicschools.org/NR/rdonlyres/6561B955-9B4A-4924-90AE-F95662804D90/35018/Asthma_Guidelines_02272013_.pdf.

19. Matondang MA, Lubis HM, Daulay RM, Panggabean G, Dalimunthe W. Peran komunikasi, informasi, dan edukasi pada asma anak. Sari Pediatri. 2009;10:314-9.

20. Murphy S, Bleecker ER, Boushey H, Buist AS, Busse W, Clark NM, dkk. Practical guide for the diagnosis and management of asthma based on the expert panel report 2: guidelines for the diganosis and management of asth-ma. 1997. Diunduh dari: http://www.niehs.nih.gov/health/assets/docs_a_e/asthma_action_plan_.pdf.

21. Myers TR. Guidelines for asthma management: a review and comparison of 5 current guidelines. Respir Care. 2008; 53:751–69.

22. National Heart, Lung, and Blood Institute. National asthma education and prevention program expert panel report 3: guidelines for the diagnosis and management of asthma full report 2007. Diunduh dari: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.pdf.

23. Platts-Mills T, Leung DYM, Schatz M. The role of allergens in asthma. Am Fam Physician. 2007;76:675-80.

24. Rahajoe N. Pengobatan pencegahan asma. Cermin Dunia Kedokteran. 1991; 69:45-9

25. Risnes KR, Belanger K, Murk W, Bracken MB. Antibiotic exposure by 6 months and asthma and allergy at 6 years: findings ina cohort of 1,401 us children. Am J Epidemiol. 2011;173:310-8.

26. Stevens CA, Wesseldine LJ, Couriel JM, Dyer AJ, Osman LM, Silverman M. Parental education and guided self-management of asthma and wheezing in the pre-school child: a randomised controlled trial. Thorax. 2002;57:39–44.

27. Sin DD, Sutherland ER. Obesity and the lung : 4. Obesity and asthma. Tho-rax. 2008; 63:1018–23.

28. The International Study of Asthma and Allergies in Childhood. The glob-al asthma report 2011. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease.. Diunduh dari: http://www.globalasthmareport.org/.

29. Vichyanond P, Pensrichon R, Kurasirikul S. Progress in the management of childhood asthma. Asia Pac Allergy. 2012;2:15-25.

Page 50: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

76 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 77UKK Respirologi IDAI

Sebagian besar pasien asma terkena rinitis dan sekitar 20-40% pasien dengan rinitis persisten akan berkembang menjadi asma. Rinitis selain sebagai faktor risiko terjadinya asma, juga merupakan salah satu faktor yang akan meningkatkan derajat keparahan asma dan penggunaan obat-obatan asma. Alergen yang ditengarai berpotensi menimbulkan rinitis dan asma adalah alergen indoor dan outdoor seperti tungau debu rumah (house dust mite), bulu binatang, dan pollen. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) merekomendasikan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya asma pada semua pasien dengan rinitis.

Rinitis alergi sering luput tidak terdiagnosis pada pasien asma dan sering pula tidak diobati dengan semestinya. Terbukti bahwa penelantaran pengobatan rinitis meningkatkan morbiditas asma. Tata laksana rinitis yang tepat akan memperbaiki gejala asma. Obat anti inflamasi termasuk steroid topikal, antileukotrien, dan antikolinergik dapat berperan efektif baik pada rinitis maupun asma. Tetapi, ada obat yang hanya efektif terhadap rinitis (misalnya antagonis H1) dan efektif terhadap asma (misalnya agonis β2).

Penelitian tentang penggunaan steroid intranasal untuk rinitis alergi menunjukkan perbaikan gejala nasal (bersin, rinorea, hidung buntu dan gatal), serta gejala okular jangka pendek. Oleh karena itu, cukup beralasan untuk mengasumsikan bahwa pengobatan rinitis alergi yang menyertai asma akan mengurangi gejala rinitis. Pertanyaannya adalah apakah pengobatan rinitis alergi akan memperbaiki kendali asma? Pada pasien dewasa, penggunaan steroid intranasal berhubungan dengan penurunan bermakna risiko perawatan darurat dan rawat inap terkait asma (adjusted OR: 0,75; KI95%: 0,62-0,91 dan 0,56; 0,42-0,76, berurutan). Kelompok ARIA merekomendasikan pemakaian steroid intranasal baik pada pasien dewasa maupun anak, walaupun bukti pada anak masih lebih rendah dibanding dengan pada dewasa.

Sinusitis merupakan komplikasi dari infeksi respiratori atas, rinitis alergi, atau bentuk lain dari obstruksi nasal. Sinusitis akut maupun kronik dapat memperburuk gejala asma. Diagnosis sinusitis, selain berdasarkan gambaran klinis, direkomendasikan pula untuk berdasarkan pemeriksaan penunjang seperti CT scan. Dokter perlu membedakan sinusitis viral dan sinusitis bakteri. Bila dicurigai infeksi bakteri dengan gejala menetap lebih dari 10 hari dan tidak membaik; panas tinggi yang didahului purulent nasal discharge sedikitnya 3-4 hari, atau perburukan gejala infeksi respiratori atas setelah sebelumnya menunjukkan gejala perbaikan (double sickening), direkomendasikan diberikan antibiotik.

BAB VIIIAsma dengan

Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta atau komorbid yang sering ditemukan pada pasien asma di antaranya rinitis alergi, rinosinusitis, penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease = GERD), obesitas, dan infeksi respiratori. Dalam menghadapi pasien asma yang tidak dapat mencapai derajat kendali, salah satu yang harus dipikirkan adanya kondisi komorbid ini karena gejala respiratori yang berkelanjutan kadang hanya dipikirkan disebabkan asma semata.

Sebagian besar pasien asma dapat mencapai derajat kendali yang baik tetapi beberapa pasien asma ada yang tidak dapat mencapai derajat kendali meskipun sudah dengan terapi yang optimal. Pasien yang tidak dapat mencapai derajat kendali pada tahap 4 tata laksana asma jangka panjang (obat pereda dan dua atau lebih obat pengendali) dikategorikan sebagai difficult-to-treat asthma. Pasien difficult-to-treat asthma merupakan pasien asma yang memiliki respons jelek atau parsial terhadap pengobatan, baik karena pengaruh asma itu sendiri maupun karena adanya pengaruh faktor-faktor lain. Selain penyakit penyerta, hal lain yang dapat menjadi penyebab difficult-to-treat asthma adalah ketepatan diagnosis, akses yang kurang terhadap pengobatan medis, kepatuhan yang jelek terhadap pengobatan, metode inhalasi yang salah, pajanan lingkungan seperti perokok pasif atau pajanan terhadap alergen, dan faktor psikososial.

Rinitis alergi dan rinosinusitis

Rinosinusitis dan asma menunjukkan terdapat hubungan antara saluran respiratori atas dan bawah yang dikenal sebagai konsep united airway disease. Dasar pemikiran konsep ini antara lain teori tentang epitel, inervasi (sinu-nasal-bronchial reflex), dan inflamasi (bone marrow derived systemic inflammation syndrome). Di antara ketiga teori tersebut, teori inflamasi dikatakan yang paling banyak berperan.

Page 51: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

78 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 79UKK Respirologi IDAI

Infeksi respiratori

Infeksi respiratori berperan penting pada asma karena dapat memperburuk timbulnya gejala asma dan umum ditemukan pada anak yang mengalami serangan asma. Mikroorganisme yang sering dikaitkan dengan peningkatan gejala asma adalah virus, sedangkan bakteri lebih jarang. Virus yang sering menjadi penyebab wheezing pada bayi adalah respiratory syncytial virus, sementara rhinovirus merupakan trigger utama wheezing dan memperparah gejala asma pada anak yang lebih besar dan dewasa. Virus respiratori lain seperti virus influenzae, parainfluenzae, adenovirus, dan coronavirus juga dikaitkan dengan timbulnya wheezing dan gejala asma.

Sejumlah mekanisme yang menerangkan virus respiratori ini dapat menjadi trigger wheezing dan meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas, termasuk kerusakan epitel saluran napas, stimulasi antibodi IgE spesifik, pengeluaran mediator dan late asthmatic response terhadap alergen inhalasi. Selain itu infeksi virus ikut berperan dalam respons inflamasi.

Tata laksana saat terjadi serangan asma yang dipicu infeksi virus sama seperti tata laksana serangan asma karena sebab lain yaitu dengan inhalasi agonis β2 kerja pendek dan steroid oral.

Peran infeksi Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae dalam patogenesis atau perburukan gejala asma belum jelas, termasuk penggunaan makrolid.

Daftar Bacaan1. Adams RJ, Fuhlbrigge AL, Finkelstein JA, Weiss ST. Intranasal steroids and

the risk of emergency department visits for asthma. J Allergy Clin Immunol. 2002;109:636-42.

2. Bousquet J, Mantzouranis E, Cruz AA, Aı¨t-Khaled N, Baena-Cagnani CE, Bleecker ER, dkk. Uniform definition of asthma severity, control, and exacerba-tions: Document presented for the World Health Organization Consultation on Severe Asthma. J Allergy Clin Immunol. 2010;126:926-38.

3. Bousquet J, Van Cauwenberge P, Khaltaev N. Allergic rhinitis and its impact on asthma. J Allergy Clin Immunol. 2001;108:S147-334.

4. Bowrey DJ, Peters JH, DeMeestervTR. Gastroesophageal reflux disease in asth-ma: effects of medical and surgical antireflux therapy on asthma control. Ann Surg. 2000;231:161-72.

Refluks gastroesofageal

Refluks gastroesofageal merupakan faktor yang sering terlupakan dalam etiopatogenesis asma. Asma dan refluks gastroesofageal dapat terjadi bersamaan pada seorang pasien tanpa saling berhubungan atau keduanya saling memberatkan, karena efek fisiologis obstruksi saluran respiratori pada asma memperburuk refluks gastroesofageal atau refluks gatroesofageal memicu terjadinya bronkokonstriksi pada asma.

Kecurigaan terdapatnya refluks gastroesofageal sebagai penyakit penyerta asma, khususnya pada pasien difficult-to-treat asthma, dipikirkan jika terdapat gejala asma yang memberat terutama malam hari atau saat berbaring, atau memburuk setelah makan.

Telaah pustaka tentang pengobatan refluks gastroesofageal dengan berbagai macam modalitas seperti proton pumps inhibitor, antagonis H2, dan pembedahan gagal menunjukkan keuntungannya. Penelitian pada pasien asma dewasa tanpa gejala refluks gastroesofageal menunjukkan pengobatan dengan proton pumps inhibitors (PPI) tidak memperbaiki gejala ataupun eksaserbasi asma. Hasil penelitian pengobatan antirefluks tidak terbukti bermanfaat, terutama pada anak yang lebih besar, tetapi pengobatan secara empiris cukup beralasan pada anak yang lebih kecil jika riwayatnya mendukung adanya refluks gastroesofageal.

Obesitas

Asma akan lebih sulit dikendalikan pada pasien dengan obesitas. Hubungan antara obesitas dengan asma cukup kompleks. Faktor yang memengaruhi diantaranya adalah pengaruh refluks gastroesofageal, efek dari obstructive sleep apnea, faktor mekanik, dan faktor lain yang belum bisa ditentukan. Literatur juga menunjukkan terdapat perbedaan jenis kelamin, perkembangan paru, dan pubertas yang memengaruhi interaksi antara obesitas dengan jalan napas. Diagnosis asma pada pasien obesitas seyogyanya disertai dengan pengukuran parameter hiperreaktivitas bronkus karena gejala respiratori pada pasien obesitas seringkali menyerupai asma. Tidak cukup bukti yang menyatakan adanya perbedaan tata laksana asma dengan obesitas atau tanpa obesitas. Penurunan berat badan pada pasien obesitas akan memperbaiki derajat kendali asma, fungsi paru, dan mengurangi kebutuhan penggunaan obat-obatan.

Page 52: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

80 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 81UKK Respirologi IDAI

BAB IXAsma pada Anak

Balita

Diagnosis asma pada anak usia ≤5 tahun (balita), merupakan suatu tantangan tersendiri karena manifestasi klinis tidak spesifik dan beragam. Wheezing berulang merupakan gejala paling sering terjadi, tetapi kita tidak dapat menegakkan diagnosis asma secara langsung, karena wheezing pada anak balita dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satu yang tersering adalah oleh infeksi virus saluran respiratori dengan akibat terjadi obstruksi parsial. Kekerapan dan lamanya wheezing selama infeksi respiratori akut, ditambah dengan riwayat alergi pada keluarga, menjadi indikator utama untuk memulai dugaan ke arah asma.

Patogenesis dan patofisiologi asma anak balita

Patofisiologi asma anak balita tidak banyak dapat diterangkan karena keterbatasan penelitian pada usia ini. Pada anak balita terdapat dua pola klinis asma yaitu non-atopic viral respiratory infection-induced asthma dan asma atopik (atopic asthma) dengan gejala menetap. Pada penelitian pengamatan profil sitokin dari broncho-alveolar lavage (BAL) ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan (heterogenisitas) dalam inflamasi saluran respiratori yaitu bahwa pada anak prasekolah yang didiagnosis asma, respons Th-2 dominan (IL-4 tinggi dan IFN- γ rendah ) ditemukan pada asma atopik, sedangkan respons inflamasi Th-1 (IL-4 rendah dan IFN-γ tinggi) lebih sering diidentfikasi pada asma non-atopik. Atas dasar keadaan ini maka diduga terdapat perbedaan mekanisme imun dan inflamasi untuk virus respiratory infection-induced asthma dan asma atopik. Fenotip asma yang paling sering terdapat pada anak prasekolah adalah non-atopic viral respiratory induced asthma.

Beberapa istilah dan klasifikasi wheezing terdahulu yang sering digunakan pada penjelasan tentang asma pada balita, ternyata merupakan fenotip wheezing yang bersifat sementara dan tidak jelas apabila diterapkan di dalam praktik klinis. Klasifikasi wheezing seperti viral induced wheezing,

5. Brozek JL, Bousquet J, Baena-Cagnani CE, Bonini S, Canonica GW, Casale TB, dkk. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) guidelines: 2010 revi-sion. J Allergy Clin Immunol. 2010;126:466-76.

6. Busse WW. Respiratory infections: their role in airway responsiveness and the pathogenesis of asthma. J Allergy Clin Immunol. 1990;85:671-83.

7. Chan WW, Chiou E, Obstein KL, Tignor AS, Whitlock TL. The efficacy of pro-ton pump inhibitors for the treatment of asthma in adults: a meta analysis. Arch Intern Med. 2011;171; 620-9.

8. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJC, Hicks LA, dkk. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. Diunduh dari http://cid.oxfordjournals.org/atIDSA.

9. Ciprandi G, Caimmi D, del Guidice MM, La Rosa M, Salpietro C, Marseglia GL. Recent developments in united airways disease. Allergy Asthma Immunol Res. 2012;4:171-7.

10. Corren J, Manning BE, Thompson SF, Hennessy S, Strom BL. Rhinitis therapy and the prevention of hospital care for asthma: a case-control study. J Allergy Clin Immunol. 2004;113:415-19.

11. Dahl R, Nielsen LP, Kips J, Foresi A, van Cauwenberge, Tudoric N, dkk. Intra-nasal and inhaled fluticasone propionate for pollen induced rhinitis and asthma. Allergy. 2005;60:875-81.

12. Enell IU, Skybo T, Camargo CA Jr. Weight loss and asthma: a systematic review. Thorax. 2008;63:671-6.

13. Global Initiative for Asthma (GINA). Diunduh dari http://www.ginasthma.org/.14. Mathew JL, Sign M, Mittal SK. Gastroesophageal reflux and bronchial asthma:

current status and future directions. Post Grad Med J. 2004;80:701-5.15. Matronarde JG, Anthonisen NR, Castro M, Holbrook JT, Leone FT, Teague

WG, Wise RA. Efficacy of esomeprazole for treatment of poorly controlled asth-ma. N Engl J Med. 2009;360:1487-99.

16. Passalacqua G, Ciprandi G, Canonica GW. United airways disease: therapeutic aspects. Thorax. 2000;55:S26-S27

17. Price D, Zhang Q, Kocevar VS, Yin DD, Thomas M. Effect of a concomitant diagnosis of allegic rhinitis on asthma related health care use by adults. Clin Exp Allergy. 2005;35:282-7.

18. Saint-Pierre P, Bourdin A, Chanez P, Daures JP, Godard P. Are overweight asrh-matics more difficult to control? Allergy 2006;61:97-84.

19. Stardal K, Johannesdoltir GB, Bentsen BS, Knudsen PK, Carlsen KCL, Closs O, dkk. Acid Supression does not change respiratory symptoms in children with asthma and gastroesophageal reflux disease. Arch Dis Child. 2005;90:956-60.

20. Thakkar K, Boatright RO, Gilger MA, El Serag HB. Gastroesophageal reflux and asthma in children: a systematic review. Pediatrics. 2010;125:e925-30.

Page 53: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

82 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 83UKK Respirologi IDAI

Tabel 9.1. Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak balita (Modifikasi GINA 2015)

Gambaran Klinis Karakteristik yang Mendukung AsmaBatuk Batuk berulang atau persisten non-produktif yang

dirasakan lebih berat pada malam hari disertai dengan wheezing dan atau sesak. Batuk terjadi pada saat aktivitas, tertawa, menangis atau terpajan asap rokok tanpa infeksi respiratori

Wheezing Terjadi berulang, pada saat tidur atau dicetuskan oleh infeksi virus, aktivitas, tertawa, menangis atau terpajan asap rokok atau polusi air (dalam ruangan atau luar ruangan)

Kesulitan bernapas Terjadi pada saat demam, aktivitas, tertawa atau menangisAktivitas terbatas Tidak dapat berlari, bermain atau tertawa dengan intensitas

yang sama dengan anak lain, mudah lelah pada saat berjalan (selalu ingin digendong)

Riwayat keluarga Penyakit alergi lain (dermatitis atopi dan rinitis)Asma pada orang tua atau saudara kandung

Uji terapi dengan steroid inhalasi dosis rendah dan pemberian agonis β2 kerja pendek bila diperlukan (as needed)

Klinis membaik selama 2-3 bulan dengan obat pengendali dan memburuk ketika pengobatan dihentikan.

Pemeriksaan penunjangTidak ada pemeriksaan spesifik untuk diagnosis asma pada anak balita, tetapi be-berapa uji berikut mungkin membantu.

a. Uji terapi Uji terapi dengan menggunakan bronkodilator inhalasi (short–acting

beta agonist, agonis β2 kerja pendek) bila diperlukan dan steroid inhalasi (SI) dosis rendah yang diberikan selama 2-3 bulan dapat membantu menegakkan diagnosis asma. Apabila gejala berkurang selama pengobatan dan memberat pada saat pengobatan dihentikan, maka diagnosis asma menjadi lebih kuat.

a. Uji untuk atopi Sensitisasi terhadap alergen untuk diagnosis asma dapat diperiksa

dengan uji cukit kulit, eosinofil darah ≥4%, atau IgE alergen spesifik, tetapi kurang bermakna pada anak balita. Gejala atopi sering ditemukan pada mayoritas anak asma ketika mereka berusia lebih dari 3 tahun, akan tetapi jika tidak ada atopi belum tentu anak tidak asma.

episodic wheezing, transient wheezing, persistent wheezing, late-onset wheezing, tidak praktis pada pemakaian sehari-hari, sehingga cenderung over- dan underdiagnosis asma.

Diagnosis asma anak balita

Kekerapan dan durasi gejala, pemicunya terhadap gejala, riwayat alergi pada pasien serta riwayat asma pada keluarga dipakai sebagai petunjuk awal untuk menduga asma.

Diagnosis asma pada anak balita didasarkan pada pendekatan probabilitas yang terdiri dari komponen-komponen berikut:• Pola gejala (wheezing, batuk, sesak napas, terbangun malam hari karena

asma) (lihat tabel 9.1)• Adanya faktor risiko untuk berkembang asma (riwayat alergi pada

pasien dan/atau asma pada keluarga) • Respons terhadap terapi pengendali

Gambar 9.1. Skema kemungkinan asma pada anak balita (Modifikasi GINA 2015)

 

               

  

Gejala (batuk, wheezing, sulit bernapas) ≤10 hari selama IRA   2‐3 episode/tahun  

  Tidak ada gejala di antara episode  

  Alergi/atopi pada pasien, riwayat asma pada keluarga (‐)  

MUNGKIN BUKAN ASMA 

Gejala (batuk, wheezing,sulit bernapas) >10 hari selama IRA  >3 episode/tahun, atau episode berat dan/atau perburukan malam hari 

Di antara episode anak mungkin batuk, wheezing atau sulit bernapas  

Alergi/atopi pada pasien, riwayat asma pada keluarga (+/‐)   

MUNGKIN  ASMA 

Gejala (batuk, wheezing,sulit bernapas) >10 hari selama IRA  >3 episode/tahun, atau episode berat dan/atau perburukan malam hari 

Di antara episode anak mungkin batuk, wheezing atau sulit bernapas  

Alergi/atopi pada pasien, riwayat asma pada keluarga (+)  

SANGAT MUNGKIN  ASMA 

Keterangan: • Skema di atas menggambarkan bahwa asma pada anak balita merupakan suatu spektrum

yang dinamis, semakin ke kanan pola gejala yang ditemui, maka makin kuat dugaan ke arah asma, dan seorang pasien dapat berubah posisinya seiring waktu.

• Bila seorang balita sudah memenuhi klinis sesuai kriteria klasik asma, maka bisa langsung didiagnosis asma tanpa melalui algoritma diagnosis asma

Page 54: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

84 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 85UKK Respirologi IDAI

• Wheezing yang terus menerus• Gagal terhadap pemberian obat pengendali asma• Tidak ada gejala dengan pemicu tertentu, seperti IRA• Tanda-tanda kelainan paru atau kardiovaskuler atau jari tabuh (clubbing

of fingers)• Hipoksemia saat tidak infeksi virus

Tata laksana jangka panjang asma anak balita

Secara umum, evaluasi gejala pada asma anak balita sama dengan asma pada usia di atas 5 tahun. Komponen kunci adalah edukasi, pelatihan pemakaian alat inhalasi yang benar dan keteraturannya, strategi nonfarmakologi termasuk kontrol lingkungan yang baik, monitoring berkala, dan evaluasi klinis. Seperti pada asma anak >5 tahun, obat asma diberikan secara bertahap sesuai dugaan awal yang akan menentukan di jenjang mana terapi dimulai.

JENJANG 1: Agonis β2 kerja pendek inhalasi bila perluPada jenjang ini, kemungkinan diagnosis penyakit bukan asma. Semua anak yang mengalami episode wheezing harus diberikan agonis β2 kerja pendek inhalasi untuk mengurangi gejala (Evidence D). Tidak perlu pemberian obat pengendali asma.

JENJANG 2: Uji terapi dengan SI dosis rendah, agonis β2 kerja pendek inhalasi bila perluSemua anak yang mengalami episode wheezing harus diberikan agonis β2 kerja pendek inhalasi untuk mengurangi gejala (Evidence D). Terapi bronkodilator oral tidak direkomendasikan karena awitan aksi yang lambat dan tingkat efek samping yang tinggi dibandingkan dengan agonis β2 kerja pendek inhalasi (Evidence D). Pada jenjang ini anak mungkin/sangat mungkin asma, sehingga dapat dicoba uji terapi dengan steroid inhalasi dosis rendah.

JENJANG 3: Terapi awal dengan obat pengendali, dengan agonis β2 kerja pendek inhalasi bila perluSteroid inhalasi dosis rendah tiap hari ditambah agonis β2 kerja pendek bila perlu. Steroid inhalasi dosis rendah merupakan pilihan terbaik untuk terapi inisial agar tercapai kendali asma pada anak ≤5 tahun (Evidence A). Terapi

b. Foto Rontgen toraks Jika terdapat keraguan, maka dapat dilakukan foto Rontgen toraks

untuk melihat adanya kelainan struktur, benda asing, atau gambaran tuberkulosis. Foto Rontgen toraks lebih berperan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Diagnosis bandingTabel 9.2. Diagnosis banding asma anak balita

Kondisi Karakteristik tipikal1. Infeksi virus pada saluran

respiratori, termasuk bronkiolitis

Utamanya batuk, hidung pilek dan tersumbat <10 hari, wheezing biasanya ringan, tidak muncul gejala di antara infeksi

2. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)

Batuk ketika makan; infeksi paru berulang; mudah muntah terutama setelah makan terlalu banyak; respons buruk terhadap terapi asma

3. Aspirasi benda asing Episode mendadak, batuk dan/atau stridor yang berat saat makan atau bermain; batuk dan infeksi paru yang berulang; tanda-tanda infeksi paru fokal

4. Tuberkulosis Batuk yang persisten; demam yang tidak respons terhadap antibiotik; pembesaran kelenjer limfe; respons buruk terhadap bronkodilator atau steroid inhalasi; riwayat kontak dengan pasien TB paru

5. Displasia bronkopulmoner

Riwayat lahir prematur; BBLR; membutuhkan ventilasi mekanik yang lama atau suplemen oksigen; susah bernapas sudah ada sejak lahir

6. Pertusis Diawali dengan gejala selesma pada fase kataral (2-3 minggu pertama), berlanjut dengan batuk terus menerus kadang diakhiri dengan inspirasi dalam berbunyi whoop, riwayat tidak atau belum mendapat imunisasi DPT lengkap,

7. Rinosinusitis Batuk berulang dengan tipe batuk yang berdehem (ekspiratori refleks) yang juga disertai oleh gejala hidung yang dominan

Indikasi untuk rujukan

Jika ditemukan hal berikut, maka perlu dirujuk ke konsultan terkait untuk penelusuran lebih lanjut :• Gagal tumbuh• Neonatus atau awitan gejala yang sangat dini (khususnya jika terjadi

gagal tumbuh)• Muntah yang disertai gejala respirasi

Page 55: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

86 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 87UKK Respirologi IDAI

awal ini harus diberikan setidaknya selama 3 bulan untuk memastikan efektifitasnya dalam mencapai kendali asma yang baik. Bila belum terkendali, dapat ditambahkan Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA).

JENJANG 4: Obat pengendali tambahan dengan agonis β2 kerja pendek inhalasi bila perluJika terapi awal 3 bulan dengan steroid inhalasi dosis rendah gagal untuk mengendalikan gejala, atau jika eksaserbasi menetap, lihat hal berikut ini sebelum mempertimbangkan untuk menaikkan terapi.• Pastikan bahwa gejala-gejala disebabkan asma bukan karena penyakit

yang lain• Tilik dan koreksi penggunaan inhaler• Pastikan keteraturan pemakaian obat sesuai dosis yang ditentukan• Selidiki tentang faktor risiko seperti alergen atau pajanan asap rokok

Pilihan utama pada jenjang ini adalah steroid inhalasi dosis menengah (gandakan dosis rendah), sedangkan pilihan lain yang dapat diberikan yaitu kombinasi LTRA dengan steroid inhalasi dosis rendah.

JENJANG 5: Lanjutkan obat pengendali dan rujuk ke konsultan respirologi anak untuk pemeriksaan lebih lanjutPilihan terbaik pada jenjang ini adalah merujuk anak ke konsultan respirologi anak untuk investigasi lebih lanjut (Evidence D). Jika penggandaan dosis steroid inhalasi inisial gagal mencapai kendali asma yang baik, dan jika kendali gejala tetap jelek dan/atau eksaserbasi yang menetap, atau jika dicurigai adanya efek samping terapi, anak harus dirujuk ke konsultan respirologi anak.

Tabel 9.3. Steroid inhalasi (SI) harian dosis rendah untuk anak balita

Obat Dosis rendah per hari (mcg)

Beclomethasone dipropionate (HFA)Budesonide MDI + spacerNebulisasi budesonideFluticasone propionate (HFA)

100200500100

MDI: metered dose inhaler; HFA: hydrofluoralkaneSumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2015

Gam

bar

9.2.

Tat

a la

ksan

a as

ma

anak

bal

ita

Kete

rang

an: S

I (st

eroi

d in

hala

si);

LTRA

(Leu

kotr

iene

Rec

epto

r Ant

agon

ist);

SA

BA (s

hort

act

ing

beta

ago

nist

, ago

nis

β2 k

erja

pen

dek)

Page 56: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

88 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 89UKK Respirologi IDAI

perbedaan. Kemungkinan perburukan klinis lebih cepat terjadi, sehingga klasifikasi serangan asma pada anak balita lebih agresif, dan cenderung untuk segera dilakukan rujukan ke rumah sakit. Tata laksana awal oleh orang tua di rumah, hanya boleh dilakukan satu-dua kali, dan harus segera dibawa ke IGD jika tidak terdapat perbaikan. Gejala awal serangan asma termasuk berikut:• Wheezing atau sesak napas yang akut atau subakut• Batuk terutama saat anak tidur• Letargis atau aktivitas berkurang• Gangguan aktivitas sehari-hari, termasuk makan• Respons buruk terhadap pengobatan• Gejala infeksi respiratori atas (selesma, common cold, rinofaringitis)

seringkali mendahului eksaserbasi asma.

Penilaian tingkat keparahan serangan asma

Tabel 9.5. Penilaian awal serangan asma pada anak balita

Gejala Ringan-sedang Berat/Mengancam nyawa

Kesadaran tergangguSaturasi oksigenBerbicara Frekuensi nadi

Sianosis sentralIntensitas wheezing

Tidak≥94%Per kalimat<100 x/menit

Tidak adaVariasi

Agitasi, bingung, atau mengantuk<90%Per kata>200 x/menit (0-3 tahun)>180 x/menit (4-5 tahun)Mungkin adaSuara napas mungkin lemah

Sumber: Modifikasi GINA 2015

Tabel 9.6. Indikasi rujukan rumah sakit segera untuk anak balita

Rujukan segera ke rumah sakit harus untuk anak balita, jika mengalami salah satu :

• Pada saat pemeriksaan inisial atau setelahnya• Anak tidak dapat bicara atau minum• Sianosis • Retraksi subkostal• Saturasi oksigen <92% • Suara napas menghilang pada auskultasi

• Respons kurang terhadap terapi bronkodilator inisial• Respons kurang terhadap 6 semprotan agonis β2 kerja pendek (2 semprotan

terpisah, diulang 3 kali) selama 1-2 jam• Takipnea* menetap walaupun telah diberi inhalasi agonis β2 kerja pendek 3 kali,

walaupun anak telah memperlihatkan perbaikan klinis • Lingkungan sosial yang memperburuk pemberian obat pereda, atau orang tua/

pengasuh yang tidak dapat mengatasi serangan asma di rumah*Laju pernapasan normal: <60 kali/menit untuk anak 0-2 bulan; <50 kali/menit untuk anak 2-12 bulan; <40 kali/menit untuk anak 1-5 tahun

Penentuan tingkat kendali asmaMenentukan tingkat kendali gejala asma pada anak balita tidak mudah. Dokter bergantung pada laporan anggota keluarga atau pengasuh, sehingga anamnesis harus dilakukan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

Tabel 9.4. Klasifikasi asma anak balita berdasarkan derajat kendali

Karakteristik Terkendali penuh(semua kriteria di bawah)

Terkendali sebagian(1-2 kriteria dalam 1 minggu)

Tidak terkendali(3-4 kriteriadalam 1 minggu)

Gejala pada siang hari (wheezing, batuk, sesak napas)

Tidak ada (<2x/minggu)

≥2x/minggu (dalam waktu beberapa menit dan teratasi dengan bronkodilator kerja pendek)

≥2x/minggu (dalam waktu beberapa menit atau jam atau kambuh, teratasi sebagian atau sepenuhnya dengan bronkodilator kerja pendek)

Keterbatasan aktivitas

Tidak ada Ada (batuk, wheezing, sesak napas setelah olahraga, tertawa dan aktivitas berlebihan)

Ada (batuk, wheezing, sesak napas setelah olahraga, tertawa dan aktivitas berlebihan)

Terbangun pada malam hari karena asma

Tidak ada Ada (batuk ketika tidur, terbangun karena batuk, wheezing dan/atau sesak)

Ada (batuk ketika tidur, terbangun karena batuk, wheezing dan/atau sesak)

Kebutuhan terhadap obat pereda

≤2 hari/minggu >2 hari/minggu >2 hari/minggu

Sumber: GINA 2014

Menilai respons dan penyesuaian terapi• Kunjungan rutin tiap 3-6 bulan, untuk evaluasi kendali asma, faktor

risiko dan efek samping.• Tinggi anak harus diukur minimal tiap 3 bulan, atau lebih sering.• Jika terapi dihentikan, jadwalkan kunjungan kontrol 3-6 minggu

setelahnya untuk memeriksa apakah gejala muncul lagi.• Orang tua/pengasuh harus diberikan rencana aksi asma (RAA) dengan

gejala spesifik yang rinci tentang perburukan asma, pengobatan yang harus diberikan di awal, dan kapan dan bagaimana mengontak petugas kesehatan.

Tata laksana serangan asma anak balitaPada prinsipnya gejala serangan asma pada anak balita hampir sama dengan anak di atas 5 tahun, kecuali pada beberapa indikator tertentu terdapat

Page 57: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

90 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 91UKK Respirologi IDAI

Kriteria pulang dari RS dan pemantauan setelah eksaserbaiSebelum dipulangkan keadaan anak harus stabil (misal anak harus sudah dapat berjalan dan bisa makan dan minum tanpa masalah).

Anak yang baru selesai mengalami eksaserbasi memunyai risiko untuk mengalami episode serangan ulang dan membutuhkan pemantauan. Tujuannya untuk memastikan perbaikan komplit, menentukan penyebab eksaserbasi, dan kapan sebaiknya menetapkan terapi lanjutan yang cocok dan kepatuhan anak (Evidence D).

Daftar Bacaan1. Bacharier L. Diagnosis and treatment of asthma in childhood: A PRAC-

TALL consensus report. Allergy. 2008;63:5–34.2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Na-

sional (RISKESDAS). Jakarta; 2007.3. Boehmer ALM, Merkus PJFM. Asthma therapy for children under 5 years of

age. Lippincott Williams & Wilkins.2006;12:34–41.4. Bisgaard H, Szefler S. Prevalence of asthma–like symptoms in young chil-

dren. Pediatr Pulmonol. 2007;42:723–728.5. Brand PL, Baraldi E, Bisgaard H, Boner AL, Castro–Rodriguez JA, Custovic

A, dkk. Definition, assessment and treatment of Wheezing disorders in pre-school children: An evidence–based approach. Eur Repir J. 2008;32:1096–1110.

6. Bufford JD, Gern JE, Early exposure to pets: Good or bad? Curr Allergy Asthma Rep. 2007;7:375–382.

7. Bush A. Phenotypic differences between pediatric and adult asthma. Proc Am Thorac Soc. 2009;6:712–9.

Keterangan:* PERINGATAN PEMBERIAN STEROID SISTEMIK:

• Steroid sistemik hanya diberikan pada serangan asma• Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah mendapat

steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah indikasi steroid oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan kemungkinan pasien sudah memerlukan obat pengendali.

!

Gambar 9.3. Tata laksana serangan asma pada anak balita di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes)/UGD

 

Page 58: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

92 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 93UKK Respirologi IDAI

22. Spycher B. Distinguishing phenotypes of childhood wheeze and cough using latent class analysis. Eur Respir J. 2008;31:974–81.

23. Spycher B. Phenotypes of childhood asthma: are they real? Clin Exp Allergy. 2010;40:1130–41.

24. Stein R. Peak flow variability, methacoline responsiveness and atopy as markers for detecting different Wheezing phenotypes in childhood. Thorax. 1997;52:946–52.

25. Stein RT, Martinez FD. Asthma phenotypes in childhood:lessons from an epidemiological approach. Paed Respir Rev.2004;5:155–161.

26. Szefler S, Weiss S, Tonascia J. Long–term effects of budesonide or nedocro-mil in children with asthma; The Childhood Asthma Management Program Research Group. N Engl J Med.2000;343:1054–63.

8. Carlsen K. Identification of asthma phenotypes in children. Breathe. 2011;8:39–43.

9. Global Initiative for Asthma. A Pocket Guide for Physicians and Nurses; 2009.

10. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Diagnosis and Prevention. Global Initiative for Asthma 2009. Diunduh dari: http://www. ginasthma. org.

11. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Management and Preven-tion. Global Initiative for Asthma 2015. Diunduh dari: http://www. ginasth-ma. org

12. Henderson J. Association of Wheezing phenotypes in the first 6 years of life with atopy, lung function, and airway responsiveness in mild–childhood. Thorax. 2008;63: 974–80.

13. Kuehni CE, Strippoli MP, Low N, Brooke AM, Silverman M. Wheeze and asthma prevalence and related health–service use in white and south Asian pre–school children in the United Kingdom. Clin Exp Allergy. 2007;37:1738–46.

14. Masoli M, Fabian D, Holt S, Beasley R. The global burden of asthma: Ex-ecutive summary of the GINA Dissemination Committee report. Allergy 2004;59:469–78.

15. Martinez FG, Wright AL, Taussig LM, Holberg CJ, Halonen M, Morgan WJ. Asthma and Wheezing in the first six years of life. The Group Health Medical Associates. N Engl J Med. 1995;332:133–8.

16. Moraitaki P. Severe Asthma : Definitions, risk factors and phenotype charac-terization. Pneumon. 2010;23:276–92.

17. Morgan WJ, Stm DA, Sherril DL, Guerra S, Holberg CJ, Guilbert TW, dkk. Outcome of asthma and Wheezing in the first 6 years f life follow–up through adolescence. Am J Respir Crit Care Med. 2005;172:1253–8.

18. NIH. National Asthma Education and Prevention Program. Expert Pan-el Report III: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma. Bethesda, MD: National Institutes of Health; National Heart, Lung, and Blood Institute; 2007. NIH Publication No. 07–4051.

19. Potter PC. Current guidelines for the management of asthma in young chil-dren. Allergy Asthma Immunol Res.2010;2:1–13.

20. Pontes MJF, Fonseca MTM, Camargos PAM, Affonso AGA, Calazans GMC. Asthma in children under five uears of age: problems in diagnosis and in inhaled corticosteroid treatmen. J Bros Pneumol.2005;31:244–53.

21. Roorda RJ, Mezei G, Bisgaard H, Maden C. Respons of preschool children with asthma symptopms to fluticasone propionate. J Allergy Clin Immu-nol.2001;108:540–6.

Page 59: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

94 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 95UKK Respirologi IDAI

Batuk lama dan berulang pasti asmaBatuk lama dan berulang merupakan gejala utama asma di samping wheezing dan sesak napas. Namun batuk lama dapat ditemukan pada beberapa keadaan di luar asma misalnya GERD (gastroesophageal reflux disease), pertusis, dan rinosinusitis. Perbedaan batuk lama dan berulang pada GERD dan asma adalah pada GERD selain batuk lama dapat disertai gejala lain seperti sering muntah, demam yang tidak tinggi, dan berat badan yang sulit naik serta umumnya pada anak di bawah 3 tahun. Pada asma, batuk lama biasanya diserta gejala lain seperti wheezing dan sesak sedangkan berat badan umumnya normal tidak terdapat failure to thrive (FTT).

Perbedaan batuk lama pada pertusis dan asma adalah pada pertusis batuknya disertai whooping dan sulit inspirasi bahkan disertai muntah sedangkan pada asma batuk bersifat episodik, terutama malam hari dan dapat sembuh dengan atau tanpa bronkodilator. Perbedaan batuk lama pada rinosinusitis dan asma adalah pada rinosinusitis disertai post nasal drip dan nyeri tekan pada daerah sinus paranasal. Di satu sisi rinosinusitis disertai gejala lain seperti hidung yang tersumbat dan gangguan suara sengau.

Diagnosis asma harus dengan uji fungsi paruPada asma terjadi sumbatan pada saluran respiratori yang dapat diketahui dengan pemeriksaan uji fungsi paru yaitu menurunnya FEV1 di bawah 80% dari prediksi uji fungsi paru sesuai umur, jenis kelamin, dan tinggi badan. Bahkan untuk menentukan diagnosis pasti asma adalah dengan uji provokasi bronkus dengan histamin atau metakolin. Terjadinya penurunan FEV1 sebesar 20% pada uji provokasi bronkus menunjukkan diagnosis pasti asma. Namun demikian bukan berarti tanpa pemeriksaan uji fungsi paru dengan atau tanpa provokasi bronkus, tidak dapat ditentukan asma. Asma dapat ditegakkan secara klinis dengan memperhatikan gejalanya yaitu batuk dan atau wheezing yang bersifat episodik (berulang) timbul terutama pada malam hari, dapat hilang dengan atau tanpa obat bronkodilator serta adanya atopi pada keluarga atau dirinya sendiri. Dengan kriteria tersebut sudah dapat didiagnosis asma dan ditatalaksana sebagai asma.

Diagnosis asma hanya pada anak di atas 5 tahunDiagnosis asma pada anak di atas 5 tahun lebih mudah yaitu ditandai dengan batuk lama dan atau wheezing. Pada anak yang lebih besar pemeriksaan uji fungsi paru dapat dilakukan tetapi pada anak di bawah 5 tahun (balita) uji fungsi paru tidak dapat dilakukan. Namun demikian bukan berarti

BAB XKekeliruan dalam Tata Kelola Asma

Asma merupakan penyakit paru kronik yang sering dijumpai pada anak. Diagnosis asma sering sulit ditegakkan karena beberapa penyakit dapat menyerupai asma. Di sisi lain asma kadang-kadang tidak terdiagnosis karena dianggap asma tidak mungkin terjadi pada anak di bawah 3 tahun. Demikian pula tata laksana asma masih banyak yang kurang tepat. Dalam bab ini dibahas tentang kekeliruan yang sering terjadi pada asma baik dalam hal diagnosis maupun tata laksana.

Kekeliruan pada diagnosis

Bila dijumpai wheezing pasti asmaWheezing merupakan gejala yang sering dijumpai pada asma selain batuk dan sesak. Wheezing merupakan manifestasi sumbatan saluran respiratori bagian bawah sehingga identik dengan sumbatan bronkus dengan diameter yang kecil. Namun demikian wheezing bukan hanya terjadi pada asma karena beberapa keadaan medis dapat memperlihatkan gejala wheezing seperti bronkiolitis, benda asing, bahkan pada bayi normal (chesty child). Pada bronkiolitis, wheezing dapat terjadi karena inflamasi pada bronkiolus akibat infeksi virus terutama RSV (respiratory syncytial virus) dan umumnya wheezing timbul pertama kali. Perbedaan asma dan bronkiolitis adalah pada bronkiolitis, wheezing terjadi pertama kali dan pada usia di bawah 2 tahun, sedangkan pada asma, wheezing terjadi berulang yang bersifat episodik, terutama malam hari, dan perbaikan yang nyata dengan bronkodilator dan umumnya pada anak di atas 2 tahun. Perbedaan wheezing akibat benda asing dan asma adalah pada benda asing wheezing terdengar pada satu sisi saja disamping adanya riwayat masuknya benda asing ke saluran respiratori sedangkan pada asma wheezing bersifat menyeluruh (dua sisi).

Perbedaan wheezing pada chesty child dan asma adalah pada chesty child biasanya terjadi pada bayi dengan berat badan lebih (obesitas) dengan riwayat atopi dan bayi tampak tetap ceria (tanpa gejala lainnya) sedangkan pada asma biasanya disertai gejala lain seperti batuk dan sesak.

Page 60: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

96 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 97UKK Respirologi IDAI

napas. Jika pada pasien asma terdapat rinitis alergi dapat digunakan antihistamin generasi baru untuk mengatasi gejala rinitisnya.

2. Steroid inhalasi dosis rendah (sebagai obat pereda) Steroid sistemik diberikan pada asma serangan ringan-sedang dan berat

disamping bronkodilator. Namun beberapa penelitian menggantikan steroid sistemik dengan steroid inhalasi dosis tinggi. Pemberian steroid dosis tinggi (2400 µg sehari dibagi 4 dosis) dilaporkan memunyai efektivitas yang sama dengan steroid sistemik. Dengan demikian penggunaan steroid dosis rendah untuk mengatasi serangan asma tidak dianjurkan karena data yang ada hanya dengan dosis tinggi.

3. Kombinasi steroid dan LABA sebagai pereda serangan Penggunaan kombinasi LABA, yang memiliki waktu kerja hingga

12 jam, dan steroid ditujukan sebagai obat pengendali. Penggunaan kombinasi obat tersebut sebagai pereda tidak tepat karena waktu kerja LABA yang panjang serta dosis steroid yang digunakan sebagai kombinasi adalah dosis rendah. Maka dari itu, perlu diingat bahwa terapi inhalasi LABA dengan steroid tidak bermanfaat sebagai pereda serangan asma, namun berguna bila digunakan sebagai pengendali, yang diberikan tiap 2 kali perhari.

4. Kekeliruan dalam pemberian obat nebulisasia. Pemberian obat nebulisasi harus sampai habis Pemberian bronkodilator pada serangan asma yang terbaik adalah

secara inhalasi dibandingkan oral. Dosis bronkodilator yang diberikan secara inhalasi pada serangan asma tidak tergantung pada usia dan berat badan, dan bila pada saat diberikan gejala menghilang maka dapat dihentikan tanpa harus menunggu sampai obat habis. Dengan demikian pemberian obat inhalasi tidak harus sampai habis meskipun dapat diberikan sampai habis.

b. Nebulisasi dengan campuran berbagai obat (SABA, steroid, mukolitik) untuk mengatasi serangan asma

Karakterisasi dari serangan asma adalah bronkospasme sehingga tata laksana awal serangan asma adalah menggunakan bronkodilator

diagnosis asma tidak dapat dilakukan pada anak balita. Pada pedoman ini dibahas secara khusus asma pada balita pada Bab IX.

Uji cukit kulitTidak semua anak untuk menentukan diagnosis asma memerlukan pemeriksaan penunjang uji cukit kulit. Uji cukit kulit hanya untuk menentukan anak atopi saja dan tidak spesifik untuk mendapatkan alergen yang utama. Meskipun uji cukit kulit positif belum tentu menjadi alergen yang utama karena harus dikonfirmasikan dengan kesesuaian/relevansi gejala yang timbul.

Foto Rontgen toraks perlu dilakukan untuk diagnosis asmaPatofisiologi asma adalah inflamasi saluran respiratori dan remodelling sehingga terjadi obstruksi aliran udara, yang dapat kembali spontan maupun dengan pengobatan. Kelainan asma pada foto Rontgen toraks tidak patognomonik. Salah satu gambaran yang dapat dilihat pada asma adalah emfisematus akibat gangguan aliran keluar udara dari paru. Namun, gambaran tersebut tidak selalu ditemukan dan dapat pula merupakan bagian dari penyakit paru dan saluran respiratori lain. Dengan demikian, foto Rontgen toraks bukan merupakan pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan asma. Foto Rontgen toraks baru dilakukan jika dipikirkan diagnosis lain selain asma.

Kekeliruan pada tata laksana

Pada saat serangan1. Antihistamin Asma merupakan penyakit respiratori yang sebagian besar didasari

alergi sehingga sering diberikan antihistamin pada saat serangan. Teori bahwa asma merupakan penyakit yang didasari alergi adalah benar tetapi pada saat serangan asma yang dominan adalah bronkokonstriksi sehingga terapi pilihan adalah bronkodilator. Pada serangan asma terjadi keadaan bronkokonstriksi, inflamasi dan hipersekresi yang dengan pemberian antihistamin terutama generasi pertama akan membuat sputum menjadi lebih kental yang dapat berakibat obstruksi saluran

Page 61: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

98 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 99UKK Respirologi IDAI

2. Obat asma dalam bentuk inhalasi berbahaya Prinsip dasar terapi inhalasi adalah pemberian obat dalam bentuk

aerosol melalui hirupan langsung ke saluran respiratori. Keuntungan pemberian obat secara inhalasi adalah dengan pemberian obat langsung ke organ target, yaitu saluran respiratori, dosis obat dapat diminimalisir sehingga efek sistemik kecil, efek maksimal di organ target, serta awitan kerja obat lebih cepat.

3. Pemakaian obat asma jangka panjang berbahaya Dasar penyakit asma adalah proses inflamasi kronik sehingga diperlukan

tata laksana jangka panjang. Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah mencapai kendali asma sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Pemberian tata laksana jangka panjang memiliki jenjang yang akan dievaluasi 6-8 minggu kemudian untuk ditentukan apakah kendali asma tercapai sehingga menentukan tata laksana selanjutnya, naik jenjang atau turun jenjang (lihat Bab V). Pemberian obat jangka panjang tidak berbahaya, justru dengan mengendalikan inflamasi kronik dan mengontrol gejala asma, anak dapat beraktivitas normal dan memiliki tumbuh kembang yang baik.

4. Obat asma menyebabkan ketergantungan Beberapa persepsi yang salah mengenai penggunaan obat pengendali

adalah obat akan dipakai selama hidupnya. Hal ini dapat benar tetapi juga dapat salah karena pada anak penggunaan obat pengendali dapat dihentikan apabila selama pengobatan dan proses penurunan obat pengendali anak dapat normal tanpa obat. Dikenal istilah step-up dan step down yaitu pada asma yang membutuhkan obat pengendali dapat diberikan dengan dosis tinggi lalu diturunkan bertahap sampai tidak memakai obat bila mungkin (step down). Disebut step up apabila dimulai dengan dosis kecil dan tidak ada respons maka dinaikkan sampai dosis yang optimal dan dipertahankan sampai akhirnya diturunkan secara bertahap.

5. Steroid oral sebagai pengendali Pemberian pengendali adalah dalam bentuk steroid inhalasi karena

awitan cepat, kerja pendek untuk mengatasi serangan asma tersebut. Dengan demikian, SABA merupakan pilihan obat pereda yang tepat untuk mengatasi serangan asma. Campuran berbagai obat, yaitu SABA, steroid (yang biasanya diberikan dalam dosis rendah), serta mukolitik tidak efektif untuk mengatasi serangan asma. Penggunaan mukolitik bahkan dapat memperburuk keluhan batuk pada serangan asma.

c. Nebulisasi dengan sistem paket Praktik yang sering dilakukan saat ini adalah pemberian nebulisasi

dengan sistem paket, yaitu telah ditentukan sebelumnya jumlah pemberian nebulisasi tanpa melihat gejala klinis. Obat yang sering digunakan adalah SABA, maupun campuran SABA dengan steroid, juga mukolitik. Praktik ini tentu tidak bermanfaat dan dapat berbahaya pada pasien. Nebulisasi merupakan salah modalitas pemberian obat langsung ke organ target yaitu saluran respiratori, sesuai dengan indikasi klinis. Tanpa indikasi yang jelas, misalnya absennya gejala saluran respiratori, nebulisasi tidak perlu diberikan. Pemberian obat yang tidak tepat dapat merugikan pasien dengan munculnya efek samping, misalnya takikardi pada pemberian agonis β, atau tumbuh jamur pada rongga oral pada pemberian nebulisasi steroid sistem paket.

Tata laksana jangka panjang

1. Penggunaan bronkodilator kerja pendek (SABA) sebagai pengendali Pada serangan asma terjadi bronkokonstriksi sehingga obat pilihan

adalah bronkodilator. Pada asma persisten serangan asma dapat terjadi hampir setiap bulan sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut maka setiap hari selalu diberikan bronkodilator. Hal ini tidak dianjurkan karena penggunaan bronkodilator kerja pendek dalam waktu lama akan menyebabkan takifilaksis dan pengurangan reseptor agonis β2 yang berdampak kurang efektif terhadap bronkodilator.

Pada asma yang sering menggunakan bronkodilator dalam waktu lama harus dipertimbangkan bahwa asmanya sudah termasuk asma persisten yang membutuhkan obat pengendali misalnya steroid inhalasi.

Page 62: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

100 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 101UKK Respirologi IDAI

pada anak yang lebih kecil penggunaan MDI harus menggunakan spacer. Tanpa penggunaan spacer, hasil yang didapat tidak akan maksimal. Langkah-langkah penggunaan terapi inhalasi baik MDI, DPI maupun nebuliser harus dipahami sesuai dengan prosedur baku.

• Cara membersihkan spacer perlu diketahui. Cara membersihkan spacer dengan cara digosok harus dihindari karena menimbulkan gaya elektrostatis, hal ini menyebabkan partikel obat inhalasi menempel pada spacer sehingga tidak dapat mencapai saluran napas yang kecil. Pembersihan spacer dapat menggunakan air mengalir dan air sabun lalu diletakkan hingga kering dengan sendirinya..

• Pemilihan alat inhalasi sangat penting karena tidak semua anak dapat menggunakan berbagai jenis alat. Anak yang kecil harus menggunakan MDI dengan spacer atau nebuliser sedangkan anak yang lebih besar dapat menggunakan DPI. Pada anak sangat dianjurkan menggunakan spacer apabila alat inhalasi yang dipilih adalah MDI. Sementara, nebuliser dapat digunakan pada semua umur.

• Pada pemberian inhalasi dengan nebuliser masih terdapat beberapa pengertian yang salah yaitu penggunaan masker lebih baik dibandingkan mouth piece. Yang benar adalah penggunaan mouth piece lebih baik dibandingkan masker pada penggunaan nebulisasi kecuali pada bayi yang kurang kooperatif. Pada bayi penggunaan masker lebih baik dibandingkan mouth piece karena kesulitan teknik pada bayi yang harus berkoordinasi.

• Pada penggunaan MDI kesalahan yang sering adalah lupa untuk mengocok kanisternya sehingga dikhawatirkan homogenisasi antara zat aktif dan propelan kurang merata. Tindakan mengocok kanister dilakukan sesaat sebelum digunakan. Tujuan pengocokan adalah agar obat yang ada menjadi merata karena proses penyimpanan akan mengakibatkan adanya perubahan kelarutan cairan.

• Selain teknik, jenis obat yang diberikan pun memunyai peranan pada terapi inhalasi. Inhalasi dengan agonis β2 sering diberikan pada kasus rinitis padahal pemberian agonis β2 bermanfaat pada saluran napas intratorakal karena partikel yang dihasilkan lebih mencapai saluran napas kecil.

Untuk lebih jelas, dapat dipalajari dalam Terapi Inhalasi.

diberikan dalam waktu yang lama. Namun pemberian secara inhalasi membutuhkan teknik yang khusus dan kadang-kadang sulit bagi anak sehingga diberikan dalam bentuk sistemik (oral). Hal ini tidak dianjurkan karena pemberian steroid sistemik dalam jangka panjang memunyai efek samping yang berbahaya seperti hipertensi, gangguan pertumbuhan, dan osteoporosis. Dengan demikian penggunaan steroid sistemik jangka panjang sangat tidak dianjurkan karena efek sampingnya dan pemberian jangka panjang harus dalam bentuk inhalasi.

6. Udara pantai menyembuhkan asma Ada tata laksana suportif yang menyatakan bahwa udara pantai dapat

mengurangi kejadian serangan asma karena tungau debu rumah akan berkurang jumlahnya pada lingkungan pantai. Hal ini tidak terbukti karena prevalens asma di daerah pantai tetap tinggi dibanding daerah non pantai. Benar bahwa tungau debu rumah kurang dapat hidup dan berkembang biak pada udara pantai tetapi faktor risiko asma adalah multifaktorial sehingga tidak ada perbedaan antara daerah pantai dan non pantai.

7. Bagian tubuh binatang tertentu dapat digunakan sebagai obat asma Di berbagai daerah tertentu, konsumsi daging hewan tertentu,

misalnya kalong dan kelinci, serta rambut binatang dipercaya dapat menyembuhkan asma. Pandangan ini tentu tidak didukung dengan bukti ilmiah, bahkan dapat mengurangi kepatuhan pasien dalam mengikuti tata laksana asma yang benar. Prinsip utama tata laksana asma adalah penghindaran pencetus serangan asma, pemberian pereda saat serangan, dan pemberian tata laksana jangka panjang. Perlu diingat bahwa bagian tubuh hewan tersebut dapat berperan sebagai pencetus asma pada anak tertentu.

Kekeliruan pada terapi inhalasi

Dalam rangka menghasilkan efek yang optimal dan efektif maka beberapa kesalahan dalam penggunaan terapi inhalasi dapat diminimalkan. • Cara atau teknik pemberian terapi inhalasi perlu diperhatikan, seperti

Page 63: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

102 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 103UKK Respirologi IDAI

LAMPIRAN

Lampiran 1

Pilihan obat asma pada anakFungsi Nama

GenerikDosis Contoh nama

dagang yang tersedia di Indonesia

Sediaan Keterangan

Obat pereda(reliever)

Golongan agonis β (kerja pendek) dan/atau antikolinergik

Terbutalin Oral0,05−0,1 mg/kgBB/kaliDPIAnk 7-12 tahun: 0.25-0.5 mg, 4 kali sehariNebuliserBB >25kg: 5mg, 2-4 kali/hari

BricasmaR Tab 2.5mg

Turbuhaler 0.5mg/dosis

Respule 2.5mg/ml Salbutamol Oral

0,05−0,1 mg/kgBB/kali

MDIAnak 100-200 mcg, maksimal 4kali/hariDPIAnak 200 mcg, diberikan 3-4 kali/hariNebuliser Dosis awal 2.5 mg lalu dapat diulang 4 kali/hari

VentolinR

VentolinR inhaler

VentolinRotacapsR

VentolinR nebulisasi

Tab 2 mgSyr 2 mg/5ml

100mcg/semprot

Rotacap 200 mcg

Nebule 2.5 mg/2.5 ml

Salbutamol + ipratropium bromida

NebuliserDosis awal 2.5 mg lalu dapat diulang 4 kali/hari

CombiventR Unit Dose Vial (UDV) 2.5ml(Ipratropium Br 0.5mg, salbutamol sulfate 2.5 mg)

Fenoterol MDIInhaler 1 semprot/kali, ulangi bila perluNebuliserAnak >12 th: 0.5-2 ml, ulangi bila perlu hingga 4 kali/hari. Anak 6-12 th (22-36kgBB) 0.25-1.5ml ulangi bila perlu hingga 4 kali/hari.Anak <6 th: 50 mcg/kgBB/dosis ulangi bila perlu hingga 3 kali/hari

BerotecR MDI 100mcg/puff

Inhalation solution 0.1% (1 mg/ml)

Bahan Bacaan1. Barthwal MS. Pitfalls in the management of bronchial asthma. Medicine

Update. 2008;18:283-9.2. Corrigan C. Asthma: Tips and pitfalls in diagnosis and treatment. Prescriber.

2010;21:17-26.3. Khilnani GC, Banga A. Aerosol therapy. Indian J Chest Dis Allied Sci.

2008;50:209-19.4. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman-

ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Aller-gy.2012;67:976-97.

Page 64: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

104 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 105UKK Respirologi IDAI

Fungsi Nama Generik

Dosis Contoh nama dagang yang tersedia di Indonesia

Sediaan Keterangan

Obat pengendali(controller)

Golongan kombinasi steroid + LABABudesonid + Formoterol

Flutikason + Salmeterol

DPIObat pereda dan pengendali: ≥12th: 2 inhalasi/hariObat pengendali: anak ≥12th:1-2 inhalasi 2 kali/hari. Anak ≥6 th: Turbuhaler 80/4.5 mcg 1 inhalasi/hariDPITitrasi dosis hingga dosis terendah yang tidak menimbulkan gejala asma

SymbicortR

SeretideR

Diskus

Turbuhaler 80/4.5 mcg/dosis, Turbuhaler 160/4.5 mg/dosis

Diskus 100 mcg/50 mcg (flutikason 100 mcg dan salmeterol 50 mcg); Diskus 250 mcg/50 mcg, Diskus 500 mcg/ 50 mcg

Golongan kombinasi steroid + LABAFlutikason + Salmeterol

MDIAnak ≥12 th: 2 inhalasi 2 kali/hariAnak ≥4 th: 2 inhalasi Seretide 50, 2 kali/hari

SeretideR

InhalerSeretide 50 mcg/25 mcg (flutikason 50 mcg dan salmeterol 25 mcg), Seretide 125 mcg/25 mcg

Golongan obat kerja panjang/lepas terkendaliTeofilin lepas lambat

OralAnak >6 th: ½ kaplet, 2 kali/hari pagi dan malam

Kaplet lepas lambat 300 mg

Golongan antileukotrienZafirlukas

Montelukas

OralUsia ≥12 th 20mg/hari

OralUsia ≥15 th 10mg/hari; 6-14 th 5mg/hari; 2-5 th 4mg/hari; 12 bln-2 th 4 mg/hari oral granule

AccolateR Tablet salut film 20 mg

Oral granule 4 mg; tablet kunyah 4 mg dan 5 mg; tablet salut film 10 mg

Golongan anti-IgEOmalizumab Subkutan

75-600 mg dalam 1-4 injeksi subkutan tiap 2-4 minggu

XolairR Powder for injection 150 mg + solvent for injection

* LABA yang memunyai awitan kerja pendek

Fungsi Nama Generik

Dosis Contoh nama dagang yang tersedia di Indonesia

Sediaan Keterangan

Obat pereda(reliever)

Fenoterol + ipratropium bromida

MDISerangan akut anak >6 th: 2 semprot, ulangi bila diperlukan. Terapi jangka panjang 1-2 semprot, 3 kali/hari, maksimal 8 semprot/hari

BerodualR Ipratropium Br 0.02 mg dan fenoterol HBr 0.05 mg per semprot

Procaterol Oral Anak ≥6 th: 25 mcg 2 diberikan kali/hari, <6 th: 1.25 mcg/kgBB diberikan 2-3 kali/hariNebuliserAnak: 10-30 mcg/dosis

DPIAnak: 10 mcg hingga 4 kali/hari

MeptinR

MeptinR inhalation solution

MeptinR swinghaler

Tab 50 mcg, Minitab 25 mcg, Syr 25 mcg/5ml

Inhalation solution 100 mcg/0.3 ml

DPI 10 mcg/dosis

LABA awitan cepat, durasi panjang

Ipratropium Bromida

MDIAnak >12 th: 2 semprot diberikan 4 kali/hari. Maksimal 12 semprot/hariNebuliserAnak ≥14 th 0.4-2 ml, anak 6-14th 0.4-1 ml diberikan 3-4 kali sehari

AtroventR MDI 0.02 mg/dosis

Inhalation solution 0.025% (0.25 mg/ml)

Golongan xantinTeofilin Oral

3-4mg/kgBB/kali, 4 kali/hari Tab 150mgSyr 150mg/15ml

Obat pengendali(controller)

Golongan antiinflamasi steroidBudesonid Nebuliser

Awal: ≥12th 1-2mg 2 kali/hari, 3bln-12th 0,5-1 mg 2 kali/hariRumatan: ≥12th 0.5-1mg 2 kali/hari, 3bln-12th 0.25-0.5mg 2 kali/hariDPIAwal 200-1200 mcg/hari dibagi 2-4 dosis, rumatan 200-400mcg 2 kali/hari

PulmicortR Respule

PulmicortR TurbuhalerObucortR

Swinghaler

Respule 0.25mg/ml (2ml), 0.5mg/ml (2ml)

200mcg/dosis

Flutikason Nebuliser Anak >16th 500-2.000 mcg 2 kali/hari, anak 4-16 th 1.000 mcg 2 kali/hari

FlixotideR Nebule 0.5mg/2ml

Page 65: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

106 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 107UKK Respirologi IDAI

Lampiran 3

Obat antihistamin untuk rinitis alergi sebagai komorbiditas asmaNama Generik Nama

DagangSediaan Dosis

Setirizin RyzenR tablet 10 mg, tetes 10mg/ml, sirup 5mg/5ml

Usia 2-6 tahun: 2,5 mg, sekali sehari Usia > 6 tahun: 5-10 mg, sekali sehari

Desloratadin Tablet 5 mg, sirup 2.5 mg/5 ml

Usia ≥12 th 10 ml (5 mg) sekali sehariUsia 6-11 th: 5 ml (2.5 mg) sekali sehari Usia 1-5 th: 2.5 ml (1.25 mg) sekali sehari

Lampiran 4

Perbaikan kondisi lingkunganSprei Harus mencuci sprei dan menjemur di bawah sinar matahariKasur Jangan gunakan kasur kapukSofa Penggunaan sofa terbuat dari kulit atau kulit artifisalBoneka mainan Menggunakan mainan yang dapat dicuciFurniture Gunakan furniture mudah dibersihkanTirai jendela Gunakan tirai yang mudah dicuciHewan peliharaan Tidak ditempatkan dalam kamarAlat pembersih Gunakan vacuum cleaner yang dilengkapi kantong debuPot tanaman Jangan menanam tanaman di dalam kamarLaundry Jangan menggantung pakaian di dalam kamarGas/pemanas Saluran pembuangaan keluar rumahBahan bangunan Hindari bahan kimia yang mudah menguap seperti aldehid/fenolTembakau/rokok Tidak merokok di dalam ruangan

Sumber: Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese guideline for childhood asthma. Allergol Int. 2014;63:335-56

Lampiran 2

Daftar obat untuk nebulisasiFungsi Nama Generik Dosis Contoh

nama da-gang

Sediaan

Obat pere-da(reliever)

Golongan agonis β

Terbutalin BB >25kg: 5mg, 2-4 kali/hari

BricasmaR Respule 2.5mg/ml

Salbutamol Dosis awal 2.5 mg lalu dapat diulang 4 kali/hari

VentolinR Nebule 2.5 mg/2.5 ml

Fenoterol Anak >12 th: 0.5-2 ml, ulangi bila perlu hingga 4 kali/hari. Anak 6-12 th (22-36kgBB) 0.25-1.5ml ulangi bila perlu hingga 4 kali/hari.Anak <6 th: 50 mcg/kgBB/dosis ulangi bila perlu hingga 3 kali/hari

BerotecR

Inhalation solution 0.1% (1 mg/ml)

Procaterol Anak: 10-30 mcg/dosis MeptinR Inhalation solution 100 mcg/0.3 ml

Golongan antikolinergik

Ipratropium Bromida

Anak ≥14 th 0.4-2 ml, anak 6-14th 0.4-1 ml diberikan 3-4 kali sehari

AtroventR Inhalation solution 0.025% (0.25 mg/ml)

Golongan agonis β + antikolinergik

Salbutamol + ipratropium bromida

Dosis awal 2.5 mg lalu dapat diulang 4 kali/hari

CombiventR Unit Dose Vial (UDV) 2.5ml (Ipratroprium Br 0.5mg, salbu-tamol sulfate 2.5 mg)

Obat pen-gendali(controller)

Golongan antiinflamasi steroid

Budesonid Awal: ≥12th 1-2mg 2 kali/hari, 3bln-12th 0,5-1 mg 2 kali/hariRumatan: ≥12th 0.5-1mg 2 kali/hari, 3bln-12th 0.25-0.5mg 2 kali/hari

PulmicortR Respule 0.25mg/ml (2ml), 0.5mg/ml (2ml)

Flutikason Anak >16th 500-2.000 mcg 2 kali/hari, anak 4-16 th 1.000 mcg 2 kali/hari

FlixotideR Nebule 0.5mg/2ml

Page 66: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

108 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 109UKK Respirologi IDAI

bisa dilihat pada skala wadah obat. Rata-rata volume isi yang dianjurkan adalah 4-5 ml.

4. Pasangkan kabel listrik ke stop kontak.5. Sambungkan kompresor dan selang ke alat inti nebuliser 6. Pasangkan antarmuka ke alat inti nebuliser, nyalakan tombol. 7. Bila cairan nebulisasi mulai muncul, sambungkan antarmuka ke mulut

pasien (mouthpiece) atau mulut dan hidung pasien (masker).

Lampiran 7

Macam-macam DPI

c.

Lampiran 5

Perbandingan kesetaraan dalam steroid inhalasi (SI)

Jenis obat Dosis rendah (mcg) / hari

Dosis menengah (mcg) / hari

Dosis tinggi (mcg) / hari

Fluticasone (FP) 100 200 400Beclomethasone (BPD) 100 200 400

Ciclesonide (CIC) 100 200 400Budesonide (BDP-DPI) 200 400 800Budesonide Inhalation Solution (BIS) 250 500 1.000Dosis tinggi SI sebaiknya diberikan di bawah pengawasan seorang dokter dengan pengalaman yang cukup dalam manajemen asma anak.Sumber: Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese guideline for childhood asthma. Allergol Int. 2014;63:335-56

Lampiran 6Petunjuk pemakaian nebuliser jet

1. Siapkan alat nebuliser jet yang terdiri dari (1) kompresor, (2) selang, (3) alat inti nebuliser, dan (4) antarmuka berupa mouthpiece atau masker.

2. Siapkan obat yang akan diberikan yaitu zat aktif dan NaCl fisiologis.3. Masukkan obat dalam wadah nebuliser, bila volume obat belum

memenuhi volume isi, tambahkan NaCl seperlunya. Volume isi dapat berbeda untuk tiap alat nebuliser, batas minimal dan batas maksimalnya

Page 67: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

110 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 111UKK Respirologi IDAI

Lampiran 9

Macam-macam spacer

Keterangana. Spacer dengan indikator warna (http:www//saffron.pharmabiz.com)b. Spacer dengan volume kecil dan katup sensitif (http:www//

monaghanmed.com) c. Spacer dengan bahan metal antistatik (www.paride.com)d. Spacer dengan bahan silikon(http://www.itinhaler.fr/index.html)e. Spacer yang dapat berbunyi (http://www.funhaler.fr/index.html

Lampiran 8Petunjuk pemakaian DPI Turbuhaler

Langkah-langkah penggunaan DPI yang ideal:1. Memastikan alat dan mouthpiece bersih dan bebas dari sumbatan2. Memasukkan sejumlah dosis yang diperlukan (untuk alat dosis tunggal)3. Memegang inhaler sejajar dengan mouthpiece dan menghadap ke bawah4. Mengangkat kepala sedikit ke belakang, ekspirasi perlahan tanpa

bernapas ke dalam alat5. Menempatkan gigi di mouthpiece dan menutup sekitar tabung dengan

bibir, serta memastikan lidah tidak menutup jalan alat6. Bernapas dengan kuat dan dalam (2-3 detik) lewat mulut untuk

mengaktivasi aliran obat.7. Pindahkan alat dari mulut. Menahan napas, lalu melepas napas

perlahan melawan bibir. Langkah ini penting agar obat menempel pada di saluran respiratori.

Page 68: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

112 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 113UKK Respirologi IDAI

Lampiran 11

Kode ICD-10 untuk asmaICD-10 Diagnosis

J45.20 Asma Intermiten tanpa komplikasi

J45.21 Asma intermiten ringan dengan eksaserbasi serangan akut

J45.22 Asma intermiten ringan dengan status asmatikus

J45.30 Asma persisten ringan tanpa komplikasi

J45.31 Asma persisten ringan dengan eksaserbasi serangan akut

J45.32 Asma persisten ringan dengan status asmatikus

J45.40 Asma persisten sedang tanpa komplikasi

J45.41 Asma persisten sedang dengan eksaserbasi serangan akut

J45.42 Asma persisten sedang dengan status asmatikus

J45.50 Asma persisten berat tanpa komplikasi

J45.51 Asma persisten berat dengan eksaserbasi serangan akut

J45.52 Asma persisten berat dengan status asmatikus

Lampiran 10

Teknik penggunaan MDI dengan spacer

 

Lampiran 10. Teknik penggunaan MDI dengan spacer 

 

2. Masukkan canister MDI ke dalam

ujung karet aerochamber (spacer) 1. Kocok tabung terlebih dahulu

3. Lakukan ekspirasi maksimal, kemudian letakkan aerochamber ke dalam mulut di antara gigi anda. Usahakan supaya aerochamber dalam posisi rapat dengan menggunakan bibir anda

4. Tekan MDI ke bawah sekali untuk menyemprotkan obat. Obat akan terjebak di ruang spacer. Inspirasi perlahan dan dalam

5. Tahan napas anda ± 6-10 detik. Ekspirasi perlahan

Page 69: EDISI KE-2 · 2020. 7. 26. · EDISI KE-2 CETAKAN KE-2 Penyunting: Noenoeng Rahajoe Cissy B Kartasasmita Bambang Supriyatno Darmawan Budi Setyanto UKK RESPIROLOGI IKATAN DOKTER ANAK

114 Pedoman Nasional Asma Anak 2016