Bentuk Propaganda Media Massa
-
Upload
dany-jakarta -
Category
Documents
-
view
671 -
download
7
Transcript of Bentuk Propaganda Media Massa
BENTUK PROPAGANDA AMERIKA MELALUI MEDIA MASSA
STUDI KASUS: FILM TRANSFORMERS 2: REVENGE OF THE FALLEN
1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI
NAMA : Dany, S.IP
TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Medan, 2 April 1982.
AGAMA : Islam.
STATUS : Belum Menikah.
ALAMAT : Jl. Mini I. No. 88. Bambu Apus, Cipayung
Jakarta Timur, 13890
HP & TELEPON : (021) 8497 - 6366 / 0817 5458 774
E MAIL : [email protected]
PENDIDIKAN UTAMA
1. (Sedang menempuh) Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid
Jakarta, Magister Ilmu Komunikasi, Peminatan Manajemen Komunikasi,
Jakarta, 2009.
2. Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “VETERAN”, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional, Jogjakarta, 2006.
3. SMU Islam Al Azhar Kelapa Gading, Jakarta, 1999
PENDIDIKAN TAMBAHAN
1. Pendidikan Bahasa Inggris, Pre Beginner One, Caesar SE, Jakarta, 1992.
2. Pendidikan Bahasa Inggris, High Intermediate, EF, Jakarta, 1998.
3. Pendidikan Komputer, Aplikasi Perkantoran, LPIA, Jakarta, 2006.
4. Pendidikan Komputer, Web Design, LPIA, Jakarta, 2008.
2
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Praktek Kerja Lapangan, DEPLU RI, materi Bidang Hubungan
Internasional, Jakarta,15 Juni s/d 15 Agustus 2003.
2. Staff Operasional, PT. Suryogung Kauripan (SK) SFD, Jakarta 15
Oktober
2006 s/d 1 April 2007.
3. Teller, PT. Rabobank International Indonesia, Jakarta, 02 Januari s/d
30 Oktober 2009.
4. Dosen Pengganti, Universitas Budi Luhur, Bidang Studi: Sistem
Komunikasi Indonesia, Jakarta, 2011.
SEMINAR DAN PELATIHAN
1. ESQ Leadership Training. Menara 165 – Jakarta. 26 –
28 Maret 2010.
2. Seminar ”Hasil Penelitian Signifikansi Aliansi
Perempuan Sebagai Counter Hegemoni Dalam Perpolitikan Lokal Kasus
Jawa Barat dan Banten”. Kampus Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid.
Jakarta. 19 Oktober 2010.
3. Dialog Ilmiah “Penyiaran dan Konvergensi” - Ikatan
Sarjana Komunikasi Indonesia. Perpustakaan Nasional – Jakarta. 08
November 2009.
4. Information Seminar on the European Union for
Indonesian University Lecturer and Students of Law and International
Relations – The Delegation of the European Commission in Indonesia.
Jakarta. 04 Mei 2004.
5. Excursion Study “Transnational Crime as a Threat to
National Security – Department Of International Relations – Pembangunan
Nasional “Veteran” University of Jogjakarta. Jakarta. 03 – 08 Mei 2004.
3
PENDAHULUAN
1.1. Komunikasi Persuasi
Dalam pengertian umum, komunikasi adalah hubungan dan interaksi yang terjadi
antara dua orang atau lebih. Interaksi terjadi karena seseorang menyampaikan pesan
dalam bentuk lambang-lambang tertentu, diterima oleh pihak lain, sehingga sedikit
banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak yang dituju. Menurut Dan Nimmo
(1978) komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyususn
makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka
bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Menurut Harold Laswell
(1948, dalam Nimmo, 1978) cara yang mudah untuk menggambarkan komunikasi adalah
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Who (siapa?), Says What (mengatakan
apa?), In Which Channel (dengan saluran apa?), to Whom (kepada siapa), With What
Effect (dengan akibat apa?). Ringkasnya, Komunikasi adalah Proses penyampaian
informasi dari seseorang kepada orang lain, dengan cara menggunakan media sebagai
kemasan informasi atau melalui transmisi secara simbolik, sehingga informasi mudah
difahami dan pada akhirnya mereka saling memiliki kesamaan persepsi. Ada proses
transaksional dalam komunikasi, ada proses pertukaran informasi antara komunikan
dengan komunikator, tergantung dari komunikator apakah dia menginginkan komunikan
terpengaruh oleh pesan yang dia komunikasikan atau hanya sekedar memberikan pesan
saja tanpa berusaha mengetahui apakah komunikan terpengaruh oleh pesan komunikator.
Bila mengacu dari pendapat Stewart L Tubs dan Sylvia Moss (1974, dalam
Rakmat 1985), komunikasi yang efektif paling tidak harus mengandung lima hal: 1)
pengertian, 2) kesenangan, 3) hubungan yang makin baik, 4) pengaruh pada sikap
(mempersuasi) dan, 5) tindakan. Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari
komunikan atas pesan yang disampaikan oleh komunikator. Cara untuk memperoleh
pengertian ini harus benar-benar dipahami oleh komunikator, karena bila tidak hai ini
akan menimbulkan apa yang disebut oleh Rakhmat (1985), kegagalan komunikasi primer
4
(primary breakdown in communication). Komunikasi juga harus mengandung unsur
kesenangan, kesenangan artinya suatu komunikasi harus menimbulkan hubungan yang
hangat, akrab, dan menyenangkan antara komunikator dan komunikan. Komunikasi juga
ditujukan untuk menimbulkan hubungan sosial yang baik. Kebutuhan untuk menjalin
hubungan sosial secara positif dengan orang lain atau kelompok lain adalah kebutuhan
hakiki manusia. Tanpa adanya jalinan sosial, manusia akan kesepian, merasa terasing dan
kehilangan keakraban. Inilah yang kemudian mendasari terbentuknya teori-teori kontrak
sosial, menurut John Locke, orang saling setuju untuk masuk ke dalam masyarakat,
dimana masyarakat adalah bentuk hubungan jalinan sosial, dan membangun lembaga
politik di bawah satu pemerintahan tertinggi. Dengan perjanjian ini, orang-orang
menyerahkan kekuasaan untuk menjalankan hukum alam, suatu kekuasaan yang mereka
miliki secara sendiri-sendiri dalam keadaan alamiah, kepada komunitas yang baru
terbentuk. Berikutnya adalah pengaruh pada sikap, hal inilah yang paling sering menjadi
landasan saat berkomunikasi dengan orang/pihak lain. Persuasi biasanya melibatkan
tujuan si komunikator untuk disampaikan kepada komunikan. Menurut Kamus Ilmu
Komunikasi (1979, dalam Rahmat, 2005), komunikasi persuasi didefinisikan sebagai
proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan
manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri
komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikan. Jadi, persuasi adalah
suatu proses komunikasi transaksional, proses komunikasi timbal-balik yang didalam
proses tersebut melibatkan tujuan komunikator yaitu melahirkan tindakan, dengan
sengaja atau tidak, untuk menimbulkan perasaan responsif kepada komunikan, agar
komunikan mengikuti tujuan dan/atau tindakan sang komunikator. Bila komunikan sudah
terpersuasi, maka hal berikutnya yang dilakukan oleh komunikator adalah tindakan.
Karena persuasi ditujukan untuk melahirkan tindakan, efektifitas komunikasi persuasi
biasanya diukur melalui tindakan nyata komunikan. Dalam hal komunikasi politik,
komunikasi persuasi suatu partai politik efektif bila sekian juta pemilih melakukan suatu
tindakan yaitu memilih partai tersebut dalam pemilihan umum.
1.2 Bentuk-bentuk Persuasi Politik
5
Menurut Dan Nimmo, ada tiga pendekatan kepada persuasi politik, yakni
propaganda, periklanan dan retorika. Semuanya serupa dalam beberapa hal yakni
bertujuan (purposif), disengaja (intensional) dan melibatkan pengaruh; terdiri atas
hubungan timbal balik antara orang-orang dan semuanya menghasilkan berbagai tingkat
perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai dan pengharapan pribadi. Tentu saja
ketiganya juga memiliki kekhususan yang membedakan satu dengan lainnya,
karakteristik umumnya persuasi selalu melibatkan tujuan melalui pembicaraan. Sifatnya
juga dialektis dan merupakan proses timbal balik, disengaja atau tidak disengaja,
komunikasi persuasi menimbulkan perasaan responsif pada orang lain.
Dari ketiga bentuk persuasi di atas, propaganda memiliki catatan konseptual dan
histroris yang menarik untuk diamati. Menurut Jacques Ellul (1965, dalam Nimmo,
1978), propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok
terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan
suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui
manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi. Istilah propaganda
berasal dari kata Congregatio de propaganda fide atau Congregation for the Propagation
of Faith, yang dibentuk oleh Gereja Katolik pada tahun 1622. Salah satu isu besar dalam
pembentukan gerakan ini adalah pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama
sebagai sumber ilmu tentang dunia. Salah satu tokoh yang dianggap menentang ajaran
gereja katolik, karena pemikirannya tentang bumi berputar mengelilingi matahari, adalah
Galileo. Galileo kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati, dan Gereja dibiarkan tetap
dalam posisi mempertahankan sebuah pemikiran yang tidak mungkin lagi bisa
dipertahankan. Mungkin istilah propaganda mendapatkan konotasi negatif karena adanya
insiden besar yang melatar belakanginya. (Severin-Tankard, 2001). Seorang kaisar
terkenal dari Prancis Napoleon Bonaparte, mengatakan: ”Pemimpin yang hebat selalu
mengeluarkan pernyataan yang memberi tahu musuh bahwa pasukannya sangat banyak,
sedangkan kepada masyarakatnya sendiri dia harus mengeluarkan pernyataan bahwa
musuh sangatlah lemah.” Pemberian informasi yang melebih-lebihkan kekuatan
persenjataan dan sumber daya akan menimbulkan rasa takut diantara musuh. Tindakan ini
menurut Lanza (1949) adalah bentuk praktek propaganda, dan di masa sekarang, praktek
sepeti ini biasanya ditangani oleh biro propaganda nasional. Praktek Propaganda juga
6
pernah dilakukan Partai Nazi., dengan manipulasi lambang dan orator yang penuh emosi,
Hitler membangkitkan rasa identifikasi, komitmen dan kesetiaan khalayak. Kata-kata
yang sangat populer waktu itu “Ein Volk, ein Reich,ein Fuhrer” (satu bangsa, satu
imperium, satu pemimpin). Dobb di dalam Nimmo (1978), membedakan propaganda
menjadi dua, Propaganda terbuka dan Propaganda tertutup. Propaganda terbuka
menyingkapkan secara terang-terangan tujuan dilaksanakannya proses propaganda,
seperti ketika seorang kandidat dari partai politik tertentu berpidato pada masa kampanye.
Dengan terang-terangan sang kandidat mengajak konstituen untuk memilih dirinya pada
waktu pemilu legislatif. Propaganda tertutup, sang propagandis menyamarkan tujuan-
tujuannya seperti ketika seorang presiden, misalnya, menyelenggarakan konferensi pers,
dimana sang presiden seakan-akan menjawab menjawab pertanyaan para reporter, tetapi
membalikkan setiap pertanyaan agar menguntungkan baginya. Jacques Ellul di dalam
Nimmo (1978) menetapkan tipologi propaganda yang lebih kompleks daripada perbedaan
antara propaganda yang disengaja atau yang tidak disengaja, yang tertutup maupun yang
terang-terangan. Ada propaganda politik dan propaganda sosiologi. Propaganda politik
melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai, atau golongan yang berkepentingan untuk
mencapai tujuan strategis atau taktis. Ciri-cirinya melalui imbauan-imbauan khas jangka
pendek, seperti iklan kampanye pemilu, iklan-iklan kementerian, maupun iklan-iklan
calon kandidat partai politik. Propaganda sosiologi kurang terlihat, diselubungi oleh
produk-produk media massa, dan lebih berjangka panjang. Melalui propaganda ini orang
dipersuasi dengan suatu cara hidup, suatu ideologi, yang berangsur-angsur merembes ke
dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial, dan politik. Melalui propaganda ini, orang-
orang diharapkan mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan tertentu yang mungkin tidak
akan terwujud dalam waktu yang singkat, perlahan namun pasti propaganda sosiologi
akan mempersuasi orang-orang tanpa mereka sadari kalau mereka sudah terkena
propaganda. Propaganda sosiologi ini , ciri-cirinya melalui produk-produk media massa
yang sudah terkonvergensi. Konvergensi media massa seperti yang dikatakan oleh Danesi
(2002), adalah konvergensi media menjadi satu sistem komunikasi termediasi yang
menyeluruh. Lanjut Danesi mengatakan, konvergensi media mengakibatkan munculnya
satu gaya hidup dan karier baru, pembentukan lembaga baru, dan pergeseran paradigma
secara radikal dalam seluruh bidang organisasi sosial. Jika sosiologi propaganda
7
bertujuan untuk mempersuasi orang-orang dengan satu gaya hidup baru, satu ideologi
baru, dan merembeskan gaya hidup serta ideologi tersebut ke dalam lembaga-lembaga
sosial dan politik, maka konvergensi media adalah merupakan salah satu bentuk sosiologi
propaganda. Sebagaimana didefinisikan oleh Laswell (1927, dalam Severin-Tankard,
2001) propaganda mempunyai empat tujuan utama: 1) Untuk menumbuhkan kebencian
terhadap musuh, 2) Untuk melestarikan persahabatan sekutu, 3) Untuk mempertahankan
persahabatan dan, jika mungkin, untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang
netral, serta, 4) Untuk menghancurkan semangat musuh. Sudah dapat dipastikan tujuan
sosiologi propaganda juga tidak akan jauh dari apa yang dijelaskan oleh Harold Laswell.
Seperti propaganda yang sifat pesannya massal dan bertujuan untuk
mempengaruhi, begitu juga dengan periklanan yang jenis komunikasinya adalah satu
kepada banyak. Namun menurut Nimmo (1978), ada perbedaaan yang signifikan antara
propaganda dan periklanan. Bila propaganda ditujukan kepada orang-orang sebagai
anggota kelompok; periklanan mendekati orang-orang tersebut sebagai individu tunggal
yang independen serta terpisah dari kelompok. Herbert Blumer membedakan antara
publik dengan massa. Publik mengacu kepada sekelompok orang yang berhadapan
dengan suatu masalah, bagaimana mereka menghadapi masalah, dan mengemukakan
perbedaan-perbedaannya melalui diskusi. Propaganda memainkan peran sebagai alat
untuk memanipulasi diskusi ini. Sedangkan massa terdiri atas orang-orang dari berbagai
cara hidup dan tingkat sosial yang tidak saling mengenal, jarang berinteraksi satu dengan
lainnya, terorganisasi secara longgar, dan bertindak tidak bersama-sama, tetapi secara
spontan sebagai perseorangan. ”Hubungan antara iklan dan calon pembeli adalah
hubungan langsung-tidak ada organisasi atau kepemimpinan yang seakan-akan dapat
mengirimkan kelompok pembeli itu kepada penjual. Akan tetapi, setiap individu
bertindak berdasarkan pilihannya sendiri” (Dan Nimmo, 1978). Fokus periklanan massal
lebih ditujukan kepada sifat khalayak dan jangkauan akibat yang potensial dibandingkan
pertimbangan lain. Jadi dalam iklan politik, tujuannya adalah merubah motivasi
khalayak, dan produknya adalah citra sang kandidat. Yang dimaksud dengan menjual
citra, menurut Nimmo (1978) adalah imbauan yang ditujukan untuk membina reputasi
pejabat pemerintah maupun calon pejabat pemerintah, imbauan tersebut adalah informasi
tentang kualifikasi, pengalaman, latar belakang, dan kepribadian sang kandidat.
8
Menurut Littlejohn (2008), pada awalnya ilmu tentang retorika berhubungan
dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumen dan pembuatan
naskah pidato. Retorika adalah komunikasi dua arah, satu kepada satu, yang masing-
masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu saam lainnya
melalui tindakan timbal balik satu sama lainnya (Nimmo, 1978). Retorika adalah
berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau
sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (bentuk komunikasi persuasi).
Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran , kesenian dan
kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti
pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif,
mengucapkan kata – kata yang tepat, benar dan mengesankan, ini berarti orang harus
dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk
menghemat waktu, dan efektif.
Retorika politik bersandar kepada mekanisme yang berbeda dengan propaganda
dan periklanan, karena retorika adalah proses komunikasi timbal balik/transaksional
sehingga dalam proses itu akan terbentuk negosiasi. Tidak seperti propaganda atau
periklanan yang diumpamakan seperti jarum suntik media massa, retorika melibatkan
proses interaksi, melibatkan pertukaran kata-kata dan bahasa. Sehingga retorika akan
lebih memperlihatkan kecerdasan seorang kandidat atau seorang figur politik dalam
menghadapi massanya. Bisa saja mengukur kecerdasan seseorang kandidat politik dilihat
dari gayanya berpidato, karena pidato adalah suatu proses negosiasi, jika negosiasi
tersebut gagal karena kekurang cakapan seorang kandidat dalam beretorika maka
singkatnya calon tersebut kurang cerdas dalam mendekati massanya atau konstituennya.
Retorika juga bisa dilihat dalam bentuk dialog antara satu kandidat dengan kandidat
lainnya. Dialog tersebut bisa berubah menjadi debat, apabila sang kandidat menempatkan
kandidat lainnya sebagai lawan dalam retorikanya, atau dialog tersebut bisa juga menjadi
dialog yang bersahabat, apabila sang kandidat menempatkan kandidat lainnya dalam
posisi sebagai kawan. Dengan kata lain, melalui retorika politik kita menciptakan
9
masyarakat dengan negosiasi yang terus berlangsung dan terus berkembang tentang
makna situasi dan tentang makna identitas kita dalam situasi retorika tersebut
Dalam ajaran Aristoteles (Nimmo, 1978), terdapat tiga jenis retorika politik yaitu
deliberatif, forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa
yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Retorika
forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada
masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran.
Retorika demonstratif memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat
sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.
1.3 Propaganda Politik melalui Media Massa
Kalau merujuk kepada pendapat Blumler dan Gurevitch (1995), ada empat
komponen yang perlu diperhatikan dalam mengkaji sistem komunikasi politik. Pertama
institusi politik dengan aspek-aspek komunikasi politiknya. Kedua institusi media dengan
aspek-aspek komunikasi politiknya. Ketiga orientasi khalayak terhadap komunikasi
politik. Keempat aspek-aspek komunikasi yang relevan dengan budaya politik. Pendapat
hampir senada dikemukakan Suryadi (1993), menurutnya sistem komunikasi politik
terdiri dari elit politik, media massa dan khalayak. Dari kedua pendapat tadi dapat kita
temui posisi penting media dalam propaganda politik. Setiap persuasi politik yang
mencoba memanipulasi psikologis khalayak sekarang ini, sangat mempertimbangkan
peranan media massa.
Kalau dulu komunikasi satu-kepada-banyak mungkin diwakili oleh propagandis-
propagandis lewat pidato-pidato keliling di depan kumpulan partisan mereka, tapi
sekarang hal ini lebih sering dilakukan melalui media massa. Dan Nimmo (1978)
mengulas ada 7 teknik propaganda penting yang memanfaatkan kombinasi kata, tindakan
dan logika untuk tujuan persuasif.
1. Name calling, memberi label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar
orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataannya.
2. Glittering generalities, menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu
agar mendapat dukungan, lagi-lagi tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu.
10
3. Transfer, yakni mengidentifikasi suatu maksud dengan lambang otoritas,
4. Testimonial, memperoleh ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk
mempromosikan atau meremehkan suatu maksud.
5. Plain folks, imbauan yang mengatakan bahwa pembicara berpihak kepada
khalayaknya dalam usaha bersama yang kolaboratif.
6. Card stacking, memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat,
logis dan tak logis dan sebagainya untuk membangun suatu kasus.
7. Bandwagon, usaha untuk meyakinkan khalayak akan kepopuleran dan kebenaran
tujuan sehingga setiap orang akan “turut naik”.
Dalam pelaksanaannya, propaganda di media massa juga tidak bisa
mengenyampingkan beberapa hal yang dikenal dalam rumusan Pamela Shoemaker dan
Stephen D. Reese (1996) sebagai model “hierarchy of influence”. Bila mengikuti cara
pandang model hierarchy of influence, sekurang-kurangnya ada lima hal yang
mempengaruhi berita media termasuk di dalamnya isi propaganda yakni:
1. Pengaruh individu-individu pekerja media seperti karakteristik pekerja media,
latar belakang personal dan profesional wartawan.
2. Pengaruh rutinitas media.
3. Pengaruh internal organisasi media.
4. Pengaruh eksternal organisasi media.
5. Pengaruh ideologi yang merupakan sebuah pengaruh paling menyeluruh dari
semua pengaruh yang ada. Di sini ideologi dimaknai sebagai suatu kekuatan yang
mampu membentuk kohesivitas kelompok.
Setelah propaganda dipersuasikan melalui media massa, ada beberapa prinsip-
prinsip umum yang perlu diperhatikan untuk mengefektifkan propaganda politik di media
massa. Yang pertama adalah prinsip tentang pemilihan komunikator politik dalam media
massa. Nimmo (1978), mengatakan status komunikator politik memainkan peran sosial
yang utama, terutama dalam proses opini publik. Artinya setiap peran membawa status
atau prestise tersendiri. Secara umum, semakin tinggi posisi atau status seseorang di
11
tengah masyarakat, makan akan semakin mampu dia melakukan persuasi. Dengan
demikian pemilihan propagandis terutama dalam media massa yang diorientasikan
mencapai khalayak yang heterogen membutuhkan mereka yang punya status kuat. Prinsip
kedua adalah kredibilitas komunikator, sasaran propaganda mempersepsi para
komunikator dengan beberapa cara. Sejauh mereka mempersepsi bahwa propagandis itu
memiliki keahlian, dapat dipercaya dan memiliki otoritas, mereka menganggap bahwa
komunikator itu kredibel. Prinsip yang ketiga, adalah daya tarik komunikator, hal ini
meningkatkan daya tarik persuasif. Kefektifan propaganda di media massa juga dapat
ditinjau dari segi pesannya, setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi tinjauan. Pertama,
isi pesan, hal ini menyangkut model pilihan isi yang dikemukakan dalam propaganda di
media massa. Bisa jadi isi yang mengancam orang akan mempersuasi khalayak dalam
kondisi tertentu. Kedua struktur pesan, bisa jadi karena media yang dipakai adalah media
massa yang memiliki keterbatasan waktu atau tempat menyebabkan penyusunan struktur
pesan yang efektif dan efesien. Namun terlepas dari segala keterbatasan waktu dan
tempat, propaganda di media massa bisa dilakukan secara terus-menerus sehingga
menjadi suatu terpaan.
Berdasarkan sebuah penelitian (Hamad, 2004), proses konstruksi realitas dalam
media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran,
orang, peristiwa, dan sebagainya. Secara umum, sistem komunikasi adalah faktor yang
mempengaruhi sang pelaku dalam membuat wacana. Dalam sistem komunikasi
libertarian, wacana yang terbentuk akan berbeda dalam sistem komunikasi yang
otoritarian. Secara lebih khusus, dinamika internal dan eksternal yang mengenai diri si
pelaku konstruksi tentu saja sangat mempengaruhi proses kontruksi. Pengaruh itu bisa
datang dari pribadi si pembuat dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis, dan
sebagainya maupun dari kepentingan eksternal dari khalayak sasaran sebagai pasar,
sponsor dan sebagainya. Keberadaan bermacam bentuk wacana dapat kita temukan
dalam media cetak (seperti novel), media audio (seperti pidato), media visual (seperti
lukisan), media audiovisual (seperti film), di alam (seperti lanskap dan bangunan), atau
discourse/Discourse yang dimediasikan (seperti drama yang difilmkan).
12
PEMBAHASAN
2.1 Propaganda Melalui Media Film
Sesungguhnya media pada prinsipnya adalah segala sesuatu sebagai saluran bagi
seseorang yang menyatakan gagasan, isi jiwa, atau kesadarannya. Mc Luhan (1964,
dalam Ardial (2010) menyebut media merupakan perluasan alat indra manusia. Dengan
kata lain, kehadiran media dalam komunikasi merupakan upaya perpanjangan dari telinga
dan mata. Media massa datang menyampaikan pesan yang beraneka ragam dan aktual
tentang lingkungan sosial dan politik. Surat kabar dapat menjadi medium untuk
mengetahui berbagai peristiwa politik aktual yang terjadi di seluruh penjuru dunia. Radio
dan televisi, di dalamnya termasuk film, sebagai media elektronik, menjadi sarana untuk
mengikuti, serta menganalisa berbagai kejadian politik yang sedang terjadi. Dengan
demikian media hadir sebagai alat mengeluarkan berbagai pesan bagi manusia dalam
masyarakat.
Danesi (2002), membagi media menjadi tiga kategori.
1. Media alami, yaitu media yang memancarkan gagasan dengan berbasis biologis
(melalui suara, ekspresi wajah, gerakan tanagn dan sebagainya).
2. Media buatan, bagaimana gagasan direpresentasikan dan dikirimkan
menggunakan satu artefak tertentu (buku, lukisan, patung, surat, dan sebagainya).
3. Media mekanis, bagaimana gagasan dikirimkan menggunakan peralatan mekanis
temuan manusia seperti telepon, radio, televisi, film, komputer, dan sebagainya.
Arifin (2003, dalam Ardial 2010), membagi media kedalam tiga bentuk.
1. Pertama, media yang menyalurkan ucapan, termasuk didalamnya yang berbentuk
bunyi, yang hanya dapat ditangkap oleh telinga (the audial media). Media yang
termasuk dalam kategori ini antara lain gendang, telepon dan radio.
2. Kedua, media yang meyalurkan tulisan dan hanya bisa ditangkap oleh mata.(the
visual media). Media yang termasuk didalamnya prasasti, selebaran, pamflet,
poster, brosur, baliho, spanduk, surat kabar, majalah, dan buku.
13
3. Ketiga, media yang menyalurkan gambar hidup dan karena itu dapat ditangkap
sekaligus oleh mata dan telinga (the audio visual media). Media yang termasuk
didalamnya film dan televisi).
Kehadiran media tersebut, terutama media massa (pers, radio, film, dan
televisi), ,mendorong retorika, propaganda, agitasi, kampanye, dan public relation politik,
berkembang lebih pesat lagi. Penggunaan media massa dalam komunikasi politiksangat
penting karena media massa memiliki kontribusi yang besar dalam demokrasi. Selain itu
media massa selalu dipandang memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun opini
dan pengetahuanbagi khalayak. Namun dukungan media terhadap aktivitas politik
tertentu tidak hanya didasarkankan pada asumsi besarnya peristiwa politik, tetapi juga
nilai politik dari peristiwa tersebut. Nilai politik ini terutama berkaitan dengan
kepentingan media sendiri dan kepentingan masyarakat sebagai konsumen atau publik
dari media tersebut.
Film pertama kali dibuat oleh Thomas Edison (1847-1931), ia mengembangkan
kamera citra bergerak pada tahun 1888 dan untuk pertama kalinya membuat film
sepanjang 15 detik yang merekam salah seorang asistennya yang sedang bersin (Danesi,
2002). Diawali dari peristiwa tersebut, maka lahirlah teknologi dan seni gambar bergerak
yang kita namakan film, yang merupakan suatu dunia tempat citra visual membentuk
gaya hidup dan mengajarkan pelbagai nilai perilaku, kebiasaan, dan gaya hidup. Danesi
(2002) membagi fil menjadi tiga kategori. Pertama, adalah film fitur. Film fitur
merupakan karya fiksi yang struktur utamanya selalu berupa narasi, dan dibuat dalam tiga
tahap. Tahap pra produksi merupakan periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa
diperoleh dari adaptasi novel, adaptasi cerita pendek, maupun karya cetakan lainnya. Di
tahap inilah biasanya pesan propaganda masuk kedalam cerita sebuah film. Karena di
tahap produksi, akan ada benturan-benturan kepentingan antara sutradara dan produser.
Bagaimana cara mengemas agar pesan propaganda tersebut menjadi propaganda
terselubung meminjam istilah Dobb dalam Nimmo (1978), sehingga publik yang akan
menonton film tersebut tidak menyadari akan adanya pesan propaganda. Selanjutnya,
adalah tahap produksi, merupakan masa berlangsungnya pembuatan film berdasarkan
skenario yang telah ditetapkan. Tahap terakhir adalah tahap post produksi (editing) ketika
14
semua bagian film yang pengambilan gambarnya tidak sesuai urutan cerita, disusun
menjadi suatu kisah yang menyatu. Kedua, film dokumenter. Film dokumenter
merupakan film nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap
individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa
adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancaranya. Jenis film seperti
ini akan kentara sekali bila disusupi oleh pesan propaganda. Karena tidak ada tahap pra
produksi, untuk memoles ceritanya ataupun memang sengaja dibuat untuk
mempropagandakan sesuatu, seperti film Fitna yang pernah ramai diperdebatkan orang,
karena isinya merupakan propaganda untuk membencikaum muslimin. Ketiga, film
animasi. Animasi adalah teknik pengambilan film untuk menciptakan ilusi gerakan dari
serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Penciptaan gambar bergerak
biasanya selalu diwali dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang
menggambarkan bagian penting dari cerita. Banyak orang yang menganggap bahwa film
animasi adalah film untuk anak-anak, sehingga apabila film animasi disusupi oleh pesan
propaganda maka banyak yang tidak perduli. Berangkat dari pemikiran seperti inilah,
maka banyak propagandis yang memasukkan pesan propagandanya melalui film-film
animasi. Karena sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Jacques Ellul dalam Nimmo
(1978) tentang Sosiologi Propaganda, yaitu propaganda yang kurang terlihat, diselubungi
oleh produk-produk media massa, dan lebih berjangka panjang. Melalui propaganda ini
orang dipersuasi dengan suatu cara hidup, suatu ideologi, yang berangsur-angsur
merembes ke dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial, dan politik. Melalui propaganda
ini, orang-orang diharapkan mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan tertentu yang
mungkin tidak akan terwujud dalam waktu yang singkat, perlahan namun pasti
propaganda sosiologi akan mempersuasi orang-orang tanpa mereka sadari kalau mereka
sudah terkena propaganda. Cara mudah untuk mempropagandakan pesan adalah melalui
pemikiran anak-anak yang masih belum bisa berpikir kritis. Disinilah letak kekejaman
sosiologi propaganda, dari anak-anak yang telah termakan propaganda maka akan
tumbuh generasi-generasi yang telah terpropaganda, yang akan mengabdikan diri kepada
tujuan-tujuan tertentu sang propagandis.
15
2.2 Propaganda Amerika Dalam Film Transformers 2: Revenge Of The Fallen
Jean Baudrillard pernah menyatakan bahwa realitas masyarakat sekarang tidak
lagi direfleksikan oleh media massa, termasuk didalamnya, televisi, koran, radio, dan
film, namun justru masyarakat itu adalah refleksi-refleksi dari citra-citra yang disajikan
oleh media. Artinya, realitas dalam media bukanlah gambaran dari masyarakat itu. Citra-
citra dalam medialah yang membentuk realitas dalam masyarakat tersebut. Simpelnya,
media massa membentuk realitas kehidupan masyarakat sesuai dengan arah yang sejalan
dengan ideologi Amerika. Bukan realitas apa adanya atau bahkan arah yang diinginkan
oleh kesadaran sendiri. Rekayasa informasi global inilah yang faktanya sekarang terus
berlangsung, melalui media-media massa global. Masyarakat global diberi
ketidakberdayaan (disempowerment) dalam berbagai hal menghadapi hegemoni
kepentingan-kepentingan AS, agar kepentingan AS dapat terwujud. Dalam bidang
ekonomi, AS berhasil mengglobalkan berbagai produk industrinya, sehingga menjadi
“selera dunia” (global taste). Dalam bentuk food (makanan), fun (hiburan), fashion
(pakaian), dan thought (pemikiran). Media massa juga menjadi senjata ampuh bagi
perebutan citra (Image). Siapa yang berhasil membuat image terbaik, ia akan
memenangkan legitimasi publik dalam keinginannya, ataupun sebaliknya.
Dalam Film Transformers 2: Revenge Of The Fallen, film ini adalah film fiksi
animasi, dimana film animasi sangat mudah untuk dititipkan pesan propaganda, karena
banyak orang yang menganggap ini hanyalah sekedar film hiburan yang tidak bermakna
apa-apa, bila dilihat sekilas. Namun bila dianalisa, penyimbolan-penyimbolan serta
wacana hegemoni Amerika Serikat, khususnya hegemoni militer, sangat kental sekali.
Sinopsis singkat film ini mengisahkan tentang dua pasukan robot yang saling
bermusuhan yang telah hadir di Bumi jauh sebelum peradaban tercipta dan
memperebutkan sebuah kubus yang bernama AllSpark. Cerita klise antara yang baik
melawan yang jahat, dimana yang baik diwakili oleh Autobot dan yang jahat diwakili
oleh Decepticon. Kelompok yang baik, Autobot telah diterima kehadirannya oleh Militer
Amerika, namun masih dirahasiakan dari masyarakat umum. Bersama-sama, antara
militer dan Autobot mereka membentuk unit rahasia (disebut NEST) dengan tujuan
utama adalah untuk menghentikan dan memburu Decepticon di seluruh dunia. Autobot
dan pasukan Militer yang memperoleh penentangan dari Penasehat Militer Amerika
16
terhadap kehadiran Autobot. Dia beralasan bahwa serangan Decepticon yang semakin
gencar di seluruh dunia disebabkan oleh kehadiran Optimus Prime dan kawan-kawannya
sehingga untuk menghentikan serangan tersebut, maka Optimus harus meninggalkan
bumi. Kemudian Optimus Prime menemui Sam, teman manusianya, dan meminta agar
Sam dapat membantu Optimus Prime berbicara dengan pimpinan manusia, namun,
permintaan Optimus ini ditolak oleh Sam yang menyatakan tidak ingin terlibat lagi
dengan pertempuran apapun dan ingin menikmati kehidupan sebagai manusia normal.
Optimus akhirnya beralih dan pergi namun mengingatkan bahwa Sam tidak akan bisa
menghindari takdirnya. Akhirnya matrix Allsparks ditemukan. Tetapi tiba-tiba berubah
menjadi abu. Tapi Sam tetap percaya bahwa matrix itu akan bekerja menghidupkan
Optimus Prime. Pasukan marinir yang membawa jasad Optimus dan pasukan Autobot
yang tersisa segera menuju ke Mesir untuk membantu Sam. Mengetahui hal tersebut,
pasukan Decepticon dengan kekuatan penuh juga menyerang dan mencoba menghentikan
Sam menghidupkan Optimus Prime. Saat itulah Sam yang terlibat dalam pertempuran
terkena ledakan. Sam yang tidak bernafas lagi, di dalam mimpinya bertemu dengan Prime
Bersaudara, mereka mengucapkan terima kasih dan menyuruh Sam memenuhi takdirnya.
Wacana ini adalah simbol Amerika tentang kerjasama militer antara Amerika
Serikat dengan pasukan Mercenaries (tentara bayaran). Dimana penyimbolan Autobot
adalah Militer Amerika Serikat yang bekerjasama dengan Private Military Firms (PMF),
yang merupakan kelompok baik, kelompok yang saling bekerjasama, dan kelompok yang
mempunyai persenjataan terbaik di dunia. Sedangkan Decepticon adalah kelompok
teroris, kelompok yang terpisah, tidak dapat diajak bekerjasama, dan mempunyai
persenjataan yang minim. Mengapa bisa dikatakan kerjasama, berikut penulis kutip dari
artikel yang ditulis oleh Youssef M. Ibrahim, dalam Koran Tempo edisi kamis 29 April
2004. ”Pasukan mana yang menempati urutan kedua terbesar di Irak setelah Amerika
Serikat, yang memiliki 135 ribu tentara? Bukan Inggris, yang punya 8.000 tentara di dan
sekitar Basrah, bukan Italia dengan 3.000 tentaranya. Bukan juga negara-negara Eropa
Timur, seperti Polandia, Bulgaria atau Lithuania yang hanya mengirim ratusan.
Pasukan terbesar kedua yang memerangi pemberontakan di Irak adalah kelompok
tentara bayaran di bawah "bendera" yang biasa dikenal sebagai PMF (Private Military
Firms). Jumlah mereka mencapai 20 ribu. Di Amerika Serikat, pers menyebut mereka
17
Corporate Fighters. Inilah tagihannya: Departemen Pertahanan Amerika telah meneken
3.000 kontrak dengan sekitar 30 PMF, menyedot 25 persen dari US$ 18 miliar yang
dialokasikan Kongres untuk membangun kembali sekolah, rumah sakit, dan sarana listrik
Irak. Tentara bayaran di Irak tidak bekerja di pembangunan. Pekerjaan mereka adalah
membantu dan melindungi militer Amerika, mengambil jatah tugas sebagian tentara
Amerika dalam memerangi pemberontakan, dan sering terlibat pertempuran
antarmereka. Enam puluh orang sudah terbunuh.”
Bukankah ini merupakan bentuk kerjasama antara Militer Amerika Serikat yang
diwakili oleh Departemen Pertahanan (Department Of Defense) dengan Private Military
Firms dalam memburu teroris di Irak. Dari sinopsis ini kita bisa melihat bahwa, karena
kerjasama tersebut serangan-serangan semakin intens dan ada tuduhan bahwa kerjasama
tersebut merugikan. Wacana ini pulalah yang sering dilontarkan oleh tokoh-tokoh di
Amerika Serikat, seperti yang dikatakan Chuck Baldwin Kandidat pilpres AS 2008, yang
dalam laporannya mengulas penggunaan antek-antek dan perusahaan jasa keamanan
swasta di Irak dan Afghanistan oleh pemerintah Amerika Serikat, untuk mengelak dari
dampak perang ilegal. Dalam artikelnya kepada American Free Press, ia mengatakan,
"Dulu, orang-orang ini (yang sekarang dikenal dengan kontraktor) disebut dengan tentara
bayaran (mercenaries). Dan tampaknya mereka telah berubah menjadi senjata paling
efesien bagi pemerintah Amerika Serikat. Dalam hal ini, Global Research dalam terbitan
terbarunya juga menyinggung eskalasi penggunaan tentara bayaran oleh pemerintah
Amerika Serikat. Selain dinilai semakin membahayakan warga negara yang menjadi
target serangan juga semakin mengobarkan api peperangan. Memang ada wacana untuk
membubarkan atau menghentikan kerjasama militer Amerika Serikat dengan PMF, ini
terbukti dengan, yang ironisnya diawali dengan insiden.
Seperti yang penulis kutip dalam www.arrahmah.com, Insiden itu berawal ketika
konvoi pejabat diplomatik AS diserang ketika melintas di kawasan Al-Yarmukh, sebelah
barat Bahgdad pada Minggu (16/9). Para pengawal konvoi yang terdiri dari para tentara
bayaran yang disewa AS dari perusahaan Blackwater, merespon serangan itu dengan
melepaskan tembakan membabi buta ke arah kerumunan orang di jalan dan ke arah
mobil-mobil yang terperangkap di belakang konvoi tersebut. Akibatnya, delapan orang
tewas dan 13 orang luka-luka. “Orang-orang asing dalam konvoi itu mulai berteriak-
18
teriak dan memberi tanda pada kami untuk mundur. Saya memutar balik mobil dan kira-
kira sudah melaju sejauh 30 meter ketika mereka mulai melepaskan tembakan, ” kata
Hassan Jabar Salman, seorang saksi mata yang berprofesi sebagai pengacara. Salman
terkena lima tembakan ketika berusaha menghindar dari insiden tersebut dan kini dirawat
di rumah sakit Al-Yarmukh. “Mobil saya kena 12 peluru, empat peluru mengenai
belakang badan saya dan satu peluru mengenai tangan, ” ujarnya. Salman mengaku
melihat seorang perempuan dan seorang polisi jalan raya tewas terkena tembakan dan
belasan orang yang ada di lokasi kejadian tiarap untuk menghindari tembakan.
Setelah terjadinya insiden ini, Perdana Menteri Irak Nouri Al-Maliki menyebut
tindakan para tentara bayaran itu sebagai tindakan kriminal. Sementara Direktur Operasi
Kementerian Dalam Negeri Irak, Mayor Jenderal Abdul Karim Khalaf menyatakan akan
melakukan penyelidikan atas kasus tersebut serta melarang Blackwater beroperasi di Irak.
“Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan perintah untuk mencabut izin Blackwater
dan perusahaan itu dilarang beroperasi di seluruh Irak, ” tukas Khalaf. Namun walaupun
wacana larangan operasi ini telah digulirkan, namun tetap saja sampai dengan sekarang
PMF masih beroperasi di Irak. Seperti yang penulis lansir dari situs
http://www.eramuslim.com, meski terbukti kerap menimbulkan masalah di Irak, sejak
masa kampanyenya, Presiden Barack Obama menegaskan tetap akan menggunakan
kekuatan PMF. Dan Obama membuktikan pernyataannya itu. Dalam tulisannya yang
dimuat di Alter Net, Jeremy Scahill, wartawan independen dan freelance untuk pogram
radio dan televisi Democracy Now, membeberkan bagaimana pemerintahan Obama akan
menggunakan jasa PMF untuk operasi-operasi di wilayah Israel-Palestina. Scahill yang
berpengalaman meliput konflik di Irak dan Yugoslavia menyatakan bahwa pemerintahan
Obama telah memutuskan untuk menggunakan jasa PMF Triple Canopy, perusahaan
yang dibangun di Chicago dan sekarang berbasis di Virginia. Reputasi Triple Canopy
memang tidak seburuk Blackwater yang sekarang berganti nama menjadi Xe.
Pemerintahan Obama, kata Scahill yang juga penulis buku "Blackwater: The Rise of the
World's Most Powerful Mercenary Army" dalam artikelnya mengatakan bahwa Obama
menggunakan perusahaan Triple Canopy bukan hanya di Irak tapi juga untuk operasi-
operasinya di Israel dan Palestina, terutama di luar kota Yerusalem guna menjaga
keamanan Israel. Menurut Scahill, mulai tanggal 7 Mei mendatang, Triple Canopy akan
19
mengambil alih mega kontrak selama ini dipegang oleh Blackwater di Irak dengan
departemen luar negeri AS. Deplu AS menyewa tenaga tentara bayaran dari Blackwater
untuk menjaga para pejabat-pejabatnya yang bertugas di Irak.
Pada bulan Februari dan Maret pemerintahan Obama menyampaikan "delivery
order" pada Triple Canopy senilai 5,5 juta dollar yang tercatat dalam kontrak departemen
luar negeri AS berkode SAQMPD05F5528 bertajuk "PROTECTIVE SERVICES--
ISRAEL". Menurut sebuah dokumen pemerintah, kontrak itu berlangsung sampai bulan
September 2012, namun dokumen lain menyebutkan kontrak tersebut hanya sampai
bulan September 2009. Kontrak meliputi "Pelayanan Keamanan dan Patroli" di Israel.
Total nilai kontrak sebesar 41.556.967,72 dollar dan surat kontrak diklasifikasikan dalam
katagori dokumen "sensitif tapi tidak rahasia." Catatan-catatan pemerintaha federal
menunjukkan bahwa kontrak layanan jasa keamanan itu sebenarnya sudah ada sejak
tahun 2005 dan terus diperbaharui setiap tahunnya. Triple Canopy beroperasi dibawah
program perlindungan personal pejabat departemen luar negeri AS di seluruh dunia
(WPPS), sebuah program yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang menyewakan
jasa tentara bayaran untuk beroperasi di negara-negara konflik dimana AS terlibat di
dalamnya, seperti Irak, Aghanistan, Bosnia, Israel dan Haiti. Dalam kurun waktu tahun
2005-2008, departemen luar negeri AS menghabiskan dana sebesar dua milyar dollar
hanya untuk membayar jasa layanan keamanan swasta. Seperti yang dikemukakan dalam
sinopsis diatas, walaupun banyak penolakan, namun tetap saja manusia membutuhkan
kehadiran Autobot dalam menjaga keamanan di bumi dari serangan Decepticon. Sama
seperti militer Amerika serikat yang masih membutuhkan kehadiran Private Military
Firms dalam menjaga keamanan, bahkan itu sudah menjadi takdir bahwa Militer Amerika
Serikat dan PMF akan selalu bekerjasama, karena ancaman dari teroris kepada AS
seakan-akan selalu mengintai. Seperti Decepticon yang akan selalu mengancam
kehidupan manusia. Propaganda akan adanya ancaman inilah yang disusupkan dalam
film tersebut, bahwa Amerika akan selalu diancam oleh teroris dan membutuhkan
kerjasama dengan organisasi militer lainnya unt uk menghadapi teroris. Selain
propaganda tentang bahaya yang selalu mengancam Amerika Serikat, terlihat juga
propaganda lainnya tentang kepemilikan sistem Alutsista Amerika Serikat yang
berteknologi High Tech, film ini menurut situs http://cnreviews.com, didukung penuh
20
oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, hampir semua alat Alutsista Amerika
Serikat dikeluarkan dalam film ini. Mulai dari penyediaan lokasi suting di White Sands,
New Mexico, dimana lokasi ini menjadi tempat percobaan (ground zero) untuk peluru
kendali, sampai dengan penggunaan dua pesawat Jet Fighters A-10, enam pesawat Jet
Fighters F-16, sepuluh Jip Hummer lapis anti peluru, dua tank M1A2 dan pesawat carrier
USS John C. Stennis dalam suting. Suatu Show of Force yang ditunjukkan oleh Amerika
dalam sebuah film Animasi. Selanjutnya propaganda tentang kekuatan Militer Amerika
Serikat yang hanya bisa dikalahkan oleh pasukan robot luar angkasa. Adegan klimaks
film Transformers 2 : Revenge Of The Fallen, mengisahkan peperangan antara militer AS
yang tidak dibantu oleh pemimpin Autobots, Optimus Prime, melawan Decepticon.
Militer As terdesak dan dapat dikalahkan oleh Decepticon. Ini merupakan bentuk
propaganda dimana, Militer Amerika Serikat adalah pasukan militer terkuat di dunia, dan
yang bisa mengalahkan persenjataan canggih mereka hanyalah kekuatan robot luar
angkasa. Yang notabene, pasukan robot ini hanyalah fiktif belaka, sehingga
mengisyaratkan bahwa tidak ada kekuatan militer lain yang mampu menghadapi militer
AS. Bentuk kesombongan lainnya dari militer Amerika Serikat, seperti sering
ditunjukkan dalam propaganda-propaganda film perang Vietnam, dimana Amerika selalu
meraih kemenangan dalam tiap pertempuran, namun fakta historis mengatakan
kebalikannya. Bila propaganda film Vietnam sudah mulai ketinggalan jaman dan
generasi-generasi baru mulai bermunculan, generasi yang tidak tahu tentang Vietnam,
maka diperlukan suatu propaganda modern yang melibatkan efek-efek fantastis, sehingga
lebih menarik banyak generasi muda untuk duduk di gedung bioskop dan tanpa sadar
mempersilahkan jarum propaganda menyuntikkan pesan-pesan ke dalam pemikiran
mereka.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ardial. 2010. Komunikasi Politik. Jakarta: Indeks.
Bettinghaus, Erwin P. 1973. Persuasive Communication Second Edition. New York:
Reinhart and Winston.
Danesi, Marcel. 2002. Understanding Media Semiotics. London: Arnold Publisher.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa sebuah Study Critical
Discourse Analysis Discourse. Jakarta: Granit.
Lanza, Conrad H. 2010. Napoleon dan Strategi Perang Modern. Jakarta: Komunitas
Bambu.
Littlejohn, Stephen W and Foss, Karen A. 2008. Theories of Human Communication
Ninth Edition. USA: Thomson Higher Education.
Maswadi, Rauf dan Mappa, Nasrun.1993. Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta:
Gramedia.
Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik. Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya..
Rakhmat, Jalaluddin.2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Severin J. Werner, James W. Tankard, Jr. 2009. Teori Komunikasi. Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Shoemaker, Pamela J and Reese, Stephen D. 1996. Mediating The Message. Theories of
Influences on Mass Media Content. New York: Longman Ltd.
22
SITUS INTERNET
http://arrahmah.com/index.php/news/read/1009/tentara-tentara-bayaran-as-itu-bunuh-
warga-sipil-di-irak
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/pemerintahan-obama-sewa-jasa-tentara-bayaran-
untuk-jaga-keamanan-israel.htm
http://cnreviews.com/life/news-issues/american-hegemony-football-
transformers_20090702.html
23