Kwaliteitsreeks_92 Evaluatie Salmonella in Diervoeder 2001 en 2002
ANALISIS KADAR Serum Glutamic PyruvicTransaminase (SGPT...
Transcript of ANALISIS KADAR Serum Glutamic PyruvicTransaminase (SGPT...
ANALISIS KADAR Serum Glutamic PyruvicTransaminase(SGPT) PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan DiplomaIIIPoliteknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
Oleh :
SUCIATI RAHMAP00341015044
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
ii
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Suciati Rahma
NIM : P00341015044
Tempat, Tanggal Lahir : Lalonggasumeeto, 20 September 1997
Suku/bangsa : Buton/Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Poros Batu Gong, Desa Toolawawo
B. Pendidikan
1. SD Negeri 2 Lalonggasumeeto, Tamat tahun 2009
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Konawe (MTs), Tamat tahun 2012
3. SMA Negeri 4Kendari, Tamat tahun 2015
4. Tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
vi
MOTTO
Memulai dengan penuh keyakinan
Menjalankan dengan penuh keikhlasan
Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan),
tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain).
Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap."
(QS. Al-Insyirah, 6-8)
Karya Tulis ini Kupersembahkan Kepada
Almamaterku,
Ayahanda dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang
Sahabat-sahabatku tersayang
Agama, bangsa dan negaraku
vii
ABSTRAK
Suciati Rahma (P00341015044). Analisis Kadar Serum Glutamic PyruvicTransaminase (SGPT) Pada Penderita Demam Tifoid Di Rumah Sakit UmumDaerah (RSUD) Kota Kendari Tahun 2018.Yang dibimbing oleh Ibu AnitaRosanty dan Ibu Reni Yunus (xiii + 30 halaman + 3 tabel + 9lampiran).Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteriSalmonella typhi. Bakteri Salmonella typhiyang terdapat diusus akan berkembangbiak kemudian menghasilkan endotoksin, maka jika masuk kedalam tubuh dapatmenyebabkan kondisi tubuh menjadi lemah sehingga memudahkan bakteriSalmonella typhi menyerang jaringan tubuh seperti hati.Kerusakan hati padapenderita tifoid berupa perubahan hepatomegali, ikterus, biokimia danhistopatologis maka kadar SGPT meningkat. Penelitian ini bertujuan Untukmengetahui kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderitademam tifoid. Metode penelitianini adalahDeskriptif dengan populasi sampelsebanyak 260 orang dan besar sampel penelitian berjumlah 26 penderita demamtifoid. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental sampling. Hasilpenelitian menunjukkan dari 26 sampel sebagian besar penderita demam tifoidmemiliki hasil SGPT normal sebanyak 21 penderita demam tifoid (81%) dankadar SGPT yang tinggi sebanyak 5 penderita demam tifoid (19%).Dari hasilpenelitian dapat disimpulkan bahwa dari 26 penderita demam tifoid yangdiperiksa kadarSGPT jumlah kadar SGPT yang normal lebih banyak dari jumlahkadar SGPT yang tinggi.Saran dari penelitian ini adalahdapat dijadikansebagaibahan ilmu pengetahuan terkait pemeriksaan SGPTpada penderita demamtifoiddalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya Jurusan AnalisKesehatan.
Kata kunci : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), Demam TifoidDaftar Pustaka : 29 buah (2006 - 2017)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan
kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga karya tulis ilmiah
dengan judul “Analisis Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
Pada Penderita Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Kendari”. Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program Diploma III (DIII) pada Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Rasa hormat, terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
Ayahanda Bakri dan Ibunda Sumiati SPd.i tercinta atas semua bantuan moril
maupun materil, motivasi, dukungan dan cinta kasih yang tulus serta doanya demi
kesuksesan studi yang penulis jalani selama menuntut ilmu sampai selesainya
karya tulis ini.
Proses penulisan karya tulis ilmiah ini telah melewati perjalanan panjang,
dan penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan rasa terima kasih
kepada ibu Anita Rosanty, SST., M.Kes selaku pembimbing I dan ibu Reni
Yunus, S.Si., M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
kesabaran dalam membimbing dan atas segala pengorbanan waktu dan pikiran
selama menyusun karya tulis ini. Ucapan terima kasih penulis juga tujukan
kepada:
1. Askrening, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. DR. Drs. La Ode Mustafa Muchtar, M.Si selaku Kepala Kantor Badan Riset
Sultra yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis dalam penelitian
ini.
3. Tuti Dwiyana, Amd.Anakes, SKM selaku Kepala Laboratorium Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kendari yang telah memberi kemudahan dalam penelitian.
4. Anita Rosanty, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan.
ix
5. Ruth Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd dan Satya Darmayani, S.Si., M.Eng selaku
penguji dalam Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.
7. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga
besar yang selalu membantu, mendukung dan mendoakan penulis.
8. Terimakasih kepada seluruh teman-teman Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Kendari angkatan tahun 2015 yang selalu memberikan semangat kepada
penulis.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan
keterbatasan yang ada, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan dan masih terdapat kekeliruan, dan kekurangan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa manfaat untuk
menambah khasanah ilmu khususnya bagi ilmu pengetahuan dan penelitian
selanjutnya. Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib dilewati dari masa studi
yang telah penulis tempuh, semoga menjadi awal yang baik bagi penulis Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Kendari, 13 Juli 2018
Peneliti
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
MOTTO ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR......................................................................................viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang SGPT........................................................... 5
B. Tinjauan Umum Tentang Hati.............................................................. 8
C. Tinjauan Umum Tentang Demam Tifoid ............................................. 9
D. Hubungan SGPT Dengan Demam Tifoid........................................... 15
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Teori Kerangka Konsep...................................................................... 16
B. Bagan Kerangka Konsep .................................................................... 17
C. Variabel Penelitian ............................................................................. 18
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ........................................ 18
xi
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 19
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 19
C. Populasi dan Sampel........................................................................... 19
D. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 20
E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 20
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium.................................................. 21
G. Jenis Data............................................................................................ 22
H. Analisis Data ...................................................................................... 22
I. Pengolahan Data ................................................................................. 22
J. Penyajian Data.................................................................................... 23
K. Etika Penelitian................................................................................... 23
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................... 24
B. Hasil Penelitian................................................................................... 25
C. Pembahasan ........................................................................................ 27
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 30
B. Saran ................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin PadaPenderita Demam Tifoid Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit UmumDaerah Kota Kendari
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Serum Glutamic PyruvicTransaminase (SGPT) Pada Penderita Demam Tifoid Yang RawatInap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 2 : Tabulasi Data
Lampiran 3 : Master Tabel
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian dari Jurusan Analis Kesehatan
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 6 : Surat Izin dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 7 : Surat keterangan telah melakukan penelitian
Lampiran 8 : Dokumentasi Proses Penelitian
Lampiran 9 : Surat Keterangan Bebas Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit pada saluran pernafasan dan pencernaan adalah penyakit
menular yang paling sering terjadi di negara berkembang yang beriklim tropis
dan subtropis. Salah satunya adalah penyakit demam tifoid pada usus halus
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Pada tahun 2009 angka
insidensi penyakit ini di dunia sekitar 17 juta pertahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2014 sekitar 21 juta kasus demam tifoid (WHO,
2014). Di Indonesia penyakit demam tifoid merupakan penyakit yang masih
endemik. Demam tifoid menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak di
Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 (Depkes RI, 2009). Dan pada tahun
2010 mengalami penurunan dengan jumlah kasus demam tifoid 41.081
(Profil Kesehatan Indonesia, 2010).
Pada tahun 2014 jumlah kasus demam tifoid di Sulawesi Tenggara
sebesar 3.828 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2015 dengan 1.867
kasus. Walaupun angka prevalensi demam tifoid pada tahun 2015 menurun,
penyakit ini masuk dalam 10 besar penyakit di dua tahun terakhir (Profil
Dinkes Sultra, 2015). Pada tahun 2016 dilingkup kerja Rumah Sakit
Abunawas kasus demam tifoid menempati urutan ke-7 dari 10 penyakit
terbanyak dengan jumlah 145 kasus. Pada tahun 2017 mengalami
peningkatan sebanyak 260 kasus demam tifoid. (Rumah Sakit Abunawas,
2017).
Tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan infeksi bakteri
Salmonella typhi. Bakteri Salmonella typhi yang tertelan akan mencapai usus
halus, dari usus halus bakteri Salmonella typhi memasuki saluran limfatik dan
kemudian masuk ke aliran darah dan sampai ke organ-organ lain, seperti hati
dan paru-paru (Jawetz, 2014).
2
Bakteri Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan
kompleks lipopolisakarida dan dianggap berperan penting pada patogenesis
demam tifoid. Endotoksin bersifat pirogenik serta memperbesar reaksi
peradangan dimana bakteri Salmonella typhi berkembang biak, maka jika
masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan kondisi tubuh menjadi lemah
sehingga memudahkan bakteri Salmonella typhi menyerang jaringan-jaringan
tubuh yang lain termasuk hati (Menteri Kesehatan RI, 2006). Kerusakan hati
sering terjadi pada penderita tifoid dan bisa berupa perubahan hepatomegali,
ikterus, biokimia dan histopatologis. Hepatomegali terisolasi tidak memiliki
signifikansi klinis, namun kemunculannya dengan ikterus meskipun jarang
menunjukkan keterlibatan hati sebagai akibat dari toksemia umum atau invasi
oleh bakteri Salmonella typhi. Kerusakan hati yang signifikan mungkin
terjadi tanpa tanda klinis yang jelas atau tes laboratorium abnormal. Oleh
karena itu, kadar SGPT bisa meningkat (Jain, 2016).
Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan
kelainan tes fungsi hati yang terjadi pada minggu ke 2 dimana didapatkan
peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin darah. Pada histopatologi hati
didapatkan nodul tifoid dan hiperplasi sel-sel kuffer. Oleh karena itu, proses
peradangan sel-sel hati, enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT) sering
ditemukan meningkat. Banyak pendapat mengatakan bahwa peningkatan
transaminase ini disebabkan banyak faktor seperti pengaruh endotoksin,
mekanisme imun dan obat-obatan (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti (2016) tentang hubungan kadar
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dengan titer widal antigen O
Salmonella typhi pada penderita demam tifoid dilaporakan bahwa sebanyak
21 orang hasil pemeriksaan kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid meningkat. Hal ini, disebabkan oleh
hati yang telah mengalami kerusakan, kelelahan akibat aktivitas fisik yang
berat serta sistem kekebalan tubuh yang melemah.
3
Kadar normal Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada pria
0-40 U/l dan wanita 0-35 U/l. Kadar SGPT di ukur menggunakan alat
Fotometer dengan metode kinetik enzimatik. Kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) yang tinggi pada penderita demam tifoid
mengakibatkan komplikasi pada hepar dan kandung empedu seperti hepatitis
dan kolesistitis (Padila, 2013).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang "Analisis Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada
penderita demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Kendari"
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah analisis kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) Pada penderita demam tifoid ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kota Kendari
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan masukkan dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan khususnya Jurusan Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Kendari.
4
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber
informasi atau bahan masukkan terkait pemeriksaan Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid.
3. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman terkait
penelitian yang dilakukan.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan akan melakukan
penelitian yang sama dimasa mendatang.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
1. Pengertian Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim
yang utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif dalam
mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini juga ditemukan dalam
jumlah sedikit pada otot jantung, ginjal, serta otot rangka. Kadar SGPT
sering kali dibandingkan dengan SGOT untuk tujuan diagnostik. SGPT
meningkat lebih khas daripada SGOT pada kasus nekrosis hati dan
hepatitis akut, sedangkan SGOT meningkat lebih khas pada nekrosis
miokardium (infark miokardium akut), sirosis, kanker hati, hepatitis kronis
dan kongesti hati. Kadar SGOT ditemukan normal atau meningkat sedikit
pada kasus nekrosis miokardium. Kadar SGPT kembali lebih lambat ke
kisaran normal daripada kadar SGPT pada kasus hati (Kee, 2014).
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang berasal dari
sitoplasma sel hati dianggap lebih spesifik daripada Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase (SGOT) (berasal dari mitokondria dan
sitoplasma hepatosit) untuk kerusakan parenkim sel hati. Pada umumnya
nilai tes Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) lebih tinggi
daripada Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) pada
kerusakan parenkim hati akut sedangkan pada proses kronis didapat
sebaliknya. Nekrosis sel hati kadang-kadang disertai oleh kolestasis baik
intra maupun ekstra hepatik kadang-kadang disertai nekrosis sel hati.
Nekrosis akut ditandai oleh bocornya enzim-enzim sitoplasma sel hati
dalam jumlah yang besar sehingga menyebabkan tes Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) meningkat. Kadar normal Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) dinyatakan dalam kisaran U/l dan akan
meningkat jika terjadi kerusakan hati (Kosasih, 2008).
6
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan suatu
enzim hepar yang berperan penting dalam metabolisme asam amino dan
glukoneogensis. Enzim ini mengkatalisa pemindahan suatu gugus amino
dari alanin ke α-ketoglutarat untuk menghasilkan glutamat dan piruvat
(Daniel, 2010).
Kadar normal Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada
pria 0-40 U/l dan wanita 0-35 U/l. Kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) di ukur menggunakan alat Fotometer dengan
metode kinetik enzimatik. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) di laboratorium adalah hemolisis
spesimen darah yang menyebabkan hasil uji palsu, aspirin dapat
menyebabkan penurunan atau peningkatan SGPT serum dan obat tertentu
dapat meningkatkan kadar SGPT serum (Kee, 2014).
2. Patofisiologi Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang berada sedikit
di atas normal tak selalu menunjukkan seseorang sedang sakit. Bisa saja
peningkatan itu terjadi bukan akibat gangguan pada liver. Kadar Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) juga gampang naik turun.
Mungkin saja saat diperiksa, kadarnya sedang tinggi. Namun setelah itu,
dia kembali normal. Pada orang lain, mungkin saat diperiksa, kadarnya
sedang normal, padahal biasanya justru tinggi. Karena itu, satu kali
pemeriksaan saja sebenarnya belum bisa dijadikan dalil untuk membuat
kesimpulan (Widjaja, 2009).
3. Kondisi yang Meningkatkan SGPT
Menurut Riswanto (2009) kondisi yang dapat meningkatkan SGPT
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Peningkatan SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia).
b. Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis
aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark
miokard (SGOT > SGPT).
7
c. Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis biliaris.
4. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang
berhubungan dengan nilai Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT),
ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT), yaitu :
a. Istirahat tidur
Penderita hepatitis yang tidak tercukupi kebutuhan istirahat
tidurnya atau waktu tidurnya kurang dari 7 atau 8 jam setelah dilakukan
pemeriksaan terjadi peningkatan kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT). Waktu tidur normalnya 7-8 jam, Jika tidak
mencukupi istirahat tidur maka dapat menimbulkan penyakit pada
infeksi limpa (hati) karena pada hati terdapat zat toksin yang seharusnya
dikeluarkan dari tubuh tetapi dikembalikan balik ke dalam tubuh oleh
empedu dan kembali beredar di dalam darah. Oleh karena itu, enzim
yang terdapat pada hati yaitu Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) dalam hal ini dapat meningkat.
b. Kelelahan
Kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas yang terlalu banyak
atau kelelahan yang diakibatkan karena olahraga juga akan
mempengaruhi kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).
Pada saat seorang berolahraga dengan keras atau aktivitas yang terlalu
banyak, kebutuhan oksigen dibawah kedalam otot tetapi oksigen yang
mencapai sel otot tidak cukup. Oleh karena itu, Asam laktat akan
menumbuk dan berdifusi kedalam darah maka akan merangsang pusat
pernafasan sehingga frekuensi dan kedalaman nafas pun meningkat. Hal
ini berlangsung terus-menerus, bahkan setelah kontraksi itu selesai
sampai jumlah oksigen cukup untuk memungkinan sel otot dan hati
mengoksidasi asam laktat dengan sempurna menjadi glikogen. Apabila
8
hati sudah tidak bisa mengoksidasi asam laktat maka dapat
mempengaruhi kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
yang ada dalam hati.
c. Konsumsi obat-obatan
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar
SGPT
1) Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat
bius.
2) Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC.
3) Metildopa, merupakan jenis obat anti hipertensid.
4) Fenitoin dan Asam Valproat, merupakan jenis obat yang biasa
digunakan sebagai obat anti epilepsi atau ayan.
5) Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep
dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis
obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun
jika berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang
cukup parah bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis
obat diatas adapula jenis obat lainnya yang dapat merusak fungsi
hati, seperti alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tembaga dan
vinil klorida.
B. Tinjauan Umum Tentang Hati
1. Pengertian Hepar (Hati)
Hati adalah kelenjar terbesar yang terdapat didalam tubuh kita, yang
letaknya di rongga perut sebelah kanan atas, di bawah sekat rongga badan
atau diafragma. Hati secara luas dilindungi oleh iga-iga. Hati terbagi dalam
dua belahan utama, kiri dan kanan. Permukaan atas berbentuk cembung
dan terletak di bawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan, disebut fisura transfersus. Permukaannya
dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk ke luar hati. Fisura
longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah,
9
sedangkan ligament falsiformis melakukan hal yang sama dari permukaan
atas hati (Irianto, 2013).
Hati berwarna merah tua. Pada orang dewasa berat hati kira-kira 2
kg. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui
arteri hepatica dan yang melalui vena porta. Terdapat empat pembuluh
darah utama yang menjelajahi seluruh hati, dua yang masuk, yaitu: arteri
hepatica dan vena porta, dan dua yang keluar, yaitu: vena hepatica dan
saluran empedu (Irianto, 2013).
2. Pemeriksaan Faal Hati
Pemeriksaan faal hati secara sederhana dapat dipergunakan untuk
mendapat informasi mengenai beberapa jenis disfungsi hati :
a. Penanda nekrosis sel hati : SGOT, SGPT, LDH
b. Penanda kolestasis : bilirubin direk, gamma-GT, fosfatase alkali
c. Penilaian faal sintesis : kadar albumin serum, kadar prealbumin
(transtiretin), kolinesterase, masa protrombin (Kosasih, 2008).
C. Tinjauan Umum Tentang Demam Tifoid
1. Pengertian Tifoid
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
bakteri Salmonella typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang
terinfeksi bakteri salmonella (Padila, 2013).
Demam tifoid adalah suatu penyakit yang hanya menyerang anak-
anak usia sekolah, disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi pada
usus kecil dan aliran darah. Bakteri ini tercampur di dalam air yang kotor
atau susu dan makanan yang terinfeksi. Pada usus kecil akan timbul tukak,
dan bakteri kemudian masuk ke aliran darah. Masa tular antara satu dan
dua minggu (Irianto, 2014).
10
Sejarah tifoid dimulai saat ilmuwan Perancis bernama Pierre Louis
memperkenalkan istilah tifoid pada tahun 1829. Tifoid atau tifus berasal
dari bahasa yunani typhos yang berarti penderita demam dengan gangguan
kesadaran. Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan penyakit ini
melalui air dan bukan udara. Gaffky juga berhasil membiakkan Salmonella
typhi dalam media kultur pada tahun 1884. Pada tahun 1896 Widal
akhirnya menemukan pemeriksaan tifoid yang masih digunakan sampai
saat ini. Selanjutnya, pada tahun 1948 Woodward dkk. melaporkan untuk
pertama kalinya bahwa obat yang efektif untuk demam tifoid adalah
kloromfenikol (Irianto, 2014).
2. Siklus Hidup Bakteri Salmonella typhi
Diawali dari sebuah infeksi yang terjadi oleh karena menelan
makanan yang terkontaminasi dengan urin atau feses yang terdapat bakteri
Salmonella typhi dari organisme pembawa (host).
Bakteri Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan
kompleks lipopolisakarida. Kompleks ini dianggap berperan penting pada
patogenesis demam tifoid. Endotoksin bersifat pirogenik serta
meningkatkan reaksi peradangan ditempat bakteri Salmonella typhi
berkembang biak. Infeksi terjadi ketika bakteri Salmonella typhi melalui
lambung dan mencapai usus dan invasi ke jaringan limfosit yang
merupakan tempat predileksi untuk berkembang biak. Melalui saluran
limfe mesentrik bakteri masuk aliran darah sistemik (bakterimia) pada fase
ini disebut sebagai fase inkubasi terjadi pada 7-14 hari. Setelah itu terjadi
hiperpelasia kemudian nekrosis dan selanjutnya ulserasi hingga
membentuk ulkus. Infeksi terjadi pada organ yang lain diantaranya tulang,
usus, paru, ginjal, jantung, hati dan organ lain. Bakteri Salmonella typhi
dapat tinggal dalam hati sehingga bersifat sebagai penderita karier akibat
penyembuhan tidak sempurna (Menteri Kesehatan RI, 2006).
11
3. Manifestasi Klinik
Masa tunas tifoid 10-14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi/diare, perasaan
tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada Minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
c. Komplikasi
1) Komplikasi intestinal :
a) Perdarahan usus
b) Perporasi usus
c) Ilius paralitik
2) Komplikasi extra intestinal :
a) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan
syndroma uremia hemolitik.
c) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis
kolesistitis.
e) kompliasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
f) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis.
g) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma, Guillain bare dan sindroma
katatonia (Padila, 2013).
12
4. Diagnosis
Biasanya dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan serta
pengobatan seharusnya segera dimulai. Jika laboratorium tersedia,
diagnosis dapat dibuktikan dengan meningkatnya antibodi dalam darah
(tes widal). Setelah uji widal positif maka dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan tes faal hati yaitu pemeriksaan SGPT dan SGOT yang
ditandai dengan meningkatnya kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT) dalam darah (Irianto, 2014).
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan demam tifoid dapat di lakukan dengan menggunakan
Uji widal. Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi
terdapat dalam serum si penderita dengan tifoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi bakteri Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum si penderita yang disangka menderita tifoid. Akibat
infeksi oleh bakteri Salmonella typhi, si penderita membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh bakteri).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman) (Padila, 2013).
13
Setelah penderita demam tifoid dinyatakan positif uji widalnya dan
sudah terdiagnosa oleh dokter, maka untuk pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan SGPT dan SGOT untuk menilai fungsi hati
adalah Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada demam tifoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya tifoid (Padila,
2013).
Pada pemeriksaan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
menggunakan 3 alat dalam melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu
Semi Biochemistry Auto Analyzer, Fotometer dan Spektrofotometer.
Ketiga alat tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu untuk menentukan
suatu konsentrasi atau kadar dalam sampel dengan panjang gelombang 340
nm. Sedangkan metode yang digunakan juga terdiri dari 2 metode yaitu
metode kinetik enzimatik dan metode kinetik optimasi rekomendasi IFCC.
Metode kinetik enzimatik mempunyai 2 reagen yaitu reagen A dan reagen
B dalam pemeriksaan SGPT sedangkan metode kinetik optimasi
rekomendasi IFCC mempunyai 1 reagen yaitu reagen QCA dalam
pemeriksaan SGPT (Nugraha, 2015).
Pada pemeriksaan laboratorium, jenis spesimen yang digunakan
yaitu darah (serum) dari penderita demam tifoid. Serum adalah bagian cair
darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-faktor pembekuan
darah. Serum didapat dari spesimen darah yang tidak ditambahkan
antikoagulan, sehingga darah akan membeku dalam waktu kurang lebih 15
menit. Darah yang membeku dilakukan sentrifugasi, sehingga terjadi
pemisahan antara cairan dan sel-sel darah, cairan berwarna kuning hasil
sentrifugasi disebut sebagai serum darah (Nugraha, 2015).
14
D. Hubungan Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) denganDemam Tifoid
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim yang
didapatkan dalam sel berbagai jaringan tubuh, tetapi sumber utama adalah
sel-sel hati. Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah sedikit pada otot jantung,
ginjal, serta otot rangka (Kee, 2014).
Pemeriksaan faal hati secara sederhana dapat dipergunakan untuk
mendapat informasi mengenai beberapa jenis disfungsi hati, salah satunya
penanda nekrosis sel hati yaitu pemeriksaan Kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase SGPT (Kosasih, 2008).
Infeksi pada hati dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus yang
dapat menyebabkan infeksi pada hati ialah virus Hepatitis A, B, C, D, E, dan
G, Adenovirus, CMV, Herpes simplex, virus HIV, virus rubella dan virus
varicella. Sedangkan bakteri yang menginfeksi hati ialah bakteri Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi, tuberculosis, dan leptosfera. Bakteri Salmonella
typhi menghasilkan endotoksin dimana bakteri Salmonella typhi dapat
berkembang biak menjadi banyak sehingga dapat menginfeksi organ lain
termasuk hati (Dalimartha, 2008).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi. Penularan ke manusia melalui makanan atau
minuman yang tercemar dengan feses atau urin manusia. Setelah melewati
lambung bakteri Salmonella typhi mencapai usus halus dan invasi ke jaringan
limfoid (Plak Peyer) yang merupakan tempat predileksi untuk berkembang
biak. Melalui saluran limfe mesentrik bakteri masuk aliran darah sistemik
(bakterimia I) dan mencapai sel-sel retikulo endotelial dari hati dan limpa.
Fase ini dianggap masa inkubasi (7-14 hari). Kemudian dari jaringan ini
bakteri dilepas ke sirkulasi sistemik (bakterimia II) melalui duktus torasikus
dan mencapai organ-organ tubuh terutama limpa, usus halus dan kandung
empedu (Menteri Kesehatan RI, 2006).
15
Bakteri Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan
kompleks lipopolisakarida dan dianggap berperan penting pada patogenesis
demam tifoid. Endotoksin bersifat pirogenik serta memperbesar reaksi
peradangan dimana bakteri Salmonella typhi berkembang biak maka
mengakibatkan kondisi tubuh menjadi lemah sehingga memudahkan bakteri
Salmonella typhi menyerang jaringan-jaringan tubuh yang lain termasuk hati.
Oleh karena itu, kadar SGPT bisa meningkat (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Kelainan patologis yang utama terdapat di usus halus terutama dileum
bagian distal dimana terdapat kelenjar plak peyer. Pada minggu pertama, pada
plak peyer terjadi hiperplasia berlanjut menjadi nekrosis pada minggu ke 2
dan ulserasi pada minggu ke 3, akhirnya terbentuk ulkus. Ulkus ini mudah
menimbulkan perdarahan dan perforasi yang merupakan komplikasi yang
berbahaya. Hati membesar karena infiltrasi sel-sel limfosit dan sel
mononuklear lainnya serta nekrosis fokal (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan
kelainan tes fungsi hati yang terjadi pada minggu ke 2 dimana didapatkan
peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin darah. Pada histopatologi hati
didapatkan nodul tifoid dan hiperplasi sel-sel kuffer. Oleh karena itu, proses
peradangan sel-sel hati, enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT) sering
ditemukan meningkat. Banyak pendapat mengatakan bahwa peningkatan
transminase ini disebabkan banyak faktor seperti pengaruh endotoksin,
mekanisme imun dan obat-obatan (Menteri Kesehatan RI, 2006).
16
BAB IIIKERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini dapat mencemari makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang terinfeksi
bakteri Salmonella typhi kemudian tertelan masuk kedalam tubuh dan akan
mencapai usus halus, dari usus halus Salmonella memasuki saluran limfatik
dan kemudian masuk ke aliran darah. Bakteri Salmonella typhi menghasilkan
endotoksin yang merupakan kompleks lipopolisakarida, ketika tubuh menjadi
lemah maka bakteri Salmonella typhi akan menyerang jaringan-jaringan
tubuh seperti hati. Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
dipengaruhi adanya kerusakan organ hati yang menyebabkan kadar Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) itu terjadi peningkatan.
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim yang
utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif dalam mendiagnosis
destruksi hepatoselular. Jika kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid meningkat dikarenakan beberapa faktor
antara lain pada hatinya telah mengalami kerusakan, kelelahan yang
disebabkan aktivitas fisik yang berat, sistem kekebalan tubuh menurun
sehingga kondisi tubuh menjadi lemah. Dalam pemeriksaan Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT), metode yang digunakan yaitu metode kinetik
enzimatik dengan alat Fotometer PALIO 100 sedangkan sampel yang
digunakan pada pemeriksaan ini adalah serum darah penderita demam tifoid.
17
B. Kerangka Pikir
Keterangan:
= Variabel yang tidak diteliti
= Variabel yang diteliti
Penderita demam tifoid
Pemeriksaan SGOT
Darah Vena
Centrifuge
Serum
FotometerPALIO 100
Metode kinetikenzimatik
Normal Tinggi
Widal Positif
Salmonella typhi menghasilkanendotoksin yang dapat menyerang hati
Organ hati terinfeksimempengaruhi kerja enzim
Pemeriksaan SGPT
18
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
2. Variabel terikat : penderita demam tifoid yang sudah positif uji widal dan
sudah terdiagnosa oleh dokter.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Penderita demam tifoid adalah penderita yang sudah positif uji widalnya
yang dirawat inap di RSUD Kota Kendari.
2. Pemeriksaan SGPT adalah pemeriksaan Kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) penderita demam tifoid pada laki-laki dan
perempuan yang sudah positif uji widalnya dan dirawat inap di RSUD
Kota Kendari.
Kriteria objektif :
a. Kadar SGPT normal : apabila pada penderita demam tifoid yang
dirawat inap di RSUD Kota Kendari telah diberi perawatan khusus
seperti pola makan yang diatur sesuai diet yang dianjurkan oleh petugas
rumah sakit dan pasien sudah minum antibiotik penurun panas.
Nilai rujukan :
1) Pria : 0-40 U/l
2) Wanita : 0-35 U/l
b. Kadar SGPT tinggi : apabila pada penderita demam tifoid terinfeksi
oleh bakteri Salmonella typhi dalam jumlah yang banyak kemudian
menghasilkan endotoksin, masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan
kondisi tubuh menjadi lemah sehingga memudahkan bakteri Salmonella
typhi menginfeksi hati maka terjadi kerusakan pada hati yang dapat
meningkatkan kadar SGPT yang ada dihati.
Nilai rujukan :
1) Pria >40 U/l
2) Wanita >35 U/l
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
untuk memperoleh analisis kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kota Kendari
B. Tempat dan Waktu penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2018 sampai
31 Mei 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok individu atau obyek yang memiliki
karakteristik yang sama, yang mungkin diselidiki/diamati (Moch, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita demam tifoid yang dirawat
inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari pada tahun
2017 sebanyak 260 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Elfindri et al, 2011).
Sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah penderita demam tifoid
yang positif uji widalnya dan terdiagnosa tifoid oleh dokter, yang dirawat
inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari. Besarnya
sampel dalam yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 10% karena
jumlah populasi >100 (Sugiyono, 2011).
20
Rumus : Jumlah Populasi x 10/ 100 = 260 x 10/100
= 26
Penelitian ini sebanyak 26 penderita demam tifoid yang dilakukan
pemeriksaan SGPT selama 1 bulan. Teknik pengambilan sampel
menggunakan Accidental sampling artinya mengambil penderita demam
tifoid yang ada pada saat penelitian hingga mencapai 1 bulan.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
1. Data primer di peroleh dari hasil pemeriksaan kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari.
2. Data sekunder di peroleh dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Kendari terkait data jumlah penderita demam tifoid yang rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri atas alat dan bahan yang digunakan sebagai
berikut :
1. Alat
a. Auto analyzer Palio 100
b. Centrifuge
c. Mikropipet 500 µl
d. Rak tabung
2. Bahan
a. Sampel (serum)
b. Reagen A
c. Reagen B
d. Tabung EDTA
e. Cup sampel
f. Tip biru
21
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium
1. Pra analitik :
a. Metode : Kinetik enzimatik
b. Prinsip :
GPT2-oksoglutarat + L-alanin glutamate + piruvat
LDHpiruvat + NADH + H+ laktat + NAD+
Dengan adanya 2-oxoglutarat, aspartat di transformasikan menjadi
pyruvate dan glutamat oleh adanya ALT/SGPT dalam sampel. Dengan
adanya NADH dan LDH, pyruvate di transformasikan menjadi lactate
dan NAD. Konsumsi NADH pada periode waktu tertentu, ditentukan
pada panjang gelombang 340 nm, adalah proporsional pada aktifitas
GPT dalam sampel.
c. Persiapan Sampel :
1) Darah yang sudah diperoleh sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam
centrifuge dan diputar selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
2) Tabung dikeluarkan dari centrifuge, cairan kuning atau serum yang
terdapat di bagian atas yang digunakan sebagai bahan pemeriksaan.
2. Analitik :
a. Pastikan alat sudah siap digunakan
b. Sampel serum di pipet minimal 250 µ/L dengan mikropipet, lalu
masukkan pada cup sampel. (hindari adanya gelembung pada serum
pasien yang ada dalam cup sampel).
c. Kemudian cup sampel tersebut dimasukkan kedalam alat
d. Dilakukan pengaturan di komputer alat dengan menulis :
1) ID Code (urut dengan No. sebelumnya)
2) Sampel type : Serum
3) Patient type : Male/Female
4) Tube type : cup sampel
22
e. Kemudian pilih parameter pemeriksaan dengan mengklik parameter
yang diinginkan (SGPT) hingga lampu hijau menyala.
f. Setelah itu, alat Fotometer PALIO 100 akan bekerja otomatis (memipet
dan mencampurkan sampel dan reagen inkubasi).
g. Hasil yang keluar muncul dilayar komputer.
3. Pasca analitik :
Nilai rujukan :
a. Laki-laki : 0-40 U/l
b. Perempuan : 0-35 U/l
G. Jenis Data
1. Data primer di peroleh dari hasil pemeriksaan kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari.
2. Data sekunder di peroleh dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Kendari terkait data jumlah penderita demam tifoid yang rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari.
H. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
X = x k
Keterangan :
X = Jumlah persentase variabel yang diteliti
f = Jumlah responden berdasarkan variabel
n = Jumlah sampel penelitian
k = Konstanta (100%) (Candra B, 2008)
H. Pengolahan Data
1. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul,
tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada
pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.
23
2. Coding adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang
memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang
akan dianalisis.
3. Scoring yaitu setelah melakukan pengkodean, maka dilanjutkan dengan
tahap pemberian skor pada masing-masing sampel yang digunakan dalam
bentuk angka.
4. Tabulating adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi
kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan (Hasan, 2006).
I. Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti kemudian dinarasikan.
J. Etika Penelitian
1. Menghormati harkat dan martabat manusia
Peneliti perlu mempertimbangkan informasi tentang tujuan penelitian
tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada
subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi
(berpartisipasi).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan
kerahasiaan identitas subjek
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan
bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah
atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres, maupun kematian
subjek penelitian (Notoadmojo, 2010).
24
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Berdirinya RSUD Kota Kendari
RSUD Kota Kendari merupakan bangunan atau gedung peninggalan
pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1927 dan telah
mengalami beberapa kali perubahan yaitu : dibangun oleh Pemerintah
Belanda pada tahun 1927, dilakukan rehabilitasi oleh Pemerintah Jepang
pada tahun 1942 – 1945 menjadi Rumah Sakit Tentara pada tahun 1945 –
1960, menjadi RSU Kabupaten Kendari pada tahun 1960 – 1989, menjadi
Puskesmas Gunung Jati pada tahun 1989 – 2001, menjadi RSU Kota
Kendari pada tahun 2001 berdasarkan Perda Kota Kendari No.17 Tahun
2001.
Diresmikan penggunaannya sebagai RSUD Abunawas Kota Kendari
oleh bapak Walikota Kendari pada tanggal 23 Januari 2003. Pada tanggal 9
Desember 2011 Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari
resmi menempati Gedung baru yang terletak di Jl. Brigjen Z.A Sugianto
No : 39 Kel Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Pada tanggal 12 – 14
Desember 2012 telah divisitasi oleh TIM Komite Akreditasi Rumah Sakit
(KARS), dan berhasil terakreditasi penuh sebanyak 5 pelayanan
(Administrasi & Manajemen, Rekam Medik, Pelayanan Keperawatan,
Pelayanan Medik dan IGD) Berdasarkan SK Walikota Kendari No. 16
Tahun 2015 tanggal 13 Mei 2015 dikembalikan namanya menjadi RSUD
Kota Kendari sesuai PERDA Kota Kendari No. 17 Tahun 2001.
2. Letak Geografis
RSUD Kota Kendari awalnya terletak di Kota Kendari, tepatnya di
Kelurahan Kandai Kecamatan Kendari dengan luas lahan 3.527 M2 dan
luas bangunan 1.800 M2. Pada Tahun 2008, oleh pemerintah Kota Kendari
telah membebaskan lahan seluas 13.000 ha untuk relokasi Rumah Sakit,
25
yang dibangun secara bertahap dengan menggunakan dana APBD, TP,
DAK dan DPPIPD.
3. Sarana Laboratorium
a. Ruang registrasi pasien
b. Ruang sampling
c. Ruang hematologi dan imunoserologi
d. Ruang kimia klinik
e. Ruang inkubator
f. Ruang petugas laboratorium
g. Ruang bakteriologi/BTA dan parasitologi
h. Ruang dokter patologi klinik
i. Ruang pantry
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan tentang
analisis kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada
penderita demam tifoid, maka akan disajikan karakteristik responden
dalam penelitian ini ialah distribusi jenis kelamin
Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan JenisKelamin Pada Penderita Demam Tifoid Yang RawatInap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki - Laki 17 65
Perempuan 9 35
Total 26 100
Sumber: Data Primer Diolah 2018
26
Berdasarkan tabel 5.1 penderita demam tifoid yang dilakukan
pemeriksaan SGPT jenis kelamin laki-laki 17 penderita demam tifoid
dengan persentase 65% dan jenis kelamin perempuan sebanyak 9 penderita
demam tifoid dengan persentase 35% sehingga dapat diketahui jumlah
penderita demam tifoid lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan.
2. Variasi Penelitian
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Serum GlutamicPyruvic Transaminase (SGPT) Pada Penderita DemamTifoid Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum DaerahKota Kendari
Jenis
Kelamin
Normal Persentase
(%)
Tinggi Persentase
(%)
Nilai
Rujukan
Laki - Laki 13 62 4 80 0-40 U/l
Perempuan 8 38 1 20 0-35 U/l
Total 21 100 5 100
Sumber: Data Primer Diolah 2018
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam
tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari dari 26 penderita
demam tifoid laki-laki yang memiliki kadar normal SGPT sebanyak 13
orang dengan persentase 62% sedangkan kadar SGPT tinggi sebanyak 4
orang dengan persentase 80%. Pasien perempuan memiliki kadar normal
SGPT sebanyak 8 orang dengan persentase 38% sedangkan kadar SGPT
tinggi sebanyak 1 orang dengan persentase 20%.
27
C. Pembahasan
Dari hasil penelitian tentang pemeriksaan kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari ditemukan bahwa dari 26 penderita
demam tifoid sebagian besar kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid normal sebanyak 21 (81%) yang terdiri
dari 8 perempuan dan 13 laki-laki. Hal ini sesuai teori Joko (2006)
menunjukkan bahwa apabila pada penderita demam tifoid memiliki pola tidur
yang teratur, tidak kelelahan, tidak memiliki aktivitas fisik yang banyak,
makan yang teratur dan selalu memperhatikan kebersihan diri maka bakteri
Salmonella typhi yang ada dalam tubuh tidak akan berkembang menjadi
banyak dan tidak menginfeksi hati sehingga kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) yang ada dihati tetap normal.
Menurut penelitian Widyastuti (2016) kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid normal dikarenakan
penderita dalam kondisi tidak lemah, dan keadaan organ hati baik serta sistem
kekebalan tubuhnya tidak menurun. Selain itu juga, menurut hasil penelitian
Adiputra (2017) normalnya kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) dapat disebabkan oleh penderita demam tifoid yang mengkonsumsi
antibiotik golongan sefalosporin yaitu seftriakson sehingga kadar Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid akan
kembali normal setelah sembuh.
Penulis berasumsi bahwa normalnya kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid dikarenakan penderita
demam tifoid sudah diberikan perawatan khusus seperti pola makan yang
diatur sesuai diet yang dianjurkan oleh petugas rumah sakit dan diberi
antibiotik sehingga kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
yang terdapat pada hati kembali normal.
28
Hasil Pemeriksaan kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid menunjukkan dari 26 penderita demam
tifoid ditemukan 5 penderita demam tifoid memiliki kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) tinggi (19%) terdiri dari 1 perempuan dan 4
laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ventiani (2014) yang
menyatakan bahwa laki-laki umumnya lebih aktif daripada perempuan dan
dapat juga disebabkan perbedaan perilaku dan gaya hidup antara pria dan
wanita. Disamping itu juga kesadaran berobat laki-laki lebih rendah
dibandingkan perempuan karena umumnya laki-laki banyak melakukan
aktivitas yang berat.
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI (2006) yang menyatakan
bahwa ketika terjadi infeksi pada hati yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi menghasilkan endotoksin dimana bakteri Salmonella typhi
dapat berkembang biak maka mengakibatkan kondisi tubuh menjadi lemah
sehingga memudahkan bakteri Salmonella typhi menyerang jaringan-jaringan
tubuh yang lain termasuk hati. Oleh karena itu, kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) bisa meningkat. Peningkatan kadar Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid
disebabkan banyak faktor seperti pengaruh endotoksin, mekanisme imun dan
obat-obatan. Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali
dan kelainan tes fungsi hati yang terjadi pada minggu ke 2 dimana didapatkan
peningkatan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT). Pada
histopatologi hati didapatkan nodul tifoid dan hiperplasi sel-sel kuffer. Oleh
karena itu, proses peradangan sel-sel hati, enzim-enzim transaminase (SGOT,
SGPT) sering ditemukan meningkat.
Menurut Riswanto (2009) kondisi yang dapat meningkatkan Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dibedakan dari peningkatan kadar
ringan (1-3 kali normal terjadi pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec,
sirosis biliaris), kadar meningkat sedang (3-10 kali normal terjadi infeksi
mononuklear, hepatitis kronis aktif), dan pada peningkatan (20 kali normal
atau lebih terjadi hepatitis virus akut, nekrosis hati). Selain itu, banyak faktor
29
yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pada Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) seperti kurangnya aktivitas tidur, kelelahan
yang diakibatkan oleh aktivitas yang terlalu banyak atau kelelahan yang
diakibatkan karena olahraga, dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang
dapat meningkatkan kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).
Menurut hasil penelitian Widyastuti (2016) Kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) meningkat pada penderita demam tifoid
dikarenakan beberapa faktor antara lain pada hatinya telah mengalami
kerusakan, kelelahan yang disebabkan aktivitas fisik yang berat, sistem
kekebalan tubuh menurun sehingga kondisi tubuh menjadi lemah.
Penulis berasumsi bahwa meningkatnya kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid disebabkan karena
aktivitas fisik yang berat, kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, makan
disembarang tempat dan kebersihan diri yang kurang.
Kekurangan dari penelitian ini ialah tidak adanya komunikasi langsung
antara peneliti dengan penderita demam tifoid yang dirawat inap di RSUD
Kota Kendari sehingga kurangnya informasi terkait hubungan normal dan
tidak normalnya kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dalam
tubuh si penderita demam tifoid.
30
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang pemeriksaan kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari ditemukan bahwa dari 26 penderita
demam tifoid sebagian besar kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) pada penderita demam tifoid normal sebanyak 21 dengan persentase
81% dan ditemukan 5 penderita demam tifoid yang memiliki kadar SGPT
tinggi dengan persentase 19%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disarankan:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat mengembangkan bahan informasi yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat menambah kajian teori terkait pemeriksaan Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid
3. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman terkait penelitian
yang telah dilakukan
4. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat melanjutkan penelitian ini terkait dengan kadar Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita demam tifoid,
dengan mengembangkan variabel khususnya bagi penderita demam tifoid
dengan memperhatikan lama waktu penderita demam tifoid dirawat inap
dan berapa kali penderita demam tifoid sudah pernah dirawat inap serta
melihat dari segi pekerjaan penderita demam tifoid yang akan diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra I Komang G. T. dan Somia I Ketut A.2017. "Karakteristik Klinis PasienDemam Tifoid di RSUP Sanglah". E Jurnal Medika, 6 (11) TempoNovember 2017 : 98-102
Candra, Budiman. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC
Daniel S. Pratt. 2010. Liver Chemistry and Function test. In : Feldma M, Friedma,L.S., Brandt, L.J., eds. Scheisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liverdisease. Saunders Elsevier, Philadelphia, PA
Dalimartha, Setiawan. 2008. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Hepatitis.Jakarta : penebar Swadaya
Depkes RI. 2009. "Demam Tifoid".Jurnal Ilmiah Mahasiswa KesehatanMasyarakat, 2 (6) Tempo, Mei 2017:1-9
Elfindri et al. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Baduose Media
Hasan, M. Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistika. Jakarta : BumiAksara
Irianto, Koes. 2013. Anatomi dan Fisiologi. Bandung : ALFABETA, cv
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular PanduanKlinis. Bandung : ALFABETA, cv
Irianto, Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : ALFABETA, cv
Jain, Hemant;Arya,Sunil; dan Xess, Virendra. 2016. "Penilaian tes fungsi hatipada demam tifoid pada anak-anak" International Journal of PediatricResearch 3 (4) Tempo, 23 April 2016.
Jawetz; Melnick; dan Adelberg. 2014. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Joko, Widodo. 2006.Demam Tifoid. Jakarta : Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia
Kee,Joyce Lefever. 2014. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & DiagnostikEdisi 6. Jakarta : EGC
Kosasih E.N. dan Kosasih A.S. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan LaboratoriumKlinik. Tangerang : KARISMA Publishing Group
Menteri Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Nomor364/MENKES/SK/V/2006. Tempo 19 mei
Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka Cipta
Nugraha, Gilang. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.Jakarta : TRANS INFO MEDIA
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Profil Dinkes Sultra. 2015. "Demam Tifoid". Jurnal Ilmiah Mahasiswa KesehatanMasyarakat 2 (6). Tempo, Mei 2017: 1-9
Profil Kesehatan Indonesia, 2010. . "Demam Tifoid". Jurnal Ilmiah MahasiswaKesehatan Masyarakat 2 (6). Tempo, Mei 2017: 1-9
Riswanto, Koes. 2009. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta :Alfamedia
Rumah Sakit Abunawas. 2017. DataKasus Penderita Demam Tifoid Rawat Inapdi Rumah Sakit Abunawas
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :Alfabeta CV
TA, Moch Imron dan Munif, Amrul. 2010. Metodologi Penelitian BidangKesehatan Bahan Ajar untuk Mahasiswa. Jakarta : Sagung Seto
Ventiani, Nadia, dkk. 2013. Frekuensi HBsAg Positif Pada Uji Saring Darah DiPalang Merah Indonesia Cabang Padang Tahun 2012. Fakultas KedokteranUniversitas Diponegoro Semarang
Widjaja, Harjadi I. 2009. Anatomi Abdomen. Jakarta : EGC
Widyastuti, Rahma. 2016. "Hubungan Kadar SGPT (Serum Glutamic PyruvicTransminase) Dengan Titer Widal Antigen O Salmonella Typi PadaPenderita Demam Typhoid". The journal of Muhammadiyah LaboratoryTechnologist 2 (1):43- 53
World Health Organization. 2014. "Thyfoid Fever". Jurnal Ilmiah MahasiswaKesehatan Masyarakat 2 (6).Tempo, Mei 2017:1-9
Lampiran 1
Lampiran 2
TABULASI DATAANALISIS KADAR Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA KENDARITAHUN 2018
No.Urut
TanggalPemeriksaan
InisialResponden
Umur JK Hasil Pemeriksaan Widal Kategori Hasil PemeriksaanSGPT
Nilai Rujukan KategoriO H AH H L P
1 Rabu, 2 Mei 2018 Tn. J 58 Thn L 1/80 1/160 - - Positif 22,2 U/1 0-40 U/l Normal2 Rabu, 2 Mei 2018 Tn. AM 28 Thn L 1/320 1/160 - - Positif 2,1 U/1 0-40 U/1 Normal3 Kamis, 3 Mei 2018 Tn.S 24 Thn L 1/320 1/320 - - Positif 2,2 U/1 0-40 U/1 Normal4 Sabtu, 5 Mei 2018 An. G 14 Thn L 1/320 1/320 - - Positif 36,3 U/1 0-40 U/1 Normal5 Sabtu, 5 Mei 2018 Tn. F 16 Thn L - 1/160 - - Positif 46,6 U/1 0-40 U/1 Tinggi6 Sabtu, 19 Mei 2018 An. D 8 Thn L 1/320 1/160 - - Positif 17,9 U/1 0-40 U/1 Normal7 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. FD 71 Thn L 1/160 1/160 - - Positif 13,6 U/1 0-40 U/1 Normal8 Sabtu, 19 Mei 2018 An. PS 9 Thn P 1/160 1/160 - - Positif 9,3 U/1 0-35 U/1 Normal9 Sabtu, 19 Mei 2018 An. A 2 Thn L 1/80 - - - Positif 8,3 U/1 0-40 U/1 Normal
10 Sabtu, 19 Mei 2018 An. A 9 Thn P 1/80 - - - Positif 16,7 U/1 0-35 U/1 Normal11 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. MI 24 Thn L 1/80 - - - Positif 75,4 U/1 0-40 U/1 Tinggi12 Sabtu, 19 Mei 2018 Ny. H 53 Thn P 1/320 1/320 - - Positif 14,6 U/1 0-35 U/1 Normal13 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. MR 39 Thn L 1/320 1/320 - - Positif 32,8 U/1 0-40 U/1 Normal14 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. TH 35 hn L 1/160 1/320 - - Positif 14,7 U/1 0-40 U/1 Normal15 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. IK 58 Thn L - 1/160 - - Positif 33,4 U/1 0-40 U/1 Normal16 Sabtu, 19 Mei 2018 Ny. N 46 Thn P - 1/320 - - Positif 36,2 U/1 0-35 U/1 Tinggi17 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. N 43 Thn L 1/160 1/160 - - Positif 35,8 U/1 0-40 U/1 Normal18 Sabtu, 19 Mei 2018 An. R 3 Thn L 1/320 1/320 - - Positif 44,7 U/1 0-40 U/1 Tinggi19 Rabu, 23 mei 2018 Ny. K 51 Thn P 1/160 1/160 - - Positif 12,2 U/1 0-35 U/1 Normal20 Kamis, 24 Mei 2018 Nn. AS 20 Thn P 1/320 1/160 - - Positif 34,4 U/1 0-35 U/1 Normal21 Sabtu, 26 Mei 2018 Nn. M 20 Thn P 1/320 1/320 - - Positif 28,1 U/1 0-35 U/1 Normal
Lampiran 3
MASTER TABELANALISIS KADAR Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA KENDARITAHUN 2018
No.Urut
TanggalPemeriksaan
InisialResponden
Umur JK Hasil Pemeriksaan Widal Hasil PemeriksaanSGPT
Nilai Rujukan KategoriL P Positif Negatif L P Normal Tinggi
1 Rabu, 2 Mei 2018 Tn. J 58 Thn √ √ 22,2 U/1 0-40 U/l √2 Rabu, 2 Mei 2018 Tn. AM 28 Thn √ √ 2,1 U/1 0-40 U/1 √3 Kamis, 3 Mei 2018 Tn. S 24 Thn √ √ 2,2 U/1 0-40 U/1 √4 Sabtu, 5 Mei 2018 An. G 14 Thn √ √ 36,3 U/1 0-40 U/1 √5 Sabtu, 5 Mei 2018 Tn. F 16 Thn √ √ 46,6 U/1 0-40 U/1 √6 Sabtu, 19 Mei 2018 An. D 8 Thn √ √ 17,9 U/1 0-40 U/1 √7 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. FD 71 Thn √ √ 13,6 U/1 0-40 U/1 √8 Sabtu, 19 Mei 2018 An. PS 9 Thn √ √ 9,3 U/1 0-35 U/1 √9 Sabtu, 19 Mei 2018 An. A 2 Thn √ √ 8,3 U/1 0-40 U/1 √
10 Sabtu, 19 Mei 2018 An. A 9 Thn √ √ 16,7 U/1 0-35 U/1 √11 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. MI 24 Thn √ √ 75,4 U/1 0-40 U/1 √12 Sabtu, 19 Mei 2018 Ny. H 53 Thn √ √ 14,6 U/1 0-35 U/1 √13 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. MR 39 Thn √ √ 32,8 U/1 0-40 U/1 √14 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. TH 35 hn √ √ 14,7 U/1 0-40 U/1 √15 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn. IK 58 Thn √ √ 33,4 U/1 0-40 U/1 √16 Sabtu, 19 Mei 2018 Ny. N 46 Thn √ √ 36,2 U/1 0-35 U/1 √17 Sabtu, 19 Mei 2018 Tn.N 43 Thn √ √ 35,8 U/1 0-40 U/1 √18 Sabtu, 19 Mei 2018 An. R 3 Thn √ √ 44,7 U/1 0-40 U/1 √19 Rabu, 23 mei 2018 Ny. K 51 Thn √ √ 12,2 U/1 0-35 U/1 √20 Kamis, 24 Mei 2018 Nn. AS 20 Thn √ √ 34,4 U/1 0-35 U/1 √21 Sabtu, 26 Mei 2018 Nn. M 20 Thn √ √ 28,1 U/1 0-35 U/1 √
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
DOKUMENTASI PENELITIAN
A. Pra Analitik
Persiapan Alat dan Bahan
No Alat Dan Bahan Yang Digunakan Keterangan
1 Auto Analyzer Palio 100
2 Setrifus
3 Cup Sampel & Rak Tabung
4 Tabung EDTA
5 Mikropipet 500 µl
6 Tip Biru
Persiapan sampel
No Perlakuan Keterangan
1 Sampel darah yang sudah
diperiksa widalnya oleh
petugas lab dan positif
tifoid, diambil dan
dimasukkan kedalam
sentrifus.
2 Tekan tombol start dantunggu selama 10 menitagar serum yang diperolehterbentuk lebih banyak.
B. ANALITIK
Prosedur Kerja
No Perlakuan Keterangan
1 Serum diambil sebanyak500 µl menggunakanmikropipet
2 Serum dimasukkan kedalamcup sampel (tidak boleh adagelembung)
3 Cup sampel diletakkan padaalat
4 Lakukan pengaturan padakomputer lalu tekan starrandom
C. Pasca Analitik
Interpretasi Hasil
No Perlakuan Keterangan
1 Dalam 1 sampel, alat akanbekerja selama 15 menit
2 Hasil akan keluar pada layarkomputer
Lampiran 9