1002106087-2-BAB I.pdf

download 1002106087-2-BAB I.pdf

of 9

Transcript of 1002106087-2-BAB I.pdf

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    1/9

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Masa pubertas merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi remaja.

    Setiap remaja akan mengalami pubertas. Pubertas merupakan masa awal

     pematangan seksual, yakni suatu periode dimana seorang anak mengalami

     perubahan fisik, hormonal, dan seksual serta mampu mengadakan proses

    reproduksi (Fajaryati, 2010). Salah satu hal penting yang menandai pubertas pada

    wanita adalah menstruasi. Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan

    siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium

    (Wiknjosastro, 2007). Wanita normal yang sudah mengalami menstruasi itu

    menandakan bahwa tubuh sudah siap untuk menerima kehamilan . Biasanya

    menstruasi dimulai dari usia 10  –   16 tahun tergantung dari beberapa faktor

    diantaranya kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat tubuh relatif terhadap tinggi

    tubuh. Menstruasi berlangsung kira –  kira sekali sebulan sampai wanita mencapai

    usia 45  –   50 tahun (Kinanti, 2009). Sejumlah ketidaknyamanan tertentu selama

    hari-hari pertama atau kedua menstruasi sangat umum terjadi. Sebagian besar

    mengalami kram , nyeri abdomen, sakit punggung bahkan sampai pegal pada

    kaki, keluhan inilah yang dikenal dengan Dismenore (Wong, 2008 ) 

    Dismenore adalah nyeri haid yang dirasakan di bagian perut bagian bawah

    dan menjalar sampai ke panggul yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

    (Apriliani, 2013). Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    2/9

    dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di Amerika angka

     presentasenya sekitar 60% dan 10-15% dan di Swedia sekitar 72% ( Proverawati

    dan Misaroh dalam Fajaryati, 2010). Dalam sebuah artikel jurnal yang berjudul

    “ Prevalence of dysmenorrhea and its effect on quality of life among a group of

     female university students” (2010), menyebutkan bahwa ada variasi yang luas

    dalam kasus dismenore dari studi di seluruh dunia yang melaporkan prevalensi

    dismenore berkisar antara 28 % dan 71,7 % . Dalam penelitian serupa dari Turki ,

     prevalensi dismenore telah dilaporkan antara 58,2 % dan 89,5 % . Ada pula

     penelitian daerah perkotaan di Swedia yang melaporkan prevalensi dismenore

    dilaporkan mencapai 72% (Unsal, 2010).

    Menurut data dari BKKBN tahun 2010, Indonesia merupakan salah satu

    negara yang memiliki remaja dengan usia 10-24 tahun sekitar 64 juta atau 27.6%

    dari jumlah penduduk sebanyak 237.6 juta jiwa dan sebagian besar adalah remaja

     putri (BKKBN,2010). Permasalahan dismenore atau nyeri haid merupakan hal

    yang paling sering dialami oleh remaja putri pada umumnya. Prevalensi kejadian

    dismenore terjadi hampir pada semua wanita. Dengan rata-rata lebih dari 50%

    wanita disetiap negara mengalami dismenore. Di Indonesia angka kejadian

    dismenore adalah sekitar 54,89% (Proverawati dan Misaroh dalam Yona, 2009).

    Dismenore biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan prostaglandin

    tertentu, yaitu prostaglandin F2 alfa dari sel  –   sel endometrium uterus.

    Prostaglandin F2 alfa adalah suatu perangsang kuat kontraksi otot polos

    miometrium dan konstriksi pembuluh darah uterus. Hal ini memperparah hipoksia

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    3/9

    uterus yang secara normal terjadi pada haid, sehingga timbulah nyeri (Corwin

    2009).

    Menurut sebuah artikel penelitian yang berjudul Prevalence and impact of

     primary dysmenorrhea among Mexican high school students  (2009), disebutkan

     bahwa dismenore memiliki prevalensi sebesar 48,4% dan merupakan penyebab

    siswa tidak masuk sekolah bagi 24% dari siswa yang mengalaminya. Nyeri ringan

    sebanyak 32,9%, nyeri sedang 49,7%, dan nyeri berat sebesar 17,4% (Ortiz, 2009)

    . Selain itu juga, berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Apriliani (2013), didapatkan angka kejadian dismenore di SMA Kristen I

    Tomohon Manado mencapai 91,7%, Responden yang mengalami dismenore

    menunjukan bahwa aktivitas belajar mereka terganggu akibat nyeri haid yang

    dirasakan dengan presentase 68,9% (Apriliani, 2013).

     Nyeri pada saat menstruasi adalah nyeri kram atau tegang di daerah perut,

    mulai terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya pendarahan menstruasi dan dapat

     bertahan 24-36 jam meskipun beratnya hanya berlangsung 24 jam pertama. Kram

    tersebut terutama dirasakan di daerah perut bagian bawah dan dapat menjalar ke

     punggung atau permukaan dalam paha, yang terkadang menyebabkan penderita

    tidak berdaya dalam menahan nyerinya tersebut (Hendrik, 2006). 

    Menurut Menurut Prawirohardjo (2011) dismenore dapat dikelompokkan

    menjadi dua yaitu Dismenore primer yaitu nyeri haid tanpa ditemukan keadaan

     patologi pada panggul dan Dismenore sekunder yaitu nyeri haid yang

     berhubungan dengan berbagai keadaan patologis di organ genitalia, misalnya

    endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    4/9

     panggul, perlekatan panggul, atau irritable bowel syndrome. Penyebab dismenore

     juga bermacam  –   macam diantaranya bisa disebabkan oleh misalnya radang

     panggul, endometriosis, tumor atau pun kelainan pada letak uterus ,selaput dara

    atau vagina yang tidak berlubang dan stres atau kecemasan yang berlebihan, tetapi

     penyebab tersering diduga karena terjadinya ketidakseimbangan hormonal

    (Wagiswari, 2011).

    Data dari rekapitulasi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas

    Udayana semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 , menunjukkan bahwa jumlah

    keseluruhan mahasiswa di PSIK FK Unud dari angkatan 2009 sampai 2012

    khususnya Program A adalah 344 orang, dimana sebanyak 255 orang adalah

     perempuan dan sebanyak 89 orang adalah laki  –   laki. Hal ini menunjukkan

    sebesar 74,13% mahasiswa di PSIK FK Unud adalah perempuan. (Rekapitulasi

    Jumlah Mahasiswa FK Unud, 2013). Dismenore merupakan salah satu masalah

    yang dialami oleh sebagian besar mahasiswi disini. Dari hasil studi pendahuluan

    yang dilakukan pada beberapa mahasiswi PSIK FK Unud semester VIII , dari 72

    mahasiswi yang diwawancara didapatkan sebanyak 38 mahasiswi atau sebesar

    52,78% mengatakan sering mengalami dismenore  setiap kali menstruasi.

    Beberapa mahasiswi juga mengatakan bahwa dismenore seringkali mengganggu

    aktivitas serta kegiatan yang mereka akan jalani terutama pada saat mengikuti

     perkuliahan dan menyusun skripsi sebagai tugas akhir. Sebanyak 5 mahasiswi

    mengatakan apabila dismenore muncul mereka kadang terpaksa memilih

    menggunakan obat analgesik seperti asam mefenamat, dan sisanya memilih untuk

     beristirahat di rumah. Hal ini tentunya sangat mengganggu aktivitas perkuliahan

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    5/9

    yang mereka jalani mengingat jadwal kuliah yang cukup padat serta banyaknya

    tugas yang harus dikerjakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nindya

    (2013), terkait dengan tingkat stres yang dialami mahasiswa tingkat akhir, dari

    140 orang mahasiswa tingkat akhir yang diberikan kuesioner terkait dengan stress

    saat penyusunan skripsi, sebanyak 109 responden (77,9%) didapatkan mengalami

    stress pada kategori sedang. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa pada tingkat

    akhir memang memiliki stressor yang paling besar, dan gejala dismenore tentunya

    sangat mengganggu aktivitas mahasiswa.

    Banyak penanganan dismenore yang sudah berkembang di masyarakat

     baik itu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Kedua terapi ini sudah

    sangat dikenal dan sering diterapkan oleh remaja putri untuk mengurangi rasa

    nyeri ketika dismenore ini muncul. Terapi farmakologi antara lain, pemberian

    obat analgetik, terapi hormonal, obat nonsteroid prostaglandin, dan dilatasi kanalis

    servikalis (Prawirohardjo, 2005). Obat  –  obatan analgesik golongan non narkotik

    seperti misalnya  Non Steroid Anti Inflammatory Drugs  (NSAID) dan aspirin

    mampu mengurangi intensitas nyeri seperti dismenore. Namun demikian,

    walaupun efektif dalam penurunan nyeri dismenore, terapi farmakologi ini juga

    memiliki beberapa efek samping jika digunakan terlalu sering seperti penggunaan

    aspirin dan NSAID yang mempunyai efek samping pada lambung. Selain itu,

     penggunaan aspirin selama dua hari pertama menstruasi dapat menyebabkan

     pendarahan lebih banyak (Joyce and Key dalam Wagiswari, 2011).

    Dalam lingkup keperawatan juga dikembangkan terapi non farmakologis

    sebagai tindakan mandiri perawat seperti terapi holistik dalam mengatasi nyeri

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    6/9

     pada umumnya. Terapi holistik untuk mengatasi nyeri dapat menggunakan

    Sentuhan Terapeutik, Akupresur dan Relaksasi. Selain itu pengobatan

    nonfarmakologi lain yang dapat dilakukan seperti kompres hangat, massage, dan

    latihan fisik (Bobak, 2004).

    Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

    HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat

    dalam BAB III, menyebutkan dalam ayat 3 yaitu Praktik Keperawatan

    dilaksanaan melalui kegiatan pelaksanaan upaya  promotif, preventif, pemulihan,

    dan pemberdayaan masyarakat serta pelaksanaan tindakan keperawatan

    komplementer. Selain itu menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia Nomor Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007 menyebutkan bahwa

     pengobatan komplementer merupakan pengobatan yang meliputi tindakan

     promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif   yang dilakukan oleh tenaga

    kesehatan. Berdasarkan peraturan yang sudah disebutkan diatas dapat diketahui

     bahwa terapi komplementer sudah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan.

    Perawat sebagai tenaga kesehatan diperbolehkan untuk melakukan terapi

    komplementer dengan memperhatikan keamanan, manfaat serta dapat

    dipertanggungjawabkan. Salah satu terapi komplementer adalah terapi akupresur.

    Akupresur merupakan salah satu terapi nonfarmakologi yang sangat

     berkembang saat ini dan WHO telah mengakui keberhasilan terapi ini di lebih dari

    100 kasus . Akupresur pada kenyataannya adalah penggunaan teknik sentuhan

    untuk menyeimbangkan saluran energi dalam badan atau Qi  . Energi atau

    kekuatan hidup dalam bahasa Cina disebut " Qi  " bergerak dalam tubuh dalam

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    7/9

     jalur tertentu atau saluran yang disebut meridian . Aliran energi dalam meridian

    sangat berpengaruh terhadap keseimbangan . Jika energi berkurang dalam satu

    atau lebih, maka meridian kesehatan tubuh akan terpengaruh (Charandabi , 2011).

    Sanyinjiao Point  adalah salah satu akupoin atau titik pertemuan limpa, hati

    dan saluran ginjal yang terletak di limpa meridian , yaitu empat jari di atas dalam

     pergelangan kaki belakang tepi posterior tibia. Titik ini mudah diakses serta dapat

    diberikan tanpa bantuan dari staf medis (Charandabi , 2011). Menurut pengobatan

    Cina, rahim merupakan salah satu organ yang terhubung dengan jantung dan

    ginjal melalui saluran khusus,serta suplai darah pada hati disuplai ke rahim.

    Apabila suplai darah ke hati sedikit, maka darah yang di suplai ke rahim pun juga

    sedikit, hal ini lah yang dianggap menjadi penyebab timbulnya nyeri dismenore

    (Wong, 2010). Sanyinjiao Point   ini merupakan titik yang digunakan untuk

    memperkuat limpa, mengembalikan keseimbangan Yin dan Yang, darah, hati ,

    serta ginjal , dan memperlancar peredaran darah serta suplai darah (Wong, 2010).

    Terapi akupresur secara empiris terbukti dapat meningkatkan hormon

    endorphin pada otak yang secara alami dapat membantu menawarkan rasa nyeri

    dan titik ini dianggap dapat mengurangi nyeri dismenore. Sampai saat ini di

    Indonesia, penggunaan akupresur dalam meminimalisir dismenore serta

     prospeknya dalam pengobatan masih belum banyak diketahui. Masih ada banyak

    titik akupresur yang bisa menurunkan dismenore, oleh karena itu peneliti

    terdorong untuk meneliti tentang Pengaruh Terapi Akupresur Sanyinjiao Point  

    Terhadap Intensitas Nyeri Dismenore Primer Pada Mahasiswi Semester VIII

    Program Studi Ilmu Keperawatan.

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    8/9

    1.2 Rumusan Masalah

    Sesuai dengan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

    masalah sebagai berikut: “Apakah ada Pengaruh Terapi Akupresur Sanyinjiao

     Point  Terhadap Intensitas Nyeri Dismenore Primer Pada Mahasiswi Semester VIII

    Program Studi Ilmu Keperawatan?” 

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mengetahui Pengaruh Terapi Akupresur Sanyinjiao Point  

    Terhadap Intensitas Nyeri Dismenore Primer Pada Mahasiswi Semester VIII

    Program Studi Ilmu Keperawatan.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    a.  Mengukur intensitas nyeri dismenore mahasiswi sebelum diberi

     perlakuan terapi akupresur sanyinjiao point  pada kelompok perlakuan.

     b.  Mengukur intensitas nyeri dismenore mahasiswi sesudah diberi

     perlakuan terapi akupresur sanyinjiao point  pada kelompok perlakuan.

    c.  Mengukur intensitas nyeri dismenore mahasiswi sebelum diberi

     perlakuan pada kelompok kontrol.

    d. 

    Mengukur intensitas nyeri dismenore mahasiswi sesudah diberi

     perlakuan pada kelompok kontrol.

    e. 

    Menganalisis perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan

    terapi akupresur sanyinjiao point  pada kelompok perlakuan.

  • 8/18/2019 1002106087-2-BAB I.pdf

    9/9

    f. 

    Menganalisis perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan

     pelakuan pada kelompok kontrol.

    g.  Menganalisis perbedaan intensitas nyeri dismenore pada kelompok

     perlakuan dan kelompok kontrol.

    1.4  Manfaat Penelitian

    1.4.1 

    Teoritis

    Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya

    keperawatan komplementer terkait dengan penanganan nyeri dismenore

     pada umumnya.

    1.4.2  Praktis

    a.  Bagi Responden : Sebagai terapi pilihan untuk penanganan nyeri

    dismenore secara non farmakologis.

     b.  Bagi Tenaga Kesehatan : Untuk mengembangkan terapi komplementer

    sebagai salah satu terapi yang disarankan untuk penanganan nyeri

    dismenore saat menstruasi.

    c.  Bagi Masyarakat : Agar masyarakat khususnya wanita mengetahui

    terapi non farmakologis yang bisa digunakan untuk mengurangi nyeri

    dismenore saat menstruasi.