PROFESI Volume 10 / September 2013 Februari 2014

5
PROFESI Volume 10 / September 2013 Februari 2014 39 IKTERUS NEONATORUM Luluk Fajria Maulida Dosen Prodi DIII Kebidanan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta Jl. Tulang Bawang Selatan No. 26 Tegalsari RT 01 RW 32 Kadipiro Banjarsari Surakarta Email : [email protected] ABSTRACT The word jaundice is derived from the French word "jaune 'which means yellow. Jaundice is a yellow discoloration of the skin, mucous membranes, and sclera due to increased production of bilirubin in the blood. This situation indicates an increased bilirubin production or elimination of bilirubin from the body's ineffective. Neonatal jaundice is divided into two physiologic jaundice and pathologic jaundice. Causes of neonatal jaundice is excessive bilirubin production, disruption in the "uptake" and conjugation result of impaired liver function, impaired transport process due to the lack of albumin increased indirect bilirubin and excretion disorder caused by blockage of the liver due to infection or damage to liver cells (congenital abnormalities). One way to do for checking the degree of yellow in the neonatal by Kramer is with the forefinger emphasized in places like bone protruding bones, nose, chest, knees. Complications heaviest newborn jaundice is bilirubin encephalopathy or jaundice kern. Management of jaundice there are several kinds of light therapy (phototherapy / blue light), exchange transfusion, optimal breastfeeding and sunlight therapy. Keywords: jaundice, neonatal, management PENDAHULUAN Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kern ikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat memengaruhi kualitas hidup 1 . Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune’ yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sklera yang disebabkan peningkatan produksi bilirubin di dalam darah. Keadaan ini menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari tubuh yang tidak efektif 2 . Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis) 3 . KLASIFIKASI Ikterus neonatorum dibagi menjadi dua yaitu: a. Ikterus fisiologis 1) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3, dan tampak jelas pada hari ke 5-6, dan menghilang pada hari ke-10. 2) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa. 3) Kadar blirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. b. Ikterus patologis

Transcript of PROFESI Volume 10 / September 2013 Februari 2014

PROFESI Volume 10 / September 2013 – Februari 2014

39

IKTERUS NEONATORUM

Luluk Fajria Maulida

Dosen Prodi DIII Kebidanan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Jl. Tulang Bawang Selatan No. 26 Tegalsari RT 01 RW 32 Kadipiro Banjarsari Surakarta

Email : [email protected]

ABSTRACT

The word jaundice is derived from the French word "jaune 'which means yellow. Jaundice is a

yellow discoloration of the skin, mucous membranes, and sclera due to increased production of bilirubin

in the blood. This situation indicates an increased bilirubin production or elimination of bilirubin from

the body's ineffective. Neonatal jaundice is divided into two physiologic jaundice and pathologic

jaundice. Causes of neonatal jaundice is excessive bilirubin production, disruption in the "uptake" and

conjugation result of impaired liver function, impaired transport process due to the lack of albumin

increased indirect bilirubin and excretion disorder caused by blockage of the liver due to infection or

damage to liver cells (congenital abnormalities). One way to do for checking the degree of yellow in the

neonatal by Kramer is with the forefinger emphasized in places like bone protruding bones, nose, chest,

knees. Complications heaviest newborn jaundice is bilirubin encephalopathy or jaundice kern.

Management of jaundice there are several kinds of light therapy (phototherapy / blue light), exchange

transfusion, optimal breastfeeding and sunlight therapy.

Keywords: jaundice, neonatal, management

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab mortalitas pada bayi

baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih

dikenal sebagai kern ikterus). Ensefalopati

bilirubin merupakan komplikasi ikterus

neonatorum yang paling berat. Selain memiliki

angka mortalitas yang tinggi, juga dapat

menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy,

tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental

yang sangat memengaruhi kualitas hidup1. Kata

ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis

‘jaune’ yang berarti kuning. Ikterus adalah

perubahan warna menjadi kuning pada kulit,

membrane mukosa, dan sklera yang disebabkan

peningkatan produksi bilirubin di dalam darah.

Keadaan ini menandakan adanya peningkatan

produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari

tubuh yang tidak efektif2.

Ikterus neonatorum merupakan

fenomena biologis yang timbul akibat tingginya

produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin

selama masa transisi pada neonatus.

Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3

kali lebih tinggi dibanding orang dewasa

normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah

eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya

lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama

bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g

atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami

ikterus pada minggu pertama kehidupannya.

Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum,

kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak

memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak

memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus

fisiologis yang akan menghilang pada akhir

minggu pertama kehidupan pada bayi cukup

bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab

seperti hemolisis, septikemi, penyakit

metabolik (ikterus non-fisiologis)3.

KLASIFIKASI

Ikterus neonatorum dibagi menjadi dua yaitu:

a. Ikterus fisiologis

1) Warna kuning akan timbul pada hari

ke-2 atau ke-3, dan tampak jelas pada

hari ke 5-6, dan menghilang pada hari

ke-10.

2) Bayi tampak biasa, minum baik, berat

badan naik biasa.

3) Kadar blirubin serum pada bayi cukup

bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada

BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada

hari ke-14.

b. Ikterus patologis

PROFESI Volume 10 / September 2013 – Februari 2014

40

1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama

kehidupan, serum bilirubin total lebih

dari 12 mg/dl.

2) Peningkatan bilirubin 5mg/dl atau lebih

dari 24 jam.

3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10

mg/dl pada bayi ≤ 37 minggu (BBLR) dan

12,5 mg/dl pada bayi cukup bulan.

4) Ikterus yang disertai proses hemolisis

(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim

glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),

dan sepsis)4.

ETIOLOGI

Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi

baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,

antara lain:

a. Produksi bilirubin yang berlebihan misalnya

pada pemecahan sel darah merah (hemolisis)

yang berlebihan pada incompabilitas

(ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.

b. Gangguan dalam proses “uptake” dan

konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.

c. Gangguan proses tranportasi karena

kurangnya albumin yang meningkatkan

bilirubin indirek.

d. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat

sumbatan hepar karena infeksi atau

kerusakan sel hepar (kelainan bawaan)5.

MANIFESTASI KLINIS

Ikterus dapat ada pada saat lahir atau

dapat muncul pada setiap saat selama masa

neonatus, bergantung pada keadaan yang

menyebabkannya. Ikterus biasanya mulai dari

muka dan ketika kadar serum bertambah, turun

ke abdomen dan kemudian kaki. Bayi baru lahir

akan tampak kuning apabila kadar bilirubin

serumnya kira kira 6 mg/dl6.

Salah satu cara yang dapat dilakukan

untuk pemeriksaan derajat kuning pada BBL

menurut kramer adalah ”dengan jari telunjuk

ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya

menonjol seperti tulang, hidung, dada, lutut.

Tabel 1. Penilaian ikterus menurut Kramer

Derajat

ikterus Luas ikterus

Perkiraan

kadar

bilirubin

I Kepala dan leher 5 mg/dl

II Sampai badan atas (di

atas umbilikus) 9 mg/dl

III

Sampai badan bawah

(di bawah umbilikus)

hingga tungkai atas (di

atas lutut)

11 mg/dl

IV Sampai lengan dan kaki

di bawah lutut 12 mg/dl

V Sampai telapak tangan

dan kaki 16 mg/dl

Sumber: (Saifuddin, 2007).

Contoh 1: kulit bayi kuning di kepala, leher, dan

badan bagian atas berarti bilirubin kira-kira 9

mg/dl.

Contoh 2: kulit bayi kuning seluruh badan

sampai kaki dan tangan, berarti jumlah bilirubin

≥ 15 mg/dl7.

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh

manapun pada hari pertama dan terlihat pada

lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari

kedua, maka digolongkan sebagai ikterus

sangat berat dan memerlukan terapi sinar

secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil

pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk

memulai terapi8.

Bilirubin merupakan zat hasil

pemecahan hemoglobin (protein sel darah

merah yang memungkinkan darah mengangkut

oksigen. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit

(sel darah merah) yang dalam waktu tertentu

selalu mengalami destruksi (pemecahan).

Proses pemecahan tersebut menghasilkan

hemoglobin menjadi zat heme dan globin.

Dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan

berubah menjadi bilirubin bebas atau indirect.

Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat

racun, sulit larut dalam air dan sulit dibuang.

Untuk menetralisirnya, organ hati akan

mengubah bilirubin indirect menjadi direct

yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati

sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi

optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas

tersebut. Barulah setelah beberapa hari, organ

hati mengalami pematangan dan proses

pembuangan bilirubin bisa berlangsung lancar.

Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek,

pada kulit cenderung tampak kuning-terang

atau oranye, ikterus pada tipe obstruktif

(bilirubin indirek) kulit tampak kuning

kehijauan atau keruh. Perbedaan ini biasanya

PROFESI Volume 10 / September 2013 – Februari 2014

41

hanya terlihat pada ikterus yang berat. Bayi

dapat menjadi lesu dan nafsu makan jelek.

Tanda-tanda kern ikterus jarang muncul pada

hari pertama ikterus6.

TATA LAKSANA

a. Terapi sinar (fototerapi)

Menggunakan panjang gelombang 425-

475 nm. Intensitas cahaya yang biasa

digunakan adalah 6-12 Candela. Cahaya

diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.

Jumlah bola lampu yang digunakan

berkisar antara 6-8 buah, masing-masing

berkuatan 20 Watt terdiri dari cahaya biru

(F20T12), cahaya biru khusus

(F20T12/BB) atau daylight fluorescent

tubes. Cahaya biru khusus memiliki

kerugian karena dapat membuat bayi

terlihat biru, walaupun pada bayi yang

sehat, hal ini secara umum tidak

mengkhawatirkan. Untuk mengurangi efek

ini, digunakan 4 tabung cahaya biru khusus

pada bagian tengah unit terapi sinar standar

dan dua tabung daylight fluorescent pada

setiap again samping unit.

1) Mekanisme kerja

Bilirubin tidak larut dalam air. Cara

kerja terapi sinar adalah dengan

mengubah bilirubin menjadi bentuk

yang larut dalam air untuk

dieksresikan melalui empedu atau

urin.

2) Persiapan unit terapi sinar

a) Hangatkan ruangan tempat unit

terapi sinar ditempatkan, bila

perlu, sehingga suhu di bawah

lampu antara 280C – 300C.

b) Nyalakan unit dan pastikan

semua tabung fluoresens

berfungsi dengan baik.

c) Ganti tabung/lampu fluoresens

yang telah rusak atau berkelip-

kelip (flickering).

d) Catat tanggal penggantian

tabung dan lama penggunaan

tabung tersebut.

e) Ganti tabung setelah 2000 jam

penggunaan atau setelah 3

bulan, walaupun tabung masih

bisa berfungsi.

f) Gunakan linen putih pada

basinet atau inkubator, dan

tempatkan tirai putih di sekitar

daerah unit terapi sinar

ditempatkan untuk

memantulkan cahaya sebanyak

mungkin kepada bayi.

3) Pemberian terapi sinar

a) Tempatkan bayi di bawah

sinar fototerapi.

b) Bila berat bayi 2 kg atau

lebih, tempatkan bayi dalam

keadaan telanjang pada

basinet. Tempatkan bayi yang

lebih kecil dalam inkubator.

c) Letakkan bayi sesuai

petunjuk pemakaian alat dari

pabrik.

Tutupi mata bayi dengan

penutup mata, pastikan

lubang hidung bayi tidak ikut

tertutup. Jangan tempelkan

penutup mata dengan

menggunakan selotip.

Balikkan bayi setiap 3 jam.

d) Motivasi ibu untuk menyusui

bayinya dengan ASI, paling tidak

setiap 3 jam. Selama menyusui,

pindahkan bayi dari unit terapi

sinar dan lepaskan penutup mata.

Pemberian suplemen atau

mengganti ASI dengan makanan

atau cairan lain (contoh:

pengganti ASI, air, air gula, dll)

tidak ada gunanya.

e) Bila bayi menerima cairan per IV

atau ASI yang telah dipompa

(ASI perah), tingkatkan volume

cairan atau ASI sebanyak 10%

volume total per hari selama bayi

masih diterapi sinar.

f) Bila bayi menerima cairan per IV

atau makanan melalui NGT,

jangan pindahkan bayi dari sinar

terapi sinar. Perhatikan: selama

menjalani terapi sinar,

konsistensi tinja bayi bisa

menjadi lebih lembek dan

berwarna kuning. Keadaan ini

tidak membutuhkan terapi

khusus. Teruskan terapi dan tes

lain yang telah ditetapkan.

g) Pindahkan bayi dari unit terapi

sinar hanya untuk melakukan

prosedur yang tidak bisa

dilakukan di dalam unit terapi

sinar.

PROFESI Volume 10 / September 2013 – Februari 2014

42

h) Bila bayi sedang menerima

oksigen, matikan sinar terapi

sinar sebentar untuk mengetahui

apakah bayi mengalami sianosis

sentral (lidah dan bibir biru).

Ukur suhu bayi dan suhu udara di

bawah sinar terapi sinar setiap 3

jam.

i) Bila suhu bayi lebih dari 37,50C,

sesuaikan suhu ruangan atau

untuk sementara pindahkan bayi

dari unit terapi sinar sampai suhu

bayi antara 36,50C - 37,50C.

j) Ukur kadar bilirubin serum

setiap 12 jam atau sekurang-

kurangnya sekali dalam 24 jam.

k) Hentikan terapi sinar bila kadar

serum bilirubin < 13mg/dL

l) Bila kadar bilirubin serum

mendekati jumlah indikasi

transfusi, persiapkan kepindahan

bayi dan secepat mungkin kirim

bayi ke rumah sakit tersier atau

senter untuk transfusi tukar.

Sertakan contoh darah ibu dan

bayi. Bila bilirubin serum tidak

bisa diperiksa, hentikan terapi

sinar setelah 3 hari. Setelah terapi

sinar dihentikan.

m) Observasi bayi selama 24 jam

dan ulangi pemeriksaan bilirubin

serum bila memungkinkan, atau

perkirakan keparahan ikterus

menggunakan metode klinis.

n) Bila ikterus kembali ditemukan

atau bilirubin serum berada di

atas nilai untuk memulai terapi

sinar, ulangi terapi sinar seperti

yang telah dilakukan. Ulangi

langkah ini pada setiap

penghentian terapi sinar sampai

bilirubin serum dari hasil

pemeriksaan atau perkiraan

melalui metode klinis berada di

bawah nilai untuk memulai terapi

sinar.

o) Bila terapi sinar sudah tidak

diperlukan lagi, bayi bisa makan

dengan baik dan tidak ada

masalah lain selama perawatan,

pulangkan bayi.

p) Ajarkan ibu untuk menilai

ikterus dan beri nasihat untuk

membawa kembali bayi bila bayi

bertambah kuning8.

4) Komplikasi terapi sinar

Komplikasi fototerapi pada

bayi meliputi tinja lembek,

kepanasan dan dehidrasi

(peningkatan kehilangan air yang

tidak terasa [insensible water loss],

dan sindrom bayi perunggu

(perubahan warna kulit yang coklat

keabu-abuan dan gelap), denyut

jantung dan pernafasan bayi tidak

teratur3.

b. Terapi transfusi tukar

Dilakukan apabila fototerapi tidak

dapat mengendalikan kadar bilirubin.

Transfusi tukar merupakan cara yang

dilakukan dengan tujuan mencegah

peningkatan kadar bilirubin dalam darah.

Pemberian transfusi tukar dilakukan

apabila kadar bilirubin 20 mg/dl,

kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu

0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan

gejala gagal jantung dan kadar

hemoglobin tali pusat 14 mg/dl, dan uji

Coombs direk positif.

Cara pelaksanaan transfusi tukar:

a) Dianjurkan pasien bayi puasa 3-4

jam sebelum transfusi tukar.

b) Pasien disiapkan dikamar khusus.

c) Pasang lampu pemanas dan arahkan

kepada bayi.

d) Baringkan pasien dalam keadaan

terlentang, buka pakaian pada

daerah perut, tutup mata dengan

kain tidak tembus cahaya.

e) Lakukan transfusi tukar dengan

protap.

f) Lakukan observasi keadaan umum

pasien, catat jumlah darah yang

keluar dan masuk.

g) Atur posisi setiap 6 jam.

h) Lakukan pengawasan adanya

perdarahan pada tali pusat.

i) Periksa kadar hemoglobin dan

bilirubin tiap 12 jam3.

c. Pemberian ASI secara optimal

Bahwa perlu diingat, bilirubin dapat

dipecah apabila bayi mengeluarkan feses

dan urin. Sehingga pemberian ASI harus

diberikan sebab ASI sangat efektif dalam

PROFESI Volume 10 / September 2013 – Februari 2014

43

memperlancar buang air besar dan air

kecil. Namun demikian, pemberiannya

harus tetap dalam pengawasan dokter,

sebab pada beberapa kasus justru ASI

dapat meningkatkan bilirubin sehingga

bayi semakin kuning9.

d. Terapi sinar matahari

Ini merupakan terapi tambahan atau

bahkan terapi awalan. Bisa dilakukan

ketika bayi belum mendapatkan terapi

yang lain atau bisa juga setelah selesai

perawatan dari rumah sakit. Terapi ini

dilakukan dengan menjemur bayi

dibawah sinar mentari pagi antara jam 7

hingga 9 selama sekitar setengah jam

dengan dilakukan variasi posisi

(terlentang, tengkuap, maupun miring).

Untuk terapi sinar matahari ini harus

diingat bahwa jangan membuat posisi

bayi melihat langsung matahari karena

dapat merusak mata. Serta jangan

melebihi jam 9 karena intensitas

ultraviolet sangat kuat dan akan merusak

kulit bayi9.

KESIMPULAN

Ikterus adalah perubahan warna

menjadi kuning pada kulit, membrane mukosa,

dan sklera yang disebabkan peningkatan

produksi bilirubin di dalam darah. Ikterus

neonatorum dibagi menjadi dua yaitu ikterus

fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus

biasanya mulai dari muka dan ketika kadar

serum bertambah, turun ke abdomen dan

kemudian kaki. Bila kuning terlihat pada bagian

tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat

pada lengan, tungkai, tangan maupun kaki pada

hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus

sangat berat dan memerlukan terapi sinar

secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil

pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk

memulai terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Munir, Miftahul. 2012. Hubungan antara

Bayi Prematur dengan Kejadian Ikterus

Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD

dr. Koesma Tuban Tahun 2009.

http://www.kopertis7.go.id/uploadmateri_p

edoman/Kesehatan_Vol_4_No_1_Juni_201

2.pdf

2. Schwatz, M.W. 2005. Pedoman Klinis

Pediatri. Jakarta. EGC.

3. Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu

Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.

4. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.

Jakarta. EGC.

5. Hasan, R. 2007. Buku kuliah 2 Ilmu

Kesehatan Anak . Jakarta. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

6. Behrman, K.A. 2000. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson. Jakarta: EGC.

7. Saifuddin, A.B. 2007. Buku Acuan Nasional

Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo.

8. Khosim MS. 2004. Buku panduan

manajemen masalah bayi baru lahir untuk

dokter, bidan dan perawat di rumah sakit.

Jakarta. IDAI.

9. Anang. Terapi Bayi Kuning.

http://suaramerdeka.com/. 13 Juni 2008