Pemilihan Metode Filtering Terbaik dalam Pembuatan Digital ...
Transcript of Pemilihan Metode Filtering Terbaik dalam Pembuatan Digital ...
Pemilihan Metode Filtering Terbaik dalam Pembuatan Digital Terrain Model
(DTM) di Kampus ITB Jatinangor
Egi Nugraha*a, Dr. Deni Suwardhi, S.T., M.T.
b, Agung Mahadi Putra p., S.Si, M.Sc.
a
Jurusan Teknik Geomatika Institut Teknologi Sumatera, Bandar Lampung
Jl. Terusan Ryacudu No.1 Bandar Lampung 35145
aTeknikGeomatika Institut Teknologi Sumatera
bTeknikGeodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung
*Corresponding E-mail: [email protected]
Abstra: Digital Terrain Model (DTM) dibentuk dari UAV LiDAR melalui proses filtering data Digital Surface
Model (DSM). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode filtering terbaik pada kelas titik tanah
antara Slope based filtering (SBF) dan Elevation threshold with expanding window (ETEW) dilihat geomorfologi,
transect, dan akurasi hasil Root Mean Square Error vertical (RMSEz) dan Linear Error 90% (LE90) pada area
topografi. Metodologi pada penelitian ini melakukan klasifikasi dan filtering terhadap titik awan dengan algoritma
parameter SBF pada SAGA GIS dan ETEW pada ALDPAT. Selanjutnya menguji dan membandingkan terhadap 5
kali percobaan pada masing-masing metode filtering, pengujian dan membandingan tersebut melalui perbandingan
secara geomorfologi, transect, ketelitian geometri dari DTM dihasilkan. Hasil penelitian ini menunjukan penilaian
kesalahan ETEW lebih baik karena kesalahan tipe I dan total lebih rendah. Hasil geomorfologi DTM ETEW
menghasilkan bentuk yang halus. Sedangkan hasil transect menunjukan ketinggian DTM ETEW sudah mendekati
kenampakan sebenarnya. DTM ETEW dihasilkan lebih teliti setelah dibandingkan dengan metode SBF, nilai
dihasilkan RMSEz sebesar 1,44 meter dan LE90 sebesar 2,38 meter masuk dalam kelas 3 skala 1:5000.
Kata kunci — LiDAR, DTM, filtering, titik awan.
Abstract: The Digital Terrain Model (DTM) is formed from UAV LIDAR through the Digital Surface Model
(DSM) data filtering process. The purpose of this study was to determine the best filtering method in the ground
point class between Slope based filtering (SBF) and Elevation threshold with expanding window (ETEW) based on
geomorphology, transect, and accuracy of the results of vertical Root Mean Square Error (RMSEz) and Linear
Error 90. % (LE90) in topographic area. The methodology in this study is to classify and filter point clouds using
the SBF parameter algorithm on SAGA GIS and ETEW on ALDPAT. Furthermore, testing and comparing 5 times
the experiment on each of the filtering methods, testing and comparing them through comparisons of
geomorphology, transect, geometric accuracy of the DTM is generated. The results of this study indicate that the
ETEW error rating is better because of the type I error and the total is lower. ETEW DTM geomorphological
results produce a smooth shape. Meanwhile, the transect results show the height of the DTM ETEW is close to its
true appearance. The ETEW DTM was produced more thoroughly after being compared to the SBF method, the
resulting value of RMSEz was 1.44 meters and LE90 was 2.38 meters which belonged to class 3 on a scale of 1:
5000.
Keywords— LiDAR, DTM, filtering, point clouds.
I. Pendahuluan
I.1 Latar belakang
BIG bertanggung jawab dalam mengatur informasi
geospasial dasar, salah satunya yaitu peta topografi
yang menyatakan nilai vertikal. Peta topografi ini
sangat berguna untuk informasi detail permukaan,
salah satunya Digital Terrain Model (DTM) sebagai
salah satu unsur penting pembuatan kontur dalam
waktu singkat di lapangan melalui pendekatan
pemetaan survei udara menggunakan wahana terbang
yaitu Unmanned Aerial Vehicle Light Detection and
Ranging (UAV-LiDAR) memudahkan pengambilan
data untuk memenuhi terselenggaranya peta dasar
skala besar. Pemetaan ini melalui pendekatan survei
fotogrametri membutuhkan sistem penentu posisi
global (GPS) dan unit navigasi inersia (INS/IMU)
yang terintegrasi pada UAV-LiDAR memungkinkan
memberi nilai informasi detail pada objek berupa nilai
informasi koordinat (x,y,z), waktu (t), dan intensitas (i).
Melalui survei udara ini bertujuan untuk mendapatkan
titik awan (Point Clouds) yang terdistribusi secara
merata di atas permukaan bumi. Titik awan yang
terdistribusi terkumpulkan sehingga menunjukan
ketinggian bumi yang akurat, sehingga memungkinkan
pembuatan Digital Terrain Model (DTM).
DTM dihasilkan oleh hasil interpolasi titik awan
sebagai tanah melalui pengolahan klasifikasi dan
filtering titik awan pada objek bukan tanah seperti
bangunan, vegetasi, objek kendaraan dan lain
sebagainya yang memiliki ketinggian lebih dari
permukaan tanah. Proses klasifikasi dan filtering
seringkali memakan waktu dan tantang sangat besar,
oleh karena itu untuk menghadapi permasalah ini
diperlukan algoritma filtering untuk mengefesienkan
pada tantangan yang kompleks seperti outlier (titik
terletak jauh dari permukaan).
Pada penelitian ini mengusulkan proses pengolahan
langsung klasifikasi dan filtering raw data set LiDAR
menggunakan metode slope based filtering (SBF)
dengan bantuan perangkat lunak SAGA GIS dengan
konsep mengasumsikan pada perbedaan tinggi suatu
objek antara dua cell di sekiranya (search radius)
sedangkan metode elevation threshold with expanding
window (ETEW) filtering algoritma yang diajukan
berdasarkan penentuan titik awan yang dibagi dalam
cell array persegi kecuali ketinggian minimum pada
setiap iterasi ukuran cell akan meningkat. Hasil
penelitian ini berupa data DTM yang didapatkan dari
usulan metode penelitian ini. Selain itu akan dikaji
mengenai pola dan tingkat uji akurasi hasil DTM UAV
LiDAR.
I.2 Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui metode filtering terbaik pada kelas
titik awan tanah antara slope based filtering (SBF)
dan elevation threshold with expanding window
(ETEW) filtering dilihat dari geomorfologi dan
transect.
2. Menganalisis perbedaan digital terrain model
(DTM) yang dihasilkan tidak melalui proses pre-
processing dan post-processing (registrasi data
LiDAR ke titik kontrol) dari metode filtering SBF
dan ETEW filtering dilihat nilai hasil root mean
square error vertical (RMSEz) dan linear error
90% (LE90).
I.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup tugas akhir ini adalah:
1. Wilayah penelitian adalah kampus Institut
Teknologi Bandung (ITB) jatinangor.
2. Pengolahan data hanya dilakukan proses filtering
raw data LiDAR tidak melalui proses pre-
processing dan post-processing (registrasi data
LiDAR ke titik kontrol).
3. Penyusunan algoritma pada saat klasifikasi dan
filtering menggunakan software ALDPAT dan
SAGA GIS.
4. Penelitian ini berpusat pada pengembangan dan
penerapan kecerdasan algoritma untuk ekstraksi
filtering otomatis dari dua jenis metode utama
yaitu SBF dan ETEW filtering.
5. Proses pengambilan poligon sampel area vegetasi,
bangunan, dan irigasi melalui sampel acak.
II. Metode dan Data
II.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di dalam kawasan Institut
Teknologi Bandung kampus Jatinangor yang
beralamatkan jalan Letnan Jend. Purn. Dr. (HC)
Mashudi No.1, sayang, Kecamatan Jatinangor,
kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan luas wilayah
± 47 hektar. Lokasi ini dipilih karena memiliki
karakteristik yang dinamis dan tutupan lahan
bervariasi. Lokasi penelitian dapat diilustrasikan pada
Gambar II. 1.
Gambar II. 1 Lokasi Penelitian
II.2 Peralatan Penelitian
Adapun peralatan untuk mendukung pengolahan pada
pengerjaan tugas akhir ini terbagi dalam perangkat
keras dan perangkat lunak sebagai berikut:
a. Pada perangkat keras digunakan 1 set laptop Acer
Nitro Ryzen 5.
b. Perangkat lunak yang digunakan berupa:
1. ALPAD digunakan untuk proses filtering metode
elevation threshold with expanding window
(ETEW).
2. SAGA GIS digunakan untuk proses filtering
metode slope based filtering (SBF).
3. Global Mapper v.19 digunakan untuk proses
visualisasi hasil filtering.
4. Alat penyusun perhitungan dan pengetik data dan
laporan.
II.3 Bahan Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu raw data
Las.LiDAR dan titik marking merupakan data
sekunder diperoleh dari akuisisi data LiDAR
menggunakan sensor LiDAR yang dipasang pada
wahana UAV LiDAR diakuisisi oleh KK.
Penginderaan Jauh dan Sains Informasi Geografis ITB.
II.4 Tahapan Peneltian
Tahap pelaksanaan proses penelitian ini diilustrasikan
pada gambar diagram alir berikut:
Gambar II. 2 Diagram alir penelitian
II.4.1 Normalisasi Data LiDAR
pemotongan ini untuk mempercepat proses pengolahan
titik awan, maka titik awan tersebut dipotong sesuai
untuk meningkatkan proses pengolahan.
II.4.2 Slope Based Filtering (SBF)
Tahapan proses klasifikasi dan filtering slope based
diilustrasikan pada gambar II.2.
Gambar II. 3 Diagram alir pengolahan SBF
Proses ini terdiri dari tiga tahap yaitu resampling,
filtering dengan alat modul slope based, dan gridding /
interpolation. Parameter yang diperlukan dalam proses
filtering menggunakan slope based antara lain search
radius, slope, Confidence interval, dan threshold.
Nilai threshold yang digunakan pada penelitian ini
adalah 1.
Proses filtering titik awan sebanyak 15 project UAV
LiDAR dilakukan pengelompokan melalui pengujian
untuk melihat cara kerja parameter dari metode SBF
dan ETEW. Pengujian Parameter dilakukan secara
berkelompok. Pada SBF melalui parameter pengujian
search radius, slope, dan confidence interval. Dapat
dilihat pada Tabel II. 1.
Tabel II. 1 Percobaan SBF
Percobaan
Ke-
Slope
(%)
Search
radius
(m)
Confidence
interval
1. 10 5 On
2. 20 35 On
3. 25 70 On
4. 30 90 On
5. 35 100 On
II.4.3 Elevation threshold with expanding window
(ETEW) Filtering
Proses filtering dilakukan menggunakan perangkat
lunak ALDPAT. Pada tahap ini, filtering adalah
diperlukan untuk mendapatkan hanya data dasar.
Kelas-kelas lain dihapus dalam proses penyaringan,
cukup dengan memilih fitur parameter slope untuk
menepis kemiringan bangunan dengan luas dan tinggi
dari posisi tanah ke ketinggian maksimum, data titik
awan yang melebihi batas ambang akan di filter,
proses ini berulang-ulang hingga waktu pengolahan
pada parameter berhenti (Loop times).
Sedangkan pada ETEW diuji melalui parameter slope,
loop times, widht, dan height. Nilai parameter dari
metode, dan nilai parameter metode ETEW dapat
dilihat pada Tabel II. 2.
Tabel II. 2 Percobaan ETEW
Percobaan
Ke-
Slope
(%)
Loop
Times
Width
(m)
Height
(m)
1 1 13 2 2
2 0.5 10 5 10
3 0.5 10 5 5
4 0.5 15 1 1
5 0.5 25 1 1
II.4.4 Pembuatan permukaan
1. Triangulated Irregular Network (TIN)
TIN dilakukan dalam perangkat lunak Global Mapper
menggunakan fitur Create Elevation Grid. Titik awan
mempunyai nilai x, y, z, dan c. Selanjutnya dilakukan
proses pembentukan permukaan dengan
menghubungkan antar titik berdekatan (neighbors)
sehingga membentuk segitiga sembarang saling
berhimpitan.
2. Spline Interpolation
Metode Spline merupakan metode yang mengestimasi
nilai grid ketinggian rendah dan tinggi pada bidang
kelengkungan permukaan pada data set pengolahan
pada fungsi matematika di SAGA GIS.
II.4.5 Penyusunan dan Perhitungan data
Raw data UAV-LiDAR dilakukan proses penyusunan
data ketinggian (z) dari kelas titik awan tanah (ground
point clouds) tersebut di ekspor ke file format .csv
Setelah dilakukan penyusunan dilakukan proses
perhitungan untuk mendapatkan nilai ketelitian
geometrik vertikal peta RBI dengan mencari
perbedaan selisih dari elevasi (z) titik uji dengan hasil
filtering.
RMSEz: N
N
i ji zz
1
2
(2.1)
LE90: 1,6499 * RMSEz (2.2)
Pada penelitian ini lebih menitik beratkan pada
ketelitian vertikal LE90 yang dimana LiDAR sudah
tidak diragukan lagi ketelitian vertikalnya. Untuk
mengetahui kelas ketelitian nilai vertikal LiDAR
dilakukan proses root mean square error (RMSE)
pada posisi vertikal.
III. Hasil dan Pembahasan
III.1 Hasil dan Analisis Geomorfologi Slope Based
Filtering (SBF) dan Elevation Threshold
Expanding Window (ETEW) Filtering
Penggunaan nilai sampel percobaan pada pengujian
parameter dari lima kali percobaan pada Tabel II. 1
dan Tabel II. 2 untuk mengetahui kinerja evaluasi dari
metode filtering LiDAR pada perangkat lunak SAGA
GIS dan ALDPAT dan menghasilkan DTM nilai
cukup akurat pada elevasi. Berikut jumlah titik awan
terklasifikasi pada Gambar III.1 dan III.2
Gambar III. 1 Hasil jumlah titik awan SBF
Gambar III. 2 Hasil jumlah titik awan ETEW
Ketika membandingkan secara visual ditampilkan
pada lampiran kinerja dari percobaan metode filtering
yang berbeda, percobaan SBF pada percobaan 2
dengan nilai parameter slope 30 %, search radius 90
meter, dan confidence interval on menghapus titik
awan vegetasi dan bangunan sedangkan pada metode
SBF pada percobaan 1 dengan nilai parameter slope
10 %, search radius 5 meter, confidence interval on
membiarkannya tidak terhapus, hal ini dikarenakan
metode SBF menganggap titik yang terfilter relatif
sedikit karena radius pencarian jarak 5 meter meng
identifikasi ketinggian titik awan diantara 2 cell
tetangganya dalam 1 kisi memiliki permukaan curam
yang rendah maka parameter ini tidak menganggap
antara 2 cell tidak memiliki slope yang curam.
Sedangkan pada hasil yang memiliki titik awan relatif
terfilter pada metode ETEW percobaan dengan nilai
parameter slope 0.5 %, loop times 10 detik, dan widht
5 meter dan height 5 meter, sedangkan pada metode
ETEW pada percobaan 1 dengan nilai parameter slope
1 %, loop times 13 detik, widht 2 meter, dan height 2
meter parameter algoritma belum maksimal
menghapus titik awan dianggap sebagai bukan tanah.
Hal ini menunjukan titik awan bukan tanah yang
terhapus signifikan semakin kecil nilai slope maka
semakin banyak titik yang terhapus dengan pencarian
paling panjang bangunan sesuai dari titik awan pada
area tersebut.
Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil Percobaan
DTM terbaik metode TIN pada percobaan 4 SBF dan
percobaan 4 ETEW dan Spline Interpolation
percobaan 3 SBF dan percobaan 3 ETEW,
diilustrasikan pada Gambar III.3 dan Gambar III.4.
Gambar III. 3 Hasil DTM TIN percobaan 4 SBF dan
percobaan 4 ETEW
Gambar III. 4 Hasil DTM Spline percobaan 3 SBF dan
percobaan 3 ETEW
Area sampel yang memiliki kerapatan titik awan hasil
filtering bukan tanah pada data LiDAR dapat dilihat
pada Gambar III.5.
Gambar III. 5 Area Sampel
Hasil geomorfologi DTM TIN dan hillshade spline
dari pengambilan sampel area topografi dapat dilihat
pada Gambar Gambar, dan Gambar.
Gambar III. 6 DTM TIN percobaan 4 dan hillshade spline
vegetasi percobaan 3 pada metode SBF dan ETEW
Gambar III. 7 DTM TIN percobaan 4 dan hillshade spline
bangunan percobaan 3 pada metode SBF dan ETEW
Gambar III. 8 DTM TIN percobaan 4 dan hillshade spline
irigasi percobaan 3 pada metode SBF dan ETEW
Berdasarkan DTM dan hillshade pada Gambar 4.14,
Gambar 4.15, dan Gambar 4.16 menunjukan hasil
sampel area pada Gambar 4.13 yaitu area hijau
(vegetasi), area kuning (bangunan), dan biru (irigasi)
diperoleh dari filter percobaan. Pada percobaan sampel
area vegetasi dan bangunan metode SBF dan ETEW
terdapat perbedaan pada area yang ditandai poligon
merah. Hasil relatif kasar permukaannya pada metode
SBF, hal ini radius diantara 2 cell tidak terdapat grid
yang curam sehingga pada proses filtering titik awan
tersebut tidak terhapus. Sedangkan pada sampel area
irigasi, geomorfologi yang terbentuk menunjukan
bahwa DTM yang dihasilkan SBF lebih halus
ketimbang ETEW, hal ini area sampel tidak terlalu
curam dan terdapat vegetasi rendah algoritma
mengasumsikan titik awan vegetasi rendah terhapus
karena perbedaan elevasi tidak siginifikan dan
tergantikan pada estimasi ketinggian metode
interpolasi.
III.2 Analisis Transect
Tujuan pada analisis ini untuk mengetahui
kenampakan garis lengkung secara detail pada suatu
objek sampel dengan membandingkan dari masing-
masing percobaan dari metode SBF dan ETEW pada
area sampel vegetasi, bangunan, dan irigasi. Hasil dari
proses analisis yang diperoleh diilustrasikan pada
Gambar III. 9 Hasil transect SBF vegetasi
Gambar III. 10 Hasil transect ETEW vegetasi
Garis transect yang dihasilkan SBF pada Gambar III.
9 menunjukan nilai percobaan 2 lebih halus
kenampakan nya karena garis penampang yang
menunjukan konstan tidak mengalami perubahan
ketinggian yang signifikan, namun pada percobaan 1
SBF hasil terlihat lebih kasar, hal ini dikarenakan pada
area vegetasi metode SBF percobaan 1 masih terdapat
titik awan kelas bukan tanah (non ground) yaitu
kanopi pohon yang masih belum terfilter. Jadi nilai
parameter SBF pada percobaan 2 sudah bekerja
dengan baik untuk menjalankan filtering pada vegetasi.
Sedangkan pada metode ETEW menunjukan hasil
percobaan 4 perbedaan pola garis yang dibentuk
dideskripsikan sebagai ketinggian diilustrasikan pada
Gambar III. 10 menunjukan garis penampang lebih
halus, sedangkan percobaan yang menunjukan
kenampakan hasil lebih kasar pada percobaan 1 ETEW,
hal ini memungkinkan terdapat titik awan bukan tanah
yaitu pohon yang belum mampu terfiltering dengan
baik pada algoritma percobaan 1 ETEW.
Gambar III. 11 Hasil transect SBF bangunan
Gambar III. 12 Hasil transect ETEW bangunan
Garis transect yang dihasilkan SBF pada Gambar III.
11 menunjukan nilai percobaan 2 lebih halus
kenampakannya karena garis penampang yang
menunjukan konstan tidak mengalami perubahan
ketinggian yang signifikan, namun pada percobaan 4
SBF hasil terlihat lebih kasar, hal ini dikarenakan pada
area bangunan metode SBF percobaan 4 masih
terdapat titik awan kelas bukan tanah (non ground)
yaitu bangunan yang masih belum terfilter. Jadi nilai
parameter SBF pada percobaan 2 sudah bekerja
dengan baik untuk menjalankan filtering pada
bangunan. Sedangkan pada metode ETEW
menunjukan hasil percobaan yang sama dengan
metode SBF yaitu pada percobaan 2 ETEW
diilustrasikan pada Gambar III.12 menunjukan garis
penampang lebih halus, sedangkan percobaan yang
menunjukan kenampakan hasil lebih kasar pada
percobaan 1 ETEW, hal ini memungkinkan terdapat
titik awan bukan tanah yaitu bangunan yang belum
mampu terfilter dengan baik pada algoritma percobaan
1 ETEW.
Gambar III. 13 Hasil transect SBF irigasi
Gambar III. 14 Hasil transect ETEW irigasi
Garis transect yang dihasilkan SBF pada Gambar
III.13 menunjukan nilai percobaan 1 lebih halus
kenampakan nya karena garis penampang yang
menunjukan konstan tidak mengalami perubahan
ketinggian yang signifikan, namun pada hasil
percobaan 3 SBF terlihat lebih kasar, hal ini
dikarenakan pada area irigasi metode SBF percobaan 3
radius pencarian mengidentifikasi diantara cell-cell
ketinggian curam belum terfilter dikarenakan
direpresentasikan sebagai tanah (ground). Jadi nilai
parameter SBF pada percobaan 1 sudah bekerja
dengan baik untuk menjalankan filtering pada irigasi.
Sedangkan pada metode ETEW menunjukan hasil
percobaan yang sama dengan metode SBF yaitu pada
percobaan 1 ETEW diilustrasikan pada Gambar III.14
menunjukan garis penampang lebih halus, sedangkan
hasil yang menunjukan kenampakan lebih kasar
terdapat pada percobaan 2 ETEW, hal ini
memungkinkan titik awan tanah belum terfilter
dikarenakan algoritma pada metode ETEW
menghapus titik awan tanah pada kemiringan tinggi
dengan sekitarnya di area irigasi, sehingga belum
mampu mempertahankan posisi tanah dengan baik
pada ketinggian yang terkelaskan pada kelas tanah
(ground).
III.3 Uji Ketelitian Hasil Model Filtering
Nilai RMSEz dapat dilakukan proses analisis ketelitian
geometri vertikal yang diperoleh dari LE90 dari
masing-masing percobaan dengan melakukan 26 titik
uji dari GCP dan ICP. Hasil dari ketelitian geometri
vertikal dibandingkan nilai LE90 dari tiap-tiap metode
filtering, selanjutnya mencari nilai ketelitian terbaik
dari metode SBF dan ETEW. Hasil perhitungan nilai
RMSEz dan LE90 ditampilkan pada Tabel
Tabel III. 1 Hasil uji akurasi
SBF ETEW SBF ETEW
rata-rata 2,260273 2,257631 1,432854 1,403694
Rmse z 1,503421 1,502541 1,197019 1,184776
LE90 2,480494 2,479043 1,974962 1,954761
rata-rata 2,295885 2,639794 1,434288 2,038194
Rmse z 1,515218 1,624744 1,197617 1,427653
LE90 2,499958 2,680665 1,975949 2,355485
rata-rata 2,457803 2,639794 1,513682 2,031672
Rmse z 1,567738 1,624744 1,230318 1,425367
LE90 2,586611 2,680665 2,029902 2,351713
rata-rata 2,620136 2,082725 1,436803 1,365414
Rmse z 1,618684 1,443165 1,198667 1,168509
LE90 2,670666 2,381078 1,977681 1,927923
rata-rata 2,39272 2,473186 1,515673 1,432854
Rmse z 1,546842 1,572637 1,231127 1,197019
LE90 2,552135 2,594693 2,031236 1,974962
3
4
5
z (GCP)Percobaan
1
2
z (ICP)
Hasil RMSEz dan LE90 dapat dibandingkan dari dua
metode filtering terbaik dihasilkan. Hasil didapatkan
pada metode filtering ETEW lebih baik dari pada
metode filtering SBF untuk area studi kampus ITB
jatinangor. Hasil algoritma ETEW menunjukan pada
objek bukan tanah khususnya pada wilayah datar
sudah mampu menghasilkan nilai statistik yang baik.
Hal-hal yang mempengaruhi hasil kesalahan vertikal
masuk pada ukuran ± 1 meter sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi dari persegesar blok antar
trajectory
Gambar III. 15 Titik awan antar blok mengalami pergeseran
Dari Gambar secara garis besar kesalahan
penyimpangan ini diakibatkan oleh tidak dilakukan
proses pre-processing yaitu pengolahan strip
adjusment mengklasifikasi titik awan pada setiap per
jalur sehingga tidak dapat menghitung koreksi
boresight misalignment IMU, dan tidak dilakukan pos-
processing berupa pengolahan georeferencing pada
titik GPS. Sehingga titik awan yang saling
bertampalan pertemuan di satu objek tidak matching
blok pengukuran pertama dan blok pengukuran kedua
lajur akuisisi. Nilai akurasi selisih pertampalan titik
awan perblok bisa berkisar ± 10 centimeter apabila
praktisi melakukan pengolahan yang harus semestinya
yaitu melakukan pengolahan pre-processing dan post-
processing. Nilai akurasi error didapatkan pada
penelitian ini sudah wajar kesalahan error sampai 1
meter.
2. Data pembanding GCP terhadap titik awan filtering
Gambar III. 16 Selisih ketinggian antar titik uji
Rata-rata hasil didapatkan mempunyai selisih pada
Gambar 4.27, nilai ini dipengaruhui yaitu proses
pengolahan langsung dari raw data set LiDAR, tidak
dilakukan georeferencing pada titik awan, dan proses
konversi pengolahan titik awan, hal ini mengalami
lose atau gap titik awan pada titik yang mengacu pada
permukaan bumi walaupun data uji di area terbuka.
Pengolahan pada software open source yang notabene
software ini tidak diuntukan pengolahan data yang
memiliki nilai ketelitian tinggi, hanya saja software ini
mampu digunakan pada data yang didukung format
konversi agar bisa dilakukan pengolahan, seperti
metode slope based data sebenarnya adalah format Las.
file untuk dilakukan filtering menggunakan software
SAGA GIS dibutuhkan format grid (raster) sehingga
dilakukan konversi data dari Las.file ke grid hal ini
mengakibatkan data sebenarnya mengalami penyatuan
pada setiap cell yang di bagi setiap kisi, grid yang
ketinggiannya rendah namun satu cell dengan grid
memiliki ukuran tinggi maka dipresentasikan nilai cell
yang sama dalam satu kisi. Sehingga banyak titik awan
bukan tanah yang terhapus.
IV. Kesimpulan
IV.1 Hasil klasifikasi dan filtering didapatkan
menggunakan metode SBF dan ETEW
menghasilkan kualitas geomorfologi yang
baik pada ETEW. Pada hasil analisis
transect menghasilkan pola kenampakan
melintang yang cukup baik pada metode
ETEW pada percobaan 4 vegetasi dan
percobaan 2 pada bangunan, sedangkan
hasil transect pada irigasi metode SBF
menghasilkan terbaik pada percobaan 1.
Perbedaan hasil analisis didapatkan, karena
proses kinerja parameter dari algoritma
setiap metode memiliki jangkauan filtering,
untuk mengantisipasi hasil filtering kurang
baik, melakukan penggunaan penapisan
kemiringan rendah dengan jangkauan
permukaan maksimum pada setiap area
penelitian.
IV.2 Pada nilai uji akurasi metode ETEW
mendapatkan hasil terbaik dengan nilai
RMSz sebesar 1,44 meter dan LE90 sebesar
2,38 meter. Hal ini data LiDAR didapatkan
akurasi ± 1 meter di karenakan proses
pengolahan melalui raw data set LiDAR
tidak melakukan strip adjusment dan
koreksi boresight misalignment IMU pada
proses post-prosecessing data.
V. Daftar Pustaka
[1] M. B. A. Amin, Pemanfaatan Teknologi LiDAR
Dalam Analisis Genangan Banjir Akibat Luapan
Sungai Berdasarkan Simulasi Model
Hidrodinamik," Info Teknik, vol. 16, no. 1, pp.
21-32, 2015.
[2] B. Yunfei, L. Guoping, C. Chunxiang, L.
Xiaowen, Z. Hao, H. Qisheng, B. Linyana and C.
Chaoyi, "Classification of LiDAR Point Cloud
and Generation of DTM From LiDAR Height and
Intensity Data in Forested Area," The
International Archives of The Photogrammetry,
Remote Sensing and Spatia; Information Sciences,
vol. XXXVII, pp. 313-318, 2008.
[3] A. F. Abdullah, Z. Vojinovic, R. Price and A. A.
Aziz, "A Methodology for Processing Raw
LiDAR Data to Support Urban Fload Modelling
Framework, Disertation, Accounting for Elevatde
Roads and Bridges," Journal of Hydroinformatics,
vol. 13, no. 2, pp. 253-269, 2012.
[4] G. Sithole and G. Vosselman, "Experimental
Comparison of Filter Algorithms for Bare-Earth
Extraction from Airborne Laser Scanning Point
Clouds," ISPRS Journal of Photogrammetry and
Remote Sensing, vol. 59, pp. 85-101, 2004.
[5] X. L. Meng, N. Currit and K. G. Zhao, "Ground
Filtering Algorithms for Airborne LiDAR Data:
A Review of Critical Issues," Remote Sensing,
vol. 2, no. 3, pp. 833-860, 2010.
[6] G. Vosselman, "Slope based filtering of laser
altimetry data," International Archives of
Photogrammetry and Remote Sensing, vol. 33, pp.
935-942, 2000.
[7] C. Chen, Y. Li, N. Zhao, J. Guo and G. Liu, "A
Fast and Robust Interpola-Filter tion untuk
Airborne LiDAR Point Clouds," PLoS ONE, vol.
15, no. 5, 2017.
[8] BIG, Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar, adan
Informasi Geospasial (BIG), 2018.
[9] E. Prahasta, Pengolahan Data Sistem LiDAR,
Bandung: Informatika, 2015.
[10] A. Wehr and U. Lohr, "Airborne laser scanning -
An introduction and overview," ISPRS Journal of
Photogrammetry and Remote Sensing, vol. 54, pp.
68-82, 1999.
[11] N. C. Center, Lidar 101: An Introduction to Lidar
Technology, Data, and Applica-tions, Charleston:
NOAA Coastal Services Center, 2012.
[12] D. Gatziolis and H. Andersen, A guide to LIDAR
data acquisition and processing for the forests of
the Pacific Northwest, Portland: U.S. Department
of Agriculture, Forest Service, Pacific Northwest
Research Station, 2008.
[13] H. Afsharnia, "A TIN-Based Filtering Algorithm
to Create DTM from LiDAR DSM," in 22nd
Iranian National Conference of Maps and
Geospatial Data, Tehran, 2015.
[14] H. Guan, J. Li and M. A. Chapman, "Urban
Thematic Mapping by Integrating LiDAR Point
Cloud with Colour Imagery," GEOMATICA, vol.
64, no. 5, pp. 375-385, 2011.
[15] S. S. Nurul, M. Zulkepli and S. Halim, "DTM
Generation From LiSAR Data By Using Different
Filters In Open - Source Software,"
Geoinformation Science Journal, vol. 10, no. 2,
pp. 89-109, 2010.
[16] K. Zhang and D. Whitman, "Comparison of
Three Algorithms for Filtering Airborne LiDAR
Data," Photogrammetric Engineering and Remote
Sensing, vol. 71, pp. 313-324, 2005.
[17] BIG, "Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar," Badan
Informasi Geospasial (BIG), Bogor, 2014.
[18] NSSDA, "Geospatial Positioning Accuracy
Standards – Part 3: National Standard for Spatial
Data Accuracy," National Center Reston, Virginia,
1998.
[19] D. T. Sari, "Analisis Geometrik True Orthofoto
Data LiDAR," Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya, 2016.
[20] N. Pfreifer, "Digital surface model and digital
terrain model filtering," Institute of
Photogrammetry and Remote Sensing Vienna
University of Technology, Vienna, 2008.
[21] L. C. Pambudi, "Analisis Akurasi Penapisan
DSM Ke DTM Menggunakan Metode Simple
Morphological Filter Dan Slope Based Filtering,"
Universitas Diponegoro, Semarang, 2015.
[22] M. Lemmens, "Airborne LiDAR Sensor: Product
Survey," GIM International, vol. 21, no. 2, 2007.