ok-I-14-Kusumo N 227-242

download ok-I-14-Kusumo N   227-242

of 16

description

Prosiding semnas kusumo

Transcript of ok-I-14-Kusumo N 227-242

  • 227

    PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN SEBARAN GAMBUT SUMATERA

    K. Nugroho, U. Suryana, dan W. Wahdini

    Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

    ABSTRAK

    Perubahan penggunaan lahan sering ditunjuk sebagai salah satu penyebab perubahan sebaran gambut yang penting. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemutakhiran data sebaran gambut untuk mendapatkan informasi terbaru dari sebaran gambut di Indonesia. Pada tahun 2009, telah dilakukan kompilasi d an pemutakhiran dengan menggunakan kriteria pembatasan gambut menurut kedalaman, status, substratum, kematangan. Pengamatan dilakukan dengan bantuan citra dari berbagai tahun sampai tahun 2008, yang tersedia. Perubahan diperhatikan dari kenampakan visual yang dibuat dari komposit citra dan memperhatikan hasil pengamatan lapang. Ada tiga bagian Sumatera, yang diamati yaitu di Sumatera bagian Utara di sekitar Binjai Provinsi Sumatera Utara, di Sumatera bagian Tengah di sekitar Pakanbaru Provinsi Riau, serta di sekitar Palembang untuk Sumatera bagian selatan. Dari pengamtan terdapat perubahan yang cukup besar yaitu perubahan dari gambut dengan kedalaman sangat dalam (> 300 cm) menjadi gambut dalam (200 300 cm), dari kedalaman dalam menjadi sedang (100-200 cm), sedangkan dari sedang ke dangkal (50- 100 cm) mendominasi hampir Sumatera. Luas sebaran gambut dangkal 2002 adalah 1.241.739 hektar sedangkan tahun 2009 1.766.034 hektar atau ada kenaikan 524.295 hektar, Gambut sedang 2002 adalah 2.327.569 hektar sedangkan tahun 2009 adalah 2.083.244 hektar ada penurunan 244.325 hektar. Gambut dalam (100 200 cm) 2002 adalah 1.246.424 hektar, sedangkan tahun 2009 adalah 1.072.835 hektar atau ada penurunan 173.589 hektar. Gambut sangat dalam 2002 (lebih 300 cm) adalah 1.705.656 hektar sedangkan tahun 2009 masih 1.529.156 hektar atau selisih176.500 hektar. Secara menyeluruh pengurangan areal tahun 2002 pada tahun 2009 adalah 6.523.389 hektar tahun 2002, dan 6.451.269 hektar tahun 2009 ada selisih 72.120 hektar. Dari pengamatan pemanfaatan lahan sebaran gambut berubah baik dari karakteristiknya juga sebarannnya. Perubahan dengan penggunaan lahan tidak berpola dengan terlihatnya perubahan penggunaan lahan atau pemanfaatan lahan banyak yang tidak berpola, terutama pengembangan lahan kelapa sawit. Perubahan karakteristik berhubungan dengan cara pengelolaannya dari waktu ke waktu. Perubahan karakteristik lahan yang berhubungan dengan karakteristik gambut tidak mempunyai pola yang seragam. Pada peta sebaran gambut ini, lahan bergambut (lahan yang tidak memenuhi kriteria sebagai tanah gambut) tidak dipetakan. Perubahan lahan gambut secara menyeluruh adalah adanya pengurangan lahan gambut dari tahun 2002 2009 adalah seluas 72.120 hektar,

  • K. Nugroho et al.

    228

    atau kurang lebih 1.106 persen dari luasan tahun 2002 yang telah dikoreksi sesuai dengan kriteria tanah gambut.

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Aktualisasi data spasial diperlukan pada saat ini untuk memberikan data terbaru yang akan digunakan untuk menghitung perubahan yang mendasar tentang sebaran lahan gambut dalam kaitannya dengan pemanfaatan gambut untuk berbagai penggunaan. Data tersebut menentukan hitungan emisi dan stok karbon, atau simpanan karbon dalam tanah. Perbaikan data spasial diperlukan untuk merubah gambaran tentang perbaikan yang telah dilakukan secara nasional oleh Indonesia, dalam pengelolaan lahan gambut, serta menjadi dasar pertimbangan langkah-langkah pengembangan pemanfaatan yang lebih baik, yang menjadikan lahan gambut dapat digunakan secara optimal, dan berkelanjutan, serta menjadi gudang penyimpanan karbon.

    Dalam skala perencanaan, peta skala 1 : 250.000 sudah dapat memadai ditinjau bahwa kondisi umum di tiap wilayah (provinsi) sudah dapat diberikan sebagai dasar penentuan kebijakan tata ruang arahan pengembangan pertanian secara sistematis dengan memperhatikan pemanfaatan yang ada di masing-masing provinsi. Peta skala 1 : 250.000 juga telah menjadi dasar untuk perencanaan yang sistematis di tingkat nasional. Kebijakan yang dihasilkan, dapat mencakup skala provinsi dan skala pemerintah pusat. Kebijakan mengenai gambut berada di dua tingkat perencanaan.

    Data spasial yang memadai diperlukan segera, karena data aktual (mutahir) merupakan syarat mutlak untuk dapat melaksanakan berbagai peraturan perundangan yang sudah dan akan diundangkan, seperti Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Sumberdaya Air, yang menngetengahkan masalah gambut sebagai sumber air, serta Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang. Peraturan dibawahnya seperti khusus untuk daerah bekas PLG, Kalimantan Tengah (INPRES 2/2006), Rancangan PERPRES mengenai pengelolaan lingkungan lahan gambut, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rawa, dan berbagai Peraturan/Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan lahan gambut, akan sangat tergantung kepada data luasan atau data spasial lahan gambut.

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    229

    Tujuan

    - Mengaktualisasi Data Spasial Penyebaran Gambut di Sumatera dalam peta skala 1 : 250.000 terutama pada lembar peta yang mempunyai tanah gambut.

    - Menganalisis data spasial untuk arahan pengembangan lahan gambut untuk mendukung ketahanan pangan dan bio-energi, kemudian menentukan satuan-satuan lahan gambut berpotensi serta evaluasi hambatan yang timbul sesudah dibuka di daerah Sumatera, serta menetapkan kendala dan alternatif pengelolaan lahan.

    METODOLOGI

    Bahan Penelitian

    Bahan penelitian yang utama adalah data daerah yang telah diamati selama ini dari berbagai sumber data. Data tersebut terdiri:

    1. Peta-peta yang mendeskripsikan daerah tersebut termasuk peta sebaran gambut, peta Geologi, Peta Tanah, peta Penggunaan lahan, peta-peta lain.

    2. Data digital citra dari daerah tersebut dari pengambilan data terakhir yang memungkinkan (2008, 2007, 2005, 2002)

    3. Peta digital (vektor) dari daerah tersebut (dari Rupa bumi)

    4. Pengamatan lapang terhadap karakteristik lahan yang aktual. Pemilihan karakteristik yang perlu diamati ditentukan sebelum pengamatan lapang.

    5. Data karakteristik lahan hasil survei dan pemetaan yang lama, untuk mendapatkan karakteristik lahan yang lengkap dapat digunakan.

    Meodologi

    Metodologi penelitian dapat digambarkan seperti diagram alir berikut ini. Diagram pertama menggambarkan alur data dan pengerjaan yang difokuskan kepada aktualisasi data spasial sebaran gambut di Sumatera (Gambar 1 dan Gambar 2). Awal kerja ini dilakukan dengan memilah terlebih dahulu dari data lama, lembar yang mempunyai gambut sebagai bagian dari satuan lahannya.

  • K. Nugroho et al.

    230

    Gambar 1. Flowchart Pengerjaan Aktualisasi data Spasial Gambut

    Gambar 2. Flowchart Pengerjaan Aktualisasi data Spasial Gambut

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    231

    Tiap lembar dari peta yang dihasilkan disertai lampiran berupa keterangan dari tiap lembar. Yang menguraikan tiap bagian dari satuan lahan gambut dan karakteristik utama

    Pembentukan legenda peta dilakukan dengan memperhatikan beberapa karakteristik yaitu :

    - Kedalaman gambut yang dibagi dalam 4 bagian :

    D0: bukan lahan gambut (ketebalan atau kedalaman dari permukaan 300 cm)

    Selain ketebalan dan kedalaman gambut dari permukaan maka yang dipilah dalam mendeleneasi sebaran gambut adalah

    - Tingkat dekomposisinya, yaitu dibedakan dalam:

    - f tingkat dekomposisi termasuk fibrist atau belum matang

    - e tingkat dekomposisi termasuk Hemist atau setengah matang

    - s tingkat dekomposisi termasuk saprist atau matang

    - m tidak termasuk gambut karena bahan campuran mineral

    Selain ketebalan dan kedalaman gambut dari permukaan maka yang dipilah dalam mendeleneasi sebaran gambut adalah sub-stratum yang dirunut dari berbagai data survei tanah, seperti data dari LREP I, kondisi geoilogi sekitar daerah tersebut, dan geomorfologi atau fisiografi sekitar lahan gambut tersebut.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Data Spasial Penyebaran Gambut di Sumatera

    Data spasial penyebaran gambut di Sumatera dibagi dalam tiga bagian pekejaan, atau pelaksanaan. Peta dasar yang digunakan adalah peta rupabumi skala 1 : 250.000.

    Data Spasial Penyebaran Gambut di Sumatera disajikan dalam peta skala 1 : 250.000, yang secara umum dibuat dalam bentuk digital (meta file).

  • K. Nugroho et al.

    232

    Penggunaan data lama yaitu hasil pemetaan sebelumnya, hampir sedikit sekali ditambah pengamatan di lapang pada daerah yang sangat luas. Penjelajahan lapang dilakukan tidak secara teratur, tetapi hanya dari titik ke titik pengamatan lain (tanpa pola yang teratur). Ungkapan sekuen dalam kubah gambut hanya didasarkan dari pengalaman penjelajahan di daerah yang pernah diamati oleh para pemeta (anggota tim) ditambah dengan personal communication untuk mendapatkan kelengkapan data yang memadai dalam mendeskripsikan daerah tertentu.

    Pada penelitian ini titik tolak dari aktualisasi adalah penggunaan data yang lama yang diperbaharui dengan informasi terbaru, terutama dalam penyebaran dengan menggunakan data citra yang terbaru yang dapat diperoleh. Pada tabel berikut tiap sheet atau lembar menggunakan citra yang sesuai dengan letak geografisnya. Peta Dasar rupabumi yang digunakan dan posisi geografis serta citra yang digunakan mengikuti index BAKOSURTANAL (Rupa Bumi Indonesia).

    Pengamatan di lapang, menggunakan daerah kunci, atau Key Area yang merupakan daerah dengan kedalaman gambut yang telah dianalisis melalui data lama, dan kemudian di re interpretasi untuk mendapatkan gambaran sebaranya. Di daerah gambut di Sumatera Selatan, perubahan yang diasumsikan menurut pola kubah gambut atau dome didapat pada beberapa daerah terutama daerah pasang surut di sebelah timur daerah.

    Perubahan dari sisi kubah ke arah tengah atau puncak dome mempunyai perubahan kedalaman atau ketebalan yang nyata, sehingga pada kondisi elevasi yang diukur secara detail dapat diketahui secara baik. Seperti yang telah diukur didaerah Muara Merang, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Pada kedalaman gambut sampai 12 meter yang ada di daerah ini, diketahui berdasarkan pengukuran detailed yang telah dilakukan pada beberapa bagian dari daerah rawa ini, bahwa terjadi gradasi hingga mencapai 4 meter. Penentuan gradasi ini sulit dibatasi secara spasial untuk daerah nyang lebih luas, karena belum ada data terukur yang dapat diperoleh secara rinci. Pendekatan dengan menggunakan interpretasi tutupan lahan (land cover) khusus untuk daerah gambut, telah dilakukan di daerah yang mempunyai luasan gambut yang luas. Penentuan gradasi ini dapat dilakukan dengan pengukuran secara grid, dengan menggunakan program geospasial (seperti kriging), dapat memberikan gambaran aktual tentang sebaran gambut menurut kedalaman dan ketebalan secara geometris. Penelitian di daerah Muara Merang oleh GTZ, di Sumatera Selatan selama 3 tahun (Solichin, personal communication) mendapatkan adanya fenomena gradasi ini. Kesimpulan dari feonomena ini, adalah bahwa adanya

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    233

    variasi yang cukup nyata, dalam membatasi suatu satuan lahan menurut ketebalan yang diajukan dalam memilah satu kelas lahan dengan ketebalan tertentu dengan lahan lain yang mempunyai ketebalan gambut yang berbeda. Hal ini diungkapkan dalam mengantisipasi bahwa, dalam kenyataannya bahwa penentuan satuan lahan perlu dicermati sebagai suatu pemilahan (klasifikasi bentang lahan/permukaan bumi) yang mempunyai suatu kesamaan dalam karakteristik lahan tertentu.

    Asumsi-asumsi yang diterapkan dalam pembatasan terutama seperti konsep kubah gambut. Sumatera bagian selatan yang diwakili beberapa lokasi gambut di Provinsi Sumatera Selatan, yang difokuskan ke daerah pantai Timur Sumatera Bagian Selatan.

    1. Daerah gambut yang berbatasan dengan Jambi (Kabupaten Banyuasin Banyu Lincir ; sampai ke Karang Agung dan Telang),

    2. Dibagian tengah dari Provinsi Sumatera Selatan, di sebelah selatan Palembang adalah daerah Gambut lebak, yaitu daerah danau air hitam

    3. Daerah yang berbatasan dengan Lampung, adalah daerah Sugihan dan Teluk Pulai.

    Penyebaran gambut di Sumatera bagian selatan mempunyai kekhasan yaitu terdapat perbedaan antara gambut berbeda antara pantai timur dan pantai barat (west and east coastal area). Gambut di daerah timur, mempunyai karakteristik yang antara lain mempunyai luasan areal yang lebih tinggi, dibandingkan daerah sebelah batasnya. Bagian Sumatera Tengah dipetakan sama seperti bagian Selatan. Pada beberapa tempat sebaran gambut yang dapat diketahui dengan pertimbangan dari peta lama yaitu :

    1. Peta Sebaran Gambut Wetland (2001), 2. Peta LREP (1990) yang tercantum dari masing-masing lembar peta yang Disebutkan pada pustaka.

    3. Peta Sebaran Lahan Rawa (Nugroho et al, 1992).

    4. Peta Eksplorasi Tanah skala 1 : 1.000.000 (Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat (2000)

    Daerah Sumatera bagian tengah ini merupakan daerah yang mempunyai sebaran gambut terluas dilihat proporsinya dengan bagian selatan dan utara. Permasalahan luasan gambut dibagian Sumatera ini, menjadi krusial karena perbedaan dari berbagai pendekatan penghitungan luasan dan skala peta yang digunakan. Perbedaan yang nyata adalah deleneasi yang umumnya tidak

  • K. Nugroho et al.

    234

    didasari oleh pengamatan yang intensif seperti dilakukan pada pemetaan pada waktu LREP I (1987- 1991). Penggunaan citra radar dan landsat serta potret udara, di LREP I serta intensitas pengamatan yang cukup banyak menjadikan data yang tersedia cukup baik. Reabilitas dari data tersebut lebih tinggi daripada penghitungan luasan yang hanya didasari pada interpretasi citra landsat. Pada daerah tertentu masih dilakukan pengamatan yang detailed, seperti di daerah Riau. Pengamatan ini yang memperbaharui data yang ada. Pada saat ini data citra yang tersedia pada bagian Suamtera ini terbatas pada tahun 2007-2008. Data ini tersedia pada waktu yang berbeda-beda.

    Penyebaran gambut berbeda antara gambut pantai timur dan pantai barat Gambut di daerah timur, mempunyai karakteristik yang antara lain mempunyai luasan areal yang lebih tinggi, dibandingkan daerah pantainya.

    Pada lokasi tertentu (daerah kunci) diamati selain kedalaman/ketebalan gambut, tingkat dekomposisi yang menggunakan skala dekomposisi berdasarkan jumlah serat, perubahan warna (dengan Munsell Color Chart), remasan tangan, juga pH tanah, dan penggunaan lahan (Present Land Use), selain dari informasi geografis dan site dari titik pengamatan.

    Berdasarkan data yang didapatkan sementara dapat disimpulkan perubahan sebaran gambut cukup nyata, dalam arti pembatasan dengan cara interpretasi dan penggunaan citra terbaru atau lebih baru dari pada yang digunakan memberikan hasil yang baik. Perubahan penggunaan lahan ternyata juga mencirikan perubahan dari ketebalan gambut yang ada.

    Pengamatan lapang di daerah kunci Sumatera Bagian Tengah terutama berada di daerah Riau, yang meliputi beberapa bagian, yaitu

    1. Riau yang berbatasan dengan Jambi yaitu daerah Rengat dan sekitarnya

    2. Daerah Riau sekitar Pakanbaru/Dumai

    3. Daerah yang berdekatan dengan daerah Siak Rokan

    Pengamatan lapang di daerah kunci Sumatera Bagian Utara, yang meliputi beberapa bagian, yaitu

    1. Sumatera Utara dekat Pematang Siantar berbatsan dengan daerah Riau dan sekitarnya

    2. Daerah Aceh/Sumatera Utara sekitar Sibolga dan Calang (pantai Barat)

    3. Daerah Sumatera Utara berdekatan dengan daerah Riau yaitu Rantau Prapat

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    235

    Salah satu pemenuhan persyaratan yaitu luasan minimal yang dapat dibatasi pada skala 1 : 250.000 adalah 0,4 cm2 atau 250 hektar. Dari 38 peta yang dimutahirkan hanya 33 lembar peta yang memberikan indikasi adanya tanah gambut. Pada pemetaan sebelumnya Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan Kandungan Karbon di Pulau Sumatera (1990-2002) edisi pertama (Wetland International Indonesia Programme, 2003) didapatkan ada 38 lembar skala 1 : 250.000 standard ukuran peta rupa bumi Bakosurtanal yang ternyata hanya meliput 33 peta sekarang. Sebanyak 5 lembar peta tidak dapat dideteksi adanya tanah gambut (gambut yang sebelumnya dikenal tanah bergambut tidak diklasifikasikan sebagai tanah gambut).

    Beberapa penjelasan yang dapat diangkat dari aktualisasi

    Pemetaan sebelumnya mengikut sertakan tanah dengan bagian permukaan yang kaya bahan organik tetapi tidak tergolong dalam tanah Histosol atau Organosol (menurut kriteria Taksonomy Tanah dan Soil of the World FAO). Pada pemetaan ini, hanya dibatasi lahan yang menurut kriteria merupakan lahan gambut sesuai definisi dari Taksonomy Tanah (2006) dan Soil of the World FAO (1978). Pembatasan yang dilakukan sangat minim dalam peneguhan di lapangan. Peneguhan atau pemeriksaan lapang hanya dilakukan pada daerah yang terbatas.

    Data yang direduksi dari hasil analisis interpretasi data informasi baik peta lama dan citra, tetap masih perlu dibuktikan secara nyata di lapangan untuk mendapatkan kuantifikasi dari data karakteristik gambut. Peta yang dihasilkan masih perlu diperbaiki dengan penelitian parsial, yang masih perlu dilakukan seperti hubungan antara penutupan lahan dengan karakteristik gambut. Pengaruh kenampakan spasial dengan musim (musim kering dan musim hujan. Perubahan yang drastis dari pengolahan tanah, pembukaan lahan, pengelolaan air dan usaha budidaya yang dilakukan baik terhadap lahan yang masih tertutup atau sudah terbuka, termasuk kawasan hutan maupun termasuk bukan hutan perlu dipelajari secara mendalam untuk memahami dinamika perubahan spasial lahan gambut. Pengamatan lapang tidak memenuhi persyaratan pengamatan sekuen-sekuen tanah gambut yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap karakteristik gambut yaitu puncak kubah gambut (dom) kedalaman gambut, ketebalan gambut, kematangan gambut atau tingkat dekomposisi gambut.

    Pada peta-peta gambut ini diberikan tambahan informasi yang dapat memberikan info terbaru tentang lahan gambut secara menyeluruh. Pada tabel berikut disajikan perubahan dari peta Satuan Lahan 1 : 250.000 (LREP 1990).

  • K. Nugroho et al.

    236

    Peta lain yang menunjang adalah peta rawa pasang surut dan pantai (Nugroho et al, 1992) pada skala 1 : 500.000; dan yang terakhir adalah peta sebaran gambut (Wahyunto et al, 2003).

    Hasil aktualisasi sebaran gambut disajikan pada 33 peta yang terpisah atau secara garis besar dapat dilihat pada atlas.

    Pemberian tambahan informasi ini, dapat digunakan untuk memonitor perubahan yang nyata di lapangan. Pada lahan gambut yang belum dibuka, terkandung harapan bahwa karakteristik gambut tidak terlalu berubah, tetapi untuk lahan gambut yang telah dibuka untuk budidaya pertanian/perkebunan atau hutan tanaman industri, maka terjadi perubahan yang cukup drastis.

    Tambahan informasi substratum yang dideduksi dari bahan induk sekitarnya. Tanah-tanah yang terbentuk di daerah rawa gambut dapat dilihat dari peta-peta tanah tinjau (skala 1 : 250.000). Selain peta tanah, peta geologi memberikan informasi yang akurat tentang litologi dari daerah tersebut. Bentuk lahan dimana lahan gambut berada merupakan cekungan atau depresi yang terisi oleh bahan induk organik. Pada substratumnya terbentuk dari bahan induk yang berasal dari batuan atau bahan mineral dibawahnya. Pada gambut yang tebal, maka substratun hanya dapat dideduksi dari bahan yang dapat teramati dengan bor gambut, atau dari bahan yang dapat muncul dipermukaan. Pada tempat lain jika pengamtan tidak dapat dilakukan baik dengan bor gambut maupun bagian tanah mineral yang muncul kepermukaan maka bahan induk tanah disekitar depresi yang diangkat sebagai bahan dasar substratum. Bila bahan induk ini memberikan indikasi adanya sedimen dari batuan kuarsit atau kaya silikat, maka kemungkinan terjadinya substratum yang bertekstur kasar-sedang dapat terjadi seperti sebagian kecil daerah Riau. Pada umumnya sedimen liat dan debu yang menjadi bagian dari substratum dari pengamatan, terangkat (terekspose) pada banyak daerah atau lahan gambut. Tiap-tiap lembar peta mempunyai karakteristik gambut yang berbeda, karena geologi dan pembentukannya berbeda. Penelaahan secara lembar sebenarnya tidak alamiah, tetapi dari penggunaan memberikan sistematika dalam pembuatan peta.

    Pengembangan lahan gambut

    Penggunaan data spasial Penyebaran Gambut di Sumatera ini yang disajikan dalam peta skala 1 : 250.000, adalah dalam menunjang arahan pengembangan lahan gambut untuk mendukung ketahanan pangan dan bio-energi. Data Sebaran (spasial) dan luasan tiap satuan lahan menurut karakteristik lahan gambut untuk kesesuaian lahannya. Keadaan pertama yang dapat

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    237

    dianalisis untuk pengembangannya adalah penggunaan sekarang terhadap lahan gambut yang ada.

    Tabel 1. Sebaran Gambut Dangkal menurut Penggunaan Lahannya Simbol gbt Luas % ha. HR Hutan Rawa D1 340.373 19.27 HTI Hutan Tanaman Industri D1 2.741 0.16 Br Belukar/Belukar Rawa D1 208.182 11.79 Kr Karet D1 9.764 0.55 Klp Kelapa D1 275.434 15.60 Pks Kelapa Sawit D1 390.339 22.10 Ld Ladang D1 4.193 0.24 Sw Sawah D1 165.555 9.37 Sw/Klp Sawah dan Kelapa D1 112.710 6.38 Sr/Sm Semak dan Semak Rawa D1 248.124 14.05 Tb Tambak D1 3.508 0.20 Sw/Klp Genangan dan Kelapa D1 5.111 0.29 17.660.34 100.00

    Tabel 2. Sebaran Gambut Sedang menurut Penggunaan Lahannya Simbol gbt Luas % ha. HR Hutan Rawa D2 951.008 45.65 HTI Hutan Tanaman Industri D2 27.508 1.32 Br Belukar/Belukar Rawa D2 220.696 10.59 Kr Karet D2 46.214 2.22 Klp Kelapa D2 225.435 10.82 Pks Kelapa Sawit D2 384.760 18.47 Ld Ladang D2 0 0.00 Sw Sawah D2 140.599 6.75 Sw/Klp Sawah dan Kelapa D2 48.530 2.33 Sr/Sm Semak dan Semak Rawa D2 37.279 1.79 Tb Tambak D2 0 0.00 Sw/Klp Genangan dan Kelapa D2 1.215 0.06 20.832.44 100.00

    Pada peta-peta sebaran gambut tersebut kemudian dapat dibuat dan dikompilasi berbagai data terutama hubungan antara kedalaman gambut dengan penggunaannya. Perubahan penggunaan lahan harus dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan sebelumnya dengan penggunaan sekarang. Sebagai catatan, penggunaan lahan yang disajikan pada peta ini hanya berdasarkan interpretasi citra pada tahun yang telah berjalan. Dominasi dari penggunaan lahan dapat dipakai tolok ukur perubahan yang akan terjadi dengan perluasan areal penggunaan lahan gambut untuk berbagai pemanfaatan. Berdasarkan hasil evaluasi, didapatkan bahwa pada gambut dangkal tiga

  • K. Nugroho et al.

    238

    komponen utama adalah kebun (sawit dan kelapa), hutan dan semak. Penggunaan untuk tanaman pangan < 10%

    Pada gambut sedang didominasi oleh hutan (hampir separuhnya), sedangkan perkebunan mencapai 30%, sedangkan tanaman pangan 40 %) di daerah gambut dalam terlihat pada data yang disampaikan pada tabel diatas.

    Tabel 4. Sebaran Gambut sangat dalam menurut Penggunaan Lahannya Simbol gbt Luas % ha HR Hutan Rawa D4 991.521 64.84 HTI Hutan Tanaman Industri D4 27.442 1.79 Br Belukar/Belukar Rawa D4 64.863 4.24 Kr Karet D4 1.599 0.10 Klp Kelapa D4 7.727 0.51 Pks Kelapa Sawit D4 430.308 28.14 Ld Ladang D4 0 0.00 Sw Sawah D4 5.485 0.36 Sw/Klp Sawah dan Kelapa D4 0 0.00 Sr/Sm Semak dan Semak Rawa D4 211 0.01 Tb Tambak D4 0 0.00 Sw/Klp Genangan dan Kelapa D4 0 0.00 15.291.56 100.00

    Dominasi hutan yang mencapai >70% areal terlihat bahwa perkebunan hanya mencapai daerah gambut dalam, bukan gambut sangat dalam. Walaupun khusus sawit, pengembangannya sudah hampir mencapai 30% areal gambut sangat dalam.

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    239

    Beberapa keadaan yang bisa dilihat dari tabel diatas adalah bahwa lahan gambut dalam (100-200 cm) masih mendominasi.

    Tabel 5. Perbedaan kriteria kedalaman Gambut 2002 - 2009 Kode Kriteria

    Kedalaman 2009

    Kriteria kedalaman 2002

    Luas Sebaran gambut 2002

    Luas Sebaran gambut 2009

    selisih

    D1 50 00 cm 50 100 cm 1.241.739 1.766.034 -524295 D2 100200 cm 100 200 cm 2.327.569 2.083.244 244325 D3 200300 cm 200-400 cm 1.246.424 1.072.835 173589 D4 > 300 cm >400 cm 1.705.656 1.529.156 176500 Total 6.523.389 6.451.269 72120

    Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa potensi pengembangan areal gambut di Sumatera sudah tidak memungkinkan, mengingat bahwa daerah yang tergolong daerah yang tidak sesuai pun sudah dimanfaatkan sebagai daerah pertanian tanaman pangan walaupun hanya 0.36 % dari 1,529 juta hektar gambut > 3,00 meter, tetapi untuk kelapa sawit telah mencapai 28 % areal.

    Pengembangan lahan gambut untuk tanaman pangan yang dibatasi pada lahan gambut dangkal, merupakan hal yang telah diketahui dan menjadi patokan atau dasar pengembangan lahan tanaman pangan. Keadaan ini tidak mutlak harus menajdi patokan, pasokan air (water supply), jenis varietas dan komoditas yang bisa dikembangkan di lahan gambut. Selain itu daerah-daerah tertentu dari gambut dangkal ini masih dilindungi sebagai daerah kawasan lindung, termasuk sepadan laut, sepadan sungai, daerah tangkapan air/kubah gambut.

    Pengembangan lahan gambut untuk tanaman perkebunan terutama yang berorientasi bio-energi seperti kelapa dan kelapa sawit, telah sangat maju. Sesuai dengan data yang telah dikemukakan diatas, maka pengembangan untuk bio-energi telah bergerak lebih cepat dari ketentuan, seperti PERMENTAN NO. 14/2009. Pengembangan telah melampaui daerah yang dianggap dilindungi dengan KEPPRES 82/1995, yang membatasi penggunaan pada gambut < 3 meter.

  • K. Nugroho et al.

    240

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Luas sebaran gambut dangkal 2002 adalah 1.241.739 hektar sedangkan tahun 2009 1.766.034 hektar atau ada kenaikan 524.295 hektar, Gambut sedang 2002 adalah 2.327.569 hektar sedangkan tahun 2009 adalah 2.083.244 hektar ada penurunan 244.325 hektar. Gambut dalam (100 200 cm) 2002 adalah 1.246.424 hektar, sedangkan tahun 2009 adalah 1.072.835 hektar atau ada penurunan 173.589 hektar. Gambut sangat dalam 2002 (lebih 300 cm) adalah 1.705.656 hektar sedangkan tahun 2009 masih 1.529.156 hektar atau selisih 176.500 hektar. Secara menyeluruh pengurangan areal tahun 2002 pada tahun 2009 adalah 6.523.389 hektar tahun 2002, dan 6.451.269 hektar tahun 2009 ada selisih 72.120 hektar. Apabila luas nya memperhitungkan tanah-tanah bergambut, mungkin akan lebih luas.

    2. Pada daerah yang relatif stabil, tidak berubah dalam pemanfaatan atau penggunaan lahannya, maka kecendrungan sebaran gambutnya tetap atau berubah sedikit, hal ini karena lahan yang sering terbakar atau dibakar untuk pembukaan lahannya, maka perubahan sebaran gambut berubah.

    3. Perubahan karakteristik tanah ini juga mempengaruhi potensi pengembangan untuk tanaman pangan. Gambut yang mempunyai tingkat dekomposisi saprik mempunyai potensi produksi pangan yang lebih dari hemik. Luas atau sebaran gambut saprik makin meningkat, berarti makin luas potensi lahan untuk pertanian tanaman pangan.

    4. Penggunaan peta gambut disertai dengan keadaan penggunaan lahan sekarang, serta tambahan informasi tentang substratum mempunyai nilai tersendiri dalam pemanfaatan lahan gambut, baik untuk pertanian maupun lainnya.

    Saran

    1. Penggunaan data luasan yang diberikan pada peta ini perlu secara hati-hati, karena kemungkinan adanya perbedaan persepsi tentang luasan gambut secara menyeluruh.

    2. Perlu dilakukan secara rutin pembaharuan atau aktualisasi luasan gambut dengan metode pembatasan yang jelas dan reabilitasnya cukup tinggi dengan pengamatan intensif. Penggunaan pendekatan atau analisis citra sangat diperlukan dengan pendalaman algoritma.

  • Perubahan Penggunaan Lahan dan Sebaran Gambut Sumatera

    241

    DAFTAR PUSTAKA

    Balittra. 2006. Laporan Balai Penelitian Rawa (Komunikasi).

    Nugroho K., Alkasuma, Paidi, Abdurachman, Wahyu Wahdini dan H Suhardjo. 1991. Peta Sebaran dan Kendala dan Arahan Pengembangan Lahan Pasang Surut, rawa dan Pantai, Sumatera skala 1 : 500.000, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.

    Wahyunto, Suparto, Sofyan Ritung dan H. Subagyo. 2004. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon Sumatera dan Kalimantan. Wetland International.

    Wetland International (2003), Peta Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon Sumatera dan Kalimantan. Wetland International.

    Widjaja-Adhi IPG., K.Nugroho, Didi Ardi S. dan A. Syarifuddin Karama. 1993. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai : Potensi. Keterbatasan dan Pemanfaatannya. Makalah utama, disajikan dalam Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Bogor, 3-4 Maret 1992. SWAMP II. Badan Litbang Pertanian.

    Wahyunto, Suparto, Sofyan Ritung dan H. Subagyo. 2004. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon Sumatera dan Kalimantan. Wetland International.

    Widjaja-Adhi IPG., K.Nugroho, Didi Ardi S. dan A. Syarifuddin Karama. 1993. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai : Potensi. Keterbatasan dan Pemanfaatannya. Makalah utama, disajikan dalam Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Bogor, 3-4 Maret 1992. SWAMP II. Badan Litbang Pertanian.

  • K. Nugroho et al.

    242

    TANYA JAWAB

    Pertanyaan Hikmatullah (BBSDLP): Apakah perubahan kedalaman/ketebalan gambut karena perubahan land use diikuti oleh perubahan tingkat dekomposisi/kematangan ? ada korelasi ? Jawaban : Ya dari hutan menjadi pertanian akan merubah terutama karena tanaman perlu aerasi, maka dibuat drainase, maka tingkat dekomposisi (oksidasi) terjadi cepat, makin matang. Korelasi jelas positif.

    Pertanyaan Danu Iswadi Saderi (BPTP-Kalsel): 1. Apa penyebab terjadinya perubahan kedalaman gambut 2. Apa dampak perubahan tersebut terhadap kualitas lahan dan

    pemanfaatannya Jawaban : 1. Subsiden dan dekomposisi, translokasi 2. - Banyak seperti kerapatan (BD) Blaing Capacity menentukan kemampuan

    menyangga akar tanaman, daya menahan batang tanaman - Secara kimiawi perubahan konsentrasi hara baik mikro dan makro

    terhadap pemanfaatan menentukan produksi dan keberlanjutan suatu komoditas

    Pertanyaan Santun RP. Sitorus (IPB-Bogor):

    Potensi gambut bukan hanya dilihat dari ketebalan gambut saja, tetapi yang tidak kalah penting kualitas gambutnya (Eutrofik, Mesotrofik, Oligotrafik)

    Kenapa kualitas gambutnya tidak diteliti

    Jawaban : Pada peta yang baru sifat tersebut belum diamati baru tingkat dekomposisi (fibrik, hemik, saprik) dan substratum yang mencirikan ketersediaan hara, misalnya gambut dangkal, saprik dan substratum lain atau bukan kuarsa dideduksi merupakan gambut Eutrofik. Kalau gambut dalam, substratum lain, fibrik maka dideduksi adalah oligotrofik. Gambut laian berada diantara mestrofik