MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

16
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017 107 MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR PELAYARAN BARITO, KALIMANTAN SELATAN SHORT TERM SILTING MORPHODYNAMIC IN BARITO NAVIGATION CHANNEL, SOUTH KALIMANTAN Franto Novico 1* , Arif Ali 1 , Eko Saputro 1 , Adi Sinaga 1 , Andi Egon 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236, Bandung-40174, Indonesia 2 Program Studi Oseanografi – Institut Teknologi Bandung *Email : [email protected] Diterima : 17-11-2017, Disetujui : 06-02-2018 ABSTRAK Potensi sumber daya mineral di pulau Kalimantan pada umumnya berada di hulu-hulu sungai yang relatif jauh dari pantai. Potensi ini pada umumnya telah dieksplorasi bahkan dieksploitasi, namun kendala yang umum dihadapi adalah pengangkutan hasil tambang tersebut. Keterbatasan sarana dan prasaran transportasi darat akibat kondisi alam yang berawa sehingga menyebabkan pilihan jatuh kepada transportasi sungai yang lebih murah efektif dan efisien. Kendala yang umum terjadi pada system transportasi melalui sungai adalah pendangkalan di alur masuk dan muara sungai, oleh karena itu diperlukan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan morfologi akibat sedimen yang menyebabkan pendangkalan dan penyempitan pada muara Sungai Barito. Pendekatan yang digunakan untuk analisis perubahan morfodinamika dilakukan dengan bantuan simulasi model numerik dengan menggunakan software Delft3D. Berdasarkan simulasi model morfodinamika Delft 3D, maka dapat diketahui sedimentasi tertinggi terjadi pada areal lokasi sekitar muara Sungai Barito, dimana terjadi pendangkalan sampai sebesar 1,2 meter per-tahun. Sedangkan pada bagian selatan alur pelayaran terjadi penyempitan sebesar 300-400 meter per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi morfologi sangat dipengaruhi oleh debit Sungai Barito. Kata kunci: Morfodinamika, Dasar Laut, Alur Pelayaran, Sungai Barito, Kalimantan Selatan, Delft3D, Pemodelan erosi dan sedimentasi ABSTRACT The potency of mineral reserves in Kalimantan Island has mostly located at the upstream area that is quiet far from the coastline. Generally, the mineral potency have been explored and sometime exploited, however the most common problem in this system is how to transport of those reserves. The limitation of onland facilities and infrastructures due to swampy area caused the river transportation is the cheapest, affective and efficient choosen alternative. However, the most common constraints on river transportation systems are silting in the inlet and estuarine. Therefore the dredging is obviously important for deepening of the access channel. The aim of this study is to reveal morphological changes due to sediment transport that is causing silting and narrowing the area around the Barito estuarine. The numerical model using Delft3D is conducted to analyse the morphodynamic changing. Based on the Delft3D model simulation results, the highest sediment deposition occurs at a location near the Barito river estuary, where the sedimentation rate is up to 1.2 meter per year. In the southern part of the navigation canal, the canal width is reduced up to 300-400 meter per year. These indicate that the morphological process at this location highly influenced by the river discharge. Keywords: Morphodynamic, Seabed, Access Channel, Barito River,Delft3d, Erosion and Sedimentation Model

Transcript of MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

Page 1: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

107

MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR PELAYARAN BARITO, KALIMANTAN SELATAN

SHORT TERM SILTING MORPHODYNAMIC IN BARITO NAVIGATION CHANNEL, SOUTH KALIMANTAN

Franto Novico1*, Arif Ali1, Eko Saputro1, Adi Sinaga1, Andi Egon2

1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236, Bandung-40174, Indonesia2 Program Studi Oseanografi – Institut Teknologi Bandung

*Email : [email protected]

Diterima : 17-11-2017, Disetujui : 06-02-2018

ABSTRAK

Potensi sumber daya mineral di pulau Kalimantan pada umumnya berada di hulu-hulu sungai yang relatif jauhdari pantai. Potensi ini pada umumnya telah dieksplorasi bahkan dieksploitasi, namun kendala yang umum dihadapiadalah pengangkutan hasil tambang tersebut. Keterbatasan sarana dan prasaran transportasi darat akibat kondisi alamyang berawa sehingga menyebabkan pilihan jatuh kepada transportasi sungai yang lebih murah efektif dan efisien.Kendala yang umum terjadi pada system transportasi melalui sungai adalah pendangkalan di alur masuk dan muarasungai, oleh karena itu diperlukan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran. Penelitian ini bertujuan untukmempelajari perubahan morfologi akibat sedimen yang menyebabkan pendangkalan dan penyempitan pada muaraSungai Barito. Pendekatan yang digunakan untuk analisis perubahan morfodinamika dilakukan dengan bantuansimulasi model numerik dengan menggunakan software Delft3D.

Berdasarkan simulasi model morfodinamika Delft 3D, maka dapat diketahui sedimentasi tertinggi terjadi padaareal lokasi sekitar muara Sungai Barito, dimana terjadi pendangkalan sampai sebesar 1,2 meter per-tahun. Sedangkanpada bagian selatan alur pelayaran terjadi penyempitan sebesar 300-400 meter per tahun. Hal ini menunjukkan bahwakondisi morfologi sangat dipengaruhi oleh debit Sungai Barito.

Kata kunci: Morfodinamika, Dasar Laut, Alur Pelayaran, Sungai Barito, Kalimantan Selatan, Delft3D, Pemodelanerosi dan sedimentasi

ABSTRACT

The potency of mineral reserves in Kalimantan Island has mostly located at the upstream area that is quiet farfrom the coastline. Generally, the mineral potency have been explored and sometime exploited, however the mostcommon problem in this system is how to transport of those reserves. The limitation of onland facilities andinfrastructures due to swampy area caused the river transportation is the cheapest, affective and efficient choosenalternative.

However, the most common constraints on river transportation systems are silting in the inlet and estuarine.Therefore the dredging is obviously important for deepening of the access channel. The aim of this study is to revealmorphological changes due to sediment transport that is causing silting and narrowing the area around the Baritoestuarine. The numerical model using Delft3D is conducted to analyse the morphodynamic changing.

Based on the Delft3D model simulation results, the highest sediment deposition occurs at a location near theBarito river estuary, where the sedimentation rate is up to 1.2 meter per year. In the southern part of the navigationcanal, the canal width is reduced up to 300-400 meter per year. These indicate that the morphological process at thislocation highly influenced by the river discharge.

Keywords: Morphodynamic, Seabed, Access Channel, Barito River,Delft3d, Erosion and Sedimentation Model

Page 2: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

108

PENDAHULUAN

Pulau Kalimantan memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah, salah satunya bahantambang batubara, yang apabila dimanfaatkan dandikelola dengan baik akan memberikan manfaatbagi masyarakat. Kondisi bentang alammenunjukkan bahwa lokasi sumber daya mineraltersebut berada di bagian hulu dari daerah aliransungai (DAS), kondisi tersebut menjadi tantanganuntuk mendistribusikan sumber daya untukdiproses.

Beberapa parameter yang perludipertimbangkan dalam mendukung distribusisumber daya hasil tambang tersebut mencakuptransportasi yang murah, aman dan ramahlingkungan. Menimbang kondisi topografi PulauKalimantan yang didominasi oleh dataran rendahjenis rawa, dan terdapat banyak sungai besarbeserta cabangnya, penggunaan moda transportasikonvensional melalui daratan akanmengalami banyak kendala baik darisudut pandang teknis, ekonomi, dansosial-budaya. Oleh karena itu, pemilihanmoda transportasi air melalui sungaidapat menjadi alternatif yang logis untukdimanfaatkan, (ESDM 2015).

Pada umumnya, sistem transportasidan pendistribusian hasil tambangseperti batu bara dimulai dari lokasipenyimpanan bahan tambang di lokasisementara yang dinamakan stockpileselanjutnya dibawa menuju mother vesselmelalui moda transportasi sungai(ESDM2015). Sistem transportasi tersebut tidakselamanya tanpa hambatan, sepertibeberapa masalah yang dapat diketahuidari (ESDM 2015), yaitu (i) perairandangkal dan sedimentasi, dimanakedalaman muara sungai dibawah 5meter menjadi kendala bagi kapaltongkang berukuran sedang-besar padakondisi air surut, (ii) Musim kemarauyang menyebabkan kedalaman sungaiyang menjadi lebih dangkal, (iii)Jembatan yang tidak dirancang untukdilalui kapal pada bagian bawahnya, (iv)Kepadatan lalu lintas perairan sungaiuntuk kepentingan lainnya.

Secara regional, pada wilayahkalimantan bagian selatan, Sungai Baritomerupakan salah satu sungai besar yangtelah dijadikan jalur transportasi untuksistim distribusi hasil tambang dan telah

memiliki model pengaturan alur dan pelabuhanyang cukup baik dibandingkan dengan sungai-sungai lainnya.

Gambar 1 di atas memperlihatkan kondisi alurlama dan baru pada muara sungai Barito. Alurpelayaran baru yang memiliki kelebihan yaitu jaraktempuh yang lebih pendek dan saat inidipergunakan untuk sistem transportasi distribusibahan tambang batubara. Namun, alur pelayaranbaru ini memiliki permasalahan sedimentasi danpendangkalan secara continue sehingga membatasipergerakan kapal tongkang dengan ukuran draft diatas 5 meter (KNKT 2014). Kelancaran lalu lintaskapal perlu dijaga agar tidak terganggu denganmelakukan pengerukan secara berkala. Tujuan daristudi ini adalah untuk mempelajari kondisisedimentasi alur pelayaran baru muara sungaibarito, dan memberikan alternatif solusipengerukan pada alur pelayaran baru.

Alur�Pelayaran�

Sungai�Barito�

Gambar 1. Alur Masuk dan Kondisi Kedalaman di Sungai Barito,(KNKT 2014)

Page 3: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

109

Kondisi Lokasi StudiSungai Barito melintasi dua provinsi yaitu

provinsi Kalimantan Tengah dan KalimantanSelatan. Sungai ini memiliki hulu di PegununganMuller dan bermuara di Laut Jawa. Sungaiterpanjang ketiga di Indonesia ini mencapai totalpanjang sekitar 900 km dan lebar sungai berkisarantara 650 hingga 1000 meter (ESDM 2015).

Kondisi pasang surut di muara sungai Baritoadalah campuran condong ke harian tunggal,dimana pasang surut diurnal mendominasi saatspring tide dan semi-diurnal saat neap tide denganrentang antara 0,5 sampai 2,5 m dari chart datum(Bassoullet et al. 1986). Kondisi arus saat surutpada muara sungai pada umumnya akan lebihtinggi daripada saat pasang (Bassoullet et al. 1986).Debit air yang mengalir dari sungai ke muara padamusim kemarau adalah sebesar 350-400 m3/detikyang terakumulasi pada DAS sebesar 45000 km2

(Bassoullet et al. 1986). Kondisi musim penghujanmemperlihatkan debit air cenderung lebih tinggiakibat intensitas curah hujan yang lebih tinggiseperti terjadi pada tempat lain pada umumnya(Moodley et al. 2016; Niaziet al ., 2014; Bunn et al.,2006).

Lokasi studi terletak pada muara sungaiBarito, dimana pada umumnya proses fisikdipengaruhi oleh faktor dari laut dan sungai, akibatpertemuan dari arus laut dan sungai, konsentrasisedimen tersuspensi pada lokasi ini meningkat(Dalrymple and Choi 2007). Kondisi sedimenbagian luar/depan muara sungai pada umumnya

didominasi oleh jenis ukuran halus dan Lumpur,akibat sedimen jenis kasar (coarse sand) sudahterlebih dahulu terdeposit sepanjang sungai meujumuara sungai. (Sumawinata 1998, Bassoullet et al.1986).

Permasalahan pada Muara Sungai dan Alur Pelayaran

Permasalahan pada daerah muara sungaiberkaitan dengan sedimentasi sering kalidiakibatkan pada konstruksi struktur maupunbangunan yang tidak memperhatikan faktorlingkungan yang salah satunya adalah polapergerakan dan besarnya sedimen. Oleh karena itupada design engineering diharusnyamemperhatikan potensi dampak nya sepertisedimentasi, sand starvation, dan downdrift erosionagar menjadi minimum (van Rijn 2005). Ringkasanpermasalahan sedimentasi pada muara sungai dandelta yang terjadi pada umumnya dapat dilihat padagambar 3.

Fokus tulisan pada studi ini membahaspermasalahan sedimentasi yang terjadi pada alurpelayaran buatan yaitu alur pelayaran baru muaraSungai Barito. Berdasarkan (van Rijn 2005),sedimentasi yang terjadi pada alur pelayarandisebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (i) dimensi(panjang dan lebar) kanal, (ii) orientasi kanalterhadap arus pasang-surut dominan, (iii) aruskencang dan gelombang besar yang melintasi kanal(iv) jenis sedimen pada lokasi kanal yangdidominasi oleh jenis ukuran halus (fine sand) danlumpur (mud) dan (v) posisi kanal yang melintasi

Gambar 2. Kondisi sedimentasi pada umumnya untuk muara (kiri) dan delta (kanan) (Dalrymple and Choi 2007)

Page 4: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

110

daerah shoaling. Gambar 4 memberikan ilustrasipermasalahan sedimentasi pada alur pelayaran,dimana saat arus melintasi kanal, kecepatan akanberkurang akibat kedalaman bertambah kemudianmenyebabkan volume pergerakan sedimen padadasar (bed load) dan tersuspensi (suspended load)akan berkurang dan terdeposit pada dasar kanal.Oleh karena itu, penting sekali dalamdesain Alur Pelayaran untuk mengikutipola evolusi morfologi jangka panjang(long-term morphology) untuk memimalisiraktivitas dan volume pengerukan(dredging) di kemudian harinya (Wang etal. 2014).

Berdasarkan data sekunder dansurvey lapangan, posisi alur pelayaranbaru menuju Sungai Barito merupakanarea yang hampir tegak lurus ke arahselatan terhadap mulut sungai. Jaraktempuh dari lepas pantai menuju sungaidengan melalui alur pelayaran barumenjadi lebih pendek dibandingkandengan alur lama, namun, pada ruas dariambang terluar/lepas pantai (offshore)hingga stasiun SB-02 (gambar 9) alurpelayaran baru memiliki lebar kanal yanglebih sempit dibandingkan dengan lebarpada ruas sekitar mulut sungai. Lebarrata-rata pada ruas antara ambang lepaspantai/offshore hingga stasiun SB-03adalah sekitar 220 meter, sementarauntuk sekitar mulut sungai (antara stasiunSB-02 dan SB-01) adalah sekitar 700meter (lihat gambar 5). Kontur batimetridengan area berwarna biru mudamemperlihatkan area dengan kedalamankurang dari 5 meter, sementara untuk

kontur batimetri dengan area berwarna putihmerupakan area dengan kedalaman lebih dari 5 m.Pada gambar tersebut menunjukkan terjadinyapendangkalan dan penyempitan pada sebagian ruasAlur Pelayaran.

Gambar 3. Permasalahan sedimentasi pada muara sungai (van Rijn 2005)

Gambar 4. Permasalahan Alur Pelayaran (van Rijn 2005)

Page 5: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

111

METODOLOGI

Kajian sedimentasi dan erosi pada muara dansungai besar, estuary dan delta dapat menggunakanberbagai pendekatan baik pengukuran langsungmaupun permodelan numerik. Studi sebelumnyayang berdasarkan pengukuran langsung denganmetode analisis 210Pb (Fengye 1993) dan analisis137Cs (Xie drr. 2013). Sementara studi-studisebelumnya yang menggunakan pendekatanpermodelan numerik dengan meggunakan softwareDelft3D (van Maren, et al 2015; George, et al2012;Van Leeuwen 2003), MIKE 21 (Kimiaghalam et al2016). Sementara (Miller et al. 2014)mengintegrasikan antara penggunaan datalapangan, remote sensing, dan pemodelan numerik.

Pendekatan pemodelan numerik dilakukanuntuk menghitung besarnya sedimentasi dan erosipada alur pelayaran baru di lokasi ini ataspertimbangan efisiensi dan efiktivitas. Aplikasiyang digunakan dalam pemodelan numerik adalahsoftware open source Delft3D. Pada simulasi inidilakukan beberapa skenario model, seperti

kondisi eksisting, dan skenario dengan melakukanpengerukan dan pembuangan, untuk melihatseberapa besar dampak pengerukan-buanganterhadap kondisi alur setelah 1 tahun.

Kondisi morfologi dan pergerakan sedimen(sediment transport) untuk daerah muara sungaidipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitugelombang, angin, pasang surut, dan debit darisungai yang bermuara (Talke and Stacey 2008),namun pada model yang diterapkan hanyamempertimbangkan kondisi pasang surut dandebit saja. Selain itu, kondisi sedimen dasarpermukaan maupun konsentrasi sedimentersuspensi (suspended sediment) pada debit airsungai yang bermuara juga sangat penting.Komposisi, distribusi dan segregasi dari unsurpasir (sand) dan lumpur (mud) sangat pentinguntuk diketahui untuk pemeliharaan(maintenance) alur pelayaran pada muara sungai(van Ledden 2003) seperti yang terjadi pada kasusalur pelayaran baru di muara Sungai Barito ini,karena ini akan menentukan trend dari prosesevolusi morfologi kedepannya.

Gambar 5. Data Batimetri Alur Masuk Sungai Barito, (Pushidros TNI-AL dalam KNKT, 2014)

Page 6: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

112

Proses perubahan morfologi akibat prosessedimentasi dan erosi memiliki rentang waktuyang relatif panjang (Ralston and Geyer 2009).Untuk mencapai kondisi kestabilan atauequilibrium dibutuhkan waktu dalam rentangtahunan, bahkan dekade. Oleh karena itu,permodelan numerik untuk aplikasi morfologi jugaharus disimulasikan dalam rentang waktu yangpanjang dibandingkan dengan permodelan numerikhidrodinamika.

Modul morfologi pada Delft3D membagiperhitungan pada dasar permukaan (bed load) dansedimen tersuspensi (suspended sediment), jugaberdasarkan jenis sedimen menjadi kohesif dannon kohesif (Deltares 2017). Untuk studi ini,kondisi sedimen pada lokasi studi muara SungaiBarito didominasi oleh jenis sedimen kohesif.

Modul hidrodinamika Delft3D-FLOW adalahberdasarkan formula Navier Stokes untuk fluidainkompresibel (Incomprensible fluid), untukkondisi perairan dangkal (shallow water) danmenggunakan asumsi Boussinesq (Deltares 2017).

Untuk perhitungan erosi dan sedimentasiuntuk sedimen kohesif pada Delft3Dmenggunakan formula Partheniades-Krone(Partheniades 1965). Formula perhitungan erosiadalah sebagai berikut:

, dengan:

Sementara formula untuk sedimentasi/deposisi adalah sebagai berikut:

, dengan:

Dimana adalah flux erosi, parameter user-defined, S adalah erosion dan

deposition step function, adalah flux

deposition/sedimentasi, fall velocity

konsentrasi sedimen rata-rata di dekat dasarpermukaan (near bottom computational layer).

Untuk kondisi sedimen non-kohesif padaDelft3D adalah berdasarkan metode (Van Rijn,Roelvink, and Horst 2000). Berikut adalah formula

perhitungan erosi dan sedimentasi/deposisi

:

Dimana adalah faktor koreksi

konsentrasi sedimen, adalah koefisien difusi

pada dasar kmx cell dari fraksi sediment ,

adalah referensi konsentrasi dari fraksi

sedimen , adalah konsentrasi rata-rata

fraksi sedimen pada sel kmx, adalahperbedaan ketinggian dari titik tengah sel kmx dan

referensi ketinggian Van Rijn (gambar 7). Formula perhitungan sedimentasi/deposisi adalah sebagai berikut:

( ))( ,)()( , lllecrcwSME ττ=

( ) )(,)(

,

)(, :,1, l

l

lecrcw

ecr

cwecrcw forS ττ

ττττ >⎟

⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

( ) )(,

)(, :,0, ll

ecrcwecrcw forS ττττ ≤=

( ))( ,)()( , lllldcrcwbs ScD ττω=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Δ

== tzzcc bb ,

2)()( ll

( ) )(,)(

,

)(, :,1, l

l

ldcrcw

dcr

cwdcrcw forS ττ

ττττ <⎟

⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

( ) )(,

)(, :,0, ll

ecrcwdcrcw forS ττττ ≥=

)(lE )(lM

)(lD)(l

sω )(lbc

)(lE)(lD

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Δ−

≈zccE kmxa

s

)()()()(

2)(

lllll εα

)()()(1

)( llllskmxcD ωα≈

)(lsα

)(lsε

)(l)(l

ac

)(l )(lkmxc)(l zΔ

azz kmx −=Δ

Gambar 6. Sistem modul pada Delft3D

Page 7: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

113

Model Setup dan Input Data Model domain yang dipergunakan meliputi

bagian ujung dan muara sungai Barito kurang lebihsepanjang 10 km, sampai ke laut Jawa sekitarkisaran 60 km ke selatan. Data batimetri untukinput model domain menggunakan Peta LautDishidros Lembar Peta No. 289 yang didasarkanpada hasil pengukuran pada tahun 2010, yangkemudian diverifikasi dengan hasil survey

batimetri lapangan bulan Mei2015. Resolusi grid modelberkisar antara 200-600meter, dengan pertimbangantingkat akurasi, kestabilannumerik berdasarkan nilaiCourant-Friedrich-Lewy(CFL) yang diizinkan haruskurang dari 1, dan waktusimulasi sekitar 2 hari untukkomputer dengan jumlahprosesor 16 core. Gambar 8terdiri dari dua gambar,gambar pertama di sebelahkiri memperlihatkan modeldomain, tanpa batimetri dangrid, selanjutnya gambarkedua di sebelah kananmemperlihatkan kondisimodel domain denganbatimetri dan grid dan datakedalaman dengan warnabiru tua menandakan

kedalaman laut mencapai -29.00 m, sedangkanwarna hijau tua menandakan kedalaman yangpaling dangkal dengan nilai -1.00 m. Jumlah gridhorizontal adalah 75 grid dan jumlah grid vertikalsebanyak 78 grid dengan besar grid sekitar 200 mx 600 m.

Kondisi batas (boundary condition) untuk lautjawa menggunakan input pasang surut dengan

Gambar 7. Metode pemilihan kmx layer dengan a adalah tinggi referensi Van Rijn(Deltares 2017)

114.3 �BT� 1114.6 �BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

114.3 �BT�

114.6 �BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

Gambar 8. Grid model dan input batimetri

Page 8: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

114

format time-series yang didapatkan dari aplikasiTide Model Driver (TMD)(Padman 2005) pada dualokasi yaitu west boundary dan south boundary(gambar 9) dengan nilai pasang tertinggi (HAT)+3.28 meter, surut (LAT) +0.27 meter besartunggang 3.01 meter. Sementara untuk inputkondisi Sungai Barito, dimodelkan dalam inputdischarge. Data debit dan konsentrasi sedimentersuspensi (suspended sediment) di muara SungaiBarito diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum

Kalimantan Selatan. Selain data batimetri, pasangsurut, debit air Sungai Barito, data primer hasilsurvey lapangan mengenai kondisi fisik air sepertitemperatur, salinitas, berat jenis juga dijadikaninput model untuk simulasi.

Permodelan numerik disimulasikanmerupakan peramalan (forecast) untuk menghitungtingkat sedimentasi yang terjadi pada kanal selama1 tahun, dari tanggal 1 mei 2015 hingga 1 mei2016. Dengan periode simulasi selama 1 tahun,

114.3

114.3 �

�BT�

BT�

Bathymetry�(m)�

Bathymetry�(

114.6 �B

114.6 �BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

(m)�

BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

114.3 �BT�

Bathyymetry�(m)�

114.6 �BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

Gambar 9. Input kondisi batas (boundary condition) dan Letak input debit sungai (kiri: stasiunpengamatan; SB-01, SB-02, SB-03 dan SB-04, kanan: garis profil pengamatan; SB-A danSB-B)

Page 9: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

115

variasi musiman yang mencakup musim musonbarat, muson timur dan peralihan, serta variasimusim kemarau-penghujan akan terakomodir.Hasil model hidrodinamika sebagai acuan awaluntuk peramalan menunjukkan nilai lebih dari95%, maka selanjutnya kondisi hidrodinamikatersebut dapat dilakukan untuk simulasimorfodinamika. Besaran nilai pada parameter-parameter input pada model setup morfodinamikadisajikan pada tabel 1.

Skenario Simulasi Model Tiga skenario disimulasikan pada studi ini.

Skenario 1 merupakan simulasi peramalan(forecast) 1 tahun kedepan untuk kondisi eksisting.Setelah skenario 1 disimulasikan, makaselanjutnya akan dibuat skenario selanjutnya yaituskenario 2 dan skenario 3 yang melibatkankegiatan pengerukan (dredging) dan penimbunan(dumping) material material hasil pengerukansebagai solusi dari permasalahan sedimentasi padaAlur Pelayaran baru. Kondisi teknis pada skenarioadalah sebagai berikut

1. Skenario 1; simulasi 1 tahun forecast untukkondisi eksisting untuk mengetahui tingkatpendangkalan akibat proses sedimentasi padaalur pelayaran. Untuk skenario 1 dilakukansimulasi tambahan dengan periode 3 tahununtuk mengetahui kondisi stabil perubahanmorfologi.

2. Skenario 2 (Gambar 10 kiri); simulasi 1tahun forecast dengan pengerukan (dredging)hingga kedalaman -6.00 m (LWS) dari ambangterluar kanal/buoy no.1 sampai buoy no. 10.Kemudian material hasil pengerukan(dredging) dibuang pada satu titik lokasioffshore dengan kedalaman -29.00 m (LWS),dengan asumsi daerah tersebut cukup amanuntuk buangan dan bukan merupakan daerahhabitat terumbu karang.

3. Skenario 3 (Gambar 10 kanan); simulasi 1tahun forecast dengan pengerukan (dredging)hingga kedalaman -6.00 m (LWS) dari ambangterluar kanal/buoy no.1 sampai ke muarasungai Barito (buoy no 15). Kemudianmaterial hasil pengerukan (dredging) dibuang

Parameter Nilai pada model setup Hidrodinamika

Kondisi batas/Boundary Barat/west: Permukaan air/water level harmonic Selatan/south: Permukaan air/water level harmonic

Debit sungai 4000 m3/detik Salinitas 31 ppt

Temperatur 28�C Bottom roughness

(dalam koefisien Manning (n)) U: 0,025 m1/3/ detik V:0,025 m1/3/ detik

Viskositas (Eddy) 1 m2/ detik Difusivitas (Eddy) 10 m2/ detik

Sedimen Kohesif Massa Jenis 2650 kg/m3 (dry bed 500 kg/m3)

Settling velocity ( s� ) 0.25 mm/s

Critical bed shearstress (�) Erosi: 0.3 N/m2 Sedimentasi: 5 N/m2

Parameter erosi ( )(�M ) 0,001 kg/m2/s

Ketebalan awal sedimen 0,1 m Sedimen Non-Kohesif

Massa Jenis 2650 kg/m3 (dry bed 1600 kg/m3) Median diameter sedimen (D50) 200 �m

Ketebalan awal sedimen 5 m

Tabel 1. Input parameter pada model setup

Page 10: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

116

pada dua titik lokasi offshore dengankedalaman -29.00 m (LWS), dengan asumsiyang sama dengan skenario 2, yaitu keduadaerah tersebut cukup aman untuk buangandan bukan merupakan daerah habitat terumbukarang.Dengan simulasi ketiga skenario tersebut,

diharapkan dapat memberikan gambaran prosessedimentasi pada alur masuk Sungai Barito danmenjadi bagian dari solusi atas permasalahantersebut.

HASIL SIMULASI DAN DISKUSI

Skenario 1 (Kondisi Eksisting)Pada skenario 1 (satu) atau skenario dengan

kondisi eksisting tanpa pengerukan danpenimbunan dengan data batimetri yang digunakanadalah data batimetri kompilasi Peta LautDishidros dan hasil survey lapangan. Kondisipermukaan dasar laut pada tanggal 1 Mei 2015(sebelum simulasi dimulai), dari ambang terluaralur masuk hingga ke muara sungai, kondisibatimetri bervariasi antara -4 m sampai -8 m.(Gambar 11).

Berdasarkan hasil simulasi model untukperiode 1 (satu) tahun, terjadi perubahankedalaman dasar laut atau morfodinamika aluryang terjadi murni dari proses hidrodinamika yangada. Pada gambar 11 dapat dilihat pada ruas antara

stasiun SB-01 dan BS-02 sepanjang ± 4,00 Kmtelah mengalami perubahan kedalaman dibawah 1meter, namun terjadi penyempitan Alur Pelayaransebesar 300-400 meter.

Untuk ruas selatan kanal dari ambang lepaspantai hingga stasiun SB-02 sepanjang ± 12,00Km, tidak banyak terjadi perubahan kedalaman,dimana mayoritas masih tetap pada kisaran -5,00m. Penyempitan Alur Pelayaran juga terjadi padaruas ini sebesar 100-200 meter.

Skenario 2 (Pengerukan di sebagian alur)Pada skenario 2 (dua) disimulasikan

pengerukan batimetri kondisi eksisting untuk ruasantara ambang lepas pantai dan stasiun SB-02sepanjang ±10 Km hingga kedalaman -6,00(Gambar 12).

Berdasarkan hasil simulasi yang ditampilkanpada gambar 12, kondisi morfologi alur hasilpengerukan di ruas Alur Pelayaran antara ambanglepas pantai dan stasiun SB-04 tidak banyakmengalami perubahan dimana mayoritaskedalaman masih -6,00 m. Namun, pendangkalanakibat sedimentasi mulai terjadi dari ruas antarastasiun SB-03 hingga SB-02 dimana terjadipendangkalan sebesar 1-2 meter.

Untuk ruas antara stasiun SB-02 hingga SB-01, yang memiliki rentang jarak sekitar ±2 Km,bagian terdalam pada Alur Pelayaran cukup stabilpada kisaran -6,00 m, namun terjadi penyempitan

114.3 �BT� 11

14.6 �BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

1114.3 �BT�

114.6 �BT�

3.4�LS�

3.7�LS�

Gambar 10. Skenario Pengerukan dan Buangan (kiri: Skenario 2, kanan: skenario 3)

Page 11: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

117

Gambar 11. Kondisi dasar laut pada Skenario 1 (kiri atas: sebelum simulasi, kanan atas: setelah simulasi 4bulan (muson timur), kiri bawah (muson barat) setelah sinulasi 8 bulan, kanan bawah 1 tahun)

Gambar 12. Kondisi dasar laut pada Skenario 2 (kiri: Sebelum simulasi, kanan: Setelah simulasi 1 tahun)

Page 12: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

118

Alur Pelayaran sebesar 300-400 meter sepertiyang terjadi pada skenario 1.

Hasil simulasi juga menunjukkan bahwaaktivitas timbunan/buangan (dumping) padakedalaman -27,00 meter tidak memberikandampak terhadap sedimentasi pada bagian ambangterluar alur pelayaran. Hal ini menunjukkan bahwapendangkalan akibat proses sedimentasi yangterjadi didominasi dari suplai sedimen yang dibawaoleh debit Sungai Barito itu dan pergerakansedimen pada daerah perairan dangkal (shoal) dimuka muara sungai.

Skenario 3 (Pengerukan di sepanjang alur)Pada skenario 3 (tiga) ini, diasumsikan

pengerukan dilakukan diseluruh ruas AlurPelayaran , yaitu mulai dari ambang lepas pantaihingga mulut Sungai Barito/stasiun SB-01(Gambar13). Pengerukan dilakukan hingga kedalaman -6,00meter.

Berdasarkan hasil simulasi untuk skenario ke3 (Gambar 9), dapat dilihat bahwa pada sebagianbesar ruas antara ambang lepas pantai ke stasiunSB-04 kedalaman masih tetap ada kisaran -6,00meter. Sementara untuk ruas antara stasiun SB-04dan SB-01 terjadi pendangkalan sebanyak 1 meterdimana kedalaman menjadi sekitar -5,00 meter.

Sama seperti skenario 2, bahwa aktivitastimbunan/buangan (dumping) pada 2 lokasi dikedalaman -27,00 meter tidak memberikandampak terhadap sedimentasi pada bagian ambangterluar alur pelayaran.

DISKUSI

Berdasarkan hasil simulasi pada ketigaskenario, pendangkalan maksimum yang terjadidalam satu tahun adalah dalam kisaran ± 1 meterpada ruas antara SB-01 dan SB-03. Selain terjadipendangkalan, juga terjadi penyempitan pada alurpelayaran. Hasil simulasi yang memperlihatkanbahwa perubahan morfologi terbesar terjadi padabagian muara sungai Barito menunjukkan bahwamorfologi pantai pada lokasi studi ini sangatdipengaruhi oleh kondisi suplai debit dan sedimendari Sungai Barito.

Gambar 14 memperlihatkan tingkat erosi/sedimentasi kumulatif hasil dari simulasi modeldengan periode 1 tahun pada empat stasiunobservasi. Pada stasiun SB-01 dan SB-02 yangberlokasi berdekatan dengan muara sungai Barito,tingkat sedimentasi mencapai ± 1,2 meter.Sementara pada stasiun SB-03 yang berlokasilebih ke arah selatan, tingkat sedimentasi padaketiga stasiun tidak mencapai 1 meter. Padastasiun SB-04, tingkat sedimentasi berkurang lagimenjadi lebih kecil dari 50 cm. Hal inimenunjukkan bahwa pada stasiun SB-04,pengaruh muara sungai sudah berkurang dan lebihdidominasi oleh dinamika dari laut.

Gambar 15 memperlihatkan perubahanmorfologi kanal setelah 3 tahun simulasi modeluntuk skenario 1 pada profil SB-A (pada stasiunSB-03) dan SB-B (pada stasiun SB-04). Hasilsimulasi menunjukkan bahwa pada ruas antara SB-03 dan SB-04 terjadi penyempitan kanal sebesar300-400 meter setelah simulasi selama 1 tahunpada kedua profil. Jika hal tersebut dibiarkan maka

Gambar 13. Kondisi dasar laut pada Skenario 3 (kiri: Sebelum simulasi, kanan: Setelah simulasi 1 tahun)

Page 13: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

119

dalam 3 tahun penyempitan kanal akan terusberlangsung sampai sebesar 1 km. Hasil simulasijuga menunjukkan pada bagian tengah kanal terjadipendangkalan pada tahun pertama, namun padatahun kedua dan ketiga terjadi erosi sehinggabagian tengah kanal menjadi lebih dalam (gambar15). Hal ini disebabkan oleh penyempitan kanalyang menyebabkan kecepatan arus menjaditerakumulasi pada bagian tengah sehinggalmenjadi lebih cepat.

KESIMPULAN

Permasalahan terbesar dalam sistemtransportasi ini adalah pendangkalan akibat prosessedimentasi. Untuk kondisi eksisting, kedalamanmayoritas pada ruas antara buoy 10 ke arah selatanmenuju lepas pantai adalah -4.00 m (LWS) dapatmenyebabkan permasalahan bagi pergerakan kapaltongkang dengan draft di atas 4 m yang harusmenunggu waktu air laut pasang. Untuk mengatasipendangkalan akibat sedimentasi, dapat dilakukanpengerukan secara berkala (maintainancedredging). Material hasil pengerukan dapatditimbun pada lokasi lepas pantai sebelah selatanalur pelayaran .

Berdasarkan hasil simulasi untuk semuaskenario untuk periode 1 tahun, maka dapatdiindikasikan bahwa proses pendangkalanmaksimum akibat proses sedimentasi danpenyempitan alur pelayaran bergeser dari yangsebelumnya terjadi pada ruas antara ambang lepaspantai dengan stasiun SB-03 menjadi pada ruasantara stasiun SB-02 dengan SB-01 di muka muarasungai. Oleh karena itu dapat disimpulkan jikakondisi tersebut berlangsung, maka diperlukanpengerukan berkala per tahun pada area sekitarmuara sungai Barito.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih ditujukan kepada KepalaPusat Penelitian dan Pengembangan GeologiKelautan (PPPGL) dan rekan-rekan penelititerkait yang tidak bisa disebutkan satu persatuatas dukungan dan masukannya. Selain itu penulisjuga mengucapkan terima kasih kepada DinasPekerjaan Umum Kalimantan Selatan yang telahmembantu dalam pelaksanaan kegiatan lapanganini.

Gambar 14. Tingkat erosi-sedimentasi kumulatif pada simulasi 1 tahun pada stasiun observasi SB-01, SB-02, SB-

03 dan SB-04 (angka positif memberikan indikasi sedimentasi negatif memberikan indikasi erosi)

Page 14: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

120

DAFTAR ACUAN

Bassoullet, P, R Djuwansah, D Gouleau, and CMarius. 1986. HydrosedimentologicalProcesses and Soils of the Barito Estuary(South Kalimantan, Indonesia).Oceanologica Acta 9 (3): p217-226.

Bunn, Stuart E., Martin C. Thoms, Stephen K.Hamilton, and Samantha J. Capon. 2006.Flow Variability in Dryland Rivers: Boom,Bust and the Bits in between. River Research

and Applications 22 (2): 179–86.doi:10.1002/rra.904.

Dalrymple, Robert W., and Kyungsik Choi. 2007.Morphologic and Facies Trends through theFluvial-Marine Transition in Tide-Dominated Depositional Systems: ASchematic Framework for Environmental andSequence-Stratigraphic Interpretation. Earth-Science Reviews 81 (3–4): 135–74.doi:10.1016/j.earscirev.2006.10.002.

Gambar 15. Perubahan morfologi kanal setelah 3 tahun simulasi pada profil SB-A dan SB-B

Page 15: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 15, No. 2, Nopember 2017

121

Deltares. 2017. Delft3D-Flow Simulation of Multu-Dimensional Hydrodynamic Flows andTransport Phenomena, Including Sediments:User-Manual Hydro-Morphodynamics.Deltares.

ESDM, Balitbang. 2015. Kajian SistemTransportasi Dan Stockpile Di Sungai-PantaiKalimantan Bagian Selatan (RekomendasiKebijakan).

Fengye, Li. 1993. Modern Sedimentation Rates andSedimentation Feature in the Huanghe RiverEstuary Based on210Pb Technique. ChineseJournal of Oceanology and Limnology 11 (4):333–42. doi:10.1007/BF02850638.

George, Douglas A., Guy Gelfenbaum, and AndrewW. Stevens. 2012. Modeling theHydrodynamic and Morphologic Response ofan Estuary Restoration. Estuaries andCoasts 35 (6): 1510–29. doi:10.1007/s12237-012-9541-8.

Kimiaghalam, Navid, Masoud Goharrokhi, andShawn P. Clark. 2016. Estimating CohesiveSediment Erosion and Deposition Rates inWide Rivers. Canadian Journal of CivilEngineering 43(2): 164–72.

KNKT, Komite Nasional KeselamatanTransportasi. 2014. Laporan AkhirInvestigasi Kecelakaan Pelayaran.

Ledden, Mathijs van. 2003. Sand-Mud Segregationin Estuaries and Tidal Basins.

Leeuwen, S. M. Van, M. Van Der Vegt, and H. E.De Swart. 2003. Morphodynamics of Ebb-Tidal Deltas: A Model Approach. Estuarine,Coastal and Shelf Science 57 (5–6): 899–907.doi:10.1016/S0272-7714(02)00420-1.

Maren, Dirk S. van, Johan C. Winterwerp, and JuliaVroom. 2015. Fine Sediment Transport intothe Hyper-Turbid Lower Ems River: The Roleof Channel Deepening and Sediment-InducedDrag Reduction. Ocean Dynamics 65 (4):589–605. doi:10.1007/s10236-015-0821-2.

Miller, Richard L, Ramón López, Ryan P Mulligan,Robert E Reed, Cheng-Chien Liu,Christopher J Buonassissi, and Matthew MBrown. 2014. Examining Material Transportin Dynamic Coastal Environments: AnIntegrated Approach Using Field Data,Remote Sensing and Numerical Modeling BT- Remote Sensing and Modeling: Advances inCoastal and Marine Resources. In , edited byCharles W Finkl and Christopher Makowski,

333–64. Cham: Springer InternationalPublishing. doi:10.1007/978-3-319-06326-3_14.

Moodley, Kavandren, Srinivasan Pillay, KeshiaPather, and Hari Ballabh. 2016. SeasonalDischarge and Chemical Flux Variations ofRivers Flowing into the Bayhead Canal ofDurban Harbour, South Africa. ActaGeochimica 35 (4). Science Press: 340–53.doi:10.1007/s11631-016-0100-z.

Niazi, Faegheh, Hamed Mofid, and Nasim FazelModares. 2014. Trend Analysis of TemporalChanges of Discharge and Water QualityParameters of Ajichay River in Four RecentDecades. Water Quality, Exposure andHealth 6 (1–2): 89–95. doi:10.1007/s12403-013-0108-0.

Padman, Laurie. 2005. Tide Model Driver ( TMD )Manual. Arctic, 1–12.

Partheniades, Emmanuel. 1965. Erosion andDeposition of Cohesive Soils. Journal of theHydraulics Division ASCE 91 (H: 105–139.

Ralston, David K., and W. Rockwell Geyer. 2009.Episodic and Long-Term Sediment TransportCapacity in The Hudson River Estuary.Estuaries and Coasts 32 (6): 1130–51.doi:10.1007/s12237-009-9206-4.

Rijn, L. C. van. 2005. Estuarine and CoastalSedimentation Problems. InternationalJournal of Sediment Research 20 (1): 39–51.

Rijn, L. C. Van, J.A. Roelvink, and W. Ter Horst.2000. Approximation Formulae for SandTransport by Currents and Waves andImplementation in DELFT-MOR. DelftHydraulics. Delft, The Netherlands: DelftHydraulics.

Sumawinata, Basuki. 1998. Sediments of the LowerBarito Basin in South Kalimantan: FossilPollen Composition. Southeast Asian Studies36 (3): 293–316.

Talke, Stefan A., and Mark T. Stacey. 2008.Suspended Sediment Fluxes at an IntertidalFlat: The Shifting Influence of Wave, Wind,Tidal, and Freshwater Forcing. ContinentalShelf Research 28 (6): 710–25. doi:10.1016/j.csr.2007.12.003.

Wang, Yu Hai, Chong Hao Wang, Li Qun Tang, DaBin Liu, Chuan Sheng Guo, Chun Jing Liu,and Hui Ming Zhao. 2014. Long-TermMorphological Response to DredgingIncluding Cut-across-Shoal in a Tidal

Page 16: MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 15, No. 2, Nopember 2017

122

Channel-Shoal System. Ocean Dynamics 64(12): 1831–43. doi:10.1007/s10236-014-0786-6.

Xie, Li, Zhenke Zhang, Yunfeng Zhang, YapingWang, and Xianjin Huang. 2013.

Sedimentation and Morphological Changes atYuantuojiao Point, Estuary of the NorthBranch, Changjiang River. ActaOceanologica Sinica 32 (2): 24–34.doi:10.1007/s13131-013-0274-8.