Jurnal Blok SS

25
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 7: 77-80. 2005 SISTEM PENGUNYAHAN - Tinjauan Una Soboleva, Lija Laurina, Anda Slaidina RINGKASAN Fisiologi otot pengunyahan telah dievaluasi sebagian besar dari rekaman elektromiografi.  Namun, elektromiografi memberikan lebih banyak informasi dari korelasi antara pergerakan rahang dan aktivitas otot. Pengetahuan tentang bagaimana pergerakan mandibula selama  pengunyahan sangat mempengaruhi prosedur dalam kedokteran gigi klinis. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan gambaran dasar dari studi klasik fisiologi, fungsi dan prinsip-  prinsip kontrol saraf pengunyahan. Pengunyahan adalah kegiatan penghancuran makanan,  persiapan untuk penelanan. Kegiatan penghancuran ini sangat kompleks dengan aktivitas neuromuskuler dan pencernaan. Durasi dan kekuatan yang terbentuk sangat bervariasi antara individu dan untuk jenis makanan yang dikunyah. Pengamatan gerakan pengunyahan telah mengemukakan bahwa gerakan pengunyahan dapat mendiagnosis kelainan sistem stomatognatik, tetapi tidak ada bukti yang jelas menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kegiatan otot  pengunyahan selama mengunyah bervariasi antara amplitudo subyek, waktu onset, dan durasi siklus mengunyah. Gigi memiliki pengaruh yang sangat besar pada aktivitas otot selama mengunyah dan menelan, oleh karena itu disarankan untuk membuat restorasi yang kompatibel dengan pola pergerakan fungsional pasien daripada mengharapkan pola pengunyahan untuk  beradaptasi dengan restorasi yang dibuat baru. PENDAHULUAN Sistem pengunyahan adalah unit fungsional yang terdiri dari gigi geligi; struktur  pendukung, rahang; sendi temporomandibular; otot-otot yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengunyahan (termasuk otot-otot bibir dan lidah); dan sistem pembuluh darah dan saraf yang menyuplai jaringan ini. Gangguan fungsional dan struktural dari salah satu komponen sistem pengunyahan mungkin tercermin oleh gangguan fungsional atau struktural dalam satu atau lebih komponen lainnya (1). Namun, ada banyak bukti bahwa sistem  pengunyahan memiliki kemampuan untuk berbagai modalitas adaptif. Adaptasi ini dapat fungsional dan/ atau struktural dan dapat merespon sementara dan/ atau permanen. Oleh karena itu, sistem ini seperti sistem biologis, tidak dapat ditinjau dengan pasti dan dapat berubah (2). Fisiologi otot pengunyahan telah dievaluasi sebagian besar dari rekaman elektromiografi.  Namun, elektromiografi memberikan lebih banyak informasi dari korelasi antara pergerakan rahang dan aktivitas otot. Pengetahuan tentang bagaimana pergerakan mandibula selama pengunyahan sangat mempengaruhi prosedur dalam kedokteran gigi klinis. Dulu, pemahaman tentang gerakan mandibula dianggap penting dalam removable prosthodontics. Lalu, informasi ini digunakan dalam desain dan pengaturan artikulator, dan dalam desain gigi palsu dan gigi tiruan sendiri. Sekarang, pentingnya gerakan rahang telah menjadi jelas dalam  fixed prosthodontics,  periodontics, orthodontics, dan dalam diagnosis dan pengobatan gangguan nyeri dari sistem  pengunyahan (3). Alasan yang paling penting mengapa dokter gigi harus memelihara dan mengganti gigi yang hilang untuk memberikan pasien kemampuan pengunyahan dengan baik. Oleh karena itu, penting bahwa dokter gigi tahu bagaimana pengunyahan biasanya terjadi.

Transcript of Jurnal Blok SS

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    1/25

    Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 7: 77-80. 2005

    SISTEM PENGUNYAHAN - Tinjauan

    Una Soboleva, Lija Laurina, Anda Slaidina

    RINGKASAN

    Fisiologi otot pengunyahan telah dievaluasi sebagian besar dari rekaman elektromiografi.Namun, elektromiografi memberikan lebih banyak informasi dari korelasi antara pergerakan

    rahang dan aktivitas otot. Pengetahuan tentang bagaimana pergerakan mandibula selama

    pengunyahan sangat mempengaruhi prosedur dalam kedokteran gigi klinis. Tujuan dari tinjauanini adalah untuk memberikan gambaran dasar dari studi klasik fisiologi, fungsi dan prinsip-

    prinsip kontrol saraf pengunyahan. Pengunyahan adalah kegiatan penghancuran makanan,

    persiapan untuk penelanan. Kegiatan penghancuran ini sangat kompleks dengan aktivitas

    neuromuskuler dan pencernaan. Durasi dan kekuatan yang terbentuk sangat bervariasi antaraindividu dan untuk jenis makanan yang dikunyah. Pengamatan gerakan pengunyahan telah

    mengemukakan bahwa gerakan pengunyahan dapat mendiagnosis kelainan sistem stomatognatik,

    tetapi tidak ada bukti yang jelas menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kegiatan ototpengunyahan selama mengunyah bervariasi antara amplitudo subyek, waktu onset, dan durasisiklus mengunyah. Gigi memiliki pengaruh yang sangat besar pada aktivitas otot selama

    mengunyah dan menelan, oleh karena itu disarankan untuk membuat restorasi yang kompatibel

    dengan pola pergerakan fungsional pasien daripada mengharapkan pola pengunyahan untukberadaptasi dengan restorasi yang dibuat baru.

    PENDAHULUAN

    Sistem pengunyahan adalah unit fungsional yang terdiri dari gigi geligi; strukturpendukung, rahang; sendi temporomandibular; otot-otot yang terlibat langsung maupun tidak

    langsung dalam pengunyahan (termasuk otot-otot bibir dan lidah); dan sistem pembuluh darah

    dan saraf yang menyuplai jaringan ini. Gangguan fungsional dan struktural dari salah satukomponen sistem pengunyahan mungkin tercermin oleh gangguan fungsional atau struktural

    dalam satu atau lebih komponen lainnya (1). Namun, ada banyak bukti bahwa sistem

    pengunyahan memiliki kemampuan untuk berbagai modalitas adaptif. Adaptasi ini dapat

    fungsional dan/ atau struktural dan dapat merespon sementara dan/ atau permanen. Oleh karenaitu, sistem ini seperti sistem biologis, tidak dapat ditinjau dengan pasti dan dapat berubah (2).

    Fisiologi otot pengunyahan telah dievaluasi sebagian besar dari rekaman elektromiografi.

    Namun, elektromiografi memberikan lebih banyak informasi dari korelasi antara pergerakanrahang dan aktivitas otot.

    Pengetahuan tentang bagaimana pergerakan mandibula selama pengunyahan sangat

    mempengaruhi prosedur dalam kedokteran gigi klinis. Dulu, pemahaman tentang gerakan

    mandibula dianggap penting dalam removable prosthodontics. Lalu, informasi ini digunakandalam desain dan pengaturan artikulator, dan dalam desain gigi palsu dan gigi tiruan sendiri.

    Sekarang, pentingnya gerakan rahang telah menjadi jelas dalam fixed prosthodontics,

    periodontics, orthodontics, dan dalam diagnosis dan pengobatan gangguan nyeri dari sistempengunyahan (3). Alasan yang paling penting mengapa dokter gigi harus memelihara dan

    mengganti gigi yang hilang untuk memberikan pasien kemampuan pengunyahan dengan baik.

    Oleh karena itu, penting bahwa dokter gigi tahu bagaimana pengunyahan biasanya terjadi.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    2/25

    Pengetahuan ini harus memastikan bahwa prosedur gigi meningkatkan, bukan mengurangi

    kemampuan fungsional pasien.

    Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan gambaran dasar dari studi klasikfisiologi, fungsi dan prinsip-prinsip kontrol saraf pengunyahan.

    FUNGSI PENGUNYAHANPengunyahan adalah kegiatan penghancuran makanan, hingga siapa untuk ditelan.

    Kegiatan penghancuran ini sangat kompleks dengan aktivitas neuromuskuler dan pencernaan

    yang pada orang normal, mengintegrasikan berbagai komponen dari sistem pengunyahan, sepertigigi dan struktur pendukung, otot, sendi temporomandibular, bibir, pipi, langit-langit mulut,

    lidah, dan sekresi saliva. Tujuan mengunyah adalah untuk menghancurkan, menggiling menjadi

    serbuk dan campuran makanan dengan air liur, sehingga makanan dapat ditelan menyusuri kanal

    pencernaan (4).Otot-otot yang paling penting untuk kegiatan ini adalah temporal (anterior dan posterior),

    masseter (superficial dan dalam), pterygoideus medial, pterygoideus lateral superior dan

    inferior), dan otot-otot digastric. Inti nervus trigeminal yang menginervasi otot rahang terletak digaris tengah batang otak. Namun, pengunyahan melibatkan jauh lebih banyak otot daripada

    otot-otot pengunyahan" yang dipersarafi oleh saraf trigeminal. Gerakan sinergis otot juga

    dipersarafi oleh saraf wajah (facial)dan hypoglossus (5).

    Urutan pengunyahan adalah seluruh rangkaian gerakan dari memasukkan makanan hinggamenelan. Hal ini terdiri dari siklus pengunyahan yang berubah bentuk dari saat makanan

    dikumpulkan, pindah ke belakang ke gigi molar, kemudian dipecah dan siap untuk menelan (6).

    Hal ini untuk membedakan antara siklus yang terjadi pada awal urutan pengunyahan danmembentuk serangkaian persiapan gerakan, siklus pengurangan partikel dan siklus yang

    berhubungan saat sebelum ditelan atau preswallowing (6). Siklus pengurangan lebih lama dari

    siklus persiapan, tapi lebih pendek dari sikluspreswallowing.

    Perbedaan jenis, jumlah, dan ukuran partikel makanan mempengaruhi parameterpengunyahan. Panjang urutan pengunyahan akan singkat jika makanan lunak dan panjang bagi

    makanan yang keras atau sulit (7,8).

    PENGENDALIAN NEUROLOGIS

    Gerakan rahang adalah salah satu gerakan yang paling kompleks dan unik yang dilakukan

    oleh tubuh manusia. Mandibula tidak seperti tulang lain dalam tubuh manusia, tersandang diantara dua sendi yang simetris, yang bercerminan satu sama lain. Setiap otot yang terlibat dalam

    pengunyahan memiliki pasangan di sisi berlawanan dari rahang (9). Untuk membuat gerakan

    mandibula yang tepat, rangsangan dari berbagai reseptor sensorik harus diterima oleh sistem

    saraf pusat melalui serabut saraf aferen. Otak mengatur rangsangan ini dan menimbulkan

    kegiatan motorik yang sesuai melalui serabut saraf eferen. Kegiatan motorik ini melibatkankontraksi dari beberapa kelompok otot dan penghambatan lainnya. Mengunyah adalah aktivitas

    bawah sadar, namun dapat dikendalikan secara sadar setiap saat (10).

    Koordinasi dan ritmik pengunyahan telah dikaitkan dengan aktivasi alternatif dari duarefleks batang otak sederhana. Refleks membuka rahang, diaktifkan oleh tekanan atau stimulasi

    taktil gigi dari wilayah yang luas dari mulut dan bibir, dan refleks menutup rahang, yang

    mengikuti peregangan otot selama pembukaan rahang (11,12).Pengenalan bolus makanan ke dalam mulut telah memulai siklus refleks membuka rahang, dan

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    3/25

    akibatnya peregangan otot elevator akan menghasilkan penutupan rahang terhadap bolus, lalu

    menghasilkan pembukaan rahang oleh stimulasi jaringan periodontal dan reseptor jaringan lunak

    (13). Para penulis yang sama menemukan bahwa pada kelinci waktu da ritmik mengunyah terjadidibatang otak. Mereka mengemukakan bahwa pengunyahan dikendalikan oleh batang otak dan

    pola ini dapat diaktifkan dengan input yang memadai dari pusat atau dari umpan balik melalui

    sensor di rongga mulut.Kontrol pengunyahan tergantung pada umpan balik sensoris, yang terdiri dari epitelmechanoreceptor aferen, aferen periodontal, aferen sendi temporomandibular dan aferen otot.

    Umpan balik sensoris dapat memberikan koordinasi lidah, bibir, dan rahang untuk memindahkan

    makanan, alasan mengapa bahan makanan yang berbeda mempengaruhi pola gerakanpengunyahan, atau perubahan mendadak dari siklus ke siklus (6).

    Sementara korteks adalah pengatur utama tindakan, pusat di batang otak mempertahankan

    keseimbangan dan kontrol secara normal fungsi tubuh bawah sadar (10).

    Dalam batang otak terdapat kumpulan neuron-central pattern generator (CPG) yangmengontrol ritmik aktivitas otot (13). Neuron dapat diaktifkan dengan input yang memadai dari

    pusat adekuat atau dari rongga mulut (6,13), dan bertanggung jawab untuk waktu aktifitas yang

    tepat antara otot sinergis dan antagonis, sehingga fungsi-fungsi tertentu dapat dilakukan (10).Umpan balik sensoris berinteraksi dengan sistem kontrol untuk beradaptasi ritmik program

    dengan karakteristik makanan. Umpan balik ini juga merupakan sumber variabilitas dalam

    gerakan pengunyahan (6). Setelah pola mengunyah efisien ditemukan, itu dipelajari dan diulang.

    Pola belajar ini disebut muscle engram. Oleh karena itu, mengunyah dapat dianggap sebagaikegiatan refleks yang sangat kompleks. Batang otak juga mempunyai daerah lain, seperti sistem

    reticular, sistem limbik dan hipotalamus, yang memiliki pengaruh pada fungsi pengunyahan.

    Struktur ini dapat memodifikasi respon korteks untuk setiap stimulus yang diberikan,memodifikasi aktivitas neuron motorik, dan bahkan memulai aktivitas otot tidak relevan (10).

    Dengan demikian, pengunyahan dapat diprogram oleh batang otak tanpa adanya masukan

    sensorik, namun gerakan tersebut akan sangat tidak efisien dan bahkan berbahaya pada sistem

    pengunyahan (6).

    GERAKAN PENGUNYAHAN NORMALRefleks rahang pada manusia pertama kali adalah refleks membuka rahang, yang mungkin

    dihasilkan oleh stimulasi mekanik bibir (14). Penjelasannya adalah bahwa neuron digastric

    berbeda dari neuron otot penutup rahang pada janin. Penutupan rahang terjadi secara pasif padaawalnya. Setelah lahir dapat diamati fungsi-fungsi seperti menangis, mengisap, menelan, dan

    cemberut, tapi tidak mengunyah. Mengunyah harus dipelajari, dan terjadi hanya setelah erupsi

    gigi. Ada kemungkinan bahwa reseptor ligament periodontal dan stimulasi mereka sangat

    penting untuk proses belajar ini (15). Mengunyah menjadi terkoordinasi dengan baik sekitar 4-5

    tahun, saat gigi primer telah erupsi (16). Pengamatan yang berbeda telah menunjukkan bahwapola gerakan pengunyahan bervariasi dari satu orang ke orang lain (17-19). Hal ini diyakini

    bahwa setiap individu memiliki pola dasar karakteristik gerakan pengunyah. Namun, siklusnya

    tidak pernah persis sama (17). Perbedaan yang signifikan dalam mengunyah terlihat antara laki-laki dan perempuan (18,20), serta antara usia muda dan tua (21).

    Variasi yang banyak antar individu dari gerakan pengunyahan dijelaskan oleh variasi

    aferen inflow yang tidak terbatas selama mengunyah alami (16).

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    4/25

    Pola pengunyahan biasanya digambarkan sebagai "bentuk air mata jatuh" dengan sedikit

    perpindahan pada awal fase pembukaan (22). Ini berarti bahwa gerakan membuka jarang lurus ke

    bawah. Dalam kebanyakan kasus menyimpang mengunyah ke sisi (16, 23). Gerakan vertikal danlateral maksimal dalam mastikasi normal adalah sekitar setengah dari gerakan vertikal dan lateral

    maksimum yang mungkin. Ketika mengunyah di sisi kanan, rahang mengikuti jalur searah jarum

    jam, dan mengunyah di sisi kiri dengan gerakan dalam arah berlawanan (24). Neill & Howell(23) melaporkan bahwa 75 % dari gerakan mengunyah menggambarkan pola siklik yang teratur.Kurang dari 6 % dimulai dengan gerakan pembukaan vertikal. Titik paling lateral siklus

    mengunyah terletak sekitar pertengahan siklus menutup untuk gerakan menggiling, tetapi lebih

    rendah untuk gerakan memotong (16).Biasanya fase menutup ke lateral hingga fase membuka walaupun sering hubungan ini

    terbalik, dan tahap menutup melewati medial ke gerakan membuka, gerakan pengunyahan

    terbalik terjadi (16). Neill & Howell (23) menunjukkan bahwa pada bidang sagital sekitar

    setengah dari subyek memiliki gerakan membuka anterior hingga gerakan menutup. Angulasijalur sagital itu biasanya diarahkan ke atas dan ke belakang, yang mencerminkan unsur rotasi

    dalam membuka mandibula. Karakter makanan mempengaruhi pola mengunyah (25, 26).

    Panjang pembukaan tergantung pada ukuran dan kekerasan bolus makanan (27). Saat makananlunak, memperpanjang gerakan rahang penurunan lateral dan vertikal (19, 28). Kekerasan

    makanan juga memiliki efek pada jumlah gerakan mengunyah yang diperlukan sebelum menelan

    dimulai. Semakin keras makanan, gerakan mengunyah lebih dibutuhkan (29). Setiap siklus

    mengunyah memiliki durasi sekitar 700 ms dan kontak gigi dari sekitar 200 ms (1).

    KEGIATAN EMG SELAMA MASTIKASI

    Selama pengunyahan hubungan antara aktifitas otot umumnya sama antara subjek (30).Selama siklus mengunyah, aktivitas otot dimulai dari posisi statis intercuspation maksimum, dan

    awalnya terjadi di kepala inferior ipsilateral dari otot pterygoideus lateralis kira-kira setengah

    jalan melalui periode kontak gigi. Kegiatan ini segera diikuti oleh aktivitas di kepala inferior dari

    otot pterygoideus kontralateral. Kedua otot aktif melalui seluruh durasi dari fase pembukaan(31). Otot-otot digastric juga aktif selama fase pembukaan dan memberikan kontribusi terutama

    untuk komponen rotasi pembukaan mandibula. Fase pembukaan berakhir ketika aktivitas di dua

    kepala inferior dari otot-otot pterygoideus lateral dan otot digastric berhenti. Sejalan dengankegiatan pada otot pterygoideus medial dimulai (31). Otot ini mengontrol posisi ke atas dan

    lateral rahang. Otot pterygoideus medial jauh lebih aktif dalam gerakan luas daripada gerakan

    sempit memotong, dan selama penutupan awal (32). Kegiatan elektromiografi berhenti selamafase interkuspal. Namun, selama gerakan sempit baik ipsilateral dan medial otot pterygoideus

    kontralateral aktif pada awal intercuspation (32). Pada awal fase penutupan kontraksi otot

    temporalis ipsilateral pertama, dan kemudian otot temporalis kontralateral dan kedua otot

    masseter menjadi aktif secara bersamaan. Kegiatan elektromiografi pada otot ini sangat rendah,

    tapi secara bertahap meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir gerakan penutupan selamafase oklusal (17).

    Selama konsumsi dan pengunyahan dari makanan keras, aktivitas siklus EMG saat

    menutup rahang otot umumnya menurun dengan kominusi progresif dan melembutkan makanan.Kekuatan yang dihasilkan oleh otot-otot rahang tergantung pada konsistensi makanan (5).

    Otot wajah perioral, seperti buccinator, superior dan inferior orbicularis oris, triangularis

    dan inferior kuadratus otot labii aktif selama pengunyahan normal. Aktifitas otot-otot tersebutsering terjadi saat mandibula diturunkan, yaitu keluar dari fase dengan otot utama, dan sebagian

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    5/25

    tumpang tindih dengan otot digastric. Kegiatan ini dimulai pada bagian pertama dari tahap

    pembukaan siklus mengunyah, dan berakhir pada fase penutupan, sebelum kegiatan masseter

    mengarah ke fase mencengkram mencapai puncaknya (33).Catatan elektromiografi diambil sebelum kehilangan gigi posterior, setelah kehilangan gigi

    posterior dengan gigi anterior yang ada, dan setelah insersi gigi palsu setelah kehilangan gigi

    posterior, menunjukkan bahwa otot-otot wajah dan sirkumoral menjadi sangat aktif dalampengunyahan, sedangkan ada minimal aktivitas masseter. Aktivitas normal otot mengikuti gigipalsu yang pas (34).

    Selain otot-otot pengunyahan, sejumlah otot kepala dan leher secara aktif dan pasif

    berpartisipasi dalam aktifitas pengunyahan, dan aktivitas otot selalu dibimbing menuju hasilyang optimal fungsional (1).

    FUNGSI PENGUNYAHAN DALAM INDIVIDU DENGAN GANGGUAN

    TEMPOROMANDIBULARPengamatan gerakan pengunyahan telah mengemukakan bahwa gerakan pengunyahan

    dapat mendiagnosis kelainan sistem stomatognatik (35-38). Banyak penulis (39-41) melaporkan

    bahwa aspek-aspek tertentu dari pola mengunyah gangguan temporomandibular ( TMD ) padapasien berbeda dari kontrol. Sebaliknya, Feine et al. (42) tidak mampu menunjukkan perbedaan

    yang signifikan dalam gerakan mengunyah antara kelompok-kelompok kecil orang sehat dan

    TMD-pasien. Kuwahara et al. (43) menunjukkan bahwa pola mengunyah tertentu tampaknya

    dikaitkan dengan gangguan TMJ yang spesifik. Namun, gerakan mengunyah pasien dengan nyerimyofascial memiliki pola yang sama seperti orang sehat. Dengan demikian, orang dengan nyeri

    pada otot pengunyahan atau dengan sendi mungkin memiliki berbagai pergerakan normal

    mandibula (44). Tidak ada bukti kuat bahwa fitur mengunyah tertentu dengan karakteristikTMD-pasien (45).

    KESIMPULAN

    Pengunyahan adalah perilaku motorik oral yang mencerminkan perintah sistem sarafpusat, dan banyak rangsangan sensorik perifer untuk memodulasi ritmik gerakan rahang.

    Tindakan otot pengunyahan selama mengunyah bervariasi antara subyek dalam amplitudo,

    waktu onset, dan durasi siklus mengunyah. Namun, memungkinkan untuk mengenali kesamaanantara aktifitas otot. Variasi ini (di antara individu-individu) dapat dijelaskan oleh perbedaan

    terkait dengan fitur kontak oklusal individu dan morfologi muskuloskeletal tertentu.

    Mandibula bergerak tidak hanya secara vertikal selama pengunyahan, tetapi juga secaraanteroposterior dan lateral. Gerakan horisontal ini paling penting dalam rekonstruksi gigi yang

    hilang. Dalam siklus mengunyah, pendekatan ke kontak gigi relatif direproduksi, dipelajari dan

    diprogram, tetapi dapat diubah oleh hilangnya gigi atau diubah oleh restorasi. Gigi memiliki

    pengaruh yang sangat besar pada aktivitas otot selama mengunyah dan menelan, oleh karena itu

    disarankan untuk membuat restorasi yang kompatibel dengan pola pergerakan fungsional pasiendaripada mengharapkan pola pengunyahan untuk beradaptasi dengan restorasi yang dibuat baru.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    6/25

    KETERLIBATAN OTOT PTERYGOIDEUS DI SINDROM DISFUNGSIONAL SISTEM

    STOMATOGNATIK

    B. Vascu, C. Fatu, Alexandra Burlui, Mihaela Moscu, Smaranda Diaconescu, M. Lastun, Ana-

    Maria Vascu

    ABSTRAKDiagnosis dari disfungsi sistem stomatognatik, dihasilkan oleh perubahan dari ototpterigoyd eksternal, membutuhkan pemeriksaan klinis yang kompleks dan paraklinis. Penelitian

    ini dilakukan pada 35 pasien, yang mengisi kuesioner menjelaskan rinci dari penyakit,

    karakteristik disfungsi, penyakit yang berhubungan dengan disfungsi temporomandibular.Sebuah riwayat klinis yang cermat telah dilengkapi dengan pemeriksaan klinis sistem

    stomatognatik. Pengamatan yang telah dilakukan bahwa gejala yang meyakinkan pasien untuk ke

    dokter adalah nyeri (80 % kasus), terkait dengan suara retakan (22,7 %) dan modifikasi obyektif

    dari nada otot (28,5%). Catatan tujuan modifikasi dari otot pengunyahan, terutama dari pterigoydeksternal, sebagai bagian dari sindrom disfungsional dari sistem stomatognatik membutuhkan

    pemeriksaan paraklinis untuk merencanakan terapi kompleks dan individual.

    PENDAHULUAN

    Senyawa-senyawa dari sistem stomatognatik tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, tetapi

    dalam korelasi fungsional yang dekat, sama-sama saling bergantung pada sistem lain dan

    subsistem pada organisme manusia. (1) Tanda-tanda klinis minor sering dapat menjadi ekspresibeberapa disfungsi dari sistem stomatognatik. Sebuah pemeriksaan klinis otot-otot pengunyahan,

    pada pterigoyd eksternal, terutama dikuatkan dengan pemeriksaan paraklinis, dapat menentukan

    disfungsi otot, daerah sejauh mana sistem stomatognatik dan mengorientasikan rencanatherapeutical untuk ditinjau.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini dilakukan pada 35 pasien yang datang ke klinik prostetik, diminta untukmengisi beberapa bentuk aplikasi khusus, setelah itu mereka menjadi sasaran pemeriksaan klinis

    lengkap dari sistem stomatognatik.

    Kuesioner termasuk informasi personal pada setiap pasien (jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, tempat tinggal), data tentang munculnya penyakit (tanda-tanda subyektif,

    kejadian, waktu selama tanda-tanda pertama muncul hingga pertama berkonsultasi), evolusi dari

    tanda-tanda subyektif, asosiasi dengan tanda-tanda klinis lainnya (nyeri sendi, suara sendi,gerakan berkurang dari mulut, sub-dislokasi dan dislokasi dari sendi temporomandibular).

    Data yang diperoleh telah dilengkapi dengan pemeriksaan klinis pasien, yang melibatkan

    uji klinis menyeluruh sistem stomatognatik, stres yang menyebabkan nyeri sendi, pada kesehatan

    otot, kejang otot yang menyakitkan dan suara sendi.

    Pemeriksaan otot-otot pengunyahan, melibatkan seluruh kelompok pasien, termasukpalpasi integritas otot, dengan stres khusus pada bidang penyisipan otot, ketika diketahui bahwa

    kesulitan mencapai tubuh otot.

    Untuk memperkirakan keterlibatan otot pterigoyd eksternal dalam disfungsi sendi, selainpemeriksaan klinis pada otot-otot pengunyahan, setelah sensitivitas sendi atau karakter suara

    sendi dan pada metode paraklinis, seperti pengukuran gerakan mandibula.

    Data klinis dan paraklinis diperoleh untuk setiap pasien yang terpusat dan dianalisisuntuk pembentukan rencana therapeutical individual.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    7/25

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    80 % dari subyek pengamatan mengakui bahwa mereka datang ke dokter karena sendisakit yang membuat membuka mulut sulit bagi mereka. Bahkan jika subyektif, ketika muncul

    nyeri dimanifestasikan oleh reaksi tertentu dari pasien saat palpasi dangkal atau mendalam. Zona

    yang dipilih untuk melacak nyeri sendi adalah yang lateral, yang paling sering digunakan untukpalpasi yaitu melalui auditif eksternal (2).Informasi yang diberikan oleh metode ini pemeriksaan nyeri sendi tidak memiliki

    karakter etiologi, menunjukkan secara eksklusif bahwa beberapa disfungsi dan patologi tertentu

    terjadi pada tingkat sendi temporomandibular.Dalam dinamika mandibula, ketika rongga mulut membuka di bawah kondisi normal,

    rotasi gerakan kondilus terjadi di sekitar poros sendiri, sedangkan meniskus tetap dalam posisi

    awal, posisi statis. (1,3)

    Pembukaan rongga bukal membawa perpindahan kondilus menuju tuberkulum artikular.Meniskus juga berpindah dengan kondilus terhadap tuberkulum artikular. (gbr.1)

    Pembukaan rongga mulut normal tidak menghasilkan suara artikular. Ketika disk pada

    posisi patologis, bergeser antero-medial, sebagai hasil dari patologi di daerah bilaminarmeniskus, atau perubahan dari cekatannya, bersamaan terkait dengan hypertony dari otot

    pterigoyd external, gerakan dalam sendi menganggap pergeseran kondilus anterior, bersamaan

    dengan pergeseran disk lain.

    Sebagai zona daya tarik posterior yang sangat kuat, disk kembali ke posisi awal,sementara kondilus bergerak langsung pada tuberkulum artikular dari tulang temporal, yang

    menghasilkan kebisingan yang dihasilkan oleh apa yang disebut dengan gesekan tulang-pada-

    tulang.Beberapa suara retak dianggap disk berlubang dan labil. Dalam eksperimen

    dipertimbangkan, situasi seperti ini dicapai nilai 22,8 %.

    Retakan dikaitkan dengan nyeri pada 17 % dari kasus, yang mengasumsikan kejang

    jangka panjang otot pterigoyd eksternal, iskemia jangka panjang dan nyeri sekunder ataupergeseran disk yang sangat jelas.

    Suara kertak-kertuk mewakili suara-suara lain pada sendi temporomandibular, paling

    sering terjadi pada orang tua, dengan gangguan hormonal parah dan perubahan keseimbanganfosfor-kalsium, serupa dengan osteo-arhtrosis. Mengenai integritas otot, itu terkenal bahwa

    gangguan dalam serat otot mempengaruhi dengan serius kesehatan otot dan kontraktilitas otot.

    Tidak ada kasus serupa terjadi dikelompok yang diteliti di sini, dan tidak ada situasi dengandihapuskan integritas dan kesehatan otot.

    Dalam 10 kasus diselidiki, kesehatan umum seluruh massa otot pengunyahan

    dimodifikasi, baik karena usia tua dan yang dimanifestasikan disfungsi dalam penentu oklusal.

    Palpasi kesehatan otot pterygoyd eksternal itu dituntut selama pemeriksaan pasien.

    Setelah diketahui bahwa otot pterigoyd eksternal mendalam, insersi sphenoidal di sisi eksternaldari tulang sphenoid ala major, dan aspek lateral prosessus pterigoyd, sementara insersi terminal

    terjadi pada sisi anterior kondilus mandibula dan artikular meniscus, palpasi internalnya sangat

    sulit, hampir mustahil (2). (Gambar 2)Dalam kejang jangka panjang, bagaimanapun otot menjadi menyakitkan, akibat

    vaskularisasi yang tidak cocok dan akumulasi asam laktat dalam miofibrilnya. Untuk

    pemeriksaan otot yang lebih baik dan untuk adanya kemungkinan rasa sakit yang mungkinmuncul, pasien diminta untuk membuat beberapa gerakan melawan hambatan, ini diwakili oleh

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    8/25

    tangan peneliti. Memaksa pasien untuk mengakat mandibula terhadap hambatan dengan

    mendorong dagu dalam kondisi sok otot dan pasien spontan mengeluh nyeri di daerah pra-

    auriculary. Hasil yang sama juga diperoleh dalam gerakan lateral pasien, lagi terhadap hambatandiwakili oleh tangan peneliti.

    Bruxism dan sakit kepala digambarkan parameter lain dipertimbangkan dalam penelitian

    kelompok eksperimen. Sebagian besar dari pasien yang diperiksa (12 kasus - 32 %) memilikidisfungsi artikular terkait dengan sakit kepala daerah tertahankan (4).

    KESIMPULAN

    Sensitivitas menyakitkan dimanifestasi pada palpasi zona dangkal dan dalam di sekitarsendi mendukung gagasan dari proses patologis yang terjadi pada sendi temporomandibular.

    Rasa sakit yang disebabkan oleh pergerakan mandibula yang meningkat terhadap hambatan

    menegaskan nyeri pada otot pterigoyd eksternal. Suara artikular yang terkait secara rasio

    signifikan, menunjukkan hubungan yang mungkin dari disk yang berlubang atau labil. Bruxismdan sakit daerah kepala mungkin sebagai elemen patognomonic yang mempengaruhi otot

    pterigoyd eksternal.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    9/25

    HUBUNGAN ANTARA TULANG BELAKANG LEHER, SISTEM STOMATOGNATIK,

    DAN NYERI CRANIOFACIAL: TINJAUAN KRITIS

    Tujuan:Nyeri craniofacialadalah istilah yang meliputi nyeri di kepala, wajah, dan struktur lain

    yang berhubungan. Beberapa penyebab dan faktor mungkin berhubungan dengan nyericraniofacial; namun, hubungan antara tulang belakang leher dan struktur pendukungnya dannyeri craniofacial masih menjadi topik perdebatan. Tujuan dari tinjauan ini untuk menyediakan

    dan menganalisis bukti hubungan antara tulang belakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri

    craniofacial. Metode: Pencarian databaseMedline, PubMed, Embase, Web of Science, CochraneLibrary, Cinahl, dan HealthStar telah dilakukan untuk semua publikasi yang berhubungan

    dengan topik dalam bahasa Inggris dan Spanyol. Informasi yang relevan juga berasal dari daftar

    referensi publikasi yang diambil. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian adalah cervical

    spine, cervical vertebrae, neck pain, neck injuries, neck muscles, craniofacial pain, orofacialpain, facial pain, temporomandibular joint pain,dantemporomandibular joint disorders.Hasil:

    Pencarian menyediakan informasi merujuk ke hubungan biomekanis, anatomis, dan patologis

    antara tulang belakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri craniofacial. Kesimpulan:Informasi yang tersedia dari tinjauan hubungan biomekanik, anatomis, dan patologis antara

    tulang belakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri craniofacial, tapi kebanyakan dari

    informasi ini tidak pasti dan telah merujuk dari studi kualitas yang buruk (tingkat 3b, 4 dan 5

    berasal Sacketts classification).Studi yang dirancang lebih baik dibutuhkan untuk membuktikanpengaruh nyata bahwa tulang belakang leher mempunyai hubungan dengan sistem

    stomatognatik, dan nyeri craniofacial.

    Nyeri craniofacial adalah istilah yang meliputi nyeri di kepala, wajah, dan struktur lain

    yang berhubungan dan dapat berasal dari kondisi, organ-organ, dan penyebab yang beragam.

    Banyak penyebab dan faktor-faktor dapat berhubungan dengan nyeri craniofacial; namun,hubungan antara tulang belakang leher dan struktur pendukungnya dan nyeri craniofacial masih

    menjadi topik perdebatan. Ada banyak tipe hubungan (anatomis, biomekanik, neurologis dan

    patologis) antara tulang belakang leher dan regio tengkorak wajah. Semuanya dapat memberikanbeberapa petunjuk untuk fungsi dari sistem dan juga untuk gejala yang dirasakan pasien.

    Menurut beberap studi, tulang belakang leher dan struktur-strukturnya berhubungan dengan

    gejala yang dirasakan oleh pasien di wajah dan kepala.namun, studi lain mengindikasi bahwainformasi tentang hubungan ini tidak jelas dan tidak memiliki dasar. Hubungan anatomi-

    neurologis dan biomekanik antara tulang belakang leher dan sistem stomatognatik, menurut

    beberapa penulis, mendasari fungsi normal dari craniomandibular system (CMS) dan aspek

    patologinya.

    Tujuan dari tinjauan ini untuk menyediakan dan menganalisis bukti hubungan antara tulangbelakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri craniofacial.

    Metodologi PenelitianThe Medline-PubMed (1966 sampai minggu pertama Mei 2006), Web of Sciences (1929

    sampai 11 Mei 2006), Cochrane Library and Best Evidence(1991 sampai kuartal pertama 2006),

    Cinahl (1982 sampai minggu pertama Mei 2006) dan Embase (1988 sampai minggu ke 18 di2006) database telah dicari untuk semua publikasi yang berhubungan dengan topik dalam bahasa

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    10/25

    Inggris dan Spanyol. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian adalah cervical spine, cervical

    vertebrae, neck pain, neck injuries, neck muscles, craniofacial pain, orofacial pain, facial pain,

    temporomandibular joint pain, dan temporomandibular joint disorders. Total dari 384 artikeldihasilkan dari pencarian database. Artikel yang relevan juga telah diperoleh dari daftar referensi

    publikasi yang diambil. Artikel tentang beberapa masalah leher termasuk tanda atau gejala pada

    regio craniofacial seperti sakit kepala, nyeri pada otot, atau temporomandibular disorders(TMD) juga termasuk, jadi selama mereka relevan dengan hubungan antara tulang belakangleher, sistem stomatognatik dan nyeri craniofacial. Artikel-artikel terkait langsung dengan salah

    urat karena kepala tersentak dan kepala atau trauma leher telah dikecualikan.

    Metode KlasifikasiStudi telah menganalisa berdasarkan pada level adaptasi dari bukti yang dinyatakan oleh

    Sackett et al. Level dari bukti ini jelas dan metode yang mudah dari studi mengklasifikasi

    berdasarkan studi ke dalam hirarki yang jelas (Tabel 1).

    Tabel 1 Adaptasi level dari bukti yang ditunjukkan oleh Sacket dkk

    LevelBukti Penjelasan

    Level 1a Tinjauan sistematik dari randomized controlled trials (RCTs)

    Level 1b Individual RCTs dengan jarak waktu keyakinan sempit

    Level 2a Tinjauan sistematik dari studi kelompok

    Level 2b Studi kelompok individual (studi yang diharapkan dengan evaluasi kontrol grup)

    dan kualitas rendah RCTs

    Level 3a Tinjauan sistematik dari studi kontrol kasus

    Level 3b Studi cross-sectional(studi 1 grup dan kontrol sebuah hasil yang menarik dalamwaktu yang ditentukan

    Level 4 Rangkaian kasus (studi dari hasil yang menarik pada grup pasien), kelompok

    studi kualitas rendah, dan studi cross-sectional.Level 5 Pendapat dari ahli (tinjauan-tinjauan, pengalaman klinis)

    HASIL

    Hubungan Anatomis dan Biomekanik Antara Tulang Belakang Leher dan Sistem

    StomatognatikTengkorak dihubungkan ke tulang belakang leher melalui sendi atlanto-occipital. Artikular

    kondil occipitaldengan lateral dari atlas, yang mana bagian dari superior tulang belakang leher.

    Tengkorak dihubungkan ke rahang melalui sendi temporomadibula antara tulang temporal dari

    tengkorak dan mandibula, yang mana terdapat gigi rahang bawah. Semua struktur-struktur initerhubungkan dengan capsuloligamentous, otot, pembuluh darah, limfatik, dan sistem saraf.

    Untuk mengetahui mekanisme bahwa penting untuk mempertahankan keseimbangan danstabilitas dari tengkorak dan tulang belakang leher, penting untuk diketahui fungsi mekanisme

    dari sistem yang kompleks ini. Informasi ini telah dijelaskan pada studi level-4 dan -5 (Tabel 2).

    Pada level dari sendi craniocervical, gelar tuas pertama ada dengan lokasi titik rotasinya di sendi

    atlanto-occipital. Daya tahan disediakan oleh berat dari kepala, dan pusat grafitasi di lokasi

    anterior. Kekuatan untuk gerakan dan stabilisasi disediakan oleh otot leher posterior (contoh, the

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    11/25

    trapezius, splenius, semispinalis, dan otot multifidus), semua bekerja secara konstan untuk

    mempertahankan stabilitas dan posisi dari kepala, sebagai kepala memiliki kecenderungan untuk

    jatuh secara anterior ketika dalam postur tegak lurus. Kecenderungan ini disebut perilakupendulum terbalik (Sackett level 5). Untuk mempertahankan kestabilan dari CMS ini,

    keseimbangan harus ada antara anterior dan posterior. Anterior terdapat otot pengunyahan, otot

    supra dan infrahyoid, dan otot leher anterior, sedangkan posterior terdapat otot leher posterior.Kelompok otot ini dan strukturnya menyusus CMS bekerja sama sebagai rantai fungsional(Sackett level 5).

    Bagian dari hubungan antara sistem stomatognatik dan tulang belakang leher dapat

    dijelaskan dengan teori luncur tengkorak (Sackett level 5), yang mana menunjukkan bahwaperubahan di postur kepala dapat untuk menghasilkan perubahan di kontak oklusal dengan

    perubahan posisi relasi gigi maksila dengan gigi mandibula. Secara biomekanik, ketika

    tengkorak bergeser ke depan, sebuah gerakan ekstensi terjadi pada sendi atlanto-occipital.Pada

    waktu yang sama, gigi maksila bergeser kedepan ketika mengikuti tengkorak dan secarakonsekuen posisi kontak gigi bergeser secara posterior ke posisi intercuspal. Ketika tengkorak

    bergeser ke belakang, terjadi situasi yang terbalik. Oleh karena itu, gerakan pada craniocervical

    unit menyebabkan adaptasi gerakan pada rahang dan strukur yang berhubungan lainnya (Sackettlevel 5)

    Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa postur leher dan craniocervical adalah

    berhubungan ke posisi mandibula dan struktur di wajah, dan beberapa intervensi atau modifikasi

    terhadap sistem craniocervicaldapat mempunyai efek pada sistem stomatognatik dan sebaliknya(Sackett level 5, 4, 4, dan 4 berurutan; Tabel 2). Sebagai contoh, Moya dkk, pada studi dengan

    15 pasien (Sackett level 4), menyatakan bahwa ketika pasien sedang di terapi dengan occlusal

    splintuntuk kejang sternocleidomastoiddan trapezius, peningkatan di dimensi oklusal vertikalyang terjadi ekstensi craniocervical signifikan dan penurunan di lordosis tulang belakang.

    Penelitian ini dapat menjelaskan dengan fakta bahwa ketika mulut terbuka, kepala berotasi pada

    jalur belakang yang mana hasil di penurunan lordosis sejak tulang belakang cenderung bergerak

    ke arah berlawanan dengan gerakan kepala (Sackett level 4). Yamabe dan asosiasi (Sacket level4) mengkonfirmasi pada penelitian mereka menggunakan 10 subyek bahwa ekstensi mundur

    kepala menyertai gerakan membuka rahang ditingkatkan tekanan dari otot suprahyoid, ketika

    posisi melengkung ke depan kepala ditingkatkan oleh aktivitas pengunyahan dan otot leher untukmempertahankan keseimbangan CMS. Menurut studi yang dilakukan oleh Schwarz, Posselt, dan

    Preiskel (Sackett level 4, 5, 4, berurutan), ekstensi kepala dihasilkan di posterior displacement

    mandibula, yang mana kepala melengkung disebabkan mandibula salah tempat ke anterior. Lalu,McLean dkk (Sacket level 4) mencontohkan bahwa pada posisi supinasi, kontak gigi awal di

    posterior ketika tubuh tegak lurus. Sebaliknya, Makofsky dkk (Sackett level 4) mempelajari

    hubungan kepala pada posisi kontak gigi dan tidak menemukan hubungan antara postur kepala

    kedepan dan pola kontak oklusal; temuan ini berbeda dari yang disebutkan sebelumnya,

    walaupun studi ini pada bukti level yang sama.Solow dan Tallgren (Sackett level 5) menentukan bahwa ekstensi kepala pada tulang

    belakang telah dihubungkan dengan retrusi signifikan mandibula. Tambahan, Funakoshi dkk,

    (Sackett level 4) menentukan bahwa ekstensi craniocervicaldihasilkan aktivitas otot besar padaotot temporalis dan peningkatan sedang otot masseter. Goldstein dkk (Sackett level 4)

    menambahkan bahwa perubahan posisi kepala dan leher ke anteroposterior dipengaruhi oleh

    lintasan penutupan mandibula pada populasi normal. Vischerr dkk (Sackett level 4) menemukan

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    12/25

    bahwa postur kepala dipengaruhi jarak intra-artikular pada sendi temporomandibula. Namun

    perubahan ini terlalu kecil relevan secara klinis.

    Banyak studi telah berusaha untuk menunjukkan beberapa hubungan antara gerakankepala, tulang belakang dan perubahan pada sistem stomatognatik. Namun informasi yang

    disediakan oleh studi ini berdasarkan penjelasan pengalaman. Studi menggunakan sampel

    berjumlah kecil dan tidak jelas dalam metodologi atau hasil mereka. Menurut klasifikasi Sackettterdapat 10 level- 4 studi dan 6 level- 5 studi yang didukung hubungan anatomis-biomekanik.Kesimpulannya bahwa penulis menunjukkan dasar kelemahan pada studi. Satu pertanyaan

    penting adalah, apakah hasil studi ini akan terlihat pada studi populasi besar, metodologi dan

    kondisi yang berbeda. Namun kebanyakan studi ini menyetujui bahwa adanya interaksikompleks biomekanik antara tulang belakang, gerakan kepala dan posisi rahang. Analisis secara

    detail dari informasi level tersedia oleh studi sebelumnya yang ditunjukkan pada Tabel 2.

    Tabel 2 Studi Analisi yang Mengacu pada Hubungan Antomis dan Biomekanik Antara TulangBelakang Leher dan Sistem Stomatognatik

    Penulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Funakoshi dkk

    (1976)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    Komentar:

    320 siswa, pengalaman deskriptif.

    Otot rahang merespon untuk merubah posisikepala.

    Tidak ada kuantifikasi dari elektromiografi,

    hanya penjelasan visual. Hasil interpretasi

    dengan hati-hati.

    Gillies dkk

    (1998)

    Deskriptif 5 Pendapat ahli

    Goldstein dkk

    (1984)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    12 subyek normal, sampel jumlah kecil, 1

    grup pre/post tes, pengalaman deskriptif.

    Perubahan postur anteroposterior kepala dan

    leher muncul untuk langsung

    mempengaruhi lintasan dalam penutupan

    mandibula pada populasi normal..

    Kohno dkk(2001)

    DeskriptifStudi kasus

    4 Sampel:Hasil:

    Komentar:

    5 subyek, sampel jumlah kecil, studi awal.Selama mulut membuka, kepala berpindah

    ke belakang. Selama menutup, berpindah ke

    arah sebaliknya.

    Validitas eksternal dipertanyakan.

    Makofsky (1989) Deskriptif

    Studi kasus

    5 Pendapat ahli

    Makofsky dkk

    (1991)

    Deskriptif

    Pra-tes 1 grup/

    studi tes akhir

    4 Sampel:

    Hasil:

    39 subyek, pengalaman deskriptif.

    Tidak ada hubungan antara postur kepala ke

    depan dan pola kontak oklusal.

    Tidak ada hubungan antara postur kepala ke

    depan dan pola kontak oklusal.

    McLean dkk

    (1970)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    14 volunter, sampel jumlah kecil,

    pengalaman deskriptif.Posisi istirahat mandibula muncul untuk

    dipengaruhi oleh posisi tubuh dalam ruang.

    Moya dkk (1994) Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    15 subyek dengan kejang otot trapeziusdan

    sternocleidomastoid, pengalaman deskriptif.

    Analisa sefalometri menunjukkan bahwa

    belat yang disebabkan oleh ekstensi kepala

    yang signifikan pada tulang belakang.

    Posselt (1952) Deskriptif 5 Pendapat ahli

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    13/25

    Preiskel (1965) Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    10 subyek, pengalaman deskriptif

    Posisi postur mandibula mungkin bervariasi

    dengan posisi kepala.

    Rocabado (1979) Deskriptif 5 Pendapat ahli

    Rocabado (1983) Deskriptif 5 Pendapat ahli

    Schwarz (1928) Deskriptif

    Studi kasus

    4 Pendapat ahli

    Pengalaman klinisSolow dan

    Tallgren (1976)

    Deskriptif 5 Pendapat ahli

    Vischer dkk

    (2000)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    10 subyek sehat, sampel jumlah kecil,

    pengalaman deskriptif.

    Postur kepala dipengaruhi jarak intra-

    auricular pada sendi temporomandibula.

    Namun perubahan ini dengan relativitas

    kecil dan tidak relevan secara klinis.

    Yamabe dkk

    (1999)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    10 pria sehat, sampel jumlah kecil,

    pengalaman deskriptif.

    Gerakan sagital (fleksi dan ekstensi) kepala

    kadang disertai dengan gerakan buka-

    menutup rahang.

    Sendi Leher, Persarafan dan Nyeri pada Daerah Craniofacial

    Nyeri pada leher dan kepala dapat disebabkan dari disfungsi medial, lateral atlantoaxial,dan sendi atlanto-occipital dan sendi zygapophiseal pada C2-C3 dan C3-C4 terutama pada

    latelar (semua level 4 Sackett). Studi radiografi gagal untuk menunjukkan karakteristik spesifik

    pada pasien didiagnosa dengan sakit kepala leher. Namun lokal anestesi pada sendizygapophiseal atau inervasi dari akar saraf meredakan sakit kepala di kebanyakan pasien

    (Sackett level 4). Studi lain mendukung konsep ini yang telah dilakukan. Sebagai contoh,

    Bogduk dan Marsland (Sackett level 4) mengevaluasi sakit kepala dengan penghambatan nervus

    ketiga oksipital. Kebanyakan subyek menjelaskan bahwa nyeri mereka telah diringankan; tingkatkeberhasilan 70%. Juga telah ditemukan bahwa pasien yang komplen sakit kepala tambahan

    sakit pada leher ketika saraf ketiga oksipital, saraf oksipital mayor, atau sendi atlantoaxia

    terhambat.Dwyer dkk (Sacket level 4) mengevaluasi bentuk nyeri sendi zigapophyseal pada tulang

    belakang leher 5 volunter sehat. Mereka diperoleh bentuk nyeri yang sama pada pasien studi

    Bogduk dan Marsland. Namun perbedaan antara bentuk ini dalam gejala atau tidak mengalamigejala bahwa nyeri pada pasien dengan gejala lebih lama daripada subyek tidak mengalami

    gejala, menyarankan bahwa bentuk yang ada dihasilkan oleh provokasi dalam subyek

    asimtomatik yang mencerminkan regio utama (regio inti) dari nyeri tipe simtomatik. Penemuan

    ini telah diverifikasi (Sackett level 4) menggunakan peta pengembangan dari studi mereka pada

    volunter sehat, mereka mengevaluasi grup pasien dan regio yang dihambat pada sendizygapophyseallevel penyebab nyeri yang dicurigai. Hasil dari diagnosis terapeutik block positif

    ada pada kebanyakan pasien dan diterima oleh diagnosis yang diberikan oleh pemeriksan klinis.

    Walaupun sampel mereka berjumlah kecil karena pertimbangan etis, mereka menemukan bahwasendi-sendi ini dapat menyebabkan nyeri pada kepala.

    Bentuk nyeri dari sendi atlanto-occipital dan atlantoaxial telah diperoleh pada subyek

    normal. Sendi ini dapat menyebabkan nyeri pada daerah oksipital dan suboksipital yang tidaksesuai dengan kulit atau bentuk nyeri disk (Sackett level 4). Nyeri diprovokasi oleh injeksi

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    14/25

    terutama disebut regio suboksipital dan oksipital tapi tidak mencapai vertex pada tengkorak.

    Bentuk nyeri sendi ini pada subyek normal bertepatan dengan penemuan itu dalam klinis dan

    diverifikasi setelahnya oleh penulis yang sama menggunakan grup pasien simtomatik. Studilainnya yang dilakukan oleh Aprill dkk (Sacket level 4) mencontohkan bahwa pasien yang

    menunjukkan sakit kepala oksipital merasakan sakit merka hasil dari block pada lateral sendi

    atlantoaxial,yang mana diperagakan bahwa karakteristik secara klinis pada nyeri akan menjadimasalah atlantoaxial dan juga menyediakan bukti preeliminari bahwa sendi atlanto-occipitaldan atlantoaxialpada tulang belakang leher dapat menjadi nyeri pada leher dan kepala.

    Hasil dari semua studi sebelumnya terkait keterlibatan sendi zygapophyseal pada nyeri

    craniofacial dan nyeri kepala yang didukung oleh Fukui dkk (Sackett level 4), yangmenghasilkan kembali sakit kepala dan gejala leher pada 61 pasien dengan injeksi medium

    kontras dalam sendi leher (C0-C1 [cranium-atlas] to C7-T1) atau oleh stimulasi elektrik pada

    dorsal rami (C3-C7). Mereka menemukan bahwa nyeri pada regio oksipital telah dirujuk dari

    C2-C3 sendi zygapophyseal, ketika nyeri pada regio leher atas posterolateral yang dirujuk dariC0-C1, C1-C2, dan C2-C3. Nyeri pada regio leher atas posterolateraldirujuk dari C2-C3 dan

    C4-C5. Tambahan, nyeri pada regio suprascapular irujuk dari C4-C5 dan C5-C6; nyeri pada

    sudut superior scapula dari C6-C7; dan nyeri pada regio mid/scapular dari C7-T1.Studi lainnya (Sacket level 4) mengevaluasi efek dari kesterilan air injeksi pada saraf

    oksipital pasien sakit kepala. Penulis menemukan bahwa prosedur ini dapat menyebabkan nyeri

    di area yang disuplai oleh nervus oksipital mayor di area inervasi oleh nervus lain, terutama

    inervasi itu oleh nervus trigeminal ipsilateral, penemuan bahwa bertepatan dengan manifestasiklinis pasien dengan sakit kepala. Demikian, stimulus datang dari leher dapat memacu sakit

    kepala ipsilateral proyeksi dalam area trigeminal (Sackett level 4).

    Publikasi penelitian yang tersedia adalah studi kasus; mereka penjelasan dengan alami dantermasuk ke grup tidak dikontrol (8 Sackett level 4 studi). Hubungan antara sendi leher

    zygapophyseal dan nyeri craniofacial tidak dapat memiliki desain ketat, mereka

    mengindikasikan bahwa injeksi medium kontar mungkin menghasilkan gejala pada subyek

    normal dan bahwa block nervus atau sendi mungkin meringankan nyeri pada subyek yangmengaku sakit pada kepala dan leher. Namun, kekuatan dan sampel pada studi ini tidak mewakili

    populasi; demikian, studi ini hanya dapat diambil sebagai bukti klinis perubahan. Studi dengan

    campuran, acakan dan subyek kontrol penting untuk memberikan kekuatan lebih pada hasil yangdiperoleh oleh penulis. Analisis dari informasi terkait sendi leher dan nyeri craniofacialterdapat

    pada Tabel 3.

    Tabel 3 Analisis Studi Terkait Hubungan Antara Sendi Leher, Persarafannya dan Nyeri CraniofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Aprill dkk (2002) Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    34 pasien dengan gejala sakit kepala

    menjalani block lateral atlantoaxial

    21 pasien memperoleh total bebas dari

    gejala (62% sukses).Aprill dkk (1990) Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    10 pasien dengan nyeri leher, kepala, bahu

    dan ekstremitas atas.

    Studi diagnosis melalui block anestesi pada

    sendi leher.

    Diagnosis petugas klinis telah dikonfirmasi

    oleh block saraf di 80% kasus. Bentuk nyeri

    dari sendi leher telah dikonfirmasi.

    Bogduk dan

    Marsland (1986)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel: 10 pasien dengan sakit kepala oksipital dan

    suboksipital menjalankan injeksi block

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    15/25

    (grup kontrol)

    Hasil:

    Komentar:

    oksipital ketiga.

    7 dari 10 pasien memperoleh pembebasan

    gejala setelah di block nervus oksipital

    ketiga nya.

    Rangkaian kasus (bukan grup kontrol).

    Namun kontrol block pada sendi berbeda

    tanpa gejala di 5 pasien sebagai kontrol.Bogduk dan

    Marsland (1988)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    24 subyek dengan nyeri leher, 14 dari

    mereka yang memiliki gejala sakit kepala.

    Diagnosis block telah digunakan.

    18 pasien merasakan bebas dari nyeri

    setelah block pada sendi yang spesifik (72%

    sukses). Bentuk nyeri telah diperoleh dari

    pasien ini.

    Dreyfuss dkk

    (1994)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    5 volunter sehat.

    Injeksi intra-artikular dari sendi atlanto-

    occipital dan lateral atlantoaxial telah

    diberikan kepada bentuk nyeri yang

    menentukan pada sendi ini.

    Bentuk nyeri dari sendi ini telah diperoleh.

    Dwyer dkk

    (1990)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    5 volunter (sampel berjumlah kecil).

    Bentuk nyeri diperoleh dari sendi leher.

    Fukui dkk (1996) Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    61 pasien (181 sendi dan 62 dorsal rami)

    yang memiliki nyeri pada leher, kepala, dan

    bahu menjalani injeksi stimulus untuk sendi

    zygapophysealleher, dan dorsal sami.

    Bentuk nyeri telah diperoleh.

    Piovesan dkk

    (2001)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    Komentar:

    3 volunter.Gejala sakit kepala telah dihasilkan setelah

    injeksi pada nervus oksipital mayor.

    Hasil memperkuat bukti sebelumnya dari

    konvergensi tengah aferen leher. Namun,karena sample sedikit, hasil hanya dapat

    dianggap bukti klinis

    Otot-otot Leher, Sindrom Nyeri Myofascial, dan Nyeri Craniofacial

    Myofascial pain syndrome (MFPS) adalah nyeri yang dihasilkan dari myofascial trigger

    points (TPs), yang mana tempat yang sangat lokal dan titik hiperiritasi di sebuah pita kencangteraba pada serat otot skeletal. MFPS dapat dihubungkan dengan kelainan neuromusculoskeletal

    lainnya dan dan dapat diperburuk dengan stress mekanikal, metabolisme yang tidak cukup, dan

    faktor-faktor psikologi (Sackett level 5). MFPS dapat berhubungan dengan nyeri tetap yang

    kadang ada dan hilang. Nyeri leher myofascial berhubungan dengan gejala neuro-otologic,termasuk ketidakseimbangan, kelelahan, dan tinnitus. Gejala neurologi lainnya termasuk

    paresthesia, mati rasa, penglihatan kabur, dan gemetaran (Sackett level 4 dan 5). Untuk

    informasi lainnya pembaca disarankan untuk membaca beberapa informasi spesifik tentang

    MFPS.Pengalaman klinis menggambarkan MFPS dari otot leher dapat mengacu sakit ke area

    wajah (Sacket level 4). Aktif TPs, yang mana titik dengan nyeri spontan atau nyeri respon dari

    gerakan, (Sackett level 5) telah ditemukan di pasien sakit kepala dan neuralgia oksipital (Sackettlevel 4). Nyeri myofascialdirujuk dari TPs di otot mungkin bertanggung jawab pada sakit kepala

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    16/25

    daerah leher. Selanjutnya, stimulasi dari TPs selama sakit kepala menyerang terus menerus

    kepala (Sackeet level 4). Ketidakaktifan TPs ini dapat mengeliminasi gejala dengan baik. TPs

    dari otot suboksipital mungkin menyebabkan nyeri oksipital pada pasien dengan neuralgiaoksipital (Sackett level 4). Selain itu pengobatan TPs padasplenius capitisdansplenius cervicisdapat meringankan nyeri pada pasies yang didiagnosis dengan neuralgia oksipital.

    Beberapa otot lebih terlibat daripada lainnya di nyeri yang mungkin dapat dirujuk darileher ke kepala dan area wajah. Otot menerima inervasi sensitivitas mereka dari akar saraf C1-C3, seperti otot cervico-occipital, sternocleidomastoid (disuplai oleh C1-C2), trapezius (C1-C2

    akar saraf),splenius cervicis dan capitis (saraf C2-C3) dansemispinalis cervicis dan capitis (C3

    akar saraf), dapat melihat nyeri melalui aktifitas TPs untuk beberapa regio kepala (Sackett level4). Rasa sakit dari otot ini telah dijelaskan oleh Simon secara detail (Sackett level 5). Sebagai

    contoh otot trapezius melihat rasa sakit pada kepala, leher, dan regio orbital maupun perorbital.

    Sternocleidomastoid dapat menyebabkan nyeri pada regio frontotemporal, occiput, vertex, dahi,

    dan mata. Nyeri biasanya berasal dari splenius capitis dan splenius cervicis ke vertex padakepala di sisi yang sama, area dibalik mata dan occiput. Oto cervico-occipital memberikan rasa

    sakit dari occiput, mata, dan dahi (Sackett level 4 dan 5).

    Friction dkk (Sackett level 4) menjelaskan bentuk nyeri dari 164 pasien didiagnosis denganMFPS dan ditemukan hasil yang dapat disetujui dengan bentuk nyeri yang dijelaskan

    sebelumnya oleh Simon (Sackett level 5), menerima konsep bahwa MFPS dapat menyebabkan

    nyeri pada regio tengkorak dan wajah. Dengan menarik, studi dilakukan oleh Wright (Sackett

    level 4) dengan 230 TMD pasien bahwa sumber sakit paling banyak di regi craniofacial dariotot trapezius (melalui rabaan). Carlson dkk (Sackett level 4) menemukan pada grup pasien

    dengan MFPS dari trapezius atas bahwa injeksi di TP pada otot ini disebabkan penurunan rasa

    sakit di otot masseter dan penurunan di aktifitas elektromyografinya (EMG) di grup pasien yangsama. Hubungan antara otot trapezius injeksi TP dan penurunan aktifitas pada otot masseter

    adalah penemuan yang mana diminta studi lebih, sejak sampel sedikit dan evaluasi EMG tidak

    memiliki kejelasan dan metodologi yang bermasalah. Adapun kesimpulan yang diperoleh pada

    studi ini dipertimbangkan dengan hati-hati.Studi ini menggunakan injeksi anestesi lower intramuscular telah menghasilkan hasil baik

    mengurangi gejala pada pasien dengan nyeri leher dan kepala (Sackett level 4). Namun, studi ini

    telah dilakukan di 7 pasien dan teknik yang digunakan termasuk otot yang diinjeksi tidak tepatdidefinisikan, yang menyebabkan kesimpulan lemah (Tabel 4).

    Tabel 4 Studi Terkait Hubungan Antara Sindrom Nyeri Cervical Myofascialdan Nyeri CraniofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Antilla dkk

    (2002)

    Cross sectional

    dengan acak.

    Seleksi acak

    pada subyek

    3b Sampel:

    Kekuatan:

    Metode:

    Hasil:

    183 anak-anak (59 migren, 65 tekanan

    seperti sakit kepala, dan 59 subyek kontrol)

    85% (P < 05)

    Pemeriksaan buta poin tender dari

    pericranial dan otot yang melingkari bahu.Anak-anak dengan migren mempunyai

    penurunan kelembutan di pericranial dan

    regio leher-bahu dibandingkan dengan

    kontrol dan tipe pasien sakit kepala.

    Carlson dkk

    (1993)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    20 pasien dengan titik pemacu trapezius atas

    dan nyeri pada ipsilateral otot masseter.

    Titik injeksi memacu trapezius atas

    mengurangi rasa sakit dan mengurangi

    aktifitas EMG di otot masseter.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    17/25

    Komentar: Masalah validasi metodologi pada hasil

    (EMG tidak normal).

    Fredrikson dkk

    (1987)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    11 pasien dengan dakit kepala cervicogenic

    Pada 10 pasien, serangan cervicogenictelah

    dipresipitasi oleh tekanan manual TP pada

    leher

    Fricton dkk(1985) DeskriptifStudi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:Hasil: 164 pasienPola MFPS telah diperoleh dari studi ini.

    Graff-Radford

    dkk (1986)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    3 pasien dengan sakit kepala cervicogenic.

    Penurunan gejala setelah injeksi TP pada

    splenius capitis

    Hong dan Simons

    (1998)

    Deskriptif

    Tinjauan

    5 Pendapat ahli

    Jaeger (1989) Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    11 pasien dengan sakit kepala cervicogenic.

    Pasien menunjukkan disfungsi leher dan

    MFPS, yang mana telah menyebabkan sakit

    kepala. Setelah pengobatam nyerimyofascial, 5 pasien merasakan gejala

    mereda.

    Mellick dan

    Mellick (2003)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    7 subyek

    Gejala mereda setelah injeksi anestesi leher

    bawah pasien dengan nyeri kepala atau

    wajah

    Simons (1999) Deskriptif 5 Pendapat ahli

    Wright (2000) Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    230 pasien dengan TMD

    Bentuk nyeri MFPS. Sumber yang paling

    penting yang dimaksud nyeri pada regio

    craniofacialadalah otot trapezius.

    Anttila dkk (Sackett level 3b) mengevaluasi kelembutan di pericranial dan regio leher-bahupada anak-anak. Mereka menemukan bahwa anak-anak dengan migren memiliki penurunankelembutan di pericranial dan regi leher-bahu dibandingkan dengan anak-anak dengan tipe

    tegang sakit kepala dan subyek kontrol, hasinya yang ditunjukkan bahwa sensitifitas myofascial

    dari otot ini telah ditingkatkan, terutama pada hubungan dengan sakit kepala parah.Berdasarkan pada informasi ini, evaluasi MFPS dan otot leher harus dipertimbangkan

    ketika evaluasi dan pasien pengobatan dengan sakit kepala dan masalah nyeri craniofacial

    seperti sakit kepala cervicogenic, neuralgia oksipital, sakit kepala kronis, pericranial kelembutan,dan nyeri kepala bertujuan untuk potensial hubungan dengan gejala pada kepala danorofacial.Berdasarkan pada literatur yang ada, kebanyakan studi dijelaskan dukungan hubungan antara

    nyeri leher myofascialdan rasa nyeri pada regio craniofacial.Adapun pengobatan TPs otot leher

    dapat meringankan gejala yang dirasakan oleh pasien dengan sakit kepala da nyeri craniofacial(Sackett level 5). Demikian informasi yang ditunjukkan hubungan nyeri leher myofascial dannyeri craniofacialmenindikasi bahwa secara klinis leher MFPS telah dihubungkan dengan nyeri

    craniofacial. Namun, dari perspektif penelitian, studi pengganti dengan keketatan ilmiah

    dibutuhkan untuk mengklarifikasi peran TPs dari area leher dan hubungan merekadengan nyericraniofacial.Untuk analisa detail dari studi, lihat Tabel 4.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    18/25

    Otot Leher, Model Eksperimen Nyeri, dan Nyeri Craniofacial

    Studi perilaku nyeri melalui model eksperimen nyeri menjadi strategi digunakan untuk

    menstimulasi kondisi sakit dan untuk meneliti kebiasaan motorik untuk mempelajari fisiologi

    nyeri otot dengan waktu dan lokasi yang bervariasi. Kebanyakan yang digunakan dan metode

    yang sukses untuk memancing nyeri telah diinjeksi hypertonic salinekedalam otot untuk model

    nyeri jaringan dalam pada manusia sehat. Nyeri yang dipakai untuk eksperimen telah diterima.Ini telah dikontribusi untuk mengerti nyeri lokal dan telah diikuti perkembangan pada diagnosis

    dan treatment dari kondisi sakit. Walaupun secara eksperimen nyeri diinduksi adalah singkat, initalah ditunjukkan untuk menginduksi perubahan jangka panjang di sistem saraf pusat (SSP) pada

    binatang. Beberapa eksperimen memeriksa efek sensoris dari model nyeri eksperimen di otot

    leher dan rahang telah diikuti untuk mengetahui manifestasi klinis dari nyeri pasien dengan nyericraniofacial. Sebagai contoh, Svensson dkk (Sackett level 3b) menemukan bahwa injeksi

    glutamat pada otot splenius capitis nyeri untuk regio ipsilateral leher dan oksipital, dan pada

    beberapa subyek, melalui kepala atas ipsilateral dan regio temporal (46,15%). Pada 1 subyek,

    pola sumber dicapai gigi dan regio masseter. Pada studi lainnya (Sackett level 3b), cairanhypertonic saline pada trapezius atas disebut nyeri didasar leher pada 83% subyek, area infra-

    auricular 50%, dan area retroauricular 42%. Penemuan yang sama juga dicata oleh Ge dkk(Sackett level 3b); namun, Komiyama dkk menemukan penyebaran nyeri yang lebih besar ke

    regio sendi temporomandibula daripada Ge dkk atau Madeleine dkk (Sackett level 3b). Menurutpenulis-penulis ini, area nyeri disebutkan banyak pada subyek tumpang tindih area dimana gejala

    TMD sering disebutkan. Tambahan, eksperimental nyeri pada trapezius atas disebabkan

    penurunan signifikan dalam arti pembukaan mulut maksimal (54 47,8 mm). Svensson dkk(Sackett level 3b) memeriksan perilaku motorik selama perbedaan posisi kepala terhadap

    sternocleidomastoid, splenius capitis, dan oto masseter ketika glutamate telah diinjeksi ke dalam

    masseter dan splenius capitis. Mereka menemukan bahwa ketika glutamate diinjeksikan kedalam

    masseter, aktifitas EMG terhadap masseter sama seperti sternocleidomastoid ditingkatkan.Namun, ketika glutamat telah diinjeksi kedalam splenius, aktifitas berubah hanya pada

    sternocleidomastoid. Tidak ada perubahan signifikan diteliti pada otot masseter, walaupunadakecenderungan penghambatan selama cengkraman maksimal. Penulis menandakan faktabahawa nyeri otot rahang dapat dihubungkan pada peningkatan di aktifitas EMG leher dengan

    kepala dan leher beristirahat. Grup penelitian yang sama (Sackett level 3b) memeriksa efek dari

    nyeri induksi glutamat pada otot masseter dan splenius pada aktifitas EMG dan pada reflekreganga otot sternocleidomastoid dan otot masseter. Mereka menemukan bahwa amplitud normal

    aktifitas EMG dari otot masseter dan sternocleidomastoid secara signifikan lebih tinggi ketika

    nyeri diinduksi di otot masseter sama seperti otot splenius. Menurut penulis, meskipun

    implikasi klinis dari penemuan ini tidak jelas, mereka menandai interaksi antara regiocraniofacial dan leher pada perubahan neuromuscular yang mungkin dihasilkan dari nyeri

    musculoskeletal di regio lainnya (p. 1292) (Tabel 5).

    Cakram Leher dan Nyeri Craniofacial

    Berdasarkan deskripsi anatomis cakram leher oleh Bogduk dkk (Sackett level 4), inidiketahui bahwa patologi cakram (disk) dapat dihubungkan dengan nyeri. Saraf sinuvertebral

    mensuplai cakaram pada tingkat masuk (level sama) dan cakram bawah. Cabang dari saraf

    vertebral mensuplai aspek lateral dari cakram leher. Selanjutnya, ditemukan bahwa serabut akarada di sedalam annulus fibrosusluar ketiga.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    19/25

    Tabel 5 Studi Terkait Hubungan Antara Nyeri Otot Eksperimental dan Nyeri CraniofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Komiyama dkk

    (2005)

    Studi cross

    sectional

    menggunakan

    stimulus tidak

    menyakitkansebagai kontrol.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    12 pria sehat.

    Nyeri otot dirasakan terkontrol pada otot

    trapezius atas menggunakan hypertonic

    saline (6%)

    Pola nyeri dari trapezius atas telahdiperoleh. Nyeri kadang menyebar ke area

    infra-auricular. Pembukaan mulut secara

    signifikan dikembalikan setelah nyeri

    ekperimental telah diinduksi di trapezius

    atas.

    Ge dkk (2003) Studi cross

    sectional

    menggunakan

    stimulus tidak

    menyakitkan

    sebagai kontrol.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    15 volunter sehat (14 pria, 1 wanita)

    Nyeri otot dirasakan terkontrol pada otot

    trapezius atas dibangkitkan oleh hypertonic

    saline (6%) (unilateral dan bilateral).

    Pola nyeri dari trapezius atas telah

    diperoleh. Nyeri dari injeksi bilateral

    kadang menyebar ke area terpencil seperti

    regio temporal, regio orofacial mandibula,lengan atas, dan posterolateral leher. Nyeri

    eksperimental telah diinduksi di trapezius

    atas.

    Svensson dkk

    (2004)

    Studi cross

    sectional

    menggunakan

    stimulus tidak

    menyakitkan

    sebagai kontrol.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    19 pria sehat

    Nyeri otot dirasakan terkontrol pada

    masseter dan otot splenius dibangkitkan

    oleh glutamat.

    Glutamat diinjeksi di otot masseter telah

    dihubungkan dengan peningkatan aktifitas

    EMG pada masseter, sternocleidomastoid,

    dan otot splenius saat istirahat.

    Svensson dkk

    (2005)

    Studi cross

    sectional

    menggunakan

    stimulus tidak

    menyakitkan

    sebagai kontrol.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    26 pria sehat

    Nyeri otot dirasakan terkontrol diinduksi

    oleh glutamat injeksi pada otot masseter dan

    otot splenius.

    Pola nyeri dari otot masseter dan splenius

    telah diperoleh. Pola nyeri masseter tidak

    sampai pada regio leher; namun, nyeri dari

    otot splenius meluas hingga regio temporal.

    Wang dkk (2004) Studi cross

    sectional

    menggunakan

    stimulus tidak

    menyakitkan

    sebagai kontrol.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    19 pria sehat

    Nyeri otot dirasakan terkontrol diinduksi

    oleh injeksi glutamat di masseter dan otot

    splenius.

    Nyeri ekperimental pada masseter dan

    splenius dibangkitkan peningkatan pada

    refleks regang amplitud pada masseter dan

    sternocleidomastoid.

    Madeleine dkk

    (1998)

    Studi cross

    sectional

    menggunakan

    stimulus tidak

    menyakitkan

    sebagai kontrol.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    20 pria sehat

    Nyeri diinduksi oleh injeksi intramuscular

    hypertonic saline di otot trapezius dan otot

    infraspinatus.

    Pola nyeri dari otot-otot ini telah diperoleh.

    Pola yang dimaksud dari otot trapezius di

    aspek posterolateral leher dan sekitar regio

    temporal mandibula; untuk otot

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    20/25

    infraspinatus, mereka dari bagian anterio

    bahu.

    Tabel 6 Analisa dari Studi Terkait Hubungan Cakram Leher dan Nyeri OrofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Bogduk dkk

    (1988)

    Deskriptif 5 Sampel:

    Hasil:

    10 cadaver manusia dewasa dibalsem

    Penjelasan anatomis dari inervasi disc leher.

    Grub dan Kelly

    (2000)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    160 pasien dengan nyeri leher keras

    Prosedur diskografi

    Pola nyeri disc telah diperoleh

    Schellhas dkk

    (2000)

    Deskriptif

    Studi kasus

    5 Sampel:

    Hasil:

    40 pasien dengan dicurigai degenerasi disc

    Pola nyeri disc dari C2-C3 telah diperoleh

    Schellhas dkk

    (1996)

    Studi cross

    sectional.

    3b Sampel:

    Metode:

    Hasil:

    10 kontrol dan 10 pasien dengan tidak sadar

    nyeri kepala-leher kronis

    Eksperimen dan grup kontrol menjalani

    diskografi pada C3-C4 melalui C6-C7

    setelah penggambaran resonansi

    Pola nyeri disc telah diperoleh

    Nyeri berasal dari disc (cakram) tulang belakang leher dapat menyebabkan sakit kepala.Grubb dan Kelly (Sackett level 4) dan Schellhas dkk memperoleh hasil yang sama berhubungan

    dengan sumber pola cakram leher. Mereka membuat kembali gejala melalui prosedur diskografi.

    Mereka melaporkan bahwa cakram atas dari tulang belakang leher (C2-C3 disc) nyeri dimaksud

    untuk area leher atas. Nyeri ini kadang menyebar ke regio oksipital dan kepala yang disebutsebagai sakit kepala oksipital, dengan nyeri kadang pada level tenggorokan dan telinga. Tulang

    belakang C3-C4 level nyeri sama dengan C2-C3 tulang belakang. Nyeri pada mastoid, rahang,

    sendi temporomandibular, area parietal, occiput, craniovertebral junction, leher, punggung atas,

    otot trapezius, atas bahu, ektremitas atas, tenggorokan, dan regio interscapula. Menurut Grub dan

    Kelly, stimulasi dari disk C4-C5 dan bawah tidak menyebabkan sakit di regio kepala. Nyeri diskdisebut terutama untuk leher dan ektremitas atas. Namun menurut laporan dari Schellhas dkk,

    nyeri dari disc C4-C5 dapat dirasakan di mastoid, sendi temporomandibula, regio parietal,occiput, dan craniovertebral junction. Namun data ini berasal dari sampel pasien sedikit (40 dan

    10 pasien) dibanding dengan studi 160 pasien oleh Grub dan Kelly.

    Informasi ini tersedia dalam disc intervertebral leher terbatas untuk beberapa studi karenaprosedur untuk mengevaluasi nyeri terkait disc interbvertebral adalah invasif. Studi ini

    menjelaskan dan jarak dari level 3b ke 5; namun demikian, mereka menunjukkan kecenderungan

    melalui hubungan antara disc leher dan nyeri craniofacial. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

    Tabel 6.

    Kepala dan Postur Leher, dan Bukti Klinis Hubungan Tulang Belakang Leher denganTMD sebagai Sumber Nyeri Craniofacial

    TMD telah terkait dengan perubahan di kepala dan postur leher (lihat Tabel 7 untuk detail).

    Sebagai contoh, Nicolakis dkk (Sackett level 3b) menunjukkan bahwa pasien dengan TMD

    memiliki kelainan postur lebih banyak dibandingkan kontrol. Penemuan ini sama diperoleh olehBraun (Sackett level 4) dan Armijo Olivo dkk (Sackett level 3b. Mereka melaporkan bahwa

    pasien dengan TMD mempunyai kecenderungan untuk mempunya posisi kepala kedepan dan

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    21/25

    juga penurunan lordosis leher dibandingkan dengan kontrol sehat. Penemuan ini telah disetujui

    dengan studi yang dilakukan oleh Lee dkk (Sackett level 3b), yang menyimpulkan bahwa postur

    kepala secara signifikan berbeda antara pasien denga TMD dan kelompok kontrol. Tambahan,hubungan dekat antara perbaikan kepala dan postur leher dan pereda gejala TMD telah

    ditemukan (level 1b). Namun, beberapa studi tidak mendukung penemuan ini. Sebagai contoh,

    Hackney dkk (Sackett level 3b), yang mempelajari hubungan antara kekacauan internal senditemporomandibula dan postur kepala, dilaorkan bahwa pasien dan kontrol sehat tidak memilikiperbedaan di postur kepala. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Visscher dkk

    (Sackett level 3b), yang tidak ditemukan perbedaan signifikan postur kepala antara pasien

    dengan TMD dan disfungsi tulang belakang leher dan kontol sehat.Tinjauan sistematik terbaru ini tentang hubungan antara postur kepala dan leher dan TMD,

    menyimpulkan bahwa kebanyakan studi memeriksan hubungan ini memiliki metodologikal

    kualitas rendah; dan karena itu, mereka menemukan dan menyimpulkan harus diinpretasikan

    dengan hati-hati. Berdasarkan penemuan ini tidak jelas bahwa postur kepala dan leher terkaitdengan intraartikular dan otot TMD. Studi kontrol lainnya dengan sampel banyak, tujuan

    evaluasi postur dan diagnosis tepat TMD penting. Analisa pada studi ini dimaksudkan untuk

    hubungan antara postur kepala dan leher dan TMD disajikan pada Tabel 7.

    Tabel 7 Analisa Studi Terkait Kepala dan Postur Leher dan TMDPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Armijo-Olivo

    dkk (2001)

    Cross-sectional

    studi

    3b Sampel:

    kekuatan:

    Metode:

    Hasil:

    25 subyek dengan TMD dan 25 subyek

    0,94

    Analisis deskriptif dengan grup

    eksperimental dan kontrol

    Pasien dengan displacement disk anterior

    memiliki kecenderungan untuk

    menunjukkan rotasi posterior kepala dan

    penurunan lordosis leher dibandingkan

    dengan kontrol grup.

    Braun (1991) Deskriptifcross-sectional

    studi (grup

    eksperimental

    dan kontrol)

    4 Sampel:

    Komentar:

    Hasil:

    40 subyek tanpa gejala dan 9 subyek dengangejala.

    Kekuatan lemah; subyek dengan gejala

    tidak mewakili populasi; statistik analisis

    lemah

    Pasien wanita dengan TMD menunjukkan

    posisi kepala kedepan mayor daripada

    kontrol sehat.

    Darlow dkk

    (1987)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi

    3b Sampel:

    Kekuatan:

    Hasil:

    30 pasien dengan nyeri myofacialpada otot

    masseter dan 30 pasien kontrol

    0,37

    Tidak ada perbedaan signifikan pada

    posture yang ditemukan antara nyeri

    myofacial dan kontrol sehat.Hackney dkk

    (1993)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi (grup

    eksperimental

    dan kontrol)

    3b Sampel:

    Hasil:

    22 pasien dengan kekacauan internal dan 22

    volunter sehat

    Tidak ada perbedaan antara pasien dan

    kontrol di postur kepala

    Huggare dan

    Raustia (1992)

    Studi kelompok 4 Sampel:

    Komentar:

    16 subyek dengan TMD dan 16 subyek

    tanpa gejala.

    Analisis statistik tidaktepat untuk semua

    hasil; kualitas buruk

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    22/25

    Hasil: Postur kepala berubah setelah pengobatan;

    mungkin telah dihubungkan dengan

    penurunan gejala TMD.

    Kritsineli dan

    Shim (1992)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Metode:

    Komentar:

    Hasil:

    40 anak dengan gigi sulung dan 40 anak

    dengan gigi campuran.

    TMD dan faktor maloklusi telah dievaluasi

    dan postur kepala telah diukur.Analisis statistik tidak jelas.

    Posisi kepala kedepan mempunyai

    hubungan signifikan untuk TMD di

    kelompok gigi campuran.

    Lee dkk (1995) Deskriptif

    cross-sectional

    studi (grup

    eksperimental

    dan kontrol)

    3b Sampel:

    Komentar:

    Hasil:

    33 pasien dengan TMD dan 33 subyek

    sehat.

    Diagnosis TMD campuran.

    Kepala diposisikan lebih kedepan dengan

    pasien TMD dibanding pada volunter sehat.

    Nicolakis dkk

    (2000)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi (grup

    eksperimental

    dan kontrol)

    3b Sampel:

    Komentar:

    Hasil:

    25 pasien dengan TMD dan 25 subyek

    kontrol.

    Penjelasan umum tentang postur.

    Pasien TMD memiliki lebih banyak

    kelainan postur dibanding kontrol sehat.

    Sonnesen dkk

    (2001)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Komentar:

    Hasil:

    96 anak-anak

    Diagnosa TMD dicampur dan berdasarkan

    indeks Helkimo; sampel dengan kategori

    (otot, masalah artikular) kecil; perhatian

    diperlukan untuk analisa hasil.

    Anak-anak dengan klik dan berkurangnya

    kemampuan sendi telah jelas posisi kepala

    kedepan.

    Vischer dkk

    (2002)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi (grup

    eksperimental

    dan kontrol)

    3b Sampel:

    Komentar:

    Hasil:

    85 bukan pasien dan 106 pasien

    Analisa postur telah dilakukan oleh grup

    (otot, artikular atau campuran). Sampel

    mudah digunakan. Diagnosa jelas (otot,

    artikular atau campuran). Namun jumlahsampel tiap grup sangat tidak sama;

    demikian, pengawasan harus digunakan

    pada pembuatan perbandingan antar grup.

    Tidak ada perbedaan signifika pada postur

    kepala antara pasien dan subyek sehat.

    Wright dkk

    (2000)

    Percobaan

    kontrol acak

    1b Sampel:

    Hasil:

    51 wanita dan 9 pria pada rentang usia 18-

    60 tahun dengan diagnosis TMD nyeri

    parah pada otot masseter selama minimal 6

    bulan.

    Secara statistik ada perbaikan signifikan

    pada indeks keparahan gejala, maksimal

    nyeri pembukaan dan ambang tekanan pada

    grup terlatih dibanding dengan manajemensendiri. Penulis menyimpulkan bahwa

    latihan postur dan TMD manajemen sendiri

    bersamaan lebih efektif dibanding hanya

    manajemen sendiri untuk pasien TMD,

    secara spesifik dengan masalah otot.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    23/25

    Hubungan Antara Disfungsi Tulang Belakang Leher dan TMD

    Disfungsi tulang belakang leher adalah istilah gabungan dari masalah klinis struktur

    musculoskeletal pada tulang belakang leher. Nyeri dengan sering dirasakan dengan gerakan

    kepala atau saat memposisikan kepala. Nyeri leher terkait macrotrauma (nyeri akut) atau

    microtrauma(nyeri kronis) terkadang menjadi gejala utama dari disfungsi tulang belakang leher.

    Sendi atau jaringan periartikular yang mengelilingi tulang belakang leher terpengaruh. Disfungsitulang belakang leher telah dihubungkan dengan TMD (untuk lebih detail lihat tabel 8). De Wijer

    dkk (Sackett level 4) menyimpulkan bahwa gejala sistem stomatognatik tumpang tindih padapasien dengan TMD dan disfungsi tulang belakang leher, dan gejala tulang belakang leher

    tumpang tindih dengan grup pasien yang sama (TMD dan disfungsi tulang belakang leher). Juga

    ditemukan pada pasien dengan TMD kronis lebih jarang menderita nyeri tulang belakang leherdaripada yang tanpa kelainan (Sackett level 3b). Stiesch-Scholz dkk (Sackett level 3b)

    menemukan bahwa disfungsi fungsional tanpa gejala tulang belakang leher lebih banyak terjadi

    pada pasien dengan kerusakan internal sendi temporomandibula daripada grup kontrol. Adanya

    titik lemah pada leher dan bahu di pasien dengan diagnosa sama lebih umum, terutama padatulang belakang leher segmen atas, dibandingkan dengan kontrol sehat. Hasil ini disetujui dengan

    penemuan oleh Sipila dkk (Sackett level 3b). Mereka menemukan bahwa nyeri pada wajah telahdikaitkan dengan nyeri di area leher dan nyeri klinis muncul dengan palpasi pada otot area leher

    dan oksipital. Perbedaan signifikan pada kemampuan tulang belakang leher tidak ditemukanantara pasien dengan nyeri wajah dan kontrol. Tambahan, Ciancaglini dkk (Sackett level 3b)

    menganalisis sampel secara acak dari 483 orang Italia Utara dan positif ditemukan hubungan

    antara nyeri leher dengan TMD. Hubungan ini lebih jelas ketika disfungsi TMD lebih parah.Hasil yang ditunjukkan bahwa pasien TMD mempunyai lebih banyak resiko dua kali lipat (rasio

    lebih banyak 2,33) nyeri leher daripada pasien tanpa TMD (rasio lebih banyak 1). (Rasio lebih

    banyak menyediakan waktu estimasi resiko nyeri leher meningkat untuk subyek sendiri ketika

    TMD terjadi). Gejala individual seperti nyeri wajah dan rahang secara signifikan terkait dengannyeri leher dengan rasio 2,09. Berdasarkan hasil ini, penulus menyarankan bahwa hubungan

    antara byeri leher dan TMD mungkin ada dan bahwa pemeriksaan sistematis klinis pada areatulang belakang leher dapat menjadi penting pada identifikasi dapat menyebabkan nyericraniofacial. Laporan terkini, Pallegama dkk menemukan bahwa pasien dengn myogenous TMD

    mengalami peningkatan aktifitas istirahat EMG pada trapezius atas sama seperti otot

    sternocleidomastoid ketika dibandingkan subyek kontrol. Adanya nyeri pada ototsternocleidomastoid dan trapezius secara signifikan terkait dengan nyeri otot pengunyahan tanpa

    displacement disc. Analisis studi terkait hubungan antar kepala dan postur leher dan TMD

    tersedia di tabel 8.

    Bahkan jika hubungan antara disfungsi tulang belakang leher dan TMD telah didukunghanya oleh studi level 3b dan level 4 (Sackett), klinis cenderung ditunjukkan. Namun untuk

    mendukung hubungan sebab akibat, studi lebih teliti seperti studi kelompok, harus dilakukan.

    Tabel 8 Analisa Studi Terkait Hubungan Antara Disfungsi Tulang Belakang Leher dan TMDPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan

    Ciancaglini dkk

    (1999)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi

    3b Sampel:

    Hasil:

    483 subyek dipilih secara acak

    188 pasien (38,9%) memiliki nyeri leher

    dan 266 pasien (55,1%) memiliki TMD.

    Hubungan signifikan telah ditemukan antara

    nyeri leher dan TMD. Keparahan nyeri leher

    meningkat dengan keparahan TMD.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    24/25

    De Wijer dkk

    (1996)

    Deskriptif

    Studi kasus

    4 Sampel:

    Hasil:

    111 pasien dengan mengaku TMD dan 103

    pasien dengan cervical spine dysfunction

    (CSD)..

    Tidak ada bukti pendukung teori konsep

    bahwa CSD mungkin meningkatkan TMD.

    Pasien dengan TMD berbeda dari pasien

    dengan TMD mengenai tanda dan gejalabruxism, suara sendi, gejala dalam dan

    sekitar telinga, nyeri dimensi.

    De Wijer dkk

    (1996)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 Sampel:

    Hasil:

    111 pasien dengan TMD dan 103 pasien

    dengan gejala CSD

    Pasien dengan CSD memiliki tanda dan

    gejala TMD.

    De Wijer dkk

    (1996)

    Deskriptif

    Studi kasus

    (bukan grup

    kontrol)

    4 111 pasien dengan TMD dan 103 pasien

    dengan CSD.

    Ada kecenderungan tumpang tindih antar

    pasien dengan tada dan gejala TMD dan

    pasien dengan CSD.

    Fink dkk (2002) Deskriptif

    cross-sectional

    studi

    3b Sampel:

    Hasil:

    30 pasien (dengan rasa sakit kerusakan

    internal) tanpa masalah subyektif leher dan

    grup kontor terdiri dari 30 subyek sehat.

    Pasien dengan kerusakan internal

    menunjukkan lebih sedikit kelainan leher di

    tulang belakang leher daripada kontrol

    sehat.

    Sipila dkk

    (2002)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi

    3b Sampel:

    Hasil:

    40 pasien dengan nyeri orofacial dan 40

    kontrol secara acak dipilih dari total 162

    pasien dan 200 kontrol.

    Nyeri wajah berhubungan kuat dengan

    TMD

    Siesch-Scholz

    dkk (2003)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi

    3b Sampel:

    Hasil:

    30 pasien (dengan rasa sakit kerusakan

    internal) tanpa masalah subyektif leher dan

    grup kontor terdiri dari 30 subyek sehat.

    Pasien dengan kerusakan internalmenunjukkan nyeri pada tekanan otot leher

    lebih sering daripada kontrol sehat.

    Visscher dkk

    (2001)

    Deskriptif

    cross-sectional

    studi (grup

    eksperimental

    dan kontrol)

    3b Sampel:

    Hasil:

    Sampel dari 147 pasien dengan

    craniomandibular disorders (CMD)

    mengeluh dan 103 subyek sehat (grup

    kontrol)

    Pasien dengan CMD menderita dari CSD

    lebih sering daripada orang tanpa itu.

    Pallegama dkk

    (2004)

    Studi cross-

    sectional

    3b Sampel:

    Hasil:

    Komentar:

    38 volunter dengan TMD myogenous (16

    pria dan 22 wanita, rata-rata usia 29 tahun)

    dan sekelompok dari 41 orang sehat

    Pasien dengan myogenous TMD mengalami

    peningkatan aktifitas istirahat EMG padaotot trapezius atas sama seperti otot

    sternocleidomastoid ketika dibandingkan

    dengan subyek kontrol.

    Tidak ada normalisasi aktifitas EMG.

    Hasil interpretasi dengan hati-hati.

  • 5/24/2018 Jurnal Blok SS

    25/25

    Kesimpulan

    Hubungan tulang belakang leher, sistem stomatognatik dan nyeri craniofacial telah

    disajikan pada tinjauan kritis ini. Namun jika satu analisis informasi ditunjukkan dari perspektif

    penelitian, dan berdasarkan level bukti yang ditunjukkan oleh Sackett dkk, dapat dilihat bahwa

    kebanyakan studi termasuk tinjauan ini adalah pengalaman deskriptif, studi cross sectional, studi

    kelompok, dengan sampel jumlah kecil, dan pemeriksaan lainnya denga kekuatan lemah. Studiini harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena kurangnya kekuatan ilmiah mereka. Namun,

    mereka menunjukkan kecenderungan melalui hubungan antara tulang belakang leher, strukturleher, dan nyeri craniofacial. Kecenderungan ini seharusnya tidak sepelekan. Pemeriksaan

    selanjutnya terjadi pada topik ini seharusnya mempertimbangkan penemuan pada tinjauan ini

    ketika percobaan selanjutnya dan berusaha untuk mengatasi keterbatasan studi yang ada (contoh,sampel sedikit, kekuatan lemah, kurang pengacakan, kurang kontrol.

    Meskipun metode evaluasi Sackett sangat mudah digunakan untuk organisasi hirarki studi ,

    metode memiliki kelemahan yaitu analisis kurang spesifik pada beberapa metodologi penting

    seperti jumlah sampel, kekuatan, pembauran variabel, kualitas hasil, dan validitas internal daneksternal, yang mana membuat analisa studi terbatas pada poin spesifik seperti neurofisiologi

    atau studi anatomis, klasifikasi Sackett tidak menunjukkan nilai nyata pada publikasi.Dari perspektif klinis, ada kemungkinan hubungan antara tulang belakang leher, dan sistem

    stomatognatik, dan secara konsekwen, berhubungan ke nyeri craniofacial. Tambahan, pasiendapat memiliki gejala tumpang tindih dari beberapa sumber. Anjuran penulis untuk

    mempertimbangkan informasi ini, tapi untuk menyadari keterbatasan studi. Pemeriksa

    seharusnya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil dan sadar terhadap studi dirancangdengan baik diminta ketika belajar hubungan antara tulang belakang leher dan nyeri craniofacial

    untuk membuktikan interaksi dengan efektif.