Jurnal Blok SS
-
Upload
riska-nurprilaely -
Category
Documents
-
view
70 -
download
0
Transcript of Jurnal Blok SS
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
1/25
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 7: 77-80. 2005
SISTEM PENGUNYAHAN - Tinjauan
Una Soboleva, Lija Laurina, Anda Slaidina
RINGKASAN
Fisiologi otot pengunyahan telah dievaluasi sebagian besar dari rekaman elektromiografi.Namun, elektromiografi memberikan lebih banyak informasi dari korelasi antara pergerakan
rahang dan aktivitas otot. Pengetahuan tentang bagaimana pergerakan mandibula selama
pengunyahan sangat mempengaruhi prosedur dalam kedokteran gigi klinis. Tujuan dari tinjauanini adalah untuk memberikan gambaran dasar dari studi klasik fisiologi, fungsi dan prinsip-
prinsip kontrol saraf pengunyahan. Pengunyahan adalah kegiatan penghancuran makanan,
persiapan untuk penelanan. Kegiatan penghancuran ini sangat kompleks dengan aktivitas
neuromuskuler dan pencernaan. Durasi dan kekuatan yang terbentuk sangat bervariasi antaraindividu dan untuk jenis makanan yang dikunyah. Pengamatan gerakan pengunyahan telah
mengemukakan bahwa gerakan pengunyahan dapat mendiagnosis kelainan sistem stomatognatik,
tetapi tidak ada bukti yang jelas menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kegiatan ototpengunyahan selama mengunyah bervariasi antara amplitudo subyek, waktu onset, dan durasisiklus mengunyah. Gigi memiliki pengaruh yang sangat besar pada aktivitas otot selama
mengunyah dan menelan, oleh karena itu disarankan untuk membuat restorasi yang kompatibel
dengan pola pergerakan fungsional pasien daripada mengharapkan pola pengunyahan untukberadaptasi dengan restorasi yang dibuat baru.
PENDAHULUAN
Sistem pengunyahan adalah unit fungsional yang terdiri dari gigi geligi; strukturpendukung, rahang; sendi temporomandibular; otot-otot yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam pengunyahan (termasuk otot-otot bibir dan lidah); dan sistem pembuluh darah
dan saraf yang menyuplai jaringan ini. Gangguan fungsional dan struktural dari salah satukomponen sistem pengunyahan mungkin tercermin oleh gangguan fungsional atau struktural
dalam satu atau lebih komponen lainnya (1). Namun, ada banyak bukti bahwa sistem
pengunyahan memiliki kemampuan untuk berbagai modalitas adaptif. Adaptasi ini dapat
fungsional dan/ atau struktural dan dapat merespon sementara dan/ atau permanen. Oleh karenaitu, sistem ini seperti sistem biologis, tidak dapat ditinjau dengan pasti dan dapat berubah (2).
Fisiologi otot pengunyahan telah dievaluasi sebagian besar dari rekaman elektromiografi.
Namun, elektromiografi memberikan lebih banyak informasi dari korelasi antara pergerakanrahang dan aktivitas otot.
Pengetahuan tentang bagaimana pergerakan mandibula selama pengunyahan sangat
mempengaruhi prosedur dalam kedokteran gigi klinis. Dulu, pemahaman tentang gerakan
mandibula dianggap penting dalam removable prosthodontics. Lalu, informasi ini digunakandalam desain dan pengaturan artikulator, dan dalam desain gigi palsu dan gigi tiruan sendiri.
Sekarang, pentingnya gerakan rahang telah menjadi jelas dalam fixed prosthodontics,
periodontics, orthodontics, dan dalam diagnosis dan pengobatan gangguan nyeri dari sistempengunyahan (3). Alasan yang paling penting mengapa dokter gigi harus memelihara dan
mengganti gigi yang hilang untuk memberikan pasien kemampuan pengunyahan dengan baik.
Oleh karena itu, penting bahwa dokter gigi tahu bagaimana pengunyahan biasanya terjadi.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
2/25
Pengetahuan ini harus memastikan bahwa prosedur gigi meningkatkan, bukan mengurangi
kemampuan fungsional pasien.
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan gambaran dasar dari studi klasikfisiologi, fungsi dan prinsip-prinsip kontrol saraf pengunyahan.
FUNGSI PENGUNYAHANPengunyahan adalah kegiatan penghancuran makanan, hingga siapa untuk ditelan.
Kegiatan penghancuran ini sangat kompleks dengan aktivitas neuromuskuler dan pencernaan
yang pada orang normal, mengintegrasikan berbagai komponen dari sistem pengunyahan, sepertigigi dan struktur pendukung, otot, sendi temporomandibular, bibir, pipi, langit-langit mulut,
lidah, dan sekresi saliva. Tujuan mengunyah adalah untuk menghancurkan, menggiling menjadi
serbuk dan campuran makanan dengan air liur, sehingga makanan dapat ditelan menyusuri kanal
pencernaan (4).Otot-otot yang paling penting untuk kegiatan ini adalah temporal (anterior dan posterior),
masseter (superficial dan dalam), pterygoideus medial, pterygoideus lateral superior dan
inferior), dan otot-otot digastric. Inti nervus trigeminal yang menginervasi otot rahang terletak digaris tengah batang otak. Namun, pengunyahan melibatkan jauh lebih banyak otot daripada
otot-otot pengunyahan" yang dipersarafi oleh saraf trigeminal. Gerakan sinergis otot juga
dipersarafi oleh saraf wajah (facial)dan hypoglossus (5).
Urutan pengunyahan adalah seluruh rangkaian gerakan dari memasukkan makanan hinggamenelan. Hal ini terdiri dari siklus pengunyahan yang berubah bentuk dari saat makanan
dikumpulkan, pindah ke belakang ke gigi molar, kemudian dipecah dan siap untuk menelan (6).
Hal ini untuk membedakan antara siklus yang terjadi pada awal urutan pengunyahan danmembentuk serangkaian persiapan gerakan, siklus pengurangan partikel dan siklus yang
berhubungan saat sebelum ditelan atau preswallowing (6). Siklus pengurangan lebih lama dari
siklus persiapan, tapi lebih pendek dari sikluspreswallowing.
Perbedaan jenis, jumlah, dan ukuran partikel makanan mempengaruhi parameterpengunyahan. Panjang urutan pengunyahan akan singkat jika makanan lunak dan panjang bagi
makanan yang keras atau sulit (7,8).
PENGENDALIAN NEUROLOGIS
Gerakan rahang adalah salah satu gerakan yang paling kompleks dan unik yang dilakukan
oleh tubuh manusia. Mandibula tidak seperti tulang lain dalam tubuh manusia, tersandang diantara dua sendi yang simetris, yang bercerminan satu sama lain. Setiap otot yang terlibat dalam
pengunyahan memiliki pasangan di sisi berlawanan dari rahang (9). Untuk membuat gerakan
mandibula yang tepat, rangsangan dari berbagai reseptor sensorik harus diterima oleh sistem
saraf pusat melalui serabut saraf aferen. Otak mengatur rangsangan ini dan menimbulkan
kegiatan motorik yang sesuai melalui serabut saraf eferen. Kegiatan motorik ini melibatkankontraksi dari beberapa kelompok otot dan penghambatan lainnya. Mengunyah adalah aktivitas
bawah sadar, namun dapat dikendalikan secara sadar setiap saat (10).
Koordinasi dan ritmik pengunyahan telah dikaitkan dengan aktivasi alternatif dari duarefleks batang otak sederhana. Refleks membuka rahang, diaktifkan oleh tekanan atau stimulasi
taktil gigi dari wilayah yang luas dari mulut dan bibir, dan refleks menutup rahang, yang
mengikuti peregangan otot selama pembukaan rahang (11,12).Pengenalan bolus makanan ke dalam mulut telah memulai siklus refleks membuka rahang, dan
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
3/25
akibatnya peregangan otot elevator akan menghasilkan penutupan rahang terhadap bolus, lalu
menghasilkan pembukaan rahang oleh stimulasi jaringan periodontal dan reseptor jaringan lunak
(13). Para penulis yang sama menemukan bahwa pada kelinci waktu da ritmik mengunyah terjadidibatang otak. Mereka mengemukakan bahwa pengunyahan dikendalikan oleh batang otak dan
pola ini dapat diaktifkan dengan input yang memadai dari pusat atau dari umpan balik melalui
sensor di rongga mulut.Kontrol pengunyahan tergantung pada umpan balik sensoris, yang terdiri dari epitelmechanoreceptor aferen, aferen periodontal, aferen sendi temporomandibular dan aferen otot.
Umpan balik sensoris dapat memberikan koordinasi lidah, bibir, dan rahang untuk memindahkan
makanan, alasan mengapa bahan makanan yang berbeda mempengaruhi pola gerakanpengunyahan, atau perubahan mendadak dari siklus ke siklus (6).
Sementara korteks adalah pengatur utama tindakan, pusat di batang otak mempertahankan
keseimbangan dan kontrol secara normal fungsi tubuh bawah sadar (10).
Dalam batang otak terdapat kumpulan neuron-central pattern generator (CPG) yangmengontrol ritmik aktivitas otot (13). Neuron dapat diaktifkan dengan input yang memadai dari
pusat adekuat atau dari rongga mulut (6,13), dan bertanggung jawab untuk waktu aktifitas yang
tepat antara otot sinergis dan antagonis, sehingga fungsi-fungsi tertentu dapat dilakukan (10).Umpan balik sensoris berinteraksi dengan sistem kontrol untuk beradaptasi ritmik program
dengan karakteristik makanan. Umpan balik ini juga merupakan sumber variabilitas dalam
gerakan pengunyahan (6). Setelah pola mengunyah efisien ditemukan, itu dipelajari dan diulang.
Pola belajar ini disebut muscle engram. Oleh karena itu, mengunyah dapat dianggap sebagaikegiatan refleks yang sangat kompleks. Batang otak juga mempunyai daerah lain, seperti sistem
reticular, sistem limbik dan hipotalamus, yang memiliki pengaruh pada fungsi pengunyahan.
Struktur ini dapat memodifikasi respon korteks untuk setiap stimulus yang diberikan,memodifikasi aktivitas neuron motorik, dan bahkan memulai aktivitas otot tidak relevan (10).
Dengan demikian, pengunyahan dapat diprogram oleh batang otak tanpa adanya masukan
sensorik, namun gerakan tersebut akan sangat tidak efisien dan bahkan berbahaya pada sistem
pengunyahan (6).
GERAKAN PENGUNYAHAN NORMALRefleks rahang pada manusia pertama kali adalah refleks membuka rahang, yang mungkin
dihasilkan oleh stimulasi mekanik bibir (14). Penjelasannya adalah bahwa neuron digastric
berbeda dari neuron otot penutup rahang pada janin. Penutupan rahang terjadi secara pasif padaawalnya. Setelah lahir dapat diamati fungsi-fungsi seperti menangis, mengisap, menelan, dan
cemberut, tapi tidak mengunyah. Mengunyah harus dipelajari, dan terjadi hanya setelah erupsi
gigi. Ada kemungkinan bahwa reseptor ligament periodontal dan stimulasi mereka sangat
penting untuk proses belajar ini (15). Mengunyah menjadi terkoordinasi dengan baik sekitar 4-5
tahun, saat gigi primer telah erupsi (16). Pengamatan yang berbeda telah menunjukkan bahwapola gerakan pengunyahan bervariasi dari satu orang ke orang lain (17-19). Hal ini diyakini
bahwa setiap individu memiliki pola dasar karakteristik gerakan pengunyah. Namun, siklusnya
tidak pernah persis sama (17). Perbedaan yang signifikan dalam mengunyah terlihat antara laki-laki dan perempuan (18,20), serta antara usia muda dan tua (21).
Variasi yang banyak antar individu dari gerakan pengunyahan dijelaskan oleh variasi
aferen inflow yang tidak terbatas selama mengunyah alami (16).
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
4/25
Pola pengunyahan biasanya digambarkan sebagai "bentuk air mata jatuh" dengan sedikit
perpindahan pada awal fase pembukaan (22). Ini berarti bahwa gerakan membuka jarang lurus ke
bawah. Dalam kebanyakan kasus menyimpang mengunyah ke sisi (16, 23). Gerakan vertikal danlateral maksimal dalam mastikasi normal adalah sekitar setengah dari gerakan vertikal dan lateral
maksimum yang mungkin. Ketika mengunyah di sisi kanan, rahang mengikuti jalur searah jarum
jam, dan mengunyah di sisi kiri dengan gerakan dalam arah berlawanan (24). Neill & Howell(23) melaporkan bahwa 75 % dari gerakan mengunyah menggambarkan pola siklik yang teratur.Kurang dari 6 % dimulai dengan gerakan pembukaan vertikal. Titik paling lateral siklus
mengunyah terletak sekitar pertengahan siklus menutup untuk gerakan menggiling, tetapi lebih
rendah untuk gerakan memotong (16).Biasanya fase menutup ke lateral hingga fase membuka walaupun sering hubungan ini
terbalik, dan tahap menutup melewati medial ke gerakan membuka, gerakan pengunyahan
terbalik terjadi (16). Neill & Howell (23) menunjukkan bahwa pada bidang sagital sekitar
setengah dari subyek memiliki gerakan membuka anterior hingga gerakan menutup. Angulasijalur sagital itu biasanya diarahkan ke atas dan ke belakang, yang mencerminkan unsur rotasi
dalam membuka mandibula. Karakter makanan mempengaruhi pola mengunyah (25, 26).
Panjang pembukaan tergantung pada ukuran dan kekerasan bolus makanan (27). Saat makananlunak, memperpanjang gerakan rahang penurunan lateral dan vertikal (19, 28). Kekerasan
makanan juga memiliki efek pada jumlah gerakan mengunyah yang diperlukan sebelum menelan
dimulai. Semakin keras makanan, gerakan mengunyah lebih dibutuhkan (29). Setiap siklus
mengunyah memiliki durasi sekitar 700 ms dan kontak gigi dari sekitar 200 ms (1).
KEGIATAN EMG SELAMA MASTIKASI
Selama pengunyahan hubungan antara aktifitas otot umumnya sama antara subjek (30).Selama siklus mengunyah, aktivitas otot dimulai dari posisi statis intercuspation maksimum, dan
awalnya terjadi di kepala inferior ipsilateral dari otot pterygoideus lateralis kira-kira setengah
jalan melalui periode kontak gigi. Kegiatan ini segera diikuti oleh aktivitas di kepala inferior dari
otot pterygoideus kontralateral. Kedua otot aktif melalui seluruh durasi dari fase pembukaan(31). Otot-otot digastric juga aktif selama fase pembukaan dan memberikan kontribusi terutama
untuk komponen rotasi pembukaan mandibula. Fase pembukaan berakhir ketika aktivitas di dua
kepala inferior dari otot-otot pterygoideus lateral dan otot digastric berhenti. Sejalan dengankegiatan pada otot pterygoideus medial dimulai (31). Otot ini mengontrol posisi ke atas dan
lateral rahang. Otot pterygoideus medial jauh lebih aktif dalam gerakan luas daripada gerakan
sempit memotong, dan selama penutupan awal (32). Kegiatan elektromiografi berhenti selamafase interkuspal. Namun, selama gerakan sempit baik ipsilateral dan medial otot pterygoideus
kontralateral aktif pada awal intercuspation (32). Pada awal fase penutupan kontraksi otot
temporalis ipsilateral pertama, dan kemudian otot temporalis kontralateral dan kedua otot
masseter menjadi aktif secara bersamaan. Kegiatan elektromiografi pada otot ini sangat rendah,
tapi secara bertahap meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir gerakan penutupan selamafase oklusal (17).
Selama konsumsi dan pengunyahan dari makanan keras, aktivitas siklus EMG saat
menutup rahang otot umumnya menurun dengan kominusi progresif dan melembutkan makanan.Kekuatan yang dihasilkan oleh otot-otot rahang tergantung pada konsistensi makanan (5).
Otot wajah perioral, seperti buccinator, superior dan inferior orbicularis oris, triangularis
dan inferior kuadratus otot labii aktif selama pengunyahan normal. Aktifitas otot-otot tersebutsering terjadi saat mandibula diturunkan, yaitu keluar dari fase dengan otot utama, dan sebagian
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
5/25
tumpang tindih dengan otot digastric. Kegiatan ini dimulai pada bagian pertama dari tahap
pembukaan siklus mengunyah, dan berakhir pada fase penutupan, sebelum kegiatan masseter
mengarah ke fase mencengkram mencapai puncaknya (33).Catatan elektromiografi diambil sebelum kehilangan gigi posterior, setelah kehilangan gigi
posterior dengan gigi anterior yang ada, dan setelah insersi gigi palsu setelah kehilangan gigi
posterior, menunjukkan bahwa otot-otot wajah dan sirkumoral menjadi sangat aktif dalampengunyahan, sedangkan ada minimal aktivitas masseter. Aktivitas normal otot mengikuti gigipalsu yang pas (34).
Selain otot-otot pengunyahan, sejumlah otot kepala dan leher secara aktif dan pasif
berpartisipasi dalam aktifitas pengunyahan, dan aktivitas otot selalu dibimbing menuju hasilyang optimal fungsional (1).
FUNGSI PENGUNYAHAN DALAM INDIVIDU DENGAN GANGGUAN
TEMPOROMANDIBULARPengamatan gerakan pengunyahan telah mengemukakan bahwa gerakan pengunyahan
dapat mendiagnosis kelainan sistem stomatognatik (35-38). Banyak penulis (39-41) melaporkan
bahwa aspek-aspek tertentu dari pola mengunyah gangguan temporomandibular ( TMD ) padapasien berbeda dari kontrol. Sebaliknya, Feine et al. (42) tidak mampu menunjukkan perbedaan
yang signifikan dalam gerakan mengunyah antara kelompok-kelompok kecil orang sehat dan
TMD-pasien. Kuwahara et al. (43) menunjukkan bahwa pola mengunyah tertentu tampaknya
dikaitkan dengan gangguan TMJ yang spesifik. Namun, gerakan mengunyah pasien dengan nyerimyofascial memiliki pola yang sama seperti orang sehat. Dengan demikian, orang dengan nyeri
pada otot pengunyahan atau dengan sendi mungkin memiliki berbagai pergerakan normal
mandibula (44). Tidak ada bukti kuat bahwa fitur mengunyah tertentu dengan karakteristikTMD-pasien (45).
KESIMPULAN
Pengunyahan adalah perilaku motorik oral yang mencerminkan perintah sistem sarafpusat, dan banyak rangsangan sensorik perifer untuk memodulasi ritmik gerakan rahang.
Tindakan otot pengunyahan selama mengunyah bervariasi antara subyek dalam amplitudo,
waktu onset, dan durasi siklus mengunyah. Namun, memungkinkan untuk mengenali kesamaanantara aktifitas otot. Variasi ini (di antara individu-individu) dapat dijelaskan oleh perbedaan
terkait dengan fitur kontak oklusal individu dan morfologi muskuloskeletal tertentu.
Mandibula bergerak tidak hanya secara vertikal selama pengunyahan, tetapi juga secaraanteroposterior dan lateral. Gerakan horisontal ini paling penting dalam rekonstruksi gigi yang
hilang. Dalam siklus mengunyah, pendekatan ke kontak gigi relatif direproduksi, dipelajari dan
diprogram, tetapi dapat diubah oleh hilangnya gigi atau diubah oleh restorasi. Gigi memiliki
pengaruh yang sangat besar pada aktivitas otot selama mengunyah dan menelan, oleh karena itu
disarankan untuk membuat restorasi yang kompatibel dengan pola pergerakan fungsional pasiendaripada mengharapkan pola pengunyahan untuk beradaptasi dengan restorasi yang dibuat baru.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
6/25
KETERLIBATAN OTOT PTERYGOIDEUS DI SINDROM DISFUNGSIONAL SISTEM
STOMATOGNATIK
B. Vascu, C. Fatu, Alexandra Burlui, Mihaela Moscu, Smaranda Diaconescu, M. Lastun, Ana-
Maria Vascu
ABSTRAKDiagnosis dari disfungsi sistem stomatognatik, dihasilkan oleh perubahan dari ototpterigoyd eksternal, membutuhkan pemeriksaan klinis yang kompleks dan paraklinis. Penelitian
ini dilakukan pada 35 pasien, yang mengisi kuesioner menjelaskan rinci dari penyakit,
karakteristik disfungsi, penyakit yang berhubungan dengan disfungsi temporomandibular.Sebuah riwayat klinis yang cermat telah dilengkapi dengan pemeriksaan klinis sistem
stomatognatik. Pengamatan yang telah dilakukan bahwa gejala yang meyakinkan pasien untuk ke
dokter adalah nyeri (80 % kasus), terkait dengan suara retakan (22,7 %) dan modifikasi obyektif
dari nada otot (28,5%). Catatan tujuan modifikasi dari otot pengunyahan, terutama dari pterigoydeksternal, sebagai bagian dari sindrom disfungsional dari sistem stomatognatik membutuhkan
pemeriksaan paraklinis untuk merencanakan terapi kompleks dan individual.
PENDAHULUAN
Senyawa-senyawa dari sistem stomatognatik tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, tetapi
dalam korelasi fungsional yang dekat, sama-sama saling bergantung pada sistem lain dan
subsistem pada organisme manusia. (1) Tanda-tanda klinis minor sering dapat menjadi ekspresibeberapa disfungsi dari sistem stomatognatik. Sebuah pemeriksaan klinis otot-otot pengunyahan,
pada pterigoyd eksternal, terutama dikuatkan dengan pemeriksaan paraklinis, dapat menentukan
disfungsi otot, daerah sejauh mana sistem stomatognatik dan mengorientasikan rencanatherapeutical untuk ditinjau.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada 35 pasien yang datang ke klinik prostetik, diminta untukmengisi beberapa bentuk aplikasi khusus, setelah itu mereka menjadi sasaran pemeriksaan klinis
lengkap dari sistem stomatognatik.
Kuesioner termasuk informasi personal pada setiap pasien (jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, tempat tinggal), data tentang munculnya penyakit (tanda-tanda subyektif,
kejadian, waktu selama tanda-tanda pertama muncul hingga pertama berkonsultasi), evolusi dari
tanda-tanda subyektif, asosiasi dengan tanda-tanda klinis lainnya (nyeri sendi, suara sendi,gerakan berkurang dari mulut, sub-dislokasi dan dislokasi dari sendi temporomandibular).
Data yang diperoleh telah dilengkapi dengan pemeriksaan klinis pasien, yang melibatkan
uji klinis menyeluruh sistem stomatognatik, stres yang menyebabkan nyeri sendi, pada kesehatan
otot, kejang otot yang menyakitkan dan suara sendi.
Pemeriksaan otot-otot pengunyahan, melibatkan seluruh kelompok pasien, termasukpalpasi integritas otot, dengan stres khusus pada bidang penyisipan otot, ketika diketahui bahwa
kesulitan mencapai tubuh otot.
Untuk memperkirakan keterlibatan otot pterigoyd eksternal dalam disfungsi sendi, selainpemeriksaan klinis pada otot-otot pengunyahan, setelah sensitivitas sendi atau karakter suara
sendi dan pada metode paraklinis, seperti pengukuran gerakan mandibula.
Data klinis dan paraklinis diperoleh untuk setiap pasien yang terpusat dan dianalisisuntuk pembentukan rencana therapeutical individual.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
7/25
HASIL DAN PEMBAHASAN
80 % dari subyek pengamatan mengakui bahwa mereka datang ke dokter karena sendisakit yang membuat membuka mulut sulit bagi mereka. Bahkan jika subyektif, ketika muncul
nyeri dimanifestasikan oleh reaksi tertentu dari pasien saat palpasi dangkal atau mendalam. Zona
yang dipilih untuk melacak nyeri sendi adalah yang lateral, yang paling sering digunakan untukpalpasi yaitu melalui auditif eksternal (2).Informasi yang diberikan oleh metode ini pemeriksaan nyeri sendi tidak memiliki
karakter etiologi, menunjukkan secara eksklusif bahwa beberapa disfungsi dan patologi tertentu
terjadi pada tingkat sendi temporomandibular.Dalam dinamika mandibula, ketika rongga mulut membuka di bawah kondisi normal,
rotasi gerakan kondilus terjadi di sekitar poros sendiri, sedangkan meniskus tetap dalam posisi
awal, posisi statis. (1,3)
Pembukaan rongga bukal membawa perpindahan kondilus menuju tuberkulum artikular.Meniskus juga berpindah dengan kondilus terhadap tuberkulum artikular. (gbr.1)
Pembukaan rongga mulut normal tidak menghasilkan suara artikular. Ketika disk pada
posisi patologis, bergeser antero-medial, sebagai hasil dari patologi di daerah bilaminarmeniskus, atau perubahan dari cekatannya, bersamaan terkait dengan hypertony dari otot
pterigoyd external, gerakan dalam sendi menganggap pergeseran kondilus anterior, bersamaan
dengan pergeseran disk lain.
Sebagai zona daya tarik posterior yang sangat kuat, disk kembali ke posisi awal,sementara kondilus bergerak langsung pada tuberkulum artikular dari tulang temporal, yang
menghasilkan kebisingan yang dihasilkan oleh apa yang disebut dengan gesekan tulang-pada-
tulang.Beberapa suara retak dianggap disk berlubang dan labil. Dalam eksperimen
dipertimbangkan, situasi seperti ini dicapai nilai 22,8 %.
Retakan dikaitkan dengan nyeri pada 17 % dari kasus, yang mengasumsikan kejang
jangka panjang otot pterigoyd eksternal, iskemia jangka panjang dan nyeri sekunder ataupergeseran disk yang sangat jelas.
Suara kertak-kertuk mewakili suara-suara lain pada sendi temporomandibular, paling
sering terjadi pada orang tua, dengan gangguan hormonal parah dan perubahan keseimbanganfosfor-kalsium, serupa dengan osteo-arhtrosis. Mengenai integritas otot, itu terkenal bahwa
gangguan dalam serat otot mempengaruhi dengan serius kesehatan otot dan kontraktilitas otot.
Tidak ada kasus serupa terjadi dikelompok yang diteliti di sini, dan tidak ada situasi dengandihapuskan integritas dan kesehatan otot.
Dalam 10 kasus diselidiki, kesehatan umum seluruh massa otot pengunyahan
dimodifikasi, baik karena usia tua dan yang dimanifestasikan disfungsi dalam penentu oklusal.
Palpasi kesehatan otot pterygoyd eksternal itu dituntut selama pemeriksaan pasien.
Setelah diketahui bahwa otot pterigoyd eksternal mendalam, insersi sphenoidal di sisi eksternaldari tulang sphenoid ala major, dan aspek lateral prosessus pterigoyd, sementara insersi terminal
terjadi pada sisi anterior kondilus mandibula dan artikular meniscus, palpasi internalnya sangat
sulit, hampir mustahil (2). (Gambar 2)Dalam kejang jangka panjang, bagaimanapun otot menjadi menyakitkan, akibat
vaskularisasi yang tidak cocok dan akumulasi asam laktat dalam miofibrilnya. Untuk
pemeriksaan otot yang lebih baik dan untuk adanya kemungkinan rasa sakit yang mungkinmuncul, pasien diminta untuk membuat beberapa gerakan melawan hambatan, ini diwakili oleh
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
8/25
tangan peneliti. Memaksa pasien untuk mengakat mandibula terhadap hambatan dengan
mendorong dagu dalam kondisi sok otot dan pasien spontan mengeluh nyeri di daerah pra-
auriculary. Hasil yang sama juga diperoleh dalam gerakan lateral pasien, lagi terhadap hambatandiwakili oleh tangan peneliti.
Bruxism dan sakit kepala digambarkan parameter lain dipertimbangkan dalam penelitian
kelompok eksperimen. Sebagian besar dari pasien yang diperiksa (12 kasus - 32 %) memilikidisfungsi artikular terkait dengan sakit kepala daerah tertahankan (4).
KESIMPULAN
Sensitivitas menyakitkan dimanifestasi pada palpasi zona dangkal dan dalam di sekitarsendi mendukung gagasan dari proses patologis yang terjadi pada sendi temporomandibular.
Rasa sakit yang disebabkan oleh pergerakan mandibula yang meningkat terhadap hambatan
menegaskan nyeri pada otot pterigoyd eksternal. Suara artikular yang terkait secara rasio
signifikan, menunjukkan hubungan yang mungkin dari disk yang berlubang atau labil. Bruxismdan sakit daerah kepala mungkin sebagai elemen patognomonic yang mempengaruhi otot
pterigoyd eksternal.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
9/25
HUBUNGAN ANTARA TULANG BELAKANG LEHER, SISTEM STOMATOGNATIK,
DAN NYERI CRANIOFACIAL: TINJAUAN KRITIS
Tujuan:Nyeri craniofacialadalah istilah yang meliputi nyeri di kepala, wajah, dan struktur lain
yang berhubungan. Beberapa penyebab dan faktor mungkin berhubungan dengan nyericraniofacial; namun, hubungan antara tulang belakang leher dan struktur pendukungnya dannyeri craniofacial masih menjadi topik perdebatan. Tujuan dari tinjauan ini untuk menyediakan
dan menganalisis bukti hubungan antara tulang belakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri
craniofacial. Metode: Pencarian databaseMedline, PubMed, Embase, Web of Science, CochraneLibrary, Cinahl, dan HealthStar telah dilakukan untuk semua publikasi yang berhubungan
dengan topik dalam bahasa Inggris dan Spanyol. Informasi yang relevan juga berasal dari daftar
referensi publikasi yang diambil. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian adalah cervical
spine, cervical vertebrae, neck pain, neck injuries, neck muscles, craniofacial pain, orofacialpain, facial pain, temporomandibular joint pain,dantemporomandibular joint disorders.Hasil:
Pencarian menyediakan informasi merujuk ke hubungan biomekanis, anatomis, dan patologis
antara tulang belakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri craniofacial. Kesimpulan:Informasi yang tersedia dari tinjauan hubungan biomekanik, anatomis, dan patologis antara
tulang belakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri craniofacial, tapi kebanyakan dari
informasi ini tidak pasti dan telah merujuk dari studi kualitas yang buruk (tingkat 3b, 4 dan 5
berasal Sacketts classification).Studi yang dirancang lebih baik dibutuhkan untuk membuktikanpengaruh nyata bahwa tulang belakang leher mempunyai hubungan dengan sistem
stomatognatik, dan nyeri craniofacial.
Nyeri craniofacial adalah istilah yang meliputi nyeri di kepala, wajah, dan struktur lain
yang berhubungan dan dapat berasal dari kondisi, organ-organ, dan penyebab yang beragam.
Banyak penyebab dan faktor-faktor dapat berhubungan dengan nyeri craniofacial; namun,hubungan antara tulang belakang leher dan struktur pendukungnya dan nyeri craniofacial masih
menjadi topik perdebatan. Ada banyak tipe hubungan (anatomis, biomekanik, neurologis dan
patologis) antara tulang belakang leher dan regio tengkorak wajah. Semuanya dapat memberikanbeberapa petunjuk untuk fungsi dari sistem dan juga untuk gejala yang dirasakan pasien.
Menurut beberap studi, tulang belakang leher dan struktur-strukturnya berhubungan dengan
gejala yang dirasakan oleh pasien di wajah dan kepala.namun, studi lain mengindikasi bahwainformasi tentang hubungan ini tidak jelas dan tidak memiliki dasar. Hubungan anatomi-
neurologis dan biomekanik antara tulang belakang leher dan sistem stomatognatik, menurut
beberapa penulis, mendasari fungsi normal dari craniomandibular system (CMS) dan aspek
patologinya.
Tujuan dari tinjauan ini untuk menyediakan dan menganalisis bukti hubungan antara tulangbelakang leher, sistem stomatognatik, dan nyeri craniofacial.
Metodologi PenelitianThe Medline-PubMed (1966 sampai minggu pertama Mei 2006), Web of Sciences (1929
sampai 11 Mei 2006), Cochrane Library and Best Evidence(1991 sampai kuartal pertama 2006),
Cinahl (1982 sampai minggu pertama Mei 2006) dan Embase (1988 sampai minggu ke 18 di2006) database telah dicari untuk semua publikasi yang berhubungan dengan topik dalam bahasa
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
10/25
Inggris dan Spanyol. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian adalah cervical spine, cervical
vertebrae, neck pain, neck injuries, neck muscles, craniofacial pain, orofacial pain, facial pain,
temporomandibular joint pain, dan temporomandibular joint disorders. Total dari 384 artikeldihasilkan dari pencarian database. Artikel yang relevan juga telah diperoleh dari daftar referensi
publikasi yang diambil. Artikel tentang beberapa masalah leher termasuk tanda atau gejala pada
regio craniofacial seperti sakit kepala, nyeri pada otot, atau temporomandibular disorders(TMD) juga termasuk, jadi selama mereka relevan dengan hubungan antara tulang belakangleher, sistem stomatognatik dan nyeri craniofacial. Artikel-artikel terkait langsung dengan salah
urat karena kepala tersentak dan kepala atau trauma leher telah dikecualikan.
Metode KlasifikasiStudi telah menganalisa berdasarkan pada level adaptasi dari bukti yang dinyatakan oleh
Sackett et al. Level dari bukti ini jelas dan metode yang mudah dari studi mengklasifikasi
berdasarkan studi ke dalam hirarki yang jelas (Tabel 1).
Tabel 1 Adaptasi level dari bukti yang ditunjukkan oleh Sacket dkk
LevelBukti Penjelasan
Level 1a Tinjauan sistematik dari randomized controlled trials (RCTs)
Level 1b Individual RCTs dengan jarak waktu keyakinan sempit
Level 2a Tinjauan sistematik dari studi kelompok
Level 2b Studi kelompok individual (studi yang diharapkan dengan evaluasi kontrol grup)
dan kualitas rendah RCTs
Level 3a Tinjauan sistematik dari studi kontrol kasus
Level 3b Studi cross-sectional(studi 1 grup dan kontrol sebuah hasil yang menarik dalamwaktu yang ditentukan
Level 4 Rangkaian kasus (studi dari hasil yang menarik pada grup pasien), kelompok
studi kualitas rendah, dan studi cross-sectional.Level 5 Pendapat dari ahli (tinjauan-tinjauan, pengalaman klinis)
HASIL
Hubungan Anatomis dan Biomekanik Antara Tulang Belakang Leher dan Sistem
StomatognatikTengkorak dihubungkan ke tulang belakang leher melalui sendi atlanto-occipital. Artikular
kondil occipitaldengan lateral dari atlas, yang mana bagian dari superior tulang belakang leher.
Tengkorak dihubungkan ke rahang melalui sendi temporomadibula antara tulang temporal dari
tengkorak dan mandibula, yang mana terdapat gigi rahang bawah. Semua struktur-struktur initerhubungkan dengan capsuloligamentous, otot, pembuluh darah, limfatik, dan sistem saraf.
Untuk mengetahui mekanisme bahwa penting untuk mempertahankan keseimbangan danstabilitas dari tengkorak dan tulang belakang leher, penting untuk diketahui fungsi mekanisme
dari sistem yang kompleks ini. Informasi ini telah dijelaskan pada studi level-4 dan -5 (Tabel 2).
Pada level dari sendi craniocervical, gelar tuas pertama ada dengan lokasi titik rotasinya di sendi
atlanto-occipital. Daya tahan disediakan oleh berat dari kepala, dan pusat grafitasi di lokasi
anterior. Kekuatan untuk gerakan dan stabilisasi disediakan oleh otot leher posterior (contoh, the
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
11/25
trapezius, splenius, semispinalis, dan otot multifidus), semua bekerja secara konstan untuk
mempertahankan stabilitas dan posisi dari kepala, sebagai kepala memiliki kecenderungan untuk
jatuh secara anterior ketika dalam postur tegak lurus. Kecenderungan ini disebut perilakupendulum terbalik (Sackett level 5). Untuk mempertahankan kestabilan dari CMS ini,
keseimbangan harus ada antara anterior dan posterior. Anterior terdapat otot pengunyahan, otot
supra dan infrahyoid, dan otot leher anterior, sedangkan posterior terdapat otot leher posterior.Kelompok otot ini dan strukturnya menyusus CMS bekerja sama sebagai rantai fungsional(Sackett level 5).
Bagian dari hubungan antara sistem stomatognatik dan tulang belakang leher dapat
dijelaskan dengan teori luncur tengkorak (Sackett level 5), yang mana menunjukkan bahwaperubahan di postur kepala dapat untuk menghasilkan perubahan di kontak oklusal dengan
perubahan posisi relasi gigi maksila dengan gigi mandibula. Secara biomekanik, ketika
tengkorak bergeser ke depan, sebuah gerakan ekstensi terjadi pada sendi atlanto-occipital.Pada
waktu yang sama, gigi maksila bergeser kedepan ketika mengikuti tengkorak dan secarakonsekuen posisi kontak gigi bergeser secara posterior ke posisi intercuspal. Ketika tengkorak
bergeser ke belakang, terjadi situasi yang terbalik. Oleh karena itu, gerakan pada craniocervical
unit menyebabkan adaptasi gerakan pada rahang dan strukur yang berhubungan lainnya (Sackettlevel 5)
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa postur leher dan craniocervical adalah
berhubungan ke posisi mandibula dan struktur di wajah, dan beberapa intervensi atau modifikasi
terhadap sistem craniocervicaldapat mempunyai efek pada sistem stomatognatik dan sebaliknya(Sackett level 5, 4, 4, dan 4 berurutan; Tabel 2). Sebagai contoh, Moya dkk, pada studi dengan
15 pasien (Sackett level 4), menyatakan bahwa ketika pasien sedang di terapi dengan occlusal
splintuntuk kejang sternocleidomastoiddan trapezius, peningkatan di dimensi oklusal vertikalyang terjadi ekstensi craniocervical signifikan dan penurunan di lordosis tulang belakang.
Penelitian ini dapat menjelaskan dengan fakta bahwa ketika mulut terbuka, kepala berotasi pada
jalur belakang yang mana hasil di penurunan lordosis sejak tulang belakang cenderung bergerak
ke arah berlawanan dengan gerakan kepala (Sackett level 4). Yamabe dan asosiasi (Sacket level4) mengkonfirmasi pada penelitian mereka menggunakan 10 subyek bahwa ekstensi mundur
kepala menyertai gerakan membuka rahang ditingkatkan tekanan dari otot suprahyoid, ketika
posisi melengkung ke depan kepala ditingkatkan oleh aktivitas pengunyahan dan otot leher untukmempertahankan keseimbangan CMS. Menurut studi yang dilakukan oleh Schwarz, Posselt, dan
Preiskel (Sackett level 4, 5, 4, berurutan), ekstensi kepala dihasilkan di posterior displacement
mandibula, yang mana kepala melengkung disebabkan mandibula salah tempat ke anterior. Lalu,McLean dkk (Sacket level 4) mencontohkan bahwa pada posisi supinasi, kontak gigi awal di
posterior ketika tubuh tegak lurus. Sebaliknya, Makofsky dkk (Sackett level 4) mempelajari
hubungan kepala pada posisi kontak gigi dan tidak menemukan hubungan antara postur kepala
kedepan dan pola kontak oklusal; temuan ini berbeda dari yang disebutkan sebelumnya,
walaupun studi ini pada bukti level yang sama.Solow dan Tallgren (Sackett level 5) menentukan bahwa ekstensi kepala pada tulang
belakang telah dihubungkan dengan retrusi signifikan mandibula. Tambahan, Funakoshi dkk,
(Sackett level 4) menentukan bahwa ekstensi craniocervicaldihasilkan aktivitas otot besar padaotot temporalis dan peningkatan sedang otot masseter. Goldstein dkk (Sackett level 4)
menambahkan bahwa perubahan posisi kepala dan leher ke anteroposterior dipengaruhi oleh
lintasan penutupan mandibula pada populasi normal. Vischerr dkk (Sackett level 4) menemukan
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
12/25
bahwa postur kepala dipengaruhi jarak intra-artikular pada sendi temporomandibula. Namun
perubahan ini terlalu kecil relevan secara klinis.
Banyak studi telah berusaha untuk menunjukkan beberapa hubungan antara gerakankepala, tulang belakang dan perubahan pada sistem stomatognatik. Namun informasi yang
disediakan oleh studi ini berdasarkan penjelasan pengalaman. Studi menggunakan sampel
berjumlah kecil dan tidak jelas dalam metodologi atau hasil mereka. Menurut klasifikasi Sackettterdapat 10 level- 4 studi dan 6 level- 5 studi yang didukung hubungan anatomis-biomekanik.Kesimpulannya bahwa penulis menunjukkan dasar kelemahan pada studi. Satu pertanyaan
penting adalah, apakah hasil studi ini akan terlihat pada studi populasi besar, metodologi dan
kondisi yang berbeda. Namun kebanyakan studi ini menyetujui bahwa adanya interaksikompleks biomekanik antara tulang belakang, gerakan kepala dan posisi rahang. Analisis secara
detail dari informasi level tersedia oleh studi sebelumnya yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Studi Analisi yang Mengacu pada Hubungan Antomis dan Biomekanik Antara TulangBelakang Leher dan Sistem Stomatognatik
Penulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Funakoshi dkk
(1976)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
Komentar:
320 siswa, pengalaman deskriptif.
Otot rahang merespon untuk merubah posisikepala.
Tidak ada kuantifikasi dari elektromiografi,
hanya penjelasan visual. Hasil interpretasi
dengan hati-hati.
Gillies dkk
(1998)
Deskriptif 5 Pendapat ahli
Goldstein dkk
(1984)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
12 subyek normal, sampel jumlah kecil, 1
grup pre/post tes, pengalaman deskriptif.
Perubahan postur anteroposterior kepala dan
leher muncul untuk langsung
mempengaruhi lintasan dalam penutupan
mandibula pada populasi normal..
Kohno dkk(2001)
DeskriptifStudi kasus
4 Sampel:Hasil:
Komentar:
5 subyek, sampel jumlah kecil, studi awal.Selama mulut membuka, kepala berpindah
ke belakang. Selama menutup, berpindah ke
arah sebaliknya.
Validitas eksternal dipertanyakan.
Makofsky (1989) Deskriptif
Studi kasus
5 Pendapat ahli
Makofsky dkk
(1991)
Deskriptif
Pra-tes 1 grup/
studi tes akhir
4 Sampel:
Hasil:
39 subyek, pengalaman deskriptif.
Tidak ada hubungan antara postur kepala ke
depan dan pola kontak oklusal.
Tidak ada hubungan antara postur kepala ke
depan dan pola kontak oklusal.
McLean dkk
(1970)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
14 volunter, sampel jumlah kecil,
pengalaman deskriptif.Posisi istirahat mandibula muncul untuk
dipengaruhi oleh posisi tubuh dalam ruang.
Moya dkk (1994) Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
15 subyek dengan kejang otot trapeziusdan
sternocleidomastoid, pengalaman deskriptif.
Analisa sefalometri menunjukkan bahwa
belat yang disebabkan oleh ekstensi kepala
yang signifikan pada tulang belakang.
Posselt (1952) Deskriptif 5 Pendapat ahli
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
13/25
Preiskel (1965) Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
10 subyek, pengalaman deskriptif
Posisi postur mandibula mungkin bervariasi
dengan posisi kepala.
Rocabado (1979) Deskriptif 5 Pendapat ahli
Rocabado (1983) Deskriptif 5 Pendapat ahli
Schwarz (1928) Deskriptif
Studi kasus
4 Pendapat ahli
Pengalaman klinisSolow dan
Tallgren (1976)
Deskriptif 5 Pendapat ahli
Vischer dkk
(2000)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
10 subyek sehat, sampel jumlah kecil,
pengalaman deskriptif.
Postur kepala dipengaruhi jarak intra-
auricular pada sendi temporomandibula.
Namun perubahan ini dengan relativitas
kecil dan tidak relevan secara klinis.
Yamabe dkk
(1999)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
10 pria sehat, sampel jumlah kecil,
pengalaman deskriptif.
Gerakan sagital (fleksi dan ekstensi) kepala
kadang disertai dengan gerakan buka-
menutup rahang.
Sendi Leher, Persarafan dan Nyeri pada Daerah Craniofacial
Nyeri pada leher dan kepala dapat disebabkan dari disfungsi medial, lateral atlantoaxial,dan sendi atlanto-occipital dan sendi zygapophiseal pada C2-C3 dan C3-C4 terutama pada
latelar (semua level 4 Sackett). Studi radiografi gagal untuk menunjukkan karakteristik spesifik
pada pasien didiagnosa dengan sakit kepala leher. Namun lokal anestesi pada sendizygapophiseal atau inervasi dari akar saraf meredakan sakit kepala di kebanyakan pasien
(Sackett level 4). Studi lain mendukung konsep ini yang telah dilakukan. Sebagai contoh,
Bogduk dan Marsland (Sackett level 4) mengevaluasi sakit kepala dengan penghambatan nervus
ketiga oksipital. Kebanyakan subyek menjelaskan bahwa nyeri mereka telah diringankan; tingkatkeberhasilan 70%. Juga telah ditemukan bahwa pasien yang komplen sakit kepala tambahan
sakit pada leher ketika saraf ketiga oksipital, saraf oksipital mayor, atau sendi atlantoaxia
terhambat.Dwyer dkk (Sacket level 4) mengevaluasi bentuk nyeri sendi zigapophyseal pada tulang
belakang leher 5 volunter sehat. Mereka diperoleh bentuk nyeri yang sama pada pasien studi
Bogduk dan Marsland. Namun perbedaan antara bentuk ini dalam gejala atau tidak mengalamigejala bahwa nyeri pada pasien dengan gejala lebih lama daripada subyek tidak mengalami
gejala, menyarankan bahwa bentuk yang ada dihasilkan oleh provokasi dalam subyek
asimtomatik yang mencerminkan regio utama (regio inti) dari nyeri tipe simtomatik. Penemuan
ini telah diverifikasi (Sackett level 4) menggunakan peta pengembangan dari studi mereka pada
volunter sehat, mereka mengevaluasi grup pasien dan regio yang dihambat pada sendizygapophyseallevel penyebab nyeri yang dicurigai. Hasil dari diagnosis terapeutik block positif
ada pada kebanyakan pasien dan diterima oleh diagnosis yang diberikan oleh pemeriksan klinis.
Walaupun sampel mereka berjumlah kecil karena pertimbangan etis, mereka menemukan bahwasendi-sendi ini dapat menyebabkan nyeri pada kepala.
Bentuk nyeri dari sendi atlanto-occipital dan atlantoaxial telah diperoleh pada subyek
normal. Sendi ini dapat menyebabkan nyeri pada daerah oksipital dan suboksipital yang tidaksesuai dengan kulit atau bentuk nyeri disk (Sackett level 4). Nyeri diprovokasi oleh injeksi
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
14/25
terutama disebut regio suboksipital dan oksipital tapi tidak mencapai vertex pada tengkorak.
Bentuk nyeri sendi ini pada subyek normal bertepatan dengan penemuan itu dalam klinis dan
diverifikasi setelahnya oleh penulis yang sama menggunakan grup pasien simtomatik. Studilainnya yang dilakukan oleh Aprill dkk (Sacket level 4) mencontohkan bahwa pasien yang
menunjukkan sakit kepala oksipital merasakan sakit merka hasil dari block pada lateral sendi
atlantoaxial,yang mana diperagakan bahwa karakteristik secara klinis pada nyeri akan menjadimasalah atlantoaxial dan juga menyediakan bukti preeliminari bahwa sendi atlanto-occipitaldan atlantoaxialpada tulang belakang leher dapat menjadi nyeri pada leher dan kepala.
Hasil dari semua studi sebelumnya terkait keterlibatan sendi zygapophyseal pada nyeri
craniofacial dan nyeri kepala yang didukung oleh Fukui dkk (Sackett level 4), yangmenghasilkan kembali sakit kepala dan gejala leher pada 61 pasien dengan injeksi medium
kontras dalam sendi leher (C0-C1 [cranium-atlas] to C7-T1) atau oleh stimulasi elektrik pada
dorsal rami (C3-C7). Mereka menemukan bahwa nyeri pada regio oksipital telah dirujuk dari
C2-C3 sendi zygapophyseal, ketika nyeri pada regio leher atas posterolateral yang dirujuk dariC0-C1, C1-C2, dan C2-C3. Nyeri pada regio leher atas posterolateraldirujuk dari C2-C3 dan
C4-C5. Tambahan, nyeri pada regio suprascapular irujuk dari C4-C5 dan C5-C6; nyeri pada
sudut superior scapula dari C6-C7; dan nyeri pada regio mid/scapular dari C7-T1.Studi lainnya (Sacket level 4) mengevaluasi efek dari kesterilan air injeksi pada saraf
oksipital pasien sakit kepala. Penulis menemukan bahwa prosedur ini dapat menyebabkan nyeri
di area yang disuplai oleh nervus oksipital mayor di area inervasi oleh nervus lain, terutama
inervasi itu oleh nervus trigeminal ipsilateral, penemuan bahwa bertepatan dengan manifestasiklinis pasien dengan sakit kepala. Demikian, stimulus datang dari leher dapat memacu sakit
kepala ipsilateral proyeksi dalam area trigeminal (Sackett level 4).
Publikasi penelitian yang tersedia adalah studi kasus; mereka penjelasan dengan alami dantermasuk ke grup tidak dikontrol (8 Sackett level 4 studi). Hubungan antara sendi leher
zygapophyseal dan nyeri craniofacial tidak dapat memiliki desain ketat, mereka
mengindikasikan bahwa injeksi medium kontar mungkin menghasilkan gejala pada subyek
normal dan bahwa block nervus atau sendi mungkin meringankan nyeri pada subyek yangmengaku sakit pada kepala dan leher. Namun, kekuatan dan sampel pada studi ini tidak mewakili
populasi; demikian, studi ini hanya dapat diambil sebagai bukti klinis perubahan. Studi dengan
campuran, acakan dan subyek kontrol penting untuk memberikan kekuatan lebih pada hasil yangdiperoleh oleh penulis. Analisis dari informasi terkait sendi leher dan nyeri craniofacialterdapat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis Studi Terkait Hubungan Antara Sendi Leher, Persarafannya dan Nyeri CraniofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Aprill dkk (2002) Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
34 pasien dengan gejala sakit kepala
menjalani block lateral atlantoaxial
21 pasien memperoleh total bebas dari
gejala (62% sukses).Aprill dkk (1990) Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Metode:
Hasil:
10 pasien dengan nyeri leher, kepala, bahu
dan ekstremitas atas.
Studi diagnosis melalui block anestesi pada
sendi leher.
Diagnosis petugas klinis telah dikonfirmasi
oleh block saraf di 80% kasus. Bentuk nyeri
dari sendi leher telah dikonfirmasi.
Bogduk dan
Marsland (1986)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel: 10 pasien dengan sakit kepala oksipital dan
suboksipital menjalankan injeksi block
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
15/25
(grup kontrol)
Hasil:
Komentar:
oksipital ketiga.
7 dari 10 pasien memperoleh pembebasan
gejala setelah di block nervus oksipital
ketiga nya.
Rangkaian kasus (bukan grup kontrol).
Namun kontrol block pada sendi berbeda
tanpa gejala di 5 pasien sebagai kontrol.Bogduk dan
Marsland (1988)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Metode:
Hasil:
24 subyek dengan nyeri leher, 14 dari
mereka yang memiliki gejala sakit kepala.
Diagnosis block telah digunakan.
18 pasien merasakan bebas dari nyeri
setelah block pada sendi yang spesifik (72%
sukses). Bentuk nyeri telah diperoleh dari
pasien ini.
Dreyfuss dkk
(1994)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Metode:
Hasil:
5 volunter sehat.
Injeksi intra-artikular dari sendi atlanto-
occipital dan lateral atlantoaxial telah
diberikan kepada bentuk nyeri yang
menentukan pada sendi ini.
Bentuk nyeri dari sendi ini telah diperoleh.
Dwyer dkk
(1990)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
5 volunter (sampel berjumlah kecil).
Bentuk nyeri diperoleh dari sendi leher.
Fukui dkk (1996) Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
61 pasien (181 sendi dan 62 dorsal rami)
yang memiliki nyeri pada leher, kepala, dan
bahu menjalani injeksi stimulus untuk sendi
zygapophysealleher, dan dorsal sami.
Bentuk nyeri telah diperoleh.
Piovesan dkk
(2001)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
Komentar:
3 volunter.Gejala sakit kepala telah dihasilkan setelah
injeksi pada nervus oksipital mayor.
Hasil memperkuat bukti sebelumnya dari
konvergensi tengah aferen leher. Namun,karena sample sedikit, hasil hanya dapat
dianggap bukti klinis
Otot-otot Leher, Sindrom Nyeri Myofascial, dan Nyeri Craniofacial
Myofascial pain syndrome (MFPS) adalah nyeri yang dihasilkan dari myofascial trigger
points (TPs), yang mana tempat yang sangat lokal dan titik hiperiritasi di sebuah pita kencangteraba pada serat otot skeletal. MFPS dapat dihubungkan dengan kelainan neuromusculoskeletal
lainnya dan dan dapat diperburuk dengan stress mekanikal, metabolisme yang tidak cukup, dan
faktor-faktor psikologi (Sackett level 5). MFPS dapat berhubungan dengan nyeri tetap yang
kadang ada dan hilang. Nyeri leher myofascial berhubungan dengan gejala neuro-otologic,termasuk ketidakseimbangan, kelelahan, dan tinnitus. Gejala neurologi lainnya termasuk
paresthesia, mati rasa, penglihatan kabur, dan gemetaran (Sackett level 4 dan 5). Untuk
informasi lainnya pembaca disarankan untuk membaca beberapa informasi spesifik tentang
MFPS.Pengalaman klinis menggambarkan MFPS dari otot leher dapat mengacu sakit ke area
wajah (Sacket level 4). Aktif TPs, yang mana titik dengan nyeri spontan atau nyeri respon dari
gerakan, (Sackett level 5) telah ditemukan di pasien sakit kepala dan neuralgia oksipital (Sackettlevel 4). Nyeri myofascialdirujuk dari TPs di otot mungkin bertanggung jawab pada sakit kepala
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
16/25
daerah leher. Selanjutnya, stimulasi dari TPs selama sakit kepala menyerang terus menerus
kepala (Sackeet level 4). Ketidakaktifan TPs ini dapat mengeliminasi gejala dengan baik. TPs
dari otot suboksipital mungkin menyebabkan nyeri oksipital pada pasien dengan neuralgiaoksipital (Sackett level 4). Selain itu pengobatan TPs padasplenius capitisdansplenius cervicisdapat meringankan nyeri pada pasies yang didiagnosis dengan neuralgia oksipital.
Beberapa otot lebih terlibat daripada lainnya di nyeri yang mungkin dapat dirujuk darileher ke kepala dan area wajah. Otot menerima inervasi sensitivitas mereka dari akar saraf C1-C3, seperti otot cervico-occipital, sternocleidomastoid (disuplai oleh C1-C2), trapezius (C1-C2
akar saraf),splenius cervicis dan capitis (saraf C2-C3) dansemispinalis cervicis dan capitis (C3
akar saraf), dapat melihat nyeri melalui aktifitas TPs untuk beberapa regio kepala (Sackett level4). Rasa sakit dari otot ini telah dijelaskan oleh Simon secara detail (Sackett level 5). Sebagai
contoh otot trapezius melihat rasa sakit pada kepala, leher, dan regio orbital maupun perorbital.
Sternocleidomastoid dapat menyebabkan nyeri pada regio frontotemporal, occiput, vertex, dahi,
dan mata. Nyeri biasanya berasal dari splenius capitis dan splenius cervicis ke vertex padakepala di sisi yang sama, area dibalik mata dan occiput. Oto cervico-occipital memberikan rasa
sakit dari occiput, mata, dan dahi (Sackett level 4 dan 5).
Friction dkk (Sackett level 4) menjelaskan bentuk nyeri dari 164 pasien didiagnosis denganMFPS dan ditemukan hasil yang dapat disetujui dengan bentuk nyeri yang dijelaskan
sebelumnya oleh Simon (Sackett level 5), menerima konsep bahwa MFPS dapat menyebabkan
nyeri pada regio tengkorak dan wajah. Dengan menarik, studi dilakukan oleh Wright (Sackett
level 4) dengan 230 TMD pasien bahwa sumber sakit paling banyak di regi craniofacial dariotot trapezius (melalui rabaan). Carlson dkk (Sackett level 4) menemukan pada grup pasien
dengan MFPS dari trapezius atas bahwa injeksi di TP pada otot ini disebabkan penurunan rasa
sakit di otot masseter dan penurunan di aktifitas elektromyografinya (EMG) di grup pasien yangsama. Hubungan antara otot trapezius injeksi TP dan penurunan aktifitas pada otot masseter
adalah penemuan yang mana diminta studi lebih, sejak sampel sedikit dan evaluasi EMG tidak
memiliki kejelasan dan metodologi yang bermasalah. Adapun kesimpulan yang diperoleh pada
studi ini dipertimbangkan dengan hati-hati.Studi ini menggunakan injeksi anestesi lower intramuscular telah menghasilkan hasil baik
mengurangi gejala pada pasien dengan nyeri leher dan kepala (Sackett level 4). Namun, studi ini
telah dilakukan di 7 pasien dan teknik yang digunakan termasuk otot yang diinjeksi tidak tepatdidefinisikan, yang menyebabkan kesimpulan lemah (Tabel 4).
Tabel 4 Studi Terkait Hubungan Antara Sindrom Nyeri Cervical Myofascialdan Nyeri CraniofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Antilla dkk
(2002)
Cross sectional
dengan acak.
Seleksi acak
pada subyek
3b Sampel:
Kekuatan:
Metode:
Hasil:
183 anak-anak (59 migren, 65 tekanan
seperti sakit kepala, dan 59 subyek kontrol)
85% (P < 05)
Pemeriksaan buta poin tender dari
pericranial dan otot yang melingkari bahu.Anak-anak dengan migren mempunyai
penurunan kelembutan di pericranial dan
regio leher-bahu dibandingkan dengan
kontrol dan tipe pasien sakit kepala.
Carlson dkk
(1993)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
20 pasien dengan titik pemacu trapezius atas
dan nyeri pada ipsilateral otot masseter.
Titik injeksi memacu trapezius atas
mengurangi rasa sakit dan mengurangi
aktifitas EMG di otot masseter.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
17/25
Komentar: Masalah validasi metodologi pada hasil
(EMG tidak normal).
Fredrikson dkk
(1987)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
11 pasien dengan dakit kepala cervicogenic
Pada 10 pasien, serangan cervicogenictelah
dipresipitasi oleh tekanan manual TP pada
leher
Fricton dkk(1985) DeskriptifStudi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:Hasil: 164 pasienPola MFPS telah diperoleh dari studi ini.
Graff-Radford
dkk (1986)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
3 pasien dengan sakit kepala cervicogenic.
Penurunan gejala setelah injeksi TP pada
splenius capitis
Hong dan Simons
(1998)
Deskriptif
Tinjauan
5 Pendapat ahli
Jaeger (1989) Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
11 pasien dengan sakit kepala cervicogenic.
Pasien menunjukkan disfungsi leher dan
MFPS, yang mana telah menyebabkan sakit
kepala. Setelah pengobatam nyerimyofascial, 5 pasien merasakan gejala
mereda.
Mellick dan
Mellick (2003)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
7 subyek
Gejala mereda setelah injeksi anestesi leher
bawah pasien dengan nyeri kepala atau
wajah
Simons (1999) Deskriptif 5 Pendapat ahli
Wright (2000) Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
230 pasien dengan TMD
Bentuk nyeri MFPS. Sumber yang paling
penting yang dimaksud nyeri pada regio
craniofacialadalah otot trapezius.
Anttila dkk (Sackett level 3b) mengevaluasi kelembutan di pericranial dan regio leher-bahupada anak-anak. Mereka menemukan bahwa anak-anak dengan migren memiliki penurunankelembutan di pericranial dan regi leher-bahu dibandingkan dengan anak-anak dengan tipe
tegang sakit kepala dan subyek kontrol, hasinya yang ditunjukkan bahwa sensitifitas myofascial
dari otot ini telah ditingkatkan, terutama pada hubungan dengan sakit kepala parah.Berdasarkan pada informasi ini, evaluasi MFPS dan otot leher harus dipertimbangkan
ketika evaluasi dan pasien pengobatan dengan sakit kepala dan masalah nyeri craniofacial
seperti sakit kepala cervicogenic, neuralgia oksipital, sakit kepala kronis, pericranial kelembutan,dan nyeri kepala bertujuan untuk potensial hubungan dengan gejala pada kepala danorofacial.Berdasarkan pada literatur yang ada, kebanyakan studi dijelaskan dukungan hubungan antara
nyeri leher myofascialdan rasa nyeri pada regio craniofacial.Adapun pengobatan TPs otot leher
dapat meringankan gejala yang dirasakan oleh pasien dengan sakit kepala da nyeri craniofacial(Sackett level 5). Demikian informasi yang ditunjukkan hubungan nyeri leher myofascial dannyeri craniofacialmenindikasi bahwa secara klinis leher MFPS telah dihubungkan dengan nyeri
craniofacial. Namun, dari perspektif penelitian, studi pengganti dengan keketatan ilmiah
dibutuhkan untuk mengklarifikasi peran TPs dari area leher dan hubungan merekadengan nyericraniofacial.Untuk analisa detail dari studi, lihat Tabel 4.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
18/25
Otot Leher, Model Eksperimen Nyeri, dan Nyeri Craniofacial
Studi perilaku nyeri melalui model eksperimen nyeri menjadi strategi digunakan untuk
menstimulasi kondisi sakit dan untuk meneliti kebiasaan motorik untuk mempelajari fisiologi
nyeri otot dengan waktu dan lokasi yang bervariasi. Kebanyakan yang digunakan dan metode
yang sukses untuk memancing nyeri telah diinjeksi hypertonic salinekedalam otot untuk model
nyeri jaringan dalam pada manusia sehat. Nyeri yang dipakai untuk eksperimen telah diterima.Ini telah dikontribusi untuk mengerti nyeri lokal dan telah diikuti perkembangan pada diagnosis
dan treatment dari kondisi sakit. Walaupun secara eksperimen nyeri diinduksi adalah singkat, initalah ditunjukkan untuk menginduksi perubahan jangka panjang di sistem saraf pusat (SSP) pada
binatang. Beberapa eksperimen memeriksa efek sensoris dari model nyeri eksperimen di otot
leher dan rahang telah diikuti untuk mengetahui manifestasi klinis dari nyeri pasien dengan nyericraniofacial. Sebagai contoh, Svensson dkk (Sackett level 3b) menemukan bahwa injeksi
glutamat pada otot splenius capitis nyeri untuk regio ipsilateral leher dan oksipital, dan pada
beberapa subyek, melalui kepala atas ipsilateral dan regio temporal (46,15%). Pada 1 subyek,
pola sumber dicapai gigi dan regio masseter. Pada studi lainnya (Sackett level 3b), cairanhypertonic saline pada trapezius atas disebut nyeri didasar leher pada 83% subyek, area infra-
auricular 50%, dan area retroauricular 42%. Penemuan yang sama juga dicata oleh Ge dkk(Sackett level 3b); namun, Komiyama dkk menemukan penyebaran nyeri yang lebih besar ke
regio sendi temporomandibula daripada Ge dkk atau Madeleine dkk (Sackett level 3b). Menurutpenulis-penulis ini, area nyeri disebutkan banyak pada subyek tumpang tindih area dimana gejala
TMD sering disebutkan. Tambahan, eksperimental nyeri pada trapezius atas disebabkan
penurunan signifikan dalam arti pembukaan mulut maksimal (54 47,8 mm). Svensson dkk(Sackett level 3b) memeriksan perilaku motorik selama perbedaan posisi kepala terhadap
sternocleidomastoid, splenius capitis, dan oto masseter ketika glutamate telah diinjeksi ke dalam
masseter dan splenius capitis. Mereka menemukan bahwa ketika glutamate diinjeksikan kedalam
masseter, aktifitas EMG terhadap masseter sama seperti sternocleidomastoid ditingkatkan.Namun, ketika glutamat telah diinjeksi kedalam splenius, aktifitas berubah hanya pada
sternocleidomastoid. Tidak ada perubahan signifikan diteliti pada otot masseter, walaupunadakecenderungan penghambatan selama cengkraman maksimal. Penulis menandakan faktabahawa nyeri otot rahang dapat dihubungkan pada peningkatan di aktifitas EMG leher dengan
kepala dan leher beristirahat. Grup penelitian yang sama (Sackett level 3b) memeriksa efek dari
nyeri induksi glutamat pada otot masseter dan splenius pada aktifitas EMG dan pada reflekreganga otot sternocleidomastoid dan otot masseter. Mereka menemukan bahwa amplitud normal
aktifitas EMG dari otot masseter dan sternocleidomastoid secara signifikan lebih tinggi ketika
nyeri diinduksi di otot masseter sama seperti otot splenius. Menurut penulis, meskipun
implikasi klinis dari penemuan ini tidak jelas, mereka menandai interaksi antara regiocraniofacial dan leher pada perubahan neuromuscular yang mungkin dihasilkan dari nyeri
musculoskeletal di regio lainnya (p. 1292) (Tabel 5).
Cakram Leher dan Nyeri Craniofacial
Berdasarkan deskripsi anatomis cakram leher oleh Bogduk dkk (Sackett level 4), inidiketahui bahwa patologi cakram (disk) dapat dihubungkan dengan nyeri. Saraf sinuvertebral
mensuplai cakaram pada tingkat masuk (level sama) dan cakram bawah. Cabang dari saraf
vertebral mensuplai aspek lateral dari cakram leher. Selanjutnya, ditemukan bahwa serabut akarada di sedalam annulus fibrosusluar ketiga.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
19/25
Tabel 5 Studi Terkait Hubungan Antara Nyeri Otot Eksperimental dan Nyeri CraniofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Komiyama dkk
(2005)
Studi cross
sectional
menggunakan
stimulus tidak
menyakitkansebagai kontrol.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
12 pria sehat.
Nyeri otot dirasakan terkontrol pada otot
trapezius atas menggunakan hypertonic
saline (6%)
Pola nyeri dari trapezius atas telahdiperoleh. Nyeri kadang menyebar ke area
infra-auricular. Pembukaan mulut secara
signifikan dikembalikan setelah nyeri
ekperimental telah diinduksi di trapezius
atas.
Ge dkk (2003) Studi cross
sectional
menggunakan
stimulus tidak
menyakitkan
sebagai kontrol.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
15 volunter sehat (14 pria, 1 wanita)
Nyeri otot dirasakan terkontrol pada otot
trapezius atas dibangkitkan oleh hypertonic
saline (6%) (unilateral dan bilateral).
Pola nyeri dari trapezius atas telah
diperoleh. Nyeri dari injeksi bilateral
kadang menyebar ke area terpencil seperti
regio temporal, regio orofacial mandibula,lengan atas, dan posterolateral leher. Nyeri
eksperimental telah diinduksi di trapezius
atas.
Svensson dkk
(2004)
Studi cross
sectional
menggunakan
stimulus tidak
menyakitkan
sebagai kontrol.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
19 pria sehat
Nyeri otot dirasakan terkontrol pada
masseter dan otot splenius dibangkitkan
oleh glutamat.
Glutamat diinjeksi di otot masseter telah
dihubungkan dengan peningkatan aktifitas
EMG pada masseter, sternocleidomastoid,
dan otot splenius saat istirahat.
Svensson dkk
(2005)
Studi cross
sectional
menggunakan
stimulus tidak
menyakitkan
sebagai kontrol.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
26 pria sehat
Nyeri otot dirasakan terkontrol diinduksi
oleh glutamat injeksi pada otot masseter dan
otot splenius.
Pola nyeri dari otot masseter dan splenius
telah diperoleh. Pola nyeri masseter tidak
sampai pada regio leher; namun, nyeri dari
otot splenius meluas hingga regio temporal.
Wang dkk (2004) Studi cross
sectional
menggunakan
stimulus tidak
menyakitkan
sebagai kontrol.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
19 pria sehat
Nyeri otot dirasakan terkontrol diinduksi
oleh injeksi glutamat di masseter dan otot
splenius.
Nyeri ekperimental pada masseter dan
splenius dibangkitkan peningkatan pada
refleks regang amplitud pada masseter dan
sternocleidomastoid.
Madeleine dkk
(1998)
Studi cross
sectional
menggunakan
stimulus tidak
menyakitkan
sebagai kontrol.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
20 pria sehat
Nyeri diinduksi oleh injeksi intramuscular
hypertonic saline di otot trapezius dan otot
infraspinatus.
Pola nyeri dari otot-otot ini telah diperoleh.
Pola yang dimaksud dari otot trapezius di
aspek posterolateral leher dan sekitar regio
temporal mandibula; untuk otot
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
20/25
infraspinatus, mereka dari bagian anterio
bahu.
Tabel 6 Analisa dari Studi Terkait Hubungan Cakram Leher dan Nyeri OrofacialPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Bogduk dkk
(1988)
Deskriptif 5 Sampel:
Hasil:
10 cadaver manusia dewasa dibalsem
Penjelasan anatomis dari inervasi disc leher.
Grub dan Kelly
(2000)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Metode:
Hasil:
160 pasien dengan nyeri leher keras
Prosedur diskografi
Pola nyeri disc telah diperoleh
Schellhas dkk
(2000)
Deskriptif
Studi kasus
5 Sampel:
Hasil:
40 pasien dengan dicurigai degenerasi disc
Pola nyeri disc dari C2-C3 telah diperoleh
Schellhas dkk
(1996)
Studi cross
sectional.
3b Sampel:
Metode:
Hasil:
10 kontrol dan 10 pasien dengan tidak sadar
nyeri kepala-leher kronis
Eksperimen dan grup kontrol menjalani
diskografi pada C3-C4 melalui C6-C7
setelah penggambaran resonansi
Pola nyeri disc telah diperoleh
Nyeri berasal dari disc (cakram) tulang belakang leher dapat menyebabkan sakit kepala.Grubb dan Kelly (Sackett level 4) dan Schellhas dkk memperoleh hasil yang sama berhubungan
dengan sumber pola cakram leher. Mereka membuat kembali gejala melalui prosedur diskografi.
Mereka melaporkan bahwa cakram atas dari tulang belakang leher (C2-C3 disc) nyeri dimaksud
untuk area leher atas. Nyeri ini kadang menyebar ke regio oksipital dan kepala yang disebutsebagai sakit kepala oksipital, dengan nyeri kadang pada level tenggorokan dan telinga. Tulang
belakang C3-C4 level nyeri sama dengan C2-C3 tulang belakang. Nyeri pada mastoid, rahang,
sendi temporomandibular, area parietal, occiput, craniovertebral junction, leher, punggung atas,
otot trapezius, atas bahu, ektremitas atas, tenggorokan, dan regio interscapula. Menurut Grub dan
Kelly, stimulasi dari disk C4-C5 dan bawah tidak menyebabkan sakit di regio kepala. Nyeri diskdisebut terutama untuk leher dan ektremitas atas. Namun menurut laporan dari Schellhas dkk,
nyeri dari disc C4-C5 dapat dirasakan di mastoid, sendi temporomandibula, regio parietal,occiput, dan craniovertebral junction. Namun data ini berasal dari sampel pasien sedikit (40 dan
10 pasien) dibanding dengan studi 160 pasien oleh Grub dan Kelly.
Informasi ini tersedia dalam disc intervertebral leher terbatas untuk beberapa studi karenaprosedur untuk mengevaluasi nyeri terkait disc interbvertebral adalah invasif. Studi ini
menjelaskan dan jarak dari level 3b ke 5; namun demikian, mereka menunjukkan kecenderungan
melalui hubungan antara disc leher dan nyeri craniofacial. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Tabel 6.
Kepala dan Postur Leher, dan Bukti Klinis Hubungan Tulang Belakang Leher denganTMD sebagai Sumber Nyeri Craniofacial
TMD telah terkait dengan perubahan di kepala dan postur leher (lihat Tabel 7 untuk detail).
Sebagai contoh, Nicolakis dkk (Sackett level 3b) menunjukkan bahwa pasien dengan TMD
memiliki kelainan postur lebih banyak dibandingkan kontrol. Penemuan ini sama diperoleh olehBraun (Sackett level 4) dan Armijo Olivo dkk (Sackett level 3b. Mereka melaporkan bahwa
pasien dengan TMD mempunyai kecenderungan untuk mempunya posisi kepala kedepan dan
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
21/25
juga penurunan lordosis leher dibandingkan dengan kontrol sehat. Penemuan ini telah disetujui
dengan studi yang dilakukan oleh Lee dkk (Sackett level 3b), yang menyimpulkan bahwa postur
kepala secara signifikan berbeda antara pasien denga TMD dan kelompok kontrol. Tambahan,hubungan dekat antara perbaikan kepala dan postur leher dan pereda gejala TMD telah
ditemukan (level 1b). Namun, beberapa studi tidak mendukung penemuan ini. Sebagai contoh,
Hackney dkk (Sackett level 3b), yang mempelajari hubungan antara kekacauan internal senditemporomandibula dan postur kepala, dilaorkan bahwa pasien dan kontrol sehat tidak memilikiperbedaan di postur kepala. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Visscher dkk
(Sackett level 3b), yang tidak ditemukan perbedaan signifikan postur kepala antara pasien
dengan TMD dan disfungsi tulang belakang leher dan kontol sehat.Tinjauan sistematik terbaru ini tentang hubungan antara postur kepala dan leher dan TMD,
menyimpulkan bahwa kebanyakan studi memeriksan hubungan ini memiliki metodologikal
kualitas rendah; dan karena itu, mereka menemukan dan menyimpulkan harus diinpretasikan
dengan hati-hati. Berdasarkan penemuan ini tidak jelas bahwa postur kepala dan leher terkaitdengan intraartikular dan otot TMD. Studi kontrol lainnya dengan sampel banyak, tujuan
evaluasi postur dan diagnosis tepat TMD penting. Analisa pada studi ini dimaksudkan untuk
hubungan antara postur kepala dan leher dan TMD disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Analisa Studi Terkait Kepala dan Postur Leher dan TMDPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Armijo-Olivo
dkk (2001)
Cross-sectional
studi
3b Sampel:
kekuatan:
Metode:
Hasil:
25 subyek dengan TMD dan 25 subyek
0,94
Analisis deskriptif dengan grup
eksperimental dan kontrol
Pasien dengan displacement disk anterior
memiliki kecenderungan untuk
menunjukkan rotasi posterior kepala dan
penurunan lordosis leher dibandingkan
dengan kontrol grup.
Braun (1991) Deskriptifcross-sectional
studi (grup
eksperimental
dan kontrol)
4 Sampel:
Komentar:
Hasil:
40 subyek tanpa gejala dan 9 subyek dengangejala.
Kekuatan lemah; subyek dengan gejala
tidak mewakili populasi; statistik analisis
lemah
Pasien wanita dengan TMD menunjukkan
posisi kepala kedepan mayor daripada
kontrol sehat.
Darlow dkk
(1987)
Deskriptif
cross-sectional
studi
3b Sampel:
Kekuatan:
Hasil:
30 pasien dengan nyeri myofacialpada otot
masseter dan 30 pasien kontrol
0,37
Tidak ada perbedaan signifikan pada
posture yang ditemukan antara nyeri
myofacial dan kontrol sehat.Hackney dkk
(1993)
Deskriptif
cross-sectional
studi (grup
eksperimental
dan kontrol)
3b Sampel:
Hasil:
22 pasien dengan kekacauan internal dan 22
volunter sehat
Tidak ada perbedaan antara pasien dan
kontrol di postur kepala
Huggare dan
Raustia (1992)
Studi kelompok 4 Sampel:
Komentar:
16 subyek dengan TMD dan 16 subyek
tanpa gejala.
Analisis statistik tidaktepat untuk semua
hasil; kualitas buruk
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
22/25
Hasil: Postur kepala berubah setelah pengobatan;
mungkin telah dihubungkan dengan
penurunan gejala TMD.
Kritsineli dan
Shim (1992)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Metode:
Komentar:
Hasil:
40 anak dengan gigi sulung dan 40 anak
dengan gigi campuran.
TMD dan faktor maloklusi telah dievaluasi
dan postur kepala telah diukur.Analisis statistik tidak jelas.
Posisi kepala kedepan mempunyai
hubungan signifikan untuk TMD di
kelompok gigi campuran.
Lee dkk (1995) Deskriptif
cross-sectional
studi (grup
eksperimental
dan kontrol)
3b Sampel:
Komentar:
Hasil:
33 pasien dengan TMD dan 33 subyek
sehat.
Diagnosis TMD campuran.
Kepala diposisikan lebih kedepan dengan
pasien TMD dibanding pada volunter sehat.
Nicolakis dkk
(2000)
Deskriptif
cross-sectional
studi (grup
eksperimental
dan kontrol)
3b Sampel:
Komentar:
Hasil:
25 pasien dengan TMD dan 25 subyek
kontrol.
Penjelasan umum tentang postur.
Pasien TMD memiliki lebih banyak
kelainan postur dibanding kontrol sehat.
Sonnesen dkk
(2001)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Komentar:
Hasil:
96 anak-anak
Diagnosa TMD dicampur dan berdasarkan
indeks Helkimo; sampel dengan kategori
(otot, masalah artikular) kecil; perhatian
diperlukan untuk analisa hasil.
Anak-anak dengan klik dan berkurangnya
kemampuan sendi telah jelas posisi kepala
kedepan.
Vischer dkk
(2002)
Deskriptif
cross-sectional
studi (grup
eksperimental
dan kontrol)
3b Sampel:
Komentar:
Hasil:
85 bukan pasien dan 106 pasien
Analisa postur telah dilakukan oleh grup
(otot, artikular atau campuran). Sampel
mudah digunakan. Diagnosa jelas (otot,
artikular atau campuran). Namun jumlahsampel tiap grup sangat tidak sama;
demikian, pengawasan harus digunakan
pada pembuatan perbandingan antar grup.
Tidak ada perbedaan signifika pada postur
kepala antara pasien dan subyek sehat.
Wright dkk
(2000)
Percobaan
kontrol acak
1b Sampel:
Hasil:
51 wanita dan 9 pria pada rentang usia 18-
60 tahun dengan diagnosis TMD nyeri
parah pada otot masseter selama minimal 6
bulan.
Secara statistik ada perbaikan signifikan
pada indeks keparahan gejala, maksimal
nyeri pembukaan dan ambang tekanan pada
grup terlatih dibanding dengan manajemensendiri. Penulis menyimpulkan bahwa
latihan postur dan TMD manajemen sendiri
bersamaan lebih efektif dibanding hanya
manajemen sendiri untuk pasien TMD,
secara spesifik dengan masalah otot.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
23/25
Hubungan Antara Disfungsi Tulang Belakang Leher dan TMD
Disfungsi tulang belakang leher adalah istilah gabungan dari masalah klinis struktur
musculoskeletal pada tulang belakang leher. Nyeri dengan sering dirasakan dengan gerakan
kepala atau saat memposisikan kepala. Nyeri leher terkait macrotrauma (nyeri akut) atau
microtrauma(nyeri kronis) terkadang menjadi gejala utama dari disfungsi tulang belakang leher.
Sendi atau jaringan periartikular yang mengelilingi tulang belakang leher terpengaruh. Disfungsitulang belakang leher telah dihubungkan dengan TMD (untuk lebih detail lihat tabel 8). De Wijer
dkk (Sackett level 4) menyimpulkan bahwa gejala sistem stomatognatik tumpang tindih padapasien dengan TMD dan disfungsi tulang belakang leher, dan gejala tulang belakang leher
tumpang tindih dengan grup pasien yang sama (TMD dan disfungsi tulang belakang leher). Juga
ditemukan pada pasien dengan TMD kronis lebih jarang menderita nyeri tulang belakang leherdaripada yang tanpa kelainan (Sackett level 3b). Stiesch-Scholz dkk (Sackett level 3b)
menemukan bahwa disfungsi fungsional tanpa gejala tulang belakang leher lebih banyak terjadi
pada pasien dengan kerusakan internal sendi temporomandibula daripada grup kontrol. Adanya
titik lemah pada leher dan bahu di pasien dengan diagnosa sama lebih umum, terutama padatulang belakang leher segmen atas, dibandingkan dengan kontrol sehat. Hasil ini disetujui dengan
penemuan oleh Sipila dkk (Sackett level 3b). Mereka menemukan bahwa nyeri pada wajah telahdikaitkan dengan nyeri di area leher dan nyeri klinis muncul dengan palpasi pada otot area leher
dan oksipital. Perbedaan signifikan pada kemampuan tulang belakang leher tidak ditemukanantara pasien dengan nyeri wajah dan kontrol. Tambahan, Ciancaglini dkk (Sackett level 3b)
menganalisis sampel secara acak dari 483 orang Italia Utara dan positif ditemukan hubungan
antara nyeri leher dengan TMD. Hubungan ini lebih jelas ketika disfungsi TMD lebih parah.Hasil yang ditunjukkan bahwa pasien TMD mempunyai lebih banyak resiko dua kali lipat (rasio
lebih banyak 2,33) nyeri leher daripada pasien tanpa TMD (rasio lebih banyak 1). (Rasio lebih
banyak menyediakan waktu estimasi resiko nyeri leher meningkat untuk subyek sendiri ketika
TMD terjadi). Gejala individual seperti nyeri wajah dan rahang secara signifikan terkait dengannyeri leher dengan rasio 2,09. Berdasarkan hasil ini, penulus menyarankan bahwa hubungan
antara byeri leher dan TMD mungkin ada dan bahwa pemeriksaan sistematis klinis pada areatulang belakang leher dapat menjadi penting pada identifikasi dapat menyebabkan nyericraniofacial. Laporan terkini, Pallegama dkk menemukan bahwa pasien dengn myogenous TMD
mengalami peningkatan aktifitas istirahat EMG pada trapezius atas sama seperti otot
sternocleidomastoid ketika dibandingkan subyek kontrol. Adanya nyeri pada ototsternocleidomastoid dan trapezius secara signifikan terkait dengan nyeri otot pengunyahan tanpa
displacement disc. Analisis studi terkait hubungan antar kepala dan postur leher dan TMD
tersedia di tabel 8.
Bahkan jika hubungan antara disfungsi tulang belakang leher dan TMD telah didukunghanya oleh studi level 3b dan level 4 (Sackett), klinis cenderung ditunjukkan. Namun untuk
mendukung hubungan sebab akibat, studi lebih teliti seperti studi kelompok, harus dilakukan.
Tabel 8 Analisa Studi Terkait Hubungan Antara Disfungsi Tulang Belakang Leher dan TMDPenulis (tahun) Desain studi Level Bukti Keterangan
Ciancaglini dkk
(1999)
Deskriptif
cross-sectional
studi
3b Sampel:
Hasil:
483 subyek dipilih secara acak
188 pasien (38,9%) memiliki nyeri leher
dan 266 pasien (55,1%) memiliki TMD.
Hubungan signifikan telah ditemukan antara
nyeri leher dan TMD. Keparahan nyeri leher
meningkat dengan keparahan TMD.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
24/25
De Wijer dkk
(1996)
Deskriptif
Studi kasus
4 Sampel:
Hasil:
111 pasien dengan mengaku TMD dan 103
pasien dengan cervical spine dysfunction
(CSD)..
Tidak ada bukti pendukung teori konsep
bahwa CSD mungkin meningkatkan TMD.
Pasien dengan TMD berbeda dari pasien
dengan TMD mengenai tanda dan gejalabruxism, suara sendi, gejala dalam dan
sekitar telinga, nyeri dimensi.
De Wijer dkk
(1996)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 Sampel:
Hasil:
111 pasien dengan TMD dan 103 pasien
dengan gejala CSD
Pasien dengan CSD memiliki tanda dan
gejala TMD.
De Wijer dkk
(1996)
Deskriptif
Studi kasus
(bukan grup
kontrol)
4 111 pasien dengan TMD dan 103 pasien
dengan CSD.
Ada kecenderungan tumpang tindih antar
pasien dengan tada dan gejala TMD dan
pasien dengan CSD.
Fink dkk (2002) Deskriptif
cross-sectional
studi
3b Sampel:
Hasil:
30 pasien (dengan rasa sakit kerusakan
internal) tanpa masalah subyektif leher dan
grup kontor terdiri dari 30 subyek sehat.
Pasien dengan kerusakan internal
menunjukkan lebih sedikit kelainan leher di
tulang belakang leher daripada kontrol
sehat.
Sipila dkk
(2002)
Deskriptif
cross-sectional
studi
3b Sampel:
Hasil:
40 pasien dengan nyeri orofacial dan 40
kontrol secara acak dipilih dari total 162
pasien dan 200 kontrol.
Nyeri wajah berhubungan kuat dengan
TMD
Siesch-Scholz
dkk (2003)
Deskriptif
cross-sectional
studi
3b Sampel:
Hasil:
30 pasien (dengan rasa sakit kerusakan
internal) tanpa masalah subyektif leher dan
grup kontor terdiri dari 30 subyek sehat.
Pasien dengan kerusakan internalmenunjukkan nyeri pada tekanan otot leher
lebih sering daripada kontrol sehat.
Visscher dkk
(2001)
Deskriptif
cross-sectional
studi (grup
eksperimental
dan kontrol)
3b Sampel:
Hasil:
Sampel dari 147 pasien dengan
craniomandibular disorders (CMD)
mengeluh dan 103 subyek sehat (grup
kontrol)
Pasien dengan CMD menderita dari CSD
lebih sering daripada orang tanpa itu.
Pallegama dkk
(2004)
Studi cross-
sectional
3b Sampel:
Hasil:
Komentar:
38 volunter dengan TMD myogenous (16
pria dan 22 wanita, rata-rata usia 29 tahun)
dan sekelompok dari 41 orang sehat
Pasien dengan myogenous TMD mengalami
peningkatan aktifitas istirahat EMG padaotot trapezius atas sama seperti otot
sternocleidomastoid ketika dibandingkan
dengan subyek kontrol.
Tidak ada normalisasi aktifitas EMG.
Hasil interpretasi dengan hati-hati.
-
5/24/2018 Jurnal Blok SS
25/25
Kesimpulan
Hubungan tulang belakang leher, sistem stomatognatik dan nyeri craniofacial telah
disajikan pada tinjauan kritis ini. Namun jika satu analisis informasi ditunjukkan dari perspektif
penelitian, dan berdasarkan level bukti yang ditunjukkan oleh Sackett dkk, dapat dilihat bahwa
kebanyakan studi termasuk tinjauan ini adalah pengalaman deskriptif, studi cross sectional, studi
kelompok, dengan sampel jumlah kecil, dan pemeriksaan lainnya denga kekuatan lemah. Studiini harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena kurangnya kekuatan ilmiah mereka. Namun,
mereka menunjukkan kecenderungan melalui hubungan antara tulang belakang leher, strukturleher, dan nyeri craniofacial. Kecenderungan ini seharusnya tidak sepelekan. Pemeriksaan
selanjutnya terjadi pada topik ini seharusnya mempertimbangkan penemuan pada tinjauan ini
ketika percobaan selanjutnya dan berusaha untuk mengatasi keterbatasan studi yang ada (contoh,sampel sedikit, kekuatan lemah, kurang pengacakan, kurang kontrol.
Meskipun metode evaluasi Sackett sangat mudah digunakan untuk organisasi hirarki studi ,
metode memiliki kelemahan yaitu analisis kurang spesifik pada beberapa metodologi penting
seperti jumlah sampel, kekuatan, pembauran variabel, kualitas hasil, dan validitas internal daneksternal, yang mana membuat analisa studi terbatas pada poin spesifik seperti neurofisiologi
atau studi anatomis, klasifikasi Sackett tidak menunjukkan nilai nyata pada publikasi.Dari perspektif klinis, ada kemungkinan hubungan antara tulang belakang leher, dan sistem
stomatognatik, dan secara konsekwen, berhubungan ke nyeri craniofacial. Tambahan, pasiendapat memiliki gejala tumpang tindih dari beberapa sumber. Anjuran penulis untuk
mempertimbangkan informasi ini, tapi untuk menyadari keterbatasan studi. Pemeriksa
seharusnya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil dan sadar terhadap studi dirancangdengan baik diminta ketika belajar hubungan antara tulang belakang leher dan nyeri craniofacial
untuk membuktikan interaksi dengan efektif.