Universitas Indonesia 1
STUDI PERANCANGAN ALAT PENUKAR KALOR DENGAN PEMANFAATAN GAS
PANAS HASIL PEMBAKARAN DI FLUIDIZED BED COMBUSTOR (FBC)
Dr. Ir. Adi Surjosatyo, M. Eng.; Dennis Adriansyah Ramadhan
Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
A r t i k e l
I n f o
A B S T R A K
Januari 2013 Fluidized Bed Combustor merupakan teknologi
pembakaran untuk mengkonversi sampah biomassa, salah satunya terdapat di Universitas Indonesia. Fluidized Bed Combustor Universitas Indonesia yang dikembangkan masih memiliki permasalahan pada temperature gas buang yang masih sangat tinggi yaitu 4000C -‐ 5000C, sehingga dibutuhkan alat penukar kalor agar panas yang dihasilkan bisa dipergunakan dan hasil gas buang dari fluidized bed combustor bisa dikatakan ramah lingkungan. Langkah-‐langkah yang dilakukan terdiri dari , menentukan jenis alat penukar kalor yang akan digunakan, kalkulasi temperature yang ingin didapatkan dari alat penukar kalor, dan kalkulasi dimensi dari alat penukar kalor. Dari hasil kalkulasi yang telah dilakukan alat penukar kalor ini bisa menurunkan temperature yang semula 4750C menjadi 1000C pada cerobong asap dengan menggunakan alat penukar kalor jenis Shell and Tube. Dan merubah temperature udara sekitar 270C menjadi 1200C yang dimana 1200C ini akan digunakan untuk sistem pengeringan. Dengan desain alat penukar kalor tersebut diharapkan terjadinya system yang kontinyu pada FBC UI dan system tersebut lebih ramah lingkungan dan efisien
Kata Kunci:
Fluidized Bed
Combustor, gas buang,
desain alat penukar
kalor,
Temperature tinggi,
ramah lingkungan
1 . Pendahuluan
Sekarang ini dunia selalu
menjunjung tinggi tagline ‘go green’ yang
dimana semuanya memiliki fungsi utama
untuk menjaga bumi ini. Kita semua tahu
bahwa penghasil polusi terbesar dibumi ini
adalah gas buang dari kendaraan bermotor
maupun industri-‐industri yang menggunakan
bahan bakar jenis bahan bakar fosil.
Penggunaan energi fosil yang terus tumbuh ini
tidak diimbangi dengan pertumbuhan
produksinya. Kondisi ini akan menyebabkan
krisis energi dan perlu dicari solusi untuk
mengatasinya. Cara yang paling efektif adalah
mencari energi alternatif yang bisa
menggantikan energi fosil. Banyak sekali
energi terbarukan yang sudah ditemukan dan
mulai dikembangkan oleh negara-‐negara
diseluruh dunia. Salah satunya menambah
pembangkit listrik. Pembangkit listrik perlu
diperbanyak karena di Indonesia diprediksi
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 2
akan semakin banyak kebutuhan listrik tiap
tahunnya terutama di pulau Jawa. Diharapkan
pembangkit listrik yang akan dibuat nanti bisa
berbahan bakar yang sesuai dengan potensi
yang dimiliki Indonesia. Berikut adalah
gambar proyeksi permintaan energi listrik di
Indonesia.
Gambar 1.1 Proyeksi Pemintaan Energi Listrik
di Indonesia tiap 2 Tahun (Sumber :Kompas
Edisi Cetak, 20 Desember 2012 : Litbang
“Kompas”/Bim, Diolah dari Kementerian
ESDM dan PLN)
Keterangan : TWh = Terrawatt hours
Dari data yang ada kebanyakan
pembangkit listrik di Indonesia kebanyakan
menggunakan bahan bakar fosil sebagai bahan
bakar untuk menghasilkan listrik.Padahal
masih banyak potensi sumber energi lain yaitu
potensi energi non fosil di Indonesia. Energi
biomassa contohnya.Energi ini memiliki
cadangan sekitar 49810 MWe tetapi baru
dimanfaatkan sekitar 445 MWe. Nilai itu baru
sekitar 0.89 % dari total energy yang tersedia.
Untuk lebih lengkapnya tertulis pada tabel
pemanfaatan sejumlah potensi energi di
Indonesia di bawah ini yang dimuat di harian
kompas yang bersumber dari kementerian
Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan
PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Indonesia yang juga dikategorikan
sebagai negara yang memiliki iklim tropis
yang dimana banyak memiliki hutan pasti
memiliki potensi yang sangat besar. Data yang
dikeluarkan oleh ESDM menunjukkan
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan
yang cukup besar dan dapat diandalkan untuk
menggantikan energi fosil secara bertahap
Tabel 1.1 Potensi Energi Terbarukan
Indonesia
Energi Non
Fosil
Sumber
Daya Setara
Kapasitas
Terpasang
Tenaga Air
845
Juta
BOE
75,67 GW 4,2 GW
Panas
Bumi
219
Juta
BOE
27,00 GW 0,8 GW
Mini/Mikro
Hidro
0,45
GW 0,45 GW
0,206
GW
Biomassa 49,81
GW 49,81 GW 0,3 GW
Tenaga
Surya -‐
4,80
kWh/m2/day
0,01
GW
Tenaga
Angin
9,29
GW 9,290 GW
0,0006
GW
(Sumber: Blueprint Pengelolaan Energi
Nasional 2006-‐2025 Tanggal 10 November
2007 )
Dari data diatas terlihat jelas bahwa
indonesia sangat potensial dalam masalah hal
energi terbarukan. Dari data energi biomassa
bisa didapatkan 49,81 GW namun baru bisa
terpasang 0,3 GW. Oleh karena itu, kita harus
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 3
memnfaatkan sebaik-‐baiknya biomassa.
Energi biomassa menjadi penting bila
dibandingkan dengan energi terbarukan
karena proses konversi menjadi energi listrik
memiliki investasi yang lebih murah bila di
bandingkan dengan jenis sumber energi
terbarukan lainnya. Hal inilah yang menjadi
kelebihan biomassa dibandingkan dengan
energi lainnya. Seperti halnya dilingkungan
kampus Universitas Indonesia ini yang
wilayahnya masih banyak pepohonan rindang
yang daun-‐daunnya berguguran setiap hari.
Daun-‐daun ini bisa kita manfaatkan menjadi
energi biomassa. Departemen Teknik Mesin
Universitas Indonesia memiliki laboratorium
fluidized bed combustor.
Fluidized bed combustor (FBC)
merupakan salah satu teknologi pembakaran
yang memiliki fungsi mengkonversi berbagai
jenis bahan bakar baik sampah maupun
biomassa yang sulit untuk diproses dengan
metode lain. Teknologi ini menggunakan
konsep turbulensi pada benda padat yang
terjadi pada proses pembakaran yang
memiliki perpindahan panas dan massa yang
tinggi. Teknologi ini telah diperkenalkan sejak
abad ke-‐20, dan saat ini telah diaplikasikan
untuk mengubah biomassa menjadi energi
yang efisien. Keunggulan teknologi ini adalah
laju pembakaran yang cukup tinggi dan dapat
memproses bahan bakar yang memiliki kadar
air tinggi. Potensi FBC Universitas Indonesia
yang belum termanfaatkan membuat
penelitian mengenai teknologi FBC menjadi
menarik. Pengembangan dan penyempurnaan
alat merupakan hal yang penting dilakukan
agar potensinya bisa dimanfaatkan dengan
sebaik-‐baiknya. Fluidized Bed Combustor
(FBC) di Universitas Indonesia merupakan
unit teknologi pemanfaatan limbah yang masih
dalam pengembangan. Teknologi Fluidized
Bed Combustor (FBC) ini masih dapat
dikembangkan secara maksimal dalam
berbagai aspek. Dalam pengembangannya
terdapat masalah-‐masalah yang
membutuhkan penyelesaian demi menunjang
kinerja Fluidized Bed Combustor (FBC)
menjadi lebih baik. Salah satu masalah yang
terjadi pada periode sebelumnya (Desember
2011) adalah pressure drop yang terjadi di
furnace akibat gas sisa hasil pembakaran tidak
seluruhnya keluar melalui cerobong. Gas sisa
hasil pembakaran tersebut lebih banyak
keluar melalui feeder maupun cyclone. Hal
inilah salah satu penyebab dari kurang
optimalnya kinerja Fluidized Bed Combustor
(FBC) Universitas Indonesia ini.
Selanjutnya(Juli 2012), dibutuhkan sebuah
blower hisap (induced draft fan) sebagai
solusi dari permasalahan tersebut. Fungsi dari
blower hisap (induced draft fan) adalah
membentuk aliran udara kontinu yang
diperlukan dalam jumlah sesuai bagi
pembakaran sehingga tekanan di furnace tetap
terjaga serta menghisap dan membuang gas
sisa hasil produk pembakaran. Sekarang
(Januari 2013) dilakukan pengembangan
sistem pengeringan menggunakan panas dari
gas buang yang dihasilkan di proses
pembakaran yang dimana difungsikan agar gas
buang yang keluar ke udara sekitar tidak
terlalu tinggi temperature nya.
2 . Eksperimen
2.1 Bahan Bakar Biomassa
Ada 2 bahan bakar biomassa yang
digunakan sebagai bahan bakar pada
penelitian ini, yaitu: cangkang kelapa dan daun
kering.
Cangkang kelapa digunakan saat
proses pemanasan awal sampai terjadinya
kondisi self sustained combustion. Cangkang
kelapa yang digunakan pada Fluidized Bed
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 4
Combustor (FBC) Universitas Indonesia perlu
dihancurkan agar menjadi ukuran kecil
menggunakan mesin pencacah. Menurut
penelitian (Nanda Prima, 2011) penggunaan
tempurung kelapa ukuran 1 x 1 cm sebagai
pemanasan awal lebih baik dalam hal tingkat
kestabilan temperatur
Gambar 1 Cangkang Kelapa
Sedangkan daun kering digunakan
sebagai bahan bakar pada saat self sustained
combustion. Daun yang didapatkan dari
sekitar hutan kota kampus UI Depok
dihancurkan terlebih dahulu supaya lebih
cepat proses pengeringannya karena daun
tidak semuanya kering sehingga sebelum
digunakan perlu dikeringkan dengan cara
dijemur di panas matahari lebih dahulu. Atau
sun drying.
Gambar 2 Daun Kering
2.2 Pasir
Pasir yang digunakan sebagai
hamparan (bed) pada Fluidized Bed
Combustor (FBC) Universitas Indonesia
adalah jenis pasir silika.Pemilihan pasir sangat
penting karena sangat berpengaruh terhadap
hasil dari penelitian ini. Proses fluidisasi akan
berhasil jika pemilihan pasir ini sudah tepat.
Menurut penelitian (Azmi Muntaqo, 2011)
pasir silika dengan ukuran mesh 20-‐40
memiliki temperatur lebih tinggi pada kondisi
kerja
Tabel 1 Sifat Fisik, Termal, dan
Mekanik Pasir Sil ika
Properties Sil ica
Sand
Particle density ( kg/m3 ) 2600
Bulk density ( kg/m3 ) 1300
Thermal conductivity ( Wm-‐1K
) 1.3
Tensile strength ( MPa ) 55
Compressive strength ( MPa ) 2070
Melting point ( oC ) 1830
Modulus of elasticity ( GPa ) 70
Thermal shock resistance Excellent
Gambar 3 Pasir Silika yang Digunakan pada
FBC UI
2.3 Termokopel
Terdapat 6 buah termokopel yang
dipasang pada furnace.Dengan mengacu pada
distributor, termokopel ditempatkan dengan
konfigurasi sebagai berikut:
T1 = 31,5 cm dibawah distributor
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 5
T2 = 3,5 cm diatas distributor
T3 = 24,5 cm diatas distributor
T4 = 63,5 cm diatas distributor
T5 = 144,5 cm diatas distributor
T6 = 219,5 cm diatas distributor
Gambar.4 Skematik Fluidized Bed
Combustor
2.4 Prosedur Pengujian
Setelah semua bahan bakar siap dan
seluruh peralatan telah terhubung, Blower
tiup (Forced Draft Fan) dan blower hisap
(induced draft fan) dihidupkan.Setelah itu
burner juga dihidupkan.7-‐10 menit setelah
burner dihidupkan dan ketika temperaturnya
telah stagnan, dimulai pemasukan bahan
bakar menggunakan tempurung kelapa
sebagai pemanasan awal.
Pemasukan bahan bakar meningkat
secara perlahan dari 0,25 – 1 kg. Setelah
mencapai kondisi dimana hamparan pasir
(bed) yang telah berubah warna menjadi
merah menyala seperti lava bergolak
membara yang disebut dengan self sustained
combustion maka burner dimatikan. Setelah
itu dimulai pemasukan bahan bakar
menggunakan daun kering dengan laju
pemasukan bahan bakar tetap sebesar 0,25
kg/1/2 menit. Mulai dari burner dihidupkan
sampai dengan selesai percobaan, semua data
disimpan dengan menggunakan data
acquisition (DAQ).
3. Hasil Desain
1.1 Perhitungan Alat Penukar
Kalor
Data yang didapatkan untuk perhitungan
Fluid CO2
Ambient
Air
To,(0C) 4750 300
Ti,(0C)
1000
1200
Pressure Drop
Limit,(kPa) 12 20
Total Mass Flow,(kg/s) 0,37 dicari
SpecificHeat,
Cp(J/kg.K) 1150 1007
Thermal
Conductivity,k(W/m.K)
45,3 x
10-‐3
26,4 x
10-‐3
Dynamic
viscosity,µμ(N.s/m2)
296,5 x
10-‐7
184,6 x
10-‐7
Specific Gravity 7,8 x
10-‐4
1,2 x 10-‐
3
Prandle Number 0,7145 0,707
Density 0,78535 1,1614
Keterangan :
• Initial temperature dari
karbondioksida didapatkan dari
jurnal : Arya “Studi Kinerja Fluidized
Bed Combustor Dengan Diversifikasi
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 6
Bahan Bakar Cangkang Kelapa ke
Pemanfaatan Limbah Biomassa Daun
Kering di Lingkungan Kampus UI
Depok.” Skripsi, Program Sarjana
Fakultas Teknik UI, Depok, 2012.
• Initial temperature dari udara
sekitaran depok didapatkan dari data
BMKG indonesia tentang cuaca kota
depok desember 2012.
• Outlet temperature dari kedua fluida
tersebut adalah temperature yang
kita ingin dapatkan
• Total Mass Flow didapatkan dari
spesifikasi alat
• Semua konstanta yang ada didapat
dari : Incropera, F.P., Dewitt, D.P.,
Bergman, T.L., & Lavine, A.S. (2007).
Fundamentals of Heat and Mass
Transfer. Sixth Edition. John Wiley &
Sons
1. Penempatan Fluida
Kriteria untuk menempatkan fluida
Tube Side Fluid Shell
Side Fluid
Corrosive fluid fluid with
Cooling water large ΔT
Fouling factor
High pressure steam
Hotter fluid
sumber : process heat transfer
principles and application ebook
karena karbondioksida
memiliki temperature yang lebih
tinggi dibandingkan dengan udara
lingkungan, dan nilai fouling factor
sebesar 0,002 dibandingkan dengan
ambient air (0-‐0,0005) . untuk itu
saya mengasumsikan untuk
menempatkan fluida karbondioksida
dan udara pada :
fluida
penempatan
karbondioksida(CO2)
Tube Side
Ambient Air
Shell Side
2. shell and head type
Dari kedua fluida yang
berkerja di shell maupun di tube
merupakan fluida kerja yang
memiliki range fouling factor yang
cukup besar dan berpotensial untuk
terjadinya fouling. Jadi dibutuhkan
perawatan kebersihan pada kepala
dan bagian dari belakang heat
exchanger tersebut. Lalu udara
sekitar yang masuk ke shell tetap
dalam satu fasa maka design kepala
dan bagian belakang yang saya pilih
adalah
Gambar 4.1 (jenis-‐jenis heat
exchanger shell and tube)
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 7
Head stationer Tipe A : Removeable
Channel and cover
Shell type Tipe E : one phase shell
Rear head Tipe L
3. Tubing
Tube OD : 3 4 inch
Length of tube : 25 Ft
BWG : 15
Pitch of Tube : 1 inch
Tube ID : 0,606 inch
4. Tube Layout
1 inch pitch, square pitch
Gambar 4.2 (tube layout yang biasa digunakan
a.square pitch, b.rotated square pitch,
c.tringular pitch)
5. Baffles spacing
Baffles spacing ! !" = 0,3
6. Construction material
Parts Material ρ(kg/m3)
C(J/kg.K)
k(W/m.K)
Shell Carbon stell
7753 486 36
Shell Carbon stell
7753 486 36
-‐ Sizing
-‐ Energy Balance
o Q = (ṁ. Cp. ΔT)
= (0,37 kg/s . 1150 J/kg.K
. 375K)
= 159562,5 W
o ṁair = !!" .!" !"#
= !"#"$%,! !""# .!" !"#
= 1,760
kg/s
-‐ LMTD (Log Mean Difference
Temperature)
ΔTlmtd = !!"!!!" ! (!!"!!!")!" (!!"!!!"!!"!!!"
)
= !"#!!"# ! (!""!!")
!" (!"#!!"#!""!!" ) = 50,42
K
-‐ UD estimation
Dari tabel, overall heat
transfer coefficient for
turbular heat exchangers
adalah 10-‐50 BTU/h. Ft2. F.
Saya mengasumsikan 25
BTU/h. Ft2. F = 141,95
W/m2 K
-‐ Heat transfer area
A = !!".!.!!"#$
= !"#"$%,! !"!,!" . ! .(!",!" )
=
22,30 m2
-‐ Number of tube
Nt = !! .!" .!
= !!,!"!,!" . !,!"#!$ .(!,!")
= 48,92 ~ 49 tube
-‐ Number of tube pass
Re = !ṁ( !"!")
! .!" .!
= !(!,!")( !"!")
!,!" . !,!"#$ .(!"#,!!!"!!)
= 161068,92 np
Nilai Re yang kita inginkan
adalah Re > 104 , maka besar np
yang dibutuhkan = 1, Re =
161068,92. Karena nilai Re yang
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 8
kita dapatkan sudah lebih besar
dari 104 . Checking the fluid
velocity
V = ṁ( !"!")
!.! .!"!/! =
!,!"( !!")
!"#$,!" . !,!" .(!,!"#$)!/!
= 0,879 m/s
-‐ Shell size and actual tube count
Dari tabel, untuk shell and
tube heat exchangers
dengan ¾ inch tube 1 inch
pitch, with 2 passes, the
closest tube count from 93
is 90. The diameter of shell
corresponds with the tube
count is 13,25 inch
(0,33655 m)
- Required overall heat transfer
coefficient
Ureq = !!".!.!".!.!.!"!"#$
= !"!#$$
!" . !,!" . !,!"#" . !,!" . ! .(!",!")
= 264,198 W/m2.K
- Hi
Re = !ṁ !"!"!.!".!
=
!(!,!") !!"!,!" . !,!"#$ .(!,!!"!##)
= 13310,69
Hi = !!" (0,023 Re0,8 Pr1/3
( !!!)0,14
= !,!"#!,!"#$
(0,023
(13310,69)0,8 (7,1)1/3 1
= 3386,33 W/m2K
- Ho
B = 0,3 ds = 0,3
(0,33566)
= 0,1009 m
C’ = Pr – Do = 0,0254 –
0,0191
= 0,00635 m
As = !".!!.!!"
=
!,!!"# . !,!!"#$ .(!,!)!,!"#$
=
0,008495 m2
G = ṁ !" = !"
!,!!"#$%
= 2354,342
kg/m2s
De = 0,95 x 0,0254 0,02413
*from table
Re = 284,0514
Colburn factor
Jh = 0,5
(1+! !")(0,08Re0,681 + 0,7
Re0,1772)
= 0,5 (1 +
0,3)[0,08(284,0514)0,681 +
0,7 (284,0514)0,1772)
= 3,69
Ho = Jh (! !") Pr1/3
(µμ µμ!)0,14
= 3,69 (0,139 0,02413)
(793)1/3 (1)0,14
= 192,4
- Clean overall coefficient
Uc = [ !"!!.!"
+ !".!" (!" !")
!!!"#$ +
!!! ]-‐1
= [ !,!"#"!!"#,!! (!,!"#$)
+
!,!"#".!" (!,!"#" !,!"#$)
!(!",!)
+ !!"#,!
]-‐1 = 187,3317
karena Uc < Ureq, kita perlu
meninjau kembali data-‐data
yang kita peroleh dan
asumsi-‐asumsi yang kita
lakukan. Asumsi yang harus
kita rubah adalah asumsi
dari nilai UD.
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 9
# second trial
Tube size (3/4 inch, 10 DWG)
Do = 0,01905 Pt =
0,0254
Di = 0,01224 K = 14,4
L = 9,144 UD
assumption : 30 BTU/h.ft2.F = 170,34 W/m2K
- Heat transfer area & number of tube
A = !!".!.!!"#$
= !"!#$%!"#,!" . ! .(!",!")
= 63,63
m2
- Number of tube
Nt = !! .!" .!
= !",!"!,!" . !,!"#!$ .(!,!"")
= 116,32 117 tube
- Number of tube pass
Re = !ṁ( !"!")
! .!" .!
= !(!,!")( !"
!!")
!,!" . !,!"##$ .(!,!""!!"!!)
= 6439,72 np
Agar nilai Re bernilai > 10-‐
4, karena itu kita gunakan np =
2, Re = 12879,45. Checking the
fluid velocity
V = ṁ( !"!")
!.! .!"!/! =
!,!"( !!!"
)
!"#$,!" . !,!" .(!,!"#$)!/!
= 1,105 m/s
kecepatan fluida required
Fluid velocity range
0,9144 – 2,4384 (m/s)
- Shell size and actual tube count
For 3 4 inch tube square 1
inch pitch , closest count to
117 is 128 with shell
diameter of 15,25 inch
(0,38375 m).
- Required overall heat transfer
coefficient
Ureq = !!".!.!".!.!.!"!"#$
= !"!#$$
!"# . !,!" . !,!"#!$ . !,!"" . ! .(!",!")
= 154,805 W/m2.K
- Hi
Re = !ṁ !"!"!.!".!
=
!(!,!") !!"#!,!" . !,!"##$ .(!,!!"!##)
= 11772,62
Hi = !!" (0,023 Re0,8 Pr1/3
( !!!)0,14
= !,!"#!,!"##$
(0,023
(11772,62)0,8 (7,1)1/3 1
= 3861,065 W/m2K
- Ho
B = 0,116205 m
C’ = 0,00635 m
As = !".!!.!!"
=
!,!"#!$ . !,!!"#$ .(!,!!"#$%)!,!"#$
=
0,011253 m2
G = ṁ !" = !"
!,!""#$%
= 1777,3
kg/m2s
De = 0,95 x 0,0254 =
0,02413 *from table
Re = !".!!
= !,!"#$% .(!""",!)!,!
= 214,43
- Colburn factor
Jh = 0,5
(1+! !")(0,08Re0,681 + 0,7
Re0,1772)
= 0,5 (1 +
0,3)[0,08(214,43)0,681 + 0,7
(214,43)0,1772)
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 10
= 3,202
Ho = Jh (! !") Pr1/3
(µμ µμ!)0,14
= 3,202
(0,139 0,02413) (793)1/3
(1)0,14
= 166,96 W/m2K
- Clean overall coefficient
Uc = [ !"!!.!"
+ !".!" (!" !")
!!!"#$ +
!!! ]-‐1
= [ !,!"#!$!"#$,!"# (!,!"##$)
+
!,!"#".!" (!,!"#!$ !,!"##$)
!(!",!)
+ !!"",!"
]-‐1 = 159,2
W/m2K
Karena Uc > Ureq, perhitungan
selanjutnya bisa dilakukan
- Fouling factor
Karbondioksida, Rdi =
0,0001761 m2K/W
Udara , Rdo = 0,0007044
m2k/W
Rd = !"#.!"!" + Rdo
= !,!!!"#$" .(!,!"#!$)!,!"##$
+
0,0007044
= 0,000978415
- Design overall coefficient
UD = ( !!" + RD)-‐1 = ( !
!"#,! +
0,000978415)-‐1
= 137,73
W/mK
- Over-‐surface and over design
Over surface : ( !"!"#$
-‐ 1) x
100% = 2,8 %
Over design : ( !"!"#$
-‐ 1) x
100% = -‐11,03 %
- Tube – side pressure drop
F = 0,4137 (Re-‐0,2585)
= 0,4137 (11772,62 -‐
0,2585)
= 0,0367
G = ṁ!"!"
!.!"!/! =
!,!"( !!"#)
!,!" .(!,!"##$)!/!
= 1035,64 kg/m2s
Friction loss
ΔPf = ! !" !.!!!""".!".!.!
=
!,!"#$ ! !,!"" .(!"#$,!"#)!""". !,!"##$ .(!,!"#).!
= 28690,4
Pa
Minor losses (entrance, exit, return)
Αr = (2no – 1,5)
= (2(2) – 1,5 ) = 2,5
ΔPr = 5 x 10-‐4 .αr.G2/s
= (5 x 10-‐
4)(2,5)(1035,642)/1,034
= 1309,26 Pa
Nozzle selection
For 15,25 inch shell
diameter, nozzle used is 3 inch nozzle
(0,0762m)
Ren = !.ṁ !.!".!
=
!.(!,!") !,!" . !,!"#$ .(!,!""!!"!!)
= 121054
Gn = ṁ !.!"!/!
=
!,!" !,!" .(!,!"#$)!/!
= 1710,96 kg/m2s
Nozzle losses
ΔPn = (7,5x10-‐4)Ns.Gn2/s
= (7,5x10-‐
4)(1)(1710,96)2/1,024
= 2144,08 Pa
- Shell pressure
Since Re in shell side is
smaller tahn 1000, then
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 11
f1 = exp[0,092(ln Re)2 – 1,48 ln Re –
0,00526 ds2 + 0,0478 ds – 0,338]
= exp[0,092(ln (214))2 – 1,48 ln
(2,14) – 0,00526 (15,25)2 + 0,0478
(15,25) – 0,338]
= 0,00657
f2 = exp[0,123(ln Re)2 – 1,78 ln Re –
0,00132 ds2 + 0,0678 ds – 1,34]
= exp[0,123(ln 214)2 – 1,78 ln
(214) – 0,00132 (15,25)2 + 0,0678
(15,25) – 1,34]
= 5,94 x 10-‐5
f = 144 [ f1 – 1,25(1-‐ !!")(f1 -‐ f2)
= 144[0,00657 – 1,25(1-‐0,3)–
(0,00657-‐ 5,94 x 10-‐5)
= 0,1256
Nb + 1 = !! = !,!""
!,!!" = 78,69
De = 0,95 x 0,0254 =
0,02413
- Shell pressure drop
Δ Pf = !.!!.!"(!"!!)
!""".!".!.!
= !,!"#$ . !""",! !.(!,!!"##)(!",!")
!""". !,!"#$% .(!,!"#)
= 291755,36 Pa
- DESIGN EVALUATION
Design Parameters
Calculated
Desired
Over surface 2,8%
20% -‐ 40%
Over Design -‐11,03%
below 10%
Tube Pressure drop 32,14
kPa below 40 kPa
Shell Pressure drop 291,75
kPa below 140 kPa
Dari evaluasi diatas, dapat dilihat
bahwa Over Surface terlalu kecil dan
Over design tidak mencukupi syarat
yang ada sehingga tidak dapat
mengkompensasi fouling yang tidak
diinginkan. Sementara penurunan
tekanan pada tube diterima,
penurunan tekanan pada shell terlalu
besar. Re-‐desain harus dilakukan
dengan mengubah jumlah tabung dan
jumlah lintasan.
# third trial : final design
Pertama, required heat transfer area
sudah dihitung menggunakan the heat transfer
coefficient (UD) dari perhitungan yang
sebelumnya
Areq = !!".!.!"!"#$
= !"!#$%!"#,!" . ! .(!",!")
= 78,69 m2
Nt required = !"#$!.!".!
= !",!"!,!" . !,!"#!$ .(!,!"")
= 143,87 ~ 144 tubes
Dari perhitungan di atas, maka dapat dianalisis
bahwa dengan ukuran tabung yang sama dan
panjang, jumlah minimum 144 tabung akan
cukup untuk memberikan luas perpindahan
panas untuk aplikasi. Menggunakan Ms.excel
untuk membantu perhitungan, beberapa
pertimbangan perubahan parameter jelaskan
di bawah.
- Tube pass (np). Peningkatan
number of tube pass
mengakibatkan penurunan
tekanan di atas jumlah yang
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 12
diinginkan. Jadi number of tube
pass tetap menggunakan
number of tube pass 2.
- Baffle spacing (B). sebagai salah
satu parameter utama dalam
shell and tube heat exchanger
yang memegang peranan
penting dalam menentukan
penurunan tekanan didalam
shell.. ini terlihat pada
perhitungan yang telah
dilakukan, dengan rasio ! !"
from 0,3 to 0,2 secara signifikan
mengurangi penurunan tekanan
didalam shell, dengan
kompensasi kenaikan pada
Oversurface dan Overdesign.
- Number of tube. Biasanya
dengan menggunakan tube
count table, jumlah terdekat
dari number of tube 144 adalah
174. Tapi, menggunakan nilai
ini akan mengakibatkan seluruh
permukaan dan a desain
dengan jumlah jauh lebih besar
dari yang diizinkan.
Dari analisis diatas, paramater yang
digunakan untuk perhitungan
terakhir adalah :
Nt = 148 ds = 17,25 inch
!!" = 0,2
- Tube count = 148 . Fluid
velocity assesment
V = ṁ( !"!")
!.! .!"!/! =
!,!"( !!"#)
!"#$,!" . !,!" .(!,!"##$)!/!
= 0,898 m/s
- Required overall heat transfer
coefficient
Ureq = !!".!.!".!.!.!"!"#!
= !"!#$$
!"# . !,!" . !,!"#!$ . !,!"" . ! .(!",!")
= 133,89 W/m2.K
- Hi
Re = !ṁ !"!"!.!".!
=
!(!,!") !!"#!,!" . !,!"##$ .(!,!!"!##)
= 10181,727
Hi = !!" (0,023 Re0,8 Pr1/3
( !!!)0,14
= !,!"#!,!"##$
(0,023
(10181,727)0,8 (7,1)1/3 1
= 3437,68 W/m2K
- Ho
B = 0,2 ds = 0,2
(0,33566)
= 0,08763 m
C’ = Pr – Do = 0,0254 –
0,0191
= 0,00635 m
As = !".!!.!!"
=
!,!!"# . !,!!"#$ .(!,!"#$% )!,!"#$
=
0,009598 m2
G = ṁ !" = !"
!,!!"#"$
= 2086,6
kg/m2s
De = 0,95 x 0,0254 =
0,02413 *from table
Re = !".! ! = !,!"#$% .(!"#$,!)
!,!
= 251,39
Colburn factor
Jh = 0,5
(1+! !")(0,08Re0,681 + 0,7
Re0,1772)
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 13
= 0,5 (1 +
0,2)[0,08(251,39)0,681 + 0,7
(251,39)0,1772)
= 3,467
Ho = Jh (! !") Pr1/3
(µμ µμ!)0,14
= 3,467
(0,139 0,02413) (793)1/3
(1)0,14
= 180,8 W/m2K
- Clean overall coefficient
Uc = [ !"!!.!"
+ !".!" (!" !")
!!!"#$ +
!!! ]-‐1
= [ !,!"#!$!"!#,!" (!,!"##$)
+
!,!"#!$ .!" (!,!"#!$ !,!"##$)
!(!",!)
+ !!"#,!
]-‐1 = 171,72
W/m2K
karena Uc > Ureq, perhitungan bisa
dilanjutkan
- Fouling factor
Karbondioksida, Rdi =
0,0001761 m2K/W
Udara , Rdo =
0,0007044 m2k/W
Rd = !"#.!"!" + Rdo
= !,!!!"#$" .(!,!"#!$)!,!"##$
+
0,0007044
= 0,000978415
- Design overall coefficient
UD = ( !!" + RD)-‐1 = ( !
!"!,!" +
0,000978415)-‐1
= 147,02
W/m2K
- Over-‐surface and over design
Over surface : ( !"!"#$
-‐ 1) x
100%
: ( !"!,!"!"",!!"
-‐ 1)
x 100% = 28,33 %
Over design : ( !"!"#$
-‐ 1) x
100%
: ( !"#,!"!"",!!"
-‐ 1) x
100% = 9,8 %
- Tube – side pressure drop
F = 0,4137 (Re-‐0,2585)
= 0,4137 (10181,72 -‐
0,2585)
= 0,038
G = ṁ!"!"
!.!"!/! =
!,!"( !!"#)
!,!" .(!,!"##$)!/!
= 895,69 kg/m2s
Friction loss
ΔPf = ! !" !.!!!""".!".!.!
=
!,!"# ! !,!"" .(!"#,!")!""". !,!"##$ .(!,!"#).!
= 22280,86
Pa
Minor losses (entrance, exit, return)
Αr = (2no – 1,5)
= (2(2) – 1,5 ) = 2,5
ΔPr = 5 x 10-‐4 .αr.G2/s
= (5 x 10-‐
4)(2,5)(895,692)/1,024
= 979,32 Pa
Nozzle selection
Untuk diameter Shell 15,25
inch, nozzle used is 3 inch nozzle
(0,0762m)
Ren = !.ṁ !.!".!
=
!.(!,!") !,!" . !,!"#$ .(!,!""!!"!!)
= 121054
Gn = ṁ !.!"!/!
=
!,!" !,!" .(!,!"#$)!/!
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 14
= 1710,96 kg/m2s
Nozzle losses
ΔPn = (7,5x10-‐4)Ns.Gn2/s
= (7,5x10-‐
4)(1)(1710,96)2/1,024
= 2144,08 Pa
Total pressure drop = friction loss +
minor losses + nozzle loss
= 22280,86 +
979,32 + 2144,08
= 25220,39
Pa
- Shell pressure drop
f1 = exp[0,092(ln Re)2 – 1,48 ln Re –
0,00526 ds2 + 0,0478 ds – 0,338]
= exp[0,092(ln (251))2 – 1,48 ln
(251) – 0,00526 (17,25)2 + 0,0478
(17,25) – 0,338]
= 0,00647
f2 = exp[0,123(ln Re)2 – 1,78 ln Re –
0,00132 ds2 + 0,0678 ds – 1,34]
= exp[0,123(ln 251)2 – 1,78 ln
(251) – 0,00132 (17,25)2 + 0,0678
(17,25) – 1,34]
= 4,825 x 10-‐5
f = 144 [ f1 – 1,25(1-‐ !!")(f1 -‐ f2)
= 144[0,00647 – 1,25(1-‐0,2)–
(0,00647-‐ 4,825 x 10-‐5)
= 0,00695
Nb + 1 = !! = !,!""
!,!"#$% =
104,35
De = 0,95 x 0,0254 =
0,02413
- Shell pressure drop
Δ Pf = !.!!.!"(!"!!)
!""".!".!.!
= !,!!"#$ . !"#,!" !.(!,!"##$)(!"#,!")
!""". !,!"#$% .(!,!"#)
= 33228,15 Pa
- Nozzle pressure drop
ΔPr = 5 x 10-‐4 .αr.G2/s
= (5 x 10-‐
4)(2,5)(1035,642)/1,034
= 1309,26 Pa
Nozzle selection
For 15,25 inch shell
diameter, nozzle used is 3 inch nozzle
(0,0762m)
Ren = !.ṁ !.!".!
=
!.(!,!") !,!" . !,!"#$ .(!,!""!!"!!)
= 121054
Gn = ṁ !.!"!/!
=
!,!" !,!" .(!,!"#$)!/!
= 1710,96 kg/m2s
- DESIGN EVALUATION
Design
Parameters
Desired Calculated
Over surface 28,33 % 20% -‐ 40%
Over Design 9,8 % below
10%
Tube
Pressure
drop
25,22 kPa below 40
kPa
Shell
Pressure
drop
48,47 kPa below 140
kPa
All design criteria are satisfied
Final Design Summary
Tube side fluid : Carbon dioxide
from the furnace
Shell side fluid : Air
Shell : type AEL, 17,25
inch
Tube bundle : 49 tubes, ¾ inch
OD, 10 BWG,
25 feet long, on 1
inch square pitch,
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 15
arranged for two passes
Heat Transfer Area : 50,42 m2
Baffles : spacing of 3,505
inch, baffle
cutting 20%
Nozzle : 3 inch schedule
40 on tube side
3 inch schedule 40 on shell side
Material : shell – Carbon
Steel
Tube -‐ Carbon steel
3.1 Gambar Desain
Gambar 10 Shell and Tube Heat Exchangers
Dengan kapasitas 145 kg daun per
jam dan massa jenis daun sebesar 150 kg / m3,
maka ditetapkan tray sebanyak 10 tray dengan
jarak tiap tray sebesar 150 mm. Batas
maksimum daun kering tiap tray adalah
sebesar 14.5 kg atau dengan tinggi maksimum
daun tiap tray 100 mm.
4. Kesimpulan
a. Temperature yang keluar dari boiler atau
T6 setelah 3 jam pembakaran daun pada
kondisi self sustained combustion dengan
penggunaan induced draft fan adalah
sekitar 475 oC. Dengan temperature yang
masih tinggi tersebut dihasilkan energy
panas sebesar sekitar 60 kW.
b. Untuk memanfaatkan gas panas hasil
pembakaran selama 3 jam pada kondisi
self sustained combustion diperlukan alat
penukar kalor untuk memindahkan kalor
yang dihasilkan dari furnace yang dimana
kalor tersebut akan diserap oleh udara
bersih yang akan dialirkan menuju alat
pengeringan. Karena jika gas buang
langsung dialirkan menuju alat
pengeringan, dikhawatirkan biomassa
akan rusak.
c . Dari beberapa jenis alat penukar kalor
yang ada, akhirnya digunakan alat penukar
kalor jenis Shell and Tube. Pemilihan ini
berdasarkan aspek-‐aspek yang ada pada
pemilihan alat penukar kalor yaitu alat
penukar kalor jenis Shell and Tube ini
menggunakan 2 fluida yang ingin
diturunkan temperaturenya dan dinaikan
temperaturenya, kemudian alat penukar
kalor ini memiliki ΔT yang besar.
d. Alat penukar kalor jenis Shell and Tube ini
dapat menurunkan temperature dari
furnace yang awalnya 4750C menjadi
1000C pada stake akhir. Dan menaikan
udara sekitar yang temperature awal 300C
menjadi 1200C, dimana 1200C ini akan
dialirkan menuju alat pengering biomass.
e . Setelah dilakukan perhitungan manual dan
divalidkan dengan melakukan perhitungan
melalui software HTFS (Heat Transfer and
Fluid Flow Service) didapatkan Shell and
Tube tipe AEL dengan dimensi panjang
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 16
1,7m dan tinggi 40 cm, berikut spesifikasi
alat penukar kalor yang didapat :
Tube Side Fluid Carbon dioxide from
the furnace
Shell Side Fluid Air Shell type AEL, 17,25 inch Tube Bundle
49 tubes, ¾ inch OD,
10 BWG, 25 feet long,
on 1 inch square pitch,
arranged for two
passes
Heat Transfer Area
50,42 m2
Baffles spacing of 3,505 inch, baffle cutting 20%
Nozzle 3 inch schedule 40 on
tube side
3 inch schedule 40 on
shell side
Material Shell – Carbon steel
Tube – Carbon steel
f . Temperature yang keluar melalui induced
draft fan setelah melewati alat penukar
kalor yang kemudian dibuang ke udara
bebas adalah sekitar 100 oC. Sebelumnya
temperature yang keluar melalui induced
draft fan sebelum adanya alat penukar
kalor dan alat pengering adalah sekitar
475 oC. Hal ini menunjukkan peningkatan
efisiensi secara keseluruhan dari sistem
fluidized bed combustor di Universitas
Indonesia dan juga menunjukkan sistem
ini ramah lingkungan.
g . Dengan peningkatan efisiensi dari sistem
fluidized bed combustor tersebut bisa
dibilang fluidized bed combustor dapat
dijadikan solusi energi yang terbarukan di
Universitas Indonesia dengan bahan bakar
limbah biomassa. Dan dengan adanya alat
penukar kalor menunjukkan sistem ini bias
berkelanjutan dalam proses pengeringan,
pembakaran, dan penghematan energi.
5 . Referensi
[1] Howard, J. R., Fluidized Beds – Combustion
and Applications. London: Applied Science
Publishers,1983.
[2] Oka, Simeon N. “Fluidized Bed
Combustion” (Marcel Dekker, Inc. 2004)
[3] Bruce R. Munson, Donald F. Young,
Mekanika Fluida, terj. Harinaldi, Budiarso
(Jakarta: Erlangga, 2003).
[4] Surjosatyo, Adi. “Fluidized Bed
Incineration of Palm Shell & Oil Sludge
Waste.” Tesis, Program Magister
Engineering Universiti Teknologi Malaysia,
1998.
[5] Basu, Prabir. “Combustion and Gasification
in Fluidized Beds” (Taylor & Francis Group
2006).
[6] Muntaqo, Azmi. “Studi Karakteristik
Pembakaran Biomassa Tempurung Kelapa
pada Fluidized Bed Combustor UI dengan
Partikel Hamparan Pasir Berukuran Mesh
20-‐40.” Skripsi, Program Sarjana Fakultas
Teknik UI, Depok, 2011.
[7] Prima, Nanda. “Studi Karakteristik
Pengujian Pembakaran Biomassa
Tempurung Kelapa Ukuran 1x1 cm dan
1,5x1,5 cm pada Fluidized Bed Combustor
UI.” Skripsi, Program Sarjana Fakultas
Teknik UI, Depok, 2011.
[8] Rahmat, Riza. “Studi Variasi Supply Udara
Blower untuk Pencapaian Self Sustained
Combustion pada Eksperimen Uji Bahan
Bakar Fluidized Bed Combustor UI.”
Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik
UI, Depok, 2011.
[9] Arya “Studi Kinerja Fluidized Bed
Combustor Dengan Diversifikasi Bahan
Bakar Cangkang Kelapa ke Pemanfaatan
Limbah Biomassa Daun Kering di
Lingkungan Kampus UI Depok.” Skripsi,
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 17
Program Sarjana Fakultas Teknik UI,
Depok, 2012.
[10] Permata, Eggi Ikhsan “Fluidized Bed
Combustion Performance Studies With
Biomass Fuel Diversification From Coconut
Shell to Utilization Leaf Dry Around
University of Indonesia And Compared
Both Fuel After Self Sustain Take Place.”
Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik
UI, Depok, 2012.
[11] Basu, Prabir. Combustion and
Gasification in Fluidized Beds.Taylor &
Francis Group, 2006.
[12] Borman, G.L., dan Ragland, K.W..
Combustion Engineering. McGraw-‐Hill
Book Co., Singapore,1998
[13] Bruce R. Munson, Donald F. Young,
Mekanika Fluida, terj. Harinaldi, Budiarso.
Jakarta: Erlangga,2003.
[14] Oka ,N Simeon : Fluidized Bed
Combustion, Marcel Deker New York,2004
[15] Energy Information Administration
(EIA) -‐ US, International Energi Annual
2006
[16] Howard, J. R., Fluidized Beds –
Combustion and Applications. London:
Applied Science Publishers,1983.
[17] A .A. Khana , W. de Jonga, P.J.
Jansensb, H. Spliethoff ,Biomass
combustion in fludized bed combustin
Potential problems and remedies.
[18] Incropera, F.P., Dewitt, D.P., Bergman,
T.L., & Lavine, A.S. (2007). Fundamentals
of Heat and Mass Transfer. Sixth Edition.
John Wiley & Sons.
[19] Serth, Robert W – Process Heat
Transfer Principles and Applications,
publisher : Elsevier Science & Technology
Books, April 2007
[20] Putra, Nandy – Alat Penukar Kalor,
Departemen Teknik Mesin Universitas
Indonesia, 2011
Studi Perancangan..., Dennis Adriansyah R, FT UI, 2013
Top Related