TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

20
Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 119 Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG DEO-DEO KAYANGAN DI PEKANBARU Nur Desmawati Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hadjar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta, 57126 E-mail: [email protected] Sri Rochana Widyastutieningrum Institut Seni Indonesia Surakarta ABSTRAK Deo Kayangan merupakan ritual pengobatan penyakit yang disebabkan oleh kekuatan gaib. Ritual ini ada di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Ritual tersebut dipimpin oleh dukun Melayu bernama Tuk Damai. Tuk Damai diminta oleh masyarakat untuk menjadikan ritual tersebut sebagai hiburan dengan membuat imitasi Deo Kayangan yang diberi nama Badeo. Realitas tersebut memberikan kebebasan penafsiran baru oleh Wan Harun Ismail dengan mentransformasi menjadi suatu bentuk baru serta fungsi dan makna yang berbeda yaitu ditransformasi menjaditari Mambang Deo-Deo Kayangan sebagai ungkapan ekspresi. Fenomena ini kemudian menjadi sebuah topik pembicaraan yang hangat di Pekanbaru sejak tarian karya Wan Harun Ismail tersebut tampil di acara Parade Tari dan Pemilihan Bujang Dara Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut secara runut. Mulai dari bentuk asli ritual Deo Kayangan hingga menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sosok Wan Harun Ismail sebagai seniman yang melakukan transformasi Deo Kayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan, serta menjelaskan tanggapan masyarakat terhadap transformasi bentuk Deo Kayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan. Kata kunci: Ritual Deo Kayangan, transformasi, Tari Mambang Deo-Deo Kayangan. ABSTRACT Deo Kayangan is a ritual for the treatment of diseases caused by magical powers. This ritual is in the Village of Tebing Tinggi Okura, Rumbai Pesisir District, Pekanbaru City, Riau Province. The ritual was led by a Malay shaman named Tuk Damai. Tuk Damai was asked by the community to make the ritual an entertainment by making a Deo Kayangan imitation named Badeo. The reality provides a free interpretation of Wan Harun Ismail by transforming it into a new form and different functions and meanings which are transformed into Mambang Deo-Deo Kayangan dance as his expression. This phenomenon later became a hot topic of conversation in Pekanbaru since the dance by Wan Harun Ismail appeared in the Dance Parade and the Election of Bujang Dara Kota Pekanbaru. This study aims to explain this phenomenon in a continuous manner. It starts from the original form of Deo Kayangan ritual up to the Mambang Deo-Deo Kayangan dance; knowing the factors that influence Wan Harun Ismail as an artist who transforms Deo Kayangan into Mambang Deo-Deo Kayangan dance and explains the community’s response to Deo Kayangan’s transformation into Mambang Deo-Deo Kayangan dance. Keywords: Deo Kayangan Ritual, transformation, Mambang Deo-Deo Kayangan Dance. A. Pengantar Deo Kayangan pada dasarnya berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat Tebing Tinggi Okura sebagai pengobatan. Deo Kayangan dipertunjukkan pada saat masyarakat membutuhkan pengobatan karena orang yang terkena penyakit membutuhkan pertolongan misalnya gangguan roh jahat, santet, teluh dan sejenisnya. Proses pengobatan ini dilengkapi dengan sesaji dan keperluan lainnya. Deo Kayangan tersebut dipimpin oleh Tuk Damai. Ia merupakanseorang dukun Melayu golongan batin. Batin merupakan salah satudukun Melayu atau ahli pengobatan tradisional dalam masyarakat Melayu.

Transcript of TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Page 1: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 119

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

TRANSFORMASI DEO KAYANGANMENJADI TARI MAMBANG DEO-DEO KAYANGAN

DI PEKANBARU

Nur DesmawatiProgram Pascasarjana

Institut Seni Indonesia SurakartaJl. Ki Hadjar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta, 57126

E-mail: [email protected]

Sri Rochana WidyastutieningrumInstitut Seni Indonesia Surakarta

ABSTRAK

Deo Kayangan merupakan ritual pengobatan penyakit yang disebabkan oleh kekuatan gaib. Ritual ini ada diKelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Ritual tersebutdipimpin oleh dukun Melayu bernama Tuk Damai. Tuk Damai diminta oleh masyarakat untuk menjadikan ritualtersebut sebagai hiburan dengan membuat imitasi Deo Kayangan yang diberi nama Badeo. Realitas tersebutmemberikan kebebasan penafsiran baru oleh Wan Harun Ismail dengan mentransformasi menjadi suatu bentukbaru serta fungsi dan makna yang berbeda yaitu ditransformasi menjaditari Mambang Deo-Deo Kayangansebagai ungkapan ekspresi. Fenomena ini kemudian menjadi sebuah topik pembicaraan yang hangat diPekanbaru sejak tarian karya Wan Harun Ismail tersebut tampil di acara Parade Tari dan Pemilihan BujangDara Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut secara runut. Mulai daribentuk asli ritual Deo Kayangan hingga menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan, mengetahui faktor-faktoryang mempengaruhi sosok Wan Harun Ismail sebagai seniman yang melakukan transformasi Deo Kayanganmenjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan, serta menjelaskan tanggapan masyarakat terhadap transformasibentuk Deo Kayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan.

Kata kunci: Ritual Deo Kayangan, transformasi, Tari Mambang Deo-Deo Kayangan.

ABSTRACT

Deo Kayangan is a ritual for the treatment of diseases caused by magical powers. This ritual is in the Villageof Tebing Tinggi Okura, Rumbai Pesisir District, Pekanbaru City, Riau Province. The ritual was led by a Malayshaman named Tuk Damai. Tuk Damai was asked by the community to make the ritual an entertainment bymaking a Deo Kayangan imitation named Badeo. The reality provides a free interpretation of Wan Harun Ismailby transforming it into a new form and different functions and meanings which are transformed into MambangDeo-Deo Kayangan dance as his expression. This phenomenon later became a hot topic of conversation inPekanbaru since the dance by Wan Harun Ismail appeared in the Dance Parade and the Election of BujangDara Kota Pekanbaru. This study aims to explain this phenomenon in a continuous manner. It starts from theoriginal form of Deo Kayangan ritual up to the Mambang Deo-Deo Kayangan dance; knowing the factors thatinfluence Wan Harun Ismail as an artist who transforms Deo Kayangan into Mambang Deo-Deo Kayangandance and explains the community’s response to Deo Kayangan’s transformation into Mambang Deo-DeoKayangan dance.

Keywords: Deo Kayangan Ritual, transformation, Mambang Deo-Deo Kayangan Dance.

A. Pengantar

Deo Kayangan pada dasarnya berfungsisebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat TebingTinggi Okura sebagai pengobatan. Deo Kayangandipertunjukkan pada saat masyarakat membutuhkanpengobatan karena orang yang terkena penyakit

membutuhkan pertolongan misalnya gangguan rohjahat, santet, teluh dan sejenisnya. Proses pengobatanini dilengkapi dengan sesaji dan keperluan lainnya.Deo Kayangan tersebut dipimpin oleh Tuk Damai. Iamerupakanseorang dukun Melayu golongan batin.Batin merupakan salah satudukun Melayu atau ahlipengobatan tradisional dalam masyarakat Melayu.

Page 2: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

120 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

Masyarakat Melayu pada umumnya memiliki dukunMelayu seperti batin atau dukun, kemantan, bomoh,pawang di wilayahnya. Dukun Melayu golongan Batindalam praktiknya tidak lagi semata-mata bertumpukepada kekuatan makhluk gaib, tetapi mulai bersandarkepada kekuatan Allah, yang diyakini mengatasisegala mahkluk ciptaan-Nya, sementara golongandukun, kemantan, bomoh, atau pawang, mereka masihbertumpu kepada makhluk halus seperti hantu, jin dansetan. Namun dukun Melayu yang demikian sudahjauh dari kehidupan orang Melayu di Riau. Mayoritasmereka masih bertahan pada beberapa puak Melayutua1 seperti di daerah Talang Mamak, suku Sakai, sukuLaut dan daerah pedalaman, yang memang amattertinggal dalam bidang pendidikan serta kurangterpelihara kehidupan agama Islam di situ (Hamidy,2011:43-44)

Di Kelurahan Tebing Tinggi Okura,Tuk Damaidikenal sebagai seseorang yang memiliki kemampuansupranatural. Tuk Damai selaku pemilik metodepengobatan Deo Kayangan ini melibatkan kekuatangaib untuk melihat suatu penyakit. Kekuatan gaib yangdilibatkan oleh Tuk Damai disebut dengan istilahSyekh. Tokoh Syekh merupakan mahluk ghaib yangmembantu Tuk Damai dalam mengobati suatupenyakit. Tuk Damai menegaskan bahwa Syekhbukanlah mahluk gaib jahat yang mengarahkan padaperilaku syirik melainkan perantara menuju Allah SWTsebagai pemilik kehidupan (Tuk Damai, wawancara 2Juni 2016).

Tuk Damai menjelaskan bahwa carapengobatan seperti ini tidak didapat dari keturunanataupun berguru, melainkan murni dari dirinya sendiri,hingga pada saat ini hanya beliau yang dapatmenggunakan cara pengobatan tersebut. Selain itu,Tuk Damai berniat untuk menurunkan kemampuannyakepada cucunya sebagai generasi penerus, tetapisemua tergantung keinginan yang kuat dan bakat yangdimiliki oleh cucunya. Bahkan saat ini, unsur-unsurDeo Kayangan dalam ritual pengobatan oleh Tuk Damaipun tidak hanya digunakan sebagai sarana pengobatansaja, melainkan juga digunakan sebagai sarana hiburandan tontonan masyarakat. Hal itu pertama kalidilakukan oleh Tuk Damai pada tahun 2013 dalamsebuah acara pelestarian alam dan lingkungan.

Penyajian Deo Kayangan sebagai tontonantersebut tidak melibatkan kekuatan makhluk gaib,dalam artian dihilangkan kesakralannya cukup hanyamenirukan sebagaimana Deo Kayangan dalam ritualpengobatan. Realitas di lapangan menunjukkanbahwasanya Deo Kayangan yang biasanya untukpengobatan, saat ini juga hadir sebagai tontonan

masyarakat. Hadirnya Deo Kayangan sebagai hiburanmemberikan kebebasan penafsiran baru oleh WanHarun Ismail sebagai koreografer di Sanggar SembiluArt Entertainment. Wan Harun Ismail mentransformasibentuk Deo Kayangan sebagai ritual pengobatantersebut dengan melibatkan elemen-elemen tarisehingga menjadi suatu bentuk baru dengan fungsidan makna yang berbeda. Bentuk Deo Kayangan yangtelah ditransformasi menjadi tari Mambang Deo-DeoKayangan tentu tidak lagi berfungsi sebagai ritualmelainkan sebagai karya seni. Dalam hal ini tariMambang Deo-Deo Kayangan sebagai karya seniterdapat unsur keindahan yang memberikankenikmatan estetis sebagai hiburan. Rangkaianpertunjukan estetis yang disaj ikannya untukkenikmatan indera penonton dan juga pelaku-pelakukesenian tersebut. Selain itu, tari Mambang Deo-DeoKayangan juga difungsikan sebagai ungkapan ekspresi,representasi simbolik, dan pelestarian kebudayaanyaitu Deo Kayangan sebagai bentuk kebudayaan etnisMelayu di Kelurahan Tebing Tinggi OKura.

Tari Mambang Deo-Deo Kayangan secarabentuk gerak, tampak rumit namun di sisi lain terdapatgerak sederhana yang menirukan gerakan pada DeoKayangan sebagai ritual pengobatan, seperti gerakonjak, gerak kecipak, dan gesture tubuh batin, dengandemikian menghasilkan nuansa seperti Deo Kayangansebagai ritual pengobatan.

Tari Mambang Deo-Deo Kayangan oleh WanHarun Ismail didefinisikan sebagai ungkapan prosesbatin “bersebati” dengan mengalami trance, tingkahlaku, gerak-gerik dan suara telah menyatu dengankekuatan gaib. Proses Deo Kayangan yang dilakukanoleh batin mulai dari menari, bernyanyi, mencari obatdan sebagainya bukan lagi sebagai pribadi manusiabiasa melainkan bersama dengan penguasa alam gaibmenjadi inspirasi bagi Wan Harun Ismail dalammenciptakan gerak tari Mambang Deo-Deo Kayangan.Tarian yang mengangkat tema ritual pengobatan DeoKayangan di Kelurahan Tebing Tinggi Okura,Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru Provinsi Riautersebut, telah menambah keragaman kesenian yangada di Kota Pekanbaru Provinsi Riau.

Deo Kayangan yang ditransformasi menjaditari Mambang Deo-Deo Kayangan merupakanfenomena kesenian sebagai produk budaya yangberhadapan dengan masyarakat. Tentunya akanmuncul tanggapan dari masyarakat mengenaitransformasi tersebut. Transformasi dari bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayanganjuga merupakan salah satu bentuk pelestariankhasanah kebudayaan puak Melayu dalam bentuk

Page 3: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 121

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

pertunjukan seni tari agar tetap hidup dan berkembangsesuai dengan perkembangan zaman.

Penelit ian ini secara metodologismenggunakan etnokoreologi sebagai pendekatanutama, akan tetapi penggunaan konsep koreografi,biografi, dan teori lain yang relevan dengan kajian,dapat digunakan dalam menganalisis dan menjawabpertanyaan dari rumusan masalah yang muncul padapenelitian ini. Teknik pengumpulan data dilakukandengan studi data tertulis dan studi lapangan. Analisisdilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data,verifikasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisismenunjukkan bahwa tari Mambang Deo-DeoKayangan mengadopsi pola gerakan dari aktivitas DeoKayangan. Semua gerakan diformulasi menjadi bentukbaru dan diwujudkan menjadi tari Mambang Deo-DeoKayangan. Transformasi dari bentuk Deo Kayanganmenjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan disebabkanatas faktor internal dan faktor eksternal. Faktorinternal terdiri dari latar belakang, kreativitas, motivasidan aktualisasi diri Wan Harun Ismail. Faktor eksternalterdiri dari dukungan pemerintah, keberadaan SanggarSembilu Art dan dukungan masyarakat. Kehadiran tariMambang Deo-Deo Kayangan membantu pemerintahmenemukan potensi lain di Kelurahan Tebing TinggiOkura. Upaya konservasi yang dilakukan olehpemerintah ini berdampak pada meningkatnyaantusias masyarakat dalam menyambut progamtersebut, hal ini dibuktikan dengan peran sertamasyarakat Tebing Tinggi Okura yang turut menggalipotensi desanya.

B. Pembahasan

1. Deo Kayangan pada Masyarakat Etnis Melayudi Kelurahan Tebing Tinggi Okura

Mayoritas penduduk di Kelurahan Tebing TinggiOkura adalah etnis Melayu. Fitriyani menjelaskandalam tulisannya yang berjudul Analisis SosialMasyarakat Melayu di Kelurahan Tebing Tinggi OkuraKecamata Rumbai Pesisir mengatakan, masyarakatetnis Melayu di Kelurahan Tebing Tinggi Okuramerupakan masyarakt etnis Melayu terbanyak diKecamtan Rumbai Pesisir dengan jumlah 3,307orang yakni 67%. Sebagian besar bermukim di daerahpesisir sungai Siak. Sementara itu, mata pencaharianmasyarakatnya berprofesi sebagai petani, beternakdan berladang yakni sebanyak 46,67%. Bertani,berternak dan berladang merupakan pendapatan tetap.Jenis bangunan rumah adalah rumah panggung.Masyarakat etnis Melayu yang masih menggunakanjenis rumah panggung sebanyak 36,67%, bentuk

perumahan panggung adalah sesuai dengan kulturbudaya Melayu dan ciri khas rumah Melayu. (Fitriyani,2014: 5).

Bagi masyarakat Kelurahan Tebing TinggiOkura, kebudayaan Melayu telah menjadi resam bagimasyarakatnya. Orientasi tradisional budaya Melayuyang menjadi resam dalam kehidupan masyarakatnyajuga dikarenakan Kelurahan Tebing Tinggi Okuramerupakan salah satu kelurahan dengan jumlah etnisMelayu terbanyak di Kecamatan Rumbai Pesisir.

Penerapan budaya Melayu pada masyarakatKelurahan Tebing Tinggi Okura yang masih menjadiresam dalam kehidupan masyarakat etnis Melayu diKelurahan Tebing Tinggi Okura yakni “memandangpenyakit tidak hanya disebabkan oleh kuman,melainkan juga dapat disebabkan oleh kekuatan gaibatau sihir”.

Masyarakat etnis Melayu di Kelurahan TebingTinggi Okura dalam mengobati penyakit, biasanyaterlebih dahulu diobati oleh dukun Melayu.Pengobatansistem dukun Melayu di Kelurahan Tebing TinggiOkura yakni ritual Deo Kayangan. Tuk Damai yangmerupakan pemilik Deo Kayangan menjelaskan artidari kata Deo Kayangan itu adalah Dewi Kayanganyang berjumlah 7 orang. Sosok Dewi Kayangantersebut adalah wanita cantik seperti bidadari. Dalampertunjukan Deo Kayangan sebagai pengobatan inimenggunakan alat musik gendang Bebano. Terkaitdengan bunyi yang dihasilkan dari tabuhan Bebanotersebut, dalam pandangan Tuk Damai ketika telahbersebati dengan Syekh, maka rentak gendangBebano, senandung, dan hentak kakinya serentakdengan kecipak tujuh Dewi Kayangan yang sedangbermain air di tujuh telaga dalam syurga. DeoKayangan sebagai ritual pengobatan yang digunakanuntuk mengobati penyakit yang disebabkan olehkekuatan gaib seperti santet, teluh, sihir dansejenisnya dalam pandangan Tuk Damai ketikamengobati penyakit tersebut, di alam bawah sadarnyaterlihat banyak duri-duri yang harus dilaluinya,sementara untuk menghindari duri-duri tersebut, TukDamai diberi petunjuk oleh Dewi Kayangan denganmengikuti gerakan-gerakan yangdilakukan olehDewiKayangan tersebut maka dirinya dapat melalui duri-duri tersebut (Tuk Damai, wawancara 13 Juli 2016).

Sementara itu, Tuk Damai dalam mengobatiorang sakit mempergunakan ramuan dari beberapatumbuhan dan dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan. Beberapa tumbuhan yang dijadikanramuan antara lain seperti, limau keturi, limau pagar,inggu, cocang, madu dan kunyit. Persyaratan yangberkaitan dengan kebendaan seperti pisau tajam, lilin

Page 4: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

122 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

lebah, benang tiga warna dan kain putih (Tuk Damai,wawancara 12 Juni 2016).

Obat yang diracik oleh batin itu sebenarnyamempunyai dua kekuatan, yaitu kekuatan ramuan yangberasal dari tumbuh-tumbuhan dan kekuatan tawaratau doa-doa.

Ritual pengobatan sistem dukun Melayu diKelurahan Tebing Tinggi Okura ini juga menggunakanbeberapa persyaratan. Sejalan dengan pendapatSoedarsono, secar garis besar seni pertunjukan ritualmemiliki ciri khas yakni; 1) diperlukan tempatpertunjukan yang terpilih; 2) diperlukan pemilihan hari;3) diperlukan pemain yang terpilih; 4) diperlukanseperangkat sesaji; 5) tujuan lebih dipentingkan daripada penampilan secara estetis; dan 6) diperlukanbusana yang khas (Soedarsono, 1998: 60).

Dalam proses ritual pengobatan tersebut, TukDamai wajib bersuci terlebih dahulu dengan caraberwudhu. Pakaian yang dikenakan adalah bajumuslim lengan panjang berwarna putih dilengkapidengantasbihdan kain putih. Sementara itu, dalammempersiapkan sesaji untuk ritual pengobatan, TukDamai dibantu oleh keluarga orang sakit untukmempersiapkan kelengkapan sesaji yang diperlukansebagai syarat. Kelengkapan sesaji Deo Kayangandalam ritual pengobatan yaitu, limau pagar, limauketuri, pinang, kelapa hantu, kemenyan, lilin, kencur,inggu, cocang, kunyit, mayang pinang, tiga butir telurayam kampung, bunga tujuh warna, benang tiga warna(hitam, kuning, merah), bertih2, pisau tajam, minyakwangi, beras kunyit dan kain putih (Tuk Damai,wawancara 13 Juli 2016).

Gambar 1. Tuk Damai mempraktikan Deo Kayangansebagai ritual pengobatandi laman rumahnyadengan mengenakan busana Melayu lengan

panjang warna putih, sembari membentangkan kainputih diatas pembakaran kemenyan dan terdapat

perlengkapan sesaji yang telah disediakan.(Foto :Dadan Dwi Cahyo, 2016).

Pelakasanaan Deo Kayangan sebagai ritualpengobatan biasanya dilakuan pada malam harisetelah shalat Isya. Tempat pelaksanaannya dapatdilakukan di rumah Tuk Damai atau di rumah orangyang akan diobati. Dalam proses ritual pengobatantersebut, Tuk Damai dibantu oleh tiga orang pebayu.Pebayu adalah sebutan untuk pembantu batin, duapebayu berperan sebagai penabuh Bebano3 dan satupebayu bertugas menjaga batin selama ritualpengobatan berlangsung. Pada saat kekuatan Syekhtidak terkontrol olehTuk Damai, yang harus dilakukanoleh pebayu sebagai penjaga adalah melempar bertihke tubuh Tuk Damai agar ia segera sadar kembali.

Penabuhan Bebano dalam pelaksanaan DeoKayangan sebagai ritual pengobatansangat penting.Tabuhan Bebano berfungsi sebagai penghubung antarabatin dengan makhluk gaib. Bebano ditabuh pebayudari awal sampai berakhirnya pengobatan. Bebanomulai ditabuh ketika Tuk Damai telah duduk bersiladengan diselimuti kain putih. Selanjutnya Tuk Damaiakan mulai melakukan gerakan-gerakan ritual sepertimenirukan gerakan burung lalu diikuti gerakan kecipakyaitu gerakan dengan menghentakan kaki. Hentakankaki Tuk Damai pada saat menjalani proses ritualpengobatan harus seirama dengan tabuhan dari alatmusik Bebano, hal ini dikarenakan tabuhan Bebanotersebut merupakan jalan menuju ke penyatuan dengankekuatan gaib–syekh. Tabuhan Babano yang tidakseirama dapat membahayakan Tuk Damai maupunorang yang akan diobati.

Pola tabuhan Bebano mempunyai aturandalam penyajiannya, aturan yang wajib dilakukanadalah pola tabuhan harus menggunakan pola pukulanbetino, jantan dan anak. Tiga jenis pola tabuhan iniharus dipadukan secara bersamaan sebagai syaratritual.

Setelah melakukan gerakan hentakan kaki,Tuk Damai mengucapkan doa lalu mulaibersenandung. Senandung ini merupakan kata-kataatau mantra yang diucapkan oleh Tuk Damai sembaridiyanyikan. Pada saat menari dan menyanyi tidaklama setelah itu, Tuk Damai yang telah bersebatidengan Syekh bertanya kepada orang sakit dankeluarganya. Hal pertama yang biasa ditanyakannyakepada keluarga orang sakit adalah denganmenanyakan siapa nama orang yang sakit dan apakeluhannya. Setelah keluarga orang sakit tersebutmenjawab, maka ia pun mulai mencarikan obat.Selanjutnya Tuk Damai mengambil mayang pinangsembari mengucapkan mantra. Mayang pinang yangdiambil kemudian dihempaskan ke tubuh Tuk Damai

Page 5: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 123

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

hingga mayang pinang tersebut pecah, apabila mayangpinang yang telah dipecahkan tersebut berbau harum,maka hal tersebut menandakan bahwa penyakit yangdiobati tidak terlalu parah dan dapat disembuhkan,sebaliknya apabila mayang pinang berbau busuk, halini pertanda bahwa penyakit orang tersebut sulit untukdisembuhkan bahkan bisa saja hidupnya tidak akanlama. Sementara itu, untuk mengakhiri ritualpengobatan, Tuk Damai melakukan gerakan sombahsembari berdoa. Waktu yang dibutuhkan dalam prosespengobatan tergantung pada seberapa parah penyakityang diderita. Adapun bentuk pertunjukan DeoKayangan sebagai ritual pengobatan yakni seperti yangdipraktikkan oleh Tuk Damai berikut ini:

Deskripsi Gambar Pertama-tama Tuk Damai

menghadap kiblat dengan posisi duduk, kemudian melakukan pembakaran

kemenyan, lalu asap dari kemenyan

tersebut diusapkan ke tubuhnya dari

lengan, wajah, lutut hingga kaki.

Kemudian, Tuk Damai mengambil

tasbih lalu meletakkan tasbih itu di atas pembakaran kemenyan. Selanjutnya

Tuk Damai membentangkan kain putih

sembari berdoa dalam hati. Kain putih

tersebut juga harus diusap dengan asap

kemenyan sebelum digunakan.

Setelah itu, Tuk Damai

berselubung ke dalam kain putih sembari membaca doa. Pada saat itu

tubuh Tuk Damai sudah mulai bereaksi.

Dari bagian kaki hingga lututnya

bergetar kencang. Lalu ia mulai

merubah posisi duduknya yakni kaki

kanan dan kaki kiri berada di depan

dada dengan posisi kaki ditekuk

sembari menapakkan kakinya ke lantai. Hal ini merupakan tanda sebagai

pemanggilan Syekh atau makhluk gaib.

Dilanjutkan, Tuk Damai berdiri

sembari melakukan gerakan-gerakan

seperti menirukan gerakan burung lalu

diikuti gerakan kecipak yaitu gerakan

dengan menghentakan kaki ke lantai lalu berjalan ke belakang, ke samping

dan ke depan. Pada saat itu, pebayu

mulai melakukan tugasnya yakni

menjaga Tuk Damai dengan cara membawa pembakaran kemenyan

sembari meniupkan asap ke arah tubuh

Tuk Damai.

Setelah itu, tibalah saatnya tubuh

Tuk Damai dirasuki oleh makhluk gaib.

Hal itu ditandai denganpengucapan salam, “Assalamualaikum”. Ucapan

salam itu wajib harus dijawab dengan

jelas “Waalaikumsalam”, jika tidak

dijawab dengan jelas, ia akan terus

mengulangi ucapan salam itu. Usai

mengucapkan salam, mantra pun mulai

dinyanyikan.

Dondang disayang, apo makosud kami dipanggil Apo makosud kami dijupoik Apo makosud kami diundang.

Tuk Damai kemudian bersalaman

atau berjabat tangan kepada orang

yang ada di sekitarnya. Lalu Tuk Damai

berdoa dengan menengadahkan

wajahnya ke atas sembari mengangkat

tangannya dan meminta agar proses

pengobatan diberi kelancaran. Dalam

hal ini batin berdoa kemudian

menyanyikan mantra sembari menari.

Dondang disayang apo nak usak dibalai awak Apo nak usak dibalai awak, tolong disobut samo kami. Dondang disayang, molah kito mandi basamo. Mandi basamo dikolam tujuh. Anaklah bidadari ala manunggu awaklah juo. Dondang disayang, sapo yang kan kami bantu inyolah juo. Inyolah sayang awaklah juo. Kitolah sudah sakiklah pulo. Dondang disayang, marilah kito badoa kapado Allah. Manayo kito basamo. Kitolah juo apolagi anak-anak awak.

Dondang disayang, izinkanlah kami bajalan iyolah juo. Bajalan juo. Banyaklah duri-duri agar kami sapu. Banyaklah yang mainjak durilah ini kakilah kami. Apo kondak hati kalian samo kami tolong sobut. Kemudian dilanjutkan dengan tanya

jawab antara Tuk Damai dengan orang

yang sakit. Hal-hal yang dipertanyakan

yakni mengenai keluhan. Selain itu Tuk

Damaijuga memberikan nasehat seperti

kewajiban shalat 5 waktu tidak boleh

ditinggalkan, jangan iri hati, melawan orang tua dan sombong. Usai

menasehati orang yang sakit, Tuk

Damai mulai melakukan proses

pengobatan orang sakit. Diawali

dengan mengusap tubuh orang sakit

tersebut menggunakan mayang terurai

(bunga pinang yang sudah terlepas dari

kelopaknya). Mayang terurai itu di usap

dari atas yakni kepala hingga kaki. Sementara itu posisi duduk orang yang

sakit harus menghadap kiblat.

Lebih lanjut, Tuk

Damaimembawa mayang tebungkus

(bunga pinang yang masih dalam

kelopaknya). Mayang itu kemudian

ditimang-timang oleh Tuk Damai seperti

menimang anak manusia, lalu

menyanyikan mantra kemudian menari-

nari. Tidoulah nak tidoulah sayang. Tidou babuai yo nak tidoulah sayang. Tidoulah sayang ayahlah poi. Malam bakojo ayahlah poi. Malam bakojo nak inyolah sayang. Gondang ini nak tidou

kan anak. Gondanglah ini yo nak idoukan anak. Gondanglah ini ak jangan manangih. Gondanglah ini nak jangan manangih. Anak sakik nak dalamlah sarugo. Tak payah nak anaklah inyo. Kito cai nak ubeklah inyo. Dalam sarugo nak aielah sakitnyo. Aielahubek nak dalam sarugo. Ubeklah anak ini inyolah sayang....Puaaah.

Mayang tebungkus yang ditimang

oleh Tuk Damai itu disimbolkan sebagai

Page 6: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

124 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

Ritual pengobatan semacam Deo Kayanganini hampir sama dengan ritual-ritual Puak Melayu (protoMelayu) pada masyarakat suku Talang Mamak, sukuSakai atau suku Anak Dalam yang ada di daerah Riau.Perbedaan ritual pengobatan ini bernuansa islami,selain memakai atribut islami, di dalam nyanyian juga

menggunakan kalimat tauhid yang sering diucapkanoleh umat muslim dalam memuji Tuhannya. Dalamhal ini, Islam telah mempengaruhi alam pikiran dukunMelayu golongan batin yang telah memeluk agamaIslam. Batin tidak lagi semata-mata bertumpu kepadakekuatan makhluk gaib, tetapi mulai bersandar kepadakekuatan Allah, yang diyakini mengatasi segalamahkluk ciptaan-Nya.

2. Transformasi dari Bentuk Deo Kayanganmenjadi Tari Mambang Deo-Deo Kayangan.

Transformasi merupakan perubahan yangdilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang barutanpa menghilangkan unsur keasliannya, seperti dalambuku Restorasi dan Transformasi Budaya (2003:95)yang ditulis oleh Sumaryono bahwa transformasimengandung makna perpindahan dari bentuk yangsatu ke bentuk yang lain yang menghasilkan unsurkebaruan.

Transformasi bentuk Deo Kayangan menjaditari Mambang Deo-Deo Kayangan ini melampauiperubahan fisik, yakni sebagaimana bentuk DeoKayangan pada ritual pengobatan tersebut menjadibentuk tari secara utuh dengan melibatkan elemen-elemen tari di dalamnya. Transformasi dari bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayanganmerupakan ulah kreatif Wan Harin Smail.

Chandra mengemukakan tentang lima langkahproses kreatif. Adapun lima langkah tersebutmempunyai tahapan di antaranya: 1) persiapan atautahap awal, 2) konsentrasi kreatif, 3) bermain dengangagasan atau stimulasi pengilhaman, 4) menyilangbeberapa konsep, dan 5) mengukur kelayakan ide(Chandra, 1994: 15). Lima tahapan proses kreatif yangdikemukakan Chandra ini memiliki relevansi dengankerja kreatif yang dilakukan oleh Wan Harun Ismaildalam mentransormasi dari bentuk Deo Kayanganmenjadi tari Mambang Deo Kayangan. Berikut ini limatahapan proses kreatif mentransformasi bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayanganyang dilakukan oleh Wan Harun Ismail:1. Persiapan

Persiapan atau tahapan awal merupakan fasedi mana ide baru saja ditangkap Wan Harun Ismail.Pada tahapan ini Wan Harun Ismail barumengumpulkan informasi mengenai ritual pengobatandi Kelurahan Tebing Tinggi Okura. Informasi awaldidapatkan oleh Wan Harun Ismail pada awal bulanSeptember 2013 melalui dua adik tingkatnya diUniversitas Islam Riau yaitu, Maya Puspita melakukanpenelitian mengenai bentuk Deo Kayangan sebagairitual pengobatan, dan Tarmizi yang mengkaji musik

anak manusia atau orang sakit.

Selanjutnya, Tuk Damai memecahkan

mayang tebungkus, namun sebelum

memecahkan mayang tersebut, Tuk

Damai mengusapkannya dengan asap

kemenyan lalu ditepuk dengan tangan

hingga mayang itu terbuka. Setelah itu, Tuk Damai mencium

aroma mayang tersebut. Aroma

mayang jika berbau busuk, hal itu

dipercaya sebagai pertanda bahwa

orang yang sakit itu tidak berumur

panjang atau penyakitnya sulit

disembuhkan, namun jika aromanya

harum, maka pertanda bahwa orang

sakit tersebut mempunyai umur

panjang.Dilanjutkan dengan

mengeluarkan mayang dari dalam

kelopaknya. Kemudian dibawa oleh Tuk Damai sembari menari-nari. Tuk Damai

membawa mayang pinang mengelilingi

orang sakit, sembari menari-nari dan

terkadang meletakkan di atas kepala, di

belakang punggung orang sakit, dan di

depan wajah orang sakit tersebut.

Kemudian mayang tersebut diberikan kepada orang yang sakit. Lebih lanjut,

Tuk Damai melakukan gerakan seperti

mendayung sampan dengan posisi

duduk. Mendayung sampan ini diartikan

sebagai perjalanan menuju kolam tujuh,

membawa orang yang sakit mandi

bersama Dewi Kayangan di telaga

dalam syurga. Setelah itu, Tuk Damai menyapu dengan menggunakan

mayang terurai seperti halnya menyapu

lantai. Hal itu diartikan untuk

membersihkan tubuh orang sakit

tersebut dari energi-energi negatif atau

mengusir roh jahat.

Sementara itu, untuk mengakhiri ritual, dilanjutkan proses pengembalian

Syekh ke alamnya, yang ditandai

dengan Tuk Damai menyalakan lilin.

Lilin itu sebagai penerang jalan. Lilin

yang telah dinyalakan tersebut

kemudian dibawa oleh batin berjalan ke

depan, ke belakang, berkeliling atau

berputar di tempat untuk mencari arah jalan pulang.

Usai membakar lilin, tibalah

saatnya untuk pamit. Tuk Damai

mengucapkan salam dan melakukan

gerak mohon diri untuk kembali. Tuk

Damaimembungkukkan badan ke

depan ke samping dan ke belakang. Setelah itu, duduk di depan

pembakaran kemenyan sembari

Page 7: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 125

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

dari ritual tersebut (Ismail, wawancara 2 Oktober2016).

Setelah mendapatkan informasi awal tersebut,pada tanggal 30 September 2013 Wan Harun Ismailbersama tim yang diketuai oleh Muslim sebagaipimpinan sanggar Sembilu Art Entertainmentmemutuskan untuk menemui Tuk Damai selakupemilik Deo Kayangan. Pertemuan tersebut dilakukandengan maksud agar Deo Kayangan diizinkan untukditransformasi menjadi sebuah tari kreasi dan dalamkesempatan tersebut Wan Harun Ismail juga memintaizin untuk merekam video Deo Kayangan (Ismail,wawancara 2 Juni 2016).

Setelah itu, dilanjutkan pada pencarian penari.Wan Harun Ismail melakukan seleksi penari padabulan Februari 2014 di Sanggar Sembilu Art Enter-tainment. Hasil dari penyeleksian tersebut terpilihsembilan orang penari yang terdiri dari 5 orang penariperempuan dan 4 orang penari laki-laki, sementaraanggota pemusik yakni 11 orang yang dikoordinir olehTaufik sebagai komposer Sanggar Sembilu Art Enter-tainment (Muslim, wawancara 24 Juni 2016).

2. Konsentrasi kreatif Pada tahapan ini, berbagai informasi yang

telah dikumpulkan Wan Harun Ismail kemudiandikemas menjadi sebuah ide. Wan Harun Ismailselanjutnya membuat komposisi gerak tari ataumembuat gerakan-gerakan tari melalui proseseksplorasi, improvisasi, evaluasi dan komposisi.Berbagai gerakan yang dilakukan oleh Tuk Damaidalam Deo Kayangan dijadikan sebagai materi gerakdalam tari Mambang Deo-Deo Kayangan (Ismail,wawancara 2 Oktober 2016).

Setelah merumuskan beberapa gerakanyang akan menjadi bagian dari koreografi tariMambang Deo-Deo Kayangan, konsentrasiselanjutnya adalah mengeni musik tari MambangDeo-Deo Kayangan. Musik tersebut merupakansesuatu yang wajib dipertimbangkan degan matang.Musik merupakan satu kesatuan yang tidak dapatdipisahkan dalam koreografi tari Mambang Deo-Deo Kayangan ini, karena selain sebagai pengaturtempo dalam satu gerakan, musik juga membantumemberikan suasana dalam tarian, seperti suasanamistis, ritual, tegang ataupun marah. Oleh sebab itu,Wan Harun Ismail bersama Taufik sebagai komposermelakukan pemil ihan instrumen yang dapatmendukung suasana. Mengenai musik tari MambangDeo-Deo Kayangan, digunakan beberapa alatmusik daerah setempat yakni Celempong, Canang,Gong, Sampelong, Sunia, Bansi, Saluong, Bebano,

Biola, dan Kompang (Taufik, wawancara 24 Januari2016).

Pemilihan Bansi, Saluong, Biola, Gong,Sampelong dan Sunai adalah bunyi-bunyian untukmenimbulkan kesan ritual atau suasana mistis.Sementara itu, Babano yang merupakan instrumenpenting dalam Deo Kayangan yakni sebagaipenghubung antara Syekh dengan Tuk Damaidansebagai penanda hentakan kaki dari Tuk Damaiyangsedang memimpin jalannya ritual, dalam hal ini jugadigunakan dalam komposisi musik tari Mambang Deo-Deo Kayangan sebagai pengatur tempo pada tariMambang Deo-Deo Kayangan. Alat musik lainnyaseperti Celempong, Canang, dan Kompang sebagaibunyi ciri khas musik daerah setempat, (Taufik,wawancara 24 Januari 2016).

Komposisi musik tari Mambang Deo-DeoKayangan tidak sepenuhnya diberikan pada Taufik,dalam proses pembuatan komposisi musik WanHarun Ismail juga terlibat untuk memberikan beberapaide, di antaranya adalah penggunaan nyanyian man-tra yang diucapkan oleh Tuk Damai pada DeoKayangan. Menurut Wan Harun Ismail bagian inimerupakan bagian yang cukup penting untukmemberikan kesan ritual yang kental, seperti yangdituturkannya berikut ini,

“…ketika mentransformasi sebuah bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-DeoKayangan harus dipertimbangkan agar DeoKayangan ini tetap bisa dirasakan olehpenonton. Seperti memasukan nuansa ketikaTuk Damai selaku batin dirasuki oleh Syekhyang ditandai dengan pengucapan mantrayakni “Gondang disayang Apo makosuik kamidiundang Apo makosuik kami dipanggil Apomakosuik kami di joput”. Tuk Damai jugamenyatakan, kata-kata ini adalah kata-katayang diucapkan oleh Syekh, jadi nyanyianmantra ini dimasukan dibagian inti danklimaks, agar yang diingat penonton saatmenyaksikan tari Mambang Deo-DeoKayangan ini adalah nyanyian mantra tersebut.Setidaknya ada kesan dan pesan yangtersampaikan pada penonton…”(Ismail,wawancara 2 Juni 2016).

Ide yang disampaikan Wan Harun Ismailmengenai mantra pada Deo Kayangan direspons Taufikdengan memasukkannya ke dalam bagian darikomposisi musik. Mantra tersebut dimasukkan kedalam dua bagian, pertama di bagian inti ketika sosokmambang atau hantu muncul dan kedua di bagian

Page 8: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

126 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

akhir sebagai penutup. Selain itu, Taufik jugamenambahkan kalimat Hei sijeruwek ya engkaulahternamo, Huah! Sebagai permulaan dan kodedimulainya tarian (Taufik, wawancara 24 Januari 2016).

Setelah terfokus pada komposisi gerak danmusik, konsentrasi kreatif Wan Harun Ismailselanjutnya ditujukan pada kostum dan tata rias yangakan digunakan sebagai pendukung tarian. Tata riasadalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetikauntuk mewujudkan wajah pemeran atau penokohandengan memberikan dandanan atau perubahan padapara pemain di atas panggung/pentas dengan suasanayang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134).

Sebagai penggambaran watak di atas pentasselain ekspresi yang dilakukan oleh penari diperlukanadanya tata rias dan busana sebagai usahamenyusun  hiasan terhadap suatu objek yang akandipertunjukkan. Rias yang dikenakan oleh penari tariMambang Deo-Deo Kayangan yakni rias karakter.Terdapat dua elemen penting yang wajib tampak dalamkarya tari Mambang Deo-Deo Kayangan sebagaitransformasi dari Deo Kayangan. Pertama adalahtokoh batin sebagai pemimpin Deo Kayangandankedua mambang atau hantu sebagai representasidari mahluk penganggu yang berada dalam tubuhorang sakit (Ismail, wawancara 2 Juni 2016).

Gambar 2.Tokoh batin dan mambang dalampertunjukan tari Mambang Deo-Deo Kayangan.

(Foto: Muslim 2014)

Pertimbangan lain yang menjadi konsentrasiselain gerak, musik serta tata rias adalah persoalanlighting, property dan durasi pertunjukkan. Penataanlampu serta spot light atau lampu sorot yangdigunakan adalah colour medium berwarna hitam,merah dan putih yang berfungsi untuk memberikansuasana dan memperjelas peristiwa pada setiapadegan. Sementara itu, properti yang digunakan padatari Mambang Deo-Deo Kayangan adalah kain putihyang dikenakan oleh tokoh batin dan kain bermotif

bunga-bunga berwarna hijau yang dikenakan padabagian lengan tangan penari perempuan. Hal tersebutmerupakan bagian dari unsur pembentuk tariMambang Deo-Deo Kayangan yang harus tampak,agar memperjelas tema tarian yang menceritakantentang ritual pengobatan penyakit yang disebabkanoleh Mambang atau hantu yang digambarkan sepertipada gambar berikut:

Gambar 3.Lighting colour medium warna merah,pemunculan asap sebagai pembakaran kemenyan

dan tokoh batin yang mengenakan properti kainputih dalam pertunjukan tari Mambang Deo-Deo

Kayangan.(Capture dari video: Muslim, 2014)

Gambar 4.Lighting colour medium warna putih danproperti kain panjang dilengan penari perempuan

dalam pertunjukan tari Mambang Deo-DeoKayangan. (Captcure darivideo: Muslim, 2014)

Gambar 5.Lighting colour medium warna hitamdalam pertunjukan tari Mambang Deo-Deo

Kayangan.(Capture darivideo: Muslim, 2014)

Page 9: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 127

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

Dalam cerita tari Mambang Deo-DeoKayangan ini, tokoh batin melakukan ritual pengobatanyang ditandai dengan hadirnya tokoh batinmenggunakan kain putih sebagai simbol bahwa batinmemulai ritual pengobatan seperti halnya DeoKayangan sebagai ritual pengobatan. Pada adegantersebut digunakan pencahayaan berwarna merahsebagai peristiwa dimulainya ritual pegobatan.Meskipun dalam Deo Kayangan sebagai ritualpengobatan tidak tampak secara kasat mata sosokyang menggangu orang yang sakit, dalam hal ini WanHarun Ismail menggambarkannya melalui 5 orangpenari perempuan yang berperan sebagai mambangdengan menggunakan rias karakter menyerupai hantudan properti kain panjang bermotif warna hijau yang dikenakan dilengan para penari perempuan. Pada saatmenggambarkan hadirnya sosok mambang ini,digunakan pencahayaan warna putih sebagai peristiwabahwa mambang tersebut mulai merasa terusik,sedangkan pencahayaan warna hitam digunakan padadua peristiwa yakni peristiwa bahwa mambang datangyang ditandai dengan munculnya sosok mambang daribalik layar dan digunakan sebagai peristiwa bahwamambang pergi meninggalkan tubuh orang sakit yangdi tandai dengan kembalinya sosok mambangkesebalik layar. Sementara itu, durasi pertunjukan jugamenjadi pertimbangan dalam penyajian tari ini, tariMambang Deo-Deo Kayangan hanya berdurasi 7menit. Durasi tersebut selain merupakan syarat dalamkompetisi pada acara Parade Tari di Kota Pekanbaru,hal itu juga agar terkesan tidak monoton danmembosankan (Ismail, wawancara 2 Juni 2016).

3. Bermain dengan Gagasan atau StimulasiPengilhaman

Tujuan dari tahapan bermain dengan gagasanatau stimulasi pengilhaman adalah untukmenghindarkan pikiran terpaku pada satu titik. Salahsatu caranya yaitu dengan menggunakan analogi,pengibaratan dan persamaan bentuk bahkan mencariunsur yang dapat mendukung karya yang diciptakan.Sebagai hasilnya akan lahir pertemuan antara hasilstimulasi dengan masalah pokoknya, dari sinilahdiharapkan muncul sebuah bentuk ilham yang kreatif(Chandra, 1994:112).

Proses kreatif penciptaan tari Mambang Deo-Deo Kayangan, dimulai dari kesadaran Wan HarunIsmail memahami bahwa seni tari yang menjadimedium ungkapnya tersusun dari gerak simbolik dandistilisasi. Gerak-gerak ini menyimpan simbolis nilaireligius yang menurut Wan Harun Ismail wajibditampilkan. Wan Harun Ismail menemukan suatu nilai

penting dari ritual pengobatan Deo Kayangan. Nilaitersebut adalah bahwa segala sesuatu ditentukan olehAllah SWT sebagai Sang Pencipta, Tuk Damai selakubatin yang mengobati hanya sebagai perantara.(Ismail, wawancara 14 Juni 2016). Wan Harun Ismailmengambil beberapa pola gerak dari gerakan TukDamai yang kemudian dikreasi menjadi bagian darikoreografinya, seperti gerakan mengangkat tanganyang merupakan analogi dari gerakan Tuk Damai saatberdoa memohon pertolongan Allah SWT.

Gambar 6.Tuk Damai melakukan gerak sombahdengan mengangkat kedua tangan sedang berdoa.

(Foto: Dadan Dwi Cahyo, 2016)

Gambar 7.Penari laki-laki melakukan gerak duduksembari mengangkat tangannya seraya sedang

berdoa.(Capture dari video: Muslim, 2014)

Page 10: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

128 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

Pemilihan diksi gerak, artikulasi estetik danintensitas dramatik sajian karya tari Mambang Deo-Deo Kayangan, tentu menjadi suatu hal yang sangatdiperhitungkan. Seluruh aspek tersebut oleh WanHarun Ismail dibingkai dalam tarian ini agar menjadikhas dan representatif. Proses pemilihan gerak tentusaja terkait dengan ide dan jalan cerita tari yangdisusun, yakni tari yang mencerminkan situasi saatritual berlangsung. Beberapa bentuk gerak yangdilakukan oleh Tuk Damai dalam ritual Deo Kayanganyang dipilih oleh Wan Harun Ismail menjadi gerak tariMambang Deo-Deo Kayangan yakni sebagai berikut:

Gambar 8.Tuk Damai mengenakan kain putih danmelakukan gerak kecipak pada saat memulaimemanggil Syekh dalam ritual Deo Kayangan

(Foto: Dadan Dwi Cahyo, 2016)

Gambar 9. Tokoh batin mengenakan kain putih danmelakukan gerak kecipak pada bagian permulaan

dalam tari Mambang Deo-Deo Kayangan.(Capture dari video: Muslim, 2014)

Gambar 10.Tuk Damai melakukan gerak onjakketika telah bersebati dengan Syekh dalam ritual

Deo Kayangan.(Foto: Dadan Dwi Cahyo, 2016)

Gambar 11.Tokoh batin melakukan gerak langkahlonjakpada bagian inti dalam tari Mambang Deo-Deo

Kayangan (gerak onjak)(Capture dari video: Muslim, 2014)

Page 11: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 129

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

Gambar 12.Tuk Damai melakukan gerakmengindang dalam ritual Deo Kayangan

(Foto: Dadan Dwi Cahyo, 2016)

Gambar13.Tokoh batin melakukan gerakmengindang pada bagian inti dalam tari Mambang

Deo-Deo Kayangan(Capture dari video: Muslim, 2014)

Gambar 14.Tuk Damai mempraktikan sedangmengumpulkan segala daya dan upaya untuk

mengobati orang yang sakit (gerak Mayang Terurai)(Foto: Dadan Dwi Cahyo, 2016)

Gambar 15.Tokoh batin dalam tari Mambang Deo-Deo Kayangan melakukan gerak sedang

mengumpulkan segala daya dan upaya untukmengobati orang yang sakit (gerak Mayang Terurai)

(Capture dari video: Muslim, 2014)

Page 12: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

130 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

Gambar 16.Tuk Damai melakukan gerak memohondiri untuk pamit dan mengakhiri ritual Deo

Kayangan.(Foto: Dadan Dwi Cahyo, 2016)

Gambar 17.Tokoh batin setelah mengusir sosokmambang,melakukan gerak memohon diri padabagian penutup dalam tari Mambang Deo-Deo

Kayangan.(Capturedarivideo: Muslim, 2014)

4. Menyilang Beberapa KonsepWan Harun Ismail menyadari bahwa

melakukan proses penyilangan dua atau lebih konsepsajian seni tari adalah penting. Baginya, tari adalahrangkaian stilisasi gerak dari unsur-unsur manapun.Wan harun Ismail dalam membuat gerak tari, tidakdapat dipisahkan dari pengalamannya dalamberkesenian. Pengalaman itu merupakan kejadianmasa lampau yang telah terjadi dan memiliki artipenting dalam kehidupan Wan Harun Ismail. Tempattinggal masa kecil di Bangkinang Barat KabupatenKampar merupakan tempat berkesenian bagi WanHarun Ismail. Kesenian tradisional Melayu Kamparyang kerap diikutinya yakni seni bela diri Pencak Silatyang diiringi dengan musik Celempong Ogoung4. Olehkarena itu, Wan harun Ismail kerap menggunakan polagerak Silat dalam menciptakan karya tari.

Wan Harun Ismail dalam menciptakan tariMambang Deo-Deo Kayangan ini memadukan konsepgerak Silat, gerak maknawi dan gerak murni. GerakSilat yakni stilisasi dari pola-pola gerak Silat sepertisikap kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah dalamSilat, gerak melompat, rolling, dan kayang. Gerakmaknawi yakni gerak yang mempunyai makna atauarti dalam tradisi pengobatan Deo Kayangan. Geraktersebut misalnya ketika batin bergerak mengenakankain putih sembari menghentakkan kaki sebagaimakna pemanggilan Syekh, gerak ketika batinbersebati dengan Syekh, gerak berdoa memohonpertolongan kepada Allah Swt, gerakan-gerakantersebut distilisasi menjadi gerak baru yang tidakmempunyai makna melainkan sebagai gerak yangmenggambarkan proses Deo Kayangan. Sementaragerak murni yakni gerak yang diciptakan sesuaidengan tema tari Mambang Deo-Deo Kayangan.

Dalam hal ini, Wan Harun Ismail menyusuntari Mambang Deo-Deo Kayangan menggunakanperbendaharaan gerak Silat, perbendaharaan gerakpada ritual Deo Kayangan yang sudah dikembangkan,serta gerak yang diciptakan melalui pencarian gerakdengan membuat pola gerak baru. Perbendaharaangerak tersebut sebelumnya telah distilisasi. Gerakyang telah distilisasi tersebut selanjutnya dieksplorasioleh Wan Harun Ismail sehingga menghasilkan gerakbaru. Gerakan-gerakan yang baru itu diimprovisasidiolah atau dikembangkan bersama elemen dasar tariyaitu ruang, gerak dan waktu sehingga menghasilkanbanyak ragam gerak. Selanjutnya dilakukan evaluasigerak atau pemilihan gerak untuk disusun menjadiragam-ragam gerak. Setelah itu, tahap komposisigerak yaitu penyusunan ragam gerak menjadi sebuahtarian yang disesuaikan dengan tema.

Menyilang konsep tidak hanya pada gerak tariMambang Deo-Deo Kayangan, melainkan juga padabunyi musiknya. Musik tari Mambang Deo-DeoKayangan ini menggabungkan bunyi-bunyian yangbertemakan mistis dengan menggunakan suara vokaldan seni musik khas daerah Melayu Kampar yakniCelempong Ogoung. Musik Celempong Ogoung yangdikolaborasi dengan instrumen lainnya seperti Canang,Gong, Sampelong, Sunia, Bansi, Saluong, Bebano,Biola, dan Kompang merupakan Celempong garapanbaru. Tujuan melibatkan musik tradisi Melayu Kampardalam garapan ini selain terdapat pesan moral5 dalamCelempong Ogoung itu sendiri, musik ini jugamerupakan khasanah budaya Melayu yang harusdilestarikan. Penggunaan alat musik juga tidak terpakupada alat musik tradisi daerah setempat, melainkanjuga menggunakan alat musik non tradisi seperti Biola,

Page 13: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 131

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

sehingga perpaduan bunyi alat musik tersebutmenghasilkan bunyi yang dapat menimbulkan kesandan suasana sesuai dengan ide garapan tari (Taufik,wawancara 24 Januari 2016).

5. Mengukur Kelayakan IdeTahapan mengukur kelayakan ide dalam

proses kreatif penciptaan tari Mambang Deo-DeoKayangan yang dilakukan oleh Wan Harun Ismail yaknidengan mengikuti Parade Tari Tingkat Kota diPekanbaru. Parade tari itu sengaja diikuti untukmenunjukkan kelayakan ide yang mengangkat DeoKayangan sebagai tema dari tariannya sertamerupakan bentuk partisipasi sebagai seniman diPekanbaru. Sebab di sinilah ukuran pencapaian parapengkarya seni, yakni seni tari setiap tahunnya.Carayang ditempuh oleh Wan Harun Ismail tersebut adalahlangkah sportif untuk mengukur kelayakan idenya.Melalui ajang ini hasil karyanya akan mendapatberbagai masukan dari pihak-pihak yang kredibel dalammemberikan penilaian (Muslim, wawancara 2 Juni2016). Senada dengan pernyataan Muslim, Humardanimenyatakan bahwa, berkarya dengan modal yangdemikian adalah kreatif, karena membawa penikmattermasuk seniman sendiri ke pengalaman baru yanglebih memperluas pengalaman hayatan sebelumnya(Humardani, 1979: 54).

Tari Mambang Deo Kayangan merupakan hasildari kreativitas seorang Wan Harun Ismail yangmentransformasi dari bentuk Deo Kayangan menjaditari Mambang Deo-Deo Kayangan. Artinya tari inimerupakan karya yang dihasilkan dari proses kreatifseniman tersebut. Dengan kata lain kreativitasberbentuk konsep, sementara aksi sebagai wujud idekreatif, kemudian menghasilkan bentuk yang baru.

Pada dasarnya transformasi dari bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayanganterdapat aspek-aspek yang membedakan, namun disisi lain juga terdapat persamaannya. Masing-masingdalam pertunjukannya sama-sama terkesan suasanamistis,dalam mengawali pertunjukan diawali denganduduk bersila dan mengakhiri pertunjukan diakhiridengan gerakan mohon diri, terdapat gerak maknawai,masih mengenakan kain putih, melakukan pembakarankemenyan, menyanyikan mantra, dan memainkan alatmusik gendang Bebano. Sementara itu, perbedaannyaterlihat pada cara penyajiannya, tujuan, fungsi danmakna.

Transformasi dari bentuk Deo Kayanganmenjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan yang terjaditidaklah menggeser peminat dari kesenian Badeo ataupun ritual Deo Kayangan itu sendri. Pada hakikatnya

segala bentuk kebudayaan, kesenian tradisi maupunkreasi mempunyai fungsi dan tujuannya masing-masing. Hal itu terbukti, Deo Kayangan sebagaihiburan maupun Deo Kayangan sebagai ritualpengobatan semakin dikenal oleh masyarakatperkotaan setelah ditampilkan tari Mambang Deo-DeoKayangan di daerah perkotaan Kota Pekanbaru. Kinibanyak orang-orang yang datang dari luar KelurahanTebing Tinggi Okura untuk melihat pertunjukan Badeodan ada juga yang datang untuk berobat atau sekedarkonsultasi, (Tuk Damai, wawancara, 13 Juli 2016).

Menurut Sumaryono, proses transformasibiasanya selalu mengangkat dan menjadikan sebuahkebudayaan yang pada dasarnya adalah kebudayaanmurni kepada sebuah jenis kebudayaan lain, namunpada hakekatnya proses ini tidak mengubah tradisitersebut secara penuh dan menghilangkannya samasekali dari bentuk aslinya (Sumaryono, 2003:96-99).Transformasi seperti ini pada dasarnya bisa terjadisepanjang masa atau sepanjang zaman, yang terjadikarena adanya pembaharuan yang dilakukan olehseniman sebagai hasil kreativitas yang disesuaikandengan perkembangan dunia seni tari. Edi Sedyawatimengatakan, bahwa dalam rangka antisipasiperkembangan di masa depan perlu diperkuatpandangan bahwa kreativitas justru merupakan saranauntuk mempertahankan budaya, bukan sebagaipengancaman kelestarian budaya. Dengan demikian,melalui kreativitas orang dapat melakukan berbagaiupaya dari pemuliaan khasanah budaya yangdiwariskan, sampai ke penciptaan hal-hal baru yangdirasakan sesuai dengan kebutuhan kekinian(Sedyawati, 2008: 24).

3. Faktor Pendorong transformasiTransformasi dari bentuk Deo Kayangan

menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayanganinidilakukan oleh seniman muda bernama Wan HarunIsmaildengan kerjasama bersama pelaku ritual DeoKayangan, masyarakat serta Sanggar Sembilu ArtEntertainment. Hal ini terjadi tidak lepas dari faktorinternal dan eksternal yang mempengaruhinyaseniman tersebut.a. Faktor internal

Faktor internal yang pertama yakni kreativitasWan Harun Ismali yang telah diungkapkan terkaitdengan langkah-langkah proses kreatif yangdilakukannya dalam mentransformasi dari bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan.Mengungkap kreativitas dari seorang tokoh artinyamembahas seluk beluk dan tahapan-tahapan kegiatanyang dilalui seniman melalui cara-caranya tersendiri

Page 14: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

132 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

(Saini, 2001:21). Begitu pula Jakob Sumardjomenjelaskan bahwa, pada dasarnya hakikat kreativitasadalah menemukan sesuatu yang baru atau hubungan-hubungan baru dari sesuatu yang telah ada. Manusiamenciptakan sesuatu bukan dari kekosongan, tetapidari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Setiapseniman menjadi kreatif dan besar karena bertolakdari bahan yang telah tercipta sebelumnya yakni tradisiyang hidup dalam suatu masyarakat (Sumardjo, 2000:84). Gagasan kreativitas sebuah karya tari MambangDeo-Deo Kayangan ini lahir dari batin terdalam WanHarun Ismail sebagai koreografer setelah melihat DeoKayangan sebagai ritual pengobatan, kemudianmewujudkan idealisme karyanya. Dengan kata lainkreativitas berbentuk konsep, sementara aksi sebagaiwujud ide kreatif, kemudian menghasilkan bentuk yangbaru.

Kedua, latar belakang Wan Harun Ismail.Sebagai seniman muda asal Bangkinang Barat, WanHarun Ismail sering turut serta dalam berkesenian danberorganisasi baik di sekolah maupun di lingkungantempat ia tinggal semasa di Bangkinang Barat, hal itumembuatnya semakin giat untuk mempelajari ilmukesenian khusunya seni tari. Setelah berdomisili diKota Pekanbaru,mulai dari menimba ilmu dalam bidangseni tari,aktivitas dalam berorganisasi seni hinggaaktivitasnya dalam berkarya, hal tersebut menjadikandirinya sebagai bagian dari masyarakat KotaPekanbaru. Sebagai seniman sekaligus bagian darimasyarakat Kota Pekanbaru, ia ikut menjaga danmelestarikan tradisi budaya Melayu yang masih hidupdan berkembang, salah satunya tradisi ritualpengobatan yakni Deo Kayangan di Kelurahan Tebingtinggi Okura Kecamatan Rumbai Pesisir. Hal ini jugaberkaitan dengan kecintaannya terhadap tradisi budayaMelayu yang telah terakumulasi dalam dirinya.Menurut Wan Harun Ismail, tradisi budaya Melayudapat bernilai sebagai cermin terhadap tingkah lakubudaya masa kini. Pada sisi lain dapat memberigagasan dan ide baru dalam merekayasa budayamanusia ke depan sebagai sasaran konservasi salahsatunya dengan cara mentransformasikannya menjadibentuk seni tari atau seni pertunjukan (Ismail,wawancara 15 Juli 2016).

Ketiga, motivasi dan aktualisasi diri WanHarun Ismail. Abraham Maslow berpendapat, bahwadalam teori motivasi dan kepribadian, kreasi kesenianrelatif bermotivasi yakni apabila kreasi itu ditujukanuntuk berkomunikasi, membangkitkan emosi,memperlihatkan atau menimbulkan sesuatu padaorang lain. Selain itu dapat dikatakan juga relatif tidakbermotivasi, yakni apabila kreasi itu lebih bersifat

mengungkapkan daripada berkomunikasi,intrapersonal daripada interpersonal (Maslow, 1994-109). Dalam hal ini, motivasi dapat diartikan sebagaikekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkantingkat persistensi dan antusiasmenya dalammelaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumberdari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik)maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Motivasiyang membangkitkan semangat Wan Harun Ismailtidak hanya sebatas kecintaannya terhadap tradisibudaya Melayu, melainkan juga termotivasi atas kritik-kritik tentang seni tari dari budayawan Riau sepertihalnya kritik Iwan Irawan terhadap karya-karya tari padaacara Parade Tari Daerah Riau yang dilansir oleh RiauPos berikut ini:

“Pengamat Parade Tari Daerah Riau SPN 2013Iwan Irawan Permadi yang meruapakanseniman sekaligus budayawan Riaumengilustrasikan, Riau memiliki kekayaanbudaya dan seni yang diwariskan olehpendahulunya kepada generasi masa kini.Potensial kreatif para pekerja seni saat inikhususnya seniman tari dan musik dapatmenjadikan budaya dan seni itu menjadi modalsebagai sumber kekuatan dalam prosesmenciptakan karya-karya baru. Seharusnya,sinergitas kekayaan dan kekuatan budayalokal dan potensi kreatif dari para seniman taridan musik saat ini dapat menyatu secaraintegral dengan keberagaman potensi yangberkembang saat ini (global). Eksistensi danspirit tradisi harus dapat menginspirasi danmembentuk dalam sebuah karya baru (karyakekinian). Ini yang seharusnya menjadi rujukandari niat kerja para penata tari muda di Riaudalam mempersiapkan karyanya. Sehinggapada parade tari setiap tahunnya akan selalumuncul karya-karya yang punya nilai, bukankarya-karya pengulangan-pengulangan darikarya orang lain. Di parade tari Riau masihsaja masalah orisinalitas belum terlihat.Karena masalahnya, para penata tari tidakmelakukan proses yang panjang tapi membuatkarya secara instan. Menurutnya untuk temadari tahun ke tahun agak menyenangkan,karena para peserta sudah beragam tema yangdiangkat dan sangat menarik serta berani.Sebagai koreografer seharusnya berani untukmengangkat tema dari tradisi menjadi karyabaru. Sedang gerak tari hanya sedikit yangberani mengeksplorasi gerak. Masih banyakpengkarya yang mengambil gerak yang sudah

Page 15: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 133

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

ada atau mengambil gerak tari yang sedangin saat ini. Para koreografer, ulas Iwan Irawan,harus sering melakukan ziarah bathin. Turundan belajar tentang kebudayaan di Riau ini.Pelaksanaan Parade Tari sebenarnya sudahbaik, tapi semestinya para pekerjanyamemang benar-benar ahli dan mengerti tentangtari. Mengerti tentang musik dan mengertitentang keperluan peserta. Parade ini dapatdikemas dengan baik supaya tidak monoton,asal niatnya untuk kesenian, ujarnya” (FedliAziz, Riau Pos 19 Mei 2013).

Kritik Budayawan Riau tersebut menurut WanHarun Ismail sangat positif untuk meningkatkankualitas karyanya. Tari Mambang Deo-Deo Kayangansebagai langkah untuk melestarikan khasanah budayaMelayu, denganmengangkat taridisi menjadi sebuahkarya seni berarti telah ikut serta menjaga tradisitersebut. Wan Harun Ismail sebelumnya juga telahmengadakan riset terlebih dahulu dalam menciptakantari Mambang Deo-Deo Kayangan untuk keorisinilankaryanya. Selama dua minggu Wan Harun Ismailmelakukan pengamatan di daerah Tebing Tinggi Okuramengenai Deo Kayangan. Setelah itu selama 2 bulanWan Harun Ismail melakukan penyeleksian penarisekaligus pemilihan diksi gerak, artikulasi estetika danintensitas dramatik untuk sajian karya tari MambangDeo-Deo Kayangan yang dibingkainya sedemikianrupaagar menjadi khas dan representatif. Selain itu,melalui karyanya Wan Harun Ismail inginmenyampaikan suatu nilai penting dari ritualpengobatan Deo Kayangan. Nilai tersebut adalahbahwa segala sesuatu ditentukan oleh Allah SWTsebagai Sang Pencipta. Tuk Damai selaku batin yangmengobati hanya sebagai perantara (Ismail,wawancara 2 Juni 2016)

Tuk Damai sebagaidukun Melayu golonganbatin yang memimpin jalannya ritual menegaskanbahwa ritual ini merupakan ritual yang dilakukandengan melibatkan mahluk gaib yang disebut Syekh,bukan mahluk gaib jahat yang mengarahkan padaperilaku syirik melainkan perantara menuju Allah SWTsebagai pemilik kehidupan (Tuk Damai, wawancara 2Juni 2016).

Selain itu, Wan Harun Ismail juga cenderunguntuk terus ingin mengembangkan bakatnya dansosok yang tidak cepat puas terhadap bakat yangdimilikinya baik dalam mencipta tari maupun sebagaipenari (Muslim, wawancara 13 Juni 2016).

Upaya yang dilakukan oleh Wan Harun Ismaildalam mengembangkan bakatnya yakni mencipta tari.

Wan Harun Ismail selalu berkarya denganmengolaborasi kesenian-kesenian tradisi. Sampai saatini seluruh karya yang diciptakannya dapat dikatakanselalu berakar pada tradisi dan resam Melayu. Karyayang diciptakannya sejak awal terjun di dunia senitari pada tahun 2006 hingga saat ini yakni; Tari Biluoh(2006), Tari Bujang Gadih (2007), Tari Jegal (2008),Tari Owang Dapuw (2009), Tari Ambu Kajai (2010),Tari Soghik (2011), Tari Kampuong Taghondam (2012),Tari Benen (2013), Tari Mambang Deo-Deo Kayangan(2014), Tari Ketuk Palu (2014), Tari The Flower Of Silat(2015), Tari Bungo-bungo (2016), Tari Siasat Wajah(2016).

Wan Harun Ismail tidak ingin dirinya cepatpuas dengan bakat yang dimilikinya. Prinsip tidakcepat puas tersebut wajib baginya dalam hal berkarya,karena jika berhasil dalam berkarya ada baiknya untukmengupgrade diri supaya untuk terus berkarya. Olehkarena itu, Wan Harun Ismail berusaha terusmengembangkan bakatnya dengan menambahpengalamannya dibidang seni, sepertimengikutsertakan dirinya dalam pertunjukan tari,mengikuti pelatihan dan workshop, serta aktif dalamOrganisasi Seni (Ismail, wawancara 14 Juni 2016).

Aktivitas yang dilakukan oleh Wan HarunIsmail dalam mengembangkan bakatnya jugamerupakan sebuah bentuk aktualisasi diri .Berdasarkan hal tersebu, terlihat jelas bahwa dari bakatyang dimilkinya, Wan Harun Ismail juga termotivasiuntuk mentransformasi bentuk Deo Kayangan menjadiTari Mambang Deo-Deo Kayangan selain agar dapatmenjaga dan melestarikan tradisi melainkan jugasebagai upaya aktualisasi diri.

b. Faktor eksternalFaktor eksternal merupakan faktor-faktor dari

luar yang mendorong Wan Harun Ismail melakukantransformasi. Pertama, dukungan pemerintah yaknidukungan diberikan melalui Dinas Pariwisata yang telahmenyediakan tempat pertunjukan, peluang, danaproduksi untuk Wan Harun Ismail bersama SAE dalammenampilkan tari Mambang Deo-Deo Kayangan padaacara Parade Tari.

Kedua, keberadaan Sanggar Sembilu ArtEntertainment (SAE). Sanggar SAE merupakantempat para seniman menggali, mengolah danmembina seni bagi para seniman. Wan Harun Ismailmerupakan salah satu anggota dari sanggar SembiluArt Entertaiment (SAE). Sembilu Art Entertainment(SAE) merupakan tempat Wan Harun Ismailmengembangkan kreativitasnya. Di tempat ini iamenggali potensi yang dimilikinya secara alamiah dan

Page 16: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

134 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

diasah melalui usaha latihan. Keberadaan SanggarSAE tidak hanya menjadi wahana berkreasi bagi WanHarun Ismail. Hal lain yang didapatkan olehnya adalahrelasi yang banyak, di tempat ini ia mengenal beberapatokoh penting seperti Muslim yang merupakan pendiriSAE sekaligus Dekan dari Fakultas Ilmu Pendidikandi Universits Islam Riau. Muslim yang merupakantokoh budayawan dan seniman yang cukup diseganidi Pekanbaru menjadikan Wan Han Ismail sebagaisosok pembelajar yang cepat, melalui Muslim iamempelajari banyak hal mengenai budaya dan tradisiMelayu (Ismail, wawancara 2 Juni 2016).

Ketiga, dukungan masyarakat. Masyarakat didaerah perkotaan merupakan pendukung hadirnya tariMambang Deo-Deo Kayangan. Mereka telahmemberikan kesempatan, tempat, dana, bahkanantusias dan berbondong-bondong untuk melihatpertunjukan tari Mambang Deo-Deo Kayangan di acaraParade Tari Kota Pekanbaru. Selain itu, masyarakatTebing Tinggi Okura juga merupakan salah satupendukung hadirnya tari Mambang Deo-Deo Kayangan.Peran masyarakat dalam hal ini terlihat dari antusiasmasyarakat saat menyambut tim kesenian dariSanggar Sembilu Art Entertainment dengan terbuka,ramah dan sangat kekeluargaan. Berdasarkanpernyataan tersebut dapat disimpukan bahwamasyarakat Tebing Tinggi Okura menyambut baik niatWan Harun Ismail untuk mentransformasi bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan.Baginya kebudayaan adalah satu keseluruhan yangkompleks, yang terkandung di dalamnya pengetahuan,kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadatdan kemampuan-kemampuan yang lain sertakebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusiasebagai anggota dari suatu masyarakat. Nilai-nilaibudaya tersebut suatu bagian yang sangat pentinguntuk dilestarikan, untuk itu dukungan masyarakatTebing Tinggi Okura adalah sebuah dukungan yangwajib didapatkan oleh Wan Harun Ismail agar tidakterjadi diskrepansi pada sajian karyanya (Ismail,wawancara 2 Oktober 2016).

4. Tanggapan MasyarakatTari Mambang Deo-Deo Kayangan dalam hal

ini mendapat respons positif dari masaryarakat yaknidengan ditampilkannya kembali tari Mambang Deo-Deo Kayangan atas permintaan dan undangan dariberbagai pihak penyelenggara acara baik pentas seni,festival seni budaya, hari tari dunia, pasar seni rakyat,maupun sekedar partisipasi pada sebuah acarasebagai hiburan sehingga tari ini mendapat tempat dihati masyarakat. Selain itu, Selain itu, transformasi

dari bentuk Deo Kayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan yang dilakukan oleh Wan Harun Ismailjuga sempat mengundang tanya, yakni mengenai idetari Mambang Deo-Deo Kayangan yang mengangkattradisi ritual pengobatan di Pekanbaru. Menurut WanHarun Ismail, hal itu wajar, sebab Pekanbarumerupakan daerah urban yang masyarakatnya tidakmengetahui keberadaan Deo Kayangan. Padakesempatan itu Wan Harun Ismail memberikanInformasi mengenai Deo Kayangan hingga mengenaiproses penciptaan tari Mambang Deo-Deo Kayangantersebut. Informasi yang diberikan Wan Harun Ismiltersebut juga dijadikan sebagai tulisan karya ilmiahatau skripsi oleh salah seorang mahasiswaSendratasik FKIP UIR yang bernama Salma Dewidengan judul skripsi “Analisis Tari Mambang Deo-DeoKayangan Koreografer Wan Harun Ismail di SanggarTari Sembilu Art Entertainment di Kota PekanbaruProvinsi Riau”. Selain itu Universitas Islam Riau yangmerupakan bagian dari instansi pemerintah, jugamemberikan tanggapan positif terhadap tari MambangDeo-Deo Kayangan, hal ini dibuktikan dengandicanangkannya rencana untuk menjadikan tariMambang Deo-Deo Kayangan ini sebagai bagian darimateri perkuliahan jurusan tari di program studipendidikan Sendaratasik Universitas Islam Riau(Ismail,wawancara 14 Juni 2016).

Tari Mambang Deo-Deo Kayangan bagisebagian orang menanggapinya terlalu mistis. MenurutWan Harun Ismail, Provinsi Riau memang dikenalsangat menjunjung tinggi budaya Melayu, danmerupakan daerah yang dibangun atas nilai-nilai ke-Melayuan yang bersumber dari nilai-nilai atau ajaranIslam. Oleh karena itu, budaya Melayu identik denganIslam. Bagi masyarakat Riau, nilai-nilai ke-Melayuanyang menjadi pegangan. Meskipun tari Mambang DeoKayangan terkesan mistis namun hal itu tidakbertentangan dengan adat Melayu jika mengetahuiseluk-beluk tradisi ritualpengobatan di KelurahanTebing Tinggi Okura tersebut. Nilai-nilai tradisi danajaran Islam juga masih melekat, misalnya seseorangyang mengalami sakit umumnya akan dibawa ke dokteratau membuatkan obat dari ramu-ramuan tradisionalagar sembuh. Adapun bagi masyarakat Melayu diKelurahan Tebing Tinggi Okura, mereka yang sakitakibat sesuatu yang gaib, akan dibawa ke dukunMelayu. Sementara itu, nilai-nilai ajaran Islam yaknimeyakini bahwa semua jenis penyakit berasal dariTuhan, akan tetapi mereka juga tidakmengesampingkan perilaku makhluk gaib jahat yangdapat menyebabkan penyakit-penyakit tersebut.Kesan mistis yang ditampilkan pada tari Mambang

Page 17: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 135

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

Deo-Deo Kayangan merupakan unsur kesengajaan,karena mengangkat tema ritual pengobatan kedalamsebuah cerita yang berkaitan dengal hal-hal mistis(Ismail, wawancara 5 Oktober 2016).

Selain itu, pemerintah selalu menanggapipositif apapun upaya yang ditempuh oleh senimandalam mempertahankan tradisi. Erianto dari DinasKebudayaan dan Pariwisata Pekanbaru, melaluisambutannya menyampaikan bahwa PelaksanaanParade Tari Kota Pekanbaru setiap tahunnya cukupbaik sebab di sinilah ukuran pencapaian parapengkarya seni, yakni seni tari setiap tahunnya.Apalagi, karya-karya yang diangkat berakar dari tradisiMelayu di daerah kabupaten/kota masing-masing.Tradisi yang mungkin saja tidak populer lagi, bahkandi kawasan tradisi itu pernah berkembang, dapatterangkat kembali ke permukaan. Semakin banyakanak muda yang peduli, maka semakin kuatlah tradisiMelayu di daerah ini (Fedli Aziz, Riau pos 19 Mei 2013).

5. DampakTransformasiDampak secara sederhana bisa diartikan

sebagai akibat, imbas atau pengaruh yang terjadi darisebuah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok atauseseorang yang melakukan kegiatan tertentu.Kehadiran Tari Mambang Deo-Deo Kayangan sebagaihasil transformasi yang dilakukan oleh Wan HarunIsmail selain memiliki dampak terhadap dirinya sendirijuga berdampak pada beberapa elemen lain yakni DeoKayangan, Tuk Damai sebagai batin atau dukunMelayuserta masyarakat Tebing Tinggi Okura.a. Dampak terhadap Deo Kayangan

Sejak pertama kali ditampilaknnya tariMambang Deo-Deo Kayangan sebagai bentuktransformasi dari bentuk Deo Kayangan, masyarakatperkotaan dapat mengetahui bahwa ritual pengobatanyang melibatkan mahluk gaib memang ada diPekanbaru. Masyarakat yang semula tidak percayamengenai keberadaan ritual pengobatan yangmelibatkan mahluk gaib di Kelurahan Tebing TinggiOkura pada akhirnya dapat menerima hal tersebutsebagai sebuah tradisi dan bagian dari produk budayaPekanbaru. Sistem pengobatan tradisional merupakansub unsur kebudayaan masyarakat dan pengetahuantradisional. Sistem pengobatan tradisional ini adalahpranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yangsama seperti mempelajari pranata sosial umumnyadan bahwa praktek pengobatan asli adalah rasionaldilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenaisebab akibat (Muslim, wawancara 2 Oktober 2016).

Seseorang yang mengalami sakit umumnyaakan dibawa ke dokter atau membuatkan obat dari

ramu-ramuan tradisional agar sembuh. Adapun bagimereka yang sakit akibat sesuatu yang gaib, akandibawa ke dukun Melayu. Melalui tari Mambang Deo-Deo Kayangan masyarakat menjadi tahu bahwa diwilayah Pekanbaru terdapat ritual pengobatan yangdapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan olehgangguan mahluk gaib yang pada akhirnya membawakeluarga, kerabat, atau tetangganya untuk pergiberobat kepada Tuk Damai sebagai pemilik metodepengobatan yakni Deo Kayangan (Syafitri, wancara 2Juni 2016).b. Dampak terhadap Tuk Damai

Transformasi bentuk Deo Kayangan menjaditari Mambang Deo-Deo Kayangan yang dilakukan WanHarun Ismail juga bertujuan untuk mengangkat danmenjadikan sebuah tradisi Deo Kayangan di KelurahanTebing Tinggi Okura dikenal oleh masyarakat luas baikDeo Kayangan sebagai ritual pengobatan maupunkesenian Badeo, pada hakekatnya transformasi initidaklah mengubah sama sekali dari bentuk asli DeoKayangan tersebut dalam karyanya secara penuhkarena masih terdapat unsur-unsur yangmencerminkan Deo Kayangan sebagai ritualpengobatan. Selain itu tidak pula menghilangkan DeoKayangan sebagai tradisi yang ada di KelurahanTebing Tinggi OKura dari bentuk aslinya maupunfungsinya (Ismail, 15 Juni 2016).

Diterimanya tari Mambang Deo-Deo Kayangansebagai bentuk transformasi dari Deo Kayangan turutberdampak pada Tuk Damai. Sebagai batin sekaliguspemilik ritual pengobatan, Tuk Damai semakin dikenaloleh masyarakat, seperti yang dituturkan olehmenantunya berikut ini:

“…dulu Deo Kayangan tidak begitu dikenaloleh masyarakat luas, namun sejak 2014pengunjung yang datang ke sini semakinmeningkat. Ada yang berobat, ada juga yanghanya sekedar berkonsultasi…” (Syafitriwawancara 2 Juni 2016).

Berdasarkan penuturan Syafitri tersebut dapatdisimpulkan bahwa transformasi yang dilakukan olehWan Harun Ismail berdampak pada semakindikenalnya Tuk Damai sebagai pelaku ritual DeoKayangan, akan tetapi Syafitri menambahkan bahwadengan semakin dikenalnya mertuanya tidakberdampak banyak pada perbaikan ekonomi dikeluarganya (Syafitri, wawancara 2 Juni 2016).

Realitas ini terdengar miris, apabila melihatsosok Tuk Damai yang tidak hanya sebagai pelakuritual, namun juga merupakan seniman yang berusahamelestarikan kesenian tradisi. Tidak hanya itu, Tuk

Page 18: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

136 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

Damai juga telah membuat imitasi ritual ini sebagaisebuah hiburan yang bernama Badeo, selain itu TukDamai adalah seorang pelatih pencak silat (SilatPangean) dan pelaku dalam pertunjukan Silat Seni(Silat Pangean sebagai Silat seni untuk hiburan).

Tuk Damai menjelaskan bahwa Deo Kayangansebagai ritual pengobatan tersebut tidak didapat dariketurunan ataupun berguru. Murni dari dirinya sendiriyang diperoleh melalui mimpi tepat pada malam JumatKliwon. Pada waktu itu usianya masih 30-an, saat iniusia Tuk Damai sudah 73 tahun (Tuk Damai,wawancara 2 Juni 2016). Artinya kurang lebih 43 tahunDeo Kayangan telah dijalankan olehnya. Berbagai jenispenyakit telah dapat disembuhkan. Seperti yangdituturkan oleh Tuk Damai berikut ini;

“…Maaf dulu nak, bukan atuk nakmenyombongkan diri, tapi Alhamdulillah,sudah macam-macam penyakit disembuhkanmelalui pengobatan ini. Berkat itulah, atuksudah sampai ke mana-mana dan sudahbanyak pula kenalandimana-mana…” (TukDamai, wawancara 2 Juni 2016).

Melalui pernyataannya secara eksplisit TukDamai menyatakan bahwa saat ini dirinya semakindikenal masyarakat luas sebagai duku Melayu.Meskipun tidak berdampak signifikan harus diakuibahwa dikenalnya Tuk Damai saat ini adalah dampakdari transformasi yang dilakukan oleh Wan HarunIsmail terhadap Deo Kayangan.

c. Dampak Terhadap Masyarakat Tebing Tinggi OkuraKelurahan Tebing Tinggi Okura atau desa

Okura bagi sebagian masyarakat perkotaan kurangfamiliar, bahkan ada yang tidak mengetahui bahwaada nama desa Okura di Kota Pekanbaru, seperti yangdiungkapkan oleh Syafitri berikut ini:

“…Kalau kita sebut Okura, sebagian orangberanggapan bahwa itu suatu daerah yangberada di Jepang, padahal daerah kami inihanya terletak beberapa kilometer dariibukota…”(Syafitri, 2 Juni 2016).

Realitas tersebut menjadi sebuah penandabahwa daerah Tebing Tinggi Okura pada kenyataannyatidak begitu dikenal bahkan oleh penduduk Pekanbarusendiri. Menurut Syafitri, transformasi dari DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayanganmemiliki dampak yang positif bagi kehidupanmasyarakat Tebing Tinggi Okura. Banyaknyamasyarakat yang datang kepada Tuk Damai jugaberdampak pada meningkatnya pengunjung ke daerah

Tebing Tinggi Okura dan semakin dikenalnya daerahini sebagai desa wisata (Syaftri, wawancara 2 juni2016).

Wisata yang terdapat di Kelurahan TebingTinggi Okura yakni Wisata Dakwah Okura atau WHO.Pemberian Wisata Dakwah Okura bagi wilayahKelurahan Tebing Tinggi Okura adalah dikarenakandaerah ini adalah kawasan yang religius, di wilayahini terdapat sebuah Pondok Pesantren Darul Qur’anWas Sunnah yang lebih fokus kepada pendidikan dibidang tahfizul Qur’an dan ilmu agama.

“Tempat ini adalah kumpulan olahraga sunnah,yaitu berkuda, memanah dan berenang. Untukberenang, kolam belum siap. Saat ini baru adaberkuda dan memanah,” (Ali Kasim,wawancara 2 Juni 2016).

Suasana Islam cukup kental di daerah ini, halini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakatnya yangmembudayakan mengaji sejak dini. Tidak hanya itu,daerah Tebing Tinggi Okura juga masih memilikiberbagai tradisi yang bernuansa Islami (Tuk Damai,wawancara 2 Juni 2016).

Kebanggaan masyarakat Tebing Tinggi Okurahadir dan bertambah manakala kehadiran tari MambangDeo-Deo Kayangan mampu menampilkan suatu sajianyang khas dalam berdialog dengan wilayah lain dalamsuatu kesempatan. Tari Mambang Deo-Deo Kayangandengan berbagai laku kreatif dan institusional yangtelah dilakukan Wan Harun Ismail menjadi sebuahtanda bagi sebuah lokalitas yang disebutkan. Identitasini menjadi tanda sebuah nada pola dan artikulasi yangsama bagi sebuah wilayah komunal untukmenegaskan dirinya di tengah pergaulan lainnyamelalui kesenian (Muslim, wawancara 2 Juni 2016).

C. KesimpulanDeo Kayangan pada awalnya merupakan ritual

pengobatan penyakit yang disebabkan oleh kekuatangaib di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, KecamatanRumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Ritualtersebut dipimpin oleh seorang dukun Melayu bernamaTuk Damai sebagai pemimpin ritual Deo Kayangan.Dalam perkembangannya,Tuk Damai diminta olehmasyarakat untuk menjadikan Deo Kayangan sebagaihiburan, dengan membuat imitasi Deo Kayangan yangdiberi nama Badeo. Realitas tersebut menginspirasiWan Harun Ismail untuk mentransformasi bentuk DeoKayangan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan.Tari Mambang Deo-Deo Kayangan mengadopsi polagerakan dari Deo Kayangan. Semua gerakan DeoKayangan diformulasi bersama bentuk baru dan

Page 19: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Volume 16 Nomor 2, Desember 2018 137

Nur Desmawati dan Sri Rochana W: Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang Deo-deo Kayangan di Pekanbaru

diwujudkan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan.Dalam hal ini, Wan Harun Ismail memahami bahwaseni tari yang menjadi medium ungkapnya tersusundari gerak simbolik dan distilisasi.

Transformasidari bentuk Deo Kayanganmenjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan jugadisebabkan atas faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal terdiri dari latar belakang Wan HarunIsmail, kreativitas, motivasi dan aktualisasi diri. Faktoreksternal terdiri dari dukungan pemerintah, SanggarSembilu Art Entertainment dan dukungan masyarakat.Dalam hal ini, dukungan penuh justru dari pemerintah,yakni dukungan diberikan melalui Dinas Pariwisatayang telah menyediakan tempat pertunjukan, peluang,dana produksi untuk Wan Harun Ismail bersama SAEdalam menampilkan tari Mambang Deo-Deo Kayanganpada acara Parade Tari. Namun demikian, hadirnyatari Mambang Deo-Deo Kayangan dalam acaratersebut pada kenyataannya justru telahmembantupemerintah menemukan potensi lain didaerah Tebing Tinggi Okura. Upaya konservasi yangdilakukan oleh pemerintah ini berdampak padameningkatnya antusias masyarakat dalammenyambut progam tersebut dengan berperan sertamenggali potensi desanya.

Catatan Akhir:1Di Riau puak Melayu dapat dibedakan atas

beberapa kategori. Pertama, dapat dibedakan antaraMelayu tua (proto Melayu) dengan Melayu muda(deutro Melayu). Disebut Melayu tua (proto Melayu)karena inilah perantau Melayu pertama yang datangke kepulauan Melayu Riau. Leluhur Melayu tua inidiperkirakan tiba oleh para ahli arkeologi dan sejarahsekitar tahun 3000-2500 sebelum masehi. Adapunyang tergolong ke dalam keturunan Melayu tua (protoMelayu) itu antara lain orang Talang Mamak, orangSakai dan Suku Laut. Keturunan Melayu tua initerkesan amat tradisional, karena mereka amat teguhmemegang adat dan tradisinya. Sementara itu, puakMelayu tua juga disebut masyarakat terasing, sebabterpisah dari masyarakat kebanyakan, baik dalam halpemukiman maupun dalam budaya atau sektorkehidupan lainnya. Kedua, puak Melayu muda yangdisebut juga Deutro Melayu. Gelombang kedatangannenek moyang mereka diperkirakan tiba antara 300-250 tahun sebelum masehi. Melayu muda ini cukupbesar jumlahnya. Mereka lebih suka mendiami daerahpantai yang ramai disinggahi perantau dan daerahaliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintasperdagangan. Oleh karena itu, mereka bersifat lebihterbuka dari Melayu tua, sehingga mudah terjadi

pernikahan dengan suku lain, yang membuka peluangpula kepada penyerapan nilai-nilai budaya dari luar.Puak Melayu tua dan Melayu muda sebelum memelukagama Islam, masih sama-sama memegangkepercayaan Animisme dan Dinamisme, namunsetelah tiba Islam, terutama di daerah pesisir pantaiserta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau,ternyata puak Melayu muda lebih suka memeluk agambaru yang rasional yaitu Islam (Hamidy, 2011: 4-5).

2Bertih merupakan sejenis beras yang digonsengatau digoreng tanpa minyak

3Bebano sejenis alat musik pukul yang terbuatdari batang kayu atau pangkal batang kelapa.

4Celempong Ogoung merupakan alat musikyang terbuat dari logam. Alat musik jenis ini banyakditemukan di wilayah Sumatera, termasuk di Kampar.Dari segi bentuk hampir semuanya sama.Penamaannya tiap daerah berbeda-beda. Di SumateraBarat disebut Talempong. Sementara di KabupatenKampar, Riau dikenal dengan nama Celempong.Keberadaan musik Celempong merupakan salahsatu sistem budaya masyarakat Kampar. Hal initercermin dalam ungkapan pepatah adat. “Kalau alamalah takombang, marawa tampak takiba, aguong joCelempong, tandonyo adat badiri di nagori’.Fungsi Celempong Oguong yakni sebagai hiburanuntuk mengisi acara perkawinan, pencak silat,batogak kepalo suku dan perayaan kampung lainnya.Di era tahun 80-an musik Celempong Ogoungberkolaborasi dengan instrumen musik lainnya danbertambah fungsinya oleh pencipta tari untukmengiringi tarian.

5Pesan moral atau makna simbol dari instrumenCelempong sangat luhur. Golong/melodi adalah ibaratsebuah usul yang dijawab dengan tingka ibarat gayungbersambut, kata berjawab, disambung oleh gendangmeningkah, tapi serasi, kemudian disudahi oleh bunyiGong, seolah mengiyakan atau memberikan kataputus. Hal ini merupakan simbol masyarakat Kamparyang kreatif, saling membenarkan, kalau ada silangsengketa diselesikan dengan musyawarah mufakat.Hasilnya dapat memuaskan semua pihak. Hasilmemuaskan dari musyawarah disimbolkan dari bunyiyang harmonis dari pemain musik.

KEPUSTAKAANAbraham, H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian (Teori

Motovasi dengan Hirearki KebutuhanManusia). Pt PBP. Jakarta, 1994.

Alma M. Hawkins, Bergerak Menurut Kata Hati. Terj.I Wayan Dibia. Jakarta: Ford Foundation dan

Page 20: TRANSFORMASI DEO KAYANGAN MENJADI TARI MAMBANG …

Jurnal Seni Budaya

138 Volume 16 Nomor 2, Desember 2018

masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia,2003.

________________, Mencipta Lewat tari. Disadur keBahasa Indonesia oleh Y. Sumandiyo Hadi.Yogyakarta: Manthili, 2003.

Chandra Yulius, Kreativitas Bagaimana Menanam danMengembangkannya. Jakarta: Kanisus,1994.

Fedli Aziz,”Kekuatan Lokal Parade Tari Daerah Riau”,Koran Riau Pos,(Mei 2013).

Fitriyani. “Analisis Sosial Masyarakat Melayu DiKelurahan Tebing Tinggi Okura KecamatanRumbai Pesisir”, Repository UNRI,(2014):4-5.

Hamidy, UU, Jagat Melayu Dalam Lintasan Budaya diRiau. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 2011.

Jakob Sumardjo, Filsafat Seni. Bandung: InstitutTeknologi Bandung, 2000.

KM. Saini. Taksonomi Seni. Bandung: STSI Press,2001.

Sedyawati, Edi.Keindonesiaan Dalam Budaya,Jakarta: Wedatama Widya, 2008

Soedarsono, R. M. Seni Pertunjukan Indonesia di EraGlobalisasi. Jakarta: Direktorat JendralPendidikan Tinggi dan Kebudayaan, 1998.

Sumardjo, Yakob. Filsafat Seni. Bandung: ITB, 2000.

Sumaryono, Restorasi Seni tari dan TransformasiBudaya. Yogyakarta: ELKAPI, 2003.