Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah...

104
Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

Transcript of Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah...

Page 1: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

Page 2: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 1 of 1195

A. Muqaddimah

Bismillahirrahmanirrahim

Asy-Syaikh al-Imam al-‘Amil Syaikh al-Islam Qudwah al-Anam,

Majmu’ al- Fadhaail, Muwaffiq ad-Din Abu Muhammad

Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy,

semoga Allah mensucikan ruhnya dan menerangi kuburnya,

beliau berkata :

Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan sekalian makhluk,

mengampuni semua dosa, mengetahui segala yang tersembunyi,

menyingkap semua perasaan dan keinginan di hati. Ia meliputi

segala sesuatu dalam ilmu-Nya, ia menyebarkan rahmat dan kasih

sayang-Nya untuk semesta, dan menaklukkan seluruh ciptaan-

Nya dalam keagungan dan kemaha bijaksanaan-Nya.

Page 3: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 2 of 1195

ما لم يع ي بي م خل وما ديهم أ ون ول فه يط 1 ماعل ۦبه ي

“Dia (Allah) mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan

apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi

ilmu-Nya”.

Dia tidak tampak oleh pandangan mata, tidak berubah

karena pergantian masa, dan tidak menimbulkan keraguan dalam

fikiran.

ل مل ت ما لم يع لل ٱ نثى ك ٱ تغيض وما أ

داد تز وما حام ر ل

ل 2 دار بمق ۥعنده ء ش وك

“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan,

dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan

segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”

Dia menyempurnakan dan bijak dalam penciptaannya,

menciptakan manusia kemudian mengajarkannya, mengangkat

derajat dan memuliakan yang berilmu, mencegah manusia dari

hal-hal yang dilarang dan diharamkan. Dengan ilmu, Allah

1 Surat Thaha: 110 2 Surat ar-Ra’du: 8

Page 4: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 3 of 1195

mengistimewakan manusia sebagai makhluk yang dimuliakannya.

Ia mengistimewakan sekelompok hamba-Nya yang mencari ilmu

untuk mendalami agama (tafaqquh fiddin)

حف جف مغ جغ معجع مظ حط مض خض حض ٱ

جل مك لك خك حك جك مق حق مف خف

١٢٢اتلوبة: هل مل خل حل

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan

perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka

beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama

dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah

kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”3 Mereka diutus untuk memberikan peringatan kepada

kaumnya sebagaimana yang diperintahkan kepada para

pengemban risah-Nya, mereka dikaruniai warisan para nabi dan

meridhai mereka untuk menyampaikan hujjahNya, sebagai wakil

dalam menyampaikan syariat-Nya. Ia memilih diantara hamba-

Nya sebagai golongan orang-orang yang takut kepada-Nya.

3 Surat at-Taubah: 122

Page 5: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 4 of 1195

دلوا ٱو نلاس ٱ ومن ٱو ب ل تلف م م عى ن ل

ى أ إنما لك كذى ۥن ه و

لم ل ٱ عباده من لل ٱ ش ي ا ع ور عزيز لل ٱ إن ؤ 4 غف

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang

melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya

(dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-

hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi

Maha Pengampun”

Kemudian Allah menyuruh manusia untuk bertanya

kepada mereka dan merujuk kepada pendapat mereka, dan

menjadikan wafatnya para ulama dan diangkatnya orang-orang

jahil sebagai pemimpin sebagai tanda kebinasaan dan kesesatan

mereka. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بض ل الل إن بض ولكن انلاس من ان تاع ال عل م يق يق

لماء بقب ض ال عل م انلاس اتذ علم يب ق لم إذا حت ال ع

ؤساء هال ر ئل وا ج ف تو ا فس فأ ضللوا فضللوا م عل بغي

وأ

4 Surat Fathir: 28

Page 6: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 5 of 1195

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mengambilnya

dari umat manusia, tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para

ulama. Sehingga disaat tidak tersisa lagi seorang ‘alim pun maka manusia

mengangkat pemuka-pemuka yang bodoh, mereka bertanya kepadanya dan

mereka menjawab dengan fatwa tanpa ilmu, maka mereka menjadi sesat

dan menyesatkan.”5

Shalawat untuk nabi penutup, pemimpin orang-orang

suci, imam para ulama, manusia paling mulia yang berjalan di

kolong langit ini, Muhammad Nabi yang membawa rahmat,

penyeru kepada jalan Tuhannya dengan penuh hikmah, dengan

risalah-Nya ia menyingkap tabir kegelapan, dan ialah sebaik-baik

nabi yang diutus kepada sebaik-baik umat, Allah mengutusnya

sebagai penyampai kabar gembira dan peringatan

اجا نه بإذ الل إل وداعيا نيا وس م

5 Diriwayatkan oleh al-Bukhari: Bab Kayfa Yaqbidhu al-‘Ilmu, Kitab al-‘Ilm, dan Bab Maa Yadzkuru min Dzammi ar-Ra’yi, Kitab al-I’tisham, Shahih al-Bukhari 1/36, 9/123, dan Muslim: Bab Raf’u al-‘Ilmi wa Qabdhihi, Kitab al-‘Ilmu, Shahih Muslim 3/2058, 2059. At-Tirmidzi: Bab Ma Jaa-a fi Dzihaabi al-‘Ilmi, dalam Bab-bab ‘Ilm, ‘Aridhah al-Ahwadzi 10/120, Ibnu Majah: Bab Ijtinab ar-Ra’yi wa al-Qiyaas, dalam Muqaddimah. Sunan Ibnu Majah 1/20. Ad-Darimi: Bab Dzihaab al-‘Ilmi, dalam Muqaddimah, Sunan ad-Darimi: 1/77. Imam Ahmad: Musnad 2/162, 190, 203.

Page 7: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 6 of 1195

“Dia menyeru kepada Allah dengan izin-Nya6 dan dialah cahaya

yang menerangi7).

Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallama tasliiman

katsiira.”

Amma ba’du. Sesungguhnya Allah dengan rahmat yang

tak terhingga dan kekuasaan yang tak terbatas menjamin

keberadaan sekelompok umat yang berada di jalan kebenaran

hingga datang hari kiamat bahwa tidak akan memberikan

mudharat siapa yang menghalanginya. Allah menjadikan

keberadaan umat karena keberadaan ulama mereka, dan ketaatan

mereka dalam mengikuti para imam dan fuqaha’. Keberadaan

umat ini disertai dengan para ulamanya, seperti umat terdahulu

dengan para nabi-nabinya. Di setiap generasi fuqaha’ ada pemuka

yang diteladani dan dipedomani pendapatnya. Untuk generasi

terdahulu dijadikan tokoh-tokoh keilmuan yang memaparkan

kaidah-kaidah Islam, menjelaskan persoalan-persoalan hukum.

Kesepakatan pandangan mereka menjadi dalil yang kuat, dan

perbedaan mereka adalah rahmat yang luas. Hati akan hidup

dengan menelusuri sejarah mereka, kebahagiaan akan terwujud

dengan mengikuti jejaknya. Dari kalangan ulama itu ada yang

tinggi tingkat kemampuan dan kepakarannya, ia meninggalkan

6 Tidak ada di kitab asli 7 Surat al-Ahzab, 36

Page 8: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 7 of 1195

berbagai macam madzhab, pendapatnya dijadikan sebagai rujukan

hukum, bahkan banyak fuqaha’ yang berfatwa berdasarkan

madzhab-madzhab itu.

Imam Abdullah Muhammad bin Hanbal radhiyallaahu

‘anhu adalah salah satu ulama yang paling utama, sangat dekat

kepada Allah dan mengetahui serta mengikuti sunnah Rasulullah,

ia juga sangat zuhud terhadap dunia dan senantiasa taat kepada

Allah. Oleh karena itu kami memilih madzhabnya.

Saya tertarik untuk memilih dan menjelaskan madzhab

imam Ahmad yang juga diikuti oleh banyak orang. Saya akan

menjelaskan berbagai masalah baik yang diselisihi maupun yang

disepakati ulama, dan saya akan menyebutkan ulama yang

mengikuti madzhab imam Ahmad ini sebagai tabarruk8 terhadap

mereka sekaligus pengenalan terhadap madzhab-madzhabnya.

Saya juga menunjukkan dalil yang mendasari pendapat mereka

8 Beliau menggunakan ungkapan tabarruk disini bukan makna sesungguhnya, beliau tidak membolehkan tabarruk dengan orang-orang shaleh, karena para sahabat tidak melakukannya selain kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya, tidak pula kepada Abu Bakr ataupun sahabat lain. Demikian pula halnya dengan tabi’in, mereka tidak melakukan itu (tabarruk) sementara itu mereka adalah pemuka dalam bidang ilmu dan agama. Adapun Nabi Shallallaahu ‘alaiihi wa sallam mempunyai keistimewaan pada dirinya sendiri, tidak seorang pun yang menyertainya dalam hal itu, maka tidak dibolehkan mengqiyaskan (menyamakan) salah satu dari para ulama/imam terhadap keistimewaan ini (tabarruk), ini jika mereka masih hidup, apalagi jika telah wafat. Suatu perkara jika berlebihan maka secara mutlak tidak dibolehkan.

Page 9: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 8 of 1195

dengan singkat dan terbatas pada persoalam yang dipilih,

kemudian jika memungkinkan saya melacak sejarahnya dari buku-

buku para pakar sejarah untuk membuktikan ketsiqqahan dalilnya,

mengidentifikasi antara yang shahih dan yang cacat sehingga

dapat diyakini kebenarannya, terhindar dari kekeliruan.

Kemudian saya menyusun dalam syarah mukhtashar

(penjelasan ringkas) Abi al-Qasim ‘Umar bin al-Husain bin

‘Abdullah al Khiraqi, rahimahullaah (ini merupakan kitab yang

penuh berkah dan manfaat) sebuah ringkasan yang singkat dan

lengkap. Pengarangnya adalah imam besar, yang shalih dan

paham agama, seorang laki-laki yang wara’, yang pada dirinya

terhimpun ilmu dan amal. Kami bertabarruk 9dengan kitabnya

dengan membuat syarah yang tersusun dalam pembahasan dan

bab. Setiap masalah diawali dengan penjelasan dan pemaparan

yang mengacu kepada manthuq (teks), mafhum (konteks) dan

madhmun (kandungan), kemudian menyertai dengan hal-hal

terkait yang tidak tercantum dalam kitab ini. Sehingga setiap

masalah seperti penjelasan bab.

9 Ini hanyalah ungkapan mubaalaghah (hiperbola) beliau, karena tidak ada kitab yang diyaniki ada keberkahan padanya selain kitab Allah ‘Azza wa Jalla (al-Qur`an), Allah berfirman (Inilah kitab yang kami turukan sebagai berkah), Surat al-An’am, 92, karena ia terpelihara dari kesalahan, adapun kitab selain al-Qur`an terdapat kesalahan di dalamnya. Wallaahu ‘alam

Page 10: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 9 of 1195

Kepada Allah saya berpegang teguh dan memohon

pertolongan atas apa yang saya kehendaki, saya berserah diri

kepada-Nya atas apa yang saya pegang. Hanya kepada-Nya saya

meminta agar Allah memberikan taufik dan menjadikan usaha ini

sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan rahmat-

Nya. Wabillahi taufiq.

Abu al Qasim ‘Umar bin al-Husain bin ‘Abdullah bin

Ahmad al-Khiraqiy, semoga Allah merahmati:

Al Qadhi Imam Abu Ya’la10 rahimahullaah,11 berkata: Al-

Khiraqi adalah seorang ulama kenamaaan, ahli dalam madzhab

Abi ‘Abdullah, seorang yang taat beragama dan wara’.

Al Qadhi Abu al-Husain12 berkata: Al-Khiraqi memiliki

banyak hasil karya dalam madzhab, sebagian besar karyanya

belum tersebar kecuali kitab “al-Mukhtashar” dalam bidang fiqh,

karena ia keluar dari madinah as-Salam ketika terjadi di kota itu

fenomena penistaan terhadap sahabat, ia menitipkan kitab-

10 Beliau adalah Abu Ya’la Muhammad bin al Husain bin Muhammad, bin al-Farra’, al-Hanbal, salah satu ulama di zamannya dalam ushuul dan furuu’, wafat pada tahun 458. Biografinya disebutkan oleh anaknya pada Thabaqaat al-Hanaabilah 2/193-230 11 Tidak dinukilkan Ibnu Abi Ya’la, dalam Thabaqaat 2/57-118 12 Muhammad bin Muhammad bin al-husain bin Muhammad bin Khalaf al-Faraa’, Ibnu Abi Ya’la. Dalam Thabaqaat al-Hanaabilah 2/75

Page 11: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 10 of 1195

kitabnya di rumah Sulaiman, namun rumah dan juga buku-buku

itu terbakar.

Ia membacakan kitabnya kepada Abi Bakr al-Marudzi13,

dan Harb al-Kirmani14, Shalih dan Abdullah bin Ahmad15, ia juga

bersahabar dengan Abi Bakr al Marudzi.

Abi al-Qasim al-Khiraqi juga mendengar bacaan sebagian

ulama madzhab terhadap kitabnya, diantaranya yaitu Abu

13 Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin al-Hajjaaj al-Maruudzi, salah satu sahabat Imam Ahmad, beliau yang menutupkan kelopak mata dan memandikan ketika imam Ahmad wafat, beliau wafat pada tahun 275. Thabaqaat al-Hanaabilah 1/56-63, al-‘Ibru 2/54 14 Abu Muhammad Harb bin Ismaa’il bin Khalaf al-Hanzhali al-Kirmaani, seorang lelaki yang mulia, beliau menuliskan berbagai pokok permasalahan yang ia dengar langsung dari Imam Ahmad, beliau hidup pada abad ketiga. Thabaqaat al-Hanaabilah 1/145, 146 15 Abu al-Fadhl Shaalih bin al-Imaam Ahmad, beliau adalah putra sulungnya , seorang dermawan, mendengar dari ayahnya berbagai pokok persoalan dan pernah menjabat sebagai Qadhi. Lahir pada tahun 203, dan wafat pada tahun 266. Thabawaat al-Hanaabilah 1/173-176. Adapun Abdurrahman Abdullaah, lahir pada tahun 213, seorang yang shaleh, jujur , dan pemalu, beliau wafat tahun 290. Thabaqaat al-Hanaabilah 2/139

Page 12: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 11 of 1195

Abdullah bin Baththah16, Abu al Hasan at-Tamimi17, dan Abu al

Husain bin Sam’un18.

Abu Abdullah bin Baththah mengungkapkan: Abu al

Qasim al Khiraqi wafat pada tahun 334 H dan dimakamkan di

Damaskus. Saya telah menziarahi makamnya.19

Saya juga mendengar kabar tentang penyebab

kematiannya, yaitu ia dihukum karena menentang kemungkaran di

Damaskus.

Selanjutnya Ibnu Qudamah berkata: (Aku mengikhtisar

kitab ini), yakni memendekkannya, menyingkat lafaz-lafaznya dan

meringkasnya. Ikhtisar artinya mengurangi sesuatu, dalam hal

ikhtisar buku adakalanya dengan mengurangi pokok

permasalahannya, dan adakalanya dengan mengurangi lafaznya

16 Abu Abdullaah Ubaidillaah bin Muhammad bin Muhammad al-Abkari, Ibnu Bathathah, beliau banyak menulis kitab Sunnah, selalu memenuhi undangan, beliau wafat pada tahun 387. Thabaqaat al-Hanaabilah 2/144-253, al-‘Ibr 3/53 17 Beliau adalah Abu al-Hasan Abdul Aziiz bin al-Haarits bin Asad at-Tamiimi, lahir pada tahun 317, menyusun kitab tentang Ushuul, Furuu’ dan Faraaidh, beliau wafat pada tahun 371. Thabaqaat al-Hanaabilah 2/139 18 Abu al-Husain Muhammad bin Ahmad bin Ismaa’il, bin Sam’uun, seorang Syaikh yang zuhud, banyak orang yang membukukan hukum-hukum dan pendapatnya, yang beliau diktekan di majlis-majlis ilmu. Wafat pada tahun 380. Thabaqaat al-Hanaabilah 2/155-162, al-‘Ibru 3/36 19 Ini adalah akhir perkataan Ibnu Baththah, sebagaimana yang terdapat dalam at-Thabaqaat 2/118

Page 13: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 12 of 1195

dengan tanpa mengurangi makna, hal ini terdapat dalam hadits

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

ع طيت ت ص ال كم جوامع أ ديث ل واخ تصارا ال اخ

“Aku telah diberikan jawami’ al Kalim (kalimat yang ringkas dengan

makna yang luas) dan aku diberikan kata-kata dengan ikhtisar”.20 Juga

tentang meringkas jalan, dalam haditsnya: “Jihad adalah jalan

pintas menuju surga”. Ada juga larangan dalam meringkas sujud,

yaitu mengumpulkan ayat sajadah dan membacanya dalam satu

waktu. Ada yang mengatakan maksud ikhtishar dalam sujud yaitu

meninggalkan ayat sajadah dengan tidak membacanya. Adapun

faidah ikhtisar atau meringkas adalah untuk memberikan

kemudahan bagi siapa yang ingin mempelajari dan menghapal

sebuah kitab. Sesungguhnya kalimat diringkas untuk dihapal dan

dipaparkan dengan panjang untuk dipahami.

Ibnu Qudamah, rahimahullaah mengungkapkan tujuannya

dalam meringkas, ia berkata “liyaqruba ‘ala muta’allimihi” artinya

20 Diriwayatkan oleh ad-Daaruquthni, dalam an-Nawaadir, Sunan ad-Daaruquthni 4/144,145. Al-Bayhaqi: Sya’bu al-Imaan. Al-Jami’ al-Kabiir, as-Suyuthi 1/10, al-Jami’ as-Shaghiir 1/199. Imam Bukhari meriwayatkan dalam: Bab Qaulu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: Nashartu Bi Ar-Ru’bi Masiirah Syahr, dalam Kitab Fadhlu al-Jihaad wa as-Sair, dan Bab al-Mafaatih fi al-Yadd, dalam Kitab Ta’biir ar-Ru’ya, dan dalam Bab Qaulu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam: bu’itstu bi jawaami’ al-kalim, Kitab al-I’tishaam. Shahih al-Bukhari 4/65, 9/47, 113

Page 14: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 13 of 1195

memudahkan bagi orang yang mempelajari, mengurangi kesulitan

dalam memahami.

Ungkapannya (atas madzhab Abi Abdullah Ahmad bin

Muhammad bin Hanbal, radhiyallaahu ‘anhu), dia adalah Imam21

Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin

Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Dzuhli

bin Syaiban bin Tsa’labah bin ‘Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakr

bin Wail bin Qasith bin Hinb bin Afsha bin Du’miy bin Jadilah

bin Asad bin Rabi’ah bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnaan, nasabnya

bertemu dengan nasab Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam

pada Nizar. Rasulullah termasuk keturunan Mudhar bin Nizar,

dan Ahmad adalah keturunan Rabi’ah bin Nizar.

Abdullah bin Ahmad berkata: Ayahku berkata: Saya lahir

pada tahun 164

Abdullah juga berkata: Ia wafat pada bulan Rabi’ul Akhir,

tahun 241 dalam usia 70 tahun.

21 Lihat: Manaaqib al-Imaam Ahmad, karya Ibnu al-Jauzi, Thabaqaat al-Hanaabilah, karya Ibnu Abi Ya’la 1/4-20, al-Manhaj al-Ahmad, karya ‘Ulaimi 1/5-54, Thabaqaat asy-Syafi’iyyah al-Kubraa 2/27-63, dan referensi lain dalam hasyiyahnya, dan biografi Imam Ahmad dalam kitab Taarikh al-Islaam, karya adz-Dzahabiy, dan Siyar A’laam an-Nubalaa’, 11/177-358

Page 15: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 14 of 1195

Semasa hamil ibunya tinggal di Marwa, melahirkan di

Baghdad dan wafat di sana setelah menjadi pemimpin kaumnya,

menolong agama Allah.

Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam22: Tidak ada di belahan

dunia bagian timur dan barat seperti Ahmad bin Hanbal, tidak

ada seorang pun yang lebih memahami Sunnah melebihi beliau.

Imam Abu ‘Abdillah bin Idris asy-Syafi’I, rahimahullaah wa

ridhwaanahu ‘alaihi: “Ahmad bin Hanbal adalah Imam delapan

cabang ilmu, yaitu; Hadits, Fiqh, al-Qur’an, Bahasa, Fakir, Zuhud,

Wara’ dan Sunnah.

Abdurrahman bin al Mahdi23 pernah berkata ketika Imam

Ahmad masih kecil: “Anak kecil ini sudah menjadi imam sejak ia

masih di dalam rahim ibunya.

Abu ‘Umair24 bin Nahas ar Ramli berkomentar tentang

Ahmad bin Hanbal: “Semoga Allah merahmatinya, tidak ada yang

menandingi beliau, tidak ada yang menyerupainya dari generasi

terdahulu, tidak ada orang-orang shalih yang setara

22 Beliau adalah ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam al-Khuza’I al-Lughawi, penulis kitab dalam berbagai disiplin ilmu, wafat pada tahun 224. Taarikh al-‘Ulamaa’ an-Nahwiyyiin 197-200, lihat footnotenya. 23 Beliau adalah Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Mahdi al-Bashari al-Lu’lui al-Haafizh, salah seorang ahli hadis di Iraq, wafat pada tahun 198. Siyar A’laam An-Nubalaa,, 9/192-209 24 Nama beliau dalam kitab asli adalah Umar, Manaqib al-Imaam Ahmad,173, nama kecilnya Isa bin Muhammad

Page 16: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 15 of 1195

dengannya,dan ketika dunia disuguhkan untuknya, beliau tidak

mengacuhkan, ketika bid’ah bermunculan beliau menafikannya25.

Allah telah memilih beliau sebagai pembela agama-Nya dan

penjaga Sunnah-Nya. Allah meridhainya untuk menegakkan

hujjahnya dan menolong lisannya ketika orang-orang

melemahkannya.

Seseorang berkata kepada Basyar bin al-Harits26 ketika

imam Ahmad dihukum: Wahai Abu Nashar, seandainya engkau

telah keluar akankah engkau menyatakan: aku mendukung

pendapat Ahmad bin Hanbal?

Basyar menjawab: Apakah engkau ingin aku menempati

posisi para nabi? Sesungguhnya Ahmad bin Hanbal telah berada

di tempat para nabi.

‘Ali bin Syu’aib at-Thusi mengatakan: “Ahmad bin

Hanbal bagi kami adalah seorang teladan, sebagaimana yang

disabdakan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

25 Sampai bagian ini selesai penjelasan dalam Siyar A’laam an-Nubalaa’ 26 Beliau adalah Abu Nashar Basyar bin al-Harits al-Marudzi al-Zahid, dikenal dengan julukan Basyar al-Haafi, wafat pada tahun 227. Al-‘Ibr 1/199

Page 17: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 16 of 1195

مت ف كئن إنه ائيل بن ف كن ما أ ن شار ال م إن حت إس

رق ع ل وضع س مف حدهم رأ

ف ه ما أ ه ين د عن ذلك يص

“Sesunguhnya ada diantara golongan ummatku sebagaimana yang ada pada

Bani Israil, hingga gergaji diletakkan di ubun-ubunnya, maka yang

demikian itu tidak akan menggoyahkan keimanannya.27

Jikalau Ahmad bin Hanbal tidak menempati posisi tersebut,

sungguh ini akan menjadi aib dan cela bagi kita di hari kiamat

kelak, ketika ummat ini ditanya tidak ada seorang pun dari mereka

yang muncul.

Adapun keutamaannya telah diungkapkan para ulama dengan

begitu banyak pujian, tentunya tidak dipaparkan seluruhnya di

sini, dan sejumlah ulama telah menulisnya dalam kitab tersendiri.

Disini kami hanya menunjukkan poin-poin keutamaan beliau saja,

mengungkapkan nasabnya, waktu kelahiran, usia, karena tidak

27 Dalam teks asli tidak ada kalimat “Bani Israil”, yang ada adalah “kalimat umat sebelum kalian”. Diriwayatkan oleh al-Bukhari: Bab Ma Laqiya Nabi wa Ashhaabuhu min al-musyrikiin bi Makkah, Kitab al Manaqib, Shahih al-Bukhari 5/57, 9/26. Muslim: Bab Qisshah Ashaab al-Ukhduud, Kitab az-Zuhd, Shahih Muslim 4/2300. Abu Dawud: Bab Fi al-Asiir Yakrahu ‘ala al-Kufr, Kitab al-Jihad, Sunan Abi Dawud 2/44. At-Tirmidzi: Tafsir Surah al-Buruj, Kitab Tafsir. ‘Aridhah al-Ahwaadzy 12/241. Imam Ahmad dalam Musnad 5/109-111, 6/17, 395.

Page 18: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 17 of 1195

wajar bagi orang-orang yang memegang teguh madzhab Ahmad

bin Hanbal dan mengikuti jalannya tidak mengetahui kemuliaan

pribadi imamnya sendiri.

Kami memohon kepada Allah agar dikumpulkan dengan

beliau di tempat yang penuh kemuliaan, yaitu di surga yang

tertinggi, dan menjadikan karya ini sebagai amal saleh dan ikhlas

karena Allah, serta menjadi jalan untuk mendekat kepada-Nya

dan menggapai ridha-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi

dan Maha Mulia.

Page 19: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 18 of 1195

BAB

BERSUCI DENGAN AIR

Thaharah secara bahasa artinya suci dari kotoran, adapun

secara istilah thaharah adalah mensucikan diri dari hal-hal yang

bisa menghalangi sahnya shalat yaitu hadas atau najis dengan

menggunakan air, atau membersihkan secara hukum dengan

debu/tanah. Secara mutlak lafaz “Thaharah” yang dimaksud oleh

syaari’ atau ulama fiqh adalah makna secara istilah bukan secara

bahasa. Demikian juga halnya semua tema yang dibahas

mempunyai makna secara istilah (syar’i) dan bahasa. Namun pada

umumnya makna yang dimaksud adalah makna syar’i seperti

makna wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.

Page 20: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 19 of 1195

At-Thuhur, dengan huruf tha’ yang berharakat dhammah

adalah bentuk masdar (asal). Ini adalah pendapat al-Yazidi28.

At-Thahur dengan huruf tha’ berharakat fathah –

termasuk ke dalam isim muta’adi, berarti

mensucikan/membersihkan benda lain, seperti kata al-ghasul.

Sebagian golongan Hanafiyyah mengatakan bahwa lafaz

“thaharah” termasuk isim laazim (tidak membutuhkan objek) yang

artinya ath-Thaahir (Pembersih), karena bangsa Arab membedakan

pemakaian antara faa’il dan fa’ul dalam isim muta’adi dan lazim,

jika faa’il adalah isim laazim maka fa’ul pun fi’il lazim, seperti

qaa’id dan qaa’ud, naa’im dan naa’um, dhaarib dan dharuub.

Pendapat ini keliru, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman:

م 29 رك به ل طه

“Untuk mensucikanmu dengannya.”

Diriwayatkan oleh Jabir radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi

Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

28 Abu Muhammad Yahya bin al-Mubaarak al-Yaziidi an-Nahwi al-Lughawi al-Muqri, guru Khalifah al-Ma’mun , wafat pada tahun 202. Taarikh al-‘Ulamaa’ an-Nahwiyyin 113-120 29 Al-Anfaal: 11

Page 21: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 20 of 1195

ع طيت ن لم خ سا أ ع طه بالرلع ب ن ص ت ; قب ل نبي ي

علت شه ر مسية ر ض ل وج جدا ال ورا مس وطه

“Aku diberikan Allah lima perkara yang belum pernah diberikan kepada

nabi-nabi sebelumku, yaitu: “Aku dimenangkan dengan menggentarkan

musuh-musuhku sejauh sebulan perjalan, bumi dijadikan bagiku sebagai

tempat shalat dan alat bersuci.” (Muttafaq ‘Alaih)30

Jika maksudnya adalah at-thahir (yang bersih) maka tidak ada

keistimewaannya, karena bersuci adalah hak setiap orang. Nabi

Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang bolehkah

berwudhu’ dengan air laut? Beliau menjawab:

30 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam bab Pertama pada Kitab Tayammum, dan dalam Bab Qaulun Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Ju’ilat Li al-Ardha Masjidan wa Thahuuran, pada Kitab as-Shalaah. Shahih a-Bukhaari 1/91, 92, 119. Muslim, dalam Mawaadhi’ as-Shalaah dalam Kitab al-Masaajid. Shahih Muslim 1/270, 271. An-Nasaa’I, dalam Bab at-Tayammum bi as-Sha’iid, pada Kitab al-Ghuslu wa at-Tayammum. Al-Mujtaba min as-Sunan 1/172. Ad-Daarimi, dalam Bab al-Ardhu Kulluha Thahuurun Ma Khalaa al-Maqbarah wa al-Hammaam, pada Kitab as-Shalaah dan bab Al-Ghaniimah Laa Tuhillu li Ahadin Qablina, dari Kitab as-Sair, Sunan Ad-Daariimi 1/322, 323, 2/224. At-Tirmizdi dalam Bab Maa Jaa-a fi al-Ghaniimah, dari Bab as-Sair, ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 7/42. Imam Ahmad dalam al-Musnad 1/98, 301, 351, 2/222, 412, 501, 3/304, 4/416, 5/145, 148, 161, 162, 248, 256.

Page 22: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 21 of 1195

و 31 ور ه ه الطه لل ماؤ مي تت ه ال

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”

Jika lafaz at-thahur bukan muta’addi maka ia tidak bisa menjadi

jawaban atas pertanyaan kaum tadi, karena tidak semua yang suci

itu mensucikan. Pendapat yang dikemukakan kelompok ini tidak

konsisten, karena orang arab membedakan antara faa’il dan fa’uul.

Ada sebuah ungkapan: Qaa’id digunakan untuk orang yang

duduk, dan qaa’ud adalah orang yang duduk berulang kali.

Semestinya dua hal ini harus dibedakan tidak hanya dari segi

mutaa’di dan lazimnya saja.

1. Abu al-Qasim rahimahullaah berkata:

31 Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Bab al-Wudhu’ bi Maa-I al-Bahr, pada Kitab Thahaarah. Sunan Abi Dawud, 1/19. At-Tirmidzi dalam Bab Maa Jaa-a fi al-Bahri Annahu Thahuur, pada Bab Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 1/88. An-Nasaa-I dalam Bab Maa-u al-Bahr, pada Kitab at-Thahaarah, dan dalam Bab al-Wudhu bi Maa-i al-Bahr, pada Kitab al-Miyaah, dan dalam Bab Maytah al-Bahr, pada Kitab as-Shaid. Al-Mujtaba 1/44, 143, 7/183. Ibnu Maajah dalam Bab al-Wudhuu bi Maa-i al-Bahr, pada Kitab at-Thahaarah dan Bab at-Thaafi min Shaydi al-Bahr, pada Kitab ash-Shayd. Sunan ad-Daarimi 1/186, 2/91. Imam Maalik dalam Bab at-Thahuur li al-Wudhuu, pada Kitab at-Thahaarah, dan dalam Bab Maa Jaa-a fi Shaydi al-Bahr, pada Kitab as-Shayd. Al-Muwaththa’ 1/22, 2/495. Al-Imaam Ahmad, dalam al-Musnad 2/237, 361, 378, 393, 3/373, 5/365.

Page 23: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 22 of 1195

لق الطاهر بال ماء والطهارة ط إل ي ضاف ل الي ال م

م ء اس ش ه اقل ماء مث ل :غي وماء ال ور د وماء ال

مص فران وماء ال بهه وما الزع ش ي زايل ل مما أ

ه م م اس ( وق ت ف ال ماء اس

(Thaharah dengan air suci mutlak yang tidak

digandengkan dengan kata benda lain, seperti: air

tumbuhan, air bunga, air kacang, air kunyit, dan

sebagainya yang tidak memisahkan namanya dengan nama

air)

Beliau mengatakan: at-thaharah adalah mubtada’ (subjek),

khabar (prediketnya) dihapuskan. Maksudnya: at-

thaharah dibolehkan, dilakukan. Alif dan lam adalah

untuk istighraq (cakupan). Dengan kata lain sepertinya

beliau menyatakan bahwa: Seluruh praktek thaharah yang

dibolehkan dengan menggunakan air suci mutlaq; yaitu

yang tidak mengandung najis. Mutlaq artinya sesuatu yang

tidak disandarkan kepada benda yang lain. Inilah maksud

Page 24: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 23 of 1195

kalimat “tidak disandangkan kepada nama benda lain”.

Beliau menyebutkan sifat dan penjelasan tentang benda

tersebut, kemudian memberikan contoh “air tumbuhan,

air bunga, air kacang, air kunyit, dan sebagainya”.

Beliau mengatakan: “Dari sesuatu/benda yang tidak

memisahkan namanya dengan nama air”, yaitu sifat bagi

benda yang namanya digandengkan dengan air. Al-

Muzayalah: memisahkan. Allah ta’ala berfirman:

وا الين لعذب نا تزيل وا لو م كفر لما عذابا من ه 32أ

“Jikalau mereka memisahkan, sungguh Kami akan

mengazab orang kafir dengan azab yang pedih.”

Abu Thalib33 mengungkapkan:

وا وقد م ر طاوع أ و عد

ز ال ال م لاي

“Dan mereka telah menyetujui perintah musuh pemecah-

belah. Artinya yang memisahkan/mencerai-berai.”

32 Surat al-Fath: 25 33 Paman Rasulullah Shallallaahu ‘alaihu wa sallam yang bertekad menjaga kehormatan negeri Makkah,ia mempunyai kedudukan di tengah masyarakat dan dicintai oleh pemuka suku Quraisy. As-Siirah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyaam 1/272

Page 25: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 24 of 1195

Artinya tidak disebutkan air saja, melainkan

digandengkan dengan unsur campuran yang ada pada

umumnya. Gambaran ini berfaidah untuk pengecualian

terhadap penyandaran yang terkait dengan tempat dan

waktu, seperti air sungai, air sumur, maka air dalam

kategori ini apabila telah pindah dari tempatnya maka

hilanglah penyandarannya. Demikian juga air yang sedikit

berobah baunya.

Al-Qaadhi34 berkata: Ini merupakan pembatas

bagi yang mengubah bahwa thaharah dengan tanah,

karena beliau juga menjelaskannya dan membedakan

nama masing-masing.

Hukum yang terkandung dalam masalah ini antara

lain:

Bolehnya melakukan thaharah dengan air yang

memiliki sifat sebagaimana yang dijelaskan, sifat disini

artinya sifat air yang sesuai dengan asal mula

penciptaannya, seperti air dingin dan air panas, air tawar

dan air asin, diturunkan dari langit atau memancar dari

permukaan bumi, di laut, sungai, sumur atau kolam. Hal

ini telah ditunjukkan Allah Ta’ala:

34 Beliau adalah Abu Ya’la bin al-Farraa’

Page 26: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 25 of 1195

ل م وي ن م ماء السماء من علي ك رك به ل طه

“Dan kami turunkan atas kalian air dari langit untuk bersuci

dengannya”.35

Dan firman Allah:

ا ن زنل ور ماء السماء من وأ طه

“Dan kami turunkan dari langit air yang suci”.36

Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ور ال ماء ه ل طه س نج ء ي ش

“Air itu suci tidak menodainya sesuatu apapun”.37

35 Surat al-Anfaal: 11 36 Surat al-Furqaan: 48 37 Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Bab Maa Jaa-a Fi Bi’r Bidhaa’ah, pada Kitab at-Thahaarah. Sunan Abi Dawud. At-Tirmidzi dalam Bab Maa Jaa-a Anna al-Maa’ Laa Yunajjisuhu Syai’, pada Bab Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 1/83. An-Nasaa’i dalam al-Baab al-Awwal dan Bab Dzikru Bi’r Bidhaa’ah, pada Kitab al-Miyaah. Al-Mujtaba 1/141, 142. Ibnu Maajah dalam Bab al-Hayaadh, pada Kitab at-Thahaarah, Sunan Ibnu Maajah 1/173, 174. Al-Imaam Ahmad dalam al-Musnad 1/234, 308, 3/16, 31, 86, 6/172, 330.

Page 27: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 26 of 1195

Hadis Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang air laut:

و ور ه ه الطه لل ماؤ مي تت ه ال

“Suci airnya dan halal bangkainya”.

Inilah pendapat ulama secara umum, kecuali

pendapat lain yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar

dan Abdullah bin ‘Amru, radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa

mereka berpendapat tentang thaharah dengan air laut:

Tayammum lebih kami sukai daripada hal demikian. Ibnu

‘Amru mengatakan: air laut itu adalah api. Perkataan ini

diceritakan oleh al-Mawardi38 dari Sa’id bin al-

Muasayyab.39

Landasan utama yaitu firman Allah:

وا فلم وا ماء تد فتيمم

38 Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi asy-Syaafi’i, seorang imam yang mulia, penulis kitab al-Haawi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, dan al-Ahkaam as-Sulthaniyyah, beliau wafat pada tahun 450. Thabaqaat asy-Syafi’iyyah al-Kubraaa 5/267-285. 39 Abu Muhammad Sa’id bin al-Musayyab bin Hazn al-Makhzuumi al-Madini al-Faqiih, salah seorang ulama yang tersohor, beliau wafat pada tahun 94. Thabaqaat al-Fuqahaa’ karya asy-Syiraazi 57, 58, dan al-‘Ibr 1/110

Page 28: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 27 of 1195

“Maka jika kalian tidak menemukan air, bertayammumlah”40.

Air laut termasuk air yang dibolehkan, maka tidak boleh beralih

kepada tayammum disaat ada air. Diriwayatkan dari Abu

Hurairah, ia berkata:

ل ل سأ ول يا :فقال وسلم علي ه الل صل انلب رج رس

ر، نر كب إنا الل، ح ال ماء، من ال قليل معنا ون مل ال

نا فإن نا، به توضأ عطش

فنتوضأ

ر بماء أ ح

فقال ؟ ال

ول و :وسلم ه علي الل صل الل رس ور ه ه الطه لل ماؤ ال

مي تت ه

“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu

‘alaihi wa sallam, ia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya

kami berlayar di laut, dan kami hanya membawa sedikit air, jika

kami berwudhu kami akan kehausan, bolehkah kami berwudhu

40 Surat al-Maaidah: 6

Page 29: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 28 of 1195

dengan air laut?. Maka Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa

sallam menjawab: air laut itu suci airnya dan halal bangkainya”.

Hadis diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasaa’i,

at-Tirmidzi (ia mengatakan: Hadis ini hasan shahih).

Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar, radhiyallaahu ‘anhu,

bahwa beliau berkata: “Siapa yang tidak bersuci dengan air

laut, maka Allah tidak mensucikannya”. Karena air laut

adalah air yang tidak berubah semenjak asal mula

penciptaannya, maka boleh berwudhu dengannya

sebagaimana halnya air tawar.

Pendapat mereka: “Air laut adalah api”. Jika air

laut dimaksud dengan api tentu menyalahi panca indera.

Jika maksudnya air laut bisa menjadi api, maka hal ini

tidak menghalangi penggunaanya untuk berwudhu ketika

berwujud air.

Thaharah dari najis tidak terpenuhi kecuali dengan

apa yang dapat digunakan untuk thaharah dari hadats,

karena hal ini juga termasuk dalam ruang lingkup

thaharah secara umum. Inilah pendapat Malik, asy-Syafi’i,

Muhammad bin al-Hasan41 dan Zufar.42

41 Abu Abdullaah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad asy-Syaibaani, teman sejawat Imam Abi Hanifah, beliau menyebarkan ilmunya dan

Page 30: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 29 of 1195

Abu Hanifah mengatakan: Menghilangkan najis

dibolehkan dengan seluruh zat cair yang suci dapat

menghilangkan zat dan bekas najis itu, seperti cuka, air

bunga dan lainnya. Sebuah riwayat dari Ahmad

menunjukkan hal tersebutt, karena Nabi Shallallaahu

‘alaihi wa sallam bersabda:

م إناء ف ال ك ب ولغ إذا حدك ا سب ع فل يغ سل ه أ

“Jika anjing menjilat bejana salah seorang diantara kalian maka

basuhlah sebanyak tujuh kali”43.

menulis banyak karya yang bernilai tinggi. Beliau wafat pada tahun 187. Al-Jawaahir al-Madhiyyah 3/122-127. 42 Abu al-Hudzail Zafar bin al-Hudzail bin Qais al-‘Anbaari al-Bashri, teman sejawat Imam Abu Hanifah, seorang Hafizh, Tsiqqah. Beliau wafat pada tahun 158. Al-Jawaahir al-Madhiyyah 2/207-209. 43 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab al-Maa’ alladzi Yughsalu bihi Sya’ru al-Insaan, pda Kitab al-Wudhu. Shahih al-Bukhari 1/45. Muslim dalam Bab Hukmu Wuluughu al-Kalbi, pada Kitab at-Thahaarah. Shahih Muslim 1/234, 235. Abu Dawud dalam Bab al-Wudhuu bi Su’ri al-Kalbi, pada Bab at-Thahaarah. Sunan Abi Dawud, 1/17, 18. At-Tirmidzi dalam Bab Ma Jaa-a fi Su’ri al-Kalbi, pada Bab at-Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 1/133. An-Nasaa’I dalam Bab Su’r al-Kalbi, dan Bab al-Amru bi Iraqati Ma fi al-inaa-i Idza Wuligha al-Kalbu Fiihi, dan Bab Ta’fiir al-inaa-i alladzi Wuligha Fiihi al-Kalbu bi at-Turaab, pada Kitab at-Thahaarah. Dan dalam Bab Su’r al-Kalb, dan Bab Ta’fiir al-inaa’ bi at-Turaab min Wuluugh al-Kalbi Fiihi, pada Kitab al Miyaah. Al-Mujtaba 1/46, 47, 144, 145. Ibnu Majah dalam Bab Ghusl al-inaa’ min Wuluugh al-Kalb, pada Kitab at-Thahaarah. Sunan Ibnu Majah1/130. Ad-Darimi dalam Bab Fi Wulugh al-Kalb, pada Kitab as-Shalaah dan at-Thahaarah. Sunan ad-Darimi 1/188. Al-Imaam Malik dalam

Page 31: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 30 of 1195

Yang diperintahkan secara mutlak adalah membasuh,

maka mengaitkannya dengan air membutuhkan dalil.

Karena yang disebutkan di atas adalah zat cair yang suci

dan dapat menghapus/menghilangkan, maka boleh

membersikan najis dengannya sebagaimana halnya air.

Adapun yang tidak dapat menghilangkan najis seperti air

keringat, air susu maka tidak ada perbedaan bahwa ia

tidak dapat menghilangkan najis.

Yang menjadi dalil bagi kami adalah sebuah

riwayat bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata

kepada Asma’ binti Abi Bakr44:

صاب إذان ثو ب أ داك ي ضة من ادلم إح ال

ه ، ر ص ه ث م فل تق فيه ل صل ث م بماء ، لن ضح

“Apabila darah haid mengenai pakaian salah seorang dari kalian

hendaklah kamu mengorek darah itu, kemudian bersihkan dengan

Bab Jaami’ al-Wudhu, pada Kitab at-Thahaarah. Al-Muwaththa’ 1/34. Al-Imaam Ahmad dalam al-Musnad 2/245, 253, 260, 271, 314, 360, 398, 424, 427, 460, 480, 482, 508, 4/86, 5/56. 44 Perkataan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini ditujukan kepada seorang perempuan yang datang untuk bertanya kepada beliau, hadits ini diriwayatkan oleh Asma binti Abi Bakr radhiyallaahu ‘anhuma.

Page 32: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 31 of 1195

air dan setelah itu kamu boleh shalat dengan memakai pakaian

itu”. Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhari45.

Dan dari Anas, radhiyallaahu ‘anhu:

ن مر وسلم علي ه الل صل انلب أ

ماء من بذن وب أ

ه ريق راب بو ل ع فأ ع

ال

“Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘anhu menyuruh

untuk mengambil segentong air dan aku menuangkannya untuk

45 Dalam Bab Ghuslu ad-Dam, pada Kitab al-Wudhu, dan dalam Bab Ghuslu Dam al-Haidh, pada Kitab al-Haidh. Shahih al-Bukhari 1/66, 83. Dikeluarkan juga oleh Muslim dalam Bab Najaasah ad-Dam wa Kaifiyah Ghuslih, pada Kitab at-Thahaarah. Shahih Muslim 1/140. Abu Dawud dalam Bab al-Mar-atu Taghsilu Tsaubaha alladzi Talbisuhu fi Haidhiha, pada Kitab at-Thahaarah. Sunan Abi Dawud 1/87. At-Tirmidzi dalam Bab Maa Jaa-a Fi Ghusli Dam al-Haidh min ats-Tsaub, pada Kitab at-Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwadzi 1/219. An-Nasaa-I dalam Bab Dam al-Haidh Yushiibu ats-Tsaub, pada Kitab at-Thahaarah, dan Bab Dam al-Haidh Yushiibu ats-Tsaub, pada Kitab al-Haidh. Al-Mujabaa 1/126, 127, 160, 161. Ibnu Majah dalam Bab Maa Jaa-a fi ad- Dam al-Haidh Yushiibu ats-Tsaub, pada Kitab at-Thahaarah 1/206. Ad-Darimi, dalam Bab fi ad- Dam al-Haidh Yushiibu ats-Tsaub, pada Kitab as-Shalaah dan at-Thahaarah. Sunan ad-Daarimi 1/197. Al-Imaam Malik dalam Bab Jaami’ al-Haidhah, pada Kitab at-Thahaarah. Al-Muwaththa’ 1/60, 61. Al-Imaam Ahmad dalam al-Musnad 6/345, 346, 353.

Page 33: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 32 of 1195

membersihkan air kencing seorang lelaki Arab”. Muttafaq

‘alaihi.46

Perintah ini merupakan suatu kewajiban, karena thaharah

disini tujuannya adalah untuk shalat, maka tidak dapat terlaksana

tanpa adanya air, seperti halnya thaharah dari hadats. Secara

mutlak hadis tersebut berkaitan dengan hadits yang menjadi dalil

kami, dan air dikhususkan sebagai alat untuk salah satu dari dua

thaharah, demikian juga untuk yang lainnya.

Pengkhususan thaharah dengan menggunakan air, maka

thaharah tidak terpenuhi hanya dengan cairan/atau yang lainnya.

Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, Abu Ubaid dan Yusuf.47

Diriwayatkan dari Ali, radhiyallaahu ‘anhu -tidak terlalu

pasti ini berasal dari beliau- bahwa beliau tidak melihat masalah

46 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab Yuhrriq al-Maa’ ‘ala al-Baul, pada Kitab al-Wudhu, dan dalam Bab Qaulu an-Nabiyyi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: Yassiruu wa Laa Tu’assiruu, pada Kitab al-Adab. Shahih al-Bukhari 1/65, 8/37. Muslim dalam Bab Wujuub Ghusli al-Baul wa Ghairihi min an-Najaasaat Idza Hashalat fi al-Masjid, pada Kitab at-Thahaarah. Shahih Muslim 1/236, 237. Sebagaimana halnya yang dikeluarkan Abu Dawud dalam Bab al-Ardhu Yushiibuha al-Baul, pada Kitab at-Thahaarah. Sunan Abi Dawud 1/90, 91. At-Tirmidzi dalam Bab Maa Jaa-a fi al-Baul Yushiibu al-Ardh, pada bab at-Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 1/243, 344. Al-Imaam Malik dalam Bab Maa Jaa-a fi al-Baul Qaaiman wa Ghairuhu, pada Kitab at-Thahaarah. Al-Muwaththa’ 1/64, 65. Al-Imaam Ahmad dalam al-Musnad 2/239, 282, 3/110-111, 164. 47 Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Habin al-Anshaari, teman sejawat Imam Abu Hanifah, beliau adalah pimpinan lembaga peradilan pada zamannya. Wafat di Baghdad pada tahun 182. Al-Jawaahir al-Madhiyyah 3/611-613.

Page 34: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 33 of 1195

tentang berwudhu menggunakan minuman anggur. Ini menjadi

landasan pendapat oleh al-Hasan48 dan al-Auza’i49.

Ikrimah50 mengatakan: berwudhu dengan air anggur yaitu

bagi siapa yang tidak memperoleh air.

Ishaq51 mengatakan: Minuman anggur manis lebih saya

sukai daripada tayammum, dan saya juga lebih suka

menggabungkan keduanya.

Dari Abi Hanifah sebagaimana yang diungkapkan

Ikrimah, dikatakan bahwa boleh berwudhu dengan minuman

tamar, apa bila dimasak sampai benar-benar matang, ketika tidak

ada air, sebagaimana riwayat Ibnu Mas’ud bahwa suatu ketika

beliau bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alihi wa sallam di suatu

malam yang amat gelap dan ingin melaksanakan shalat subuh.

48 Abu Sa’id al-Hasan bin Yasaar al-Bashri, seorang yang ‘alim dan ahli ibadah yang taat. Beliau wafat pada tahun 110. Siyar A’laam an-Nubalaa’ 4/563-588. 49 Abu ‘Amru ‘Abdurrahmaan bin ‘Umar bin Yuhmad al-Auzaa’I, imam dan ahli fiqh penduduk Syam, sosok yang zuhud dan penulis yang produktif. Beliau wafat pada tahun 157. Wafayaat al-A’yaan 3/127, 128, al-‘Ibr 1/227 50 Beliau adalah Ikrimah mawla Ibnu ‘Abbas, berasal dari Barbar dan meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas berkata kepadanya “Pergi dan berfatwalah kepada manusia”. Beliau wafat pada tahun 107. Thabaqaat al-Fuqahaa’ karya asy-Syiraazai:70. 51 Abu Ya’qub Ishaq bin Ibrahim bin Mukhallad at-Tamimi al-Maruuzi, Ibnu Rahawaih. Pada dirinya terhimpun hadis, fiqh, hafizh, jujur, wara’ dan zuhud. Beliau wafat pada tahun 238. Thabaqaat al-Hanaabilah 1/109, Siyar A’laam an-Nubalaa’ 11/358-383.

Page 35: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 34 of 1195

Rasulullah bertanya: “Apakah engkau mempunyai air wudhu”?,

Ibnu Mas’ud menjawab: “Tidak, saya hanya memiliki sekantong

minuman anggur”. Kemudian Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Buah yang baik dan air yang suci”.52

Allah Ta’ala berfirman:

وا فلم وا ماء تد فتيمم

(Jika kalian tidak mendapatkan air maka

bertayammumlah).53 Nash ini menunjukkan bahwa peralihan

thaharah dengan tanah dilakukan ketika tidak ada air. Nabi

Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وء الطي ب الصعيد لم وض ع ال ماء يد لم إون ال م س ش

سني

52 Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Bab al-Wudhu bi an-nabiidz, pada kitab al-Wudhu. Sunan Abi Dawud 1/20. At-Tirmidzi dalam bab al-Wudhu min an-Nabiidz, pada bab at-Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 1/127. Ibnu Majah, dalam Bab al-Wudhu bi an-Nabiidz, pada kitab al-Wudhu. Sunan Ibnu Majah 1/135, 136. Al-Imaam Ahmad dalam al-Musnad 1/398, 402, 449, 450, 458. 53 Surat al-Maidah: 6

Page 36: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 35 of 1195

“Tanah yang bersih adalah alat berwudhu’ orang muslim

sekalipun tidak ditemukan air selama sepuluh tahun”.54 Riwayat

Abu Dawud. Karenanya tidak boleh berwudhu dengan tanah

disaat ada air. Adapun benda yang menyerupainya seperti cuka

dan kuah, haditsnya tidak kuat karena salah seorang periwayatnya

yang bernama Abu Zaid majhul (tidak dikenal) di kalangan ulama

hadits, bahkan tidak diketahui hadits lain yang diriwayatkannya

serta tidak dikenal sebagai teman sejawat Abdullah. At-Tirmidzi55

dan Ibnu Mundzir56 mengungkapkan:

وي وقد ع ود ، اب ن عن ر نه مس ئل أ ن ت هل :س مع ك

ول ن ل لة وسلم لي ه ع الل صل الل رس ما :فقال ؟ ال

حد منا معه كن أ

54 Dalam Bab al-Junubu Yatayammamu, pada Kitab at-Thahaarah. Sunan Abi Dawud 1/80. Demikian juga yang dikeluarkan oleh an-Nasaa-I dalam Bab as-Shalawaat bi Tayammum Waahid, pada Kitab at-Thahaarah 1/139. 55 Dalam Bab al-Wudhu min an-Nabiidz, pada Bab at-Thahaarah. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 1/128. 56 Abu Bakr Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir an-Naysaaburi asy-Syaafi’I, berdomisili di Makkah. Beliau adalah salah satu ulama tersohor di tengah umat, wafat pada tahun 317, demikian yang diungapkan Abu Ishaaq asy-Syiraadzi, dan adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Muhammad bin Yahya bin ‘Ammaar menemuinya pada tahun 310. Thabawaat asy-Syafi’iyyah al-Kubraa 3/102-108

Page 37: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 36 of 1195

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa beliau ditanya: “Apakah

engkau bersama Rasulullah pada malam yang ketika itu

diturunkan surat al Jinn? Beliau menjawab: Tidak ada seorang pun

diantara kami bersama beliau.

Hadis riwayat Muslim dari Ibnu Mas’ud, ia berkata:

ن لم ك ول مع أ ، ة ل ل وسلم علي ه الل صل الل رس ن

ال

ن وودد تن ت أ معه ك

(Aku tidak bersama Nabi di malam itu, dan tentunya aku

berharap bersama beliau).57

Adapun cairan selain air anggur tidak termasuk air (untuk

thaharah), seperti cuka, kuah, dan susu. Sejauh yang kami ketahui

tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa tidak boleh

berwudhu dan mandi dengannya, karena Allah Ta’ala telah

menetapkan bahwa thaharah itu dengan air, sebagaimana

firmanNya:

ل م وي ن م ماء السماء من علي ك رك به ل طه

57 Dalam Bab al-Wudhu bi an-Nabiidz, pada kitab al-Wudhu. Sunan abi Dawud 1/20. Demikian juga yang dikeluarkan at-Tirmidzi dalam Tafsir Surah al-Ahqaaf, dalam Bab Tafsiir. ‘Aaridhah al-Ahwaadzi 12/141.

Page 38: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 37 of 1195

(Dan kami turunkan untuk kalian air dari langit untuk

mensucikan).58. Tidak terdapat nama air pada ayat itu.

Air yang digandengkan dengan benda lain tidak dapat dijadikan

untuk thaharah, ini dikelompokkan kepada tiga hal:

Pertama, yang tidak dapat dijadikan untuk thaharah sebagaimana

dalam sebuah riwayat, terdiri atas tiga jenis:

1. Sari pati benda-benda yang bersih, seperti air bunga,

air cengkeh, dan air yang merembes dari pohon yang

ditebang tandanya.

2. Air yang dicampur dengan zat/benda lain sehingga

unsurnya tercampur menjadi celupan, tinta, cuka,

kuah dan sebagainya.

3. Air yang dimasak dengan sesuatu yang bersih, seperti

air mendidih

Semua jenis air tersebut tidak boleh digunakan untuk berwudhu

dan mandi. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini kecuali

pendapat yang diceritakan dari Ibnu Abi Laila59 dan al-Ashamm60

58 Dikeluarkan oleh Muslim dalam Bab al-Jahru bi Qiraati Fi as-Shubhi wa Qira’ah ‘ala al-Jinn, dalam Kitab as-Shalah. Shahih Muslim 1/332, 333 59 Surat al-Anfaal: 11 60 Abu ‘Abdurrahmaan Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Abi Laila al-Anshaari al-Kuufi, seorang mufti dan qadhi, beliau wafat pada tahun 148. Siyar A’laam an-Nubalaa’ 6/310-316

Page 39: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 38 of 1195

tentang air yang dijadikan sari pati/diperas, bahwa air ini suci da

dapat mengangkan hadas dan menghilangkan najis.

Abu Bakr bin Mundzir berkata: Terdapat kesepakatan pendapat

ulama yang telah kami himpun bahwa tidak boleh berwudhu

dengan air bunga, air tumbuhan/pepohonan, air kunyit. Tidak

dibolehkan thaharah kecuali dengan air mutlak.

Kedua, Sesuatu yang tercampur dengan air itu yang dapat

merobah salah satu sifatnya yaitu rasa, warna, dan bau, seperti air

sayuran, air kacang dan air kunyit.

Perbedaan pendapat ulama terjadi dalam masalah ini,

sebuah riwayat dari imam kita, rahimahullaah: Tidak terlaksana

thaharah dengannya. Ini pendapat Malik, asy-Syafi’i dan Ishaq.

Al-Qadhi Abu Ya’la berkata: Pendapat tersebut paling shahih.

Dikabarkan dari Ahmad bahwa sebagian sahabatnya

diantara mereka Abu al-Harits61, al-Maymuuni62 dan Ishaq bin

61 Abu al-Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf al-Asham an-Naysabuuri, seorang muhaddits dan musnid, beliau wafat pada tahun 340. Siyar A’laam an-Nubalaa’ 15/452-460 62 Abu al-Haarits Ahmad bin Muhammad as-Shaani’, beliau banyak meriwayatkan dari Imam Ahmd, yaitu lebih dari sepuluh juz. Thabaqaat al-Hanaabilah 1/74, 75

Page 40: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 39 of 1195

Manshur63 bahwa boleh berwudhu dengannya. Ini adalah

pendapat mazhab Abu Hanifah. Allah Ta’ala berfirman:

وا فلم وا فتيمم ماء تد

“Jika kalian tidak mendapatkan air maka bertayammumlah.”64

Ini menunjukkan air secara umum, karena merupakan isim

nakirah dalam bentuk nafiy dan nakirah dalam bentuk nafiy

bermakna umum, maka tidak boleh bertayammum selama ada air.

Demikian juga dengan hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

اب ال ماء تد لم ما ك كفي التل

“Cukuplah tanah bagimu (untuk berwudhu) selama tidak ada

air.”65

Ketika itu tentunya ada air, karena Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa

sallam dan para sahabatnya ketika melakukan safar, biasanya

63 Abu al-Hasan ‘Abdul Malik bin ‘Abdul Hamid bin Mahraan al-Maymuuni al-Ruqy, beliau adalah seorang imam yang mulia, teman sejawat Imam Ahmad sejak tahun 205 sampai 227. Dari Imam Ahmad beliau meriwayatkan 16 juz masail. Wafat di Naysabur pada tahun 251. Thabaqaat al-Hanaabilah 1/113-115, al-‘Ibr 1/2 64 Surat al-Maidah: 6 65 Hadits Abi Dzar yang dikeluarkan oleh as-Suyuthi dalam al-Jaami’ al-Kabiir 2/641 dengan lafaz yang hampir sama dalam kisah yang panjang dari Abdurrazaaq dan Sa’id bin al-Manshur.

Page 41: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 40 of 1195

membawa air minum dengan kantong kulit, dan biasanya kantong

itu dapat merubah air. Tidak diberitakan bahwa mereka

melakukan tayammum sementara itu air tersedia. Karena air

dalam kantong kulit bercampur dengan sesuatu yang bersih

namun tidak dianggap air yang bisa digunakan untuk thaharah,

karena tidak tergenang d tanah dan tidak mengalir maka air itu

akan berubah oleh lemak.

a. Air itu berubah karena bercampur dengan sesuatu

yang tidak suci sedapat mungkin untuk dihindari,

maka tidak boleh berwudhu dengan air tersebut

sebagaimana halnya air yang sudah dimasak karena ia

telah keluar dari status kemutlakannya.

Ketika permasalahan ini telah ditetapkan, maka

penganut mazhab kami tidak membedakan antara

yang zat berupa serbuk (yang ditaburkan) seperti

kunyit, tumbuhan ushfur, asynan dan sejenisnya dan

biji-bijian, seperti kacang-kacangan serta buah-buahan

seperti kurma kering, kismis dan dedaunan.

Pengikut mazhab asy-Syafi’i berkata: Sesuatu yang

berbentuk serbuk terlarang jika dapat merubah

kondisi air. Selain hal ini tidak dilarang kecuali jika

benda itu larut di dalam air, jika suatu benda baik larut

Page 42: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 41 of 1195

atau tidak larut merubah kondisi namun tak

mengurangi kesuciannya seperti air kapur barus.

Mazhab kami sepakat tentang kayu kering dan ranting

pohon, namun berbeda tentang benda lain yang telah

kami sebutkan karena perubahan pada air dapat

terjadi karena benda yang terpisah / tidak larut dan

juga yang larut di dalamnya, maka hal ini terlarang,

sebagaimana juga halnya jika air itu dimasak, karena

air telah tercampur dengan benda lain yang bersih

seperti air mendidih.

Ketiga, sesuatu yang disandarkan dengan air, yang dibolehkan

untuk berwudhu. Ada empat jenis:

1. Air yang disandarkan kepada wadah dan tempatnya,

seperti sungai, sumur, dan sejenisnya. Jenis ini tidak

termasuk air yang terlarang, penyandaran ini tidak

mengakibatkan pencampuran. Hal ini tidak diperdebatkan

di kalangan ulama.

2. Sesuatu yang terdapat pada air dan tidak mungkin

dihindari, seperti lumut, spora dan tumbuhan air lainnya,

demikian juga dengan daun kayu yang jatuh ke air atau

diterbangkan angin dan jatuh di tempat itu dan dahan

kayu atau jerami yang hanyut dibawa aliran air, serta

Page 43: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 42 of 1195

benda yang menetap di dalam air seperti belerang dan

tunggul yang jika mengalir akan merobah keadaan air.

Adapun sesuatu yang telah menetap di dalam air dapat

ditolerir karena sulit untuk menghindarkannya. Akan

tetapi jika yang jatuh kepermukaan air sesuatu yang dapat

dihindari seperti serbuk dan lainnya dihukum sebagai

keadaan yang dapat dihindari.

3. Sesuatu yang memiliki sifat yang sama dengan air yaitu

suci dan mensucikan seperti debu yang tercampur dengan

air maka itu tidak merusak kesuciannya karena tanah juga

termasuk sesuatu yang suci dan mensucikan. Namun jika

ia tanah itu tebal dan tidak mengalir maka tidak boleh

dijadikan untuk thaharah karena ia telah berbentuk tanah

yang keras atau lumpur. Dalam tidak ada perbedaan

antara keadaan yang disengaja atau tidak. Demikian juga

halnya dengan garam yang asal muasalnya adalah dari air

laur. Garam terbentuk dari air laut yang hanyut di tanah

lembab yang asin kemudian menjadi garam, maka ini tidak

mengurangi kesuciannya karena asal muasalnya adalah air

seperti es dan salju. Dan jenis mineral yang asalnya tidak

dari air seperti air pencelup dari kunyit.

4. Sesuatu yang merubah keadaan air karena karena

berdekatan tanpa tercampur, seperti lemak dan segala

Page 44: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 43 of 1195

jenisnya, dan benda-benda yang bersih seperti minyak,

kapur barus dan wewangian, apabila tidak merusak

kondisi air dan tidak mencair/larut maka tidak merusak

kemutlakkan air tersebut karena hanya berpengaruh

terhadap apa yang ada didekatnya, sama halnya sesuatu

karena dibawa oleh hembusan angin dan jatuh di dekat

air. Kami tidak menemukan perbedan dalam masalah ini.

Perubahan karena unsur minyak adalah berubah karena

pengaruh tetesan, ter dan lilin karena dalam hal ini unsur

minyak merubah benda yang berdekatan dengan air, maka

tidak dilarang.

Air aajin (yang berubah warna dan rasanya), yaitu berubah

karena berada di suatu wajan dalam waktu yang lama

tanpa bercampur dengan apapun. Air seperti ini tetap

dianggap sebagai air mutlak oleh kebanyakan ulama. Ibnu

al-Mundzir berkata: Terdapat kesepakatan dalam sejumlah

pendapat ulama yang kami himpun, bahwa berwudhu

dengan air aajin yang tidak bernajis hukumya boleh. Akan

tetapi pendapat ini tidak disepakati oleh Ibnu Sirin66 yang

66 Abu Bakr Muhammad bin Sirin al-Anshaari al-Bashri, ia seorang yang cerdas, menguasi ilmu Faraidh, Qadha’ dan Hisab. Beliau juga sosok yang

Page 45: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 44 of 1195

memakruhkannya. Pendapat jumhur lebih utama

berdasarkan sebuah riwayat bahwa Nabi Shallallaahu

‘alaihi wa Sallam berwudhu dengan air sumur67 yang

digenaangi inai, karena ia berubah tanpa pencampuran

maka ini hanya perubahan pada benda yang ada

didekatnya.

Apabila air dikenai oleh benda-benda yang bersih, seperti

air celupan/pewarna dan adonan yang merubah air ketika

membersihkan maka hal ini tidak menghalangi thaharah

karena ia merubah kepada kondisi yang juga bersih, ini

serupa dengan sesuatu yang merubah kondisi air karena

menghilangkan najis yang ada di sekitarnya.

Hal 24-36- Af-N

wara’ dan sastrawan. Wafat pada tahun 110. Siyar A’laam an-Nubalaa’ 4/606-622 67 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab as-Sihr wa Qaulu Ta’ala (walakinna asy-syayaathiina kafaruu yu’allimuuna an-naassa as-sihr), dan dalam Bab Hal Yastakhrij as-Sihr, pada Bab as-Sihr, pada Kitab at-Thibb, dan dalam Bab Qaulu Ta’ala (Innallaaha ya’muru bi al-‘adli wa al-ihsan), pada Kitab al-Adab, dan dalam Bab Takriir ad-Du’aa’, pada Kitab ad-Da’awaat. Shahih al-Bukhari 7/177, 178, 8/23, 103. Muslim, dalam Bab As-Sihr, pada Kitab as-Salaam. Shahih Muslim 4/1720 Ibnu Majah, dalam Bab as-Sihr, pada Kitab at-Thibb. Sunan Ibnu Majah 2/1173. Al-Imaam Ahmad dalam al-Musnad 6/57, 63, 96

Page 46: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 45 of 1195

2. Adapun hal-hal yang tidak kami sebutkan, yaitu sesuatu

yang tidak merubah rasa, warna dan bau sehingga

digolongkan kepada air yang dapat dipakai untuk

berwudhu.

“Apa yang kami sebutkan”, maksudnya adalah air pada

tumbuhan, kacang-kacangan, bunga, kunyit dan lainnya dari

benda-benda yang dianggap bersih. “sehingga dapat digolongkan

kepada air”, maksudnya disandarkan kepadanya, sebagaimana

yang telah kami ungkapkan. Ungkapkan tersebut lebih banyak

dipakai untuk “bau/aroma” daripada untuk sifat lainnya. Karena

adakalanya aroma ini akibat penyertaan dan adakalanya akibat

percampuran, namun kebanyakan adalah akibat percampuran.

Ibnu ‘Aqil mengatakan: Selain al-Khiraqi, ulama menyamakan

antara aroma, warna dan rasa, karena aroma termasuk sifat dari

air seperti halnya warna dan rasa. Al-Qadhi mengatakan: harus

sama antara aroma, warna dan rasa. Maka jika

dimafkan/diberikan keringanan untuk salah satunya maka yang

lain pun harus diberi keringanan, dan jika tidak

dimafkan/diberikan keringanan untuk salah satunya maka yang

lain pun tidak ada keringanan.

Kami tidak menemukan adanya perbedaan ulama dalam hal

kebolehan berwudhu dengan air yang tercampur dengan benda

Page 47: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 46 of 1195

yang suci dan tidak merubahnya, kecuali seperti yang disebutkan

Ummu Hani tentang air yang dicelupkan roti ke dalamnya: tidak

dapat digunakan untuk berwudhu68. Mungkin saja ia menemukan

perubahan pada air tersebut.

Ibnu Mundzir menceritakan dari az-Zuhri69 tentang pecahan roti

yang dimasukkan ke dalam air, baik hingga berubah warnanya

ataupun tidak berubah, maka tidak bisa dipakai untuk berwudhu.

Tentunya pendapat jumhur lebih utama, yaitu termasuk benda

yang suci dan tidak mengubah sifat air maka tidak dilarang seperti

benda-benda lain yang juga suci selama tidak mengubahnya. Nabi

shalallahu ‘alaihi wa sallam dan istrinya mandi dari sebuah

baskom yang terdapat disitu bekas adonan roti. Riwayat an-

Nasa’i70, Ibnu Majah71 dan al-Atsram72.

68 Dikeluarkan oleh ad-Daruquthni, dalam: Bab al-Maa’ biila fihi al-Khubz, dari Kitab at-Thaharah. Sunan ad-Daruquthni 1/39 69 Abu Bakr Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah, Ibn Syihab az-Zuhri, al-Imam al-‘Alim, seorang hafizh pada zamannya. Beliau wafat pada tahun 124. Siyar A’lam an-Nubala 5/326-350 70 Bab al-Ightisal fi al-Qash’ah allati yu’janu fiiha, dari Kitab at-Thaharah, dan dalam: Bab al-Ightisal fi al-Qash’ah fiiha Atsaru al-‘Ajiin, dari kitab al-Ghuslu wa at-Tayammum. Al-Mujtaba 1/108, 166 71 Bab ar-Rajulu wa al-Mar’atu Yaghtasilaani min Inaa-in Waahid, dari Kitab at-Thaharah wa Sunaniha. Sunan Ibnu Majah 1/134 Demikian juga yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, dalam al-Musnad 6/324 72 Abu Bakr Muhammad bin Hani’ at-Tha’I al-Atsram al-Hafizh al-Imam, banyak meriwayatkan dari Imam Ahmad, menyusn dan menertibkan bab-

Page 48: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 47 of 1195

Jika terdapat pada air suatu zat cair yang tidak mengubah sifatnya,

ini juga tidak termasuk yang terlarang, karena secara zhahir air

masih tetap pada sifat asalnya, ia dianggap berubah jika secara

jelas/nyata terdapat perubahan. Jika hal ini telah disepakati kami

menganggap demikian pula dengan sifat yang tampak jelas pada

air seperti seorang yang merdeka apabila dituduh berbuat jahat

tanpa bukti, kami mengurusinya seakan-akan ia seorang budak,

maka jika ada keraguan tentang keadaannya menghalangi

keyakinan tentang kesucian air tersebut. Karena suci adalah sifat

asal maka keraguan tidak bisa menghilangkan kesuciannya.

Jika air suci terkena air musta’mal, dimaafkan jika terjadi dalam

ukuran yang sedikit.

Ishaq bin Manshur mengatakan: Aku berkata kepada Ahmad

“Ada seorang laki-laki melaksanakan wudhu”, maka bagaimana

jika tetesan air wudhunya jatuh ke dalam bejana?”, Ahmad

menjawab: Tidak mengapa.

Ibrahim an-Nakh’i73 mengatakan: memang demikian.

babnya, ia wafat setelah tahun 260. Thabaqat al-Hanabilah 1/66-74, al-‘Ibr 2/22 (10-10) 73 Abu ‘Imran Ibrahim bin Yazid bin al-Aswad an-Nakh’i, seorang faqih di Iraq, wafat pada tahun 96. Thabaqat al-Fuqaha, oleh asy-Syirazi 82. Adz-Dzahabi mengatakan: ia wafat pada tahun 95. Al-‘Ibr 1/113

Page 49: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 48 of 1195

Peristiwa ini juga terjadi pada masa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa

sallam dan para sahabat. Karena mereka pernah berwudhu dari

gelas/dan tempat minum, mandi dari baskom/mangkok. Telah

diriwayatkan bahwa Nabi pernah mandi bersama istrinya

Maimunah dari baskom yang masih terdapat bekas adonan roti,

beliau juga pernah mandi bersama Aisyah dari satu bejana, tangan

mereka bergantian mengambil air, satu sama lain saling berkata

“sisakan untukku”74.

Yang demikian ini tentunya tidak terhindar dari percikan yang

jatuh ke dalam air, jika kadar air yang jatuh itu banyak dan

mencemarinya maka ini terlarang berdasarakan salah satu riwayat.

Ulama dari madzhab as-Syafi’I mengatakan: apabila air musta’mal

itu dalam jumlah yang banyak maka ini dilarang, tetapi jika

dsedikit tidak apa-apa.

74 Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, dalam al-Musnad 6/91 Hadis ini juga dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab Hal Yadkhulu al-Junub yadahu fi al-Inaa’, dari Kitab al-Ghusl. Shahih al-Bukhari 1/74. Muslim, dalam Bab al-Qadru al-Mustahab min al-Maa-I fi al-Janabah wa Ghuslu al-Rajul wa al-Mar’ah fi Inaa-I Wahid, dari Kitab al-Haidh. Shahih Muslim 1/256, 257. Abu Dawud, dalam Bab al-Wudhu bi Fadhli al-Mar’ah, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Abu Dawud 1/18. Nasaa’I, dalam Bab ar-Rukhshah fi al-Ightisal bi Fadhli al-Junub, Kitab at-Thaharah. Bab Ightisal ar-Rajul wa al-Mar’ah min Nisaa’ihi min Inaa-in Wahid, Bab ar-Rukhshah fi Dzalik, dari Kitab al-Ghuslu wa at-Tayammum. Al-Mujtaba 1/108, 166. Ibnu Majah dalam Bab ar-Rajulu wa al-Mar’ah yaghtasilaani min Inaa-in Wahid, dari Kitab at-Thahara. Sunan Ibnu Majah 1/133

Page 50: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 49 of 1195

Ibnu ‘Uqail mengatakan: Jika yang jatuh ke dalam air itu cairan

seperti cuka yang dapat merubah kondisi air maka ini terlarang.

Adapun riwayat yang telah diungkapkan tampak jelas keadaan

Nabi dan para sahabat, tidak tergolongnya cuka dalam masalah ini

disebabkan zatnya yang berupa cairan yang sangat mudah

bereaksi, cepat mengalir dan memberikan pengaruh meskipun

dalam kadar yang sedikit. Hadis di atas menunjukkan keringanan

terhadap kadarnya yang sedikit. Demikian halnya jika merujuk

kepada kebiasaan jika terjadi dalam jumlah yang banyak dan

mencemari ini dilarang jika tidak mencemari tidak mengapa. Jika

masih dikeragui maka air tersebut tetap dalam keadaan suci,

sesuai dengan kondisi asalnya dan rasa ragu tidak mengubah

kondisi aslinya.

Apabila jumlah air tidak mencukupi untuk bersuci kemudian

ditambahkan cairan yang tidak sampai mengubah kondisinya

boleh dipakai untuk berwudhu karena cairan itu bersih dan tidak

mengubah kondisi air, maka ini tidak terlarang. Pendapat Kedua,

tidak boleh. Karena kami meyakini adanya anggota wudhu yang

terbasuh oleh cairan itu. Hanya saja pendapat Pertama lebih kuat

karena dalam kondisi ini ketika sifat cairan itu tidak tampak jelas

pada air maka secara umum tetap dianggap air (suci). Apa yang

telah diungkapkan pada riwayat kedua menjadi batal apabila air

kadarnya sebagian dari jimlah air untuk thaharah maka ia

Page 51: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 50 of 1195

dicampur dengan cairan lain, setelah itu digunakan untuk

berwudhu dan tersisa sebagian cairan maka hal ini dibolehkan,

selama diketahui bahwa yang telah digunakan untuk berwudhu

sebagiannya adalah air dan sebagian lainnya adalah cairan lain,

demikian pula dengan sisanya karena mustahil air dan cairan itu

terpisah. Wallahu a’lam

Tidak makruh berwudhu dengan air yang dipanaskan dengan

benda yang suci kecuali jika kondisi panas itu menghalangi untuk

berwudhu. Diantara riwayat yang mengisyaratkan berwudhu

dengan air yang dipanaskan ini yaitu Umar dan anaknya, Ibnu

Abbas dan Anas radhiyallahu ‘anhum. Ini adalah pendapat

penduduk Hijaz, Iraq yang bersumber dari Mujahid75. Zaid bin

Aslam radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: Bahwa Umar memiliki

sebuah bejana untuk memanaskan air76, dan diriwayatkan dari

Ibnu Abbas radhiyyallahu ‘anhuma bahwa beliau memasuki

sebuah kamar mandi di daerah Juhfah77, dan Ibnu ‘Aqil

75 Abu al-Hajaj Mujahid bin Jibrin, mawla Bani Makhzum, seorang fuqahaa dari kalangan tabi’in di Makkah, dkenal sebagai pakar tafsir, adz-Dzahabi menyebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 103. Thabaqat al-Fuqahaa 69, al-‘Ibr 1/125 76 Dikeluarkan oleh ad-Daruquthni dalam Bab al-Maa’ al-Musakhin, dari Kitab at-Thaharah. Sunan ad-Daruquthni 1/37, dan al-Baihaqi dalam Bab Karaahah at-Tathhiir bi al-Maa’ al-Musakhin, dari Kitab at-Thaharah. Sunan al-Kubra 1/6 77 Al-Juhfah: Sebuah negeri yang luas di jalan arah ke Madinah, miqat penduduk Mesir dan Syam. Mu’jam al-Buldan 2/35

Page 52: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 51 of 1195

menyebutkan sebuah hadits dari Aslagh78 bin Syarik, pembuat

pelana onta Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: Saya

berada dalam keadaan junub ketika bersama Nabi shalallahu

‘alaihi wa sallam, lalu saya mengumpulkan kayu bakar,

memanaskan air dan mandi dengan air itu. Kemudian saya

menceritakan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau

tidak melarang saya79. Karena panas juga termasuk sifat

penciptaan Allah seperti halnya jika air didinginkan.

Tidak makruh bersuci dengan air musyammasy (terkena sinar

matahari).

As-Syafi’i mengatakan: Dimakruhkan thaharah dengan air yang

sengaja dipanaskan dengan matahari dalam sebuah bejana, namun

tidak makruh jika dalam rangka pengobatan, sebagaimana yang

diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah

shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku dan aku sedang

memanaskan air dengan matahari, beliau berkata: Jangan lakukan

ini wahai Humaira’, karena dapat mengakibatkan penyakit kusta.

Inilah dalil yang dipilih oleh Abu al-Hasan at-Tamimi.

78 Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Bab at-Tathhir bi al-Maa’al-Musakhin, dari Kitab at-Thaharah. Sunan al-Kubra 1/5 79Dikeluarkan oleh ad-Daruquthni dalam Bab al-Maa’ al-Musakhin, dari Kitab at-Thaharah. Sunan ad-Daruquthni 1/38, ia berkata: Gharib Jiddan. Al-Baihaqi, dalam Bab Karaahah at-Tathhir bi al-Maa’ al-Musyammasy, dari Kitab at-Thaharah, as-Sunan al-Kubra 1/6

Page 53: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 52 of 1195

Menurut kami, air yang dipanaskan dengan sesuatu yang suci

seperti air yang ada di kolam dan sungai, dan air yang dipanaskan

dengan api dan yang tidak sengaja memanaskan dengan matahari,

maka kemudharatannya tidak akan berbeda baik disengaja

memanaskan atau tidak. Hadits tersebut tidak kuat, salah seorang

perawinya yaitu Khalid bin Isma’il dinilai matruk al-hadits, dan

Amru80 bin Muhammad al-A’sam dinilai munkar al-hadits. Ad-

Daruquthni mengomentarinya: Tidak benar hadis ini bersumber

dari az-Zuhri, riwayat ini diceritakan dari para tabib dan mereka

tidak mengetahui adanya efek yang berbahaya.

Adapun air yang dipanaskan dengan benda yang termasuk najis,

dalam hal ini ada tiga jenis:

Pertama, apabila terbukti bagian dari najis itu sampai ke air,

maka najis itu akan mengotorinya walaupun sedkit.

Kedua, apabila tidak terbukti bagian dari najis itu sampai ke air

dan pembatasnya tidak tebal, pada dasarnya air itu suci, tetapi

makruh digunakan untuk berwudhu.

As-Syafi’I berkata: Tidak makruh, karena Nabi shalallahu ‘alaihi

wa sallam memasuki kamar kecil di juhfah.

80 Lihat Mizan al-I’tidal 3/286

Page 54: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 53 of 1195

Bagi kami, ini adalah air yang dikeragui statusnya antara suci dan

bernajis dengan adanya sebab, kondisi minimalnya adalah

makruh. Hadits tersebut tidak pasti berasal dari Nabi shalallahu

‘alaihi wa sallam, tapi diriwayatkan dari Ibnu Abbas, tidak

dipastikan juga tungku yang dipakai bernajis dan pembatasnya

tidak tebal. Hadis tersebut merupakan sebuah kasus yang tidak

bisa dipakai untuk menafikan kemakruhannya dalam hal ini dan

juga tidak dapat menafikan kemakruhannya secara mutlak.

Ketiga, apabila pembatasnya tebal, Qadhi ‘Iyadh berkata:

Makruh. Abu Ja’far81 dan Ibnu Aqil berpendapat tidak makruh,

karena tidak dikeragui tentang bernajis atau tidak, berbeda dengan

keadaan yang kedua di atas.

Abu al-Khaththab82 menyebutkan tentang makruhnya

memanaskan air dengan benda bernajis pada dua riwayat, secara

umum.

81 Abu Ja’far ‘Abdul Khaliq bin ‘Isa bin Ahmad as-Syarif, nasabnya sampai kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib, radhiyallahu ‘anhu, ia lahir pada tahun 411, pakar dalam madzhab, mengajar, berfatwa dan menyusun kitab. Beliau wafat pada tahun 470. Thabaqat al-Hanabilah 2/237-241, al-‘Ibr 3/273, 274 82 Abu al-Khaththab Mahfuzh bin Ahmad bin al-Hasan al-Kaludzani al-Baghdadi, salah seorang imam madzhab al-Hanbali, ia lahir pada tahun 432, ia menyusun kitab terbaik dalam bidang madzhab, ushul dan khilaf. Beliau wafat pada tahun 510. Thabaqat al-Hanabilah 2/258, Dzail Thabaqat al-Hanabilah 1/116-127, al-‘Ibr 3/21

Page 55: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 54 of 1195

Tidak makruh berwudhu dan mandi dengan air zamzam, karena

ini adalah air yang suci seperti air lainnya. Namun makruh

berdasarkan pendapat Ibnu Abbas: Tidak dibolehkan untuk orang

yang hanya ingin mandi, akan tetapi untuk orang yang sedang

ihram dibolehkan dan membasuh karena dapat menghilangkan

apa yang menghalangi shalat seperti menghilangkan najis.

Pendapat yang Pertama lebih utama, perkataan Ibnu Abbas tidak

menyatakan secara jelas tentang keharamannya, memuliakan

zamzam tidak mengakibatkan kemakruhan untuk

menggunakannya, seperti air yang diletakkan Nabi shalallahu

‘alaihi wa sallam di telapak tangannya atau membasuh dengan air

tersebut.

Air tawar dari salju dan air dingin adalah suci karena air ini berasal

dari langit, dan dalam sebuah do’a Nabi shalallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

م ن الله ر وال بد واثلل ج بال ماء طه

“Ya Allah sucikan diriku dengan air, salju dan air dingin.”83

83 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab Ma Yaquulu Ba’da at-Takbiir, dari Kitab al-Adzaan, dan Bab at-Ta’awwudz min al-Ma’tsam dan al-Maghram, Bab al-Isti’adzah min Ardzal al-‘Umur, Bab at-Ta’awwudz min Fitnah al-Faqr, dari Kitab ad-Da’awaat. Shahih al-Bukhari 1/189, 8/98, 100.

Page 56: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 55 of 1195

Apabila diambil seonggok salju kemudian diusapkan ke anggota

wudhu tidak dianggap sebagai thaharah karena wajib membasuh,

minimal air itu mengalir ke setiap anggota wudhu kecuali jika

jumlahnya sedikit maka dapat dilelehkan dan dialirkan airnya ke

seluruh anggota wudhu, maka ini termasuk membasuh.

3. Masalah: (Dan janganlah berwudhu’ dengan air yang bekas

wudhu)

Yaitu air yang telah terpisah dari anggota wudhu seseorang yang

telah membasuh anggota wudhunya. Pendapat madzhab bahwa

Muslim dalam Bab Ma Yaquulu Idza Rafa’ Ra’suhu min ar-Rukuu’, dari Kitab as-Shalah, Bab Maa Yuqaalu bayna Takbiiratul Ihraam wa al-Qiraah, dari Kitab al-Masaajid wa Mawaadhi’ as-Shalah, dan Bab at-Ta’awwudz min Syarri al-Fitan wa Ghairiha, dari Kitab adz-Dzikr. Shahih Muslim 1/346, 347, 419, 4/2078, 2078. Abu Dawud dalam Bab as-Saktah ‘inda al-Iftitaah, dari Kitab as-Shalaah. Sunan Abu Dawud 1/180 At-Tirmidzi dalam Bab ad-Du’aa. ‘Aridhah al-Ahwadzi 13/29. An-Nasaa’I dalam Bab al-Wudhu bi Maa’I as-Tsalji wa al-Bard, dari Kitab at-Thaharah, dari Kitab al-Miyaah, Bab al-Ightisaal bi as-Tsalji wa al-Bard, Bab al-Ightisaal bi as-Tsalji wa al-Bard,, dari Kitab al-Ghuslu wa at-Tayammum, Bab ad-Du’aa bayna at-Takbiir wa al-Qiraah, dari Kitab al-Iftitaah, Bab al-Isti’aadzah min Syarri Fitnah al-Qabr, Bab al-Isti’adzah min Syarri Fitnah al-Ghina, dari Kitab al-Isti’aadzah. Al-Mujtaba 1/45, 46, 244, 263, 2/100, 8/230, 234. Ibnu Majah, dalam Bab Iftitaah al-Shalaah, dari Kitab Iqaamah al-Shalaah, dan Bab Maa Ta’awadza minhu Rasulullah Shalallah ‘alayhi wa sallam, dari Kitab ad-Du’aa. Sunan Ibnu Majah 1/260, 2/1262. Ad-Daarimi dalam Bab Fi as-Saktataini, dari Kitab as-Shalaah. Sunan ad-Daarimi 1/283. Imam Ahmad, dalam al-Musnad 23/231, 493, 4/354, 381, 6/57, 207

Page 57: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 56 of 1195

memakai air musta’mal untuk mengangkat hadats, hukumnya suci

tapi tidak mensucikan, tidak bisa mengangkat hadats dan

menghilangkan najis. Pendapat ini diungkapkan al-Layts84, al-

Auzaa’I, ulama madzhab Abi Hanifah, salah satu riwayat dari

Malik, dan madzhab as-Syafi’i.

Selain itu dari Ahmad ada riwayat yang lain, bahwa air musta’mal

itu suci lagi mensucikan. Ini adalah pendapat al-Hasan, ‘Atha’85,

an-Nakh’i, az-Zuhriy, Makhul86, pengikut Zhahiriyah.

Diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abi Umamah tentang orang

yang lupa mengusap kepalanya, jika ia mendapatkan janggutnya

masih basah, ia bisa mengusap kepalanya. Yang mendasari

pendapat ini adalah sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Air tidak menyebabkan junub.”87

84 Abu al-Harits al-Layts bin Sa’ad al-Fahmi, Syaikh dari negeri Mesir, Imam yang tsiqqah dan hujjah, wafat pada tahun 175. Wafayaat al-A’yaan 4/127, 128, al-‘Ibr 1/266, 267 85 Abu Muhammad ‘Atha bin Abi Rabaah, fuqaha dari kalangan tabi’in di Makkah, wafat pada tahun 114/115. Thabaqaat al-Fuqahaa’ 69, al-‘Ibr 1/141 86 Abu Abdillah Makhul bin Abdillah al-Hadzali, seorang ahli fiqh dari Syam, terdapat perbedaan informasi tentang tahun wafatnya yaitu antara tahun 112, 113, 114,116, 118. Thabaqaat al-Fuqahaa karya as-Syirazi 75, Wafayaat al-A’yaan 5/280-283, Tadzkirah al-Huffaz, 1/107, 108 87 Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Bab al-Maa’ Laa Yujnib, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Abi Dawud 1/17 At-Tirmidzi, dalam Bab ar-Rukhshah fi Fadhli Thahuur al-Mar’ah, dari Bab Thaharah. ‘Aridhah al-Ahwadzi 1/82

Page 58: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 57 of 1195

“Air tidak mengandung janabah.”

Diriwayatkan juga bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam mandi

janabah, kemudian beliau melihat ubun-ubun yang belum terkena

air, kemudian membasahi rambutnya yang tumbuh di bagian

ubun-ubun itu. Ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad88 dan Ibnu

Majah89, karena yang dibasuh dengan air adalah bagian yang

bersih, maka tidak menghilangkan kesuciannya. Seperti pakaian

yang dicuci dengan air karena air itu mengenai tempat yang bersih

tidak akan membatalkan hukum pelaksanaan kewajiban, seerti

pakaian yang digunakan untuk shalat berulang kali.

Abu Yusuf mengatakan: Air tersebut najis. Ini riwayat yang

berasal dari Abi Hanifah, karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda:

Ibnu Majah dalam Bab ar-Rukhshah fi Fadhli Thahuur al-Mar’ah, dari Bab Thaharah, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Ibnu Majah 1/132 88 Yang Pertama dalam 6/330, kedua al-Fathu ar-Rabbaani 2/138 89 Bab Man Ightasala min al-Janaabah Fa Baqa fi Jasadihi Lum’ah Lam Yushibha al-Maa’ Kayfa Yashna’, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Ibnu Maajah 1/217

Page 59: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 58 of 1195

ح يب ولن ل ك أ من فيه يغ تسل ول ادلائم، ال ماء ف م د

90جنابة

“Janganlah kalian buang air di air yang tergenang, dan janganlah mandi

junub dengan air itu.”

Maka mandi sama hukumnya dengan buang air karena hal ini

dinamakan dengan thaharah. Dan thaharah tidak ada kecuali

thaharah dari najis, maka membersihkan sesuatu yang sudah

bersih tentu tidak masuk akal.

Bagi kami, terkait dengan persolan thaharah ini, Nabi shalallahu

‘alaihi wa sallam apabila beliau berwudhu para sahabat hampir

90 Dalam Bab al-Bawl fi al-Maa’ al-Raakid, dari Kitab at-Thaharah. Shahih Muslim 1/235 Sunan Abu Dawud 1/17 dalam Bab Bab al-Maa’ ad-Daa’im, dari Kitab al-Wudhu, Shahih al-Bukhari 1/69 An-Nasaa’I dalam Bab an-Nahyu ‘an Ightisal al-Junub fi al-Maa’ ad-Daa’im, dan Bab an-Nahyu ‘an al-Bawl fi ar-Rakid wa al-Ightisaal minhu, min Kitab at-Thaharah, dan Bab Dzikru Nahyi al-Junub ‘an al-Ightisaal fi al-Maa’ ad-Daaim, dari Kitab al-Ghaslu wa at-Tayammum. Al-Mujtaba 1/103, 104, 162. Imam Ahmad dalam al-Musnad 2/433 At-Tirmidzi dalam Bab Karaahiyah al-Bawl fi al-Maa’ al-Raakid, dari Bab at-Thaharah. Al-Mujtaba 1/44

Page 60: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 59 of 1195

berebut air wudhu. Diriwayatkan oleh al-Bukhari91, Nabi

shalallahu ‘alaihi wa sallam mengusap Jabir dengan air wudhunya

ketika Jabir sedang sakit92, jika air itu dalam keadaan bernajis tidak

mungkin hal ini dibolehkan, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa

sallam, para sahabat dan istri-istri beliau berwudhu pada gelas,

bejana kecil, dan mangkuk besar. Dengan benda-benda semacam

ini tidak mungkin terhindar dari percikan yang jatuh pada tempat

air yang sedang digunakan, atas dasar ini Ibrahim an-Nakh’I

mengatakan: Semestinya demikian. Jika air musta’mal tergolong

najis maka air yang jatuh ke dalmnya juga najis. Diriwayatkan dari

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa suatu ketika seorang

wanita membawakan bejana berisi air untuk berwudhu. Wanita itu

berkata: Aku membenamkan tanganku ke dalam bejana ini

sementara aku dalam keadaan junub. Nabi menjawab:

ي نب ل ال ماء

Air tidak menjadikan junub93

91 Dalam Bab Isti’maal Fadhli Wudhu an-Naas, dari Kitab al-Wudhu’, dan Bab as-Syuruuth fi al-Jihaad, dari Kitab as-Syuruuth. Shahih al-Bukhari 1/59, 3/254 Imam Ahmad, dalam al-Musnad 4/329, 330 92 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab Wudhu’ al-‘Aid Li al-Mariidh, dari Kitab al-Mardha. Shahih al-Bukhari 7/15 93 Sebagaimana keterangan sebelumnya

Page 61: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 60 of 1195

Diriwayatkan Imam Abu ‘Abdullah dalam al-Musnad94: (Air tidak

menjadikan najis), menurut mereka hadas terangkat tanpa niat,

karena air yang suci ketika bertemu dengan benda yang suci maka

air itu tetap suci, seperti air yang digunakan untuk membasuh kain

yang bersih. Dalil bahwa orang yang berhadats itu bersih

berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia

berkata:

ول لقين نا وسلم علي ه الل صل الل رس ، وأ ن ب ج

ت نس ي ن :فقال جئ ت، ث م فاغ تسل ت من ه فان ن ت أ يا ك

باري رة أ ول يا :ق ل ت ؟ ه ن ت :الل رس ن با، ك فكره ت ج

ن جالسك، أ

:ل فقا .جئ ت ث م فاغ تسل ت فذهب ت أ

ب حان لم الل، س س ل ال م س ين ج

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: (Rasulullah shalallahu

‘alaihi wa sallam menemuiku sedangkan aku berada dalam

keadaan junub, aku bersembunyi dari Nabi, mandi kemudian

94 Dalam 1/337

Page 62: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 61 of 1195

mendatangi beliau. Beliau berkata: Dimana engkau wahai Abu

Hurairah?, aku menjawab: Ya Rasulullah, aku dalam keadaan

junub karena itu aku tidak mau duduk bersamamu, maka aku

mandi setelah itu mendatangimu. Beliau berkata: Maha Suci Allah,

seorang muslim bukanlah najis. Muttafaq ‘alahi95

Oleh karena itu walaupun ia membenamkan tangannya ke dalam

air maka tidak akan menjadikan najis, atau menyeka sesuatu yang

basah, jika ia menyentuh orang yang sedang shalat tidak akan

membatalkan shalatnya.

Pendapat: Larangan mandi janabah dengan air yang tergenang,

sebagaimana larangan buang air kecil. Adanya persamaan pada

hukum asal bukan pada penjelasannya. Sesungguhnya wudhu dan

mandi dinamakan dengan thaharah karena itu mensucikan diri

95 Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab ‘Irqu al-Junub wa Anna al-Muslim La Yanjis, dan Bab al-Junub Yakhruju wa Yamsyi fi as-Suuq wa Ghairihi, Kitab al-Ghasl. Shahih al-Bukhari 1/79, 80 Muslim, dalam Bab ad-Dalil ‘ala Anna al-Muslim La Yanjis, dari Kitab al-Haidh. Shahih Muslim 1/282 Abu Dawud dalam Bab Fi al-Junub Yushaafih, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Abi Dawud 1/52 At-Tirmidzi, dalam Bab Maa Ja’a fi Mushaafahati al-Junub, dari Bab at-Thaharah.’Aridhah al-Ahwadzi 1/184, 185 An-Nasaa’I dalam Bab Mumaasah al-Junub wa Mujaalasatih, dari Kitab at-Thaharah. Al-Mujtaba 1/119. Ibnu Majah, dalam Bab Mushafahatu al-Junub, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Ibnu Majah 1/178 Imam Ahmad, dalam al-Musnad 2/235, 382, 471, 5/384, 402

Page 63: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 62 of 1195

dari dosa, sebagaimana yang ada pada riwayat yang telah

disebutkan.

Jika ini telah ditetapkan, maka dalil atas ketidaksucian air

tergenang ini sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

(Janganlah salah seorang dari kalian mandi di air tergenang dan ia

dalam keadaan junub. HR. Muslim96. Larangan mandi sama

seperti larangan buang air, jikalau hadis itu tidak mengandung

larangan maka inipun tidak dilarang, karena air adalah salah satu

alat untuk membersihkan hal-hal penghalang shalat, maka tidak

boleh digunakan untuk thaharah yang lain seperti air musta’mal

digunakan untuk menghilangkan najis.

Semua jenis hadats baik hadats kecil, janabah, haid, nifas,

demikian juga sisa air mandi jenazah. Terdapat perbedaan riwayat

dalam hal sisa air mandi orang dzimmi setelah haid, diriwayatkan

bahwa air ini mensucikan karena dapat menghilangkan

penghalang sahnya shalat, ibarat air yang didinginkan.ada riwayat

lain yang mengatakan bahwa air ini tidak mensucikan, karena

thaharah dari haid menghilangkan penghalang dari hubungan

suami istri.

96 Dalam Bab an-Nahyu ‘an al-Ightisaal fi al-Maa’ al-Raakid, dari Kitab at-Thaharah. Shahih Muslim 1/236

Page 64: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 63 of 1195

Jika air dipakai untuk thaharah mustahibbah yang bukan wajib,

seperti memperbaharui thaharah, membasuh kali kedua dan

ketiga dalam wudhu, mandi di hari jum’at dan mandi dua hari

raya, dan lainnya. Ada dua pendapat:

Pertama, Air tersebut seperti air musta’mal yang digunakan

untuk menghilangkan hadats, karena termasuk thaharah yang

disyari’atkan seperti mandi janabah.

Kedua, Tidak terlarang, karena tidak meghilangkan penghalang

sahnya shalat, sama seperti menyejukkan badan dengan air itu.

Apabila ini bukan thaharah yang disyari’atkan maka tidak ada

pengaruh menggunakan air ini baik untuk menyejukkan badan

atau mencuci pakaian. Tidak ada perbedaan riwayat tentang air

yang digunakan untuk mendinginkan badan dan membersihkan.

Air tersebut tetap sebagai air mutlak, dan kami tidak menemukan

perbedaan dalam masalah ini.

Adapun air musta’mal yang digunakan dalam rangka ibadah

bukan dalam rangka menghilangkan hadats, seperti mandi dua

hari raya. Jika kami mengatakan: Hal ini tidak wajib dan tidak

berpengaruh terhadap air yang digunakan. Jika kami mengatakan

ini wajib, al-Qadhi mengatakan: Ia suci tetapi tidak mensucikan.

Terkait hal ini Abu al-Khathab memaparkan 2 hal:

Page 65: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 64 of 1195

Pertama, air tidak lagi bersifat mutlak, karena digunakan untuk

thaharah dalam rangka ibadah, sama seperti yang digunakan

untuk menghilangkan hadats. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam

melarang orang yang bangun tidur membenamkan tangannya

yang belum dicuci ke dalam bejana.

Ini menunjukkan adalanya larangan.

Kedua, Air tersebut tetap bersifat mutlak, karena tidak

mengangkat hadats, serupa dengan air yang digunakan untuk

mendinginkan badan. Qiyasnya adalah air musta’mal untuk anak

laki-laki dan dua orang anak perempuan.

Apabila seseorang yang junub atau berhadats membenamkan

tangannya ke air yang jumlahnya kurang dari dua qullah dan

berniat untuk mengangkat hadats maka air itu menjadi musta’mal

dan tidak dapat menghilangkan hadats.

As-Syafi’I mengatakan: Air itu menjadi musta’mal dan hadatsnya

terangkat. Perubahan menjadi musta’mal seiring dengan

terangkatnya hadats.

Kami berpedoman dengan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa

sallam:

م يغ تسل ل ك حد و ادلائم ال ماء ف أ ن ب وه ج

Page 66: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 65 of 1195

Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dengan air yang

tergenang dan ia dalam keadaan junub. HR. Muslim

Pearangan menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang, karena

dengan bagian air yang terpisah setelah mengaliri badannya

menjadi air musta’mal, tidak dapat menghilangkan hadats di

seluruh badan sama halnya jika dipakai orang lain untuk mandi.

Jika air banyaknya dua kullah atau lebih maka hadats menjadi

terangkat dan tidak berpengaruh terhadap air yang tersisa karena

tidak mengandung kotoran.

Apabila bercampur air musta’mal dengan dua kullah air tidak

musta’mal maka seluruhnya menjadi suci, karena jikalau

musta’mal itu bernajis ia akan menjadi suci secara keselurahan.

Apabila tercampur dengan air yang kurang dari dua kullah dan

kadar air musta’mal lebih banyak maka ini terlarang, berdasarkan

hadis Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

ال ماء بلغ إذا بث ي مل لم ق لتي ال

Apabila air sampai jumlahnya dua kullah, ia tidak mengandung

najis97

97 Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Bab Ma Yanjisu al-Maa’, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Abi Dawud, 1/15.

Page 67: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 66 of 1195

Jika terjadi percampuran air musta’mal dengan air tidak musta’mal

yang kurang dari dua kullah maka tetap terlarang, namun jika

lebih dari dua kullah ada dua pendapat seperti yang telah

dijelaskan.

4. Masalah; al-Khiraqi berkata,”Jika air tersebut mencapai

sampai dua qullah, yaitu lima qirab (geriba atau tempat air yang

terbuat dari kulit biri-biri), lalu jatuh ke dalamnya najis, namun

tidak didapati pada najis tersebut yang memiliki rasa, warna dan

tidak juga bau, maka air itu adalah suci.”

Qullah adalah al-jarrah yaitu sejenis tempayan atau bejana.

Dinamakan dengan qullah karena dia dibawa dengan kedua

tangan. Di antaranya seperti firman Allah Swt:

قلت إذا حت ... ...ثقال سحابا أ

”...hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung...”(al-A’raf:

57)

At-Tirmidzi, dalam Bab Min Anna al-Maa’ La Yanjisuhu Syai’I dari Bab at-Thaharah. ‘Aridhah al-Ahwadzi 1/58. An-Nasaa’I dalam Bab at-Tawqiit fi al –Maa’, dari Kitab al-Miyaah. Al-Mujtaba 1/42, 142 Ibnu Majah dalam Bab Min Miqdaar al-Maa’ alladzi La Yanjis, dari Kitab at-Thaharah. Sunan Ibnu Majah 1/172. Imam Ahmad, dalam al-Musnad 2/12, 38

Page 68: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 67 of 1195

Nama ini digunakan untuk tempayan yang besar dan kecil. Yang

dimaksud di sini dengan dua qullah adalah qullah-qullah yang

berasal dari daerah Hajr (sebuah kota di Bahrain), yaitu sebanyak

lima qirab dan setiap qirab standar ukurannya adalah seratus liter

‘Iraq, sehingga dua qullah tersebut ukurannya adalah sebanyak

lima ratus liter ‘Iraq.

Ini merupakan pemahaman zhahir mazhab dari ulama golongan

kami, yaitu mazhab Imam Syafi’i, karena sesungguhnya

diriwayatkan dari Ibn Juraih bahwasanya dia berkata,”saya melihat

qullah-qullah yang berasal dari daerah Hajr dan satu qullah itu

seluas dua qirab atau dua qirab lebih, maka sebagai kehati-hatian

hendaklah menjadikan satu qullah itu sebanyak dua setengah

qirab.”

Diriwayatkan dari al-Atsram dan Isma’il bin Sa’id dari Ahmad

bahwa dua qullah itu adalah sebanyak empat qirab. Ibnu al-

Mundzir meriwayatkannya dari Ahmad dalam kitabnya. Hal yang

demikian juga sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh al-

Jauzajani dengan sanadnya dari Yahya bin ‘Uqail berkata,”saya

melihat qullah-qullah yang berasal dari daerah Hajr, dan saya

mengira satu qullah itu sama dengan dua qirab.” Hal yang seperti

ini juga diriwayatkan dari Ibnu Juraih.

Page 69: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 68 of 1195

Orang-orang yang menggunakan qirab untuk membatasi

banyaknya air sepakat bahwa standar ukuran setiap qirab itu

adalah seratus liter ‘Iraq. Saya tidak mengetahui adanya perbedaan

pendapat di antara mereka dalam hal ini. Semoga mereka

mengambil pendapat yang demikian dari orang-orang yang

memakai qirab yang berasal dari daerah Hijaz dan mengetahui

bahwa itu adalah ukrannya.

Sesungguhnya kami mengkhususkan qullah di sini dengan qullah

yang berasal dari daerah Hajr karena dua hal:

Pertama, sesungguhnya diriwayatkan dalam sebuah hadis oleh al-

Khattabi dalam “Ma’aalim as-Sunan” dengan sanadnya sampai

kepada Ibnu Juraih dari Nabi Saw. secara mursal,”apabila air itu

mencapai dua qullah dengan ukuran qullah-qullah yang berasal dari daerah

Hajr.” Kemudian al-Khattabi menyebutkan hadis tersebut.

Kedua, sesungguhnya qullah-qullah yang berasal dari daerah Hajr

itu lebih besar ukurannya dari pada qullah-qullah yang lain dan juga

merupakan qullah yang paling terkenal pada masa Nabi Saw. al-

Khattabi menyebutkan bahwa dia berkata,”qullah yang berasal dari

daerah Hajr ini merupakan produk yang terkenal dan ukurannya

dapat diketahui dengan jelas yang mana ukuran satu qullah dengan

qullah yang lainnya tidak berbeda dan tidak sama halnya dengan

ukuran sha’-sha’ atau takaran-takaran yang lain. Kemudian, juga

Page 70: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 69 of 1195

karena batasan ukurannya itu tidak dilakukan dengan

menggunakan takaran yang tidak jelas.”

Abu ‘Ubaid berkata,”yang dimaksud dengan qullah di sini adalah

al-hibab, yaitu sebuah takaran yang sudah terkenal, sehingga

ukuran dua qullah itu pantas digunakan untuknya karena sudah

terkenal dan ukurannya juga besar, karena dalam menghitung

sesuatu seseorang harus menentukan satu takaran tertentu tidak

bisa dicapai kecuali dengan menggunakan takaran yang besar

karena itu menyebabkan mudah untuk diketahui dan akan

menyebabkan bilangan yang dihasilkan lebih sedikit. Dengan

demikian, ukuran nisab zakat dipakai dengan menggunakan awsaq

dan bukan sha’ ataupun mud.”

Masalah ini menunjukkan secara jelas bahwa air yang sudah

mencapai dua qullah dan tidak berubah jika ada sesuatu yang jatuh

ke dalamnya, maka air itu tidak menjadi najis. Pemahamannya

bahwa air yang berubah karena suatu najis, maka air itu tetap

menjadi najis meskipun jumlahnya banyak. Dan air yang

jumlahnya kurang dari dua qullah akan tetap menjadi najis hanya

jika bercampur dengan suatu najis meskipun sifat air tersebut

tidak berubah.

Adapun najis yang menyebabkan berubahnya sifat air karena

suatu najis tersebut, tidak ada perbedaan pendapat dikalangan

Page 71: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 70 of 1195

ulama tentangnya. Ibn al-Mundzir berkata,”semua ulama sepakat

bahwa air yang sedikit dan banyak apabila terjatuh ke dalamnya

sesuatu yang bernajis, lalu air tersebut berubah baik berubah

rasanya, warnanya ataupun baunya, maka sesungguhnya air itu

menjadi bernajis selama dalam keadaan yang demikian.”

Diriwayatkan dari Abu ‘Umamah al-Bahiliy bahwa Nabi Saw.

bersabda:

ه ل ال ماء إن س نج ء ي وطع مه ريحه ع غلب ما إل ش

نه 98( ماجه بنا رواه ) .ولو

"Sesungguhnya air tidak bisa menjadi najis karena sesuatu kecuali bila

merubah bau, rasa dan warnanya." (HR. Ibn Majah)

Harb bin Ismail berkata,”Ahmad pernah ditanya tentang air

apabila telah berubah rasanya atau baunya, dia berkata,”jangan

berwudhu’ dengan air tersebut dan jangan juga minum dengan air

itu, meskipun tidak ada hadis dalam hal ini, akan tetapi Allah Swt.

mengharamkan bangkai, apabila bangkai tersebut terdapat dalam

air, lalu rasa atau bau air tersebut berubah, maka yang demikian

98Ibn Majah pada kitab ath-Thahaarah wa Sunanuha bab Hiyaad.

(Sunan Ibn Maajah: 1/184)

Page 72: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 71 of 1195

sama halnya dengan rasa dan bau bangkai, sehingga air tersebut

tidak halal lagi.” Yang demikian sangatlah jelas.

Al-Khallal berkata,”sesungguhnya perkataan Ahmad tersebut,

tidak ada hadis yang menegaskannya, hal ini disebabkan karena

sesungguhnya hadis ini tentang ini diriwayatkan oleh Sulaiman bin

‘Umar dan Risydin bin sa’ad, dan kedua-duanya itu adalah dha’if.

Sedangkan Ibn Majah meriwayatkannya dari jalur Risydin.”

Adapun jumlah air yang kurang dari dua qullah apabila terjatuh ke

dalamnya sesuatu yang bernajis, lalu air tersebut tidak berubah,

maka pendapat yang masyhur dalam mazhab adalah

sesungguhnya air tersebut bernajis. Diriwayatkan dari Ibn ‘Umar,

Sa’id bin Jabir dan Mujahid. Pendapat ini juga dikatakan oleh

Imam Syafi’i, Ishaq dan Abu ‘Ubaidah.

Ada riwayat lain dari Ahmad bahwa air tersebut tidak dianggap

bernajis kecuali kalau air itu berubah baik jumlahnya sedikit

ataupun banyak. Hal yang seperti itu diriwayatkan dari Huzaifah,

Abu Hurairah dan Ibn ‘Abbas. Mereka berkata,”air itu tidak

menjadi najis.” Hal yang demikian juga diriwayatkan dari Sa’id bin

al-Musayyab, Hasan, ‘Ikrimah, ‘Atha’, Jabir bin Zaid, Ibn Abi

Laila, Imam Malik, al-Auza’i, ats-Tsauriy, Yahya al-Qatthan,

‘Abdurrahman bin Mahdiy dan Ibn al-Mundzir. Dan itu

Page 73: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 72 of 1195

merupakan pendapat Imam Syafi’i yang didasarkan pada hadis

dari Abu ‘Umamah yang telah kami paparkan.

Abu Sa’id juga meriwayatkan:

ب عن ري سعيد أ ول يا قيل ال ق ال د لل ا رس

نتوضأ

من أ

يض فيها ي ل ق بئ وه ب ضاعة بئ ب ول وم ال ال لك

ول فقال وانلت ال ماء إن وسلم علي ه الل صل الل رس

ور ه ل طه س نج ء ي والنساىئ د داو أبو رواه) .ش

99(والتمذي

"Dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata; ada yang bertanya; "Wahai

Rasulullah, apakah kami boleh berwudlu dari air sumur Budla'ah yang

dibuang ke dalamnya terdapat kain bekas pembalut haid, daging anjing dan

99 Abu Daud pada kitab ath-Thahaarah bab Maa Jaa’a fii Bi’ri

Bidhaa’ah. (Sunan Abii Daawud: 1/16). An-Nasa’i pada kitab al-Miyaah bab Dzikru Bi’ri Bidhaa’ah. (al-Mujtaba: 1/141, 141). At-Tirmidziy pada kitab ath-Thahaarah bab Maa Jaa’a anna al-Maa’a laa Yanjisuhu. (‘Aaridhah al-Ahwadziy: 1/82). Imam Ahmad dalam kitabnya al-Musnad: 3/15, 16, 31, 86.

Page 74: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 73 of 1195

bangkai?" maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

"Sungguh air itu suci tidak ada sesuatu yang membuatnya najis." (HR.

Abu Daud, an-Nasa’i dan at-Tirmidziy)

Menurut Imam at-Tirmidziy hadis ini adalah hadis hasan.

Sedangkan Imam Ahmad berkata,”hadis tentang sumur

Budhaa’ah ini adalah shahih.

Imam Ibn Majah juga meriwayatkan:

ب عن ري سعيد أ ن ال د

ئل وسلم علي ه الل صل انلب أ س

ياض عن الت ال ها وال مدينة مكة بي باع ترد الس

ب ر وال لك ف حلت ما لها فقال من ها الطهارة وعن وال م

ون ور غب ما ونلا هاب ط 100طه

"Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

ditanya tentang telaga-telaga yang terdapat di antara Makkah dan

Madinah yang dikunjungi hewan buas, anjing dan himar, serta hukum

bersuci dengannya. Maka beliau pun menjawab: "Baginya apa yang

100 Ibn Majah pada kitab ath-Thahaarah bab al-Hiyaadh. (Sunan

Ibn Maajah: 1/173)

Page 75: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 74 of 1195

dikandung di dalam perutnya dan bagi kita tidak menghalangi untuk

bersuci."

Nabi tidak membedakan sedikit atau banyaknya air tersebut.

Kemudian, juga karena sesungguhnya tidak tampak di dalamnya

itu salah satu sifat najis, sehingga air tersebut tidak menjadi

bernajis karena sifat tersebut seperti air yang lebih dari dua qullah.

Pada riwayat yang Pertama, Ibn ‘Umar Ra. meriwayatkan:

ئل ول س ين وب ه وما ال ماء عن وسلم علي ه الل صل الل رس

من باع ادلواب كن إذا وسلم علي ه الل صل فقال والس

ل ماء ا بث ي مل لم ق لتي والنساىئ داود أبو رواه ) .ال

101(والتمذي

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang air dan (lokasi)

air yang selalu didatangi binatang melata dan binatang buas, maka

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila air itu dua

101 Sudah dijelaskan takhirijnya sebelumnya

Page 76: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 75 of 1195

qullah, maka ia tidak najis." (HR. Abu Daud, an-Nasa’i dan at-

Tirmidziy)

Dalam lafazh lain:

ال ماء بلغ إذا ه لم ق لتي س نج ء ي ش

"Jika air itu mencapai dua qullah (tempayan besar) maka ia tidak akan

najis karena sesuatu."

Pembatasan dengan dua qullah itu menunjukkan bahwa air yang

jumlahnya kurang dari dua qullah adalah najis, karena kalau sama

saja hukum air yang jumlahnya dua qullah dengan yang kurang

dari dua qullah, maka tentu pembatasan tersebut tidak ada

gunanya. Dan yang benarnya adalah bahwa Nabi Saw. bersabda:

تي قظ إذا م اس ك حد ناء ف يده يغ مس فل نو مه من أ

ال

ري ل فإنه ثلثا يغ سلها حت ي ن يد ه باتت أ 102يد

102 Al-Bukhari pada kitab al-Wudhuu’ bab al-Istijmaar Witran.

(Shahih al-Bukhaariy: 1/52). Muslim pada kitab ath-Thahaarah bab Karaahah Ghams al-Mutawaddhi’ waghairihi Yadduhul Masykuuk fii Najaasatihaa fii al-Inaa’ qabla Ghaslihaa Tsalaatsan Tsalaatsan. (Shahih Muslim: 1/233). Abu Daud pada kitab ath-Thahaarah bab ar-Rajulu Yadkhulu Yaddahu fii al-Inaa’ qabla an Yaghsilahaa. (Sunan Abii Daawud:

Page 77: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 76 of 1195

"Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya maka

janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga dia

membasuhnya tiga kali, karena dia tidak mengetahui di mana tangan itu

menginap."

Kalau pembatasan itu tidak ada manfaatnya, tentu Nabi Saw.

tidak melarangnya. Nabi Saw. memerintahkan untuk mencuci

bejana yang terkena air liur anjing atau sisa air yang tertinggal dari

air liur anjing. Dalam hal ini, Nabi Saw. tidak membedakan antara

air yang berubah dengan yang tidak berubah meskipun secara

zhahir air tersebut tidak berubah. Khabar yang diriwayatkan oleh

Abu Umamah adalah dha’if dan hadis tentang sumur Budhaa’ah

serta hadis yang lainnya adalah mengandung kemungkinan bahwa

jumlah air tersebut banyak dengan alasan bahwa jika air tersebut

berubah, maka itu adalah najis atau kita mengkhususkan keduanya

1/23, 24). At-Tirmidziy pada kitab ath-Thahaarah bab Idzaa Istaiqazha Ahadukum min Naumihi fala Yaghmis Yadahu fii al-Inaa’ hatta Yaghsilahaa. (‘Aaridhah al-Ahwadziy: 1/41, 42). An-Nasa’i pada kitab ath-Thahaarah bab Ta’wiil Qaulihi Ta’aala,”Idzaa Qumtum ila ash-Shalaah Faghsiluu,” bab al-Wudhuu’ min an-Naum dan kitab al-Ghuslu bab al-Amr bil al-Wudhuu’min an-Naum. (al-Mujtaba: 1/12, 83, 176). Ibn Majah pada kitab ath-Thahaarah bab ar-Rajulu Yastaiqizhu min Manaamihi hal Yadkhulu Yadahu fii al-Inaa’ qabla an Yaghsilahaa. (Sunan Ibn Maajah: 1/138, 139). Ad-Darimiy pada kitab al-Wudhuu’ bab Idzaa Istaiqazha Ahadukum min Manaamihi. (Sunan ad-Daarimiy: 1/196). Imam Malik pada kitab ath-Thahaarah bab Wudhuu’ an-Naa’im Idzaa Qaama ila ash-Shalaah. (al-Muwatthaa’: 1/21). Imam Ahmad dalam kitabnya al-Musnad: 2/241, 253, 259, 283, 316, 348, 382, 403, 455, 465, 471, 500, 507.

Page 78: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 77 of 1195

itu dengan hadis tentang dua qullah, karena sesungguhnya hadis

tersebut lebih khusus dari kedua hadis yang lainnya dan sesuatu

yang khusus didahulukan dari pada yang umum.

Adapun air yang jumlahnya lebih dari dua qullah, apabila air

tersebut tidak berubah dan najis yang masuk ke dalamnya bukan

berupa najis air pipis atau tahi manusia, maka tidak ada perbedaa

pendapat mazhab tentang kesucian air tersebut. . hal yang

demikian diriwayatkan dari Ibn ‘Umar, Sa’id bin Jubair, Mujahid

dan juga merupakan perkataan Imam Syafi’i, Ishaq, Ibu ‘Ubaidah

dan Abu Tsaur serta itu juga merupakan perkataan yang kami

riwayatka dari mereka bahwa air yang jumlahnya sedikit tidak

menjadi najis kecuali jika air tersebut berubah.

Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas bahwasanya dia berkata,”apabila air

itu jumlah sampai dua ember, maka ia tidak mengandung

kotoran.” ‘Ikrimah mengatakan,”satu atau dua ember.” Imam

Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa air yang

jumlahnya banyak tetap menjadi najis jika masuk ke dalam air

tersebut sesuatu yang bernajis kecuali air itu mencapai batas

tertentu yang hampir dapat dipastikan bahwa najis tersebut tidak

sampai mengenai seluruh air. Mereka berbeda pendapat tentang

batasannya. Sebagian mereka mengatakan jika salah satu tepi air

tersebut bergerak dan ujung tepinya yang lain tidak bergerak.

Sebagian mereka juga mengatakan jika air tersebut mencapai

Page 79: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 78 of 1195

batasan sekitar sepuluh hasta pada sepuluh hasta dan jika kurang

dari itu, maka air itu menjadi najis meskipun air tersebut sampai

mencapai sebanyak seribu qullah, karena Nabi Saw. bersabda:

م يب ولن ل ك حد ث م ادلائم ال ماء ف أ

متفق ) .من ه يتوضأ

103( عليه

"Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing di air yang diam

(tidak mengalir) kemudian berwudlu darinya." (Muttafaq ‘alaih)

Maka Nabi Saw. melarang seseorang untuk berwudhu’ pada air

yang tidak mengalir setelah pipis pada air tersebut dan Beliau

tidak membedakan banyak atau sedikitnya jumlahnya air tersebut.

Kemudian, juga karena sesungguhnya air itu telah dimasuki oleh

najis yang tidak aman dari tersebarnya najis itu pada air tersebut

sehingga air itu menjadi najis seperti haknya air yang sedikit.

103 Sudah dijelaskan takhrijnya sebelumnya. Lafazh seperti ini juga

diriwayatkan oleh at-Tirmidziy pada kitab ath-Thahaarah bab Karaahiyah al-Bawl fi al-Maa’ ar-Raakid. (‘Aaridhah al-Ahwadziy: 1/86). An-Nasa’i pada kitab al-Ghuslu bab Dzikru Nahy al-Junb ‘an al-Ightisaal fii al-Maa’ ad-Daa’im. (al-Mujtaba:1/162). Imam Ahmad dalam kitabnya al-Musnad: 2/259, 275, 529, 532.

Page 80: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 79 of 1195

Menurut kami, hadis tentang dua qullah dan hadis tentang sumur

Budhaa’ah yang telah kami sebutkan bahwwa Nabi Saw.

bersabda:

ور ال ماء إن ه ل طه س نج ء ي ش

"Sungguh air itu suci tidak ada sesuatu yang membuatnya najis."

Berberengan dengan perkataan mereka:

نتوضأ

من أ يض فيها ي ل ق بئ وه ب ضاعة بئ ول وم ال

ب وانلت ال لك

"Apakah kami boleh berwudlu dari air sumur Budla'ah yang dibuang ke

dalamnya terdapat kain bekas pembalut haid, daging anjing dan bangkai?"

Sumur Budhaa’ah tidak mencapai batasan yang mereka sebutkan.

Abu Daud berkata:

ب و قال تي سمع ت و داو د أ ل ت قال سعيد ب ن ة ب ق

قي م سأ بئ

م قها عن ب ضاعة ث قال ع ك ون ما أ إل ال ماء فيها يك

Page 81: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 80 of 1195

رة د ون قال نقص فإذا ق ل ت ال عانة ب و قال ال عو داو د أ

نا وقدر ت أ ت ه ث م لي هاع مدد ت ه بردائي ب ضاعة بئ ذرع

ها فإذا ع ستة عر ض ذ ر ل ت أ

تان باب ل فتح الي وسأ ال ب س

د خلن هل إل ه فأ ل قال علي ه كنت عما بناؤ ها غ ي

ي ت ماء فيها ورأ تغي 104اللو ن م

"Abu Dawud berkata; Dan saya telah mendengar Qutaibah bin Sa'id

berkata; Saya pernah bertanya kepada penjaga sumur tersebut tentang

kedalamannya, dia menjawab; "Dalam kondisi air yang maksimal bisa

mencapai tempat tumbuhnya bulu kemaluan." Saya bertanya; "Apabila

berkurang?" Dia menjawab; "Di bawah aurat." Abu Dawud berkata;

Dan saya sendiri pernah mengukur sumur Bidla'ah dengan selendang saya,

saya julurkan kedalam sumur kemudian saya tarik kembali, ternyata

tingginya adalah enam hasta. Kemudian saya bertanya kepada orang yang

membukakan pintu kebun untukku dan mengantarkanku kepadanya;

"Apakah bangunan sumur ini telah dirubah dari bangunan semula?" Dia

104 Lihat Sunan Abi Dawud: 1/16

Page 82: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 81 of 1195

menjawab; "Tidak." Dan saya melihat kedalam sumur, terdapat air yang

sudah berubah warnanya. "

Karena sesungguhnya air tersebut sampai mencapai dua qullah,

sehingga sama halnya dengan air yang jumlahnya lebih dari

sepuluh hasta. Hadis mereka mereka tersebut adalah umum dan

hadis kami adalah khusus sehingga wajib untuk

mendahulukannya.

Kedua, bahwa hadis yang mereka sebutkan mesti untuk

mengkhususkannya, karena jumlahnya yang lebih dari batasan

yang telah mereka sebutkan tidak menghalangi untuk dipakai

berwudhui sesuai dengan kesepakatan. Apabila wajib untuk

mengkhususkannya, maka pengkhususannya itu dengan dalil

sabda Nabi Saw. adalah lebih utama dari pada mengkhususkannya

dengan pendapat atau dengan hawa nafsu yang tidak didasarkan

pada sebuah sumber yang tidak mempunyai dalil yang akan

dijadikan sebagai pegangan. Kemudian, juga karena apa yang

mereka sebutkan tentang batasan merupakan sebuah ukuran yang

jalannya adalah dengan cara tauqif yang tidak bisa sampai kepada

hal tersebut kecuali dengan nash atau berdasarkan ijma’,

sedangkan bagi mereka tersebut tidak ada nash dan juga tidak ada

ijma’. Kemudian, karena hadis mereka tersebut khusus tentang

masalah pipis saja dan kami mengatakan terhadap salah satu dari

dua riwayat dan kami membatasi hukum terhadap apa yang

Page 83: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 82 of 1195

dicakup oleh nash, yaitu tentang pipis, karena sesungguhnya

baginya adalah sebagai penguat dan pipis tersebut tersebar dalam

air terhadap apa yang tidak ada bagi yang lainnya berdasarkan apa

yang akan kami sebutkan in shaa Allaah ta’aala.

Jika dikatakan, yang dimaksud dengan perkataannya,”lam yahmil al-

khabs,” adalah ia tidak menolak kotoran dari dirinya, artinya

bahwa sesungguhnya ia akan menjadi najis karena ada sesuatu

yang bernajis yang jatuh ke dalamnya. Kami katakan bahwa

pendapat ini fasid atau rusak karena tiga hal:

Pertama, bahwa dalam sebagian lafazhnya berbunyi “lam

yanjus.”Diriwayatkan oleh Abu Daud, ibnu Majah dan Ahmad

berhujjah dengannya.

Kedua, sesungguhnya dia menginginkan bahwa air yang

mencapai dua qullah dalam jumlah yang sedikit akan menjadi najis,

tentu air yang lebih dari dua qullah tidak menjadi najis untuk

mewujudkan perbedaan di antara keduanya, karena sesungguhnya

dia menjadikan dua qullah tersebut sebagai pemisah di antara yang

menjadi najis dan yang tidak menjadi najis. Kalau kita

menyamakan keduanya, tentu tidak penting tetap adanya

pemisahan tersebut.

Ketiga, bahwa apa yang ditetapkannya dalam bahasa,

sesungguhnya air itu mencegah kotoran dari dirinya sendiri dari

Page 84: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 83 of 1195

perkataan mereka,”fulan la yuhtamil adh-dhaim”, maksudnya fulan

menolaknya dari dirinya sendiri. Wallaahu a’lam

Pasal: Para ulama kami berbeda pendapat bahwa apakah dua

qullah yang sama dengan lima ratus liter tersebut sebagai batasan

atau sebagai kisaran saja?.

Abu al-Hasan al-Amidiy berkata,”yang benar itu adalah sebagai

batasan. Itu secara zhahir merupakan perkataan al-Qadhi dan juga

salah satu pendapat para pengikut Imam Syafi’i, karena

pengungakapan itu adalah untuk kehati-hatian. Dan apa yang

diungkapkan sebagai kehati-hatian adalah wajib, seperti mencuci

bagian kepala yang bersamaan dengan wajah, waktu menahan

dalam puasa yang dimulai dari sebagian malam yang bersamaan

dengan siang. Kemudian, juga karena sesungguhnya itu

merupakan standar ukuran untuk menghilangkan najis dari

dirinya sendiri, sehingga dianggaplah hal untuk mewujudkannya

tersebut, seperti jumlah bilangan ketika membasuh anggota

tubuh.

Yang benar adalah bahwa itu merupakan kisaran atau perkiraan,

karena orang-orang yang menukilkan ukuran qullah-qullah tersebut

tidak mendisiplinkan keduanya dengan batasan. Sedangkan Ibn

Juraij berkata,”luas satu qullah itu sama dengan dua qirab atau dua

qirab lebih.” Yahya bin ‘Uqail berkata,”aku mengira luas satu

Page 85: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 84 of 1195

qullah itu sama dengan dua qirab.” Ini bukanlah merupakan

sebuah batasan, akan tetapi perkataan keduanya itu menunjukkan

bahwa keduanya itu hanya mengira saja dan sesuatu yang lebih

dari dua qirab merupakan sesuatu yang masih diragukan

bersamaan dengan adanya ketidakjelasan. Secara zhahir

maksudnya adalah batasan paling sedikit karena lafaznya

menunjukkan untuk kisaran di antara dua hal yang disebutkan.

Tatkala sedikitnya sesuatu, maka itu dekat dengan dua qullah dan

perkataan Ahmad menunjukkan tentang ini, karena sesungguhnya

diriwayatkan darinya bahwa satu qullah itu adalah dua qirab. Dan

diriwayatkan juga dua qirab setengah. Bahkan juga diriwayatkan

dua qirab sepertiga. Ini menunjukkan bahwa hal yang demikian

tidak membatasi sebuah batasan. Kemudian, tidak ada bagi qirab

tersebut batasan tertentu, karena sesungguhnya bagi qirab tersebut

terdapat banyak perbedaan, sehingga dua qirab tersebut tidak

hampirnya keduanya sepakat untuk satu batasan. Karena ini, kalau

seseorang membeli sesuatu yang diukur dengan takaran pakai

qirab atau menyerahkan sesuatu yang dibatasi dengan qirab, maka

itu tidak diperboelehkan, karena Nabi Saw. mengetahui bahwa

manusia tidak menakar air dan juga tidak menimbangnya sehingga

Rasul tidak memperkenalkan kepada mereka batasan yang tidak

mereka kenal, akan tetapi siapa yang mendapati air dan di

dalamnya itu ada najis, lalu dia mengiranya sekitar dua qullah,

Page 86: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 85 of 1195

maka dia boleh berwudhu’ dengan air tersebut. Dan jika dia

mengira bahwa air tersebut kurang dari dua qullah, maka dia harus

meninggalkannya.

Faedah ini adalah bahwa siapa yang menganggap itu sebagai

batasan, lalu sedikit saja berkurang dari batasan tersebut, maka

tidak ada maaf baginya, dan dia menjadi najis jika ada sesuatu

yang bernajis masuk ke dalamnya. Siapa yang mengatakan itu

sebagai kisaran saja, maka diampuni baginya dari kekurangan yang

sedikit tersebut dan hukumnya dikaitkan dengan perkiraan sekitar

dua qullah. Jika dia ragu sampai atau tidaknya air tersebut untuk

menolak najis yang masuk ke dalamnya, maka ada dua pendapat

dalam hal ini:

Pertama, air tersebut dihukum sebagai air yang suci, karena

sesungguhnya air itu adalah suci sebelum masuknya sesuatu yang

bernajis ke dalamnya dan dia ragu apakah air itu menjadi najis

atau tidak?. Maka suatu keyakinan tidak bisa hilang dengan suatu

keraguan.

Kedua, air itu dihukum sebagai air yang bernajis, karena pada

dasarnya air itu adalah sedikit, lalu dibinalah sebuah hukum di

atasnya, sehingga hal itu menjadikan air tersebut dihukum sebagai

air yang bernajis.

Page 87: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 86 of 1195

Pasal: Adapun selain dari air yang merupakan zat-zat cair, maka

ada tiga riwayat dalam hal ini.

Pertama, sesungguhnya zat-zat cair itu dihukum bernajis karena

adanya najis yang jatuh ke dalamnya meskipun jumlahnya banyak,

karena Nabi Saw. pernah ditanya tentang tikus yang jatuh ke

dalam minyak:

ئل ر عن وسلم علي ه الل صل انلبل س السم ن ف تقع ة ال فأ

وها جامدا كن إن فقال ل ق لها وما فأ فل مائعا كن إون حو

رب وه 105( أحد رواه) .تق

"Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam ditanya tentang tikus yang ada

diminyak, maka beliau bersabda: "Jika minyak tersebut beku maka tikus

tersebut dibuang beserta minyak yang ada disekitarnya saja, namun jika

minyak itu cair maka janganlah kalian dekati." (HR. Ahmad)

105 Abu Daud pada kitab al-Ath’imah bab al-Fa’rah Taqa’u fii as-

Samn. (Sunan Abi Daawud: 2/328). At-Tirmidziy pada kitab al-Ath’imah bab Maa Jaa’a fii al-Fa’rah Tamuutu fii as-Samn. (‘Aaridhah al-Ahwadziy: 7/303). An-Nasa’i pada kitab al-Far’ wa al-‘Atiirah bab al-Fa’rah Taqa’u fii as-Samn. (al-Mujtaba: 7/157).

Page 88: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 87 of 1195

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dengan

sanadnya yang shahih berdasarkan syarat “ash-shahihain,” dan

beliau tidak membedakan banyak atau sedikitnya zat cair tersebut.

Kemudian, juga karena sesungguhnya tidak ada kekuatan baginya

untuk menolak najis, maka dia tidak bisa mensucikan yang lainnya

sehingga dia tidak menolaknya dari dirinya sendiri, sama halnya

seperti air yang sedikit.

Kedua, sesungguhnya keadaannya sama seperti air, tidak

dianggap menjadi najis jika jumlahnya sampai mencapai dua

qullah, kecuali jika air tersebut berubah. Harb berkata,” aku

bertanya kepada Ahmad, aku berkata,”bagaimana halnya jika

seekor anjing yang menjilat minyak?, beliau menjawab,”jika

minyak itu berada dalam sebuah bejana yang besar seperti hubb

atau semisalnya, aku berharap tidak ada masalah apa-apa dan

boleh dimakan. Namun, jika minyak itu berada dalam sebuah

bejana yang kecil, maka itu tidak mengherankanku.” Yang

demikian itu karena sesungguhnya jumlahnya banyak sehingga

tidak menjadi najis dengan adanya najis yang masuk atau yang

jatuh ke dalamnya tidak berubah seperti air.

Ketiga, asal dari zat-zat cair tersebut adalah air, seperti cuka yang

dapat menolak najis dengan dirinya sendiri, karena air yang ada itu

mengalahkannya dan jika tidak maka tidak bisa. Pendapat yang

Pertama adalah lebih utama.

Page 89: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 88 of 1195

Pasal: Adapun air musta’mal, yaitu air yang sudah dipakai untuk

bersuci dan air yang suci tetapi tidak bisa mensucikan yang lain,

sesungguhnya dapat menghilangkan najis dengan dirinya sendiri

apabila jumlahnya banyak

seperti sabda Nabi:

ال ماء كن إذا بث ي مل لم ق لتي ال

"Apabila air itu dua qullah, maka ia tidak mengandung kotoran."

Namun, ada kemungkinan juga air tersebut menjadi najis, karena

air tersebut suci dan tidak mensucikan, sama halnya seperti cuka.

Pasal: Apabila jumlah air itu banyak, lalu pada bagian sampingnya

jatuh atau masuk suatu najis, lalu najis itu menjadikan air tersebut

berubah. Maka harus dilihat bagian mana yang tidak berubah. Jika

air tersebut kurang dari dua qullah, maka semua air itu menjadi

najis, sebab sesuatu yang berubah menjadi najis dengan adanya

perubahan itu sendiri dan sisanya yang lain tetap juga menjadi

najis karena bercampurnya dengannya. Namun, jika air tersebut

lebih dari dua qullah, maka air itu adalah suci.

Ibn ‘Aqil dan sebagian pengikut Imam Syafi’i berkata,”bagian-

bagian yang lain dari air tersebut tetap menjadi najis meskipun

jumlahnya airnya banyak dan bagian sisi-sisinya saling berjauhan,

Page 90: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 89 of 1195

karena sesungguhnya airnya merupakan air yang diam yang

sebagaiannya adalah najis, sehingga semuanya juga menjadi najis

sebagaimana halnya kalau bagian sisi-sisinya itu saling berdekatan.

Kemudian, juga karena air yang telah berubah merupakan zat-zat

cair yang sudah menjadi najis sehingga bagian lain yang

bersinggungan dengannya juga menjadi najis, kemudian bagian

yang bersinggungan itu juga menjadikan najis bagian yang lainnya.

Jika airtersebut bergerak, lalu hilang juga perubahan yang terdapat

pada air tersebut, maka najisnya juga menjadi hilang karena

hilangnya ‘illatnya.

Menurut kami, sabda Nabi Saw:

ال ماء بلغ إذا ه لم ق لتي س نج ء ي ش

"Jika air itu mencapai dua qullah (tempayan besar) maka ia tidak akan

najis karena sesuatu."

Dan sabdanya yang lain:

ور ال ماء إن ه ل طه س نج ء ي ش

“Sungguh air itu suci tidak ada sesuatu yang membuatnya najis."

Page 91: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 90 of 1195

Bagian air yang tidak berubah yang mana jumlahnya mencapai

dua qullah dan tidak berubah, maka ia dimasukkan ke dalam

umunya hadis-hadis Rasul di atas.kemudian, juga karena

sesungguhnya airnya banyak yang tidak berubah dengan

masuknya najis ke dalamnya, sehingga air itu tetap menjadi suci

sebagaimana halnya kalau tidak ada sesuatupun yang berubah dari

air tersebut, sebab ‘illat tentang najisnya air yang banyak adalah

hanya berubah atau tidaknya air tersebut, sehingga sesuatu yang

bernajis hanya dikhususkan dengan tempat ‘illat tersebut,

sebagaimana halnya kalau sebagiannya berubah dengan yang

suatu yang suci, sehingga pengqiyasannya terhadap air yang tidak

berubah yang jumlahnya kurang dari dua qullah adalah tidak sah,

karena sesungguhnya yang jumlah air yang sedikit itu menjadi

najis dengan kesendiriannya bersinggungan dengan suatu yang

merupakan najis, berbeda halnya dengan jumlah air yang banyak.

Adapun bagian-bagian sisinya saling berjauhan atau berdekatan,

maka itu tidak dianggap di sana. Akan tetapi yang dianggap itu

adalah tidak berubahnya air tersebut sedikit ataupun banyak,

sehingga hukum tidak menghalangi kesucian air yang menempel

dengan sesuatu yang merupakan najis dengan alasan kalau di

dalamnya itu masuk anjing atau jatuhnya bangkai, maka

sesungguhnya sesuatu yang menempel itu adalah suci. Jika

kesuciannya itu hilang, maka sesuatu yang menempel dengan

Page 92: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 91 of 1195

sesuatu yang menempel adalah suci. Berdasarkan pengqiyasan dari

perkataan mereka, tentu laut apabila berubah sifat air pada bagian

ujungnya juga menjadi najis dan begitu juga dengan air yang

mengalir serta semua air yang berubah sebagiannya dan tidak yang

mengatakan tentang itu. sungguh Imam Ahmad telah mengatakan

dalam masalah kolam atau sesuatu yang dibuat untuk

mengumpulkan air yang mana hal itu tidak menjadikan air

tersebut menjadi najis.

Pasal: Tidak ada perbedaan banyak atau sedikitnya najis yang

masuk ke dalam air tersebut, baik najis itu sedikit yang bisa

diketahui pada bagian ujungnya atau atau tidak diketahui dari

seluruh najis, kecuali bagian yang sedikit yang bisa dimaafkan

pada pakaian seperti darah dan semisalnya.

Hukum air yang bernajis padanya sama hukumnya dengan

dimaafkannya kenajisannya jika najisnya itu sedikit. Semua najis

yang menyebabkan air menjadi najis, maka hukum air itu menjadi

hukum najis tersebut karena najis yang terdapat pada air

berkembang dari najis yang jatuh ke dalamnya dan bercabang-

cabang, dan furu’ atau cabang ditetapkan baginya hukum dari

hukum asalnya.

Dikatakan dari Imam Syafi’i bahwa suatu najis yang tidak dapat

diketahui ujungnya dengan jelas akan dimaafkan karena sulit

Page 93: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 92 of 1195

untuk mengetahuinya dengan jelas. Namun, juga ada nash dari

Imam Syafi’i pada tempat yang lain bahwa lalat apabila jatuh ke

dalam tahi atau kotoran yang sudah kering atau jatuh ke dalam

pipis, kemudian lalat itu hinggap disebuah baju, maka tempat lalat

hinggap itu harus dicuci karena najis yang ada pada lalat tersebut

tidak bisa diketahui dengan jelas. Kemudian, juga karena dalil

tentang suatu yang bernajis tidak dibedakan sedikit atau

banyaknya najis tersebut serta juga tidak dibedakan jelas atau

tidak jelasnya najis tersebut, maka perbedaan itu dihukum tanpa

adanya dalil. Apa yang mereka sebutkan tentang sulitnya

mengetahui najis tersebut adalah tidak benar, karena kita

menghukum bernajis atau tidaknya sesuatu berdasarkan apa yang

kita ketahui sampainya najis tersebut ke dalam air serta tidak

boleh membedakan apakah kesulitan unuk mengetahui atau tidak.

Kemudian, sesungguhnya kesulitan itu merupakan sebuah hikmah

yang tidak boleh dikaitkan dengan sebuah hukum dengan

sendirinya. Kemudian, juga karena menjadikan sesuatu yang tidak

bisa diketahui dengan jelas sebagai acuan dalam permasalahan ini

adalah tidak benar, sebab hal yang demikian hanya bisa diketahui

dengan sebuah ketetapan atau berdasarkan ketentuan yang sudah

ditetapkan oleh syari’at dalam sebuah pembahasan. Dalam hal ini

tidak didapati satupun dari dua unsur tersebut.

Page 94: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 93 of 1195

Pasal: Sebuah kolam apabila bersambungan salah satunya dengan

yang lain dengan sebuah silang yang di dalamnya terdapat air yang

banyak ataupun sedikit, maka itu dianggap satu air saja. Hukum

keduanya adalah hukum satu kolam.

Jika kedua kolam itu sampai mencapai jumlah dua qullah, maka

salah satu dari keduanya itu tidak dihukum menjadi najis kecuali

jika sifat air tersebut berubah. Jika kedua kolam itu tidak

mencapai jumlah dua qullah, maka masing-masing dari keduanya

itu dihukum menjadi najis karena jatuh atau masuknya najis pada

salah satu dari keduanya, karena air yang diam berhubungan

sebagiannya dengan sebagian yang lain, sama halnya dengan satu

kolam.

Pasal tentang air yang mengalir

Dinukilkan dari Ahmad –rahimahullaah- tentang sesuatu yang

menunjukkan adanya perbedaan antara air yang mengalir dengan

air yang tenang atau diam. Sesungguhnya dia mengatakan tentang

sebuah kolam kamar mandi, sungguh dikatakan bahwa

sesungguhnya itu sama dudukannya dengan air yang mengalir.

Dan dia juga mengatakan tentang air sumur bahwa air sumur itu

sama dengan air yang berhenti atau sama dengan air yang tidak

mengalir dan kedudukannya tidak sama dengan air yang mengalir.

Berdasarkan hal ini, air yang mengalir itu tidak menjadi najis

Page 95: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 94 of 1195

kecuali kalau sifat air tersebut berubah, karena pada dasarnya air

itu adalah suci. Kemudian, juga karena sesungguhnya ia masuk ke

dalam umumnya sabda Nabi Saw. yang berbunyi:

ور ال ماء إن ه ل طه س نج ء ي ش

“Sungguh air itu suci tidak ada sesuatu yang membuatnya najis."

Dan juga sabdanya yang lain:

ه ل ال ماء س نج ء ي نه مه وطع ريحه ع غلب ما إل ش ولو

"Sesungguhnya air tidak bisa menjadi najis karena sesuatu kecuali bila

merubah bau, rasa dan warnanya." (HR. Ibn Majah)

Jika dikatakan, dalam syari’at terdapat ketentuan bahwa air

dianggap menjadi najis jika jumlah sedikit berdasarkan sabda Nabi

Saw:

ال ماء كن إذا بث ي مل لم ق لتي ال

"Apabila air itu dua qullah, maka ia tidak mengandung kotoran."

Kami katakan, ini merupakan hujjah tentang sucinya air tersebut,

karena kadar air silang yang terkumpul dalam kedua kolam

tersebut sungguh telah mencapai dua qullah, sehingga tidak lagi

Page 96: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 95 of 1195

mengandung kotoran dan pengkhususan mengalir dengan ukuran

ini merupakan hukum yang tidak ada dalilnya. Kemudian, khabar

ini adalah membahas tentang air yang tenang, sehingga tidak sah

pengqiyasan air yang mengalir terhadapnya karena kuatnya aliran

dan hubungannya dengan unsur-unsurnya. Kemudian,

sesungguhnya khabar itu hanya menunjukkan dengan manthuqnya

bahwa tidak adanya najis pada air yang jumlahnya sampai

mencapai dua qullah. Sedangkan dalam pembahasan ini, yang

digunakan adalah makna mafhumnya dan menghilangkan makna

mafhum menghasilkan mukhalafahnya terhadap air yang kurang dari

dua qullah. Sungguh mukhalafahnya itu menghasilkan tentang

keadaan air yang kurang dari dua qullah untuk membedakan di

dalamnya itu air yang mengalir dan air yang diam tentang suatu

najis. Dan air yang sudah mencapai dua qullah tidak ada

perbedaan di dalamnya dan pemahaman ini sudah cukup.

Al-Qadhi dan para pengikutnya berpendapat,”setiap aliran dari air

yang mengalir diungkapkan dengan dirinya sendiri. Jika najis itu

mengalir bersamaan dengan air, maka apa yang ada di depannya

adalah suci, karena sesungguhnya najis itu tidak sampai kepada air

tersebut. Dan apa yang ada dibelakang najis itu juga suci karena

najis itu juga tidak sampai ke sana. Aliran air yang padanya itu

terdapat najis, jika air itu mencapai dua qullah maka air itu tetap

suci, kecuali kalau air tersebut berubah karena najis yang masuk

Page 97: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 96 of 1195

ke dalamnya. Dan jika air tersebut kurang dari dua qullah, maka air

itu menjadi najis. Jika najis itu terdampar di tepi sungai atau

bagian bawahnya atau berhenti di tempat air yang tenang, maka

setiap aliran yang dilewatinya menjadi najis jika airnya kurang dari

dua qullah. Dan jika aliran yang dilewatinya itu sampai mencapai

dua qullah, maka air itu tetap suci, kecuali kalau air tersebut

berubah.

Al-jiryah atau aliran yang dimaksud adalah air yang padanya

terdapat najis dan bagian yang terdekat dengannya baik dari

depan maupun dari belakangnya sebagaimana biasanya

tersebarnya najis itu terhadap air tersebut meskipun najis itu

menyebar yang bersamaan dengan tersebarnya semuanya di antara

bagian-bagian tepi sungai. Jika najis itu panjang dan berkelanjutan,

maka setiap bagian yang dilewatinya sama seperti aliran itu yang

dianggap sebagai najis yang sedikit dan tidak dijadikan semua

yang dilewatinya itu sebagai satu aliran agar tidak sampai

berlanjutnya najis pada air yang banyak dengan najis yang sedikit.

Kenajisan menjadi hilang dari air yang banyak disertai dengan

adanya najis yang banyak. Jika sesuatu yang menyebabkan itu

adalah untuk air yang banyak, maka itu tidak menjadi najis dan

penyebab yang sedikit untuk air yang sedikit tetap menjadi najis.

Kalau kita membuang anjing pada bagian tepi sungai dan bulunya

pada bagian yang lain, maka sesuatu yang menyebabkan menjadi

Page 98: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 97 of 1195

najis bagi bulunya tidak sampai dua qullah karena sedikitnya apa

yang menjadi penghalangnya, sedangkan sesuatu yang mennjadi

najis dari anjing sampai beberapa qullah. Al-Qadhi dan Ibn ‘Aqil

menyebutkan bahwa aliran sesuatu yang menyebabkan menjadi

najis adalah di antara tepi-tepi sungai dan sudah jelas batasannya

sebagaimana telah kami sebutkan tatkala kami menjelaskannya.

Jika dikatakan bahwa ini menyebabkan menyamakan antara najis

yang sedikit dengan najis yang banyak. Maka kami jawab, syari’at

menyamakan antara keduanya itu terhadap air yang tenang, dan

itu adalah asalnya sehingga wajib menyamakan antara keduanya

dalam masalah aliran yang mana itu merupakan furu’ atau cabang.

Pasal: Jika di bagian tepi sungai itu ada air yang tidak mengalir

yang jauh dari aliran air, akan tetapi berhubungan dengan air yang

mengalir, atau berada pada dasar sungai yang di dalamnya itu

terdapat air yang tidak mengalir yang mana pada hal yang

demikian bersamaan dengan aliran pertemuan air yang kurang

dari dua qullah, maka semua air itu menjadi najis karena adanya

najis pada salah satu dari keduanya, karena sesungguhnya air itu

berhubungan dengan air yang kurang dari dua qullah, sehingga

semuanya menjadi najis seperti halnya air yang tenang.

Jika salah satu dari keduanya itu dua qullah, maka salah satu dari

keduanya itu tidak menjadi najis selama keduanya saling

Page 99: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 98 of 1195

berhubungan kecuali kalau air tersebut berubah sifat, karena

jumlah air yang dua qullah dapat menolak najis dari dirinya sendiri

dan dari apa yang berhungan dengannya. Kemudian, keadaan

najis tersebut tidak senyap dari dalam sungai atau pada air yang

tidak mengalir. Jika najis itu ada di dalam sungai dan jumlah

airnya sampai mencapai dua qullah, maka air itu tetap suci dalam

keadaan apapun. Demikian juga halnya dengan air yang tidak

mengalir, jika jumlahnya kurang dari dua qullah, maka air itu

menjadi najis sebelum bertemu dengan air yang tidak mengalir.

Jika air itu berhubungan dengan air yang tidak mengalir, maka air

itu menjadi suci karena hubungan air tersebut. Apabila air sungai

itu terpisah dengan air yang mengalir, maka ia kembali menjadi

najis karena jumlah airnya sedikit, sedangkan di dalamnya terdapat

sesuatu yang merupakan najis.

Jika najis tersebut terdapat pada air yang tidak mengalir, maka air

itu tidak menjadi ketika keadaan tersebut, karena sesungguhnya

air tersebut dan air yang berhubungan dengannya mencapai dua

qullah. Jika air yang tidak mengalir itu tidak mencapai dua qullah

dan alirannya juga seperti itu, kecuali bahwa perkumpulan kedua

air tersebut mencapai lebih dari dua qullah dan najisnya berada

pada air yang tidak mengalir, maka salah satu dari keduanya itu

tidak menjadi najis, karena sesungguhnya najis tersebut

bersamaan dengan air yang ditemuinya lebih dari dua qullah. Jika

Page 100: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 99 of 1195

najis tersebut terdapat di dalam sungai, maka pengqiyasan

pendapat ulama kami bahwa air yang tidak mengalir itu menjadi

najis dan begitu juga dengan aliran air yang di dalamnya terdapat

najis serta semua yang dilewatinya setelah air yang tidak mengalir,

karena aliran air yang di dalamnya terdapat najis merupakan najis

sebelum bertemu atau sebelum berhubungan dengan air yang

tidak mengalir. Kemudian, air yang tidak mengalir juga menjadi

najis karena keadaannya merupakan air yang jumlahnya kurang

dari dua qullah yang di dalam nya terdapat air bernajis serta aliran

air tersebut juga tidak suci karena kedudukannya sama dengan air

yang bernajis yang dituangkan ke dalam air yang jumlahnya

kurang dari dua qullah. Tatkala air yang tidak mengalir menjadi

najis, maka aliran yang dilewatinya juga menjadi najis. Namun,

ada kemungkinan juga dihukum sucinya aliran tersebut ketika

dalam keadaannya bertemu dengan air yang tidak mengalir dan air

yang tidak mengalir tidak menjadi najis karenanya, karena

sesungguhnya ia merupakan air yang banyak yang tidak berubah

dan juga tidak bernajis, berdasarkan sabda Nabi Saw:

ال ماء بلغ إذا ه لم ق لتي س نج ء ي ش

"Jika air itu mencapai dua qullah (tempayan besar) maka ia tidak akan

najis karena sesuatu."

Page 101: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 100 of 1195

Seperti inilah pendapat mazhab Imam Syafi’i.

Semuanya ini adalah selama air tersebut tidak berubah. Namun,

jika air tersebut berubah, maka ia menjadi najis dan hukumnya

sama dengan hukum benda-benda yang bernajis. Apabila sifat air

yang tidak mengalir itu berubah dengan sendirinya, maka aliran

yang dilewatinya jika sampai dua qullah adalah suci. Dan jika air

itu kurang dari dua qullah, maka air itu menjadi najis. Jika aliran air

tersebut berubah dan air yang tidak mengalir itu sampai mencapai

dua qullah, maka air itu tetap suci, namun jika tidak sampai dua

qullah maka air itu menjadi najis.

Jika sebagian air yang tidak mengalir itu berubah dan sebagiannya

lagi tidak berubah dan air yang tidak berubah itu bersamaan

dengan aliran air yang ditemuinya mencapai dua qullah, maka air

itu tidak menjadi najis, karena sesungguhnya ia adalah air yang

lebih dari dua qullah yang tidak berubah sehingga ia tetap menjadi

suci, sebagaimana halnya kalau aliran air itu mencapai dua qullah.

Jika air yang berubah sifatnya itu dari air yang tidak mengalir

berikutnya dua aliran dan tidak berubah tidak yang berikutnya dan

tidak juga berhubungan dengan dari atas air dan tidak juga

bawahnya serta tidak juga sisi-sisinya yang lain dan setiap masing-

masing dari keduanya itu kurang dari dua qullah, maka wajar saja

semua air tersebut menjadi najis karena semua yang ditemuinya

dari air adalah terkena najis yang tidak mencapai jumlah dua

Page 102: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

© HAKI FiqhLearningCenter.com | KSO.FiqhLearningCenter.com

Page 101 of 1195

qullah. Jika bersambungan dengannya dari satu sisi, maka semua

yang tidak berubah adalah suci apabila air tersebut mencapai dua

qullah, sebab sesungguhnya itu adalah dua kolam yang antara

keduanya itu dihubungkan oleh silang. Jika dia ragu dalam hal itu,

maka airnya adalah suci, karena pada asalnya air tersebut adalah

suci sehingga tidak hilang kesuciannya dengan keragua-raguan.

Wallaahu a’lam

Pasal: Apabila aliran-aliran air itu berkumpul dalam suatu tempat,

jika dia berubah karena suatu najis, maka air tersebut menjadi

najis meskipun jumlahnya banyak.

Jika pada sebagian alirannya itu ada air yang suci yang

berkelanjutan yang sampai jumlahnya dua qullah, bisa jadi ia

terletak sebelum ataupun setelah air yang mengalir, maka semua

air tersebut adalah suci selama air tersebut tidak berubah karena

jumlah air yang dua qullah dapat menolak najis dari dirinya sendiri

dan dari apa-apa yang terkumpul dengannya.

Jika air yang terkumpul itu tidak mencapai dua qullah dan pada

sebagian alirannya terdapat suatu najis, maka semua air tersebut

adalah najis menurut pemahaman zhahir mazhab. Jika jumlah air

tersebut mencapai dua qullah, kecuali semua aliran-aliran air itu

menjadi najis atau sebagian alirannya adalah suci dan sebagiannya

adalah najis dan air yang suci itu tidak mencapai dua qullah, maka

Page 103: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

PERHATIAN

• File PDF Versi 1 ini adalah Terjemah yang belum masuk

tahap pengeditan.

• Tahap Pengeditan akan dimulai setelah semua honor

penerjemah Lunas.

• Apabila Anda menemukan kesalahan dalam

penerjemahan/penulisan silahkan beritahukan kami via

email: [email protected]

Dengan menyebutkan nomor halaman, redaksi yang

keliru beserta revisi yang Anda anggap benar.

Terima kasih.

Page 104: Tahqiq - fiqhlearningcenter.com · Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Turki | Dr. Abdul Fattah Muhammad Al-Hilwu

PROGRAM DAKWAH PENERJEMAHAN

KITAB FIQIH AL-MUGHNY IBNU QUDAMAH

By FIQH LEARNING CENTER TEAM

JILID HAL.KITAB/ TERJEMAH

PROGRESS BIAYA

PENERJEMAHAN, EDITING, LAYOUT

1 480/737 FINISH Rp 28.000.000

2 669/730 (1/2) ± 50% Rp 19.512.000 (1/2)

3 575/1092 FINISH Rp 35.335.000

4 540 - 5 515/743 FINISH (REVISI) ± Rp 30.041.000

6 695/1371 FINISH Rp 39.473.000

7 637 -

8 643/1003 FINISH Rp 32.152.000

9 636 -

10 655/984 FINISH Rp 32.880.000

11 679 - 12 615 -

13 739/575 (1/2) ± 50% Rp 21.054.000 (1/2)

14 672 -

File dipublikasikan full setelah terpenuhinya donasi untuk Tim Penerjemah!

Raih Kesempatan Emas untuk Tabungan Akhirat Anda dengan BERDONASI

untuk pembiayaan Penerjemahan Kitab Al-Mughni ini.

DONASI DAKWAH UNTUK BIAYA PENERJEMAHAN Al-MUGHNI

REK. BNI SYARIAH: 0-587-587-555

a.n (Ustadz) Muhamad Taufiq

Konfirmasi: WA 085 777 5522 01