Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

28
Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara... Halaman 252 PARIWISATA DAN SENI DI SUMATERA UTARA, ACEH, DAN SEMENANJUNG MALAYSIA Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Culturally, Malay society spreads in Southeast Asia, and their Diasporas in Oceania and Madagascar. This paper will analyze the existence tourism and cultural performing art of Malay in North Sumatra, Aceh, and Malaysia Peninsular with descriptiveanalytical approach. The Malay in these areas has a rich tourism objects/places: natural land and water, ritual praying, historic artefacts, zoo, and so on. The tourism always uses the performing art in many events. Malay performing art, can be analyzed throughout the music, dance, and theater. The performing art genre expresses some elements: animism, HinduismBuddhism, Islam, Western, and indigenous elements. Some genres express multifaceted elements and the others are dominated by one era. It always changes and continues through its history, by responding to the world cultural transformation. There are some links and shape the sinergy between tourism and art in Malay World. 1. Pengantar Pariwisata dalam bahasa Indonesia, atau perpelancongan dalam bahasa Malaysia, adalah sebuah dunia yang selalu melibatkan aspek ekonomi, budaya, seni, ekologi, dan sejenisnya. Pariwisata menjadi sebuah aktivitas global yang melibatkan bangsa-bangsa secara multinasional. Dampaknya tentu saja tidak harus selalu positif bagi sebuah bangsa atau kawasan, tetapi harus menerima pula dampak negatif dari kegiatan pariwisata ini. Malaysia dan Indonesia adalah dua negara jiran yang secara kultural, religi, rasial, dan historis memiliki kaitan yang sangat erat. Kedua bangsa selalu bersama-sama bergandeng tangan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan politik dan sosialnya, termasuk pariwisata. Dalam kegiatan pariwisata, selain akomodasi seperti hotel atau tempat penginapan, restoran, perjalanan, dan usaha wisata, juga selalu melibatkan berbagai kesenian. Baik itu kesenian pertunjukan seperti musik, tari, dan teater, maupun kesenian kerajinan, seni rupa, dan lain-lain. Sehingga pada masa-masa akhir ini timbul istilah seni wisata, yaitu seni yang dipergunakan dan difungsikan untuk kegiatan pariwisata. Tulisan ini akan mengkaji keberadaan pariwisata dan seni di tiga kawasan di kedua negara, yaitu Sumatera Utara, Aceh, dan Semenanjung Malaysia, dengan pendekatan deskriptif analitik. Kemudian akan dibahas juga kemungkinan kerjasama pariwisata dan seni di kedua negara, khsususnya di tiga kawasan yang saya sebutkan tadi. 2. Pariwisata di Sumatera Utara, Aceh, dan Semenanjung Malaysia 2.1 Sumatera Utara Pada awalnya, kawasan ini merupakan gabungan wilayah dari Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli, yang sekarang hanya tinggal dua kawasan terakhir. Sumatera Utara dihuni oleh tiga jenis pemukim, yaitu: (a) etnik-etnik native, yang terdiri dari: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Toba, Mandailing, Pesisir (Barat), dan Nias, (b) etnik-etnik pendatang Nusantara yang terdiri dari: Aceh, Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda, dan lainnya, dan (c) etnik-etnik pendatang dunia, seperti: Hokian, Kwong Fu, Hakka, Khek, Tamil, Hindustani, Sikh, Arab, Belanda, dan lain-lain. Sementara itu, di kawasan budaya Mandailing-Angkola terdapat masyarakat Lubu dan Siladang. Dengan demikian, Sumatera Utara adalah daerah yang multietnik dan budaya. Mereka tetap memelihara berbagai unsur budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya. Dalam bidang bahasa ada dua alur utama, yaitu kelompok bahasa Karo dan Pakpak-Dairi serta kelompok bahasa Toba, Simalungun, dan Mandailing-Angkola. Berdasarkan aspek historis, wilayah Sumatera pada saat pemerintahan kolonial Belanda disebut Gouverment van Sumatra, yang mencakup keseluruhan wilayah Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya. Pusat pemerintahan ini berada di Medan, yang dipimpin oleh seorang gubernur. Pada masa penjajahan Belanda ini, Sumatera Utara dibagi ke dalam berbagai daerah administratif yang disebut regency (keresidenan).

Transcript of Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Page 1: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 252

PARIWISATA DAN SENI DI SUMATERA UTARA, ACEH, DAN SEMENANJUNG MALAYSIA

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik

Culturally, Malay  society  spreads  in  Southeast Asia,  and  their Diasporas  in Oceania  and Madagascar. This paper will analyze the existence tourism and cultural performing art of Malay  in  North  Sumatra,  Aceh,  and  Malaysia  Peninsular  with  descriptive‐analytical approach.   The Malay  in  these areas has a  rich  tourism objects/places: natural  land and water,  ritual  praying,  historic  artefacts,  zoo,  and  so  on.    The  tourism  always  uses  the performing  art  in many  events. Malay performing  art,  can be  analyzed  throughout  the music, dance, and theater.  The performing art genre expresses some elements: animism, Hinduism‐Buddhism,  Islam,  Western,  and  indigenous  elements.  Some  genres  express multifaceted elements and the others are dominated by one era.    It always changes and continues through its history, by responding to the world cultural transformation.  There are some links and shape the sinergy between tourism and art in Malay World.  

1. Pengantar

Pariwisata dalam bahasa Indonesia, atau perpelancongan dalam bahasa Malaysia, adalah

sebuah dunia yang selalu melibatkan aspek ekonomi, budaya, seni, ekologi, dan sejenisnya. Pariwisata menjadi sebuah aktivitas global yang melibatkan bangsa-bangsa secara multinasional. Dampaknya tentu saja tidak harus selalu positif bagi sebuah bangsa atau kawasan, tetapi harus menerima pula dampak negatif dari kegiatan pariwisata ini.

Malaysia dan Indonesia adalah dua negara jiran yang secara kultural, religi, rasial, dan historis memiliki kaitan yang sangat erat. Kedua bangsa selalu bersama-sama bergandeng tangan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan politik dan sosialnya, termasuk pariwisata. Dalam kegiatan pariwisata, selain akomodasi seperti hotel atau tempat penginapan, restoran, perjalanan, dan usaha wisata, juga selalu melibatkan berbagai kesenian. Baik itu kesenian pertunjukan seperti musik, tari, dan teater, maupun kesenian kerajinan, seni rupa, dan lain-lain. Sehingga pada masa-masa akhir ini timbul istilah seni wisata, yaitu seni yang dipergunakan dan difungsikan untuk kegiatan pariwisata.

Tulisan ini akan mengkaji keberadaan pariwisata dan seni di tiga kawasan di kedua negara, yaitu Sumatera Utara, Aceh, dan Semenanjung Malaysia, dengan pendekatan deskriptif analitik. Kemudian akan dibahas juga kemungkinan kerjasama pariwisata dan seni di kedua negara, khsususnya di tiga kawasan yang saya sebutkan tadi.

2. Pariwisata di Sumatera Utara, Aceh, dan Semenanjung Malaysia 2.1 Sumatera Utara

Pada awalnya, kawasan ini merupakan gabungan wilayah dari Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli, yang sekarang hanya tinggal dua kawasan terakhir. Sumatera Utara dihuni oleh tiga jenis pemukim, yaitu: (a) etnik-etnik native, yang terdiri dari: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Toba, Mandailing, Pesisir (Barat), dan Nias, (b) etnik-etnik pendatang Nusantara yang terdiri dari: Aceh, Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda, dan lainnya, dan (c) etnik-etnik pendatang dunia, seperti: Hokian, Kwong Fu, Hakka, Khek, Tamil, Hindustani, Sikh, Arab, Belanda, dan lain-lain. Sementara itu, di kawasan budaya Mandailing-Angkola terdapat masyarakat Lubu dan Siladang. Dengan demikian, Sumatera Utara adalah daerah yang multietnik dan budaya. Mereka tetap memelihara berbagai unsur budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya. Dalam bidang bahasa ada dua alur utama, yaitu kelompok bahasa Karo dan Pakpak-Dairi serta kelompok bahasa Toba, Simalungun, dan Mandailing-Angkola. Berdasarkan aspek historis, wilayah Sumatera pada saat pemerintahan kolonial Belanda disebut Gouverment van Sumatra, yang mencakup keseluruhan wilayah Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya. Pusat pemerintahan ini berada di Medan, yang dipimpin oleh seorang gubernur. Pada masa penjajahan Belanda ini, Sumatera Utara dibagi ke dalam berbagai daerah administratif yang disebut regency (keresidenan).

Page 2: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

Pada saat Indonesia merdeka tahun 1945, Sumatera tetap dipertahankan sebagai satu wilayah pemerintahan yang disebut Provinsi Sumatera, yang dipimpin oleh seorang gubernur dan terdiri dari beberapa kabupaten yang dipimpin oleh bupati. Untuk memudahkan jalannya pemerintahan, maka Komite Regional Nasional Indonesia membagi Sumatera ke dalam tiga provinsi: (1) Sumatera Utara yang di dalamnya termasuk Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli, (2) Sumatera Tengah, dan (3) Sumatera Selatan. Awal tahun 1949, sistem pemerintahan ini direstrukturisasi. Sumatera Utara dibagi menjadi dua daerah militer: Aceh dan Tanah Karo dipimpin oleh Teungku Mohammad Daud Beureuh, sementara wilayah militer Sumatera Timur dan Sumatera Selatan dipimpin oleh Dr. F.L. Tobing.

Sumatera Utara berada pada 1°LU sampai 4°LU pada garis latitudinal dan 98°BT-100°BT pada garis longitudinal, dan berbatasan dengan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di utara, Provinsi Sumatera Barat dan Riau di selatan, selat Melaka di timur, dan Samudera Hindia di sebelah barat. Keseluruhan area Sumatera Utara adalah 71.680 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 13.675.045 jiwa. Sumatera Utara dihuni oleh berbagai kelompok etnik dengan berbagai agama yang dianut (lihat Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2006).

Sumatera sendiri dihuni oleh beberapa kelompok etnik setempat, yaitu: Aceh, Alas dan Gayo, Batak, Melayu, Minangkabau, Rejang, Lampung, Kubu, Nias, Mentawai, dan Enggano. Di pesisir timur Sumatera Utara, yang pada masa kesultanan lazim disebut Sumatera Timur, etnik Melayu mendiami wilayah yang meliputi lima kabupaten, yaitu: Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, dan Labuhan Batu. Pada masa pemerintahan dengan sistem kesultanan, etnik Melayu di Sumatera Timur ini berada dalam tiga kesultanan besar, yaitu: Langkat, Deli, dan Serdang, ditambah kesultanan yang secara geografis dan politis lebih kecil, yaitu: Asahan, Bilah, Kotapinang, Merbau, dan Kualuh.

Wilayah Sumatera Timur yang terbentang dari perbatasan Aceh sampai kerajaan Siak mempunyai batas-batas geografis sebagai berikut: (1) sebelah utara dan barat berbatasan dengan wilayah Aceh, (2) sebelah timur berbatasan dengan Selat Melaka, (3) sebelah selatan dan tenggara berbatasan dengan daerah Riau, dan (4) sebelah barat berbatasan dengan daerah Tapanuli (Volker 1928:192-193). Luasnya 94.583 km² atau sekitar 20 % dari luas pulau Sumatera (Pelzer 1985: 31). Di antara daerah Aceh di utara serta Riau di selatan dan tenggara inilah terletak kesultanan-kesultanan Melayu Sumatera Timur.

Adapun potensi pariwisata di Sumatera Utara adalah seperti yang diuraikan berikut ini. Medan dan Sejarahnya

Kampung kecil, dalam waktu lebih kurang 80 tahun, dengan pesat berkembang menjadi kota, yang dewasa ini kita kenal sebagai Kota Medan. Berada di suatu tanah datar atau medan, tempat Sungai Babura bertemu dengan Sungai Deli, yang waktu itu dikenal sebagai Medan Putri, tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang. Menurut Tengku Luckman Sinar, dalam bukunya Riwayat Hamparan Perak (1971), yang mendirikan Kampung Medan adalah Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Kota) dan Datuk Sukapiring, yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli.

John Anderson, seorang pegawai Pemerintah Inggris yang berkedudukan di Penang, pernah berkunjung ke Medan pada tahun 1823. Dalam bukunya bertajuk Mission to the Eastcoast of Sumatera edisi Edinburg tahun 1826, Medan masih merupakan satu kampung kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok mesjid kampung Medan, ia melihat susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut dugaannya berasal dari candi Hindu di Jawa.

Menurut legenda, zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama, kira-kira 10 km dari kampung Medan (di Deli Tua sekarang), seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara pulau Jawa. Sultan Aceh jatuh cinta pada putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakan itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecah perang antara Kesultanan Aceh dan Kesultanan Deli. Menurut legenda tersebut, dengan menggunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya. Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu. Karena kecewa, putra mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak. Bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke

Halaman 253

Page 3: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 254

dataran tinggi Karo, kira-kira 5 km dari Kabanjahe. Pangeran yang seorang lagi, yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli, di satu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lhokseumawe, Aceh. Putri Hijau ditawan dan dimasukkan ke dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan putri itu dikabulkan. Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga dan, dengan menggunakan rahangnya yang besar, ia mengambil peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut. Legenda ini sampai sekarang masih terkenal di kalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari puri yang berasal dari zaman Putri Hijau. Sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimun, Medan. Kota Medan yang telah berumur ratusan tahun itu, mempunyai objek-objek yang sangat berharga dan potensial untuk digali dan dipugar untuk dijadikan objek wisata.

Kota Medan saat ini telah mengalami kemajuan dan pembangunan yang sangat pesat. Sebagai pusat pemerintahan daerah Sumatera Utara, Medan tumbuh menjadi kota metropolitan berpenduduk kurang lebih 3 juta jiwa. Sebagian besar penduduk tersebut adalah suku Batak (Mandailing-Angkola, Batak Toba, Simalungun, Dairi, Karo) dan Melayu. Selain itu ada orang Jawa, Aceh, serta warga keturunan Cina dan India. Sekarang, Medan adalah kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Bangunan perkantoran dan pusat perbelanjaan tumbuh bak jamur di musim hujan. Apalagi hal ini didukung dengan konsep Walikota Medan, yaitu bekerja bersama-sama dan sama-sama bekerja menuju Medan kota metropolitan. Salah satu keistimewaan Kota Medan adalah adanya becak motor atau yang lebih dikenal dengan becak mesin yang menambah semarak kota ini, walaupun menimbulkan polusi udara dan kebisingan kota.

Untuk mencapai Medan dapat ditempuh melalui darat, laut, dan udara. Medan memiliki lapangan udara internasional, Bandar Udara Polonia, yang letaknya 4 km dari pusat kota. Medan juga mempunyai pelabuhan laut terbesar ketiga di Indonesia, yaitu Pelabuhan Belawan, yang terletak 25 km di utara Medan. Selain itu, Medan mempunyai 2 terminal bis antar kota, yaitu Terminal Pinang Baris di utara dan Terminal Amplas di selatan.

Di kiri kanan jalan ini banyak kita jumpai bangunan kuno bergaya Eropa bekas kolonial Belanda. Kawasan ini dikenal dengan nama Kesawan. Di utara Kesawan terdapat Lapangan Merdeka, sebuah lapangan tempat upacara resmi sering diadakan. Di sekitar tempat ini kita jumpai lagi bangunan kuno seperti gedung Balai Kota, Bank Indonesia, PT. London Sumatera (Lonsum), Hotel Dharma Deli, dan sebuah jembatan gantung (titi gantung) yang di bawahnya terdapat Stasiun Kereta Api Medan. Juga terdapat bangunan antik yang bersejarah yaitu Kantor Pos Pusat Medan, yang sampai sekarang masih tetap beroperasi.

Jika kita menyempatkan diri untuk menikmati suasana malam Kota Medan, kita pasti akan ternganga melihat semaraknya Kota Medan pada malam hari. Apalagi sekarang, kawasan Kesawan telah dijadikan tempat jajanan malam terbesar di Kota Medan dan para pengunjung bisa menikmati semua jenis makanan yang siap dihidangkan oleh para produsen makanan setiap malamnya. Tempat jajanan malam tersebut, atau lebih trend disebut Kesawan Square, pada tanggal 15 Januari 2003 lalu resmi dibuka. Di Jalan Ahmad Yani Medan, dan sepanjang jalan protokol tersebut, para pelancong dapat membeli berbagai suvenir yang hampir semua jenisnya berasal dari tempat-tempat daerah wisata di Sumatera Utara. Selain untuk membeli suvenir sebagai oleh-oleh dari Sumatera Utara, para pelancong dapat juga melihat bangunan tua peninggalan Belanda.

Di samping objek-objek sejarah yang berharga itu, perlu dipugar kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang tinggal di Kota Medan, serta dibina perindustrian kecil barang-barang artistik dan tradisional, untuk memancing kedatangan turis-turis asing yang menghasilkan devisa bagi negara dan memberikan pekerjaan pada penduduk setempat.

Page 4: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

Gambar 1. Gapura Berarsitektur Melayu di Kesawan Square

Lokasi dan objek-objek wisata Sumatera Utara, antara lain adalah: (1) Istana Maimun, kira-kira 3 km dari Kantor Pos Besar Medan, yang dibangun oleh Sultan Makmun Al-Rasyid pada tahun 1888, (2) Mesjid Raya, yang letaknya kira-kira 200 meter dari Istana Maimun. Mesjid ini dibangun oleh Sultan Makmun Al–Rasyid tahun 1906. Selain terkenal akan Danau Tobanya, Sumatera Utara juga terkenal akan Mesjid Raya-nya yang begitu agung dan megah. Sebagai salah satu tempat berkembangnya syariat Islam, Mesjid Raya pun punya andil besar dalam dunia pariwisata Sumatera Utara. Betapa tidak, dari sekian banyak objek wisata yang ada di Sumatera Utara, Mesjid Raya adalah tempat yang utama dan terdekat untuk dijadikan objek. Selain tempatnya yang strategis, Mesjid Raya ini juga memiliki segudang cerita yang menarik untuk dinikmati. Mesjid ini dibangun pada pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909. Mesjid ini juga merupakan mesjid kesultanan yang selalu dipakai sebagai tempat salat sultan beserta para kerabatnya. Hingga saat ini, mesjid tersebut masih digunakan untuk melaksanakan ibadah bagi kaum muslim dan sekaligus sebagai tempat bersejarah di Kota Medan. Para pengunjung atau wisatawan dapat melihat-lihat isi ruangan mesjid tersebut, dan meminta sang nazir untuk menceritakan semua tentang benda-benda yang ada. Di dalam kita dapat melihat Al-Qur`an dan jam tua yang masih utuh hingga saat ini. Benda-benda tersebut merupakan saksi sejarah Kesultanan Deli, (3) Museum Negeri Sumatera Utara di Jalan Haji Mohammad Joni, kira-kira 5 km dari pusat kota. Selain Mesjid Raya dan Istana Maimun, Sumatera Utara juga mempunyai tempat yang amat penting untuk dikunjungi, yakni Museum Sumatera Utara yang terletak di dekat Stadion Teladan Medan, tepatnya di jalan H.M. Joni. Di dalam museum tersebut kita bisa melihat dan mengamati berbagai hal, mulai dari ekosistem alam, binatang, pakaian adat yang dipakai di daerah-daerah di Sumatera Utara, dan juga perlengkapan yang sering digunakan saat pelaksanaan upacara adat dan lain sebagainya.

Gambar 2. Mesjid Raya Al-Manshoon Medan

(4) Kebun Binatang, kira-kira 5 km dari pusat kota, (5) Pekan Raya Medan di Jalan Binjai, tempat pameran, promosi barang dagangan, dan tempat hiburan, (6) Taman Ria di Jalan Binjai, tempat rekreasi dan taman hiburan anak-anak, kira-kira 5,5 km dari pusat kota, (7) Taman Buaya, yang terdapat di Desa Asam Kumbang, terletak sekitar 350 m dari jalan utama Desa Asam Kumbang. Untuk menuju ke tempat penangkaran buaya tersebut, para wisatawan dapat meminta bantuan travel agency untuk mengantarkan atau menunjukkan jalan. Taman penangkaran buaya tersebut dibuka untuk umum mulai pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB. Peternakan buaya di Sunggal, lebih kurang 10 km dari pusat kota, yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dalam dan luar negeri. Di peternakan ini terdapat kira-kira 1.500 ekor buaya, (8) Kesawan, di Jalan Jend. Ahmad Yani. Kota Medan sedang berbenah diri dengan mengubah wajah Kota Medan menjadi lebih semarak, dan sekarang ini kita dapat menikmati indahnya malam hari Kota Medan, dengan

Halaman 255

Page 5: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 256

berjalan-jalan di kawasan Jl. Ahmad Yani atau sering disebut Kesawan. Di kawasan tersebut para pelancong dapat menemukan berbagai jenis suvenir asli yang menunjukan ciri khas daerah Sumatera Utara. Para pelancong juga dapat memilih semua jenis suvenir yang dikehendaki dan yang sesuai dengan selera masing masing untuk dibawa pulang ke tempat atau negara masing masing sebagai oleh-oleh dari Medan.

Selain Kota Medan, terdapat beberapa objek wisata di Sumatera Utara, yaitu: (9) Brastagi, 66 km dari Medan, tempat kita dapat menikmati udara bersih dan sehat, pada ketinggian kira-kira 4.594 kaki di atas permukaan laut. Daerah Brastagi menghasilkan sejumlah besar sayur-mayur, buah-buahan dan bunga-bunga yang cantik, dan telah dikunjungi wisatawan asing dan dalam negeri sejak zaman sebelum perang. Dari Bukit Gundaling kita dapat menikmati pemandangan yang indah atas Tanah Tinggi Karo. Objek wisata di daerah pegunungan ini merupakan pusat perkebunan buah-buahan, bunga dan sayur-sayuran. Dalam perjalanan dari Parapat, Anda dapat mengunjungi air terjun Sipiso-Piso, Peceran (perkampungan tradisional suku Karo), (10) Lau Debuk-debuk, kira-kira 60 km dari Medan ke jurusan Brastagi di kaki Gunung Sibayak. Di sini terdapat kolam air panas, yang kata orang, airnya dapat menyembuhkan rupa-rupa penyakit kulit; (11) Tongging, 112 km dari Medan. Di daerah ini terdapat air terjun Sipiso-piso yang tingginya 360 kaki. Dari tempat itu kita dapat menikmati pemandangan yang indah ke Danau Toba, (12) Parapat, 176 km dari Medan, merupakan objek wisata yang banyak dikunjungi turis dari dalam dan luar negeri karena pemandangannya yang indah. Di samping itu, pengunjung dapat mandi-mandi dan berski air di danau itu dan menyeberang ke Pulau Samosir (Tongging) untuk melihat-lihat barang-barang peninggalan zaman purbakala. Pulau Samosir sangat unik, karena merupakan satu-satunya pulau di atas pulau di dunia ini, (13) Pantai Cermin, kira-kira 55 km dari Medan. Terletak di tepi Selat Malaka dengan pemandangan yang indah dan kita dapat mandi-mandi serta memancing, (14) Sialang Buah, 60 km dari Kota Medan, merupakan tempat mandi-mandi dan memancing. Sialang Buah banyak menghasilkan udang galah yang sangat digemari orang, (15) Danau Toba, yang dikelilingi oleh pegunungan indah. Di tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau kecil, yaitu Pulau Samosir di mana terdapat rumah tradisional bertingkat yang terbuat dari kayu. Danau Toba merupakan tujuan wisata terkemuka di Indonesia, yang mendapat rating ke-3 setelah Bali dan Yogyakarta. Jika kita menyempatkan diri untuk memanjakan tubuh dan melihat keindahan alam Sumatera Utara, tak akan pernah habis hingga kita letih untuk mengunjunginya. Objek wisata Danau Toba merupakan andalan Sumatera Utara yang hingga kini selalu diminati oleh para turis, baik lokal maupun luar negeri. Danau Toba memiliki luas 1.707 km persegi dan memiliki kedalaman sekitar 450 m. Kesejukan alamnya yang membuat betah para pengunjung lokal maupun luar untuk betah tinggal di sana. Tak ayal lagi, sekarang kita bisa melihat ada turis yang berdomisili di Parapat hampir 2 tahun lebih. Ini merupakan bukti bahwa alam Sumatera Utara begitu diminati oleh para pelancong dunia. Bahkan penduduk Sumatera Utara pun sering berkunjung ke sana di kala musim liburan tiba, dan menghabiskan masa liburan dengan keluarga dan teman kerabat untuk menikmati alam Danau Toba yang amat sejuk. Begitulah indahnya panorama di kawasan Danau Toba yang amat memikat hati para pengunjungnya dan membuat hati para pengunjung betah untuk tinggal dalam jangka waktu lama, (16) Parapat, berupa daratan yang menjorok ke danau ini, merupakan tempat wisata untuk olahraga air seperti watersking, speedboat, paddle craft (dayung) dan tenis. Juga terdapat kain ulos, ukiran kayu, dan buah-buahan, khususnya mangga kueni yang terkenal manis rasanya, (17) Tomok, merupakan pintu masuk ke Pulau Samosir, terdapat toko cenderamata, kain ulos, ukiran dan alat musik tradisional. Di sini kita dapat menyaksikan pertunjukan tarian tradisional Tortor dan Sigale-gale serta terdapat sebuah sarkopagus Ketua Sidabutar, (18) Bukit Lawang. Jika kita melihat dan berjalan-jalan keluar daerah Kota Medan, seperti daerah Bahorok, terdapat tempat untuk berekreasi yakni Bukit Lawang. Kita bisa menyaksikan berbagai tempat memukau yang tak akan pernah kita lupakan selama hidup kita. Jika kita menuju ke Bukit Lawang, kita bisa menyaksikan orang utan yang sedang makan atau orang sering menyebutnya “nonton orang utan sarapan”. Jarak Medan ke Bukit Lawang kira-kira 88 km. Perlu waktu sekitar dua jam jika ditempuh dengan kendaraan pribadi. Dari Medan, berdua dengan seorang rekan saya berangkat pukul 05.00 WIB dengan mobil sewaan plus pengemudi. Bukit Lawang termasuk wilayah Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kawasan Bukit Lawang pun tercakup dalam area Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan luas 900.000 ha. Hutan hujan tropis ini terkenal ke seluruh jagad karena di dalamnya tinggal beberapa spesies terancam dan langka seperti badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), orang utan (Pongo pygmaeus), dan bunga terbesar di dunia, Raflesia arnoldi. Taman ini juga dihuni

Page 6: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

hewan lain seperti burung pegar bermata tajam (great argus pheasant), gajah, macan, serta tujuh spesies primata, salah satunya siamang. Demikian sekilas potensi pariwisata Sumatera Utara.

2.2 Nanggroe Aceh Darussalam

Sejarah terbentuknya Provinsi Aceh (kini Nanggroe Aceh Darussalam), dapat dijelaskan seperti berikut. Pada akhir tahun 1949 dengan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/Wk.PM/1949 tanggal 17 Desember 1949, Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Utara dan dibentuk menjadi provinsi tersendiri (Provinsi Aceh yang pertama). Wilayahnya meliputi Keresidenan Aceh dahulu ditambah sebagian daerah Kabupaten Langkat yang terletak di luar daerah negara bagian Sumatera Timur waktu itu.

Provinsi Aceh merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia, yang pada waktu itu merupakan salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Sebagai Gubernur Aceh diangkat Tengku Muhammad Daud Beureueh yang sebelumnya adalah Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Dengan terbentuknya Provinsi Aceh ini, maka disusunlah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum yang bertingkat dan demokratis, sesuai dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 1946. Segala sesuatu yang berkenaan dengan keadaan susunan pemerintahan dan perwakilan provinsi dan kabupaten-kabupaten, disesuaikan menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1948. Kemudian dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan Piagam Persetujuan Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950 dan pernyataan bersama tangal 20 Juli 1950, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1950 yang menetapkan bahwa daerah Republik Indonesia Serikat sudah membentuk negara kesatuan yang terbagi atas 10 provinsi administratif, di antaranya terdapat Provinsi Sumatera Utara yang meliputi daerah-daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia, dibentuklah Provinsi Sumatera Utara yang otonom dan mulai berlaku pada tanggal 15 Agustus 1950. Jadi sejak saat itu Aceh menjadi suatu Keresidenan Administratif yang dikepalai oleh seorang residen.

Peleburan Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara ini ternyata bertentangan dengan keinginan rakyat Aceh. Maka, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah pusat, melalui Undang-Undang No. 24 Tahun 1956 dibentuklah Provinsi Otonom Aceh yang kedua, yang kewilayahannya meliputi daerah bekas Keresidenan Aceh dahulu, terlepas dari Provinsi Sumatera Utara. Pembentukan Provinsi Aceh didasarkan pada Undang-Undang No. 22 Tahun 1948. Kemudian dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, disesuaikan menjadi Daerah Swantara Tingkat I Aceh. Berhubungan dengan pembentukan Provinsi Aceh yang baru, maka tanggal 27 Januari 1957, bertempat di pendopo Residen Aceh dilantiklah Gubernur Provinsi Aceh, yaitu Ali Hasymi. Bersamaan itu pula dilakukan serah terima pemerintahan dari Gubernur Sumatera Utara Sutan Kumala Pontas kepada Ali Hasymi. Selanjutnya, sesuai tuntutan rakyat Aceh, dalam rangka keamanan, pada pertengahan tahun 1959 melalui Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/missi/1959 tertanggal 26 Mei 1959, ditetapkan bahwa Daerah Swantara Tingkat I Aceh menjadi Daerah Istimewa Aceh. Hal ini berarti diakuinya hak otonomi yang seluas-luasnya, terutama di bidang keagamaan, adat, dan pendidikan. Kemudian melalui Perpres No. 6 Tahun 1960 dan Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, sifat keistimewan Aceh ditambah lagi yaitu diberi kedudukan hukum yang lebih kuat. Sampai akhirnya terjadi reformasi sosiopolitik di Indonesia tahun 1998, yang berdampak kepada situasi di Aceh. Akhirnya pemerintah Republik Indonesia menjadikan Aceh sebagai Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (NAD), dan kali pertama syariat Islam diterapkan di daerah ini, sebagai salah satu contoh di Indonesia. Bagaimanapun kesadaran tentang syariat ini begitu tinggi dalam budaya Aceh, yang dipercayai sebagai sebuah solusi krisis sosiobudaya. Selanjutnya, bagaimana kondisi pariwisata di Nanggroe Aceh Darussalam?

Peristiwa politik dan tsunami tampaknya memiliki dampak terhadap kondisi pariwisata di NAD. Rencana Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam membangun sebuah memori tsunami, yang disebut Tsunami Memorial Park di Lampu’uk, Kabupaten Aceh Besar, merupakan langkah maju bagi dunia pariwisata di NAD. Tsunami, 26 Desember 2004, telah membuka cakrawala berpikir masyarakat internasional mengenai Aceh yang sesungguhnya. Sekitar 7.000 warga negara asing dari 150 negara berada di NAD selama masa tanggap darurat dan sebagian sampai hari ini masih berada di daerah itu.

Kepala Seksi Pelayanan dan Informasi Dinas Pariwisata Provinsi NAD, Rafaidah Rasyid S.Ag. mengatakan hal ini di Banda Aceh (Kamis, 2 Juni 2005). Mantan Presiden Amerika Serikat

Halaman 257

Page 7: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 258

William J Clinton saat berada di Banda Aceh, Senin (30 Mei 2005), memuji keindahan alam dan budaya masyarakat NAD. Objek wisata NAD harus di`promosikan ke dunia luar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah setempat. Sebelum musibah tsunami, pemahaman dan pengetahuan mengenai Provinsi NAD sangat terbatas, bahkan tidak dipikirkan para turis asing. Keindahan objek wisata Aceh tidak pernah dikenal dunia internasional. Bahkan, isu-isu negatif sengaja dibangun dan disebarkan sampai ke berbagai pelosok tanah air untuk menghalangi kedatangan para turis asing ke daerah ini. Namun, dengan adanya tsunami, isu-isu yang mematikan dunia pariwisata NAD itu hilang dari pandangan para turis asing maupun domestik. Ada oknum tertentu yang selalu memberi informasi keliru mengenai Aceh kepada para turis asing di Bali dan di daerah lain, seperti isu pemberlakuan syariat Islam yang sangat ketat dan konflik bersenjata. Sejumlah kejadian, seperti penyanderaan orang asing, wartawan, dan masyarakat sipil, selalu dibesar- besarkan sehingga menghalangi rencana turis asing masuk ke Aceh.

Rafaidah membenarkan konflik politik berkepanjangan telah menghancurkan dunia pariwisata di NAD. Sejumlah pusat pariwisata yang dilengkapi fasilitas penunjang terabaikan sampai rusak berantakan. Tidak ada perhatian sama sekali dari pemprov dan pengelola pariwisata untuk menata sejumlah objek wisata yang ada. Mereka menilai tidak ada kunjungan turis asing ke Aceh, kecuali masyarakat setempat yang sering menggunakan sejumlah objek wisata alam untuk santai dan berekreasi bersama. Data Dinas Pariwisata Provinsi NAD menyebutkan, antara 1999 hingga 2003 terdapat sekitar 3.603 turis mancanegara berkunjung ke 10 daerah kabupaten/kota di Provinsi NAD. Jumlah terbesar berasal dari Jerman dengan jumlah 2.746 pada tahun 1999 dan tahun 2003 hanya 133 orang, menyusul Inggris sebanyak 2.196 (1999) dan 119 orang (2003). Jumlah turis asing belakangan ini (sampai bencana alam tsunami), terus menurun setelah isu pemberlakuan syariat Islam di daerah itu bagi semua orang. Salah satu unsur yang menakutkan para turis adalah wajib jilbab bagi kaum perempuan dan sweeping KTP bagi mereka yang bukan beragama Islam. Isu seperti ini sengaja dibangun pihak tertentu demi kepentingan politik tertentu.

Aceh memiliki sejumlah kekayaan objek wisata yang dapat dijual kepada para turis asing dan turis domestik. Pulau Sabang yang sangat indah dengan pantai yang menawan, belum menjadi target utama para turis. Dari Sabang para turis dapat meneruskan perjalanan ke Phuket, Thailand, dengan menempuh perjalanan delapan jam.

Pasca-tsunami, sekitar 150 negara mengirim perwakilannya ke Aceh. Sampai Maret 2005 tercatat sebanyak 7.000 orang asing tersebar di Aceh dengan tugas sebagai relawan kemanusiaan. Mereka tidak hanya berada di Banda Aceh tetapi menyebar di seluruh daerah kabupaten, kecamatan dan desa dalam rangka rehabilitasi kerusakan akibat tsunami. Aceh yang cantik dan kaya budaya pun mulai dikenal masyarakat internasional. Masyarakat Aceh menerima kehadiran orang asing ini dengan penuh antusias. Kehadiran para relawan asing tidak hanya membantu merehabilitasi kerusakan tsunami, mereka juga turut mendukung pemulihan ekonomi masyarakat setempat. Misalnya, menggunakan jasa warung makan, rumah penginapan, warung internet, sewa kendaraan roda empat, dan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada dasarnya, sektor pariwisata memegang peranan penting dalam menunjang peningkatan perekonomian daerah tahun anggaran 2003. Sektor pariwisata diprioritaskan pada peningkatan sarana dan prasarana, bimbingan dan penyuluhan sadar wisata, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pelibatan secara bertahap partisipasi swasta dan masyarakat. Arah pengembangan sektor pariwisata adalah religius dan budaya. Pada tahun 2003, pariwisata spiritual mendapat perhatian yang serius dalam pengembangannya. Objek wisata atau daya tarik wisata di daerah Aceh Utara telah tercatat sebanyak 13 objek yang meliputi objek wisata alam, pantai dan budaya. Pendukung lainnya adalah keramah-tamahan dan sopan santun masyarakat Aceh yang dapat dijadikan dukungan dalam pengembangan pariwisata di Aceh Utara. Berikut ini adalah objek wisata di Aceh Utara.

Tabel 1. Beberapa Objek Wisata di Aceh Utara

No Nama Objek Jenis Wisata

Jarak Tempat Ke Objek Wisata (km)

Lokasi

Dari LSM

Dari Ibukota Kec.

Desa Kecamatan

1 Pantai Dakuta Pantai 25,9 8,7 Bungkah Muara Batu

Page 8: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

2 Pemadian Kr. Sawang Alam 45,8 1,0 Keude

Sawang Sawang

3 Air Terjun Seumirah Alam 27,0 13,0 Seumirah Nisam

4 Pusat Latihan Gajah (PLG) Alam 21,7 4,1 Lhok Asan Syamt.Bayu

5 Makam Raja Muhammad Budaya 14,2 4,1 Nibong Syamt. Bayu

Lanjutan…

6 Makam Raja Syuhada Cot plieng

Budaya 11,9 7,0 Beunot Syamt. Bayu

7 Pantai Meuraksa Pantai 14,5 7,0 Meraksa Syamt. Bayu

8 Makam Malikussaleh dan Keluarga dan Perdana Menteri

Budaya 17,0 3,0 Beuringen Samudra

9 Makam Ratu AL-A'la Binti Malikul Dhahir Budaya 36,7 8,8 Meuje Tujoh Mtg. Kuli

10 Rumah Cut Meutia Budaya 33,2 7,2 Pirak Mtg. Kuli 11 Pantai Ulee Pantai 49,0 6,0 Ulee Seunudon

Sumber: http://www.acehutara.go.id Adapun contoh-contoh objek wisata di Aceh adalah sebagai berikut: (1) Nisan Sultan

Malik Al-Saleh atau Malikussaleh. Nama asli beliau adalah Meurah Silu, pendiri Kerajaan Pasai, kerajaan Islam pertama di nusantara. Sultan Malikussaleh memerintah sejak 1270 M hingga 1279 M. Makam ini berada di dekat reruntuhan bangunan bekas pusat Kerajaan Samudera di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan terbuat dari batu granit berpahatkan aksara Arab, yang terjemahannya, kira-kira demikian: “ini kuburan almarhum yang diampuni, yang taqwa, yang menjadi penasihat, yang terkenal, yang berketurunan, yang mulia, yang kuat beribadah, penakluk yang bergelar Sultan Malik Al-Saleh”. (2) Nisan Sultan Muhammad Malik Al-Zahir atau Malikuzzahir. Sultan Muhammad Malik Al-Zahir atau Malikuzzahir adalah anak laki-laki Sultan Malik Al-Saleh dari pernikahannya dengan Putri Ganggang Sari, anak perempuan Sultan Peureulak, memimpin Kerajaan Samudera Pasai sekitar 1927 s/d 1326 M. Nisan ini terletak di samping makam Sultan Malik Al-Shaleh, ayahandanya. Gelar lengkap beliau adalah As-Syahid sahida'- marhum 1' Sultan bin Maliku'z-Zahir Syamsu'dunia wa'ddin Muhammad bin Maliku's Saleh. Terjemahannya kurang lebih berbunyi sebagai berikut: "Kubur ini kepunyaan tuan yang mulia Sultan Malik Al-Zahir cahaya dunia dan sinar agama Muhammad bin Malik al-Salih wafat pada malam Ahad dua belas hari bulan Zulhijjah tahun 726 Hijriah".

Gambar 3. Nisan Malikussaleh Gambar 4. Nisan Malikuzzahir

(3) Makam Ratu Nahrisyah. Ratu Nahrisyah yang memerintah dari tahun 1420-1428 M

adalah anak dari Malikuzzahir atau cucu dari Sultan Malikussaleh. Makamnya terbuat dari batu pualam yang dianggap terindah pahatannya di Pulau Sumatera. Mangkat pada hari Senin 17 Zulhijjah 831 H atau 27 September 1428 H. Lokasi makam ini terletak di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, 18 km arah timur Kota Lhokseumawe. Dalam komplek makam ini terdapat 38 batu pusara. (4) Makam Pangeran Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Kadir. Pangeran Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Kadir salah seorang

Halaman 259

Page 9: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 260

keturunan Khalifah Abbasiah al-Munta-sir (1226-1242) yang meninggal tahun 810 H (1403 M). Salah seorang pangeran yang berhasil lolos dari pembunuhan ketika serangan Hulagu Khan dari Mongol yang membinasakan Baghdad tahun 656 H (1258). Terletak di Desa Kuta Krueng, 500 m dari Makam Ratu Nahrisyah, Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara, 15 km sebelah timur Kota Lhokseumawe.

Gambar 5. Makam Pangeran Abdullah

Gambar 6. Makam Pangeran Abdullah

(5) Pusat Latihan Gajah (PLG) Lhok Asan. Memiliki areal seluas 112 ha, milik Pemerintah Daerah Aceh Utara. Telah dihuni oleh sekitar 50 ekor gajah jinak dan beberapa satwa lainnya (orang hutan, buaya, ular, rusa, beruang, mawas, burung, dan beberapa jenis unggas lainnya). Tersedia sarana tranportasi dalam keadaan baik. Di dalam areal tersebut mengalir aliran sungai Krueng Pase. Tersedia pula beberapa sarana pendukung, seperti: pondok penginapan, jaringan listrik, lapangan tempat atraksi gajah, kantor, rumah karyawan, dan musala. Tempat ini sudah dikenal dan sering dikunjungi oleh wisatawan. Nilai tambah lainnya adalah hingga saat ini hanya terdapat dua pusat latihan gajah di Indonesia, yaitu Wai Kambas di Lampung dan Lhok Asan di Aceh Utara. Karena itu, pengembangan objek wisata ini sangat prospektif dan memiliki potensi untuk dikembangkan. (6) Rumah Adat Cut Meutia, terletak di Desa Pirak Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara, 25 km dari Lhokseumawe. Cut Meutia adalah salah seorang pahlawan Aceh. Beliau syahid pada tanggal 24 Oktober 1910.

Gambar 7. PLG Lhok Asan

Page 10: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

Gambar 8. Rumah Adat Cut Meutia

(7) Air Terjun Blang Kolam. Luas areal 46 ha dengan status lahan milik pemerintah daerah. Memiliki air terjun setinggi 75 meter dan airnya mengalir melingkari areal tersebut. Terletak lebih kurang 18 km dari Lhokseumawe yang dapat dilalui dari beberapa jalur dengan prasarana jalan dalam kondisi baik. Di sekitar areal diperuntukkan bagi perkebunan karet dan kelapa sawit, sehingga lingkungan di sekitar objek wisata mencerminkan keadaaan alamiah. Telah tersedia beberapa sarana pendukung seperti: pintu gerbang, musala, kamar ganti pakaian/toilet, tangga untuk menuju ke lokasi, pondok-pondok tempat beristirahat, dan pondok usaha wisata/suvenir alami. Telah dibangun pula jaringan pembangkit listrik tenaga air.

Gambar 9. Air Terjun Blang Kolam

(8) Ladang Gas Arun, terletak di Kecamatan Syamtalira Aron, berjarak sekitar 25 km dari Lhokseumawe. Ladang gas Arun tersebut dieksploitasi oleh perusahaan Exxon Mobil Oil Indonesia. Kilang LNG Arun terletak di Kecamatan Muara Dua, berjarak sekitar 11 km dari Kota Lhokseumawe. (9) Pabrik Pupuk ASEAN Aceh Fertilizer (AAF). Merupakan pabrik pupuk yang sahamnya dimiliki oleh negara-negara ASEAN dalam rangka kerjasama ekonomi regional. Lokasi pabriknya terletak di Kecamatan Dewantara, berjarak sekitar 18 km dari Kota Lhokseumawe. (10) Pabrik Pupuk PT Iskandar Muda (PT PIM). Terletak di Kecamatan Dewantara, berjarak sekitar 17 km dari Kota Lhokseumawe. (11) Pabrik PT Kertas Kraft Aceh (PT KKA), terletak di Kecamatan Nisam dengan jarak sekitar 26 km dari Kota Lhokseumawe. (12) Mesjid Raya Baiturrahman. Zaman dahulu di tempat ini berdiri sebuah mesjid Kerajaan Aceh. Sewaktu Belanda menyerang Kota Banda Aceh pada tahun 1873, mesjid ini dibakar. Kemudian pada tahun 1875, Belanda membangun kembali sebuah mesjid sebagai penggantinya. Mesjid ini berkubah tunggal dan dibangun pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya, mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959-1968). Mesjid ini merupakan salah satu mesjid terindah di Indonesia, dengan ukiran yang menarik, halaman yang luas, dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan mesjid tersebut. (13) Pendopo Gubernur NAD, Dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1880 di atas tanah bekas Istana Kerajaan

Halaman 261

Page 11: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 262

Aceh dan diperuntukkan sebagai tempat tinggal Gubernur Belanda. Kini bangunan tersebut merupakan kediaman resmi Gubernur Aceh.

Gambar 10. Mesjid Baiturrahman

(14) Museum Negeri Banda Aceh. Kota Banda Aceh memiliki sebuah museum negeri yang terletak dalam sebuah kompleks. Bangunan induk museum berupa sebuah rumah tradisional Aceh, dibuat pada tahun 1914 untuk Gelanggang Pameran di Semarang yang kemudian dibawa pulang ke Banda Aceh tahun 1915 oleh Gubernur Van Swart (Belanda) yang kemudian dijadikan museum. Sekarang, lingkungan museum ini telah bertambah dengan bangunan baru yang mengambil motif-motif bangunan Aceh. Misalnya balai pertemuan yang berbentuk kerucut yang bentuknya diambil dari cara orang Aceh membungkus nasi dengan daun pisang, yang dinamakan bukulah, biasanya dihidangkan pada kenduri-kenduri tertentu seperti: kenduri blang dan kenduri Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Ruang pamer museum yang baru, memiliki bangunan 3 lantai, dipenuhi oleh berbagai koleksi barang-barang purbakala yang ditata dengan baik. Salah satu koleksi museum ini adalah lonceng besar yang diberi nama Cakra Donya. Lonceng ini merupakan hadiah dari Kerajaan Cina tempo dulu, yang dibawa oleh Laksamana Muhammad Ceng Ho pada tahun 1414. Beranda depan museum memiliki bentuk khas yang juga memperlihatkan ukiran-ukiran kayu dengan motif Aceh. Di kompleks ini dapat dijumpai makam sultan-sultan Aceh dimasa lalu. Makam para sultan umumnya dibuat dari batu gunung dan dihiasi dengan kaligrafi Arab yang indah mempesona, salah satunya adalah makam Sultan Iskandar Muda. (15) Taman Sari. Kerajaan Aceh dahulu mempunyai taman yang indah yang dinamakan Taman Sari. Taman ini berada di sekitar istana dan berada pada aliran sebuah sungai yang bernama Krueng Daroy. Bangunan yang masih dapat dilihat antara lain adalah pinto-khop yang merupakan pintu penghubung antara istana dan taman. Di samping itu terdapat sebuah bangunan yang merupakan gunung buatan yang disebut Gunongan, merupakan bangunan peninggalan Sultan Iskandar Muda (1608-1636) untuk permaisurinya Putri Phang. Menurut sejarah, Putri Phang selalu merasa rindu akan kampung halamannya, Pahang, Malaysia. Sultan kemudian mengetahui bahwa kegusaran permaisurinya itu karena di Pahang, istananya dikelilingi oleh perbukitan dimana permaisuri dapat bermain. (16) Kerkhoff. Sebagaimana diketahui, Kerajaan Aceh dan rakyatnya sangat gigih melawan Belanda yang memerangi Aceh. Rakyat Aceh mempertahankan negerinya dengan harta dan nyawa. Perlawanan yang cukup lama mengakibatkan banyak korban di kedua belah pihak. Bukti sejarah ini dapat ditemukan di pekuburan Belanda (kerkhoff) ini. Di sini dikuburkan kurang lebih 2000 orang serdadu Belanda yang kuburannya masih dirawat dengan baik.

(17) Monumen RI 001. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, Belanda masih ingin menjajah negeri ini. Dalam perjuangan fisik melawan penjajahan Belanda tersebut, pada tahun 1948 Indonesia membutuhkan sebuah pesawat terbang untuk menembus blokade musuh, karena banyak wilayah telah dikuasai Belanda. Memperoleh sebuah pesawat terbang untuk kepentingan negara waktu itu dirasa sangat sulit, karena sedang berjuang dan keadaan keuangan negara belum memungkinkan. Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno mengimbau agar rakyat Aceh menyumbangkan dana untuk membeli pesawat terbang yang diperlukan. Dalam waktu singkat, dana yang diperlukan dapat terkumpul dan berhasil dibeli sebuah pesawat Douglas DC 3. Di samping menembus blokade musuh, pesawat ini juga digunakan untuk pengangkutan senjata dari luar negeri untuk mengusir penjajah. Pesawat ini kemudian merupakan cikal bakal

Page 12: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

perusahaan Garuda Indonesia Airways, yang kini merupakan perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia. Untuk mengenang jasa masyarakat Aceh yang patriotik ini, pemerintah membangun sebuah monumen yang terletak di jantung Kota Banda Aceh.

Gambar 11. Monumen R.I. 001

(18) Makam Teungku Syiah Kuala. (19) Pantai Lhoknga dan Lampu’uk. (20) Krueng

Raya. (21) Museum Cut Nyak Dhien & Museum Ali Hasymi. Demikian sekilas pariwisata di NAD. Selanjutnya kita lihat pariwisata di Malasyia secara umum.

2.3 Semenanjung Malaysia

Malaysia terletak di jantung Asia Tenggara, yaitu di ujung selatan daratan Asia bagian tenggara. Negara Malaysia berbentuk bulan sabit dengan letaknya di garis 0° (khatulistiwa) dan 7° Lintang Utara, dan 100° dan 119° Bujur Timur. Malaysia terdiri atas dua bagian, yaitu Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Malaysia Barat, yang lebih dikenal dengan Semenanjung Malaysia, memanjang dari Genting Kra ke Selat Johor, sedangkan Malaysia Timur terdiri dari Sabah dan Serawak di barat laut pulau Kalimantan (Lorimer 1991:68).

Kedua wilayah barat dan timur ini, dipisahkan oleh Laut Cina Selatan yang jaraknya 750 kilometer. Negara Malaysia di sebelah utara berbatasan dengan Thailand (Muang Thai). Di sebelah selatan dihubungkan dengan bendungan jalan (Tambak Johor) ke Republik Singapura. Di sebelah barat dipisahkan oleh Selat Melaka dengan Pulau Sumatera (Republik Indonesia), sedangkan kepulauan Filipina terletak di sebelah timur Laut Sabah. Luas Malaysia seluruhnya 330.434 kilometer persegi. Semenanjung Malaysia luasnya 131.587 kilometer persegi, sedangkan Sabah dan Serawak masing-masing 74.398 dan 124.449 kilometer persegi.

Garis pantai Malaysia memanjang hampir 4.830 kilometer dari Samudera Hindia ke Laut Cina Selatan. Pantai barat Semenanjung Malaysia mudah dilalui oleh alat transportasi laut karena Selat Melaka terlindung. Melalui pantai timurnya, selama musim angin monsun atau musim tengkujuh (Oktober sampai Februari) sukar dilalui alat trasportasi laut. Panjang pantai Sabah dan Serawak kurang lebih 2.100 kilometer. Iklim Malaysia dipengaruhi oleh Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Setiap tahun terjadi dua musim, yaitu musim monsun barat daya dan musim monsun timur laut. Musim monsun timur laut berlangsung pada bulan Oktober sampai Februari dan membawa hujan ke pantai timur Semenanjung Malaysia dan daerah pantai Sabah dan Serawak. Musim monsun barat daya berlangsung pada pertengahan bulan Mei hingga September. Curah hujan rata-rata antara 2.030 mm sampai 2.540 mm per tahun, sedangkan suhu setiap hari di seluruh Malaysia berkisar antara 21 sampai 23° Celsius. Di Cameron Highland dan Gunung Kinabalu, suhu paling tinggi dan paling rendah adalah 26° dan 2° Celsius, dengan kelembaban udara 80% (Lorimer 1991:68).

Malaysia adalah negara koloni Inggris, yang merdeka pada tahun 1957. Malaysia merupakan negara persekutuan (federasi), yakni gabungan antara negara-negara bagian. Ada 13 negara bagian dan satu daerah persekutuan (federal). Negara bagian dan federal itu adalah: (1) Perak, (2) Johor, (3) Selangor, (4) Negeri Sembilan, (5) Melaka, (6) Pulau Pinang, (7) Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, (8) Pahang, (9) Kelantan, (10) Trengganu, (11) Kedah, (12) Perlis, (13) Sabah, dan (14) Serawak.

Malaysia dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Etnik Melayu berjumlah 50% lebih dari seluruh penduduknya, yang umumnya bermukim di kawasan pedesaan, dan secara tradisional mempunyai pengaruh paling besar di bidang politik. Masyarakat Cina berjumlah 32% dari keseluruhan penduduk, yang bermigrasi secara besar-besaran dari Daratan Cina pada akhir abad

Halaman 263

Page 13: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 264

ke-19 sampai awal abad ke-20. Umumnya, masyarakat Cina menguasai bidang perekonomian. Masyarakat India berjumlah 8% dari seluruh penduduk Malaysia. Mereka datang sejak masa kolonialisasi Inggris abad ke-19, yang pada awalnya menjadi buruh penyadap karet. Masyarakat Dayak berjumlah 8% dari seluruh penduduk Malaysia, dan umumnya tinggal di Malaysia Timur (Lorimer 1991:68).

Bahasa resmi adalah bahasa Malaysia, yang ditulis dengan huruf Romawi ataupun huruf Arab. Bahasa Inggris juga luas dipergunakan. Bahasa Cina dan India dipergunakan oleh masyarakat Cina dan India. Orang Melayu umunya beragama Islam, sekte Sunni, mazhab Syafi’i, seperti juga di Indonesia. Orang-orang Cina umumnya beragama Budha atau Taoisme dan orang-orang India umumnya beragama Hindu (Lorimer 1991:69). Di antara orang Cina dan India, serta sebagian masyarakat Dayak beragama Kristen.

Sistem pemerintahan di Malaysia mengambil model sistem pemerintahan Inggris yang dimodifikasi, yaitu sistem federal digabung dengan sistem monarki. Kepala negara federal adalah seorang sultan, dan seluruh sultan dikepalai oleh Yang Dipertuan Agong, yang dipilih lima tahun sekali oleh masing-masing sultan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dengan sistem kabinet parlementer. Sejak merdeka sampai sekarang, partai politik yang berkuasa di Malaysia adalah Barisan Nasional, sebagai aliansi partai-partai politik yang berlandas multietnik.

Berdasarkan sejarah, Malaysia mempunyai kaitan dengan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Malaysia pernah diperintah oleh Kerajaan Sriwijaya sejak abad ke-9 sampai abad ke-13. Sejak abad ke-14, mereka mulai menganut agama Islam. Kemudian tahun 1511 Melaka jatuh ke kekuasaan Portugis. Tahun 1786 Inggris menguasai Pulai Pinang, dan secara bertahap mereka menguasai Malaysia. Tahun 1895 Inggris membentuk Malaysia sebagai salah satu koloninya, dengan sistem negara federasi. Di bawah pemerintahan Inggris, Malaysia menjadi negeri yang paling banyak menghasilkan karet. Tahun 1957 Malaysia merdeka, dan membentuk Negera Federasi Malaya, dengan Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman. Kemudian tahun 1963, Negera Federasi Malaya beranggotakan lebih luas, yaitu: Malaya, Singapura, Sabah, dan Serawak. Singapura kemudian memisahkan diri dari federasi ini tahun 1965, menjadi sebuah republik.

Adapun gambaran objek pariwisata di Malaysia yang terkenal di Indonesia, antara lain adalah:

(1) Pulau Langkawi. Meski miskin pesona alam, Langkawi berhasil dijual sebagai tujuan wisata dengan mengedepankan keramahan Melayu dan profesionalisme mengelola pariwisata. Pulau Langkawi ini memiliki folklor yang menarik. Suatu saat dulu ada seorang putri menantu raja, yang bernama Mahsuri, yang bersuamikan Putra Mahkota Darus. Ketika ia asyik beristirahat di bawah pohon di depan rumahnya, Derambang, seorang pejabat istana, melintas. Ia seketika terpesona dengan menantu raja yang jelita. Putri dari Pandak Mayah dan Cik Alang ini, tersohor sebagai wanita jelita berhati lembut. Kejelitaannya menyebabkan penguasa Kedah, Raja Kerma Jaya, menikahkan putranya Darus dengan Mahsuri. Tak sekadar terpesona, Derambang berhenti sejenak, dan berbincang dengan Mahsuri. Permaisuri Mahora menyaksikan pemandangan tak elok itu. Sejak lama, ia tak menyukai menantunya tersebut. Kebetulan Darus tengah ditugaskan memimpin angkatan laut Langkawi untuk menahan pasukan Siam yang menyerang. Tak ayal, Mahora yang busuk hati, menebar fitnah: Mahsuri tak setia ketika suaminya berperang. Fitnah itu singgah di telinga Kerma Jaya. Tanpa tedeng aling-aling, raja memerintahkan hukum bunuh pada menantunya. Merasa tudingan itu tak benar, Mahsuri sebelum menjalani hukuman mati pada 1235 H berdoa agar Allah mengubah warna darahnya yang merah menjadi putih. Ia pun bersumpah Langkawi tak akan tenteram selama tujuh turunannya. Darah putih memang kemudian menitis dari tubuhnya. Legenda itu begitu bersemayam di bilik hati penduduk Langkawi. Begitu kuatnya, sehingga setelah ditemukan generasi ketujuh Mahsuri, Wan Aishah binti Wan Nawawi di Phuket, Thailand, penduduk Langkawi bagai bernapas lega. Pembangunan mulai mewarnai Langkawi sejak 1990. Digerakkan Mahathir Mohammad semasa menjadi perdana menteri, percepatan pembangunan itu bertajuk Lada (Langkawi Development). Langkawi merupakan wilayah dari negara bagian Kedah. Berada di utara Selat Melaka, pulau ini lebarnya 526 kilometer dan luasnya 52,618 hektare, terdiri dari 99 pulau. Sekitar 45 menit penerbangan dan lima jam dengan kendaraan darat dari Kuala Lumpur, saat ini Langkawi dipromosikan sebagai daerah tujuan wisata di Malaysia. Wisatawan dari Eropa dan terutama Timur Tengah mengalir ke pulau yang dihuni 55 ribu penduduk ini. Apa saja objek wisata yang disuguhkan? Dibandingkan dengan daerah wisata di Indonesia, Langkawi sesungguhnya miskin kekayaan alam. Dengan hutan tropis seperti jamaknya di Sumatra, pesona kekayaan alam masih lebih indah Bali maupun Sumatra seperti Danau Toba. Kendati demikian, Malaysia enggan

Page 14: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

berkecil hati dengan kemiskinan pesona alam. Tak sekadar mengedepankan keramahan Melayu sekaligus profesionalisme dalam mengelola pariwisata, mereka pun membentuk objek wisata. Salah satunya, seperti di Langkawi, adalah kereta gantung (cable car) yang dibangun pada 1999 dan diresmikan pada 2002. Di saat meresmikannya, Mahathir memahatkan untaian kata mutiara “wonder why people climb mountains, when it is safer to sleep at home”. Dengan ungkapan indah itu, wisatawan diajak 'bergelantungan' sepanjang 2,2 kilometer dan setinggi 680 meter untuk stasiun tengah atau 708 meter di persinggahan terakhir. Bermula dari Oriental Village di bawah kaki Gunung Mat Chincang, kereta gantung ini menakik ke Gunung Mat Chincang yang tingginya 708 meter. Dengan kecepatan 3 meter per detik, kereta merayap di tengah belahan hutan tropis. Air terjun Telaga Tujuh meliuk seperti ular putih di tengah kehijauan hutan. Tiba di stasiun persinggahan, wisatawan dipersilakan melepaskan ketegangan. Maklum, mulai stasiun persinggahan hingga ke puncak Mat Chincang, perjalanan lebih menyeramkan. Sebab, jika dari bawah ke stasiun persinggahan kabel lurus, dari stasiun persinggahan hingga ke puncak kabel menyerong. Kendati jauh lebih tinggi kereta gantung di Pegunungan Alpen Swiss, rentangan kabelnya dibuat lurus. Melalui penyerongan kabel ini, merefleksikan ambisi Mahathir membawa Malaysia menjadi bagian nomor satu di dunia. Dengan membayar RM 15, adrenalin wisatawan akan dipacu, saat kereta gantung berbelok dan mendaki ke puncak ketinggian. Melewati etape menegangkan itu, wisatawan dapat duduk sembari menikmati jajanan dan tiupan udara sejuk pegunungan yang suhu terendahnya mencapai 16 derajat Celsius.

Gambar 12. Beberapa Objek Wisata di Pulau Langkawi

(2) Menara Petronas, yang terletak di ibukota negara, Kuala Lumpur. Dengan penduduk

sekitar 1,3 juta jiwa, Kuala Lumpur kini merupakan saingan terberat bagi Singapura. Kuala Lumpur bukan hanya mulai mengejar ketinggalan dari aspek sebuah kota metropolitan, bahkan dari segi keindahan simbol dan "gerbang negeri" pun mereka sudah tak kalah dari Singapura. Kalau selama beberapa dekade Bandara Changi di Singapura lebih dikenal di mancanegara sebagai pintu masuk ke Asia Tenggara, kini bandara internasional Kuala Lumpur atau yang dikenal dengan KLIA (Kuala Lumpur International Airport) menjadi pesaing utama. Takkan sulit tampaknya bagi KLIA dalam beberapa tahun mendatang, merebut beberapa penerbangan internasional agar singgah di Kuala Lumpur ketimbang Bandara Changi Singapura yang sudah terlalu padat. Bangunan megah dan fenomenal pun tak ketinggalan menghiasi Kuala Lumpur. Kalau Jakarta mempunyai Monas, di ibukota Malaysia didirikan sebuah bangunan pencakar langit, Menara Petronas setinggi 452 meter. Bagi kebanyakan warga Malaysia, Menara Petronas dianggap sebagai bangunan tertinggi di dunia, melebihi ketinggian yang dicapai oleh Menara Sears di Kota Chicago AS. Meski demikian, bagi publik netral ketinggian Menara Petronas antara lain dicapai berkat dua tiang di ujung menara kembar. (3) Melaka, terletak di barat daya Semenanjung Malaysia. Melaka adalah kota budaya, sejarah, dan ekonomi penting di Asia Tenggara. Kota ini juga ramai dihuni oleh pendatang Cina dan India. Berdasarkan sejarah, kota ini didirikan oleh Paramesywara, yang akhirnya menjadi pertemuan penting budaya Timur dan Barat. Kota ini pernah dikuasai Portugis, Inggris, Belanda—yang menjadi pusat perdagangan seperti teh, tembakau, parfum, perak, dan lain-lain. Konon, kota ini adalah Benteng A’Famosa (Forta De Santiago) yang didirikan oleh penguasa Portugis Alfonso a’Albuquerque. Peninggalan sejarah lainnya adalah Portuguese Settlement serta Museum Warisan Baba dan Nyonya.

Halaman 265

Page 15: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 266

Gambar 13. Beberapa Objek Wisata di Melaka

Gambar 14. Beberapa Objek Wisata di Pangkor Laut

(4) Sirkuit Sepang, tempat dilaksanakannya balapan Grand Prix tingkat dunia, yang berlokasi di luar Kota Kuala Lumpur, yang bertaraf internasional. (5) Pantai Pangkor Laut. Namanya berasal dari bahasa Thailand, Pang Ko yang berarti pulau yang indah. Di kawasan ini dijumpai memorial Pang Kui, tokoh Cina legendaris. Pantai ini menyediakan aktivitas lomba jet ski, ski air, kano, memancing, dan lain-lain kegiatan pantai. (6) Pulau Pinang, sebuah negara bagian Malaysia yang menjadi tujuan utama perdagangan dengan masyarakat Sumatera Indonesia, serta tempat berobat yang terkenal. Didirikan oleh penguasa Ingris tahun 1776, dan kini memperlihatkan percampuran budaya eksotik antara Timur dan Barat. Penang juga mempunyai jembatan yang panjangnya 13,5 km, yang menghubungkannya dengan Semenanjung Malaysia. Di Pulau Pinang ini terdapat Kota Georgetown yang memiliki nilai-nilai historis. Bagi masyarakat Indonesia, harga-harga barang seperti kamera, elektronik, pakaian, batik, dan benda-benda antik dikenai harga relatif murah. (7) Kelantan, sebuah negara bagian federal Malaysia paling utara. Kelantan Darul Naim memiliki luas 14.920 kilometer persegi. Berbatasan dengan Thailand di utara, Perak di barat, Trengganu di timur, dan Pahang di selatan. Ibukotanya Kota Bharu, ditambah beberapa kota penting lainnya seperti Bachok, Pasir Puteh, Tanah Merah, Tumpat, dan Gua Musang. Kelantan terkenal sebagai daerah tujuan wisata karena keeksotisannya di bidang seni budaya, kerajinan tangan, serta warisan sejarahnya. Masih banyak lagi daerah tujuan wisata di Malaysia, yang menjadi ciri khas setiap negara bagian.

3. Seni Wisata Sumatera Utara, Aceh, dan Semenanjung Malaysia 3.1 Sumatera Utara

Menurut Goldsworthy (1979), musik melayu di Sumatera Utara dapat diklasifikasikan kepada masa-masa: pra-Islam, Islam, dan globalisasi. Untuk masa pra-Islam terdiri dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Masa pra-Islam yang terdiri dari lagu anak-anak: lagu membuai anak atau Dodo Sidodoi, Si La Lau Le, dan lagu Timang. Lagu permainan anak yang terkenal Tamtambuku. Musik yang berhubungan dengan mengerjakan ladang terdiri dari: dedeng mulaka ngerbah, dedeng mulaka nukal, dan dedeng padang rebah. Musik yang berhubungan dengan

Page 16: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

memanen padi: lagu mengirik padi atau ahoi, lagu menumbuk padi, dan lagu menumbuk emping. Musik yang bersifat animisme terdiri dari: dedeng ambil madu lebah (nyanyian pawang mengambil madu lebah secara ritual), lagu memanggil angin atau sinandong nelayan (nyanyian nelayan ketika mengalami mati angin di tengah lautan), lagu Lukah Menari (mengiringi nelayan menjala ikan), dan lagu Puaka (lagu memuja penguasa gaib, tetapi pada masa sekarang telah diislamisasi). Selain itu dijumpai juga lagu-lagu hikayat, yang umum disebut syair. Terdapat juga musik hiburan: dedeng, gambang, musik pengiring silat, musik Tari Piring atau Lilin atau Inai.

Pada masa Islam, musik-musik pada masa ini di antaranya adalah: azan (seruan untuk salat), takbir (nyanyian keagamaan yang dipertunjukkan pada saat Idul Fitri dan Idhul Adha), qasidah (musik pujian kepada Nabi), marhaban dan barzanji (musik yang teksnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji karangan Syech Ahmad Al-Barzanji abad ke-15). Di samping itu dijumpai pula barodah (seni nyanyian diiringi gendang rebana dalam bentuk pujian kepada Nabi), hadrah (seni musik dan tari sebagai salah satu seni dakwah Islam, awalnya adalah seni kaum sufi), gambus/zapin (musik dan tari dalam irama zapin yang selalu dipergunakan dalam acara perkawinan), dabus (musik dan tari yang memperlihatkan kekebalan penari atau pemain dabus terhadap benda-benda tajam atas ridha Allah), dan sya'ir (nyanyian yang berdasar kepada konsep syair yaitu teks puisi keagamaan) dan lain-lain.

Pada masa pengaruh Barat terdapat musik ronggeng dan joget (tari dan musik sosial yang mengadopsi berbagai unsur tari dan musik dunia, dengan rentak inang, joget, dan asli), pop melayu (yaitu lagu-lagu Melayu yang digarap berdasarkan gaya musik kontemporer Barat). Pengaruh Barat ini dapat dilihat dengan dibentuknya kumpulan-kumpulan kombo atau band, yang terkenal di antaranya band Serdang dan Langkat di Sumatera Timur. Dengan demikian, genre musik melayu sebenarnya mencerminkan aspek-aspek inovasi seniman dan masyarakat Melayu ditambah dengan akulturasi secara kreatif dengan budaya-budaya yang datang dari luar. Masyarakat Melayu sangat menghargai aspek-aspek universal (seperti yang dianjurkan dalam Islam), dalam mengisi kehidupannya.

Tengku Lah Husni dari Sumatera Utara, mengemukakan bahwa secara taksonomis, Tari Melayu pesisir timur Sumatera Utara, dapat dsiklasifikasikan ke dalam tiga konsep gerak: (1) tari, yaitu gerak yang dilakukan oleh lengan dan jari tangan; (2) tandak, yaitu gerak yang dilakukan oleh wajah, leher, lengan, jari tangan, dan kaki; dan (3) lenggang, yang berupa gerakan lenggok atau liuk pinggang dan badan yang disertai ayunan tangan dan jari.

Menurut Takari (1998), di Sumatera Utara tari-tarian Melayu berdasarkan akar budaya dan fungsinya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Tari-tarian Melayu yang mengekspresikan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, contohnya Tari Ahoi (mengirik padi), Mulaka Ngerbah (menebang hutan), mulaka nukal (menanam benih padi ke lahan pertanian). (2) Tari-tarian Melayu yang mengekspresikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan nelayan, contohnya Tari Lukah Menari yang mempergunakan properti jala untuk menangkap ikan), tari jala (membuat jala), Gubang (tarian yang mengekspresikan nelayan yang memohon kepada Tuhan agar angin diturunkan supaya mereka dapat berlayar kembali, pada saat mengalami mati angin di lautan), Mak Dayu (tarian yang mengekspresikan hubungan nelayan dengan kehidupan ikan-ikan di laut). (3) Tari-tarian yang menggambarkan kegiatan di istana, contohnya Tari Asyik, yaitu tarian di istana raja Kelantan abad ke-14, yang ditarikan oleh para dayang istana. (4) Tari-tarian yang menirukan atau mimesis kegiatan alam sekitar, misalnya ula-ula lembing (menirukan gerakan-gerakan ular). (5) Tari-tarian yang berkaitan dengan kegiatan agama Islam, contohnya hadrah (puji-pujian terhadap Allah dan nabi-nabi), zapin (tarian yang diserap dari Arab dengan pengutamaan pada gerakan kaki) dan rodat, yaitu tarian yang mengungkapkan ajaran agama Islam. Rodat dipercayai dibawa oleh para pedagang dari Sambas dan Pontianak ke istana Trengganu dan selalu dipertunjukkan waktu perayaan istana kerajaan. (6) Tari-tarian yang berkaitan dengan kekebalan contonya dabus. (7) Tari-tarian yang fungsi utamanya hiburan dan mengadopsi berbagai unsur budaya, seperti Barat, Timur Tengah, India, Cina, dan lain-lain. Misalnya ronggeng dan joget, yang repertoarnya terdiri dari senandung, mak inang, dan lagu dua, ditambah berbagai unsur tari etnik nusantara dan Barat, termasuk juga tari-tari yang dikembangkan dari genre ronggeng/joget seperti: Mak Inang Pulau Kampai, Melenggok, Lenggang Patah Sembilan, Lenggok Mak Inang, Persembahan, Campak Bunga, Anak Kala, Cek Minah Sayang, Makan Sireh, Dondang Sayang, Gunung Banang, Saputangan, Asli Selendang, Tari Lilin, Serampang, Tudung Periuk, dan yang paling populer adalah Tari Serampang Dua Belas. (8) Tari yang berkaitan dengan olahraga, misalnya pencak silat atau Tari Silat dan Lintau. (9) Tari-tarian yang berkaitan dengan upacara perkawinan atau

Halaman 267

Page 17: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 268

khitanan, yaitu Tari Inai (disebut juga Tari Piring atau Tari Lilin). Tari ini juga dipersembahkan di istana raja Kelantan pada saat golongan bangsawan berkhatam Al-Quran. Tari joget pahang, yaitu tari istana di Pahang yang kemudian juga populer di kalangan masyarakat awam. (10) Tari-tarian dalam teater melayu, seperti dalam makyong, mendu, dan lainnya. (11) Tari-tarian garapan baru, yaitu tari-tari yang diciptakan oleh para pencipta tari Melayu pada masa-masa lebih akhir dalam sejarah tari Melayu yang berdasarkan pada perbendaharaan tari tradisional, misalnya tari: Ulah Rentak Angguk Terbina, Zapin Mak Inang, Zapin Menjelang Maghrib, Zapin Deli, Zapin Serdang, Daun Semalu, Rentak Semenda, Ceracap, Lenggang Mak Inang, Senandung Mak Inang, Tampi, Mak Inang Selendang, Zapin Kasih Dan Budi, Demam Puyoh, dan lain-lain. Sampai sekarang, tari yang begitu populer di Sumatera Utara dan menjadi tari nasional Indonesia, adalah Tari Serampang Dua Belas. Tari ini diolah oleh Guru Sauti dari Perbaungan bersama O.K. Adram pada tahun 1930-an. Lagu yang digunakan adalah Pulau Sari (berasal dari kata Pulau Sehari). Rentaknya adalah rentak lagu dua dengan birama 6/8 seperti irama branyo Portugis. Tarian ini mengutamakan gerakan kaki meloncat-loncat, gerakan tangan yang lincah, serta kerlingan mata yang dinamis. Awalnya tari Pulau Sari tidak berpola, sehingga oleh Guru Sauti diolah ke dalam 12 ragam dengan jalinan cerita yang mengisahkan pertemuan antara sepasang pria dan wanita dari awal hingga ke jenjang pernikahan. Menurut Tengku Luckman Sinar (1990:65), yang mengkaji dari sudut historis, Tari Serampang Dua Belas pertama kali dipertunjukkan di hadapan publik pada malam tanggal 9 April 1938, ketika diadakan pertunjukan Muziek en Tonneel Vereeniging Andalas, yang dipimpin oleh Madong Lubis di Grand Hotel Medan. Sauti sendiri menarikannya bersama O.K. Adram dengan mitra penari wanita masing-masing, yang secara musikal diiringi oleh Montik memainkan biola, Akub dan Ingah memainkan gendang ronggeng, serta O.K. Mufni memainkan tetawak. Pertunjukan kedua dilakukan Sauti dan kawan-kawan pada tahun 1941, ketika sebagian kawasan Kesultanan Serdang dilanda banjir sehingga diadakan malam dana dan amal yang dikoordinasikan oleh Committee Bandjiir Serdang. Pertunjukan ketiga bulan November 1952, yang diadakan oleh Yayasan Budaya Medan pimpinan Abdul Wahab. Secara struktural, Sauti membagi ragam Tari Serampang Dua Belas ke dalam 12 ragam dengan konsep ragam tari: (1) permulaan, yang artinya pertemuan pertama, (2) berjalan, artinya cinta meresap, (3) pusing tari, artinya memendam rasa, (4) gila kepayang, artinya mabuk kepayang, (5) berjalan bersifat, artinya isyarat tanda-tanda cinta, (6) gencat-gencat, artinya balasan isyarat, (7) sebelah kaki, artinya menduga, (8) langkah melonjak, artinya masih belum percaya, (9) meloncat-loncat, artinya ada jawaban, (10) datang-mendatangi, artinya pinangan dilakukan, (11) rupa-rupa artinya mengantar pengantin bersanding, dan (12) saputangan, artinya pertemuan kasih mesra. Tari Melayu Sumatera mengekspresikan kebudayaan masyarakatnya. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan tari, namun pada umumnya adalah berarti seni gerak. Seni tari Melayu merujuk kepada norma-norma yang belaku pada masyarakat Melayu dan memiliki berbagai fungsi serta teknis gerak. Tari Melayu juga menjaga kesinambungan dan perubahan budaya secara umum. Demikian sekilas keberadaan budaya tari Melayu Sumatera Utara, selanjutnya kita lihat keberadaan teater di kedua daerah Melayu tersebut. 3.2 Semenanjung Malaysia

Menurut seorang pengamat seni dari Malaysia, Hamzah (1988), berdasarkan bentuknya perkembangan musik melayu di Malaysia dapat diklasifikasikan kepada sembilan bentuk, yaitu (1) musik tradisional Melayu; (2) musik pengaruh India, Persia, dan Thailand atau Siam, seperti: nobat, menhora, makyong, dan rodat, (3) musik pengaruh Arab seperti: gambus, kasidah, ghazal, zapin, dan hadrah, (4) nyanyian anak-anak, (5) musik vokal (lagu) yang berirama lembut seperti Tudung Periuk, Damak, Dondang Sayang, dan ronggeng atau joget, (6) keroncong dan stambul yang tumbuh dan berkembang awalnya di Indonesia, (7) lagu-lagu langgam, (8) lagu-lagu patriotik tentang tanah air, kegagahan, dan keberanian, (9) lagu-lagu ultramodern yang dipengaruhi kuat oleh budaya Barat.

Pertunjukan musik tradisional mengikuti aturan-aturan tradisional. Pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasa alam, mantera (jampi) yang bertujuan menjauhkan bencana, mengusir hantu atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi, berdasarkan transmisi tradisi oral. Setiap musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik mempunyai legenda asal-usulnya. Pertunjukan musik mengikuti aturan dan menjaga etika permainan.

Nyanyian hiburan sambil kerja (working song), atau dalam konteks bekerja, juga terdapat dalam kebudayaan Melayu. Musik seperti ini biasanya dilakukan dalam rangka bercocok

Page 18: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

tanam, bekerja menyiangi gulma, menuai benih, mengirik padi, menumbuk padi sampai menumbuk emping. Akulturasi dengan kebudayaan luar menjadi sebuah fenomena yang menarik dalam budaya Melayu. Dalam musik tradisional Melayu, berbagai unsur musik asing mempengaruhi perkembangannya baik dari alat-alat musik maupun nyanyian. Pengaruh itu misalnya dari India, Cina, Timur Tengah, dan Barat. Unsur-unsur musik yang datang dari Indonesia juga memiliki peran strategis dalam perkembangan musik melayu di Malaysia, misalnya musik gamelan, angklung, talempong, dan lainnya. Berbagai musik yang terdapat di Sumatera dan Jawa juga terdapat di Semenanjung Malaysia, seperti gambus, keroncong, kecapi, ronggeng, dan sebagainya.

Hubungan antara rakyat yang diperintah dan golongan yang memerintah juga terekspresi dalam seni musik. Nobat adalah musik yang menjadi lambang kebesaran negara dan ada hubungannya dengan struktur sosial. Secara etnomusikologis, nobat diperkirakan berasal dari Persia. Kata nobat berasal dari akar kata naba (pertabalan), naubat berarti sembilan alat musik. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu upacara penobatan raja-raja Melayu. Nobat yang dipercayai berdaulat telah diinstitusikan sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad kelima belas. Ensambel musik ini dapat memainkan berbagai jenis lagu dan orang yang memainkannya dihidupi oleh kerajaan dan disebut dengan orang kalur (kalau). Alat-alat musik nobat dipercayai mempunyai daya magis tertentu, dan tak semua orang dapat menyentuhnya. Nobat menjadi musik istiadat di istana-istana Patani, Melaka, Kedah, Perak, Johor, Selangor, dan Trengganu. Alat-alat musik nobat yang menjadi asas adalah: gendang, nafiri, dan gong. Namun, serunai, nobat besar dan kecil, dan gendang nekara juga dipergunakan.

Ensambel gamelan yang berasal dari Jawa, juga menjadi bagian dari musik istana di dalam kesultanan-kesultanan Melayu. Pada akhir abad kesembilan belas, sudah terdapat kelompok musik gamelan diraja di istana Sultan Riau-Lingga dan Pahang. Joget gamelan Lingga tidak mempunyai pelindung ketika Sultan Lingga terakhir turun tahta dan pindah ke Singapura tahun 1912. Namun, ketika Sultan Ahmad dari Pahang wafat tahun 1914, putrinya Tengku Mariam yang kawin dengan Sultan Sulaiman dari Trengganu, membawa musik gamelan ke Trengganu dan dinamakan gamelan diraja trengganu.

Selain itu, di dalam budaya Melayu dikenal pula ensambel makyong yang mengiringi teater makyong. Alat-alat musik yang digunakan adalah rebab, gendang anak, gendang ibu, gong ibu, gong anak, dan serunai. Dalam persembahannya, makyong mempergunakan unsur-unsur ritual. Teater ini memiliki lebih dari 100 cerita dan 64 jenis alat musik, dan 20 lagu. Di antara lagu-lagu makyong yang terkenal adalah Pak Yong Muda, Kijang Mas, Sedayung, Buluh Seruan, Cagok Manis, Pandan Wangi, dan lainnya.

Wayang kulit juga memiliki unsur-unsur musik tersendiri, menjadi suatu bentuk seni pertunjukan untuk masyarakat ramai. Di antara lagu-lagu dalam wayang kulit melayu, yang terkenal adalah lagu Bertabuh yang menjadi lagu pembuka. Selain itu terdapat lagu Seri Rama, Rahwana Berjalan, Maha Risi, Pak Dogol, dan lainnya. Pada genre pertunjukan main puteri (boneka yang diisi roh), tampak adanya unsur magis yang dipandu oleh dukun (bomoh). Genre ini mengekspresikan kepercayaan masyarakat Melayu kepada alam-alam gaib, namun dengan asas ajaran agama Islam.

Pada genre hadrah, marhaban, zikir, tampak pengaruh yang diserap dari Timur Tengah. Pada genre-genre ini aspek ajaran agama Islam muncul. Biasanya alat musik yang menjalani asasnya adalah jenis rebana. Genre musik seperti ini memainkan peran penting dalam berbagai aktivitas sosial seperti upacara perkawinan dan khitanan, dan khatam Al-Quran.

Boria adalah sebuah genre musik dan tari yang diperkirakan berasal dari Pulaupinang. Pertunjukan boria umumnya dilakukan pada awal (tanggal 1 sampai 10) bulan Muharram setiap tahun. Pada saat itu setiap kumpulan boria pergi ke suatu tempat yang dianggap sebagai Padang Karbala, dan sebagai tempat penolak bala. Genre musik dan tarian ini berhubungan dengan kaum Yazid dari Persia untuk memperingati kemenangan mereka dalam perang bersama dengan Hassan dan Hussein, cucu Nabi Muhammad. Secara historis, boria ini datang bersama orang-orang Hindustani pada saat Pulaupinang dibuka oleh Inggris.

Pengaruh Hindustani lainnya ada pada genre ghazal. Ghazal adalah musik melayu yang kuat dipengaruhi budaya musik Hindustani. Di dalamnya terdapat alat musik sarenggi, sitar, harmonium, dan tabla. Orang Melayu menerima musik ini karena berkaitan erat dengan fungsi keagamaan, lagu-lagunya sebagian besar memuji Allah dan Nabi Muhammad. Alat-alat musik Hindustan seperti harmonium dan tabla tetap dipergunakan sementara sarenggi digantikan biola, dan sitar digantikan gambus, serta ditambah gitar.

Halaman 269

Page 19: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 270

Genre musik lainnya adalah ronggeng atau joget. Musik ini adalah hasil akulturasi antara musik Portugis dengan musik melayu. Musik ronggeng terdapat di kawasan yang luas di Dunia Melayu. Genre musik dan tari ronggeng adalah seni pertunjukan hiburan yang melibatkan penonton yang menari bersama ronggeng yang dibayar melalui kupon atau tiket dengan harga tertentu. Tari dan musik ronggeng termasuk ke dalam tari sosial yang lebih banyak melibatkan perkenalan antara berbagai bangsa. Di dalam seni ronggeng juga terdapat unsur berbagai budaya menjadi satu. Hingga sekarang seni ini tumbuh dan berkembang dengan dukungan yang kuat oleh masyarakat Melayu, walau awalnya dipandang rendah.

Genre keroncong tumbuh dan berkembang di dalam kebudayaan Melayu, yang sangat kuat dipengaruhi oleh tradisi keroncong di Indonesia. Awalnya keroncong muncul di daerah Tugu Jakarta, yang merupakan musik paduan antara budaya setempat dengan Portugis. Genre musik ini menggunakan alat-alat musik Barat, seperti: biola, ukulele, cuk, bas akustik, drum trap set, dan lainnya dengan gaya melismatik dan up beat yang menghentak-hentak. Lagu-lagu seperti Bengawan Solo, Keroncong Moresko, Sepasang Mata Bola, Jembatan Merah, merupakan contoh-contoh lagu keroncong yang populer di alam Melayu.

Komedi stambul, adalah hasil pertemuan antara budaya Melayu Semenanjung Malaysia dengan Melayu di Indonesia yang berasaskan cerita Arabian Nights. Genre musik ini menyesuaikan unsur-unsur musik Barat dan Asia yang dapat menarik minat segenap lapisan masyarakat. Pengaruh musik dari Timur Tengah dalam kebudayaan Melayu adalah gambus atau zapin.

Musik Barat populer sejak etnik Melayu berakulturasi dengan budaya Barat sejak awal abad keenam belas. Etnik Melayu menyerap genre-genre musik dan tari seperti: fokstrot, rumba, tanggo, mambo, samba, beguin, hawaian, wals, suing, blues, bolero, dan sebagainya. Rentak jazz dan swing juga sangat populer dalam lagu-lagu Melayu.

Tari adalah salah satu media ungkap seni, yang mengekspresikan budaya masyarakatnya. Dalam tari terdapat dimensi ruang, waktu, dan tenaga. Tari adalah ekspresi semangat manusia yang berdasarkan kepada gerak-gerik yang menarik—bisa sebagai mimesis gerakan alam sekitar (flora dan fauna), atau juga gerakan yang berasal dari jiwa seniman penarinya. Perkembangan tari sering didasari oleh faktor akulturasi karena pengaruh budaya luar atau juga oleh faktor inovasi sebagai kreativitas dari budaya itu sendiri. Demikian juga yang terjadi para tari dalam kebudayaan Melayu.

Seni tari dalam kebudayaan Melayu mencakup ide, aktivitas, maupun artifak. Seni tari mengekspresikan kebudayaan secara umum. Seni tari juga mengikuti norma-norma yang digariskan oleh adat Melayu. Berbagai gerak mencerminkan halusnya budi orang-orang Melayu yang menjadi bagian integral dari diri sendiri maupun alam sekitar, seperti yang tercermin dalam ungkapan Melayu: “kembali ke alam semula jadi”. Hal ini dapat ditelusuri melalui konsep-konsep tari dalam budaya Melayu.

Menurut Sheppard, konsep tentang tari dalam budaya Melayu di Malaysia, diwakili oleh empat terminologi yang memiliki arti yang bernuansa, yaitu: tandak, igal, liok, dan tari. Perbedaan maknanya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) penekanan gerak yang dilakukan anggota tubuh penari, dan (2) tekniknya. Tandak selalu dikaitkan dengan gerakan langkah yang dilakukan oleh kaki. Igal, yaitu gerakan yang secar umum dilakukan oleh tubuh (terutama pinggul). Liok atau liuk, yaitu teknik menggerakkan badan ke bawah dan biasanya sambil miring ke kiri atau ke kanan. Gerakan ini sering juga disebut dengan melayah; dan tari selalu dikaitkan dengan gerakan tangan, lengan, dan jari jemari dengan teknik lemah gemulai.

Tari-tarian Melayu menurut Sheppard dapat diklasifikasikan ke dalam enam kelompok, yaitu: (1) tari ashek yang sangat terkenal, (2) tari yang terdapat dalam drama tari makyong dengan pola lantai berbentuk lingkaran dan gerakan tarinya yang lambat, (3) tarian yang selalu dikaitkan dengan panen padi atau panen hasil pertanian lainnya yang sifatnya adalah musiman. Jenis tarian yang ketiga ini populer hampir di seluruh Semenanjung Malaysia, tetapi sekarang hanya mampu bertahan di bagian utara saja, (4) Ronggeng, yaitu tarian yang awalnya dari Melaka pada abad ke-16, yang kemudian menyebar dan populer di mana-mana. Tari ini dip-erkirakan berkembang selama pendudukan Portugis di Melaka, dan strukturnya memperlihatkan pengaruh budaya Portugis, yang dapat bertahan terus selama lebih dari empat abad. Tari ini disebut juga sebagai tari nasional Malaysia, (5) tari-tarian yang berasal dari Arab, yaitu zapin, rodat, dan hadrah, yang diperkenalkan oleh orang-orang Arab, (6) tari yang awalnya berkembang di Perlis tahun 1945, yang kemudian menyebar ke seluruh Semenanjung Malaysia. Tari ini disajikan oleh sekelompok penari dengan iringan musik khusus (1972: 82-83). Klasifikasi

Page 20: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

tari yang dilakukan oleh Sheppard seperti itu adalah klasifikasi yang terdapat di Semenanjung Malaysia. Menurut Nasaruddin dalam bukunya Teater Tradisional Melayu (2000), ritual animisme (primitif) terdapat pada masyarakat Melayu lama, terutama di kalangan orang asli Malaysia. Umumnya, ritual yang mereka lakukan adalah untuk memahami alam sekitarnya dan memuja roh-roh. Salah satu contoh ritual tersebut adalah tari balai raya pada masyarakat Mahameri yang merupakan bagian perayaan dari hari moyang, yaitu hari ulang tahun roh-roh. Pada tarian teatrikal ini, topeng mewakili berbagai moyang atau roh dan sekaligus berfungsi untuk menghormati roh-roh ini. Pada masyarakat Melayu dijumpai pula upacara memuja roh, seperti yang dilakukan pada awal musim menangkap ikan. Para nelayan mengadakan ritual main pantai, yang tujuannya mendapat restu para makhluk halus di laut untuk menjaga keselamatan mereka saat menangkap ikan di laut. Begitu juga dengan para petani, pada saat usai panen mereka mengadakan persembahan seperti makyong dan wayang kulit, yang tujuannya adalah berterima kasih kepada penguasa hutan. Unsur-unsur upacara tradisional animisme ini mengalami kontinuitas dalam teater melayu, seperti saat membuka dan menutup panggung yang menggunakan berbagai upacara. Dalam konteks seni teater, pengaruh India Hindu ini tampak dengan dipergunakannya berbagai tokoh seperti: Batara Guru, Wisnu, Syiwa, Brahma. Begitu juga dengan berbagai epos Hindu yang terkenal seperti Ramayana, Mahabrata, Panji, diserap ke dalam cerita-cerita teater wayang kulit. Begitu juga raja dianggap sebagai dewa atau titisan dewa, yang memiliki kekuatan magis dan menjadi pemimpin politik dan agama. Pengaruh Hindu dalam teater tradisi Melayu dapat pula dilacak dari teater wayang kulit. Meskipun para ahli sejarah seni banyak yang berselisih paham tentang asal-usul wayang kulit, yaitu ada yang menyebut memang telah ada di Dunia Melayu seperti Hazeu dan kawan-kawan, dan ada pula yang menyatakan dari India seperti Otto Spies, Brunet, Ridghway, dan kawan-kawan atau dari Cina, seperti Laufer dan kawan-kawan, namun pengaruh India memang kuat pada tradisi teater wayang kulit melayu.

Di Dunia Melayu, wayang kulit ini biasanya dibedakan ke dalam tiga jenis, berdasarkan akar budayanya, yaitu: wayang kelantan (siam), wayang melayu, dan wayang jawa. Wayang melayu dan wayang jawa berakar dari budaya wayang yang sama, yaitu wayang purwa. Perbedaannya adalah bentuk wayang dan ensambel pengiring. Wayang melayu umumnya menggunakan satu tangan sedangkan wayang jawa menggunakan dua tangan. Keduanya menggunakan kosa cerita utama Ramayana dan Mahabrata ditambah dengan cerita Panji, Amir Hamzah, serta mite dan legenda tempatan. Wayang Kelantan atau Siam terdapat di bagian utara semenanjung Malaysia, yaitu Kelantan, Kedah, dan Perlis. Wayang ini memiliki hubungan kul-tural dengan wayang nan talung Thailand, yang dapat dibuktikan melalui bentuk wayang, ensambel musik, mantera buka panggung yang dibaca oleh tuk maha siku (dalang) dalam bahasa Thai, dan lain-lainnya.

Wayang melayu umum dijumpai di Semenanjung Melaka, sementara di Sumatera jarang dijumpai. Di Kesultanan Serdang pada awal abad kedua puluh memang terdapat wayang, namun diadopsi dari Jawa sebagai hadiah dari Sultan Yogyakarta kepada Sultan Serdang, sekaligus dengan para pemainnya. Namun demikian, wayang kulit yang berkembang di Serdang ini mengalami berbagai transformasi terutama interaksinya dengan budaya Melayu di kawasan tersebut. Sementara di Sumatera Utara sendiri, kalangan masyarakat Jawa tetap memelihara pertunjukan budaya wayang kulitnya hingga kini.

Dalam pertunjukan wayang melayu, alat-alat musik yang dipergunakan di antaranya adalah: rebab, yaitu alat musik lute berleher panjang yang memainkannya digesek dan bersenar dua, dua buah gendang panjang, satu mong (gong), enam buah canang, kesi atau simbal, dan sepasang tetawak (gong digantung). Repertoar yang terkenal di antaranya adalah Kelayong, Katokan, Kijang Mas, Gandang-Gandang, Sasang, dan lain-lain.

Berbagai unsur Hindu dan Budha tampak pula dalam teater etnik Melayu. Misalnya teater makyong. Teater ini muncul di kawasan Kelantan, Trengganu, Kedah, Riau, dan Patani. Di dalam Hikayat Patani, terdapat deskripsi singkat tentang teater ini, yaitu tentang ensambel alat musik, tari, dan ceritanya. Teater makyong biasa dipergunakan untuk menghibur kaum bangsawan dan kadang juga untuk rakyat awam. Teater makyong ini biasanya difungsikan untuk merayakan panen padi, menyambut ulang tahun raja-raja, merayakan pesta perkawinan, dan lain-lainnya. Peran dalam makyong terdiri dari watak protagonis dan antagonis. Tokoh-tokoh dalam teater makyong di antaranya adalah: pakyong, sebagai tokoh utama yaitu raja; makyong yaitu permaisuri; awang, pengasuh dan sekaligus pelawak; dayang yaitu pengasuh (inang) pakyong dan makyong; tuk wok; jin; gergasi; hulubalang; Dewa Bataraguru; para bangsawan;

Halaman 271

Page 21: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 272

masyarakat awam, dan lainnya. Umumnya cerita yang dipergunakan dalam teater makyong berkaitan dengan cerita kebangsawanan raja-raja yang dibumbui unsur legenda dunia dewa. Di antara cerita-cerita yang terkenal adalah: Raja Sakti, Raja Panah, Raja Besar, Raja Kecik, Dewa Bongsu, Dewa Muda, Anak Raja Gondang, Puteri Timun Muda, dan lain-lain.

Alat-alat musik pengiring makyong adalah rebab melayu bersenar tiga dengan laras kuint, dua buah gendang panjang, dan sepasang tetawak (gong). Pada ensambel makyong serdang ditambah pula dua alat musik canang. Repertoar yang digunakan di antaranya: sri gunung, kisah putri makyong, barat cepat, tari inai, tari menghadap rebab, dan lain-lain. Teater makyong juga selalu diiringi oleh tari-tarian yang mendukung plot cerita, seperti: tari inai, tari silat, sirih layar, pakyong berjalan, burung terbang, dan lain-lain.

Selain makyong, unsur Budhisme dan Hinduisme dalam teater tradisional Melayu lainnya terdapat dalam teater menhora. Istilah menhora berasal dari penyebutan para pemain dalam teater ini, atau juga merujuk kepada tokoh cerita Jataka dari India, yang disebut menohara. Teater ini diperkirakan berasal dari Patani, kemudian menyebar ke Kelantan, Trengganu, Perlis, dan Kedah. Teater ini awalnya dipersembahkan untuk memeriahkan dan mengabsahkan hari besar agama Budha, yaitu Waisyak (lahirnya Sidharta Gautama). Juga digunakan untuk memperingati roh-roh yang telah meninggal dunia. Namun setelah orang-orang Melayu beragama Islam, fungsinya berubah sebagai seni pertunjukan, untuk kegiatan seperti memeri-ahkan upacara pengantin, hiburan, festival, dan sebagainya. Dalam teater ini, unsur seniman yang terlibat adalah kumpulan pemusik sekitar sepuluh orang, lima pelakon dan sekaligus penari, pelawak, pengasuh raja, raja, dan seorang permaisuri. Teater ini dipimpin oleh tuk bomoh atau khana menora, yang tugasnya menjaga jalannya pertunjukan dari kekuatan jahat. Cerita-ceritanya selalu berkaitan dengan cerita yang ada di Patani atau utara Malaysia, seperti Peak Prod yaitu pahlawan Kedah, Lakanawong pahlawan Patani, Darawong kisah cinta dari Patani, dan lain-lainnya. Sementara itu, alat-alat musik yang dipergunakan juga mengindikasikan unsur Patani (Siam), seperti: pi, yaitu alat musik tiup dalam klasifikasi shawm (serunai). Kemudian tharp, yaitu gendang gedombak yang berbentuk goblet. Ditambah gendang klong atau geduk, gendang barel dua sisi yang dipukul hanya satu sisinya oleh stik. Teater ini juga diiringi oleh tarian yang mengek-spresikan tokoh yag dilakonkan. Di antara tariannya adalah: me lai, rahu, kinari, putik bunga teratai, laba-laba menganyam sarang, dan lain-lain.

Teater dalam kebudayaan Melayu yang mengekspresikan peradaban Islam dan globalisasi di antaranya adalah bangsawan. Bangsawan adalah teater melayu yang mengadopsi unsur-unsur teater tradisi dan modern. Teater ini berakar dari wayang Parsi yang dibawa pada akhir abad ke-19 ke Pulaupinang oleh para pedagang India, terutama mereka yang beragama Islam dari Gujarat. Mereka membawa berbagai cerita dari Timur Tengah dan menyajikannya dalam bahasa Hindustani. Tokoh utama yang menyebarkan dan mengembangkan teater bangsawan adalah Mamak Manshor dan Mamak Pushi. Kumpulan bangsawan mereka ini melanglang buana sampai ke Sumatera dan Jawa, yang dapat dilihat pengaruhnya sampai kini pada ketoprak Jawa. Bangsawan ini mencapai zaman keemasannya dari awal sampai pertengahan abad ke-20, yang melibatkan masyarakat Melayu, India, maupun Cina di Asia Tenggara.

Watak utama dalam bangsawan di antaranya adalah anak muda, sri panggung, jin Ifrit, pelawak, raja, menteri, alim ulama, inang, dayang, tentara, dan lain-lain. Cerita-cerita yang disajikan dalam bangsawan ini mengekspresikan akulturasi kreatif orang-orang Melayu. Misalnya yang berasal dari budaya Melayu adalah cerita Putri Hijau, Hang Tuah, Terong Pipit, Bawang Putih Bawang Merah, Batu Belah, Batu Bertangkup, Robohnya Kota Melaka, Raja Bersiung, Sultan Mahmud Mangkat Berjulang, Badang, dan lain-lain. Cerita Islam contohnya: Laila Majnun, Ali Baba, Siti Zubaidah, Bustaman, dan lain-lain. Dari Eropa adalah cerita: Hamlet, Romi dan Juli, Machbeth, Merchant of Venice, dan lain-lain. Dari Cina cerita: Sam Pek Eng Tai, Si Kau Si Kui, Busung Sa Su, dan lain-lain. Dari India cerita: Marakarma, Krisna, Jula-juli Bintang Tiga, Burung Putih, dan cerita lainnya. Teater bangsawan ini biasanya diiringi oleh repertoar musik melayu atau adsopsi dan tari-tarian.

Selain bangsawan, pengaruh Islam lainnya dalam teater melayu adalah teater boria. Teater ini diolah dari peristiwa tewasnya cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husin, saat perang di Karbala oleh tentara Yazid, yang terjadi dalam bulan Muharram. Diperkirakan teater ini berasal dari Persia, sebagai ekspresi masyarakat muslim Syi'ah dalam memperingati peristiwa tersebut. Kemudian berkembang pula pada masyarakat muslim India. Di Dunia Melayu, teater ini pertama kali tumbuh di Pulau Pinang, yang didukung oleh para pekerja dari India yang tergabung dalam British East India Company. Sebuah kumpulan boria biasanya terdiri dari dua

Page 22: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

sampai empat puluhan orang, yang terdiri dari: pelakon, pemusik, penyanyi, dan penari. Alat-alat musik yang dipergunakan adalah: gambus (ud) lute petik, marwas, gendang frame dua sisi kecil, biola, gendang melayu, harmonium, tabla, dan lainnya. Setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, teater bangsawan mengalami degradasi secara bertahap. Kemudian mucul teater modern, yang mengedepankan aspek kreativitas, empirisme, dan memiliki naskah acuan. Di Sumatera Utara misalnya, pada dekade 1930-an datang rombongan sandiwara Dardanella Miss Dja, Miss Ribut, Bolero-nya Bachtiar Effendi, dan yang memang terkenal berasal dari kawasan ini adalah Miss Alang Opera, dan lain-lain. Kemudian teater tersebut bertransformasi sesuai dengan perubahan zaman, penjajahan Jepang dan masa kemerdekaan.

Di samping teater, sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi, berkembang pula seni film Melayu dengan mencuatkan tokohnya seperti Tan Sri P. Ramlee dan Bing Slamet. Sampai akhirnya muncullah sinetron yang menggantikan fungsi teater tradisional dan film di berbagai kawasan Melayu.

Perubahan dan kontinuitas seni persembahan dalam kebudayaan Melayu sangat dipengaruhi baik oleh faktor eksternal maupun internal. Perkembangan seni dalam kebudayaan Melayu tampaknya semakin lama semakin kompleks, dengan melibatkan perkembangan sains dan teknologi. Selain itu, tampak bahwa masyarakat Melayu menyadari pentingnya globalisasi budaya namun tetap menghargai perbedaan-perbedaan setiap kawasan, bukan menuju kepada budaya yang monolitik, yang menafikan kemitraan, kesejajaran, dan kooptasi global. Bagaimanapun kita banyak belajar berbagai kearifan dari dunia seni untuk diaplikasikan di dalam kehidupan nyata. Dunia ini panggung sandiwara yang skenarionya hanya diketahui oleh Allah. Oleh karena itu, setiap manusia wajib melakukan perannya masing-masing, dalam konteks tauhid kepada-Nya.

3.3 Nanggroe Aceh Darussalam

Masyarakat Aceh memiliki warisan budaya yang sangat menarik, yang pada umumnya berakar dari nilai-nilai ajaran Islam. Ini semua bisa dilihat dari berbagai aktivitas masyarakat dalam bidang seni budaya seperti tari-tarian, upacara adat, tata krama pergaulan, hasil-hasil kerajinan, yang keseluruhannya kental dengan nuansa Islami. Kesenian nasional adalah sebagai puncak kesenian daerah yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah seluruh Indonesia. Kesenian Aceh sudah lahir sejak dahulu kala, sejak manusia mendiami daerahnya, sesuai dengan kehidupannya sehari-hari yang berbudaya dan berkembang sepanjang masa. Itu terbukti, di seluruh daerah Aceh terdapat berbagai macam kebudayaan daerah baik upacara adat, kesenian, tradisi dan kebersamaan di daerahnya, seperti di Pasai, Pidie, Gayo, Alas, Lahop, Tamiang, Singkil, Tapaktuan, Meulaboh, Simeulu dan lainnya. Masyarakat Aceh sejak zaman dahulu hidup di bidang pertanian, perkebunan, dan lainnya.

Di daerah Aceh Utara telah berkembang berbagai kesenian: seni tari, seni drama, seni sastra, sandiwara, seni ukir dan pahat dan berbagai jenis kesenian lainnya. Tarian Aceh diiringi vokal suara dan ada kalanya dengan rapai, serune kale, dan canang. Seni tari di Aceh sudah lama berkembang khususnya seni tari tradisional. Pada umumnya, seni tari tradisional ini dilakukan pada malam hari saat bulan terang atau setelah musim panen di sawah selesai, biasanya malam sampai pagi. Jenis kesenian di Aceh Utara yang berkembang dan sangat digemari, yaitu: Seudati/Saman, rapai pasai, rapai dabus, rapai lahee, rapai grimpheng, rapai pulot, alue tunjang, poh kipah, biola aceh, meurukon, dan sandiwara aceh.

Tari kreasi ini merupakan tari ciptaan baru yang berpola pada tari tradisional. Tari kreasi baru berkembang karena pengaruh luar, dengan musik dan lagu modern yang terdapat melalui media televisi dan elektronik lainnya yang berkembang saat ini. Bermacam tari kreasi baru ini seperti: ranup lampuan, rampoe aceh, pemulia jame, tarek pukat, limong sikarang, ramphak dua, dan lain-lain.

Tari Seudati. Seudati berasal dari kata yahadatin, yang mengandung makna pernyataan atau penyerahan diri memasuki agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Tari Seudati dimainkan oleh 8 orang laki-laki dan 2 orang aneuk syeh (syahie) yang bertuga mengiringi tarian dengan syair dan lagu. Seluruh gerakan Tari Seudati berada di bawah pimpinan seorang syeh seudati. Musik dalam Tari Seudati hanya berupa bunyi yang ditimbulkan dari hentakan kaki, kritipan jari penari, dan tepukan dada yang diselingi dengan irama syair lagu dari aneuk syeh. Dalam Tari Seudati jelas tergambar semangat perjuangan dan kepahlawanan, serta

Halaman 273

Page 23: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 274

sikap kebersamaan dan persatuan dengan gerakan lincah dan dinamis. Tari Seudati pada saat ini selain berfungsi sebagai hiburan rakyat, juga merupakan simbol kekayaan seni budaya Aceh Utara sekaligus sebagai media penyampai pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat. Tarian ini juga sering dipertandingkan dan dikenal dengan istilah seudati tunang yang kadang-kadang berlangsung sampai menjelang subuh.

Gambar 15. Salah Satu Atraksi Tari Seudati

Gambar 16. Salah Satu Atraksi Tari Poh Kipah

Tari Poh Kipah. Tari ini merupakan seni tari tradisional Aceh Utara yang menunjukkan gerakan-gerakan memukul kipas dengan ritme yang unik dan mengagumkan. Kipas yang digunakan dalam tarian ini adalah kipas yang dijalin khusus, terbuat dari pelepah pinang yang terdiri dari 3 atau 4 lapis. Kipas ini menimbulkan bunyi yang nyaring dengan berbagai tepukan yang bervariasi, sesuai dengan irama gerak dan lagu yang dibawakan. Tari Poh Kipah ini mengandung pesan-pesan keagamaan dan pembangunan dan lazimnya disajikan pada saat memperingati kelahiran Rasulullah SAW (Maulid Nabi) dan hari besar Islam lainnya.

Biola Aceh. Kesenian biola ini telah cukup lama berkembang di Aceh Utara. Setelah berkembangnya Tari Seudati, kesenian biola Aceh Utara pada saat ini telah menjadi satu jenis hiburan rakyat yang sangat diminati. Kesenian ini dimainkan oleh 3 orang pria, yang masing-masing bertindak sebagai violis yang disebut syeh dan merangkap sebagai vokalis. Dua orang lagi berfungsi sebagai penari dan pelawak yang berperan sebagai linto baro dan dara baro (suami isteri) yang melakukan gerak tari dan banyolan sesuai dengan irama. Ciri khas kesenian ini adalah tarian, cerita (dialog) dan berbalas pantun dengan ungkapan-ungkapan yang lucu menggelikan dan penuh humor serta warna - warni pakaian yang kontras membuat kesenian ini benar-benar mengasyikkan.

Rapai Pasai. Diperagakan dengan alunan syair-syair yang agamais dan sakral dengan komposisi rapai kecil di depan dan rapai ukuran besar digantung di belakang. Rapai-rapai kecil sebagai pendukung, seluruh pemainnya berbaris melengkung dengan pakaian yang khas yang dipimpin oleh seorang khalifah dengan penyajian syair yang sinkron dengan irama tabuhannya.

Rapai Daboih. Penampilan rapai daboih, titik utamanya adalah pada kemahiran spritual dalam menggunakan senjata tajam dengan berbagai ketangkasan yang cukup menegangkan dan mendebarkan. Pada rapai daboih yang dipertandingkan (urouh), setiap pihak minimal satu kuru (12 rapai) dan maksimal 5 kuru (60 buah rapai). Pihak - pihak yang bertanding membentuk lingkaran dan di antara kedua pihak dibuat tanda batas. Di tengah-tengah pemain ada seorang khalifah mengangkat tangan tinggi-tinggi, lalu terdengarlah teriakan melengking yang diikuti dengan suara tabuhan secara serentak, yang dilanjutkan dengan zikee (salam selamat datang). Pada saat-saat pukulan rapai dimulai cepat, tampil para pemain debus dengan kemahiran dan

Page 24: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

keberanian yang cukup tinggi dalam menggunakan senjata tajam dan membakar diri dengan api yang membuat setiap penonton menahan napas. Apabila ada pemain debus yang mengalami cedera atau luka dalam atraksi tersebut (karena kesalahan dalam memukul rapai, atau pihak lain yang ingin mencoba ketinggian ilmunya), khalifah akan segera turun tangan, dengan hanya menyapu bagian yang terluka dengan tangan khalifah, darah akan segera berhenti mengalir dan dengan serta merta luka itu pun lenyap seketika. Pertunjukan bercanda dengan maut ini biasanya berlangsung sampai dini hari atau menjelang subuh.

Rapai Lagge, kesenian rapai tradisional ini berasal dari Kandang, Kecamatan Muara Dua, dan Paya Bakong, Kecamatan Matangkuli, yang biasanya ditampilkan pada upacara-upacara adat, upacara resmi pemerintah serta pada hari-hari besar Islam dan sebagai hiburan rakyat yang bersifat sosial. Pertunjukan rapai ini dipimpin oleh syeh yang duduk berbaris di antara 12 orang penabuh, dengan pakaian khas rapai yang berwarna kontras. Lagu atau syair yang dibawakan menyerupai syair seudati yang bertujuan membangkitkan semangat patriotisme, persatuan, gotong royong serta diiringi dengan pantun jenaka dan terkadang romantis, namun tetap bernuansa agamais.

Bungong Seulanga adalah lagu daerah Aceh yang bersifat kreasi baru. Lagu ini populer di tengah masyarakat Aceh dan diajarkan di sekolah-sekolah. Lagu ini dicipakan oleh A. Manua dan Anzib. Bungong Seulanga dalam bahasa Indonesia adalah bunga kenanga, yang dalam budaya Aceh digemari oleh para ibu dan gadis. Kemudian lagu lainnya yan g terkenal dari Aceh adalah Bungong Sie Yungyung, yang kemudian dijadikan tajuk lagu dan tarian. Lagu ini diciptakan oleh A. Manua tahun 1960-an. Masih banyak lagi seni pertunjukan yang terdapat di Aceh.

4. Kerjasama Pariwisata dan Seni

Setelah kita lihat bagaimana kekayaan dan khasanah pariwisata, seni, dan agama Islam pada masyarakat Melayu di Sumatera Utara, Aceh, dan Malaysia, maka diperlukan kerjasama di semua bidang budaya termasuk dua bidang tersebut. Kerjasama di dua bidang tersebut, sangat berkaitan erat dengan tingkat hidup dan perekonomian masyarakat di Indonesia dan Malaysia, yang dapat dilihat dari pendapatan per kapitanya. Semakin besar pendapatan per kapita, maka paling tidak menimbulkan keinginan kuat untuk saling berkunjung dalam konteks dunia wisata di Indonesia dan Malaysia. Selain itu, faktor keamanan yang kondusif akan menimbulkan iklim pariwisata yang baik. Seperti diketahui, Indonesia dan Malaysia termasuk anggota teras dan berwibawa di dalam persatuan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Begitu juga keanggotaannya dalam APEC atau AFTA, yang memainkan peran besar bagi pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara dunia. Dalam merespons situasi ekonomi global yang tidak kondusif dan berfluktuasi, Indonesia dan Malaysia telah menggagas digunakannya mata uang ASEAN, atau memakai mata uang dinar dan dirham. Sebaiknya pula perekonomian kedua negera tidak didikte oleh kekuatan global yang ingin memeras sumber daya alam Indonesia dan Malaysia dengan berbagai pinjaman yang sebenarnya adalah teknik menguasai, melalui berbagai lembaganya, baik dalam tingkat internasional maupun regional. Karena bagaimanapun, bangsa yang kuat adalah bangsa yang mandiri dan tidak didikte oleh bangsa lain. Tentunya semangat menentang penjajahan dapat terus diaplikasikan hingga kini. Indonesia dan Malaysia memerlukan Sukarno dan Mahathir baru dalam hal ini.

Selain itu, persamaan dalam hal budaya dan agama menjadi isu dan sentimen positif dalam kerjasama di dua bidang tersebut. Sumatera Utara, Aceh, dan Malaysia, secara historis adalah sebuah kawasan yang memiliki satu kesatuan budaya dan agama. Hanya karena faktor politik dan nasionalisme, keduanya dipisahkan oleh sebuah negara bangsa oleh penjajah. Kini diperlukan sikap dan kesadaran bahwa kita adalah saudara yang wajib saling menolong di berbagai bidang kehidupan. Meski berada dalam dua negara, namun kita berada dalam satu ukhuwah dan satu budaya yang sama. Kesadaran ini apabila terpupuk dengan baik akan menimbulkan sikap saling percaya dan saling membantu di semua strata kehidupan termasuk kerjasama bidang pariwisata, seni, dan agama.

Sebaiknya kerjasama pada ketiga bidang tersebut melibatkan pemerintah Indonesia dan Malaysia (Governmet to Government, G to G) dan juga antara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM atau NGO), serta yang paling penting antara rakyat di kedua negara. Pemerintah Indonesia memiliki Departemen Seni, Budaya, dan Pariwisata, demikian juga pemerintah Malaysia memiliki Kementerian Perpelancongan. Secara konseptual, kedua departemen di dua negera ini telah melakukan kerjasama dalam “memorandum persepahaman” (memorandum saling pengertian)

Halaman 275

Page 25: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 276

terutama di sektor pariwisata. Aplikasi kerjasama tersebut misalnya, beberapa konglomerat Malaysia menanamkan modal atau sahamnya di sektor pariwisata—atau sebaliknya tenaga-tenaga ahli dan pemikir dari Indonesia mengembangkan sarana dan prasarana pariwisata di Malaysia. Selain itu diperlukan promosi-promosi pariwisata di tingkat grass root, baik di Malaysia maupun Sumatera Utara dan Aceh. Selama ini, kerjasama tersebut dilakukan oleh biro-biro perjalanan wisata di kedua negara. Dalam hal ini Malaysia telah menciptakan video compact disc (VCD) Malaysia Truly Asia dalam durasi 12 menit dalam versi Inggris dan Melayu, dalam jenis video PAL, yang ditaja oleh Tourism Malaysia. Begitu juga Indonesia mengeluarkan VCD yang bertajuk Indonesia, yang mengenalkan kebudayaan Indonesia secara umum.

Pariwisata dan perdagangan juga memainkan peranan penting bagi Dunia Melayu Sumatera Utara, Aceh, dan Malaysia. Kini kondisi Sumatera Utara, Aceh, dan Malaysia telah aman untuk mengaktifkan perdagangan. Aceh dengan berbagai potensi alamnya sangat tepat untuk dibangun kembali daerah-daerahnya apakah itu agroindustri, perumahan, kerajinan tangan, dan lain-lainnya. Demikian juga Sumatera Utara maupun Malaysia membuka lebar saham dari luar negeri maupun dalam negeri untuk perdagangan ini. Selanjutnya dengan meningkatnya arus perdagangan, maka dengan sendirinya sektor pariwisata akan mengalami peningkatan.

Kerjasama lain antardaerah Melayu tersebut adalah saling bertukar informasi pariwisata, dan diinformasikan melalui media teknologi seperti situs internet, media massa seperti televisi, radio, majalah, harian, dan lainnya. Selain itu perlu juga diinformasikan daerah-daerah tujuan wisata baru di masing-masing daerah. Kerjasama ini dapat pula ditambah intensitasnya dengan diadakannya perstiwa-peristiwa budaya yang sifatnya kontinyu dan menjadi kalender pariwisata baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional.

Pariwisata alam menjadi modal utama di negeri-negeri Dunia Melayu. Selain itu dapat dilakukan kerjasama pariwisata agama, misalnya dengan mengunjungi tempat-tempat sejarah Islam seperti mesjid, surau, makam, dan situs yang mengandung sejarah Islam, seperti sudah dipaparkan sebelumnya. Pariwisata indutri juga dapat dilakukan pada saat ini, misalnya mengunjungi tempat-tempat industri seperti P.T. Arun, Exonn Mobil, pembuatan jam tangan di Penang, pembuatan Proton di Malaysia, industri rumah tangga di Pasar Bengkel Perbaungan, Sumatera Utara, dan sebagainya.

Di bidang kesenian, kerjasama pariwisata dapat melibatkan dunia seni. Adapun peristiwa-peristiwa budaya yang menjadi andalan dunia wisata di Sumatera Utara di antaranya adalah: Pesta Rakyat Danau Toba, yang diselenggarakan sekali setahun dan berpusat di Danau Toba. Kemudian Pesta Budaya Melayu yang sejak 1998 telah mengalami “mati suri,” dan sudah saatnya untuk dihidupkan kembali. Begitu juga dengan Pesta Bunga di Tanah Karo yang berpusat di Brastagi dan dilaksanakan tahunan. Peristiwa budaya ini memiliki kaitan historis dan kultural dengan budaya masyarakat Melayu di Sumatera Utara. Di Aceh ada pula Pesta Seni Aceh dan lain-lain, yang dalam masa mendatang perlu dikembangkan lagi seiring dengan rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh pasca tsunami. Di Malaysia ada Pesta Gendang Nusantara (PGN) yang dilaksanakan secara tahunan sejak 1995 hingga kini, mengumpulkan seniman dan budayawan Melayu Asia Tenggara, bahkan dibantu oleh CIOFF (Lembaga Tradisi Lisan) yang mendatangkan budayawan dan seniman dari Uzbekistan dan Cina dalam beberapa kali persembahannya. Atraksi budaya ini sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Negeri Melaka (melalui Majlis Bandaraya Melaka Bersejarah)—yang mengundang para seniman dari negeri-negeri di Dunia Melayu, dengan kerjasama yang baik. Begitu pula dengan Pesta Muzik Rakyat yang dilakukan oleh Majlis Bandaraya Shah Alam, meskipun baru dilakukan dua kali, kegiatan ini perlu untuk dilakukan kembali. Selain itu di Kelantan ada Festival Gendang, yang dilakukan secara tahunan, dan mandapat sambutan yang meriah di seantero kawasan ini. Begitu juga dengan Festival Zapin Nusantara yang secara tahunan diselenggarakan di Negeri Johor Malaysia, mendapatkan sambutan hangat di kalangan seniman dan masyarakat pendukung budaya Melayu di rantau ini.

Kerjasama di bidang seni dapat dilakukan melalui saling memberikan pelatihan seni antara kawasan Dunia Melayu seperti di atas. Misalnya seniman Melayu Sumatera Utara dapat memberikan pelatihan seni serampang dua belas, hadrah, sinandong, didong, dan lainnya di Malaysia dan Aceh. Atau sebaliknya, para seniman Aceh melakukan pelatihan berbagai seni dari Aceh seperti seurune kale, rapa’i (dengan berbagai genrenya), tari puket dan lainnya kepada seniman di Sumatera Utara atau Malaysia. Begitu juga para seniman Malaysia melakukan pelatihan di Sumatera Utara atau di Aceh dengan materi seni seperti dondang sayang, zapin, makyong, jikei, dan lain-lainnya yang khas dari kawasan itu. Manfaat dari pertukaran seni ini adalah selaras dengan konsep kebudayaan di Malaysia dan Indonesia—bahwa kita satu rumpun

Page 26: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

budaya dan saling memiliki bersama, tidak terkotak dalam pengertian negara bangsa yang sempit.

Kerjasama lainnya adalah pentingnya bidang seni ini dihayati dan diamalkan oleh masyarakat pendukungnya. Untuk itu diperlukan dokumentasi, analisis, dan kajian di berbagai tingkat pendidikan formal maupun nonformal. Di Sumatera Utara ada Sekolah Menengah Musik Negeri (SMMN) di Medan, begitu juga Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI) di Tanjung Morawa—untuk tingkat sekolah menengah. Di tingkat perguruan tinggi ada Departemen Etnomusikologi di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik di Universitas Negeri Medan (Unimed), Fakultas Kesenian Universitas HKBP Nommensen. Sementara itu di Malaysia ada beberapa sekolah yang membidangi seni seperti Seni Persembahan di Universiti Sains Malaysia, Pusat Kebudayaan Universiti Malaya, dan lainnya. Hendaknya dilakukan kerjasama di antara institusi perguruan tinggi yang mengasuh kajian seni ini di Sumatera Utara, Aceh, dan Malaysia. Kerjasama itu bisa berupa pertunjukan bersama, penelitian bersama, menulis buku bersama, penciptaan seni bersama, dan lain-lain. Perlu juga dikembangkan metode dan teori yang selain diadopsi dari ilmu-ilmu seni di dunia Barat juga diambil dari kearifan berpikir masyarakat Melayu rantau ini, seperti teori etnosains seni, estetika, norma adat dalam seni, dan lain-lain untuk memperkuat identitas kemelayuan kita.

Kerjasama di bidang seni adalah memberikan enkulturasi kebudayaan tradisi Melayu kita kepada generasi muda sebagai penerus cita-cita dan pelaku budaya Melayu. Untuk itu dibutuhkan perhatian setiap keluarga Melayu di kawasan ini untuk mendidik anak-anaknya mengikuti cara berpikir Melayu yang islami. Selain sekolah formal, boleh saja dimasukkan ke pengajian, madrasah Islam, majlis taklim, dan lain-lain yang sejenis untuk membentuk kepribadian yang hanya mengakui ketuhanan Allah saja. Kegiatan seni dapat juga dilakukan di pengajian, meunasah, surau, mesjid, pesantren, dan yang terutama adalah keluarga sebagai benteng utama

Kerjasama di bidang seni lainnya adalah pertunjukan bersama di media-media massa seperti radio dan televisi, dalam acara-acara seperti yang selama ini telah dilakukan, misalnya muhibah bersama, acara berita Malaysia dan Indonesia kerjasama antara Rajawali Citra Televisi Indonesia dan Televisi 3 Malaysia. Begitu pula perlu ditumbuhkan sikap pentingnya pertunjukan budaya yang berasaskan budaya Melayu di berbagai media massa di Malaysia dan Indonesia—bukan mengutamakan bisnis dan rating serta mendahulukan siaran budaya lain. Lihat saja berapa persen siaran berunsur Indonesia di Indovision, atau siaran berunsur Melayu di Astro. Ini menunjukkan masih kurang tanggapnya pengelola media akan perlunya jati diri dan budaya tempatan sebagai modal dasar pembangunan.

Untuk mencegah pembajakan (cetak rompak) terhadap hasil seni, sebaiknya para seniman atau manajer seni di kedua negara bekerjasama dengan aparat keamanan dalam menumpas para pembajak indstri seni ini. Dan yang terpenting adalah penyadaran masyarakat pengguna atau konsumen produksi seni untuk membeli produk asli, sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan penghormatan karya artis dan pada gilirannya adalah mengembangkan budaya Melayu rantau ini. Hasil industri budaya tidak jatuh ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, yang hanya menjadi benalu atau parasit saja. Begitu juga dengan seni rupa, perlu adanya kerjasama antara seniman, kurator dan masyarakat pendukung seni rupa di kedua negara. Berbagai galeri di Malaysia dan Indonesia harus bahu-membahu bekerjasama menangkal gerakan pencurian ataupun pemalsuan karya-karya seni. Demikian sekilas gagasan kerjasama di bidang seni.

5. Penutup

Pada dasarnya, masyarakat Dunia Melayu di Sumatera Utara, Aceh, dan Malaysia memiliki akar budaya dan sejarah yang sama sejak awal. Mereka juga memiliki budaya yang saling memakai dan meminjamkan. Mereka memiliki hubungan kekeluargaan. Namun setelah pertengahan abad ke-20, mereka merdeka dalam arti fisik dari penjajahan dan menjadi dua negara yang seakan-akan terpisah—namun dalam perasaan bersatu dalam Dunia Melayu. Kini mereka menghadapi tantangan globalisasi, termasuk di dalamnya bidang pariwisata dan seni. Diperlukan kerjasama masyarakat rantau ini dalam menemukan dan mengarahkan jati dirinya di bawah lindungan Allah.

Halaman 277

Page 27: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Mohammad Sahimi bin Hj. Chik Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara...

Halaman 278

KEPUSTAKAAN

Alfian (ed.). 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Bakar, Abdul Latiff Abu. 2005. Menghayati Puisi Melayu sebagai Jati Diri Warga Malaysia: Kertas Kerja pada Syarahan Perdana di Jabatan Pengajian Media, Universiti Malaya. Blagden, C.O. 1899. The Name Melayu, Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society. Borhan, Zainal Abidin. 2004. Pandangan dan Visi Pertubuhan Bukan Kerajaan terhadap Permasalahan Bangsa dan Kebudayaan Melayu Mutakhir, 10-13 September, disampaikan pada Kongres Kebudayaan Melayu di Johor Bahru. Hall, D.G.E. 1968. A History of South-East Asia. St. Martin Press, New York. Garraghan, Gilbert J., S.J. 1957. A Guide o Historical Method. New York: Fordam University Press. Geldern, Robert Heine. 1972. Konsep tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara. Jakarta: Rajawali Press. Gillin, G.L. dan J.P. Gillin. 1954. For a Science of Social Man. New York: McMillan. Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Sydney: Disertasi Doktoral Monash University. Hamzah, Mohd. Zain Hj. 1961. Pengolahan Muzik dan Tari Melayu. Singapura: Dewan Bahasa dan Kebudayaan Kebangsaan. Hill, A.H. 1968. The Coming of Islam to North Sumatra. Journal of Southeast Asian History, 4(1). Kadir, Wan Abdul. 1988. Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Koentjaraningrat. 1985. Konsep Kebudayaan Nasional dalam Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Alfian (ed.). Jakarta: Gramedia. Legge, J.D. 1964. Indonesia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Narrol,R. 1965. Ethnic Unit Classification Current Anthropology, volume 5, No. 4. Nasharuddin, Mohammed Ghouse. 2000. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Nettl, Bruno. 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Nor, Mohd Anis Md. 1995. Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan Melayu, Tirai Panggung, jilid 1, nomor 1. Radcliffe-Brown, A.R. 1952. Structure and Function in Primitive Society. Glencoe: Free Press Sheppard. Mubin. 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford University Press. Sinar, Tengku Luckman. 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira. Swettenham, F.A. 1895. Malay Sketches. London: t.p.

Page 28: Mohammad Sahimi bin Hj. Chik - repository.usu.ac.id

Etnomusikologi, Vol.1 No. 3, Januari 2006: 252-298

Halaman 279

Wilkinson, R.J. 1959. A Malay-English Dictioary (Romanised). London: Macmillan. Yoshiyuki, Tsurumi, 1981. Malaka Monogatari: Sebuah Kisah di Melaka. Tokyo: Jiji Tsuushinsa. Zam, Ku Zam. 1980. Muzik Tradisional Melayu Kedah Utara: Ensembel-ensembel Wayang Kulit, Mek Mulung dan Gendang Keling dengan Tumpuan kepada Alat-alat, Pemuzik-pemuzik dan Fungsi. Tesis Sarjana, Jabatan Pengajian Melayu, Universiti Malaya. Situs Internet www.acehselatan.go.id www.acehtengah.go.id www.acehutara.go.id www.bainkofomsumut.go.id/tourism04/php www. geocities.com/Tokyo/2439/iludic1.htm www.kompas.co.id/kompas-cetak/0506/11/wisata/1793918.htm www.tourism.gov.my/europ/destinations/defauls.asp www.kompas.co.od/kompas-cetak/0305/08/wisata/300378.htm dengan penulis Robert Asdhi KSP “The Truly Asia Mencari Pasar Indonesia,” Kamis, 8 Mei 2003. www.nad.go.id www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2004/0607/wis01.html www.tourism.gov.my