Mei Linda_101211131202

70
 i LAPORAN PELAKSANAAN MAGANG DI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR OLEH: MEI LINDA SETIORINI  NIM 1012111 31202 DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 GAMBARAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUATAN SURVEILANS CAMPAK (ENHANCED CBMS) DI KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2015

Transcript of Mei Linda_101211131202

Page 1: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 1/70

 

LAPORAN PELAKSANAAN MAGANG

DI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

OLEH:

MEI LINDA SETIORINI

 NIM 101211131202

DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2016

GAMBARAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUATANSURVEILANS CAMPAK (ENHANCED CBMS) DI KABUPATEN

SIDOARJO TAHUN 2015

Page 2: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 2/70

 

ii 

LAPORAN PELAKSANAAN MAGANG

DI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

TANGGAL 1 FEBRUARI 2016- 1 MARET 1 2016

DISUSUN OLEH:

MEI LINDA SETIORINI

101211131202

Telah disahkan dan diterima dengan baik oleh:

Pembimbing Departemen,

M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes

 NIP. 197603252003121002

Tanggal 1 Maret 2016

Pembimbing di Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur,

Bambang W. Kartiko, Drs. M.Kes

 NIP. 196306061985031019

Tanggal 1 Maret 2016

Mengetahui,

Ketua Departemen Epidemiologi

Atik Choirul Hidajah, dr., M.Kes

 NIP. 1968110219998022001 

Tanggal 1 Maret 2016

Page 3: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 3/70

 

iii 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya laporan magang yang berjudul

“Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Penguatan Surveilans Campak ( ENHANCED

CBMS)  di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015” sebagai salah satu prasyarat

akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga.

Laporan magang ini mendiskripsikan tentang pelaksanaan kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo Tahun

2015. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada:

1.  Prof. Dr. Tri Martiana, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Airlangga.

2.  Atik Choirul Hidajah, dr., M.Kes, selaku Ketua Departemen Epidemiologi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

3.  Dr. Harsono, selaku kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang

telah memberikan izin untuk melakukan magang.

4.  Gito Hartono, SKM., M.Kes., selaku Kepala Seksi Pencegahan,

Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan Masalah Kesehatan (P3PMK)

yang secara terbuka mendukung pelaksanaan magang.

5.  M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

6. 

Drs., Bambang W.K., M.Kes dan Suradi, S.KM., M.Kes selaku

 pembimbing di Dinas Kesehatan Provinsi yang telah membimbing selama

 palaksanaan magang.

Page 4: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 4/70

 

iv 

7.  Seluruh staff di seksi P3PMK yang mendukung dalam pelaksanaan

magang.

8. 

Teman- teman magang di seksi P3PMK yang saling mendukung dalam

 pelaksanaan hingga akhir penyusunan laporan magang.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah- Nya

serta balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan laporan magang ini. Semoga laporan ini

 bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Februari 2016

Page 5: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 5/70

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iiiDAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN  1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Kegiatan 3

1.2.1 Tujuan Umum 3

1.2.2 Tujuan Khusus 3

1.3 Manfaat Kegiatan 4

1.3.1 Manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 41.3.2 Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat 4

1.3.3 Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Mahasiswa 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Penyakit Campak 5

2.1.1 Definisi Campak 5

2.1.2 Tanda dan Gejala Campak 6

2.1.3 Diagnosis mirip Campak 7

2.1.4 Kriteria Diagnosis Klinis 8

2.1.5 Komplikasi Penyakit Campak 8

2.1.6 Kasus Suspek Campak 92.1.7 Definisi Operasional Campak 9

2.2 Kegiatan Penguatan Surveilans Campak (ENHANCED CBMS) 10

2.2.1 Definisi Kegiatan Penguatan Surveilans Campak (ENHANCED CBMS) 10

2.2.2 Tujuan Penguatan Surveilans Campak 13

2.2.3 Lokasi Penguatan Surveilans Campak 13

2.2.4 Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak 14

2.3 KLB Campak 17

2.3.1 Definisi KLB Campak 17

2.3.2 Penyelidikan Epidemiologi KLB Campak 17

2.4 Penentuan Prioritas Masalah dengan Metode CARL 18

2.5 Penentuan Penyebab Masalah dengan Metode Pohon Masalah 20BAB III METODE 22

3.1 Jenis Kegiatan 22

3.2 Responden 22

3.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan 22

3.4 Pengumpulan Data 23

3.5 Analisis Data 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1 Hasil 25

4.1.1 Identifikasi Masalah Kegiatan Penguatan Surveilans Campak

(ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo

25

4.1.2 Prioritas Masalah 36

Page 6: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 6/70

 

vi 

4.1.3 Analisis Penyebab Masalah 38

4.1.4 Alternatif Solusi Masalah 40

4.2 Pembahasan 40

4.2.1 Identifikasi Masalah Kegiatan Penguatan Surveilans Campak

(ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo

40

4.2.2 Prioritas Masalah 45

4.2.3 Analisis Penyebab Masalah 46

4.2.4 Alternatif Solusi Masalah 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51

5.1 Kesimpulan 51

5.2 Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 54

Page 7: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 7/70

 

vii 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kinerja Surveilans Campak 11

Tabel 2.2 Matriks Metode CARL 20

Tabel 3.1 Jenis, Kegiatan dan Metode Analisis Data 23Tabel 3.2 Capaian Penemuan Kasus bukan Campak di Kabupaten Sidoarjo

tahun 2013-2015. 

25

Tabel 3.3 Hasil Penentuan Prioritas Masalah Menggunakan CARL 37

Page 8: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 8/70

 

viii 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Pohon Masalah 21

Gambar 4.1 Alur Pelaporan Penemuan Kasus Campak 27

Gambar 4.2 Alur Pengiriman Spesimen 29Gambar 4.3 Penemuan Kasus Campak di Sidoarjo Per Tahun 30

Gambar 4.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2011 30

Gambar 4.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2012 31

Gambar 4.6 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2013 32

Gambar 4.7 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2014 32

Gambar 4.8 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2015 33

Gambar 4.9 Hasil Pemeriksaan Laboratorium per Tahun 34

Gambar 4.10 Rate Kasus bukan Campak di Kabupaten Sidoarjo 35

Gambar 4.11 Distribusi KLB Campak di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 36

Gambar 4.12 Penentuan Penyebab Masalah 39

Page 9: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 9/70

 

ix 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Nota Dinas

Lampiran 2. Kuisioner CARLLampiran 3. Form C1

Lampiran 4. Form Rujukan Pengambilan Sampel Spesimen

Lampiran 5. Kegiatan individu

Page 10: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 10/70

 

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Campak adalah salah satu Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi

(PD3I) yang kejadiannya dapat ditemukan di seluruh dunia. Penyakit campak

adalah penyakit yang banyak menyerang anak- anak melalui saluran nafas.

Penyebab penyakit campak adalah virus (Paramyxo virus, genus

 Morbillivrus). Penyakit campak memiliki sifat highly contagius atau bersifat

sangat menular.

Campak dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi

di dunia. Diperkirakan hingga 90% dari populasi tidak terlindungi dapat

terinfeksi virus campak. Anak- anak dan individu dengan kekebalan yang

kurang mempunyai risiko tertinggi tertular virus campak.

Kasus campak di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan dan dapat

mencapai lebih dari 20 juta orang. Pada tahun 2011 terdapat 158.000

kematian akibat campak di dunia, dan sebagian besar adalah anak- anak di

 bawah usia 5 tahun (WHO, 2013). Setengah dari kematian tersebut terdapat di

Asia Tenggara atau South East Asia ( SEARO, 2013 ).

Case Fatality Rate (CFR) di negara berkembang tinggi. Indonesia

termasuk salah satu negara di kawasan Asia Tenggara dengan kejadian

campak yang masih banyak ditemukan. Menurut (Kemenkes, 2013) Indonesia

merupakan negara dengan kasus campak tertinggi kedua setelah India. Setiap

tahun tercatat 7 kasus baru setiap 100.000 penduduk.

Page 11: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 11/70

Komplikasi campak menyebabkan kematian sekitar 139.300 anak pada

tahun 2010 dan 122.000 kematian pada tahun 2012. Diperkirakan sekitar 330

kematian karena campak setiap hari atau 14 kematian setiap jam di seluruh

dunia (Kemenkes, 2015).

Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 telah terjadi KLB Campak sebanyak

23 kali yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota dengan jumlah penderita

sebanyak 323 orang dan 2 orang diantaranya mengalami kematian.

Sedangkan tahun 2011 (periode 30 Juni 2011), telah terjadi wabah campak

sebanyak 7 kali yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota dengan jumlah penderita

167 orang dan tidak ditemukan kematian (Dinkes, 2011).

Melihat banyaknya jumlah kasus Campak, Indonesia telah menetapkan

target untuk mengeliminasi Campak pada tahun 2015 dan eradikasi Campak

 pada tahun 2020 (SEARO, 2011). Namun pada kenyataannya, eliminasi

Campak belum dapat dilakukan, kemudian ditetapkan target kembali untuk

eliminasi Campak pada tahun 2020 di mana negara harus mencapai :

1.  Cakupan imunisasi campak dosis pertama lebih dari 95% secara nasional

dan minimal 80% di seluruh kabupaten/kota.

2.  Menurunkan angka insiden campak menjadi kurang dari 1 per 1.000.000

 penduduk setiap tahun dan mempertahankannya.

3.  Melakukan konfirmasi laboratorium campak 100% terhadap kasus campak

klinis dari seluruh kabupaten/kota.

Dalam rangka mencapai target eliminasi campak tahun 2020, Indonesia

 bekerjasama dengan WHO melakukan kegiatan penguatan surveilans campak

( ENHANCED CBMS) yang dilaksanakan di 6 Kabupaten terpilih. Salah satu

Page 12: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 12/70

Kabupaten terpilih di Jawa Timur adalah Kabupaten Sidoarjo yang

 berhasil meningkatkan penemuan kasus bukan campak dari 0,18 pada tahun

2014 menjadi 7,67 kali pada tahun 2015. Oleh karena itu, diperlukan adanya

identifikasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Sehingga nantinya kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS) dapat diterapkan di

 puskesmas lain dalam rangka eliminasi kasus campak.

1. 2  Tujuan

1. 2. 1  Tujuan Umum

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui gambaran

 pelaksanaan kegiatan penguatan surveilans campak ( ENHANCED

CBMS) di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015.

1. 2. 2  Tujuan Khusus

1.  Mengidentifikasi masalah dalam pelaksanaan kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS)  di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015.

2.  Menentukan prioritas masalah dalam pelaksanaan kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS)  di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015.

3. 

Menganalisis akar masalah dalam pelaksanaan kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS)  di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015.

4.  Menyusun alternatif solusi dalam pelaksanaan kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS)  di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015.

Page 13: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 13/70

1. 3  Manfaat Kegiatan

1. 3. 1  Manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dapat dijadikan masukan atau saran khususnya pada seksi bidang

P3PMK tentang pelaksanaan kegiatan penguatan surveilans

campak ( ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo.

1. 3. 2  Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Sebagai gambaran pelaksanaan kegiatan   penguatan surveilans

campak ( ENHANCED CBMS)  di Kabupaten Sidoarjo yang dapat

digunakan sebagai pembelajaran Epidemiologi di FKM UNAIR.

Sebagai data pendahuluan yang dapat digunakan untuk

 pelaksanaan magang selanjutnya.

1. 3. 3  Manfaat bagi Mahasiswa

Menambah wawasan dan ilmu penegtahuan pelaksanaan kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS) 

di Kabupaten

Sidoarjo tahun 2015.

Page 14: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 14/70

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 

Penyakit Campak

2.1.1  Definisi Campak

Penyakit campak disebut juga  Measles atau  Morbili. Campak

sangat menular dan akut. Serta menyerang hampir semua anak kecil.

Menurut (Rampengan, 2005) campak adalah penyakit infeksi virus akut,

sangat menular yang ditandai dengan tiga stadium, yaitu stadium inkubasi,

stadium prodromal, dan stadium erupsi.

Penyakit campak disebabkan oleh Agent- RNA virus ( Paramyxo

virus family, genus Morbillivirus ). Penyakit campak banyak menyerang

anak- anak melalui saluran nafas. Penyakit campak memiliki sifat highly

contagius atau bersifat sangat menular dan bersifat  self limiting disease

atau dapat sembuh sendiri tanpa ada pengobatan. Namun, apabila tidak

ditangani penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius.

Penyakit campak banyak ditemukan di seluruh dunia. Anak- anak

adalah kelompok rentan untuk terkena penyakit tersebut, terutama mereka

yang mengalami malnutrisi (gizi buruk, kwarsiorkor) dan memiliki

imunitas yang rendah. Diperkirakan bahwa anak umur 5 tahun paling

sedikit 90% dari anak- anak yang belum mendapatkan vaksinasi telah

menderita campak, sedangkan anak- anak yang telah mendapatkan

vaksinasi campak masih memiliki kemungkinan untuk terserang penyakit

yang sama.

Page 15: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 15/70

Cara penularan penyakit campak adalah dengan droplet atau

ditularkan melalui kontak langsung penderita melalui udara (batuk, bersin

maupun sekresi hidung). Virus yang berasal dari sekresi hidung atau

tenggorokan, keluar dari penderita pada waktu batuk, bersin dan bernafas.

Reservoir satu- satunya penyakit campak adalah manusia.

Waktu penularan penyakit campak sekitar 4 hari sebelum dan 4

hari setelah timbul rash. Penularan maksimum pada 3 - 4 hari setelah

rash. Masa inkubasi penyakit campak rata- rata 10 hari yang berkisar

antara 8-13 hari.

Penyakit campak tergolong Penyakit yang dapat Dicegah dengan

Imunisasi (PD3I). Sehingga penyakit tersebut dapat dicegah atau

diantisipasi dengan melakukan imunisasi campak. Penatalaksanaan kasus

campak adalah dengan memberikan Vit. A pada penderita.

2.1.2 

Tanda dan Gejala Campak

Menurut (NSW Goverment, 2015) campak memiliki beberapa gejala

antara lain:

1.  Gejala pertama adalah demam, lelah, batuk, hidung beringus, mata

merah dan sakit, dan terasa kurang sehat. Beberapa hari kemudian

timbul ruam. Ruam tersebut mulai pada muka, merebak ke tubuh

dan berlanjut selama 4-7 hari.

2.  Sampai sepertiga penderita campak mengalami komplikasi, yang

termasuk infeksi telinga, diare dan pneumonia, dan mungkin

memerlukan rawat inap. Kira-kira satu dari setiap 1000 penderita

campak terkena ensefalitis (pembengkakan otak).

Page 16: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 16/70

Campak juga memiliki gejala yang lain seperti:

  Demam dengan suhu ≥38ᴼC dan berlangsung ≥ 3 hari disertai rash dan

disertai salah satu / lebih gejala : batuk, pilek, mata merah / berair.

  Tanda yang khas adalah timbulnya koplik’s spot   (bercak putih keabu-

abuan dengan dasar merah) di mukosa.

   Rash dimulai dari belakang telinga berbentuk makulo papular, keseluruh

tubuh setelah ≥ 3 hari. 

   Rash setelah 1 minggu sampai dengan 1 bulan berubah menjadi kehitaman

(hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik.

2.1.3  Diagnosis Mirip Campak

Campak memiliki diagnosis serupa seperti penyakit lain: 

1.  Rubella, dengan gejala: 

  Panas badan minimal (hangat- hangat). 

   Rash lebih halus dan warnanya merah muda. Tidak jelas dan tidak

merah seperti rash campak. 

  Tidak ada koplik spot. 

  Ada pembesaran kelenjar- kelenjar suboccipital posterior  dan  post

auricular . 

2. 

Alergi atau rash karena obat- obatan: 

  Tidak ada tanda- tanda catarrhal. 

  Rash lebih lama dari rash campak. Sewaktu rash campak

menghilang maka rash karena obat- obatan atau alergi makin

tampak jelas.

Page 17: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 17/70

3.  DHF atau DBD memiliki gejala dalam 2-3 hari bisa terjadi

mimisan, turnikuet test positif, perdarahan diikuti shock.

Laboratorium diikuti trombosit < 100.000/ ml dan serologis positif

DHF.

4.  Cacar air dengan gejala ditemukan gelembung berisi cairan.

5. 

Malaria atau keringat buntet timbul bintik kemerahan.

2.1.4  Kriteria Diagnosis Klinis:

  Fase catarrhal  yang ditandai panas tinggi, sakit kepala, batuk pilek

dan conjuctivitis yang berakhir lebih kurang setelah 3-7 hari.

  Masa timbulnya bercak- bercak merah (rash) pada kulit setelah 3

hari panas. Mula- mula timbul pada belakang telinga menyebar ke

seluruh muka, dan anggota badan lainnya. rash bertahan selama 4-

6 hari. Panas turun setelah timbul rash. Kadang- kadang sehari

sebelum rash panas timbul ada “koplik spot” yaitu bercak putih

seperti butir garam pada mukosa (selaput lendir) pipi.

2.1.5  Komplikasi Penyakit Campak

Komplikasi bisa terjadi pada anak balita, terutama pada anak- anak

dengan gizi kurang. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah

 broncho pneumonia, gastroenteritis dan otitis media, sedangkan

enchepalitis jarang terjadi tetapi fatal. Komplikasi ini dapat dibedakan

menjadi 2 bagian yakni:

a.  Akut: 

  Febrile convulsion (kejang- kejang karena suhu yang tinggi).

  Viral enchephalitis.

Page 18: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 18/70

 b.  Tidak akut:

  Komplikasi langsung (komplikasi dini) :

1. 

 broncho pneumonia, sering meneybabkan kematian

2. 

otitis media sering terjadi.

3.  Diare

  Komplikasi tidak langsung

Chronic malnutrition, kwashiorkor, xerophtalmia, dan tuberculosis.

2.1.6  Kasus Suspek Campak

1.  Demam, dan Bercak merah berbentuk mokulopapular.

2.  Batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis) atau Didiagnosa oleh

dokter sebagai kasus campak

2.1.7  Definisi Operasional Kasus Campak  

1.  Kasus Campak Klinis: Kasus dengan gejala klinis: demam dan

 bercak merah makulopapular dan batuk/pilek atau mata merah

(conjunctivitis) yang tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium

dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus pasti

secara laboratorium.

2.  Kasus campak pasti secara laboratorium: Kasus campak klinis

yang telah dilakukan konfirmasi laboratorium dengan hasil positif

terinfeksi virus campak (IgM campak positif) dan tidak ada riwayat

imunisasi campak pada 4-6 minggu terakhir sebelum muncul rash

3.  Kasus campak pasti secara epidemiologi: Semua kasus klinis yang

mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus yang pasti

Page 19: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 19/70

10 

secara laboratorium atau dengan kasus pasti secara epidemiologi

yang lain.

4. 

Bukan kasus campak (discarded ): Kasus campak klinis yang

setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya negatif.

2.2 Kegiatan Penguatan Surveilans Campak (ENHANCHED CBMS)

2.2.1  Definisi Kegiatan Penguatan Surveilans Campak

(ENHANCHED CBMS)

Program penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS)

merupakan pengembangan dari program CBMS. CBMS (Cased Based

 Measles Surveillans) adalah program surveilans campak berbasis individu

yang dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2011

dengan melakukan pemeriksaan serologis secara bertahap. CBMS perlu

dilaksanakan karena kasus klinis campak atau KLB campak yang

dilaporkan belum tentu benar- benar kasus campak. Selain hal tersebut,

 berdasarkan fase pengendalian campak menuju eliminasi setiap kasus

individu harus dikonfirmasi laboratorium.

Program penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS)

adalah program kerja sama yang dilakukan dengan WHO dalam rangka

eliminasi dan eradikasi kasus campak. Program penguatan surveilans

campak (ENHANCED CBMS) tersebut berbeda dengan program CBMS

terdahulu. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan adanya peran serta

fasilitas pelayanan swasta seperti praktek dokter umum, klinik swasta dan

lain sebagainya. Surveilans dalam eliminasi campak sangatlah penting,

Page 20: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 20/70

11 

terutama dalam mengidentifikasi secara dini adanya daerah yang

mempunyai risiko tinggi dan menentukan arah pelaksanaan Imunisasi.

Program penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS)

dilatarbelakangi oleh:

1.  Gagalnya surveilans campak berbasis individu atau Cased Based

 Measles Surveillans (CBMS), sehingga dilakukan percontohan di 6

 puskesmas terpilih salah satunya Kabupaten Sidoarjo. Alasan

terpilihnya Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu Kabupaten

 percontohan tersebut adalah adanya sistem surveilans yang baik di

Kabupaten tersebut, cakupan imunisasi campak yang tinggi dan

adanya penemuan kasus campak yang banyak di Kabupaten

tersebut. Semenjak diterapkannya program tersebut di Kabupaten

Sidoarjo sejak tahun 2014, penemuan kasus campak meningkat

setiap tahun. 

2.  Berdasarkan riset yang dilakukan, penyebab rendahnya penemuan

kasus adalah banyaknya pengobatan kasus campak yang dilakukan

oleh pelayanan swasta maupun dokter praktek atau sama sekali

tidak berobat ke pelayanan kesehatan. Sehingga kasus campak

tersebut tidak masuk dalam pelaporan.

Oleh sebab itu, perlu dicari suatu model surveilans untuk dapat

melibatkan pelayanan swata atau dokter praktek ke dalam sistem

 pelaporan yang sudah ada. Berikut adalah indikator eliminasi campak yang

telah ditetapkan WHO di seluruh dunia yaitu : 

Page 21: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 21/70

12 

Tabel 2.1 Indikator Kinerja Surveilans Campak  

Indikator Minimun Target (%)

A. RUTIN

Discarded Rate  2/100.000 populasi

Persentase Kabupaten melaporkan Discarded

Rate campak  2/100.000 populasi

 80 %

Kasus tersangka campak yang diperiksa IgM  80 %

Kelengkapan Laporan Puskesmas (C-1)  90%

Ketepatan Laporan Puskesmas (C1)  80%

Kelengkapan Laporan Surveilans Aktif Rumah

Sakit 90%

Spesimen adekuat untuk pemeriksaan IgM  80%

Spesimen adekuat untuk pemeriksaan virology  80%B. KLB

Kelengkapan Laporan C-KLB  90%

KLB Dilakukan “Fully Investigated”  100%

KLB Campak pasti yang diperiksa virology

Program penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS) memiliki 5

strategi, yaitu:

1. 

Peningkatan sensitifitas penemuan suspek campak

a.  Melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan termasuk praktek

swasta.

 b.  Sosialisasi penemuan kasus dengan melibatkan ikatan profesi dan

masyarakat misalnya melalui posyandu.

2. 

Peningkatan konfirmasi laboratorium secara bertahap

Pengambilan spesimen 50 % mulai tahun 2014 s.d. 100 % pada tahun

2020.

3.  Deteksi dini KLB, peningkatan sensitivitas deteksi virus (serologi dan

virologi) dan tindakan penghentian transmisi virus:

a.  Minimal 5 suspek

Page 22: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 22/70

13 

 b.  10 spesimen serum/suspek KLB atau semua kasus diambil spesimen

 bila suspek KLB < 10 kasus

c. 

5 spesimen urin/suspek KLB

d.  Spesimen diterima Laboratorium dalam 5 hari setelah pengambilan

dan hasil laboratorium dikirim dalam 4 hari setelah sample diterima

laboratorium

e. 

ORI (Outbreak Response Immunization) segera dilakukan untuk

memutus transmisi virus.

4.  Penguatan Laboratorium Campak-Rubela dengan menambah 3

laboratorium baru (Palembang, Makassar, dan Jakarta)

5.  Pengembangan pelaporan berbasis web: Laporan individu sampai pusat.

2.2.2  Tujuan Penguatan Surveilans Campak

Tujuan Penguatan Surveilans Campak  

1. 

Mendapatkan model sistem surveilans dengan melibatkan fasilitas

kesehatan swasta.

2.  Semua kasus suspek campak di wilayah kerja kabupaten/kota terlaporkan

dan dilakukan pemeriksaan spesimen.

3.  Kasus suspek campak dilaporkan secara cepat dan perbedaan data di setiap

unit pelaporan dapat tereliminir.

2.2.3  Lokasi Kegiatan Penguatan Surveilans Campak

(ENHANCHED CBMS)

Kegiatan penguatan surveilans campak ini merupakan  pilot project di

enam (6) kab/kota yang memiliki kinerja surveilans yang baik di enam (6)

 provinsi, yaitu:

Page 23: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 23/70

14 

1. Kab. Muara Bungo, Provinsi Jambi

2. Kota Serang, Provinsi Banten

3. Kab. Cirebon, Provinsi Jawa Barat

4. Kab. Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah

5. Kab. Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur

6. Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara

2.2.4  Pelaksanaan Kegiatan Penguatan Surveilans Campak

(ENHANCHED CBMS)

Pelaksanaan kegiatan penguatan surveilans campak ini secara umum sama

dengan pelaksanaan CBMS sesuai buku pedoman surveilans campak tahun

2012. Hanya saja perlu penguatan sehingga diperlukan strategi baru yang

dapat meningkatkan penemuan kasus dan pemeriksaan spesimen. Di

samping itu juga perlu dibangun sebuah model sistem pelaporan agar

 perbedaan data di setiap tingkat dan dengan laboratorium dapat

diminimalisir.

1.  Peran Pelayanan Swasta dalam Surveilans Campak

Melaporkan kasus suspek campak yang terdiri dari variabel :

1. Nama kasus

2. Umur kasus

3. Jenis kelamin kasus

4. Alamat

5. Nama orang tua

6. Berapa kali diimunisasi campak

7. Tanggal imunisasi campak terakhir

Page 24: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 24/70

15 

8. Tanggal mulai demam

9. Tanggal mulai rash

10. No telepon yang dapat dihubungi (orang tua/keluarga/kerabat terdekat)

2.  Bagaimana cara melaporkan ?

1. Jika bisa menggunakan sistem pelaporan surveilans PD3I berbasis web,

maka data diinput ke dalam web.

2. Jika tidak bisa menggunakan sistem pelaporan surveilans PD3I berbasis

web, maka:

  Semua kasus suspek campak dicatat dalam form C1 kemudian

Form C1 difoto dan kirimkan ke kontak person puskesmas.

  Atau informasikan ke kontak person puskesmas.

3.  Siapa yang harus mengambil spesimen ?

Spesimen semua kasus suspek campak harus diperiksa , oleh sebab itu

semua penderita suspek campak harus diambil spesimennya melalui :

  Langsung diambil oleh dokter yang menangani penderita. Segera

setelah spesimen didapat, langsung menghubungi petugas

 puskesmas atau disimpan di lemari es pada suhu 2  –  80C. Petugas

 puskesmas segera mengambil spesimen dimaksud untuk dikirim ke

laboratorium, atau

  Penderita diberi pengantar untuk datang ke puskesmas untuk

dilakukan pengambilan specimen, atau

  Spesimen diambil oleh puskesmas saat melakukan investigasi

kasus

Page 25: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 25/70

16 

  Tata cara pengambilan spesimen dapat dilihat pada buku pedoman

surveilans campak tahun 2012.

4. 

Bagaimana pengiriman hasil pemeriksaan spesimen?

Hasil spesimen dikirim secara berjenjang (dari Laboratorium ke Provinsi

kemudian ke Kabupaten/Kota selanjutnya Puskesmas dan Pelapor kasus).

5. 

Bagaimana pengelolaan data di tingkat puskesmas?

Semua data yang ditemukan di puskesmas dan yang dilaporkan oleh

 pelayanan swasta maupun dari masyarakat, diinput ke dalam sistem

 pelaporan surveilans PD3I berbasis web. Bagi puskesmas yang

mempunyai kendala terhadap pelaksanaan sistem pelaporan surveilans

PD3I berbasis web, maka dapat diinput kedalam format C1 secara manual.

7.  Siapa yang melakukan investigasi kasus suspek campak?

Semua kasus suspek campak yang datang atau yang dilaporkan ke

 puskesmas dilakukan investigasi oleh petugas surveilans puskesmas untuk

mencari kasus tambahan di lapangan.

8.  Kelengkapan dan ketepatan laporan

Pihak fasilitas kesehatan swasta akan menjadi unit pelapor, maka

 puskesmas membuat daftar fasilitas kesehatan swasta di wilayahnya dan

memonitor kelengkapan dan ketepatan waktu laporan fasilitas kesehatan

swasta tersebut. Bila ada kasus suspek campak, maka fasilitas kesehatan

swasta segera melaporkan kasus tersebut, untuk ditindaklanjuti. Bila tidak

ada kasus dalam kurun waktu satu bulan, maka pada setiap akhir bulan

(atau awal bulan berikutnya) fasilitas kesehatan swasta diharuskan

mengirimkan laporan dengan menyatakan nihil. Puskesmas memantau

Page 26: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 26/70

17 

kelengkapan laporan tersebut termasuk laporan nihilnya dan menghitung

kelengkapan serta ketepatan waktu pelaporannya.

2.3 

KLB Campak

2.3.1 Definisi KLB Campak

Penyakit campak dapat dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)

apabila ditemukan 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-

turut yang terjadi mengelompok dan terdapat hubungan epidemiologi.

Kejadian Luar Biasa (KLB) dinyatakan berhenti jika tidak ada lagi kasus

 baru campak dalam 2 kali masa inkubasi terpanjang (rata-rata 1 bulan)

(Kemenkes, 2012). KLB pasti dinyatakan apabila minimum 2 spesimen

 positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB

campak. 

2.3.2 Penyelidikan Epidemiologi KLB Campak

Tujuan umum diadakannya Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah

Mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah dan mencegah

 penyebaran. Penyelidikan Epidemiologi (PE) memiliki langkah- langkah

diantaranya:

  Konfirmasi awal KLB. Puskesmas harus melakukan konfirmasi

untuk memastikan KLB.

  Lapor segera. Pelaporan dilakukan 1 x 24 jam melalui SMS/

Telepon disusul dengan W1.

  Persiapan Penyelidikan Epidemiologi. Misalnya dengan persiapan

form C1 dan C2.

Page 27: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 27/70

18 

   Fully Investigated. Yaitu penyelidikan dari rumah ke rumah

minimal 1 kali, mencatat kasus secara individu menggunakan C1,

serta mengambil 5 spesimen serum dan 3 spesimen urin

(Kemenkes, 2012).

  Mengumpulkan info Faktor Risiko. Tujuannya untuk mengetahui

 penyebab terjadinya KLB dengan menggunakan form C2.

  Tatalaksana kasus. Misalnya dengan pengobatan dan pemberian

Vitamin A.

  Pengolahan dan Analisis Data. Setiap selesai Penyelidikan

Epidemiologi (PE) dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa

data. Hal tersebut dilakukan untuk pengambilan kesimpulan serta

memberikan rekomendasi tingkat lanjut.

  Penulisan laporan KLB

  Pelaporan KLB. Laporan segera (W1), laporan akhir Penyelidikan

Epidemiologi (PE).

  Desiminasi informasi hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) KLB.

Laporan tersebut dikirim kepada pihak terkait seperti pemda.

2.4  Penentuan Prioritas Masalah dengan Metode CARL

Masalah dalam bidang kesehatan sering kali disebabkan oleh input

yang terdiri 6M2T1I ( Man, Money, Material, Method, Market, Machine,

Teknology, Time dan Information). Penentuan prioritas masalah merupakan

hal yang penting sebelum menentukan sebuah perencanaan. Metode dalam

 penentuan prioritas masalah ada beraneka ragam antara lain: CARL, USG,

Hanlon dan lain sebagainya. Metode CARL adalah teknik

Page 28: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 28/70

19 

 penentuan prioritas masalah dengan menggunakan nilai atau skor atas

kriteria tertentu seperti kemampuan (capability), kemudahan  (accessibility),

kesiapan (readiness), serta pengaruh (laverage). Semakin besar skor maka

semakin besar masalah yang diangkat. Artinya masalah tersebut semakin

menjadi prioritas.

Obyektivitas hasil peringkat masalah dalam metode CARL kurang bisa

dipertanggungjawabkan karena penentuan skor atas kriteria yang ada bersifat

subyektif. Berikut adalah penjelasan dari metode CARL:

C (capability) : Ketersediaan sumber daya (dana, sarana atau peralatan)

A (accessibility):  : Kemudahan masalah yang diatasi. Kemudahan dapat

didasarkan pada ketersediaan metode atau cara atau

teknologi serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan

atau petunjuk teknis.

R (readiness)  : Kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan

sasaran seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.

L (laverage)  : Seberapa besar pengaruh masalah yang dibahas dalam

sistem.

Langkah Pelaksanaan CARL:

1. 

Menuliskan daftar masalah

2.  Menentukan skor atau nilai yang akan diberikan pada tiap masalah

Skor atau nilai untuk Capability (C)

1 = Sangat tidak mampu

2 = Tidak mampu

3 = Cukup mampu

4 = Mampu

5 = Sangat mampu

Skor atau nilai untuk Accessibility (A) 

1 = Sangat tidak mudah

2 = Tidak mudah

3 = Cukup mudah

4 = Mudah

5 = Sangat mudah

Page 29: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 29/70

20 

3. 

Masing  –   masing kriteria memiliki rentang skor 1-5 di mana semakin

tinggi skor memiliki arti semakin mudah dilakukan atau semakin tersedia.

4. 

Masing- masing kriteria akan dikalikan (C x A x R x L) sehingga

mendapatkan skor akhir.

5.  Skor akhir akan diranking bedasarkan skor tertinggi. Permasalahan yang

mendapat skor tertinggi merupakan masalah utama yang diprioritaskan.

Tabel 2.2 Matriks Metode CARL

No Masalah C A R L Nilai RANK1. Masalah 1

2 Masalah 2

3 Masalah 3

4 Masalah 4

2.5  Penentuan Penyebab Masalah dengan Metode Pohon Masalah.

Pohon masalah adalah suatu langkah pemecahan masalah dengan mencari

sebab dari suatu akibat. Pohon masalah sebagai suatu teknik untuk

mengidentifikasi semua masalah dalam suatu situasi tertentu dan

memperagakan informasi sebagai rangkaian hubungan sebab akibat.

Beberapa poin penting mengenai pengertian analisis pohon masalah:

1.  Analisis pohon masalah merupakan suatu alat atau teknik atau

 pendekatan untuk mengidentifikasi dan menganalis masalah.

Skor atau nilai untuk Laverage (L)

1 = Sangat tidak berpengaruh

2 = Tidak berpengaruh

3 = Cukup berpengaruh

4 = berpengaruh

5 = Sangat berpengaruh

Skor atau nilai untuk Readiness (R)

1 = Sangat tidak siap

2 = Tidak siap

3 = Cukup siap

4 = Siap

5 = Sangat siap

Page 30: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 30/70

21 

2.  Analisis pohon masalah menggambarkan rangkaian hubungan sebab

akibat dari beberapa faktor yang saling terkait.

3. 

Alat atau teknik analisis pohon masalah umumnya digunakan pada

tahap perencanaan.

Langkah- langkah dalam penyusunan pohon masalah:

1. 

Menentukan masalah utama.

2. 

Menganalisis pengaruh adanya masalah utama yang telah

dirumuskan dengan melakukan analisis five why. 

3.  Menganalisis penyebab masalah utama dan meletakkan penyebab

 pada tingkat atau level pertama. 

4.  Menganalisis lebih lanjut penyebab dari penyebab tingkat

 pertama. Penyebab dari munculnya penyebab tingkat pertama

disebut penyebab tingkat kedua dan seterusnya.

Gambar 2.1 Model Pohon Masalah

Page 31: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 31/70

 

22 

BAB III

METODE

3. 1 Jenis Kegiatan

Kegiatan penelitian berikut menggunakan studi obervasional deskriptif yaitu

studi yang hanya melakukan pengamatan pada subyek dan mempunyai tujuan

untuk menggambarkan secara sistematis proses kegiatan penguatan

surveilans campak ( ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo tahun 2015

 berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Murti, 2003). 

3. 2 Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petugas surveilans di seksi P3PMK

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang terkait dengan program

surveilans PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) dan yang

terlibat dalam surveilans campak. Responden dalam penelitian ini berjumlah

3orang. Responden dalam penelitian ini antara lain: 

1.  Koordinator surveilans PD3I di seksi P3PMK.

2.  Petugas surveilans PD3I di seksiP3PMK.

3. 3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Sidoarjo dan pengambilan data

dilakukan di bagian surveilans di seksi P3PMK Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur. Studi dilaksanakan mulai 1 Februari -1 Maret 2016. Studi

diawali dengan identifikasi masalah hingga dilakukan alternatif solusi atau

 penentuan solusi terpilih.

Page 32: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 32/70

23 

3. 4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Data

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 

a.  Data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara

kepada pemegang program surveilans seksi P3PMK Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur.

 b.  Data sekunder

Data sekunder berupa laporan tahunan surveilans campak seksi P3PMK

tahun 2012-2015, laporan tentang CBMS, laporan KLB campak.

3. 5 Analisis Data

Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berupa narasi tentang gambaran

 pelaksanaan kegiatan penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS) di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015. Metode analisis data adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jenis, Kegiatan dan Metode Analisis Data 

Jenis Analisis Metode Analisis Cara Pelaksanaan

Identifikasi masalah Studi dokumen dan wawancara

dengan pemegang program

surveilans seksi P3PMK Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timurmengenai pelaksanaan dan

hambatan kegiatan penguatan

surveilans campak

( ENHANCED CBMS)  di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015

dan mengkonfirmasi masalah

yang telah ditemukan.

1. Membandingkan

laporan tentang

surveilans campak

Dinas Kesehatan JawaTimur tahun 2012-

2015 dengan indikator  

surveilans campak. 

2. Wawancara dengan 

 pemegang program

surveilans seksi

P3PMK Dinas

Kesehatan Provinsi

Jawa Timur.

Penentuan prioritas CARL pemegang program

Page 33: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 33/70

24 

Masalah surveilans seksi

P3PMK Dinas

Kesehatan Provinsi

Jawa Timur mengisi

kuisioner prioritasmasalah.

Penentuan penyebab

masalah

Pohon masalah Wawancara dengan 

 pemegang program

surveilans seksi

P3PMK Dinas

Kesehatan Provinsi

Jawa Timur.

Penentuan solusi Melakukan diskusi dengan

 pemegang program surveilans

campak di seksi P3PMK Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Wawancara dengan 

 pemegang program

surveilans seksi

P3PMK DinasKesehatan Provinsi

Jawa Timur.

Page 34: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 34/70

 

25 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 

Hasil

4.1.1  Identifikasi Masalah Kegiatan Penguatan Surveilans Campak

(ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo.

Identifikasi masalah yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan

sistem yaitu input , proses dan output .

1.  Input Kegiatan Penguatan Surveilans Campak ( ENHANCED

CBMS).

Input yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sarana, dana,

metode serta dukungan dari sumber daya manusia yang dilakukan

agar kegiatan tersebut dapat berjalan lancar. 

a.  Sarana (material )

Sarana yang digunakan dalam kegiatan penguatan surveilans

campak ( ENHANCED CBMS) tersebut artinya semua peralatan

yang mendukung kegiatan tersebut. Antara lain: perangkat

komputer, internet,  software untuk mengolah data, petunjuk

teknis atau juklak yang diterbitkan oleh Kemenkes RI tahun

2012, serta formulir C1 yang merupakan laporan rutin. Selain

hal tersebut sarana yang dibutuhkan dalam kegiatan penguatan

surveilans campak (ENHANCED CBMS) adalah laboratorium

dan reagen yang digunakan untuk pemeriksaan kasus tersangka

campak. Laboratorium yang digunakan di Provinsi Jawa Timur

adalah BBLK (Balai Besar Laboratorium Kesehatan).

Page 35: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 35/70

26 

 b.  Dana (money)

Kegiatan penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS)

ini merupakan kegiatan yang bekerjasama oleh WHO, sehingga

dana berasal dari Bantuan Luar Negeri (BLN) WHO. Dana

tersebut digunakan untuk pelatihan petugas Kabupaten/Kota dan

 puskesmas, penyediaan reagen dan spesimen, transport

 pengiriman spesimen mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan

ke laboratorium campak nasional.

c.  Sumber daya manusia (SDM)

SDM yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah lintas sektor

yaitu tenaga surveilans dari Dinas Kesehatan Provinsi

(khususnya seksi P3PMK), petugas surveilans dari setiap

 puskesmas di wilayah Sidoarjo tersebut, petugas laboratorium,

serta melibatkan dokter praktek umum atau klinik.

d.  Metode ( Metod )

Metode yang digunakan dalam kegiatan penguatan surveilans

campak (ENHANCED CBMS) ini adalah ENHANCED CBMS

yang dilakukan sesuai panduan buku pedoman.

2. 

Proses

Proses yang dimaksud dalam kegiatan penguatan surveilans

campak (ENHANCED CBMS) adalah laporan rutin yang dikirim

oleh Puskesmas kepada BBLK dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur. Pelaporan rutin tersebut juga dikirim ke regional WHO.

Page 36: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 36/70

27 

Berikut adalah alur pelaporan penemuan kasus campak yang

melibatkan berbagai pihak.

Gambar 4.1 Alur Pelaporan Penemuan Kasus Campak

Berdasarkan gambar di atas, terdapat peran dari masing  –  masing

 pihak yaitu:

1.  Rumah sakit. Memiliki peran antara lain:

  Melaporkan semua suspek campak yang dilayani dengan

menggunakan Form C1 setiap bulan ke Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

  Setiap suspek campak diambil spesimen serum dan

diinformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk

diambil dan dikirimkan ke Lab Campak Nasional.

  Diseminasi informasi surveilans campak kepada

dokter/perawat

  Memberikan izin kepada petugas kabupaten untuk

mereview buku register rawat jalan/inap tiap mingguuntuk

menghindari kasus lolos dilaporkan.

 

Menunjuk seorang kontak person surveilans di RS (SK)

Page 37: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 37/70

28 

2.  Klinik swasta. Memiliki peran yaitu:

  Mencatat data kasus di format khusus atau format C1.

 

Melaporkan kasus ke puskesmas.

  Mengambil spesimen serum 1cc dan menginformasikan

kepada puskesmas.

3. 

Praktek pribadi. Memiliki peran antara lain:

  Mencatat data kasus dalam format khusus yang berisi:

nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, nomor

telepon, alamat, tanggal demam, tanggal ruam, tanggal

imunisasi terakhir, status imunisasi (jumlah imunisasi

campak).

  Melaporkan data kasus ke puskesmas.

  Memberitahu penderita bahwa akan ada pemeriksaan

darah yang dilakukan oleh pihak puskesmas.

4.  Puskesmas. Peran puskesmas yaitu:

  Mencatat semua suspek campak di wilayah kerja pada

Form C1 atau diinput melalui Web Based.

  Melaporkan Form C1 setiap bulan ke Dinas Kesehatan

Kab/Kota, termasuk kasus nihil..

  Semua suspek campak dilakukan pengambilan spesimen

serum 1 cc dari darah 3-5 cc.

  Menjemput spesimen ke klinik.

  Melakukan pelacakan di sekitar rumah atau ke sekolah

 penderita untuk mencari kasus tambahan.

Page 38: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 38/70

29 

5.  Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Memiliki peran yaitu:

  Merekap atau mencatat data kasus yang dilaporkan oleh

 puskesmas serta menganalisis.

  Memeberikan data kasus tersebut kepada pusat.

  Memberikan hasil pemeriksaan spesimen atau umpan

 balik kepada pihak puskesmas.

Pelaporan data dilakukan setiap tanggal 15 setiap bulan. Setelah

dilakukan pelaporan dan pencatatan kasus campak, maka dilakukan

 pengiriman spesimen. Berikut adalah alur pengiriman spesimen

yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Gambar 4.2 Alur Pengiriman Spesimen

3.  Output

Output atau luaran dari kegiatan penguatan surveilans campak

(ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan analisis

yang dilakukan oleh tim surveilans Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur ada beberapa macam. Berikut adalah penemuan kasus

campak per tahun di Kabupaten Sidoarjo tahun 2011- 2015.

Page 39: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 39/70

30 

Gambar 4.3 Penemuan Kasus Campak di Sidoarjo Per Tahun

Berdasarkan grafik di atas, dapat disimpulkan jika kasus campak

yang dilaporkan pada tahun 2015 merupakan yang terbanyak

dengan jumlah kasus 538. Penemuan kasus campak tersebut belum

dilakukan uji spesimen di laboratorium. Setelah dilakukan uji

laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 4.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2011

Berdasarkan gambar di atas, dari 15 kasus yang diuji spesimen

didapatkan hasil jika CL (Campak Lab) merupakan hasil

0

100

200

300400

500

600

Tahun

2011Tahun

2012Tahun

2013Tahun

2014Tahun

2015

152

2 58

538

CL

80%

RL

7%NL

13%

Equivocal

0%

Pending

0%

Tahun 2011

Page 40: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 40/70

31 

 pemeriksaan paling banyak dengan presentase 80%. Sedangkan

tidak ditemukan hasil pemeriksaan laboratorium pending dan

equivocal.

Gambar 4.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2012

Berdasarkan gambar 4.5, CL (Campak Lab) maupun NL (Negatif

Lab) memiliki presentase yang sama yaitu sebesar 50%. Seperti

halnya tahun 2011, tidak ditemukan hasil pemeriksaan

laboratorium pending dan equivocal. Jumlah kasus yang dilakukan

uji spesimen sebanyak 2.

CL

50%

RL

0%

NL

50%

Equivocal

0%

Pending

0%

Tahun 2012

Page 41: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 41/70

32 

Gambar 4.6 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2013

Pada gambar di atas terlihat jika hasil pemeriksaan laboratorium

tidak ditemukan CL (Campak Lab). Namun, hasil pemeriksaan

laboratorium menunjukkan jka NL (Negatif Lab) dan RL (Rubella

Lab) memiliki presentase yang sama sebesar 50%. Jumlah

spesimen yang diperiksa sebanyak 2 kasus.

Gambar 4.7 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2014

CL

0%

RL

50%

NL

50%

Equivocal

0%

Pending

0%

Tahun 2013

CL

66%

RL

0%

NL

7%

Equivocal

0%

Pending

27%

Tahun 2014

Page 42: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 42/70

33 

Berdasarkan gambar di atas, hasil pemeriksaan CL (Campak Lab)

memiliki presentase paling banyak (66%), sedangkan Equivocal

dan RL (Rubella Lab) tidak ditemukan dalam hasil pemeriksaan

tersebut. Kasus yang dilakukan uji spesimen sebanyak 59.

Gambar 4.8 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tahun 2015

Berdasarkan gambar di atas, hasil pemeriksaan CL (Campak Lab)

sebesar 3%. Sedangkan NL (Negatif Lab) menunjukkan hasil

 peling banyak dengan presentase sebesar 45%. Jumlah kasus yang

dilakukan uji spesimen pada tahun 2015 sebesar 367. Berikut

disajikan diagram hasil pemeriksaan laboratorium tahun 2011-

2015.

CL

3%

RL

44%

NL

45%

Equivocal

8%

Pending

0%

Tahun 2015

Page 43: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 43/70

34 

Gambar 4.9 Hasil Pemeriksaan Lab per Tahun

Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan jika hasil

 pemeriksaan CL (Campak Lab) atau positif campak paling banyak

 pada tahun 2014 dengan jumlah 39 kasus. Namun, pada tahun 2015

 jumlahnya menurun menjadi 11 kasus. Hasil pemeriksaan NL

(Negatif Lab) mengalami peningkatan signifikan dan paling banyak

 pada tahun 2015 dengan jumlah 165 kasus. Sedangkan RL (Rubella

Lab) juga paling banyak ditemukan tahun 2015. Secara

keseluruhan, dapat disimpulkan setelah diadakan program

 penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS), jumlah kasus

yang dilaporkan dan dilakukan uji spesimen mengalami

 peningkatan dan didapatkan hasil campak positif (CL) mengalami

 penurunan. Hal tersebut didukung dengan jumlah NL (Negatif Lab)

yang semakin mengalami peningkatan begitu pula kasus RL

(Rubella Lab) yang mempunyai diagnosis mirip campak. Sehingga

0

20

40

60

80

100

120140

160

180

2011 2012 2013 2014 2015

121 0

39

112 1 1 4

165

1 0 1 0

162

CL

NL

RL

Page 44: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 44/70

35 

 pada intinya setelah dilakukan uji laboratorium, diagnosis mirip

campak bukan merupakan kasus campak.

Tabel 3.2 Capaian Penemuan Kasus bukan Campak di Kabupaten

Sidoarjo tahun 2013-2015.

Rate kasus

bukan

campak

Target Capaian

2013

Capaian

2014

Capaian

2015

≥ 2/100.000

 populasi

0,04/

100.000

 populasi

0,18/

100.000

 populasi

7,67/

100.000

 populasi

Tabel di atas, menunjukkan capaian minimal penemuan kasus

 bukan campak di Kabupaten Sidoarjo. Berikut disajikan dalam

diagram batang untuk melihat peningkatan yang terjadi.

Gambar 4.10 Rate Kasus bukan Campak di Kabupaten Sidoarjo

Dari gambar di atas, terlihat jelas setelah adanya kegiatan

 penguatan surveilans campak ( ENHANCED CBMS), penemuan

kasus bukan campak mengalami kenaikan yang sangat

signifikan pada tahun 2015 dari 0,18/ 100.000 populasi menjadi

0,04 0,18

7,67

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

2013 2014 2015

    /   1   0   0 .

   0   0   0    p

   o   p   u    l   a   s   i

capaian tahun

rate kasus

bukan campak

Page 45: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 45/70

36 

7,67/ 100.000 populasi atau meningkat sebanyak 42,6 kali lipat.

Capaian tahun 2015 tersebut berhasil melampaui target yaitu ≥

2/100.000 populasi.

Kasus campak berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa

(KLB). Pada tahun 2014, ada beberapa kabupaten atau kota

yang tersebar di Provinsi Jawa Timur mengalami KLB campak.

Berikut adalah distribusi kejadian KLB campak.

Gambar 4.11 Distribusi KLB Campak di Provinsi Jawa Timur Tahun

2014

Berdasarkan diagram di atas, pada tahun 2015 Kabupaten Sidoarjo

menyumbang kasus campak paling banyak yaitu 5 kasus dari total 23

kasus.

4.1.2  Prioritas Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan dalam kegiatan

 penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS) di Sidoarjo

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2011 2012 2013 2014 2015

30

18

26

47

23

Page 46: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 46/70

37 

menghasilkan beberapa masalah utama. Beberapa masalah yang

muncul, yaitu:

1. 

Cakupan kasus diambil spesimen di Sidoarjo hanya 68,09 %.

2.  Belum 100% puskesmas melakukan CBMS

3.  Ketepatan laporan puskesmas (C1) belum mencapai target yang

ditentukan.

4. 

Laporan puskesmas (C1) tidak rutin per bulan dikirim ke Provinsi.

5.  Data kasus campak yang dikirim ke BBLK tidak sama dengan yang

dikirim ke Provinsi.

Setelah ditemukan beberapa masalah utama yang muncul, maka

diperlukan adanya penentuan prioritas masalah. Prioritas masalah

menggunakan metode CARL dan dilakukan dengan memberikan

kuisioner kepada 3 orang responden surveilans PD3I di seksi P3PMK

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, selanjutnya dilakukan skoring

dan perhitungan rata- rata dari ketiga responden tersebut. Rata- rata

yang paling besar dijadikan prioritas masalah. Berikut adalah hasilnya:

Tabel 3.3 Hasil Penentuan Prioritas Masalah Menggunakan CARL

No. Masalah Respon

den

Skor Total Rata-

rata

Ranking

C A R L

1. Cakupan kasus diambil

spesimen di Sidoarjo hanya

68,09% .

1 4 3 3 4 144

136 42 4 2 3 3 72

3 4 3 4 4 192

2. Belum 100% puskesmas

melakukan CBMS

1 4 3 3 4 144

232,67 12 3 2 3 3 54

3 5 4 5 5 500

3. Ketepatan laporan 1 4 3 3 4 144

Page 47: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 47/70

38 

Puskesmas (C1) 2 3 3 2 4 72

108 53 3 3 3 4 108

4. Laporan Puskesmas (C1)

tidak rutin per bulandikirim ke Provinsi.

1 5 3 3 4 180

182,67 22 2 3 2 4 48

3 4 4 4 5 320

5. Data kasus campak yang

dikirim ke BBLK tidak

sama dengan yang dikirim

ke Provinsi.

1 4 3 3 4 144

144 32 2 3 2 4 48

3 4 4 3 5 240

Berdasarkan tabel di atas, yang menjadi prioritas masalah dalam

 pelaksanaan kegiatan penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS) di

Sidoarjo adalah belum 100% puskesmas melakukan CBMS.

4.1.3  Analisis Penyebab Masalah

Berdasarkan prioritas masalah di atas, selanjutnya dilakukan analisis

 penyebab masalah. Penentuan analisis penyebab masalah dilakukan dengan

diskusi kepada petugas surveilans di seksi P3PMK Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur. Penyebab masalah disajikan dengan pohon masalah. Berikut

disajikan analisis penyebab masalah menggunakan pohon masalah.

Page 48: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 48/70

39 

Gambar 4.12 Penentuan Pen ebab Masalah

Page 49: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 49/70

40 

4.1.4  Alternatif Solusi Masalah

Setelah ditemukan penyebab akar masalah, maka harus ditentukan

alternatif solusi dari penyebab akar masalah tersebut. Berikut

adalah alternatif solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi

masalah belum 100% puskesmas yang melakukan CBMS di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 antara lain:

1.  Dinas kesehatan Kabupaten Sidoarjo menetapkan jadwal

rutin untuk mengadakan supervisi ke puskesmas maupun

 praktek dokter swasta.

2.  Dinas Kesehatan Kabupaten mengadakan up greading

terkait CBMS  kepada pimpinan dan petugas surveilans

 puskesmas di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

3. 

Optimalisasi peran Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo. Hal

tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen kerja

sama antara puskesmas dengan praktek dokter swasta

maupun kader posyandu dalam mencari kasus campak.

4.2 Pembahasan

4.2.1 

Identifikasi Masalah Kegiatan Penguatan Campak

(ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo tahun 2015.

Identifikasi masalah yang dilakukan dalam kegiatan

 penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS) di Kabupaten

Sidoarjo tahun 2015 berpatokan pada indikator yang telah

ditetapkan oleh WHO dalam buku panduan.

Page 50: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 50/70

41 

Masalah adalah adanya kesenjangan atau  gab antara

harapan dan realita atau kenyataan (Supriyanto, 2010). Identifikasi

masalah dalam kegiatan penguatan campak (ENHANCED CBMS)

di Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 dilakukan dengan pendekatan

sistem (input, prosess, output).

1. 

Identifikasi Masalah pada Input.

Permasalahan yang terjadi pada input adalah:

a.  Cakupan kasus yang diambil spesimen di Sidoarjo

tahun 2015 hanya 460 kasus (68,09%), sedangkan C1

yang dilaporkan sebanyak 725 kasus. Hal tersebut juga

 belum sesuai dengan target yang ditetapkan WHO

dalam buku panduan yaitu kasus tersangka campak

yang diperiksa IgM sebanyak ≥80%. Pengambilan

spesimen merupakan hal yang penting dalam

menentukan kasus campak. Hal tersebut dikarenakan

 banyak diagnosis mirip campak (Kemenkes, 2012).

Pengambilan spesimen campak harus dilakukan oleh

 petugas kesehatan terlatih dan sesuai prosedur.

Prosedur pengambilan spesimen dilaksanakan pada

rentang waktu 4 hingga 28 hari setelah rash.  Namun,

 pengambilan spesimen sesuai prosedur tersebut sulit

dilakukan karena harus meminta kasus kembali ke

 pelayanan kesehatan 4 hari setelah rash sehingga

 pengambilan spesimen dilakukan pada saat pertama

Page 51: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 51/70

42 

rash. Hal tersebut mengakibatkan spesimen yang

diambil tidak adekuat. Spesimen yang telah diambil

selanjutnya dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

Apabila jumlah cakupan kasus yang diperiksa spesimen

sedikit dan spesimen tidak adekuat akan menyebabkan

 penemuan kasus bukan campak juga rendah.

 b. 

Dana (money). Dana yang digunakan dalam kegiatan

 penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS)

ini sifatnya terbatas, tidak mengikat dan sewaktu  –  

waktu dapat dihentikan karena hanya merupakan

Bantuan dari Luar Negeri (BLN) untuk inisiasi

kegiatan. Oleh karena itu perlu pendampingan dana

 pemerintah. Pada tahun 2014, dana Bantuan Luar

 Negeri (BLN) WHO mengalami keterlambatan hingga

 bulan November 2014. Hal tersebut menyebabkan pada

tahun 2014, konfirmasi laboratorium pada spesimen

tersangka campak di Kabupaten Sidoarjo hanya sebesar

24,35%. Masalah  dana  dalam kegiatan penguatan

surveilans campak (ENHANCED CBMS) ini tidak ada

alokasi dana BOK dari puskesmas. Hal tersebut

merupakan salah satu hambatan dalam pengambilan

dan pengiriman spesimen serta pencarian kasus

campak. Berdasarkan buku pedoman, investigasi kasus

ke lapangan untuk mencari kasus tambahan atau dalam

Page 52: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 52/70

43 

rangka pengambilan spesimen seharusnya dapat

dibiayai dari dana BOK. Masalah dana merupakan

masalah yang kompleks dan ada peraturan tertentu

yang mengaturnya.

c.  Sarana (material). Dalam kegiatan penguatan

surveilans campak (ENHANCED CBMS) ini

diperlukan ketersediaan reagen untuk uji spesimen.

 Namun pada kenyataannya, reagen yang dibutuhkan

tidak tersedia di laboratorium. Hal tersebut merupakan

hambatan dalam penemuan kasus bukan campak dan

 pengiriman spesimen. Apabila tidak ada reagen untuk

menguji spesimen, maka tidak akan ada hasil

laboratorium yang dikirim ke pihak puskesmas.

d. 

Sumber Daya Manusia ( Man). Kegiatan penguatan

surveilans campak (ENHANCED CBMS) ini

melibatkan semua pihak atau lintas sektor seperti

 puskesmas maupun fasilitas pelayanan kesehatan

swasta seperti praktek dokter umum. Berdasarkan

(Depkes RI, 2003), setiap puskesmas wajib memiliki 1

tenaga epidemiologi terampil. Tenaga epidemiologi

terampil tersebut berperan sebagai petugas surveilans.

Pada kenyataannya, petugas surveilans di puskesmas

 juga merangkap tugas. Menurut (Maharani, 2013)

sebanyak 94% petugas surveilans di puskesmas juga

Page 53: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 53/70

44 

memiliki tugas di bidang selain surveilans. Pada

 puskesmas, diperlukan adanya penyebaran informasi

oleh petugas surveilans maupun pimpinan yang telah

mengikuti sosialisasi tentang CBMS agar semua

 petugas dapat berperan dalam kegiatan penguatan

surveilans campak ini. Diperlukan juga adanya tenaga

kesehatan terlatih dalam pengambilan spesimen yang

sesuai prosedur. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan dengan petugas surveilans di seksi P3PMK,

ketika dilakukan supervisi terdapat praktek dokter

swasta yang tidak melaporkan penemuan kasus

campak. Padahal dokter tersebut telah mengikuti

 pelatihan sebelumnya.

2. 

Identifikasi Masalah pada Proses.

a.  Ketepatan laporan puskesmas (C1) belum mencapai

target. Ketepatan yang dimaksud adalah berdasarkan

data yang telah dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi,

data belum lengkap. Hal tersebut terlihat pada form C1,

di mana hasil akhir campak berdasarkan pemeriksaan

laboratorium tidak diketahui.

 b.  Laporan puskesmas (C1) tidak rutin per bulan dikirim

ke Provinsi. Berdasarkan proses yang seharusnya,

laporan puskesmas dikirim setiap tanggal 15 per bulan.

 Namun pada kenyataannya, laporan tdak secara rutin

Page 54: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 54/70

45 

dikirim ke Provinsi. Hal tersebut membuat laporan

yang dikirim ke pusat juga mengalami keterlambatan.

3. 

Identifikasi Masalah pada Output.

a.  Data kasus campak yang dikirim ke BBLK tidak sama

dengan yang dikirim ke Provinsi. Berdasarkan diskusi

yang dilakukan, hal tersebut sering terjadi. Perbedaan

yang sering terjadi adalah penulisan nomor

epidemiologi dan nama kasus tidak terdaftar pada

BBLK. Sehingga, petugas surveilans Dinas Kesehatan

harus merekap kembali hasil laboratorium yang dikirim

BBLK. Hasil laboratorium tersebut akan dikirim ke

 pusat. Hasil laboratorium tersebut dituliskan dalam

form khusus yaitu C1. Nomor Epidemiologi adalah

nomor atau kode yang digunakan untuk penulisan kasus

campak pada puskesmas. Nomor Epidemiologi tersebut

terdiri dari 12 digit yang mewakili Kode Provinsi, kode

Kabupaten, kode puskesmas, tahun dan kasus.

Penomoran Epidemiologi misalnya 1310202315007.

4.2.2 

Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah menggunakan metode CARL,

dari ketiga responden memberikan prioritas masalah yang berbeda.

Pada responden pertama, yang menjadi masalah utama

dalam kegiatan penguatan surveilans campak (ENHANCED

Page 55: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 55/70

46 

CBMS) di Kabupaten Sidoarjo adalah laporan puskesmas (C1)

tidak rutin per bulan dikirim ke Provinsi.

Menurut responden kedua, yang menjadi masalah utama

adalah cakupan kasus diambil spesimen di Sidoarjo hanya 68,09%.

Sedangkan menurut responden ketiga yang menjadi masalah utama

adalah belum 100% puskesmas yang melakukan CBMS.

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari ketiga responden,

kemudian dilakukan rata- rata sehingga diperoleh prioritas masalah

yaitu belum 100% puskesmas yang melakukan CBMS. Hal

tersebut didasari dari data yang diperoleh jika dari 26 puskesmas

yang ada di Kabupaten Sidoarjo, hanya 24 puskesmas yang telah

menemukan kasus dengan penomoran Epidemiologi. Hal tersebut

menjadi perhatian karena, seharusnya semua puskesmas

melakukan CBMS, mengingat semua puskesmas sudah mengikuti

 pelatihan tentang penguatan surveilans campak (ENHANCED

CBMS).

4.2.3  Analisis Penyebab Masalah

Analisis penyebab masalah menggunakan pohon masalah.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapatkan akar

masalah yang menyebabkan belum 100% puskesmas di Kabupaten

Sidoarjo melakukan CBMS yaitu:

1. 

Kuantitas dan kualitas supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten

kurang. Yang dimaksud dalam hal ini adalah, Dinas Kesehatan

Kabupaten tidak secara rutin memantau jalannya kegiatan

Page 56: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 56/70

47 

 penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS) di puskesmas

maupun praktek dokter swasta. Kegiatan supervisi tersebut

 bermanfaat untuk memantau apakah semua kasus campak tercatat

dan terlaporkan. Selain itu, kegiatan supervisi rutin bertujuan untuk

mengatasi jika terjadi hambatan dalam proses penguatan surveilans

campak tersebut. Berdasarkan diskusi dari petugas surveilans seksi

P3PMK, ketika dilakukan supervisi pernah terdapat kasus campak

yang tidak terlaporkan. Sedangkan yang melakukan pemeriksaan

adalah dokter yang mengikuti pelatihan kegiatan penguatan

campak (ENHANCED CBMS).

2.  Pengetahuan pimpinan tentang pentingnya CBMS kurang. Hal

tersebut terlihat dari 2 puskesmas yang tidak melaporkan kasus.

3.  Reagen tidak tersedia. Hal tersebut menyebabkan hasil

laboratorium dari spesimen yang dikirim oleh puskesmas sering

terlambat diterima. Kabupaten Sidoarjo mengirim hasil spesimen

ke BBLK Surabaya. BBLK kemudian melakukan pemeriksaan

apakah positif campak atau tidak. Hasil pemeriksaan atau umpan

 balik tersebut sering terlambat diterima. Keterlambatan tersebut

menyebabkan pengobatan dan pencatatan kasus campak di

 puskesmas juga terlambat. Hasil pemeriksaan dari laboratorium

 bisa berupa NL (Negatif laboratorium) yang artinya tidak

menderita campak, RL (Rubella Laboratorium) artinya positif

menderita Rubella, CL, Equivocal dan pending. Hasil laboratorium

Page 57: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 57/70

48 

tersebut selanjutnya akan dikirim ke pusat sebagai bahan

rekomendasi.

4. 

Tidak aktif melakukan pencarian kasus. Hal tersebut berhubungan

erat dengan dana (money). Selama ini, pencarian kasus campak di

masyarakat tidak ada dukungan dana. Sehingga petugas surveilans

 puskesmas hanya mencatat kasus campak yang berobat ke fasilitas

 pelayanan kesehatan.

5.  Kurangnya dukungan dana untuk pengambilan dan pengiriman

spesimen ke kabupaten. Dana BOK puskesmas tidak dapat cair.

Hal tersebut merupakan salah satu hambatan dalam pencarian

kasus campak. Apabila ada dukungan dana, maka pencarian kasus

campak di masyarakat dapat meningkat. Berdasarkan buku

 pedoman, investigasi kasus ke lapangan untuk mencari kasus

tambahan atau dalam rangka pengambilan spesimen seharusnya

dapat dibiayai dari dana BOK. Selama ini, kegiatan pengambilan

dan pengiriman spesimen didanai oleh WHO sebagai BLN

(Bantuan Luar Negeri). Masalah dana merupakan masalah yang

kompleks karena menyangkut kebijakan dan peraturan tersendiri.

Sehingga masalah dana yang tidak dialokasikan tersebut tidak

dapat dilakukan intervensi.

4.2.4  Alternatif Solusi

Berdasarkan akar masalah yang ditemukan, ada beberapa alternatif

solusi yang diberikan. Adapun alternatif solusi tersebut adalah:

Page 58: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 58/70

49 

1.  Dinas kesehatan Kabupaten Sidoarjo menetapkan jadwal rutin

untuk mengadakan supervisi ke puskesmas maupun praktek

dokter swasta. Hal ini penting dilakukan untuk dapat memantau

 penemuan kasus campak di puskesmas dan praktek dokter

swasta. Selain itu, supervisi dilakukan untuk melihat apakah

kegiatan penguatan surveilans campak (ENHANCED CBMS)

sudah terlaksana. Jadwal rutin tersebut sebaiknya dilaksanakan

setiap bulan maupun tiga bulan sekali. Solusi tersebut diberikan

karena kurangnya kualitas dan kuantitas supervisi yang

dilakukan oleh Dinas Kabupaten Sidoarjo.

2.  Dinas Kesehatan Kabupaten mengadakan up greading terkait

CBMS  kepada pimpinan dan petugas surveilans puskesmas di

wilayah Kabupaten Sidoarjo. Kegiatan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya CBMS dan  juga

 berguna untuk meningkatkan motivasi petugas surveilans dalam

menemukan bekerja. Selain up greading   diperlukan pula

sosialisasi atau pertemuan terkait CBMS untuk menambah

 pengetahuan para pemimpin dan petugas surveilans puskesmas.

Selama ini, Dinas Kesehatan Provinsi hanya sekali dalam

setahun menyelenggarakan sosialisasi surveilans dan dari pusat

tidak ada kegiatan pelatihan nasional terkait CBMS.

3. 

Optimalisasi peran Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo. Hal

tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen kerja

sama antara puskesmas dengan praktek dokter swasta maupun

Page 59: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 59/70

50 

kader posyandu dalam mencari kasus campak. Namun, dalam

 pelaksanaannya kegiatan untuk mencari kasus campak ini tidak

didukung oleh dana yang ada. Sehingga, proses penemuan kasus

campak selama ini hanya menunggu pasien yang berobat ke

 pelayanan kesehatan.

Page 60: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 60/70

 

51 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 

5.1 

Kesimpulan

Kesimpulan dari studi tentang gambaran Pelaksanaan Kegiatan Penguatan

Surveilans Campak ( ENHANCED CBMS)  di Kabupaten Sidoarjo Tahun

2015 antara lain:

1.  Identifikasi masalah yang dilakukan menemukan beberapa masalah

yaitu:

  Cakupan kasus diambil spesimen di Sidoarjo hanya 68,09 %.

  Belum 100% puskesmas melakukan CBMS.

  Ketepatan laporan puskesmas (C1) belum mencapai target yang

ditentukan.

  Laporan puskesmas (C1) tidak rutin per bulan dikirim ke

Provinsi.

  Data kasus campak yang dikirim ke BBLK tidak sama dengan

yang dikirim ke Provinsi.

2.  Prioritas masalah yang dilakukan dengan metode CARL didapatkan

hasil yaitu belum 100% puskesmas melakukan CBMS.

3. 

Akar masalah yang muncul dengan menggunakan pohon masalah

antara lain:

  Kuantitas dan kualitas supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten

kurang.

  Pengetahuan pimpinan tentang pentingnya CBMS kurang.

  Reagen tidak tersedia.

Page 61: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 61/70

52 

  Tidak aktif melakukan pencarian kasus.

  Kurangnya dukungan dana untuk pengambilan dan pengiriman

spesimen ke kabupaten.

4.  Alternatif solusi yang dapat diberikan antara lain:

  Dinas kesehatan Kabupaten Sidoarjo menetapkan jadwal rutin

untuk mengadakan supervisi ke puskesmas maupun praktek

dokter swasta.

  Dinas Kesehatan Kabupaten mengadakan up greading terkait

CBMS  kepada pimpinan dan petugas surveilans puskesmas di

wilayah Kabupaten Sidoarjo.

  Optimalisasi peran Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo. Hal

tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen kerja sama

antara puskesmas dengan praktek dokter swasta maupun kader

 posyandu dalam mencari kasus campak.

5.2  Saran 

Saran yang direkomendasikan dalam pelaksanaan kegiatan penguatan

surveilans campak (ENHANCED CBMS) di Kabupaten Sidoarjo antara

lain:

1. 

Menjalin komitmen kerjasama dan dukungan lintas sektor seperti

 pusat, pemerintah daerah, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan

setempat, BBLK, praktik dokter swasta, kader posyandu terkait

 penemuan kasus campak dan pembiayaan dana keberlanjutan kegiatan

tersebut.

Page 62: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 62/70

53 

1.  Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan

supervisi rutin setiap bulan ke puskesmas dan praktek

dokter swasta agar semua kasus campak dapat tercatat dan

terlaporkan.

2.  Frekuensi evaluasi atau progres report  jangan terlalu lama.

Misalnya dilakukan setiap tiga bulan sekali. Hal tersebut

untuk melihat apabila ada kelemahan atau hambatan dalam

kegiatan penguatan surveilans campak (ENHANCED

CBMS) dapat segera ditangani.

Page 63: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 63/70

 

54 

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak ( Enhanced

CBMS) 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dirjen P2PL. 2003. Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP).

Departemen Kesehatan RI Jakarta.

Dinkes Kota Surabaya. 2011. Laporan Tahunan Campak.

Hindri, Asmoko.  Memahami Analisis Pohon Masalah. Accessed

http://www.bppk.depkeu.go.id/bdpimmagelang/images/unduh/memaham

iananlisispohonmasalah.pdf

Kemenkes RI. 2012.  Petunjuk Teknis Surveilans Campak.  Jakarta: Direktorat

Jendral PP dan PL.

Kemenkes RI. 2013.  Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Maharani, B.E. 2013. Evaluasi Sistem Surveilans Epidemiologi Campak di Dinas

Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012. Skripsi. Surabaya: UniversitasAirlangga.

Murti, B. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. 2 nd ed. Bandung: Remaja

Rodaskarya.

 NSW Goverment. 2015 acessed in

http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/public

ation-pdfs/parenting/8400/doh-8400-ind.pdf

Rampengan, T.H. 2005. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 2nd ed. Jakarta: Buku

Kedokteran ECG.

Supriyanto, Stefanus. 2010.  Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan.

Surabaya: Airlangga Press.

SEARO. 2011. Third Phase Measles Follow- Up Campaign In Indonesia.

http://ino.searo.who.int/EN/Section4/Section12_314.htm

SEARO. 2013.  Measles Elimination  by  2020. http://www.searo.

who.int/mediacentre//releases/2013/pr1565/en

WHO. 2013. Measles. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/

Page 64: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 64/70

 

Lampiran 1.

Page 65: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 65/70

 

Lampiran 2

Form Penentuan Prioritas Masalah dalam Pelaksanaan Kegiatan Penguatan

Surveilans Campak (ENHANCED CBMS)  di Kabupaten Sidoarjo Tahun

2015.

No

.

Masalah Skor Hasil

CxAxRxL

Ranking

C A R L

1. Cakupan kasus diambil

spesimen di Sidoarjo hanya

68,09% .

2. Belum 100% Puskesmas

melaksanakan CBMS.3. Ketepatan laporan Puskesmas

(C1)

4. Laporan Puskesmas (C1) tidak

rutin per bulan dikirim ke

Provinsi.

5. Data kasus campak yang

dikirim ke BBLK tidak sama

dengan yang dikirim ke

Provinsi.

Keterangan:

Page 66: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 66/70

 

Lampiran 3.

Form C1 (INDIVIDUAL MEASLES)

Y ea rs Month

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1

2

3

4

5

6

7

8

Addres s PH C Sub D is tri ct D is tri ct Provi nc e

Age

No Epid No. Outbreak No* NameName of

Parent Fever Rash Serum UrineMeasleas

IgM

Rubella

IgM

Virus

Isolation

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27  

Date of Lab. ResultVitamin

A

Final

Clasification

Date of

Investigation

Date of

Last

Vaccine

Date of Onset Date of

Report

Received

SexVaccine

DosesOutcome

Page 67: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 67/70

 

Lampiran 4.

Page 68: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 68/70

 

Lampiran 5.

Lembar Catatan Kegiatan dan Absensi Magang

 Nama Mahasiswa : Mei Linda Setiorini

 NIM : 101211131202

Tempat Magang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Tanggal Kegiatan

Paraf

Pembimbing

Instansi

Minggu ke-1

1 Februari 2016   Mengikuti Apel di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur.  Mengikuti pengarahan yang diberikan

oleh Pak Bambang selaku

Pembimbing Lapangan di seksi

P3PMK.

  Melakukan entry data kasus campak

individu di Jawa Timur tahun 2015-

2016.

  Mempelajari Nomor Epid, kasus

campak di Jawa Timur yang

disampaikan Pak Suradi.

2 Februari 2016  

Mengikuti Apel di Dinas KesehatanProvinsi Jawa Timur.

  Berkenalan dengan staff Surveilans,

Bendahara dan PTM di seksi P3PMK.

  Melakukan entry data laporan STP diJawa Timur.

  Mengisi  form  umpan balik dan STP

 berdasarkan data KLB yang sudah di

entry.

  Membaca buku atau modul tentang

surveilans campak.3 Februari 2016   Mengikuti Apel di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur.

  Belajar tentang program KIPI di JawaTimur dengan dr. Retty.

  Entry data KIPI non serius 2015.

4 Februari 2016   Mengikuti Apel di Dinas KesehatanProvinsi Jawa Timur.

  Belajar tentang EWARS dengan Mbak

Wulan.

 

Membaca buku yang berjudul

Page 69: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 69/70

 

Tanggal Kegiatan

Paraf

Pembimbing

Instansi

Minggu ke-3

15 Februari 2016   Melanjutkan rekap hasil pemeriksaan

campak.

  Supervisi Dosen pembimbing MagangFakultas.

“Surveilans Epidemiologi Penyakit

(PEP)”. 

5 Februari 2016   Mengikuti Apel di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur.

 

Mendapat tambahan penjelasan terkaitEWARS dari Mbak Wulan.

  Entry data laporan kegiatan P3K.

  Belajar tentang Penanggulangan

Bencana.

   Entry data penyakit yang diderita oleheks- Gafatar di pengungsian.

  Membantu menyiapkan undangan

 pertemuan evaluasi P3PMK.

Minggu ke-2

9 Februari 2016 

Mengikuti Apel di Dinas KesehatanProvinsi Jawa Timur.

  Membuat artikel kesiapsiagaan

 bencana Gunung Bromo Probolinggo.

  Konsultasi tentang artikel

kesiapsiagaan bencana Gunung Bromo

Probolinggo kepada Bu Evi.

  Melakukan entry data Offline 

Surveilans PTM berbasis FKTP.

10 Februari 2016   Mengikuti Apel di Dinas KesehatanProvinsi Jawa Timur.

 

Melanjutkan entry data Offline Surveilans PTM berbasis FKTP.

  Melakukan rekap  data laporan rutin

PTM. 

11 Februari 2016   Konsultasi tentang judul topik magangdengan Pak Bambang.

  Melanjutkan rekap data laporan rutin

PTM.

12 Februari 2016   Belajar tentang kegiatan Surveilans

PTM.

 

Belajar tentang “ ENHANCED”  program campak.

   Entry data laporan hasil pemeriksaan

campak.

Page 70: Mei Linda_101211131202

8/17/2019 Mei Linda_101211131202

http://slidepdf.com/reader/full/mei-linda101211131202 70/70

 

16 Februari 2016   Mengikut supervisi ke Dinas KotaProbolinggo dan KKP (Kesehatan

Keselamatan Pelabuhan) Kota

Probolinggo terkait PHEIC ( Public

 Health Emergance of InternationalConcent ).

17 Februari 2016   Mengikuti upacara di Dinkes Provinsi

Jatim.

  Melakukan verifikasi rekruitmen

PKHI (Petugas Kesehatan Haji

Indonesia) tahun 2016.

  Belajar tentang kasus CBMS di Jawa

Timur.

18 Februari 2016   Melanjutkan verifikasi rekruitmen

PKHI (Petugas Kesehatan HajiIndonesia) tahun 2016.

  Mengikuti presentasi tentang campakdi Puskesmas Jagir.

19 Februari 2016   Melakukakan CARL kepada staf diseksi P3PMK.

  Melakukan validasi rekruitmen PKHI

(Petugas Kesehatan Haji Indonesia)

tahun 2016.