Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

download Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

of 29

Transcript of Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    1/82

     

    SKRIPSI

    PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN

    DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)

    TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III

    Penelitian Eksperimental Laboratorium

    ANGELINE ROSA HARTONO

    2012.04.0.0054

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HANG TUAH

    SURABAYA

    2016

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    2/82

     

    SKRIPSI

    PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN

    DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)

    TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III

    Penelitian Eksperimental Laboratorium

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Kedokteran pada Fakultas Kedokteran

    Universitas Hang Tuah

    ANGELINE ROSA HARTONO

    2012.04.0.0054

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HANG TUAH

    SURABAYA

    2016

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    3/82

     

    i

    PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, bebas plagiat, semua sumber

    baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

     Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi saya, maka

    saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-

    undangan.

    Surabaya,

     Angeline Rosa Hartono

    2012.04.0.0054

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    4/82

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    5/82

     

    iii

    SKRIPSI

    PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN

    DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)

    TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III

    Penelitian Eksperimental Laboratorium

     Angeline Rosa Hartono

    2012.04.0054

    Mengesahkan,

    Ketua Penguji

    Riami, dr., M. Kes

    NIK. 01213

    Penguji II

    Erina Yatmasari, dr., M. Kes

    NIK. 01194

    Penguji I

    Eva Pravitasari Nefertiti, dr., Sp. PA

    NIK. 01452

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    6/82

     

    iv

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

    penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

    skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN DAUN

    KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L) TERHADAP KEMATIAN LARVA

     Aedes aegypti  L INSTAR III”.

    Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

    sarjana kedokteran S1. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis

    menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa terlepas

    dari peranan, bantuan, bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak

    sehingga penulis dapat mengatasi hambatan dan kendala yang timbul.

    dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan rendah hati penulis

    menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Sakti Hoetama, dr, Sp. U, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta staf yang

    telah membantu dan memfasilitasi penulis selama mengikuti

    pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang TuahSurabaya.

    2. Sri Rukmini, dr, Sp. THT selaku wakil dekan I Fakultas

    Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta

    staf yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama

    mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang

    Tuah Surabaya.

    3. Budiarto Adiwinoto, dr., Sp. PK., selaku Wakil Dekan II FakultasKedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta

    staf yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama

    mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang

    Tuah Surabaya.

    4. Prajogo Wibowo, dr., M. Kes, selaku Wakil Dekan III Fakultas

    Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta

    staf yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    7/82

     

    v

    mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang

    Tuah Surabaya.

    5. Erina Yatmasari, dr., M. Kes selaku dosen pembimbing. Terima

    kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dalam memberikan

    bimbingan, nasihat, saran, ide, dan perbaikan yang sangat

    berharga dalam proses penyusunan skripsi ini di sela-sela

    kesibukan beliau.

    6. Riami, dr., M. Kes dan Eva Pravitasari Nefertiti, dr., Sp. PA

    selaku dosen penguji skripsi, terima kasih atas waktu yang

    telah diluangkan, serta saran dan ide yang diberikan selama

    sidang skripsi.

    7. R. Varidiyanto Yudo Tj, dr, M. Kes selaku dosen wali. Terima

    kasih telah menyetujui tema karya tulis ini dan membimbing

    saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran

    Universitas Hang Tuah Surabaya.

    8. Orang tua tercinta Hartono dan Melyana Hermanto, serta adik

    tersayang Sebastian Felix Hartono, dan Alexander William

    Hartono. Terima kasih banyak atas dukungannya baik secaramoril, material, dan doa-nya sehingga saya mampu

    menyelesaikan karya tulis ini.

    9. Yang terkasih Yudi Kristanto, yang telah memberikan

    dukungan, bantuan, waktu, semangat dan doa sehingga saya

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    10. Debora Renata, Reski Chandra dan Reza Muliyanto, sebagai

    rekan satu kelompok yang sama-sama dibimbing oleh dr. ErinaYatmasari. Terima kasih banyak atas bantuan, kekompakan

    dan kerjasamanya selama ini, sehingga saya dapat

    menyelesaikan karya tulis ini.

    11. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

    Surabaya angkatan 2012 khususnya Stefani Dewi Widodo,

    Claudia Sandra Kuncoro, Christabela Dwiutami Tanto, Della

    Valeria Sutanto, Felicia Liemanjutak, Antonius Rico Andreawan,

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    8/82

     

    vi

     Andrew Santoso yang selalu membantu, memberikan motivasi

    dan semangat serta mengingtkan agar skripsi ini dapat

    terselesaikan tepat waktu.

    12. Kepada teman-teman kelompok tutorial 7 yang telah menjadi

    sahabat saya sejak semester 1. Terima kasih atas waktu,

    bantuan, dukungan, doa, dan saran yang telah kalian berikan

    kepada saya.

    13. Sahabat-sahabat yang tidak akan terlupakan, Sany Antika

    Wijaya, Vanya Natasha Gani, Yulia Magdalena, Albert Edwin

    Wiyono, Dennis Sutanto, Ivan Hendrayanta yang selalu

    memberi dukungan dan semangat kepada penulis.

    14. Kepada semua pihak yang sudah berperan dalam penelitian ini

    namun tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas

    bantuannya.

    Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

    penelitian dan penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis memohon

    maaf atas kesalahan yang diperbuat baik yang sengaja maupun tidak

    disengaja, serta penulis juga mengharapkan saran maupun kritik yangmembangun. Semoga penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat serta

    membantu bagi pengembangan ilmu kedokteran.

     Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan

    Yang Maha Esa selalu memberikan berkat-Nya kepada semua pihak yang

    sudah berkontribusi dalam penelitian ini.

    Surabaya, Januari 2016

    Penulis

     Angeline Rosa Hartono

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    9/82

     

    vii

    DAFTAR ISI

    Pernyataan Orisinalitas ............................................................................... i 

    Lembar Persetujuan .................................................................................. ii

    Lembar pengesahan ................................................................................. iii

    Kata Pengantar ......................................................................................... iv

    Daftar Isi .................................................................................................. vii

    Daftar Tabel ............................................................................................... x

    Daftar Gambar .......................................................................................... xi

    Daftar Lampiran ....................................................................................... xii

    Daftar Simbol, Singkatan dan Istilah ....................................................... xiii

     Abstract .................................................................................................. xiv

     Abstrak .................................................................................................... xv

    BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1 

    1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 4

    1.3.1 Tujuan umum ............................................................. 4

    1.3.2 Tujuan khusus ............................................................ 4

    1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4

    1.4.1 Manfaat teoritis ........................................................... 4

    1.4.2 Manfaat praktis ........................................................... 4

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

    2.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti ............................... 52.1.1 Taksonomi .................................................................. 5

    2.1.2 Morfologi nyamuk aedes aegypti  ................................ 6

    2.1.2.1 Kepala ........................................................... 6

    2.1.2.2 Thorax ........................................................... 6

    2.1.2.3 Abdomen ...................................................... 7

    2.1.3 Siklus hidup nyamuk aedes aegypti ............................ 8

    2.1.3.1 Telur ............................................................... 8

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    10/82

     

    viii

    2.1.3.2 Larva .............................................................. 9

    2.1.3.3 Pupa ............................................................. 11

    2.1.3.4 Nyamuk dewasa ........................................... 12

    2.1.4 Perilaku nyamuk aedes aegypti  betina ..................... 13

    2.1.5 Tempat pembiakan nyamuk aedes aegypti  .............. 15

    2.1.6 Pemberantasan dan pencegahan ............................. 16

    2.2 Tinjauan Tentang Kamboja Merah (Plumeria rubra L) .......... 17

    2.2.1 Taksonomi ................................................................ 18

    2.2.2 Nama lain plumeria rubra L ...................................... 18

    2.2.3 Morfologi plumeria rubra L........................................ 18

    2.2.4 Asal dan distribusi plumeria rubra L .......................... 20

    2.2.5 Kandungan plumeria rubra L .................................... 21

    2.3 Tinjauan Tentang Kamboja Merah (Plumeria rubra L) .......... 21

    BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS .......................... 25

    3.1 Kerangka Konseptual ............................................................ 25

    3.1.1 Penjelasan kerangka konseptual .............................. 26

    3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................. 26

    BAB 4 METODE PENELITIAN................................................................ 27

    4.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 27

    4.2 Populasi, Sampel, Unit Eksperimen dan Teknik Pengambilan

    Sampel ................................................................................. 27

    4.2.1 Populasi ................................................................... 27

    4.2.2 Sampel ..................................................................... 27

    4.2.3 Unit eksperimen ....................................................... 274.2.4 Teknik pengambilan sampel ..................................... 28

    4.3 Variabel Penelitian ................................................................ 28

    4.3.1 Klasifikasi variabel penelitian .................................... 28

    4.3.2 Definisi operasional variabel ..................................... 29

    4.4 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................... 29

    4.4.1 Bahan penelitian ....................................................... 29

    4.4.2 Alat penelitian ........................................................... 32

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    11/82

     

    ix

    4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 32

    4.6 Prosedur Penelitian ............................................................... 32

    4.6.1 Persiapan alat dan bahan ......................................... 32

    4.6.1.1 Persiapan larva aedes aegypti  ..................... 32

    4.6.1.2 Koleksi kamboja merah ................................ 32

    4.6.1.3 Pembuatan larutan induk air perasan daun

    kamboja merah ............................................ 33

    4.6.1.4 Pembuatan larutan kontrol ........................... 33

    4.6.2 Uji sesungguhnya ..................................................... 33

    4.6.3 Alur penelitian........................................................... 35

    4.7 Pengumpulan Data ............................................................... 36

    4.8 Analisis Data ......................................................................... 37

    BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ............................... 38

    5.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 38

    5.2 Analisa Hasil Statistik ............................................................ 40

    5.2.1 Saphiro-wilk .............................................................. 40

    5.2.2 Uji kruskal-wallis ....................................................... 41

    5.2.3 Uji wilcoxon mann-whitney ....................................... 41

    5.2.4 LC50 .......................................................................... 44

    BAB 6 PEMBAHASAN ........................................................................... 46

    6.1 Hasil Uji Sesungguhnya ........................................................ 47

    6.2 Penentuan LC50 .................................................................... 49

    6.3 Penutupan Pembahasan....................................................... 49

    BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 50

    7.1 Kesimpulan ........................................................................... 50

    7.2 Saran .................................................................................... 50

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 52

    LAMPIRAN .............................................................................................. 58

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    12/82

     

    x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Tanaman dengan Efek Larvasida............................................. 21

    Tabel 5.1 Hasil Pemberian Air Perasan Daun Kamboja Merah terhadap

    Larva Aedes aegypti  instar III .................................................................. 38

    Tabel 5.2 Hasil Uji Wilcoxon Mann-Whitney............................................. 41

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    13/82

     

    xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti  .......................................................... 8 

    Gambar 2.2 Siklus Hidup Aedes aegypti .................................................... 8

    Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti  ............................................................... 9

    Gambar 2.4 Larva Aedes aegypti  ............................................................ 11

    Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti ............................................................. 12

    Gambar 2.6 Tempat-Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti  ................ 15 

    Gambar 2.7 Plumeria rubra L .................................................................. 20 

    Gambar 5.1 Grafik Jumlah Kematian Larva terhadap Pemberian

    Konsentrasi Air Perasan Daun Kamboja Merah ....................................... 39

    Gambar 5.2 Grafik Persentase Rata-Rata Kematian Larva terhadap

    Pemberian Konsentrasi Air Perasan Daun Kamboja Merah ..................... 39

    Gambar 5.3 Grafik LC50 ........................................................................... 44

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    14/82

     

    xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    LAMPIRAN 1 Jadwal Pelaksanaan .......................................................... 58

    LAMPIRAN 2 Taksonomi Kamboja Merah ............................................... 59

    LAMPIRAN 3 Dokumentasi penelitian...................................................... 60 

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    15/82

     

    xiii

    DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN dan ISTILAH

    α : Tingkat signifikansi 

    3M : Menguras, menutup, mengubur

     AChE : Asetilkolinesterase / achetylcholinesterase

     Anova : Analysis of Variance

    DBD : Demam Berdarah Dengue

    DEN : Serotype dari virus dengue

    DHF : Dengue Haemorrhagic Fever

    gr : gram

    ITD : Institute of Tropical Disease

    LC50 : Median Lethal Concentration

    LC90 : Lethal Concentration 90%

    ltr : liter

    LSD : Least Significant Differences

    ml : mililiter

    PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk

    R1 : Replikasi pertamaR2 : Replikasi kedua

    R3 : Replikasi ketiga

    SPSS : Statistical Package for the Social Science 

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    16/82

     

    xiv

    ABSTRACT

    EFFECT OF RED FRANGIPANI LEAF (Plumeria rub ra L.) AGAINST

    DEATH OF Aedes aegypti L THIRD INSTAR LARVA

    Angeline Rosa Hartono

    Background: Dengue hemorrhagic fever (DHF) are found in the tropicsand sub-tropics. DHF is caused by the infection of dengue virus which istransmitted to humans through the bite of an infected mosquito.  Aedes aegypti   is a vector of dengue. In Indonesia Dengue is one of the majorhealth problems. Mosquito eradication efforts, eradication of the larvaeand the use of insecticides to combat the dengue vector has been done

    long ago.  But, the use of insecticides that are not targeted result in theemergence of resistance in the mosquito, and is harmful to living thingsaround it. Therefore, research is needed to explore the potential of naturallarvicidal around us.Objective:  This study is aimed to verify the effect of natural larvicidaleffect contained in red frangipani leaves in the form of juice to the death ofthe third instar larvae of Aedes aegypti .Method: The design of this study is pure experimental research designwith "Post Test Only Control Group Design". Samples of third instar larvaeof  Aedes aegypti   to be used are obtained from the laboratory ofEntomology ITD (Institute of Tropical Disease), Surabaya. The researchsample must meet the criteria for inclusion and exclusion criteria. Thisstudy uses eight treatment groups and two control groups with threerepetitions. The sample size of each group are as many as 10 larvae. Dataanalysis was done with Shapiro-Wilk normality test (p = 0.000). Thenproceeding with Kruskal Wallis test (sig = 0.001, so p

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    17/82

     

    xv

    ABSTRAK

    PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN

    DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)

    TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III

    Angeline Rosa Hartono

    Latar belakang:  Demam berdarah dengue (DBD) banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. DBD disebabkan oleh infeksi virus dengueyang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.  Aedesaegypti  merupakan salah satu vektor DBD. Di Indonesia DBD merupakan

    salah satu masalah kesehatan yang utama. Upaya pemberantasan sarangnyamuk, pemberantasan larva dan penggunaan insektisida untukmemberantas vektor DBD sudah dilakukan sejak dulu. Tetapi penggunaaninsektisida yang tidak tepat sasaran berakibat munculnya resistensi padanyamuk, serta berbahaya bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Olehsebab itu perlu dilakukan penelitian untuk menggali potensi larvasidaalami di sekitar kita.Tujuan:  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruhefek larvasida alami yang terdapat dalam daun kamboja merah dalambentuk air perasan terhadap kematian larva instar III Aedes aegypti. Metode:  Rancangan penelitian ini merupakan penelitian eksperimental

    murni dengan rancangan “Post Test Only Control Group Design”. Sampellarva  Aedes aegypti instar III yang akan digunakan diperoleh darilaboratorium Entomologi ITD (Institute of Tropical Disease), Surabaya.Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Penelitian ini menggunakan 8 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontroldengan 3 kali pengulangan. Besar sampel masing-masing kelompoksebanyak 10 ekor larva. Analisa data dilakukan dengan uji normalitasSaphiro-Wilk (p=0,000). Kemudian dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis(sig=0,001, sehingga p

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    18/82

     

    1

    BAB 1PENDAHULUAN 

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang sering disebut DBD

    sudah menjadi masalah yang mendunia sejak tahun 1950, dan bersifat

    endemik di Puerto Rico, Amerika Latin, Asia Tenggara dan pulau-pulau di

    daerah Pasifik (CDC, 2013). Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak

    ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

    menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah

    penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968

    hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa

    negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

    Tenggara (Kemenkes RI, 2010).

    Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah

    satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah

    penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring

    dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Infeksi virus

    dengue sendiri sebenarnya telah ada di Indonesia sejak abad ke – 18, dan

    pada saat itu dikenal sebagai penyakit dengan sebutan demam lima hari

    dan kadang juga disebut sebagai demam sendi. Hal tersebut dikarenakan

    demam yang terjadi dan menghilang dalam 5 hari, disertai rasa nyeri pada

    sendi, otot, dan kepala. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue

    menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis yang berat, yaitu DBD

    yang ditemukan di Manila, Filipina. Penyakit tersebut kemudian menyebar

    ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Pada

    tahun 1968 DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah

    kematian yang sangat tinggi (Depkes, 2007).

    DBD sendiri ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk  Aedes

    aegypti  yang terinfeksi oleh virus Dengue. Virus Dengue yang merupakan

    penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

    Dengue Shock Syndrome  (DSS) adalah virus single-standed   RNA

    termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    19/82

     

    2

    dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan memiliki 4 jenis

    serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 Dari keempat serotipe

    tersebut yang paling sering menyebabkan kasus-kasus berat dan

    menyebabkan kematian adalah serotipe DEN-3. (Gubler, 1995; Kemenkes

    RI, 2010; WHO, 2009).

    Nyamuk betina mendapat virus waktu menggigit manusia yang

    telah menderita viremia. Nyamuk-nyamuk tersebut menjadi infektif setelah

    8-14 hari (masa inkubasi ekstrinsik). Pada manusia, penyakit klinik dimulai

    pada 2-15 hari setelah gigitan nyamuk infektif. Sekali nyamuk menjadi

    infektif, nyamuk mungkin tetap infektif selama sisa hidupnya (1-3 bulan

    atau lebih). Virus tersebut tidak diturunkan dari satu generasi nyamuk ke

    generasi berikutnya. Di daerah tropis, di mana nyamuk tetap ada

    sepanjang tahun, penyakit dapat dipertahankan terus (Suhendro, 2007;

    Widoyono 2008).

    Seperti kita ketahui, bahwa upaya pengendalian dan

    pemberantasan terhadap vektor demam berdarah telah banyak dilakukan

    di berbagai daerah. Selain dengan menerapkan usaha pemberantasan

    sarang nyamuk (PSN), juga dilakukan fogging untuk memutus mata rantaipenularan penyakit DBD.  Fogging dimaksudkan sebagai upaya

    membasmi nyamuk  Aedes aegypti   dewasa yang merupakan vektor

    penularan DBD. Di pasaran, saat ini, salah satu jenis insektisida yang

    digunakan untuk memberantas vektor demam berdarah dengue adalah

    malathion (Indonesian Public Health, 2014; Sukana 1993).

    Namun penggunaan insektisida (untuk memberantas nyamuk

     Aedes aegypti ) yang kurang terkendali akan berakibat terjadinya resistensipada nyamuk yang disebabkan karena terlalu banyaknya penggunaan

    pestisida sintetis (Kemkes RI, 2010; Rawani, et al ; 2012). Menurut World

    Health Organization (WHO), pengertian resistensi adalah berkembangnya

    kemampuan toleransi suatu spesies serangga terhadap dosis toksik

    insektisida yang mematikan sebagian besar populasi. Secara prinsip

    mekanisme resistensi ini akan mencegah insektisida berikatan dengan titik

    targetnya atau tubuh serangga menjadi mampu untuk mengurai bahan

    http://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-pengendalian-demam-chikungunya.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/02/sanitasi-lingkungan-dan-dbd.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-teknis-pemeriksaan-kesehatan-jemaah-haji.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2015/02/respon-imun-vaksin.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2015/02/respon-imun-vaksin.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-teknis-pemeriksaan-kesehatan-jemaah-haji.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/02/sanitasi-lingkungan-dan-dbd.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-pengendalian-demam-chikungunya.html

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    20/82

     

    3

    aktif insektisida sebelum sampai pada titik sasaran. Sedangkan jenis atau

    tingkatan resistensi itu sendiri meliputi tahap rentan, toleran baru

    kemudian tahap resisten (Indonesian Public Health, 2014; WHO, 2009).

    Sampai sekarang tidak ada terapi anti virus atau vaksin untuk DBD

    yang tersedia. Pencegahan penyebaran yang paling efektif dan dapat

    dilakukan adalah dengan kontrol jumlah vektor, hal tersebut dapat

    dilakukan melalui penggunaan insektisida dan membuang genangan air

    yang dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk  Aedes aegypti  

    (Kemenkes RI, 2011). Di Indonesia sendiri Pengendalian vektor DBD di

    daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan belum

    mampu memutus rantai penularan. Hal ini disebabkan metode yang

    diterapkan belum mengacu kepada data/informasi tentang vektor,

    disamping itu masih mengandalkan kepada penggunaan insektisida

    dengan cara penyemprotan dan larvasidasi. (Kemkes RI, 2010).

    Kamboja merah biasanya ditanam sebagai tanaman hias di

    pekarangan, taman, dan umumnya di daerah pekuburan. Kamboja sangat

    populer di Pulau Bali karena ditanam di hampir setiap pura serta sudut

    kampung, dan memiliki fungsi penting dalam kebudayaan setempat.Kemboja dapat diperbanyak dengan mudah, melalui stek batang,

    cangkok. Daun dan batangnya banyak mengandung fulvoplumierin. Daun,

    getah dan kulit akarnya mengandung flavonoida dan polifenol. Serta

    daunnya mengandung alkaloida. Kandungan minyak menguapnya terdiri

    dari geraniol, sitronellol, linallol, farnesol dan fenetilalkohol (AgroMedia,

    2008; Depkes, 2015).

    Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin melakukanpencegahan awal dari stadium larva  Aedes aegypti L instar III sehingga

    peneliti akan meneliti apakah penggunaan air perasan alami dari tanaman

    seperti Kamboja Merah dapat bersifat larvasidal.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan

    masalah berikut: Apakah air perasan daun Kamboja Merah (Plumeria

    rubra L) dapat bersifat larvasidal bagi larva Aedes aegypti L instar III?

    https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Balihttps://id.wikipedia.org/wiki/Purahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Stek&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Stek&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Purahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Bali

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    21/82

     

    4

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan umum

    Membuktikan daya larvasida air perasan daun Kamboja Merah

    (Plumeria rubra L) terhadap larva Aedes aegypti L instar III.

    1.3.2 Tujuan khusus

    a. Untuk membuktikan air perasan daun Kamboja Merah (Plumeria

    rubra L) mempunyai daya larvasida terhadap larva  Aedes

    aegypti L instar III dalam waktu 24 jam.

    b. Untuk mengetahui konsentrasi minimal dari air perasan daun

    Kamboja Merah (Plumeria rubra L) yang mempunyai daya

    larvasida terhadap larva Aedes aegypti  L instar III.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat teoritis

    a. Bagi masyarakat

    Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat

    dalam meminimalkan angka kejadian DBD dengan

    menggunakan larvasida alternatif yang alamiah.

    b. Bagi peneliti lainHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar teori untuk

    penelitian lebih lanjut mengenai efek larvasidal dari air

    perasan daun Kamboja merah.

    c. Bagi universitas

    Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai informasi dan

    referensi di Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas

    Hang Tuah Surabaya.1.4.2 Manfaat praktis

     Apabila penelitian ini berhasil maka diharapkan hasil dari

    penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat luas sebagai pilihan

    larvasida.

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    22/82

     

    5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypt i  

    Nyamuk  Aedes aegypti   merupakan salah satu organisme yang

    perlu diwaspadai karena merupakan vektor dari virus dengue yang

    menyebabkan DBD. Nyamuk tersebut harus jenis nyamuk belang-belang

    hitam-putih Aedes, dan bukan oleh jenis nyamuk lainnya. Nyamuk rumah,

    nyamuk malaria, dan jenis nyamuk lainnya tidak dapat membawa virus

    dengue, sehingga bukan nyamuk penularnya (Nadesul, 2007;

    Yuswulandary, 2008).

     Agar dapat mengatasi dan mencegah penyakit DBD, salah satu hal

    yang dapat kita lakukan adalah dengan merusak siklus hidup dari vektor

    DBD, yaitu nyamuk  Aedes aegypti (Kemkes, 2010; WHO, 2009). Oleh

    karena itu, kita perlu mengetahui taksonomi, morfologi, siklus hidup,

    habitat, dan sifat atau kebiasaan hidup serta penanggulangan terhadap

    vektor. 

    2.1.1 TaksonomiMenurut Mullen dan Durden (2002), kedudukan nyamuk  Aedes

    aegypti  dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Filum : Arthropoda

    Kelas : Insekta

    Ordo : Diptera

    Sub Ordo : NemaroceraInfra Ordo : Culicomorpha

    Superfamili : Culicoidea

    Famili : Culcidae

    Sub Famili : Culcinae

    Genus : Aedes

    Spesies : Aedes aegypti

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    23/82

     

    6

    2.1.2 Morfologi nyamuk Aedes aegypt i  

    Nyamuk Aedes aegypti  jantan dan betina tidak memiliki perbedaan

    nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan sendiri memiliki tubuh

    lebih kecil daripada nyamuk betina, dan terdapat rambut-rambut yang

    lebih tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri tersebut dapat diamati

    dengan mata telanjang (Ginanjar, 2008; Sianipar, 2010).

    Nyamuk  Aedes aegypti   betina dewasa memiliki tubuh berwarna

    hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk  Aedes aegypti   betina berkisar

    antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan

    tungkainya ditutupi oleh sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di

    bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal

    di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri khas dari nyamuk spesies ini

    (Ginanjar, 2008; Hamzah, 2010).

    Tubuh nyamuk  Aedes aegypti   terdiri dari 3 bagian utama yaitu

    kepala, thorax , dan abdomen. Ketiga bagian tersebut memiliki batas-batas

    yang jelas yang tampak memisahkan satu bagian dengan yang lainnya

    (Bogitsh, 2013; Sianipar, 2010).

    2.1.2.1 KepalaKepala nyamuk Aedes aegypti mempunyai sepasang antena, pada

    nyamuk jantan antena tersebut berbulu panjang dan lebat disebut tipe 

     pulmose, sedangkan pada nyamuk betina, antenanya berbulu pendek dan

     jarang/tidak lebat disebut tipe pilose. Antena nyamuk tersebut terdiri dari

    15 segmen. Mulutnya mempunyai alat penusuk yang disebut proboscis,

    yang kecil dan panjang. Proboscis pada nyamuk Aedes aegypti  betina dan

     jantan digunakan untuk menusuk ( piercing ), dan juga untuk menghisapdarah manusia. Pada daerah kepala nyamuk  Aedes aegypti   juga

    didapatkan mata majemuk. (Kemenkes RI, 2011; Soegijanto et al ; 2006).

    2.1.2.2 Thorax

    Segmen thorax   ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian  prothorax  

    yang terdapat di bagian anterior, mesothorax   yang terdapat di bagian

    tengah dan metathorax   yang terdapat di bagian posterior. Mesothorax  

    tumbuh menjadi besar dan menonjol. Sebagian besar thorax  yang tampak

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    24/82

     

    7

    (mesothorax ), diliputi bulu-bulu halus,  prothorax  dan metathorax , masing-

    masing keluar satu pasang sayap. Pada ordo Diptera hanya terdapat satu

    pasang sayap, yang keluar dari sisi dorsolateral  mesothorax , sayap-sayap

    yang terdapat pada bagian metathorax   telah mengalami perubahan

    bentuk dan fungsinya menjadi alat keseimbangan yang disebut halter .

    Sayap nyamuk berpangkal pada mesothorax , dengan ciri khas tipis,

    transparan (berbentuk membranous, dilengkapi vena sayap (wing vein)

    yang terdiri atas delapan vena sayap. Pada family culicidae, terdapat

    bentukan di perbatasan mesothorax   dan metathorax   disebut scutellum.

    Setiap ruas dada (thorax ) akan keluar pula sepasang kaki dan terdapat

    tiga pasang kaki sehingga berjumlah enam kaki. Pada ruas-ruas kaki ada

    gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia  tidak ada gelang putih.

    Gambaran punggung nyamuk (mesontum)  Aedes aegypti   berupa

    sepasang garis lengkung putih (bentuk lyre) yang masing-masing garis

    lengkung terdapat pada sisi lateral dan dua garis sejajar di mediannya.

    (Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).

    2.1.2.3 Abdomen

     Abdomen berbentuk silindris, memanjang, dan terdiri atas delapanruas. Dua ruas yang terakhir pada ujung posterior berubah menjadi alat

    bantu kopulasi, berbentuk seperi capit. Alat bantu kopulasi tersebut pada

    nyamuk betina adalah cerci (sepasang caudal cerci ), dan pada nyamuk

     jantan adalah hypopygium. Waktu istirahat posisi nyamuk  Aedes aegypti  

    ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya.

    (Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    25/82

     

    8

    Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti (gambaran “lyre”)

    (Sumber : Zettel, 2013)

    2.1.3 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypt i  

    Nyamuk  Aedes aegypti   melewati metamorfosis sempurna

    (holometabole), yang terdiri dari stadium telur, stadium larva, stadium

    pupa, dan stadium nyamuk dewasa.

    Gambar 2.2 Siklus hidup Aedes aegypti  

    (Sumber : CDC, 2012)

    2.1.3.1 Telur

    Setelah menghisap darah, nyamuk betina dapat menghasilkan rata-

    rata 100 sampai 200 telur. Telur biasanya diletakkan pada permukaan

    yang basah, kontainer air, lubang pada pohon, dan sebagainya. Bentuk

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    26/82

     

    9

    telur nyamuk  Aedes aegypti   halus, panjang, bulat telur/ elips, dan

    panjangnya sekitar 0,5 - 0,8 milimeter. Ketika pertama kali diletakkan, telur

    akan tampak putih, tapi dalam beberapa menit akan berubah warna

    menjadi hitam mengkilap. Pada daerah iklim tropis, telur akan menetas

    menjadi jentik setelah dua hari, pada tempat yang sesui dengan kondisi

    optimum yaitu didalam air dengan suhu 20-40oC. Sedangkan di iklim

    dingin bisa berlangsung hingga satu minggu (Mangunjaya, 2006;

    Soegijanto, 2006).

    Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti  

    (Sumber : Zettel, 2013)

    2.1.3.2 Larva (Jentik)

    Telur yang telah menetas akan menjadi larva atau sering disebut

     jentik nyamuk. Larva dari kebanyakan nyamuk menggantungkan dirinya

    pada permukaan air untuk mendapatkan oksigen dari udara (Andrew,

    2013; Sembel, 2009).

    Secara morfologis, larva dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu

    kepala (cephal ), leher, dada (thorax ) dan perut (abdomen). Pada bagian

    kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-

    duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing ). Bagian dada larva

     Aedes aegypti berbentuk globular, dan tampak bulu-bulu simetris yang

    muncul dari bagian lateralnya. Bagian perut dari larva Aedes aegypti

    berbentuk panjang, silindris, dan pipih, serta memiliki 8 segmen. Pada

    segmen ke-8 dari abdomen ini, terdapat gigi-gigi sisir (comb spines) yang

    membentuk gerigi di bagian ventral. Selain itu, dapat ditemukan corong

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    27/82

     

    10

    pernapasan (respiratory siphon), berwarna hitam, memiliki gigi pecten di

    lateralnya, juga spirakel pada ujung siphon  yang berfungsi untuk

    mengambil kebutuhan oksigen. Pada bagian anal terdapat anal gills atau

    anal papilla yang bersifat transparan (Andrew, 2013; Sianipar, 2010).

    Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, larva mengalami 4

    kali pergantian kulit dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva

    instar I (L1), larva instar II (L2), larva instar III (L3), dan larva instar IV (L4)

    (Andrew, 2013; Depkes RI, 2003).

    Perubahan instar larva dari instar I menjadi instar II berlangsung

    dalam 2-3 hari, selanjutnya dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari,

    dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2-3 hari. (Aradilla,

    2009; Veriswan, 2006).

    Secara spesifik perbedaan untuk identifikasi larva adalah sebagai

    berikut.

    1. Larva instar I, II, III, dan IV secara berurutan memiliki ukuran

    sebesar 1-2 mm, 2,5-3,8 mm, 4-5 mm, dan 5-7 mm (Andrew, 2013;

    Yuswulandary, 2008).

    2. Larva instar I bentuk kepalanya triangular, sementara stadiumselanjutnya memiliki bentuk kepala globular dan lebih besar jika

    dibandingkan stadium instar sebelumnya (Andrew, 2013). Pada

    larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2

    mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax ) belum begitu jelas dan

    corong pernapasan (siphon) belum menghitam (Christophers,1960;

    Depkes RI, 2005).

    3. Larva instar II bertambah besar, duri dada belum jelas, dan corongpernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II mengambil

    oksigen dari udara, dengan menempatkan corong udara (siphon)

    pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi

    membentuk sudut dengan suhu pemukaan air sekitar 30oC. Larva

    instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif (Christophers,1960;

    Depkes RI, 2005).

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    28/82

     

    11

    4. Larva instar III lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif

    bergerak (Christophers,1960; Depkes RI, 2005).

    5. Larva instar IV telah lengkap struktur morfologinya dan jelas. Tubuh

    dapat dibagi jelas menjadi bagian kepala (cephal ), dada (thorax )

    dan perut (abdomen). Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak

    sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan temperatur optimal

    untuk perkembangan larva ini adalah 25oC-30

    oC

    (Christophers,1960; Depkes RI, 2005). Larva instar IV juga memiliki

    warna kepala yang paling gelap jika dibandingkan dengan stadium

    larva sebelumnya (Andrew, 2013; Mariaty, 2010).

    Gambar 2.4 Larva Aedes aegypti  

    (Sumber : Zettel, 2013)

    2.1.3.3 Pupa

    Pupa nyamuk  Aedes aegypti   bentuk tubuhnya bengkok, ukuran

    tubuh 2 mm dengan bagian kepala-dada (cephalothorax ) lebih besar

    daripada bagian perutnya. Pada bagian perutnya melengkung, sehingga

    tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung dada, terdapat

    alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang

    alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Saat pupa disentuh atau

    terganggu oleh gelombang, mereka akan turun dan akan naik beberapa

    saat kemudian. Pupa adalah bentuk yang tidak makan, tapi memiliki

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    29/82

     

    12

    gerakan yang lebih lincah bila dibandingkan larva. Waktu istirahat, posisi

    pupa sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk

    dewasa (Achmadi, 2011; Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).

    Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti  

    (Sumber : Zettel, 2013)

    2.1.3.4 Nyamuk Dewasa

    Pada prinsipnya, nyamuk termasuk ke dalam kelas insecta dengan

    ciri-ciri khas: badan dan kaki serangga beruas-ruas. Tubuh serangga

    terdiri dari 3 bagian utama yaitu cephal  (kepala), thorax  (dada), abdomen

    (perut). Ketiga bagian tubuh tersebut mempunyai batas-batas yang jelas

    yang memisahkan satu bagian dan bagian lainnya, bentuk tubuh bilateral

    simetris, sebelah luar tubuh dilapisi oleh chitin (Djakaria, 1998, UNSRAT,

    2010). Nyamuk  Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika

    dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang lainnya. Nyamuk ini

    mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian

    badan, kaki, dan sayapnya. Di kenal dari morfologinya yang khas sebagai

    nyamuk yang memiliki gambaran lira (lyre form) yang putih pada

    punggungnya. Probosis bersisik hitam, kaki pendek dengan ujung hitam

    bersisik putih perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih terletak

    memanjang. Pada bagian thorax,  terdapat sepasang kaki depan,

    sepasang kaki tengah, sepasang kaki belakang. Tibia  berwarna hitam

    seluruhnya. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen basal ke-1

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    30/82

     

    13

    sampai ke-4 dan ke-5 berwarna putih. Sayap bersisik hitam dan

    mempunyai ukuran selebar 2,5-3 mm. Nyamuk dewasa akan beristirahat

    singkat di atas pemukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering

    dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Perbandingan jumlah

    munculnya nyamuk betina maupun jantan adalah 1:1. Nyamuk jantan

    muncul lebih cepat 1 hari daripada nyamuk betina dan menetap dekat

    dengan tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan

    kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah

    kemunculan pertama, nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk

    mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur

    nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011; Sayono,

    2008).

    2.1.4 Perilaku nyamuk Aedes aegypt i betina dewasa

    Setelah kawin, nyamuk betina  Aedes aegypti memerlukan darah

    untuk bertelur. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah manusia

    setiap 2-3 hari sekali. Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari,

    dan lebih banyak di siang hari pada antara pukul 08.00-12.00 dan pukul

    15.00-17.00. untuk mendapatkan darah cukup, nyamuk betina sringmenggigit lebih dari satu orang dalam satu siklus gonotropik, untuk

    memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk sangat

    efektif sebagai penylar penyakit. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.

    Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan. Waktu mencari

    makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk  Aedes aegypti  juga

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang,

    suhu, kelembapan, kadar CO2  dan warna (Kemenkes RI, 2011;Soegijanto, 2006).

    Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat

    sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur. Nyamuk  Aedes aegypti   hidup

    domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah.

    Tempat istirahat yang disukai adalah berbagai tempat yang lembab dan

    kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    31/82

     

    14

    seperti baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Di luar rumah seperti

    tanaman hias di halaman rumah (Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).

     Aedes aegypti  bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga sampai

    sore hari. Penularan penyakit hanya oleh nyamuk betina karena hanya

    nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk

    memperolah asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur.

    Sedangkan nyamuk jantan tidak membutuhkan darah dan memperoleh

    energi dari nectar bunga (Ginanjar, 2008; Sianipar, 2010).

    Di Indonesia sendiri, nyamuk  Aedes aegypti  umumnya mempunyai

    habitat di lingkunyan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan

    air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang

    berkembang biaknya (Ginanjar, 2008; Tampi 2013).

    Selain itu, di dalam rumah juga banyak terdapat baju yang

    tergantung atau lipatan gorden. Di tempat-tempat itulah biasanya nyamuk-

    nyamuk  Aedes aegypti betina dewasa bersembunyi (Ginanjar, 2008;

    Purnama, 2012).

    Nyamuk betina menghisap darah menusia. Tiga hari sesudahnya

    sanggup bertelur 100 butir. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikanperkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur

    dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut

    disebut gonotropik. Nyamuk  Aedes aegypti   meletakkan telurnya

    (oviposition) di tempat yang airnya jernih. Telur  Aedes aegypti   tahan

    kekeringan dan dapat bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering.

    Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya,

    larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.Sekitar 2-3 hari telur tersebut menetas menjadi larva/jentik nyamuk

    (hatching). Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang

    disebut instar. Perkembangan dari instar I sampai instar IV membutuhkan

    waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar IV, larva berubah menjadi

    pupa di mana pupa memasuki masa dorman. Setelah 6-8 hari, larva

     Aedes aegypti  berubah menjadi pupa (pupation). Pupa bertahan selama

    dua hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa yang keluar dari

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    32/82

     

    15

    pupa. Sekitar 1-2 hari, pupa menjadi nyamuk dewasa  Aedes aegypti  

    (emergence).  Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa

    membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi

    lingkungan tidak mendukung (Depkes, 2007; Womack, 1993).

    2.1.5 Tempat pembiakan nyamuk Aedes aegypt i .

    Tempat pembiakan  nyamuk  Aedes aegypti terdapat di dalam

    rumah (indoor) maupun di luar rumah (outdoor) dan biasanya berupa 

    tempat penampungan air (TPA). Tempat pembiakan yang ada di dalam

    rumah yang utama adalah bak air mandi, bak air, tandon air minum,

    tempayan, gentong tanah liat, gentong plastikm ember, drum, vas

    tanaman hias, perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat

    pembiakan yang ada di luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol

    bekas, ban bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi oleh air hujan,

    dan lain-lain (Depkes RI, 2005; Soegijanto, 2006). 

    Gambar 2.6 Tempat-tempat perkembangbiakan Aedes aegypti  

    (Sumber : Sardar, 2011)

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    33/82

     

    16

    2.1.6 Pemberantasan dan pencegahan

    1. Pemberantasan

    Pemberantasan nyamuk  Aedes aegypti   dapat dilakukan terhadap

    nyamuk dewasa ataupun jentiknya.

    a. Pemberantasan nyamuk dewasa

    Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

    penyemprotan (pengasapan=fogging ) dengan insektisida, misalnya:

      Organofosfat misalnya malation, fenitrotion

      Piretroid sintetik, misalnya lamda shalotrin, permetrin

      Karbamat

    b. Pemberantasan jentik

    Pemberantasan jentik Aedes aegypti  yang dikenal dengan istilah

    pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara:

    i. Kimia

      Pemberantasan larva dilakukan dengan

    mengggunakan larvasida yang dikenal dengan

    istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan

    contohnya adalah temephos, dengan formulasi

    granul (sand granules) yang ditaburkan dalam air

    di tempat perindukannya.

    ii. Biologi

      Dengan menggunakan ikan pemakan jentik

    (contoh: ikan kepala timah, ikan guppy).

    iii. Fisik / mekanik

      Cara ini dikenal dengan kegiatan 3M (menguras,

    menutup, mengubur) yaitu dengan cara menguras

    bak mandi, bak WC, menutup tempat

    penampungan air rumah tangga (tempayan, drum,

    dan lainnya) serta mengubur atau memusnahkan

    barang bekas (kaleng, ban, dan lain-lain).

    Pengurasan TPA (Tempat Penampungan Air)

    perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    34/82

     

    17

    seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat

    berkembang biak di tempat tersebut.

      Menabur bubuk pembasmi jentik (larvasida)

    (Sianipar, 2010; Soegijanto, 2006).

    2. Pencegahan

    Pencegahan dapa dilakukan dengan berbagai cara:

    a. Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan  Aedes

    aegypti   dengan memasang kawat kasa di lubang-lubang

    angin di atas jendela atau pintu, memakai kelambu di sekitar

    tempat tidur, penyemprotan dinding rumah dengan

    insektisida dan penggunaan repellent   pada saat di luar

    rumah.

    b. Pembuangan atau mengubur benda-benda di halaman

    rumah yang dapat menampung air hujan seperti kaleng,

    botol, ban mobil dan tempat lain yang berpotensi menjadi

    tempat pembiakan (breeding site)  Aedes aegypti. 

    c. Mengganti atau membersihkan tempat penampungan air

    secara teratur tiap minggu sekali, pot bunga, tempayan, dan

    bak mandi.

    d. Pendidikan kesehatan masyarakat melalui ceramah agar

    masyarakat dapat memelihara kebersihan lingkungan dan

    turut serta individu dalam memberantas tempat-tempat

    pembiakan Aedes aegypti  di sekitar rumah (Hoedojo, 2011; 

    Nurcahyo, 1996; Nurcahyo, 2007).

    2.2 Tinjauan tentang Kamboja Merah (Plumeria rub ra L)Tanaman yang memiliki nama latin Plumeria  ini dinamakan sesuai

    dengan nama penemunya, yaitu Charles Plumier yang merupakan botanis asal

    Perancis. Terdapat beberapa macam spesies, diantaranya Plumeria alba, 

    Plumeria obtusa,  Plumeria pudica,  Plumeria rubra,  Plumeria stenopetala, 

    Plumeria inodora,  Plumeria stenophylla. Selain itu juga terdapat beberapa jenis

    baru yang merupakan hasil persilangan seperti Rubra Hybrid , Rubra Tricolor ,

    Singepore Hybrid  yang memiliki warna-warna yang lebih bervariasi (Don, 2002;

    Burrows, 2008).

    https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_alba&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_alba&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_obtusa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_obtusa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_pudica&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_pudica&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_rubra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_rubra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenopetala&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenopetala&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_inodora&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_inodora&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenophylla&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenophylla&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenophylla&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_inodora&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenopetala&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_rubra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_pudica&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_obtusa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_alba&action=edit&redlink=1

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    35/82

     

    18

    2.2.1 Taksonomi 

    Kedudukan Kamboja Merah (Plumeria rubra L) di dalam taksonomi

    adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

    Class : Dicotyledoneae

    Ordo : Apocynales

    Family : Apocynaceae

    Genus : Plumeria

    Species : Plumeria rubra L

    2.2.2 Nama lain Plumeria rubra L

    Brazil – Jasmim-De-Caiena

    Danish – Mexican Frangipani

    Indonesia – Kamboja

    Inggris – Frangipani, Graveyard Tree, Hawaiian Lei Flower, Temple

    Tree, Tree of Life

    Italian – Frangipane, PomeliaJawa – Semboja, Kembang Jebun

    Hawaii – Pumeli, melia

    Laos – Champa, Dok Champa

    Malaysia – Kemboja, Bunga Kemboja

    Mexico – Caxtaxanat, Flor De Mayo

    Philippines - Kalachuche

    Sri Lanka – AraliyaTahiti – Tipanier

    Thailand – Champa Lao

    2.2.3 Morfologi Plumeria rub ra L 

    1. Batang

    Kamboja merah memiliki batang yang berkayu, tegak serta dapat

    mencapai tinggi ± 6 m. Batang utamanya besar, berbentuk bulat,

    serta memiliki banyak percabangan. Cabang mudanya cenderung

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    36/82

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    37/82

     

    20

    Gambar 2.7 Plumeria rubra L

    (Sumber : Depkes, 2015)

    2.2.4 Asal dan Distribusi Plumeria rub ra L 

    Plumeria  rubra  merupakan tanaman local dari Mexico, Amerika

    Tengah dan Venezuela. Tanaman tersebut sudah tersebar keseluruh

    daerah tropis di dunia, terutama di Hawaii, di mana tanaman tersebut

    dapat tumbuh dengan subur (GRIN, 2015; Lim, 2014).

    Tanaman tersebut dapat tumbuh dengan subur pada daerah tropis

    dan subtropis dengan suhu yang hangat sekitar 20-32 ˚C serta curah

    hujan tahunan 1000-2000 mm. Tanaman ini juga tahan terhadap musim

    kemarau, tetapi akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau yang

    berkepanjangan. Di daerah subtropis tanaman ini harus sering disiram

    saat musim panas, sedangkan saat musim dingin tidak perlu sering

    disiram. Frangipani  dapat tumbuh dengan baik di tanah yang subur dan

    mudah menyerap air, serta mendapat sinar matahari penuh. Tanaman ini

     juga bisa menjadi dorman dan bertahan pada suhu rendah meskipun tidak

    dalam waktu yang lama. (Lim, 2014; Pali Plumies, 2015).

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    38/82

     

    21

    2.2.5 Kandungan Plumeria rub ra L 

    Pohon kamboja merah banyak mengandung getah. Getah tersebut

    mengandung senyawa kimia seperti senyawa sejenis karet (damar dan

    kauteuk) dan senyawa triterpenoid (amyrin dan lupeol). Kulit batangnya

    banyak mengandung plumierid (zat pahit yang beracun). Daun dan

    batangnya banyak mengandung fulvoplumierin. Daun, getah dan kulit akar

    Plumeria rubra mengandung flavonoida dan polifenol. selain itu daunnya

     juga mengandung alkaloida. Kandungan minyak menguapnya terdiri dari

    geraniol, sitronellol, linallol, farnesol dan fenetilalkohol (AgroMedia, 2008;

    Depkes, 2015; Permadi, 2006).

    Pohon kamboja merah juga memiliki efek antiviral, antiinflamatori,

    antimikrobial, dan antimutagenic , serta juga bisa digunakan sebagai obat

    anestesi (Lim, 2014; Oliver, 1986).

    Secara umum bahan aktif yang ditemukan dalam tanaman adalah

    hasil metabolit sekunder dari tanaman tersebut yang digunakan oleh

    tanaman tersebut untuk melindungi dari insekta. Ketika insekta atau

    herbivora memakan tanaman tersebut, metabolit akan masuk ke dalam

    tubuh herbivora atau insekta dan berefek pada berbagai level molekuler(Ghosh, 2011; Susanto, 2014).

    Beberapa efek fisiologis yang terjadi dalam tubuh insekta tersebut

    antara lain, abnormalitas pada sistem saraf (seperti sintesis

    neurotransmitter , release, dan re-uptake). Terdapat berbagai macam

    gangguan seperti inhibisi asetilkolinesterase, inhibisi respirasi seluler,

    blokade kanal kalsium, toxic poisoning, serta mengganggu sistem

    kolinergik. Hal yang paling penting adalah inhibisi asetilkolinesterase(AChE) yang berfungsi untuk menghentikan impuls syaraf dengan cara

    memecah asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Mekanisme inilah yang pada

    akhirnya mematikan insekta (Ghosh, 2011; Susanto, 2014).

    2.3 Tinjauan Tentang Kamboja Merah (Plumeria rubra L ) 

    Kamboja merah sudah terbukti pada penelitian sebelumnya dapat

    berfungsi sebagai larvasida. Hal tersebut dikarenakan adanya

    nanopartikel silver (AgNPs) yang disintesis dari getah kamboja merah

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    39/82

     

    22

    ditemukan bersifat toxic terhadap larva  Aedes aegypti   dan  Anopheles

    stephensi instar II dan instar IV. AgNPs ditemukan lebih bersifat toxic  

    terhadap larva nyamuk dibandingkan dengan ekstrak getah kamboja

    merah. AgNPs juga tidak menunjukkan sifat toxic   pada dosis   dan

      terhadap organisme yang umumnya berada di habitat dari  Aedes

    aegypti  dan Anopheles stephensi , seperti salah satu spesies ikan Poecilia

    reticulata (Lim, 2014; Patil, et al ; 2012).

    Selain kamboja merah (Plumeria rubra L) yang akan digunakan

    pada penelitian ini, sebenarnya masih banyak tanaman lain yang juga

    memiliki efek sebagai larvasida alami. Karena diyakini bahwa salah satu

    cara yang efektif untuk mengontrol jumlah nyamuk adalah dengan

    menggunakan larvasida alami, sebab dianggap lebih murah dalam hal

    biaya, lebih ramah lingkungan, dan lebih tidak berbahaya untuk kesehatan

    manusia apabila dibandingkan dengan larvasida sintetis (Ghosh, 2011;

    Susanto, 2014). 

    Spesies tanaman Bagian yangdigunakan

    Spesies nyamuk yang menjaditarget

     Artemisia annua  Daun  Anopheles stephensi  

     Acacia nilotica  Daun  Anopheles stephensi  

    Withanis somnifera Daun  Anopheles stephensi  

     Aloe barbadensi Daun  Anopheles stephensi  

    Jatropha curcas Daun Cx. Quinquefasciatus 

    Citrus aurantium  Kulit buah Cx. Quinquefasciatus 

    Solanum xanthocarpum  Akar Cx. Pipiens pallens

    Eucalyptus globulus Biji, daun Culex pipiens

    Thymus capitatus Daun cx. pipiens

    Myrtus communis Bunga, daun Cx. Pipiens molestus

     Argemone mexicana  Daun, biji Cx. Quinquefasciatus 

    Piper nigrum Biji Cx. Pipiens

    Ocimum basilicum Daun  An. Stephensi, Cx.

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    40/82

     

    23

    Quinquefasciatus

    Momordica charantia Buah  An. stephensi, Cx.

    quinquefasciatus, Ae.

     Aegypti

    Momordica charantia Daun Cx.

    Quinquefasciatus

    Kaempferia galanga Rhizom Cx. Quinquefasciatus

    Khaya senegalensis Daun Cx. Annulirostris

    Eucalyptus citridora Daun  An. stephensi, Cx.

    quinquefasciatus, Ae.

     Aegypti

    Solanum nigrum Buah kering  An. culicifacies, An.

    stephensi, Cx.

    quinquefasciatus, Ae.

     Aegypti

     Ageratina adenophora Ranting  Ae. aegypti, Cx.

    Quinquefasciatus

     Aloe barbadensis Daun  An. Stephensi

    Plumbago zeylanica  Akar  An. Gambiae

    Nyctanthes arbotristis Bunga Cx. Quinquefasciatus

     Aloe ngongensis Daun  An. Gambiae

    Citrus sinensis Kulit buah  An. Subpictus

     Atlantia monophylla Daun  An. Stephensi

    Chrysanthemum

    Indicum

    Daun Cx. Tritaeniorhynchus

     Atlantia monophylla Daun Cx. Quinquefasciatus

    Solanum villosum Daun  An. Subpictus

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    41/82

     

    24

    Cestrum diurnum Daun  An. Stephensi

    Curcuma aromatica Rhizom  Ae. Aegypti

    Tridax procumbens Daun  An. Subpictus

    Feronia limonia Daun Cx. Quinquefasciatus, An.Stephensi, Ae. Aegypti

    Tabel 2.1 Tanaman dengan Efek Larvasida

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    42/82

     

    25

    BAB 3

    KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konseptual

    • Abate

    Pemberantasan larva

     Aedes aegypti L instar III

    : Yang diteliti

    : Yang tidak diteliti

    • Air perasan daun kamboja merah

    • Bakteri (Bacillusthuringiensis serotype H-14)

    • Ikan pemakan jentik(Pachypanchax, Gambusiaaffinis)

    • Pemberantasan sarangnyamuk (3M: Menguras,Menutup, Mengubur)

    • Pengelolaan sampah padat

    • Perbaikan desain Rumah

    • Dibagi menjadi beberapakonsentrasi 20%, 30%, 40%,50%, 60%, 70%, 80% dan 90%(Susanto, 2014)

    Flavonoid menghambat proses

    makan serangga dan bersifat toksik

    Alkaloid mendegradasi membran

    sel dan mengganggu kerja saraf

    Polifenol menghambat pencernaan

    (stomach poisoning)

     Rata-rata jumlah jentik nyamukdalam masing-masing wadah

    Kematian

    larva Aedes

    aegypti  

    Bersifat larvasidal

    Tidak ada

    kematian larva

     Aedes aegypti  

     

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    43/82

     

    26

    3.1.1 Penjelasan kerangka konseptual

    Pemberantasan larva  Aedes aegypti   dapat dilakukan melalui

    beberapa cara, seperti metode mekanis, biologis dan kimiawi. Semua

    metode tersebut bertujuan untuk memberantas larva Aedes aegypt i L

    instar III. Pemberantasan larva nyamuk secara kimiawi biasanya dapat

    digunakan bubuk abate yang dijual secara bebas di pasaran, atau bisa

     juga menggunakan alternatif lain yaitu beberapa jenis tanaman yang

    memiliki kandungan yang bersifat larvasidal (seperti Vachellia nilotica,

    Solanum nigrum, Plumbago zeylanica, Artemisia annua), dalam penelitian

    ini akan digunakan daun kamboja merah (Plumeria rubra L).

    Kamboja merah akan diberikan dalam bentuk air perasan dengan

    konsentrasi 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80% dan 90%. Jadi pada

    penelitian ini akan didapatkan 8 kelompok perlakuan dan 2 kelompok

    kontrol (yaitu kontrol positif dan kontrol negatif), sehingga total terdapat 10

    kelompok.

    Selain mengetahui efek larvasida dari kamboja merah, penelitian ini

     juga bertujuan untuk menentukan median lethal concentration (), atau

    berapa konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari jumlah

    larva  Aedes aegypti   L instar III pada satu kelompok dengan perlakuan

    dalam waktu 24 jam.

    3.2 Hipotesis Penelitian

    H0: Tidak ada pengaruh pemberian air perasan daun kamboja merah

    (Plumeria rubra L) terhadap kematian larva Aedes aegypti  L.

    : Ada pengaruh pemberian air perasan daun kamboja merah (Plumeria

    rubra L) terhadap kematian larva  Aedes aegypti  L.

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    44/82

     

    27

    BAB 4

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris.

    Desain pada penelitian ini adalah post-test only group design.

    4.2 Populasi, Sampel, Unit eksperimen dan Teknik Pengambilan

    Sampel

    4.2.1 Populasi

    Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah larva nyamuk

     Aedes aegypti  instar III yang dibeli dari ITD (Institute of Tropical Disease)

    Universitas Airlangga, Surabaya. Besar sampel yang akan digunakan

    pada penelitian ini adalah 10 ekor larva uji pada masing-masing kelompok

    percobaan dan replikasinya. (Malathi, 2015).

    4.2.2 Sampel

    a) Kriteria inklusi sampel

    1. Larva Aedes aegypti instar III

    2. Larva masih bergerak aktif, cepat dan spontanb) Kriteria eksklusi sampel

    1. Larva  Aedes aegypti yang mencapai instar III tetapi

    ukurannya belum mencapai standart.

    2. Larva yang telah berubah menjadi pupa atau dewasa.

    3. Larva yang tidak bergerak aktif / bergerak setelah

    diberikan rangsangan (disentuh dengan lidi)

    4. Larva yang mati sebelum diberi perlakuan.4.2.3 Unit eksperimen

      Percobaan ini menggunakan 8 kelompok perlakuan, 1 kontrol

    positif dan 1 kontrol negatif. Total terdapat 10 kelompok.

      Pada penelitian ini besar sampel yang digunakan adalah 10

    ekor larva pada masing-masing kelompok, didapatkan dari

    penelitian sebelumnya (Malathi, 2015).

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    45/82

     

    28

      Untuk memperkecil kemungkinan adanya bias pada

    penelitian ini, maka harus diakukan pengulangan (replikasi).

    Rumus yang digunakan untuk perhitungan banyaknya

    replikasi pada penelitian ini adalah rumus Federer (Susanto,

    2014).

    Keterangan :

      t adalah jumlah kelompok perlakuan

      r adalah jumlah replikasi

    (t-1) (r-1) ≥ 15 (10-1) (r-1) ≥ 15 

    (9) (r-1) ≥ 15 

    9r – 9 ≥ 15 

    9r ≥ 15 + 9

    9r ≥ 24

    r ≥ 24 / 9

    r ≥ 2.6 (dibulatkan menjadi)

    r ≥ 3 

    Dari perhitungan didapatkan bahwa pengulangan akan dilakukan

    sebanyak 3 kali, maka total larva Aedes aegypti yang diperlukan dalam

    penelitian ini adalah: 10 larva x 10 kelompok x 3 kali pengulangan = 300

    larva Aedes aegypti L instar III. 

    4.2.4 Teknik pengambilan sampel

    Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random

    sampling , tentunya dengan menyertakan kriteria inklusi dan eksklusi

    (Notoadmodjo, 2012). 

    4.3 Variabel Penelitian 

    4.3.1 Klasifikasi Variabel

    1. Variabel bebas / independent : larutan air perasan daun kamboja

    merah (Plumeria rubra L) yang dibagi menjadi beberapa dosis.

    2. Variabel terikat / dependent : jumlah kematian larva  Aedes

    aegypti L instar III. 

    (t-1)(r-1) ≥ 15 

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    46/82

     

    29

    4.3.1 Definisi operasional variabel

    1. Variabel bebas (independent ) adalah variabel yang

    mempengaruhi atau menjadi sebab adanya perubahan atau

    timbulnya variabel dependent  (terikat). Pada penelitian ini adalah

    air perasan daun kamboja merah (Plumeria rubra L) yang terbagi

    menjadi beberapa dosis konsentrasi 20%, 30%, 20%, 30%, 40%,

    50%, 60%, 70%, 80%, 90%.

    2. Variabel terikat (dependent ) adalah variabel yang dipengaruhi atau

    yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Pada penelitian ini

    adalah jumlah kematian larva  Aedes aegypti   L instar III yang

    dihitung kemudian akan diubah dalam bentuk persentase kematian

    sehingga LC50 dapat ditentukan. 

    4.4 Alat dan Bahan Penelitian

    4.4.1 Bahan penelitian

    a) Larva Aedes aegypti

    Larva Aedes aegypti L instar III didapatkan dari ITD (Institute of

    Tropical Disease) Universitas Airlangga, Surabaya. 

    b)  Air perasan daun kamboja merah (Plumeria rubra L) Perhitungan persen yang dipakai didapatkan dari 100 persen

    adalah berat per volume (b/v) yang menyatakan berat 100 mg

    zat dalam 100 ml larutan, pelarut yang digunakan adalah air

    (aqua).

      Pembuatan air perasan daun kamboja merah (Plumeria

    rubra L) 

    i. Alat dan bahan o  Bahan 

      Daun kamboja merah 

      Aqua

    o  Alat 

      Blender, pisau, gunting 

      Wadah (baskom kecil) 

      Filter mat

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    47/82

     

    30

      Kasa

      Pipet 

      Timbangan 

      Botol 

      Cara pembuatan air perasan daun kamboja merah

    (Plumeria rubra L) dengan konsentrasi 100% (Susanto,

    2014). 

    i. Membersihkan daun kamboja merah dengan air

    mengalir dari kotoran, serangga, tanah dan

    sebagainya kemudian keringkan dengan angin dan

    tidak boleh terkena sinar matahari. 

    ii. Siapkan 500 gr daun kamboja merah yang sudah

    dibersihkan kemudian potong hingga berukuran

    sekitar 0,5 cm – 1 cm. 

    iii. Kumpulkan hasilnya pada satu wadah, kemudian

    tambahkan 500ml aqua. 

    iv. Tutupi permukaan wadah dengan kasa untuk

    mencegah adanya kontaminasi. 

    v. Diamkan selama 24 jam. 

    vi. Saringlah dengan menggunakan saringan besi dan

    filter mat , serta kain yang bersih. 

    vii. Pisahkan cairan yang sudah disaring dan

    masukkan ke dalam wadah yang tertutup. 

    viii. Ulangi proses ini sampai didapatkan jumlah yang

    dibutuhkan. Pada uji kali ini dibutuhkan 440 ml peruji. Karena ada 3 kali replikasi, maka untuk uji

    sesungguhnya, total yang dibutuhkan adalah 440 x

    3 = 1.320 ml. Pada proses pembuatan peneliti

    membuat air perasan sebanyak 2 L. 

    i. Air hasil proses ini dianggap sebagai konsentrasi

    100%, dan disimpan di dalam botol tertutup rapat

    untuk mencegah adanya kontaminasi. 

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    48/82

     

    31

      Cara pembuatan air perasan daun kamboja merah

    (Plumeria rubra L) dengan konsentrasi 20%, 30%, 40%,

    50%, 60%, 70%, 80% dan 90% 

    i. Air perasan konsentrasi 20% didapatkan dari 20 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 80 ml. 

    ii. Air perasan konsentrasi 30% didapatkan dari 30 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 70 ml. 

    iii. Air perasan konsentrasi 40% didapatkan dari 40 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 60 ml. 

    iv. Air perasan konsentrasi 50% didapatkan dari 50 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 50 ml. 

    v. Air perasan konsentrasi 60% didapatkan dari 60 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 40 ml. 

    vi. Air perasan konsentrasi 70% didapatkan dari 70 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 30 ml. 

    vii. Air perasan konsentrasi 80% didapatkan dari 80 ml

    air perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 20 ml. 

    viii. Air perasan konsentrasi 90% didapatkan dari 90 mlair perasan daun kamboja merah (konsentrasi

    100%) + aqua 10 ml. 

    c) Pembuatan larutan kontrol positif

      Pembuatan larutan kontrol positif adalah dengan cara

    mencampur bubuk abate (temephos 1%) dengan aqua

    sesuai dosis yang tertera di sachet (10 gr abate / 100 lt

    air).

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    49/82

     

    32

    d) Pembuatan larutan kontrol negatif

      Kelompok kontrol negatif hanya menggunakan aqua saja.

    4.4.1 Alat-alat penelitian

    1. Gelas kecil plastik ukuran 150 ml sebanyak 10 buah untuk sekali

    uji (8 kelompok perlakuan + 1 kelompok kontrol negatif + 1

    kelompok kontrol positif), berarti total membutuhkan 8 x 3

    pengulangan = 24 buah gelas.

    2. Wadah untuk menghitung larva nyamuk yang mati

    3. Label

    4. Alat tulis

    5. Pipet dan Spuit 10cc

    6. Sendok bebek untuk mengambil larva dari wadahnya

    7. Kasa

    8. Botol berisi air perasan dengan konsentrasi 100%

    9. Gelas ukur / cylinder , dengan ukuran 50 ml, 100 ml, 150 ml

    4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Universitas Hang

    Tuah, yang berlokasi di Jl. Gadung No 1, Surabaya. Jadwal penelitian

    dilakukan pada awal bulan Desember 2015 dan berlangsung selama 24

     jam.

    4.6 Prosedur Penelitian 

    Prosedur penelitian dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :

    4.6.1 Persiapan alat dan bahan

    4.6.1.1 Koleksi larva Aedes aegypt i L instar III

    Larva  Aedes aegypti L instar III dikoleksi dari hasil kolonisasi ITD(Institute of Tropical Disease) Universitas Airlangga, Surabaya.

    4.6.1.2 Koleksi kamboja merah

    Koleksi kamboja merah didapatkan dari rumah peneliti di

    Perumahan Persada Asri blok G-8, Kediri. Kemudian diambil sampel

    tanaman dan dilakukan tes taksonomi di Kebun Raya Purwodadi  –  LIPI,

    yang berada di  jl. Raya Surabaya Malang Km. 65, Purwodadi, Pasuruan,

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    50/82

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    51/82

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    52/82

     

    35

    4.6.3 Alur penelitian

    Membuat

    larutan kontrol

     Aqua +

     Abate

     Aqua

    K- K+

    K1

    K2

    K5

    K6 K8

    K7K3

    K4

    Menyiapkan air perasan daun Kamboja Merah sesuaidengan variasi yang sudah ditentukan pada

    kelompok perlakuan (K1-K8)

    Pembuatan air perasan daun Kamboja Merah(Plumeria rubra L) dengan konsentrasi 100%

    Memasukkan 10 ekor larva Aedes aegypti  L instar III padasetiap kelompok

     Amati jumlah larva yang mati setelah 24 jam

    Pengolahan dan analisis data

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    53/82

     

    36

    Keterangan :

    1. Kelompok K1: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 20%.

    2. Kelompok K2: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 30%.

    3. Kelompok K3: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 40%.

    4. Kelompok K4: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 50%.

    5. Kelompok K5: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 60%.

    6. Kelompok K6: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 70%.

    7. Kelompok K7: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 80%.

    8. Kelompok K8: air perasan daun kamboja merah dengan

    konsentrasi 90%.

    9. Kelompok K+: kelompok kontrol positif10. Kelompok K-: kelompok kontrol negatif

    4.7 Pengumpulan Data

    Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang didapatkan

    dari hasil penghitungan jumlah kematian dari larva nyamuk Aedes aegypti  

    L instar III yang terjadi selama penelitian. Setelah itu akan dilakukan

    pengolahan data dengan beberapa tahap, yaitu:

    i. Penyuntingan yaitu meneliti kembali data jumlah kematiannyamuk yang diperoleh selama penelitian, serta meneliti

    kelengkapan data yang diperoleh.

    ii. Tabulasi yaitu memasukkan data yang sudah diperoleh ke dalam

    tabel, untuk mempermudah peneliti pada saat menganalisa data

    yang sudah dikumpulkan.

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    54/82

     

    37

    4.8 Analisis Data

    Secara deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel, persentase

    dan grafik. Secara analitik, akan menggunakan uji statistik dengan

    menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk Windows dengan tingkat

    signifikansi (α) 0,05 (p = 0,05). 

     Apabila hasil uji normalitas (menggunakan Saphiro-Wilk) data

    berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan uji parametrik (metode

    One-way Anova), sedangkan bila hasil penelitian ini data tidak

    berdistribusi normal analisis data akan dilanjutkan dengan uji non

    parametrik (Kruskal – Wallis).

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    55/82

     

    38

    BAB 5

    HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

    5.1 Hasil Penelitian

    Dalam penelitian ini larva  Aedes aegypti   L instar III diamati

    sebanyak 3 kali pengulangan, hal tersebut berdasarkan perhitungan uji

    replikasi yang menggunakan rumus Federer, yaitu ≥2,67 dan dibulatkan

    menjadi 3 kali (Federer, 1955).

    Dalam setiap pengamatan peneliti memakai 10 larva Aedes aegypti  

    instar III. Konsentrasi perasan yang digunakan adalah 20% (K1), 30%

    (K2), 40% (K3), 50% (K4), 60% (K5), 70% (K6), 80% (K7) dan 90% (K9)

    berdasarkan penelitian sebelumnya (Susanto, 2014). Kematian larva yang

    didapatkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 5.1 Hasil Pemberian Air Perasan Daun Kamboja Merah terhadap

    Larva Aedes aegypti L Instar III

    KonsentrasiPerasanDaun

    KambojaMerah

    Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Rata-Rata

    Jumlah

    KematianLarva

    Persentase Rata-

    Rata

    Kematian Larva(%)

    Σ Larva

    Hidup

    Σ Larva

    mati

    Σ Larva

    Hidup

    Σ Larva

    Mati

    Σ Larva

    Hidup

    Σ Larva

    mati

    K1 10 0 10 0 10 0 0 0

    K2 10 0 10 0 10 0 0 0

    K3 9 1 10 0 10 0 0,33 3,3

    K4 8 2 9 1 8 2 1,67 16,7

    K5 8 2 8 2 8 2 2 20

    K6 7 3 7 3 8 2 2,67 26,7

    K7 5 5 4 6 4 6 5,67 56,7

    K8 3 7 2 8 3 7 7,33 73,3

    K + 0 10 0 10 0 10 10 100

    K –  10 0 10 0 10 0 0 0

    Catatan: Setiap kelompok menggunakan 10 larva Aedes aegypti  instar III.

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    56/82

     

    39

    Gambar 5.1 Grafik jumlah kematian larva terhadap pemberian konsentrasi

    air perasan daun Kamboja Merah

    Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah kematian larva paling

    banyak terdapat pada K8 (konsentrasi 90%) dan jumlah kematian larva

    paling sedikit pada K1 (konsentrasi 20%).

    Gambar 5.2 Grafik persentase rata-rata kematian larva terhadap

    pemberian konsentrasi air perasan daun Kamboja Merah

    Persentase kematian larva yang disajikan dalam tabel 5.2

    didapatkan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K+ K-

    Replikasi 1

    Replikasi 2

    Replikasi 3

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

    Rata-Rata Persentase Larva Mati

    Rata-Rata Persentase

    Larva Mati

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    57/82

     

    40

    Formula Abbot (WHO, 2005).

     

    X = Persentase larva yang hidup pada kontrol negatifY = Persentase larva yang hidup pada perlakuan

    Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kematian larva yang mencapai

    50% terdapat diantara K6 - K7 yaitu pemberian konsentrasi air perasan

    daun kamboja merah sebesar 70% - 80%.

    5.2 Analisa Hasil Statistik 

    Dalam menganalisa hasil penelitian ini peneliti menggunakan

    SPSS versi 23 dimana nilai signifikasi (α) sebesar 0,05. Analisa data

    statistika ini bertujuan untuk mengambil kesimpulan atau

    mendeskripsikan data. Uji yang ideal dilakukan dalam analisa statistik

    ini adalah uji parametrik menggunakan metode One-way Anova dan

    dilanjutkan dengan uji LSD. Untuk pengujian dengan menggunakan

    metode anova, sebelumnya harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:

    skala data minimal interval, data berdistribusi normal dan varians data

    homogen.

    5.2.1 Saphiro-Wilk

    Uji normalitas Saphiro-Wilk akan dilakukan pada penelitian ini untuk

    melihat normal atau tidaknya distribusi data penelitian dengan : data

    berdistribusi normal, : data tidak berdistribusi normal. Jika nilai

    signifikansi < α maka  ditolak.

    Setelah dilakukan uji Saphiro-Wilk didapatkan hasil nilai signifikansi

    p=0,00 (p < α), yang artinya  ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa data

    tidak berdistribusi secara normal. Sehingga Uji statistik One-way Anova

    tidak dapat dilakukan. Maka langkah selanjutnya yaitu menggunakan uji

    statistik non-parametrik yaitu Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan

    Wilcoxon Mann-Whitney.

    5.2.2 Uji Kruskal-Wallis

    Peneliti menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis

    karena data hasil penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    58/82

     

    41

    uji parametrik. Hipotesis dari uji statistik Kruskal-Wallis adalah : tidak

    ada perbedaan jumlah larva mati berdasarkan konsentrasi air perasan

    daun kamboja merah. : ada perbedaan (minimal sepasang) jumlah larva

    mati berdasarkan konsentrasi air perasan daun kamboja merah. Dimana

    hasil signifikansi p < α menyatakan  diterima.

    Hasil yang didapatkan pada uji Kruskal-Wallis ini yaitu nilai

    signifikansi sebesar 0,00 (p< α) yang berarti   ditolak dan   diterima.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ada perbedaan

     jumlah larva mati berdasarkan konsentrasi air perasan daun kamboja

    merah.

    Untuk membandingkan pasangan yang berbeda maka akan

    dilanjutkan dengan uji Wilcoxon Mann-Whitney.

    5.2.3 Uji Wilcoxon Mann-Whitney

    Uji ini merupakan lanjutan dari uji Kruskal-Wallis dimana uji ini

    dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna

    pada setiap kelompok konsentrasi yang akan dibandingkan. Di mana jika

    nilai signifikansi α berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari

     jumlah larva yang mati pada konsentrasi yang dibandingkan. Hasil dari uji

    Mann-Whitney pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tabel 5.2 Hasil Uji Wilcoxon Mann-Whitney

    Kons 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% K+ K-

    20% 1,00 ,317 ,034* ,025* ,034* ,034* ,034* ,025* 1,00

    30% ,317 ,034* ,025* ,034* ,034* ,034* ,025* 1,0040% ,068 ,034* ,043* ,043* ,043* ,034* ,317

    50% ,317 ,099 ,043* ,043* ,034* ,034*

    60% ,114 ,034* ,034* ,025* ,025*

    70% ,043* ,043* ,034* ,034*

    80% ,043* ,034* ,034*

    90% ,034* ,034*

    K+ ,025*

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    59/82

     

    42

    Keterangan :

    * : Kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna (p α sehingga dapat disimpulkan

    tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.

    Namun pada perbandingan konsentrasi 20% terhadap

    konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90% didapatkan nilai

    signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan

    bermakna jumlah kematian larva.

    2. Pada perbandingan konsentrasi 30% terhadap 40% didapatkan

    nilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat

    perbedaan bermakna jumlah kematian larva. Namun pada

    perbandingan konsentrasi 30% terhadap konsentrasi 50%, 60%,

    70%, 80% dan 90% didapatkan nilai signifikansi < α  sehingga

    dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna jumlah

    kematian larva.

    3. Pada perbandingan konsentrasi 40% terhadap 50% didapatkannilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat

    perbedaan bermakna jumlah kematian larva. Namun pada

    perbandingan konsentrasi 40% terhadap konsentrasi 60%, 70%,

    80% dan 90% didapatkan nilai signifikansi < α sehingga dapat

    disimpulkan terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian

    larva.

    4. Pada perbandingan konsentrasi 50% terhadap 60% dan 70%didapatkan nilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan

    tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.

    Namun pada perbandingan konsentrasi 50% terhadap

    konsentrasi 80% dan 90% didapatkan nilai signifikansi < α

    sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna

     jumlah kematian larva.

  • 8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054

    60/82

     

    43

    5. Pada perbandingan konsentrasi 60% terhadap 70% didapatkan

    nilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat

    perbedaan bermakna jumlah kematian larva. Namun pada

    perbandingan konsentrasi 60% terhadap konsentrasi 80% dan

    90% didapatkan nilai signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan

    terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.

    6. Pada perbandingan konsentrasi 70% terhadap 80% dan 90%

    didapatkan nilai signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan

    terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.

    7. Pada perbandingan konsentrasi 80% terhadap 90% didapatkan

    nilai signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan terdapat

    perbedaan bermakna jumlah kematian larva.

    Hal tersebut memperlihatkan bahwa meskipun secara matematis

    terdapat perbedaan pada jumlah kematian larva, namun secara statistik,

    kelompok konsentrasi 20% terhadap 30% dan 40% tidak memiliki

    perbedaan yang bermakna jumlah kematian larva, begitu pula dengan

    kelompok konsentrasi 30% terhadap 40%, kelompok konsentrasi 40%terhadap 50%, kelompok konsentrasi 50% terhadap 60% dan 70%, serta

    kelompok konsentrasi 60% terhadap 70%.

    Selain uji perbandingan antar kelompok konsetrasi, juga perlu

    dilakukan uji perbandingan antar kelompok konsentrasi dengan kelompok

    kontrol. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah sampel

    mempunyai nilai rata-rata yang berbeda dengan nilai rata-rata acuan,

    dimana acuan tersebut merupakan kontrol negatif. Jika nilai rata-ratasampel sama dengan nilai rata-rata acuan maka secara statistik data itu

    tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Artinya pada konsentrasi

    tersebut diberikan atau tidak berikan air perasan hasilnya akan sama saja.

    Pada uji ini hipotesis yang berlaku sebagai berikut:

     : Jumlah larva hidup pada konsentrasi sama dengan nilai 10

     : Jumlah larva hidup pada konsentrasi tidak sama dengan nilai 10

  • 8/19/201