Permasalahan Hukum Keanggotaan Taiwan dalam World Trade Organization
Aisy Ayurezeki 0503000174
Fakultas Hukum. Universitas Indonesia Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan
Transnasional 2008
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
ABSTRAK
Aisy Ayurezeki 0503000174, ”Permasalahan Hukum Keanggotaan Taiwan dalam World Trade Organization”, Program Kekhususan VI: Hukum Tentang Hubungan Transnasional; Skripsi; FHUI; 2008;xi+103 hal. Sistem keanggotaan organisasi internasional merupakan suatu bahasan yang dapat kita temukan dengan mudah dalam praktek di dunia internasional. Topik ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut ketika suatu entitas politik bernama Taiwan, yang status kenegaraannya (statehood) tidak jelas di mata internasional, memperoleh keanggotaan dalam salah satu organisasi terbesar dan terpenting di dunia yaitu World Trade Organization (WTO). Taiwan merupakan daerah yang menjadi tempat pelarian bagi pihak yang kalah ketika terjadi perang saudara di daratan Cina dari tahun 1946-1949, lalu akhirnya menyatakan bahwa wilayahnya adalah sebuah negara yang berdiri sendiri, bukannya bagian dari negara Republik Rakyat Cina (RRC), yang sampai sekarang masih mengklaim wilayah Taiwan sebagai salah satu propinsinya. WTO sendiri merupakan bagian dari sistem organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang mana pernah mengeluarkan resolusi yang tidak mengakui Taiwan sebagai suatu negara yang mewakili rakyat Cina, dan menyerahkan kewenangan untuk mewakili rakyat Cina di PBB kepada RRC. Resolusi inilah yang menjadi pertimbangan menyangkut apakah WTO mempunyai kewajiban untuk mengikuti Kebijakan Satu Cina yang telah dibuat oleh PBB. Oleh sebab itu sebagai penjelasan lanjutan adalah mengenai hubungan sesungguhnya antara PBB dengan WTO yang terdapat dalam Arrangement for Effective Cooperation with Other Intergovernmental Organizations (15 November 1995), sehingga kedudukan serta kewajiban WTO dalam sistem PBB dapat lebih mudah dipahami, khususnya jika dikaitkan dengan perihal tata cara aksesi dalam WTO serta keanggotaan Taiwan dalam WTO. Dengan demikian, karya ini diharapkan dapat menambah pemahaman kita akan permasalahan sistem keanggotaan dalam organisasi internasional selain juga menambah wawasan kita.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................... i
ABSTRAK ........................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................ iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................ iv
KATA PENGANTAR .................................... v
DAFTAR ISI ........................................ viii
DAFTAR SINGKATAN .................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ........................ 1
B. POKOK PERMASALAHAN .................... 12
C. TUJUAN PENULISAN ...................... 12
D. METODE PENULISAN ...................... 12
E. SISTEMATIKA PENULISAN ................. 15
BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM KEANGGOTAAN
ORGANISASI INTERNASIONAL .................. 18
A. PRINSIP-PRINSIP KEANGGOTAAN ........... 22
B. TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA .......... 27
BAB III KEANGGOTAAN TAIWAN DALAM
PERSERIKATAN BANGSA BANGSA ................ 33
A. SEJARAH LAHIRNYA TAIWAN ............... 35
B. TAIWAN SEBAGAI ANGGOTA
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
ii
PERSERIKATAN BANGSA BANGSA ............ 37
B.1. PRA KEMENANGAN
PARTAI KOMUNIS CINA .............. 39
B.2. PASCA KEMENANGAN
PARTAI KOMUNIS CINA .............. 41
BAB IV KEANGGOTAAN TAIWAN DALAM
WORLD TRADE ORGANIZATION .................. 56
A. SISTEM KEANGGOTAAN
WORLD TRADE ORGANIZATION .............. 63
B. TATA CARA AKSESI DALAM
WORLD TRADE ORGANIZATION .............. 65
C. KEANGGOTAAN TAIWAN DALAM
WORLD TRADE ORGANIZATION .............. 72
BAB V PENUTUP ................................... 91
DAFTAR PUSTAKA .................................... 99
LAMPIRAN
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi internasional bertumbuh dan berkembang
untuk pertama kalinya disebabkan oleh dua hal yang penting;
pertama, karena pesatnya perkembangan teknologi dan
komunikasi, sehingga menimbulkanpula keinginan untuk
mengatur kegunannya secara kolektif; kedua, karena
meluasnya hubungan-hubungan internasional di seluruh
permukaan planet bumi ini, sehingga menimbulkan kesulitan-
kesulitan dari kekompleksan hubungan-hubungan tersebut.1
Mengingat pengaturannya tidak lagi dapat diselesaikan hanya
melalui perjanjian-perjanjian bilateral ataupun melalui
saluran diplomatik yang tradisional saja, maka mulailah
timbul pemikiran untuk mendirikan organisasi-organisasi
internasional.
1 Syahmin A.K. (a), Masalah-masalah Aktual hukum Organisasi
Internasional, (Bandung: CV. Armico, 1988), hal. 16.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
2
Organisasi internasional dalam arti luas pada
hakikatnya meliputi organisasi internasional publik (Public
International Organization), organisasi internasional
privat (Private International Organization), organisasi
regional atau sub-regional (Regional or Sub-regional
Organization), dan organisasi yang bersifat universal
(Organization of Universal Character).2
Pembentukan organisasi internasional pada dasarnya
dibedakan menurut prinsip-prinsip keanggotaan yang akan
dianut, seperti:3
a) Prinsip universalitas (universality); keanggotaan
dalam organisasi internasional ini tidak membedakan
besar kecilnya negara, walaupun untuk menjadi anggota
masih harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
b) Prinsip kedekatan wilayah (geographic proximity);
anggotanya hanya dibatasi pada negara-negara yang
berada di wilayah tertentu saja dan negara di luar
kawasan tersebut tidak dapat menjadi anggota.
2 Sumaryo Suryokusumo (a), Studi Kasus Hukum Organisasi
Internasional, cet. 1, (Bandung: PT> Alumni, 1997), hal. 37. 3 Ibid., hal. 37-38.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
3
c) Prinsip selektivitas (selectivity); penekanannya
terhadap syarat-syarat tertentu dalam penerimaan
anggota. Syarat tersebut adalah sebagai berikut:4
• Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak
geografis;
• Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang
akan dicapai;
• Keanggotaan yang didasarkan pada sistem
pemerintahan tertentu atau pada sistem ekonomi;
• Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan
kebudayaan, agama, etnis, dan pengalaman sejarah;
• Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-
hak asasi manusia.
Salah satu contoh organisasi internasional yang
menganut prinsip keanggotaan universal dengan beberapa
persyaratan tertentu adalah PBB, dimana tercantum dalam
Piagam PBB Pasal 4 dan 18(2):5
1. Negara itu haruslah cinta damai;
2. Menerima kewajiban-kewajiban sebagaimana tersebut
dalam Piagam PBB;
4 Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi
Internasional, (Jakarta: UI-Press, 2004), hal. 47. 5 Sumaryo Suryokusumo (a), op. Cit., hal. 52.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
4
3. Bersedia melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut;
4. Memperoleh rekomendasi dari Dewan Keamanan;
5. Pengesahan sebagai anggota baru oleh Majelis Umum
melalui dua pertiga suara.
Prinsip keanggotaan yang dianut organisasi memiliki
hubungan erat dengan pemberian pengakuan karena penerimaan
negara atau subjek hukum internasional lainnya sebagai
anggota suatu organisasi internasional secara implisit
mengandung pengakuan organisasi tersebut terhadap negara
maupun subjek hukum internasional. Pengakuan organisasi
internasional tersebut dapat memberikan pengaruh bagi
organisasi internasional lainnya, tidak hanya yang berada
di dalam satu sistem seperti badan-badan khusus PBB tetapi
juga kepada organisasi-organisasi internasional lainnya.6
Maksudnya adalah dalam penerimaan anggota oleh organisasi
internasional tentu turut dipertimbangkan pengakuan yang
telah diberikankan sebelumnya oleh organisasi internasional
lainnya, dan pada akhirnya semakin banyak pengakuan yang
diberikan oleh organisasi internasional akan memperkuat
status subjek hukum internasional tersebut secara umum
dalam dunia internasional.
6 Ibid., hal. 69.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
5
Taiwan merupakan contoh wilayah yang memiliki masalah
dalam hal memperoleh pengakuan dari dunia internasional.
Republik Cina, nama resmi Taiwan, pernah menjadi perwakilan
resmi Cina dan menjadi salah satu dari lima negara anggota
tetap Dewan Keamanan. Namun, di dalam perkembangan
selanjutnya, dengan kemenangan Partai Komunis Cina yang
dapat menguasai daratan, makalahirlah Republik Rakyat Cina
(RRC) empat tahun setelah berdirinya PBB, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 1949, sedangkan Republik Cina akhirnya
terusir ke pulau Taiwan. Segera sesudah itu pemerintah RRC
pada tanggal 18 November 1949 mengirim surat kepada
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB dan minta agar PBB segera
mencabut segala hak delegasi Cina Nasionalis untuk terus
mewakili rakyat Cina di PBB. Pernyataan semacam ini
disampaikan lagi beberapa kali kepada Sekjen PBB dalam
tahun-tahun berikutnya.7 Barulah melalui Resolusi 2758,
tanggal 25 Oktober 1971, dengan suara 76 negara setuju, 35
negara menolak, dan 17 negara abstain, PBB menyetujui
pengembalian semua hak RRC dan pengakuan wakil
pemerintahnya sebagai satu-satunya wakil yang sah di PBB,
serta segera mengeluarkan wakil Chiang kai-shek dari
7 Sumaryo Suryokusumo (b), Hukum Organisasi Internasional, cet. 1, (Jakarta:UI-Press, 1990), hal. 61.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
6
tempatnya yang diduduki dengan cara tidak sah di dalam PBB
serta badan-badan PBB lainnya.
Saat ini Taiwan masih menjadi wilayah yang statusnya
tidak jelas dalam hubungan internasional, dimana pemerintah
RRC menganggapnya sebagai salah satu propinsi sedangkan
pemerintah Taiwan menyatakan diri sebagai negara Republik
Cina yang merdeka, sehingga pengakuan dari subjek hukum
internasional manapun merupakan nilai tambah dalam usahanya
memperoleh pengakuan penuh sebagai negara. Otoritas Taiwan
memiliki jurisdiksi meliputi Taiwan, kepulauan Penghu,
Kinmen, dan Matsu. Wilayah khusus ini menjadi anggota World
Trade Organization (WTO) terhitung tanggal 1 Januari 2002
dengan mengusung nama Separate Custom Territory of Taiwan,
Penghu, Kinmen, and Matsu (Chinese Taipei).
WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi
untuk mengatur dan memfasilitasi perdagangan internasional.
WTO mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995 yaitu dengan
disepakatinya Agreement the World Trade Organization yaitu
persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang
ditandatangani para menteri perdagangan negara-negara
anggota WTO pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh,
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
7
Maroko. Organisasi ini bukan specialized agency8 (badan
khusus) dari PBB, namun memiliki pengaturan yang kooperatif
dan praktis dengan PBB.9 WTO, para pejabatnya serta utusan
negara anggota akan memiliki hak-hak istimewa serta
kekebalan serupa yang diberikan sesuai dengan Convention on
the Privileges and Immunities of Special Agencies 1947.10
Tujuan utama WTO adalah untuk menciptakan persaingan sehat
dalam bidang perdagangan internasional bagi para
anggotanya. Sedangkan secara filosofis tujuan WTO adalah
8 Specialized agency adalah organisasi internasional dengan
kompetensi terbatas yang terhubungan dengan PBB melalui perjanjian khusus. Hubungan antara specialized agency dengan PBB dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 57 dan 63 Piagam PBB, dengan catatan organisasi-organisasi tersebut harus memenuhi kriteria dalam Pasal 57(1), yakni didirikan dengan perjanjian antar pemerintah serta memiliki tanggung jawab internasioanl yang luas di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, dan bidang-bidang terkait. Perjanjian antara PBB dengan organisasi-organisasi internasional tersebut dilakukan atas inisiatif ECOSOC dan isinya mencakup koordinasi program, pembentukan hubungan anggaran dan keuangan, kerjasma dalam pembangunan jasa statistik dan personel, dan penghindaran administrasi serta hal-hal teknis yang kompetitif atau tumpang tindih. Setiap specialized agency memiliki konstitusinya sendiri dan mendapat kekuatan hukum dasarnya bukan dari PBB, namun dari pemerintahan yang menerima konstitusi tersebut. Dewasa ini terdapat 12 perjanjian antara PBB dengan specialized agency, yakni dengan ITU, UPU, ILO, FAO, IMF, IBRD, IFC, UNESCO, ICAO, WHO, WMO, dan IMCO. Lihat Phillipe Sands dan pierre Klein ed., Bowett’s Law of International Institutions, 5th ed., (London: Sweet & Maxwell, 2001), hal. 79, juga Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO: Aspek-aspek Hukum dan Non Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hal. 87, dan Norman Hill, International Organization, (New York: Harper & Brothers Publishers, 1952), hal. 198.
9 United Nations, Basic Facts About the United Nations, (New York:
United Nations Publication, 2000), hal. 64. 10 Hata, op. Cit., hal. 88.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
8
untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan, menjamin
terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan
perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
dunia.
Saat ini WTO merupakan satu-satunya organisasi
internasional besar yang mengizinkan Taiwan menjadi
anggotanya. Mengingat banyaknya komentar yang menyatakan
bahwa Taiwan merupakan bagian dari kesatuan Cina, Taiwan
tidak bisa menjadi dan tidak dapat dianggap sebuah Negara
dan oleh karenanya tidak layak memperoleh keanggotaan dalam
PBB atau organisasi internasional kebanyakan. Selain WTO,
Taiwan adalah anggota dari Asian Development Bank, Asia
Pasific Economic Cooperation, Pasific Economic Cooperation
Council, dan beberapa lainnya. Walaupun begitu, keanggotaan
dalam WTO merupakan pencapaian terpenting bagi Taiwan dalam
memulihkan kembali statusnya di dunia internasional.
Menjadi anggota WTO memberi Taiwan kesempatan yang sama
yang dimiliki anggota WTO lainnya untuk mengembangkan
potensi ekonominya.
Pemberian keanggotaan dalam WTO kepada Taiwan
dimungkinkan karena Pasal XII(1) WTO Agreement menyatakan
bahwa aksesi dapat dilakukan Negara (state) atau Wilayah
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
9
yang memiliki hak sepenuhnya dalam menetapkan kebijakan
perdagangannya (separate custom territory) dan berdasarkan
klausul-klausul yang telah disetujui antara pihak yang
melakukan aksesi dengan WTO. Taiwan dinilai memenuhi
persyaratan sebagai anggota WTO yang berstatus separate
custom territory karena sesuai pasal XXIV(2) GATT yang
mendefinisikan “custom territory”, Taiwan memiliki tariff
atau pengaturan lainnya dalam bidang perdagangan yang
terpisah (separate tariffs or other regulations of
commerce) yang dipertahankan sebagai bagian penting untuk
melakukan perdagangan (a substantial part of trade) dengan
negara-negara lain.11 Selain itu, pengakuan diplomatik
bukanlah penghalang bagi keanggotaan Taiwan karena negara-
negara peserta hanya memperhatikan hal-hal yang berhubungan
dengan General Agreement, dan bukan terhadap status dalam
hukum internasional.12
Perbedaan kriteria penerimaan anggota berhubungan erat
dengan prinsip keanggotaan yang dianut oleh suatu
11 Pasal XXIV(2) GATT berbunyi,”For the purposes of this Agreement a custom teritory shall be understood to mean any territory with respect to which separate tariffs or other regulations of commerce are maintained for a substantials part of the trade of such territory with other territories.”
12 Pasha L. Hsieh, “Facing China: Taiwan’s Status as a Separate
Cutom Territory in the World Trade Organization”, Journal of World Trade (2005): 1201-1202.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
10
organisasi internasional. Penetapan suatu Wilayah yang
memiliki hak sepenuhnya dalam menetapkan kebijakan
perdagangannya (Wilayah Khusus) dapat menjadi anggota dalam
WTO sesuai ketentuan Pasal XII(1) WTO Agreement, tentu
bukan tanpa alasan logis. Tujuan dari WTO adalah untuk
menjalin hubungan perdagangan, maka cakupan organisasinya
haruslah seluas mungkin sehingga memudahkan pencapaian
tujuan. Dari hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa WTO
menganut prinsip keanggotaan selektif yang didasarkan pada
kepentingan yang akan dicapai.
Ditetapkannya suatu Wilayah Khusus dapat menjadi
anggota WTO adalah satu-satunya jawaban bagaimana bisa
Taiwan masuk dalam keangotaan WTO. Banyak terjadi
kekeliruan pendapat yang memandang WTO sebagai badan khusus
dari PBB sehingga tidak seharusnya WTO menerima Taiwan
sebagai anggotanya mengingat PBB menganut Kebijakan Satu
Cina yang hanya mengakui RRC sebagai perwakilan yang sah
dari rakyat Cina, dan sistem tersebut seharusnya menjadi
semacam panduan (guidelines) bagi badan-badan khusus PBB
yang ada. Dalam penjelasan sebelumnya, telah dinyatakan
bahwa WTO bukanlah suatu badan khusus PBB. Dalam Bowett’s
Law of International Institutions, WTO diklasifikasikan
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
11
sebagai other autonomous organizations yaitu badan yang
dibentuk berdasarkan suatu perjanjian yang bertujuan
menetapkan peraturan pelaksana substansial dalam bidang
tertentu, namun badan ini bukan sepenuhnya bagian dari
sistem PBB.13 Keanggotaan dalam organisasi ini berkembang
dengan luas dan secara umum jumlahnya kurang universal dari
keanggotaan dalam PBB, walaupun dalam beberapa kasus,
misalnya, institusi yang didirikan berdasarkan the Law of
the Sea Convention dan the Climate Change Convention,
keanggotaannya hampir menyamai PBB sedangkan the Convention
on the Rights of the Child telah memiliki lebih banyak
negara anggota dibandingkan dengan PBB. Dengan demikian
sebagai autonomous organization, WTO tidak diwajibkan
mengikuti kebijakan yang dibuat PBB sehingga anggota tidak
seharusnya menimbulkan masalah.
13 Phillipe Sands dan Pierre Klein, op. Cit., hal. 115.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
12
B. Pokok Permasalahan
Adapun hal-hal yang menjadi pertanyaan dalam penulisan
Permasalahan Hukum keanggotaan Taiwan dalam World trade
Organization adalah:
1. Bagaimana pengaturan mengenai penerimaan anggota dan
tata cara aksesi dalam World trade Organization?
2. Bagaimana prosedur yang ditempuh Taiwan untuk menjadi
anggota World Trade Organization?
C. Tujuan Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan tujuan sebagai berikut,
yaitu:
1. Mengetahui pengaturan mengenai penerimaan anggota dan
tata cara aksesi dalam World Trade Organization.
2. Mengetahui prosedur yang ditempuh Taiwan untuk menjadi
anggota World Trade Organization
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipergunakan dalam membahas
Permasalahan Hukum Keanggotaan Taiwan dalam World trade
Organization adalah dengan metode penulisan hukum
kepustakaan. Dalam penulisan hukum, data yang diteliti
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
13
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
14
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
15
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
16
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
17
Aksesi dalam WTO, berputar pada langkah-langkah yang harus
ditempuh suatu negara untuk memperoleh keanggotaan dalam
WTO. Akhirnya bagian terakhir, keanggotaan Taiwan dalam
WTO, membahas secara lengkap perjalanan Taiwan dalam
upayanya memperoleh keanggotaan dalam salah satu organisasi
tersebesar di dunia, WTO.
BAB V PENUTUP
Untuk bab terakhir, penulis akan memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari analisis mengenai
tata cara aksesi Taiwan dalam WTO.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
BAB II
TINJAUAN UMUM
SISTEM KEANGGOTAAN ORGANISASI INTERNASIONAL
Sejak pertengahan abad ke-17 perkembangan organisasi
internasional tidak saja diwujudkan dalam berbagai
konferensi internasional yang kemudian melahirkan
persetujuan-persetujuan, tetapi lebih dari itu telah
melembaga dalam berbagai variasi dari komisi (commission),
sarekat (union), dewan (council), liga (league),
persekutuan (association), perserikatan bangsa bangsa
(united nations), persemakmuran (commonwealth), masyarakat
(community), kerjasama (cooperation), dan lain-lain.18
Proses perkembangan organisasi internasional yang sebegitu
cepat sekaligus telah menciptakan norma-norma hukum yang
berkaitan dengan organisasi itu, yang kemudian membentuk
suatu perjanjian yang disebut instrumen dasar atau
18 Sumaryo Suryokusumo (b), op. Cit., hal. 2.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
19
instrumen pokok (constituent instrument), atau biasa
disebut Anggaran Dasar.19
Salah satu hal yang diatur dalam Anggaran dasar
tersebut adalah masalah keanggotaan yang merupakan
persoalan konstitusional yang mendasar. Perihal keanggotaan
dalam organisasi internasional tidak dapat dilepaskan dari
tujuan, jenis, dan peranan oraganisasi tersebut karena hal-
hal itulah yang membentuk karakter suatu organisasi. Tujuan
dari masing-masing organisasi internasional tentu dapat
disimak dari Anggaran Dasar yang membentuk dan
mendirikannya. Tujuan organisasi internasional menurut
ulasan Coulombis dan Wolfe adalah untuk:20
1. Regulasi hubungan antar negara terutama melalui cara-
cara penyelesaian sengketa secara damai
2. Mencegah perang, meminimalkan, dan mengendalikan
konflik internasional (conflict management)
19 Anggaran Dasar akan memuat prinsip-prinsip dan tujuan, struktur,
maupun, maupun cara organisasi itu bekerja. Selain itu, Anggaran Dasar yang dimiliki organisasi internasional memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Anggaran Dasar ini dapat berupa Piagam (PBB,OAS, OAU, dan OKI), Covenant (LBB), Final Act (Helsinki Accords), Pact (Liga Arab), Treaty (NATO dan SEATO), Statute (IAEA dan OPEC), Deklarasi (ASEAN), Constitution (UNIDO, ILO, WHO, dan UNESCO), dan lain-lain. Lihat Ibid., hal. 10 dan 26-27.
20 T. May Rudy, Administrasi & Organisasi Internasional (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005), hal. 31 mengutip dari Theodore A. Coulombis dan James H. Wolfe, International Relations: Power and Justice (New Delhi: Prentice Hall of India, 1981), hal. 278-280.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
20
3. Memajukan dan meningkatkan kegiatan kerjasama ekonomi
sosial untuk pembangunan dan kesejahteraan penduduknya
4. Collective Security atau Collective Defense (aliansi)
sekelompok negara untuk menghadapi ancaman eksternal
bersama.
Sedangkan dilihat dari jenis organisasi, D.W. Bowett21
mengklasifikasikan organisasi internasional berdasarkan
pada kompetensinya, yaitu organizations of general
competence dan organizations of limited competence. Baik
organisasi global maupun regional dibagi atas
kompetensinya. Pada organisasi global, yang termasuk dalam
kategori limited competence ialah badan-badan khusus PBB
(specialized agencies), seperti ILO, ICAO, UNESCO, WHO, dan
sebagainya. Organisasi regional yang mempunyai general
competence diantaranya The Council of Europe, sedangkan
yang limited competence misalnya The European Communities
dan The European Free Trade Area.
Setiap organisasi internasional tentunya dibentuk untuk
melaksanakan peran-peran dan fungsi-fungsi sesuai dengan
tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh
anggotanya. Peran organisasi internasional adalah sebagai
21 Phillipe Sands dan Pierre Klein, op. Cit., hal. 18.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
21
berikut: 1) Wadah/forum untuk menggalang kerjasama serta
untuk mencegah atau mengurangi intensitas konflik (sesama
anggota); 2) Sebagai sarana untuk perundingan dan
menghasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan;
dan adakalanya bertindak sebagai 3) Lembaga yang mandiri
untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan (antara lain
kegiatan sosial kemanusiaan, bantuan untuk pelestarian
lingkungan hidup, pemugaran monumen sejarah, peace-keeping
operation, dan lain-lain).22 Peranan organisasi
internasional menurut Clive Archer adalah sebagai berikut:23
1. Instrumen (alat/sarana), yaitu untuk mencapai
kesepakatan, menekan intensitas konflik (jika ada) dan
menyelaraskan tindakan;
2. Arena (forum/wadah), yaitu untuk berhimpun
berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan keputusan
secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-
perjanjian internasional (convention, treaty,
protocol, agreement, dan lain sebagainya);
3. Pelaku (aktor), bahwa organisasi internasional juga
bisa merupakan aktor yang autonomous dan bertindak
22 T. May Rudy, op. Cit., hal. 27. 23 Ibid., hal. 29, mengutip dari Clive Archer, International
Organization (London: George Allen & Unwin, 1983), hal. 136-137.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
22
dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi
internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan
kepentingan anggota-anggotanya.
Untuk mewujudkan tujuan dan peranan yang telah
dirancang, langkah awal yang harus diambil adalah dengan
membuat kualifikasi keanggotaan yang dapat membantu
tercapainya cita-cita organisasi. Tidak semua negara dapat
begitu saja masuk sebagai anggota organisasi internasional
kecuali dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan dalam instrumen pokoknya. Permasalahan
keanggotaan organisasi internasioanl erat kaitannya dengan
prinsip keanggotaan dan tata cara penerimaan anggota. Dua
hal inilah yang menjadi alat saring dalam hal penyeleksian
negara-negara yang berminat menjadi anggota organisasi
internasional, dan akan dijelaskan lebih lanjut dalam
uraian berikut.
A. Prinsip-prinsip Keanggotaan
Di dalam praktik, prinsip keanggotaan suatu organisasi
internasional bergantung pada maksud dan tujuan organisasi,
fungsi yang akan dilaksanakan, dan perkembangan apakah yang
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
23
diharapkan dari organisasi internasional tersebut.24 Sumaryo
Suryokusumo membedakan prinsip keanggotaan yang ada menjadi
tiga prinsip besar, yaitu:25
1. Prinsip Universalitas (principle of universality)
Prinsip universalitas pada umumnya lebih banyak
mencurahkan perhatiannya kepada masalah-masalah global,
baik yang berkenaan dengan program yang luas dan
kompleks seperti dalam LBB atau PBB, maupun dalam
lingkungan yang terbatan seperti halnya yang terjadi
dalam badan-badan khusus PBB. Jika prinsip ini yang
dianut oleh suatu organisasi internasional, maka
berarti keanggotaan tidak membedakan besar kecilnya
Negara, sistem pemerintahan atau sistem ekonominya,
walaupun untuk menjadi anggota masih harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Menurut H.G. Schermers,26
organisasi yang bersifat universal mempunyai sifat
sebagai berikut:
a) Universal (universality); organisasi yang universal
adalah organisasi yang operasinya meliputi seluruh
24 Sri Setianingsih Suwardi, op. Cit., hal. 46. 25 Sumaryo Suryokusumo (a), op. Cit., hal. 153-155. 26 Ibid., hal. 40, mengutip dari H.G. Schermers.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
24
dunia. Tahap pertama yang dilakukan setelah
organisasi internasional yang sifatnya universal
terbentuk, adalah membentuk administrasi yang
tarafnya di atas nasional negara anggotanya.
Peraturan yang dibuat oleh organisasi internasional
yang universal adalah benar-benar suatu peraturan
dari hukum dunia (world law). Partisipasi dari
negara-negara secara skala dunia menyebabkan
kecilnya kemungkinan bagi negara-negara non-anggota
untuk merintangi tujuan dari organisasi tersebut.
b) Adanya kepentingan pokok (ultimate necessity);
perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi
dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia
menuntut adanya kerjasama dalam level internasional
untuk membuat pengaturan dan standar-standar
internasional dalam hal masalah-masalah perhubungan
udara, perhubungan laut, meteorologi, penempatan
kabel bawah laut, pemanfaatan ruang angkasa, dan
lain sebagainya. Untuk menciptakan aturan-aturan
internasional dalam bidang tersebut dan agar
aturan-aturan tersebut dapat mudah dikoordinasikan
dan diterapkan di antara negara-negara di dunia
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
25
ini, maka pembentukan organisasi internasional yang
universal merupakan tindakan yang paling tepat.
c) Heterogenitas (heterogenity); keanggotaan suatu
organisasi universal meliputi negara-negara di
dunia ini, berarti terdiri dari berbagai negara
yang berbeda pandangan politik, ekonomi,
kebudayaan, dan tingkat perkembangannya. Semangat
yang mendasari adalah adanya kekuatan dari
organisasi internasional itu yang
dapatmenyelesaikan permasalahan bersama. Walaupun
harus diakui bahwa negara-negara kecil mempunyai
hak yang sama dengan negara-negara besar, namun
tidak dapat dihindari adanya pengaruh negara-negara
besar dalam setiap keputusan penting.
2. Prinsip Selektivitas (principle of selectivity)
Bagi organisasi yang menggunakan pola keanggotaan
yang terbatas atau selektif, penekanan dilakukan
terhadap faktor-faktor sebagai berikut:
a) Faktor geografis, dimana terdapat kecenderungan
untuk membentuk organisasi yang bersifat regional
daripada yang bersifat umum;
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
26
b) Kenyataan pentingnya negara-negara yang akan
menjadi anggota dalam hubungannya dengan masalah-
masalah yang menjadi sasaran organisasi tersebut;
c) Kualitatif, dengan melihat sistem ekonomi dan
bentuk tertentu pemerintah;
d) Faktor kebudayaan, agama, etnis, dan pengalaman
sejarah;
e) Penerapan hak-hak asasi manusia.
Seringkali kepentingan serta kebutuhan negara
berdaulat dan merdeka tidak cukup hanya diselesaikan
maupun dikoordinasi oleh lembaga atau organisasi
internasional. Ruang lingkup bidang yang harus diatur
oleh organisasi internasional universal demikian
luasnya, sehingga pengaturannya sering sulit
diselesaikan. Akan lebih mudah jika semua hubungan
internasional dalam belahan dunia tertentu diatur
secara terbatas (tidak menyeluruh), baik dari segi luas
wilayah, ekonomi, kebudayaan, kepentingan, atau tujuan
tertentu.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
27
3. Prinsip Kedekatan Wilayah (principle of geographic
proximity)
Organisasi yang menganut prinsip ini lebih
cenderung membentuk organisasi regional atau sub-
regional yang anggotanya akan dibatasi pada negara-
negara yang berada di wilayah tertentu saja. Organisasi
internasional regional itu adalah subyek hukum
internasional yang terdiri atas beberapa negara
anggota, terbatas pada region tertentu, bergabung dalam
suatu wadah kerjasama dengan maksud mencapai tujuan
tertentu. Pentingnya organisasi internasional regional
ini tidaklah berarti bahwa organisasi internasional
yang universal kalah penting. Baik organisasi
internasional regional maupun organisasi internasional
universal, diperlukan karena di satu pihak untuk
beberapa hal tertentu digunakan penyelesaian secara
regional, dan di lain pihak perlu penyelesaian secara
universal, bergantung dari kebutuhannya.27
27 Syahmin A.K. (b), Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional, (Bandung: Binacipta, 1986), hal. 80.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
28
B. Tata Cara Penerimaan Anggota
Keanggotaan dalam beberapa organisasi dipandang perlu
dibatasi oleh karakter organisasi-organisasi itu sendiri.
Tidak dapat diharapkan akan dijumpai organisasi regional
yang terbuka bagi negara-negara yang berada di luar wilayah
terkait, meskipun tidak ada pembatasan geografis dalam
klausul aksesi, keangotaan baru tunduk kepada kesepakatan
bulat dari anggota yang telah ada, yang diperkirakan akan
menerapkan beberapa jenis kriteria geografis dan politis
untuk menentukan layak atau tidaknya negara itu diterima
menjadi anggota.28
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pada intinya
persyaratan dan tata cara penerimaan anggota dalam
organisasi merupakan perwujudan dari karakter organisasi
yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar organisasi yang
bersangkutan. Perumusan untuk penerimaan keanggotaan dalam
suatu organisasi internasional merupakan tindakan
bilateral, yang berarti di satu pihak organisasi
internasional harus setuju dengan penerimaan keanggotaan,
28 D.W. Bowett, Hukum Organisasi Internasional [The Law of
International Institutional], diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 489-490.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
29
di lain pihak negara itu menurut hukum nasionalnya sah
untuk menjadi anggota organisasi internasional.29
Pada umumnya prosedur penerimaan keanggotaan dimulai
dengan adanya permintaan dari calon anggota melalui suatu
instrumen resmi yang memuat suatu pernyataan mengenai
kesanggupan untuk menjalankan kewajiban yang tercantum
dalam Anggaran Dasar organisasi internasional yang akan
dimasuki. Permohonan untuk menjadi anggota diajukan oelh
pihak yang berwenang menurut hukum internasional, seperti
kepala negara atau perdana menteri atau menteri luar negeri
atau pejabat diplomatik yang diakreditasikan di organisasi
internasional tersebut atau negara yang ditunjuk untuk
menyimpan dokumen ratifikasi.30
Untuk keanggotaan dalam PBB, Pasal 4(1) dengan jelas
menetapkan bahwa negara calon anggota harus cinta damai,
menerima kewajiban Piagam, sanggup dan bersedia
melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut. Pasal 3 Statuta
Dewan Eropa dengan tegas menyatakan bahwa suatu negara
hanya dapat menjadi anggota bila negara tersebut mengakui
prinsip supremasi hukum dan prinsip bahwa setiap orang yang
29 Sri Setianingsih Suwardi, op. Cit., hal. 56. 30 Ibid.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
30
berada di bawah yurisdiksinya dapat menikmati hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental.31
Tanggapan atas permohonan calon anggota oleh organisasi
internasional sampai pada akhirnya menghasilkan penerimaan
atau penolakan, merupakan suatu proses tersendiri, yang
berbeda antara satu organisasi dengan yang lainnya. Sebagai
contoh, di dalam PBB setelah surat permintaan disampaikan
kepada Sekretaris Jenderal PBB (Pasal 135 Rules Procedure
Majelis Umum PBB dan Pasal 59 Provisional Rules of
Procedure Dewan Keamanan PBB), surat permintaan tersebut
akan dimasukkan sebagai mata acara dalam agenda persidangan
Dewan Keamanan apabila disetujui. Permohonan ini kemudian
diedarkan oleh Sekretaris Jenderal kepada semua anggota
Majelis Umum PBB dan di Dewan Keamanan. Pasal 59
Provisional Rules of Procedure Dewan Keamanan PBB
menyatakan jika tidak ada pertentangan pendapat di dalam
Dewan Keamanan, permintaan itu akan disampaikan oleh
Presiden Dewan Keamanan kepada Committee on the Admission
of New Members. Komite itu kemudian akan memeriksa
permintaan yang diajukan dan melaporkan hasil pemeriksaan
tersebut kepada Dewan Keamanan. Jika perlu, komite dapat
31 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: PT. Alumni, 2000), hal. 428-429.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
31
meminta keterangan dari negara yang mengajukan permintaan
itu.
Sesuai Pasal 4(2) Piagam, anggota Dewan Keamanan lalu
mengadakan pemungutan suara terhadap draft resolusi singkat
yang menyatakan bahwa Dewan telah memeriksa permintaan itu,
dan karena itu memberikan rekomendasi kepada Majelis agar
negara pemohon dapat disetujui. Rekomendasi yang telah
disetujui (tanpa ada veto dari anggota tetap Dewan
Keamanan) bersama-sama dengan rekaman perdebatan, secara
lengkap disampaikan kepada Majelis. Apabila Dewan Keamanan
tidak bisa memberikan rekomendasi atau menunda
pembicaraannya, Dewan juga harus menyampaikan kepada
Majelis Umum suatu laporan khusus mengenai hal tersebut.32
Sesudah mendapatkan rekomendasi positif dari Dewan
Keamanan, kelengkapan ini disampaikan kepada Majelis
selambat-lambatnya 25 hari sebelum dimulainya sidang
reguler Majelis Umum atau 4 hari sebelum diadakannya sidang
khusus Majelis Umum PBB. Keputusan terakhir mengenai
penerimaan keanggotaan baru itu akan diambil oleh Majelis
dengan dua pertiga mayoritas suara (Pasal 18(2) Piagam).
32 Sumaryo Suryokusumo (b), op. Cit., hal. 44-47.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
32
Ketika keanggotaan sudah disetujui oleh organisasi,
maka hal terakhir yang harus dilakukan adalah proses
ratifikasi Anggaran Dasar organisasi internasional dimana
negara tersebut ingin menjadi anggota. Hubungan suasana
nasional dan suasana internasional dalam kaitannya dengan
penerimaan keanggotaan dalam suatu organisasi internasional
sangat penting. Negara sebagai obyek hukum organisasi
internasional memiliki kedaulatan yang besertanya turut
mengiringi hak-hak dan kewajiban yang harus sejalan dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen
pokok daripada organisasi internasional itu, melainkan juga
sesuai dengan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan
oleh organisasi internasional tersebut. Kedaulatan suatu
negara yang dimaksud disini adalah negara mempunyai
kapasitas internasional yang penuh sebagai pendukung hak
dan kewajibannya. Negara yang berdaulat dapat mengambil
tindakan apapun yang menurut negara itu dapat dilakukan
selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum
internasional maupun ketentuan dalam instrumen pokok dari
organisasi internasional, dimana negara itu menjadi
anggota, serta tidak mencampuri hak-hak negara lain.33
33 Syahmin A.K. (a), op. Cit., hal. 37-38.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
33
Gggggggggggggggggggggggfbffffffffffffffffffffffffffffffffff
ffffffff
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
BAB III
KEANGGOTAAN TAIWAN
DALAM PERSERIKATAN BANGSA BANGSA
Taiwan merupakan pariah34 terkaya dan tersukses di
dunia. Tingkat populasi dan ekonominya lebih besar daripada
sebagian besar Negara bagian di Amerika Serikat.35 Walaupun
begitu, Taiwan tidak dapat menggunakan kekuatannya tersebut
untuk bergabung dengan salah satu organisasi terbesar di
dunia, PBB dan badan-badan khususnya. Hal ini diakibatkan
oleh tidak diakuinya status kenegaraan (statehood) Taiwan
oleh organisasi tersebut. Ketika didirikan pada tanggal 24
34 Pariah (n): member of low or no caste; social outcast. Lihat
Oxford University, The Little Oxford Dictionary, 6th ed., (Oxford: Clarendon Press, 1986), hal. 388.
35 Willem van Kemenade, China, Hong Kong, Taiwan, Inc. [China, Hong
Kong, Taiwan BV], translated by Diane Webb, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1997), hal. 103.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
34
Oktober 1945, PBB hanya mempunyai 51 negara anggota utama36
yang didalamnya termasuk lima negara yang duduk dalam Dewan
Keamanan sebagai anggota tetap yaitu Amerika Serikat, Uni
Soviet, Republik Cina, Perancis, dan Inggris. Tahun 1949,
Partai Nasionalis Cina kalah dari Partai Komunis Cina dalam
perang saudara yang berlangsung dari tahun 1946. Komunis
lalu mendirikan RRC di daratan Cina sedangkan Nasionalis
akhirnya mundur ke pulau Taiwan dengan tetap mengusung nama
resmi Republik Cina (walau nama internasionalnya adalah
“Taiwan”) dan keyakinan bahwa pihaknyalah yang berwenang
mewakili seluruh rakyat Cina. RRC, yang merasa sebagai
pewaris kedudukan Republik Cina, lalu meminta pengalihan
keanggotaan PBB yang dipegang delegasi Taiwan. Tanggal 25
Oktober 1971, Majelis Umum PBB menyatakan bahwa RRC
merupakan perwakilan yang sah dari rakyat Cina. Namun,
sampai saat ini, antara RRC dengan Taiwan belum mencapai
kata sepakat mengenai status kedaulatan Taiwan, apakah
sebagai bagian dari wilayah RRC atau sebagai negara yang
36 Australia, Argentina, Belgia, Brazilia, Byelorusia, Chili, Canada, Cina, Colombia, Costa Rica, Kuba, Cekoslovakia, Denmark, Dominika, Equador, El Savador, Ethiopia, Mesir, Perancis, Guatemala, Yunani, Haiti, Meksiko, Nicaragua, Norwegia, Belanda, Selandia Baru, Panama, Paraguay, Peru, Polandia, Filipina, Saudi Arabia, Suriah, Turki, Uni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, Ukraina, Uruguay, dan Venezuela. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 40 tahun (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1958), hal. 41.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
35
berdaulat penuh. Secara lengkap proses pengalihan kekuasaan
dari Republik Cina ke RRC dijelaskan di bawah ini.
A. Sejarah Lahirnya Taiwan
Taiwan adalah sebuah negara yang saat ini menguasai
daerah kepulauan Taiwan, kepulauan Pescadores (Penghu),
Quemoy (Kinmen), dan Kepulauan Matsu. Mengenai pulau
Taiwan, sejarah37 yang terdapat catatan huruf dapat dilacak
sampai tahun 230. Raja Negara Wu, Sun Quan, yang berkuasa
di daerah Cina tenggara mengirim 10.000 perwira dan tentara
ke Taiwan. Setelah itu, pada abad ke-6 dan ke-7, Dinasti
Sui yang berkuasa di Cina juga pernah tiga kali mengadakan
ekspedisi ke Taiwan, bersamaan dengan itu, etnis Han yang
merupakan etnis utama di daratan mulai hijrah ke Kepulauan
Penghu dekat Taiwan dan berangsur-angsur berkembang ke
Taiwan karena mereka membawa teknik produksi yang maju.
Pada awal abad ke-17, Belanda menginvasi Taiwan dengan
menggunakan kesempatan lemahnya kekuatan Dinasti Ming,
sehingga Taiwan menjadi tanah jajahan Belanda. Pada tahun
1660-an, pahlawan bangsa Cina, Zheng Chenggong, memimpin
37 Embassy of the People’s Republic of China in the Republic of
Indonesia,<http://id.china-embassy.org/indo/rdht/masalahtaiwan/t233554. htm, diakses 20 Februari 2008.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
36
tentara dan mengusir kolonialis Belanda sehingga Taiwan
kembali lagi ke dalam pangkuan Cina.
Tahun 1894, Jepang melancarkan perang agresi terhadap
Cina, Dinasti Qing yang berkuasa saat itu menyatakan kalah,
dan dua tahun kemudian terpaksa menandatangani Traktat
Shimonoseki Cina-Jepang. Isi penting dari traktat tersebut
ialah menyerahkan wilayah Taiwan kepada Jepang menurut
tuntutan Jepang. Tahun 1945, setelah Jepang kalah dalam
Perang Dunia II, Cina sekali lagi menyambut pulang pulau
Taiwan yang telah dijajah oleh Jepang selama 50 tahun.
Tahun 1946, tercetuslah perang antara pihak Nasionalis
dengan pihak Komunis di Cina daratan. Penyebabnya adalah
pihak Nasionalis menolak membentuk pemerintah koalisi
dengan pihak Komunis sehingga pihak Nasionalis melancarkan
perang untuk membasmi Komunis dan mendirikan kekuasaan
mono-partai. Melalui perang selama tiga tahun, Komunis
dengan mendapat dukungan rakyat yang luas berhasil
mengalahkan Nasionalis. Tahun 1949, Komunis mendirikan RRC
dan Nasionalis yang berangsur-angsur kalah di daratan
akhirnya mundur ke pulau Taiwan. Di bawah dukungan Amerika
Serikat, Nasionalis mengadakan konfrontasi terhadap
pemerintah pusat RRC dengan tidak mengakui status RRC
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
37
sebagai wakil sah seluruh Cina. Sejauh ini meskipun kerap
diadakan hubungan ekonomi dan kebudayaan, tapi situasi
bermusuhan belum berakhir. Sekarang, Republik Cina dikenal
luas sebagai “Taiwan”, sementara RRC dikenal sebagai
“Cina”.
B. Taiwan sebagai Anggota Perserikatan Bangsa Bangsa
PBB mengenal dua macam keanggotaan,38 yaitu anggota asli
(original members) dan anggota yang diterima kemudian
(admitted members). Definisi anggota asli, ditentukan dalam
Pasal 3 Piagam PBB yang berbunyi;
The original Members of the United Nations shall be states which, having participated in the United Nations Conference on International Organization at San Fransisco or having previously signed the Declaration by United Nations of 1st January 1942, sign the present Charter and ratify it in accordance with article 110.
Jadi berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat menjadi
anggota asli adalah yang memenuhi syarat:
a) Negara yang ikut berpartisipasi dalam Konferensi PBB
di San Fransisco, tanggal 25 April 1945
b) Telah menandatangani Deklarasi PBB pada tanggal 1
Januari 1942.
38 Sri Setianingsih Suwardi, op. Cit., hal. 48-50.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
38
c) Negara-negara yang termasuk dalam kategori a dan b,
telah menandatangani Piagam dan meratifikasinya
berdasarkan Pasal 110 Piagam.
Sedangkan ketentuan mengenai keanggotaan baru diatur dalam
Pasal 4(1), 4(2), dan 18(2) Piagam, yang mana pada intinya
adalah sebagai berikut:
a) Negara cinta damai;
b) Menerima kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam
Piagam;
c) Mampu dan ingin melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
ditentukan dalam Piagam;
d) Permohonan untuk menjadi anggota PBB diputuskan oleh
Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan;
e) Keputusan untuk menjadi anggota baru akan diputuskan
oleh Majelis Umum dengan dua pertiga yang hadir dan
memberikan suaranya.
“Taiwan merupakan kata yang dirujuk kepada Republik
Cina setelah terjadi pemisahan pada tahun 1949. Sebelum itu
Republik Cina, yang berkedudukan di Cina daratan, merupakan
kesatuan negara yang diakui dunia internasional untuk
mewakili kepentingan rakyat Cina seluruhnya. Republik Cina
adalah salah satu anggota asli PBB yang ikut berpartisipasi
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
39
dalam United Nations Conference on International
Organization di San Fransisco pada tahun 1945. Empat tahun
kemudian terjadi penggulingan pemerintahan yang menyebabkan
dua hal penting, yaitu pendirian RRC di daratan Cina oleh
Partai Komunis Cina dan Republik Cina di pulau Taiwan oleh
Partai Nasionalis Cina. Permasalahan politik ini akhirnya
mempengaruhi permasalahan hukum keanggotaan dalam PBB.
Keinginan RRC agar PBB mencabut segala hak delegasi
Republik Cina untuk terus mewakili rakyat Cina di PBB,
barulah terpenuhi setelah mendapat dukungan serta pengakuan
dari negara-negara lain di PBB pada tahun 1971. Agar
kedudukan Republik Cina dalam PBB dapat lebih dipahami,
diperlukan suatu penjelasan yang komprehensif.
B.1. Pra Kemenangan Partai Komunis Cina
Seperti telah dijelaskan di awal, PBB secara
resmi berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945, ketika
Piagam telah diratifikasi oleh Republik Cina, Uni
Soviet, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat.39
Negara-negara inilah yang secara permanen menjadi
anggota Dewan Keamanan PBB.40 Lima anggota tetap
39 Pasal 110 (3) Piagam PBB. 40 Pasal 23 (1) Piagam PBB.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
40
(permanent members) Dewan Keamanan dikenal sebagai
“The Big Five”, yang mana tiap-tiap anggota tetap
tersebut mempunyai hak veto,41 yang berarti semua
keputusan penting harus selalu mendapat persetujuan
dari Lima Besar itu. Beberapa hal penting yang
pengesahan keputusannya harus memperoleh persetujuan
dari mereka antara lain adalah:
a) penerimaan anggota baru dalam PBB (Pasal 4(2));
b) pengangkatan Sekretaris Jenderal PBB (Pasal 97);
c) penyelesaian perselisihan (dispute) antara
negara-negara (Pasal 33-38);
d) pengangkatan Hakim Mahkamah Internasional (Pasal
4(1) jo. Pasal 8 Statuta Mahkamah Internasional);
e) mengadakan sanksi terhadap negara yang melakukan
pelanggaran terhadap perdamaian, ancaman
perdamaian, dan agresi (Pasal 39-51);
f) perubahan Piagam PBB (Pasal 108-109).
Jadi dari tahun 1945 sampai tahun 1971, pihak
Republik Cina/Taiwan telah menjalankan tugasnya dengan
baik sebagai perwakilan rakyat Cina dalam suatu
organisasi terbesar di dunia, PBB.
41 Pasal 25 Piagam PBB.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
41
B.2. Pasca Kemenangan Partai Komunis Cina42
Setelah kelahiran RRC pada tanggal 1 Oktober
1949, Pemerintah RRC pada tanggal 18 November 1949
mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB dan
meminta agar PBB segera mencabut segala hak delegasi
Taiwan untuk terus mewakili rakyat Cina di PBB. Untuk
menghadapi usaha RRC itu, wakil Taiwan di PBB
memajukan mata acara baru dengan judul The Threat to
the Political Independence and Territorial Integrity
of China yang kemudian dibicarakan dalam Komite I.
Laporan Komite I menghasilkan dua resolusi yang
disetujui oleh Majelis Umum. Resolusi pertama43
menyerukan pada semua negara untuk menghormati
kemerdekaan politik Cina, dan resolusi kedua44
menyatakan perlunya menghormati hak rakyat Cina
sekarang dan di masa mendatang untuk memilih secara
bebas lembaga politik mereka dan membina satu
pemerintahan yang bebas dari pengawasan asing.
42 Sumaryo Suryokusumo (c), Organisasi Internasional, (Jakarta: UI-
Press, 1987), hal. 79-121. 43 Resolusi Majelis Umum PBB 291-2 (IV), tanggal 8 Desember 1949. 44 General Assembly Official Record IV, Resolusi (A/1251),hal.13-14.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
42
Persoalan mengenai siapa yang menduduki secara
sah kursi perwakilan Cina di PBB mulai diungkapkan
pertama kalinya pada tahun 1950 oleh Uni Soviet di
Sidang Dewan Keamanan dalam bulan Januari 1950. Wakil
Uni Soviet mengusulkan agar tidak mengakui surat-surat
kepercayaan Wakil Pemerintah Taiwan dan
mengeluarkannya. Usul tersebut kemudian ditolak dengan
perbandingan suara: 3 menyetujui (India, Yugoslavia,
dan Uni Soviet), 6 menolak (Cina, Kuba, Perancis,
Equador, Mesir, dan Amerika Serikat), dan 2 abstain
(Norwegia dan Inggris). Akibat penolakan tersebut,
wakil Uni Soviet meninggalkan Dewan Keamanan (walk-
out) dan tidak kembali sampai tanggal 1 Agustus 1950,
dimana Uni Soviet mendapat giliran menjadi Presiden
Dewan Keamanan.
Kesempatan baik ini digunakan wakil Uni Soviet
untuk mengusulkan pengaturan (ruling),
“a ruling that the representative of the Kuomintang group seated in the Security Council does not represent China and can not therefore take part in the meetings of the Security Council”.
Pengaturan ini pun akhirnya ditolak. Lalu dalam sidang
Majelis Umum PBB ke- V tahun 1950, wakil negara Kuba
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
43
mengusulkan agar Majelis Umum PBB membahas masalah
representasi suatu negara dengan penjelasan sebagai
berikut:45
1. Mata acara yang diusulkan mengenai pembahasan di
Majelis Umum PBB tidak saja menunjuk pada masalah
surat-surat kepercayaan46 yang dianggap formal, tetapi
juga pada suatu masalah yang timbul seperti legalitas
representasi suatu negara, yaitu jika PBB harus
memutuskan pemerintah mana yang mempunyai hak mewakili
negara itu dalam badan PBB. Piagam tidak memuat
ketentuan dalam situasi semacam itu dan juga tidak ada
aturan tata cara yang memberikan wewenang kepada
badan-badan utama;
2. Perbedaan antara masalah surat kepercayaan dengan
masalah representasi merupakan kenyataan politik dan
45 General Assembly Official Record A/1308 tanggal 4 Agustus 1950. 46 Surat kepercayaan (credentials) adalah suatu dokumenresmi yang
ditandatangani oleh Kepala Negara atau Pemerintahan yang iasinyamengenai pennunjukkan seorang warga negaranya yang dianggap terpilih dan terkemuka sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di suatu Negara dimana kedua negara itu telah sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik. Lihat Sumaryo Suryokusumo (d), Hukum Diplomatik teori dan Kasus, cet. 1, (Bandung: PT. Alumni, 1995), hal.167. sedangkan menurut Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, Pasal 2, “full powers” means a document emanating from the competent authority of a state designating a person or persons to represent the State for negotiating, adopting, or authenticating the text of a treaty, for expressing the consent of the State to be bound by a treaty, or for accomplishing any other act with respesct to a treaty.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
44
hukum yang tidak dapat disangkal lagi. Surat
kepercayaan hanya memberikan wewenang yang dilimpahkan
oleh pemerintah kepada wakilnya, sedangkan masalah
representasi di lain pihak merupakan hak suatu
pemerintah untuk bertindak atas nama negara.
Akibatnya, keberatan-keberatan terhadap surat-surat
kepercayaan yang diajukan oleh semua pihak yang harus
menentukan sikap mengenai legalitas surat kepercayaan
tersebut dan tidak perlu berpengaruh lagi terhadap
representasi pemerintah yang telah mengeluarkan surat
kepercayaan itu.
Dalam menanggapi usul Kuba tersebut, Majelis Umum
PBB menyetujui untuk meneruskan masalahnya kepada
Komite Politik Ad Hoc dimana draft resolusi yang
diajukan Kuba telah diberi beberapa amandemen oleh
Taiwan, dan kemudian Inggris memajukan draft resolusi
baru yang berakhir dengan dikeluarkannya draft
resolusi oleh Komite Politik Ad Hoc sendiri yang
sedikit banyak telah menampung usul ketiga negara
tersebut. Setelah disampaikan kepada Majelis Umum PBB,
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
45
draft tersebut akhirnya disetujui pada Sidang ke-V
tanggal 14 Desember 1950.47
Dalam menanggapi draft resolusi Kuba tersebut,
wakil Taiwan mengajukan amandemen tertanggal 23
Oktober 1950 yang pada pokoknya memuat dua hal baru
yaitu; bahwa pengakuan terhadap representasi baru dari
suatu anggota PBB tidak perlu mendahului dan harus
benar-benar atas dasar prinsip-prinsip dan ketentuan
Piagam PBB dan teori Stimson48 mengenai asas untuk
tidak mengakui, serta keputusan Majelis Umum PBB
mengenai legalitas representasi suatu negara anggota
didasarkan atas “masalah mendesak” (yang memerlukan
2/3 suara).
Di lain pihak wakil Inggris dalam Majelis Umum PBB
telah mengajukan draft resolusi yang dinilai lebih
47 Resolusi Majelis Umum PBB 396 (V) tanggal 14 Desember 1950. 48 Teori atau doktrin Stimson merupakan salah satu doktrin mengenai
pengakuan pemerintah yang dikenal dalam sejarah diplomatic. Doktrin Stimson adalah doktrin yang menolak diakuinya suatu keadaan yang lahir sebgai akibat penggunaan kekerasan atau pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian yang ada. Nama doktrin ini berasal dari nama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Stimson, yang mengirim nota ke Jepang dan Cina pada tanggal 7 Januari 1932 yang menolak pembentukan negara Machukuo oleh Jepang, propinsi Cina yang diduduki negara tersebut. Pelaksanaan doktrin ini mengalami kemacetan karena tidak diakuinya suatu keadaan tidak pernah menjadikan keadaan tersebut kembali seperti semula dan keadaan yang tidak diakui tersebut pada akhirnya juga diakui negara-negara beberapa waktu kemudian. Lihat Boer Mauna, op. Cit., hal. 75-76.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
46
banyak mencerminkan sikapnya yang legalistis, dimana
pengakuan pemerintahnya terhadap RRC didasarkan atas
prinsip-prinsip mengenai adanya pengawsan efektif
terhadap seluruh wilayah nasionalnya, dan dukungan
mayoritas penduduk di wilayah itu yang semuanya tampak
akan berlangsung secara permanen. Semua kondisi ini
dapat memberikan dasar bagi pengakuan pemerintah
tersebut yang mewakili negara anggota yang
bersangkutan di PBB.
Pada persidangan yang sama, Majelis Umum menyetujui
usul Kanada untuk membentuk komite khusus yang akan
menangani masalah siapa yang berhak mewakili rakyat
Cina dalam PBB, dan sementara belum ada keputusan dari
komite khusus, Majelis mempertahankan Wakil Pemerintah
Taiwan untuk tetap duduk di Majelis dengan hak-hak
yang sama dengan wakil-wakil lainnya. Tahun 1951,
Majelis Umum PBB menyetujui suatu resolusi49 yang
menyatakan bahwa komite khusus itu ternyata belum
berhasil memberikan rekomendasi tentang masalah
tersebut. Di samping itu, Majelis juga meminta kepada
Komite Umum agar menunda pembahasan mengenai setiap
49 Resolusi Majelis Umum PBB 501 (VI) tanggal 5 November 1951.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
47
usul untuk mengeluarkan Wakil Pemerintah Taiwan dari
Majelis untuk mendudukkan Wakil Pemerintah RRC untuk
mewakili Cina di Majelis Umum PBB selama masa
persidangan.
Dalam tahun-tahun berikutnya (1952-1960) Majelis
Umum mengambil keputusan-keputusan yang sama, yaitu
menunda pembahasan mengenai representasi Cina di
Majelis Umum PBB karena usul untuk mengubah
representasi Cina pada hakikatnya merupakan masalah
mendesak yang menyangkut masalah prosedur pemungutan
suara yang memerlukan dua pertiga suara. Menjelang
persidangan Majelis Umum PBB ke-XX tahun 1965, sebelas
negara, yakni Albania, Aljazair, Burundi, Kamboja,
Kongo, Kuba, Ghana, Mali, Rumania, dan Syria
mengusulkan dimasukkannya mata acara baru dalam agenda
majelis dengan judul: “Resolution of the Lawful Right
of the People’s Republic of China in the United
Nations”. Dalam memorandum penjelasannya, disebutkan
antara lain:
1. pemulihan hak-hak sah RRC di PBB dan badan
subsidernya adalah mutlak, karena representasi Cina di
PBB “tidak sah lagi”, dan tidak dimasukkannya
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
48
Pemerintah Peking (Beijing) itu merupakan hal yang
bertentangan dengan asas universalitas yang dianut
oleh PBB;
2. penolakan pemulihan hak-hak sah tersebut pada
hakikatnya juga berlawanan dengan syarat-syarat
penerimaan anggota sebagaimana termuat dalam Piagam
PBB;
3. lahirnya RRC merupakan kenyataan politik yang
telah dibuktikan oleh makin meningkatnya jumlah negara
yang menyampaikan pengakuan diplomatik;
4. setiap penyelesaian masalah internasional yang
penting haruslah mengikutsertakan RRC.
Alasan yang dikemukakan dalam rangka mendukung
duduknya RRC di PBB antara lain adalah bahwa RRC
bukanlah calon yang ingin masuk menjadi anggota baru
PBB, melainkan satu-satunya wakil pemerintah dimana
rakyatnya berasal dari negara yang sudah menjadi
anggota PBB, yaitu Cina. Pada wakttu Piagam PBB
menetapkan bahwa Cina akan memikul tanggung jawab
khusus sebagai anggota tetap Dewan Keamanan, ketentuan
tersebut menunjuk pada negara bukan pemerintah. Tidak
sebagaiman negara-negara lainnya, maka PBB tidak
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
49
mempunyai hak berdaulat untuk mengakui pemerintah
melainkan hanya menjamin bahwa wakil-wakil negara
adalah benar-benar diakreditasikan pada badan terebut.
Sebaliknya, mereka yang menentang setiap
perubahan representasi Cina memberikan alasan bahwa
usaha untuk mengadakan perubahan semacam itu pada
hakikatnya tidak sejalan dengan Resolusi 1668 (XV)
tahun 1960 yang telah ditetapkan oleh Majelis Umum
sendiri yang menyatakan bahwa usul untuk mengubah
representasi Cina menyangkut masalah penting dalam
rangka Pasal 18 Piagam PBB. Di samping itu, Cina
adalah anggota yang sudah mempunyai kedudukan baik,
dan oleh karena itu tidak dapat dikeluarkan atau
ditangguhkan. Betapapun pemerintah Taiwan juga telah
mempunyai kekuasaan yang efektif di pulau Taiwan, dan
karenanya bukanlah merupakan pemerintah pengasingan
sehingga status keanggotaan harus diberikan kepadanya.
Usaha untuk mengubah representasi Cina di Majelis
Umum PBB terus dilakukan sampai tahun 1970 walaupun
tidak memperoleh keberhasilan. Hal ini disebabkan oleh
Majelis Umum selalu menekankan di dalam pembicaraan
bahwa representasi merupakan masalah yang penting
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
50
dalam rangka Pasal 18(2) piagam. Namun dengan
meningkatnya pengakuan diplomatik negara-negara
anggota PBB terhadap RRC, prospek di Majelis Umum
mengenai masalah representasi mulai berubah, apalagi
anggota PBB telah bertambah pula. Setelah menempuh
hal-hal yang bersifat prosedural seperti pengusulan
representasi Cina di Majelis Umum PBB sebagai masalah
penting (1961-1970) maka usaha itu mulai dilakukan
lagi menjelang persidangan Majelis Umum PBB yang ke-
XXVI tahun 1971 dimana 17 negara telah sepakat untuk
mencantumkan lagi mata acara Restoration of the Lawful
Rights of the People’s Republic of China in the United
Nations pada tanggal 15 Juli 1971.
Mata acara ini diterima dalam agenda Majelis Umum
PBB dan kemudian pembahasan dilakukan dari tanggal 18
sampai 25 Oktober 1971, yang melibatkan pengajuan
tujuh draft resolusi yaitu:
1. Draft resolusi perta diajukan oleh 23 negara
yakni Albania, Aljazair, Burma, Ceylon (sekarang sri
Lanka), Kuba, Equatorial Guinea, Irak, Mali,
Mauritania, Nepal, Pakistan, Republik Demokrat Rakyat
Yemen, Republik Rakyat Kongo, Rumania, Sierra Leone,
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
51
Somalia, Republik Arab, Syria, Sudan, Republik
persatuan Tanzania, Yemen, Yugoslavia, dan Zambia. Isi
pokoknya adalah untuk meulihkan semua hak RRC dan
mengakui wakil dari Pemerintahnya sebagai satu-satunya
wakil Cina yang sah di PBB dan segera mengeluarkan
wakil Chiang Kai-shek dari tempat yang diduduki secara
tidak sah di PBB dan badan-badan yang berhubungan
dengan PBB.
2. Draft resolusi 22 negara, yakni Columbia, Costa
Rica, Republik Dominika, El Savador, Fiji, Gambia,
Guatemala, Haiti, Honduras, Jepang, Lesotho, Liberia,
Mauritius, Selandia Baru, Nicaragua, Filipina,
Swaziland, Thailand, Amerika Serikat, dan Uruguay.
Draft ini pada pokoknya menyatakan bahwa setiap usul
di Majelis Umum PBB yang akan mengakibatkan
terhambatnya representasi Republik Cina di PBB adalah
masalah penting yang sesuai dengan Pasal 18 Piagam.
3. Masih dari 22 negara yang sama, diajukan draft
resolusi lain yang pada pokoknya mengakui representasi
RRC dan sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan
Keamanan, di samping tetap mengakui representasi
Republik Cina.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
52
4. Draft resolusi dari Saudi Arabia, yang isinya
mengandung kemungkinan untuk mengadakan plebisit
terhadap rakyat di Taiwan untuk merdeka sendiri,
membentuk federasi atau konfederasi dengan RRC, yang
pelaksanaannya di bawah naungan PBB.
5. Tiga draft resolusi terakhir diajukan oleh
Tunisia, yang masing-masing berisi antara lain sebagai
berikut:
• Draft pertama, menyangkut persiapan ke arah
pengakuan hak representasi RRC dan hak sebagai
anggota tetap Dewan Keamanan yang saat itu masih
diduduki Republik Cina;
• Draft kedua, mengenai kedudukan Formosa (Taiwan)
yang diusahakan tetap sebagai anggota PBB,
sedangkan kedudukannya, sebagai anggota tetap
Dewan Keamanan diberikan kepada RRC;
• Draft ketiga, mengusulkan pembahasan masalah
representasi RRC dalam sidang Majelis Umum yang
akan datang sambil mencari penyelesaian masalah
representasi tersebut di PBB.
Majelis Umum PBB akhirnya menyetujui draft
resolusi yang diajukan oleh 23 negara, dengan hasil
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
53
pemungutan suara 76 negara setuju, 35 negara menolak,
dan 17 negara lainnya bersikap abstain. Keberhasilan
ini dituangkan dalam Resolusi 2758 (XXVI) tanggal 25
Oktober 1971, dan sebagai tindak lanjutnya, Sekjen PBB
memberitahukan isi resolusi itu kepada Menteri Luar
Negeri RRC dan meminta agar Pemerintah RRC menunjuk
wakilnya untuk duduk di Dewan Keamanan sesuai dengan
pasal 28(1) Piagam dan menurut aturan 13 Provisional
Rules of Procedure of the Security Council50, wakil
tersebut diminta untuk menyampaikan surat-surat
kepercayaan kepada Sekjen PBB paling lambat 24 jam
sebelum sidang Dewan Keamanan dimulai.
Resolusi Majelis Umum PBB 2758 (XXVI) yang disetujui
PBB pada tanggal 25 Oktober 1971 sering disebut juga
sebagai Kebijakan Satu Cina. Hal ini dikarenakan resolusi
tersebut mengakui bahwa perwakilan Pemerintah RRC merupakan
satu-satunya perwakilan Cina yang berhak mewakili rakyat
Cina di dalam PBB. Kebijakan Satu Cina di satu sisi
50 Rule 13: “Each member of Security Council shall be represented at the meeting of the Security Council by an accredited representative. The credentials of a representative on the Security Council shall be communicated to the Secretary General not less than twenty four hours before he takes his seat on the Security Council. The credentials should be issued either by the Head of the State or of the Government concerned or by its Minister of Foreign Affairs of each member of the Security Council shall be entitled to sit on the Security Council without submitting credentials”.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
54
menguntungkan bagi RRC dan merugikan Taiwan di lain pihak.
RRC memperoleh hak penuh untuk mewakili rakyat Cina di
dunia internasional yang diakui oleh hampir seluruh negara,
sedangkan pemerintahan di Taiwan harus menerima kenyataan
bahwa kebanyakan negara di dunia mengambil arah kebijakan
diplomatiknya ke pemerintahan RRC akibat image buruk yang
disebabkan oleh Kebijakan Satu Cina yang dipromosikan oleh
RRC di Cina daratan, di samping tekanan ekonomi yang juga
dilakukannya.
Pemerintah Taiwan kini telah mengukuhkan kedudukannya
di Taiwan dan memiliki hubungan diplomatik penuh dengan 24
negara51 serta tetap mencoba menjalin ikatan diplomatik dan
mempererat hubungan dengan negara-negara lainnya untuk
secara bersama-sama mencapai tujuan yang dapat
menguntungkan kedua belah pihak. Selain itu, Taiwan juga
mempunyai 92 kantor perwakilan yang menjalankan fungsi
kedutaan dalam ibukota negara dan kota-kota besar di 59
negara. Empat puluh delapan negara lain yang tidak memiliki
51 Malawi, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Palau, Solomon
Islands, Tuvalu, Holy See (Vatikan), Burkina Faso, Gambia, Sao Tome & Principe, Swaziland, Belize, Republik Dominika, El Savador, Guatemala, Haiti, Honduras, Nicaragua, Panama, Paraguay, St. Christopher & Nevis, St. Lucia, St.Vincent & Grenadines. Government Information Office Republic Of China (Taiwan), “Bilateral Ties,”http://www.gio.gov.tw/ct. asp?xItem=35621&ctNode=2588, 7 Januari 2008.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
55
hubungan diplomatik formal dengan Taiwan, telah mendirikan
58 perwakilan atau kantor penerbitan visa di Taiwan. Secara
keseluruhan, Taiwan telah menandatangani berbagai
perjanjian dan pakta dengan negara-negara lainnya dalam
isu-isu yang bervariasi.
Dimulai tahun 1993, Taiwan aktif mencari cara untuk
menjadi anggota baru PBB.52 Tahun 2004 menandai 12 tahun
berturut-turut upaya Taiwan bergabung ke badan dunia
tersebut, dimana tanggal 15 September 2004, dalam pertemuan
pertama Komite Umum, mata acara “The Question of the
Representation of the 23 million people of Taiwan in the
United Nations” ditolak lagi untuk dimasukkan ke dalam
agenda Majelis Umum PBB. Sampai tahun lalu, tepatnya
tanggal 23 Juli 2007, Sekretariat PBB masih juga menolak
aplikasi keanggotaan Taiwan dengan berdasar Resolusi 2758.53
52 Government Information Office Republic of China (Taiwan),”Welcome
Taiwan into the United Nations,”<http://www.taiwanunme.tw/ct.asp?xItem =1&CtNode=1>, 31 Juli 2007.
53 Government Information Office Republic of China (Taiwan),
“President Chen Shui-bian's Letters to UN Secretary-General Ban Ki-moon on July 31,” <http://www.taiwanunme.tw/ct.asp?xItem=258&CtNode=2&Prev= 313&next=326>, 2 Agustus 2007.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
BAB IV
KEANGGOTAAN TAIWAN
DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION
Pada abad ke-21 internasionalisasi dari kegiatan
masyarakat dunia dalam hampir semua bidang, akan semakin
meningkat. Salah satu bidang utama dalam kegiatan
internasional yang akan semakin meningkat adalah bidang
perdagangan. Lembaga internasional utama yang berfungsi
untuk mengimplementasikan dan memantau serangkaian
perjanjian di bidang perdagangan internasional adalah
adalah World Trade Organization (WTO). Sistem perdagangan
internasional yang kini berlaku dan yang sekarang dikelola
oleh WTO mempunyai sejarah yang cukup panjang.
Pada akhir Perang Dunia II, negara sekutu pemenang
perang berkeinginan mendirikan suatu lembaga internasional
di bidang perdagangan. Perundingan yang diselenggarakan di
Havana, Kuba, 1948, mengupayakan untuk didirikannya
organisasi internasional yang mempunyai wewenang dan
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
57
struktur serupa dengan International Monetary Fund (IMF)
dan Bank Dunia, yakni International Trade Organization
(ITO). Nasib ITO tidak seperti IMF dan Bank Dunia. ITO
tidak jadi dibentuk terutama karena pihak Kongres Amerika
Serikat tidak dapat menyetujui ITO. Tanpa partisipasi
Amerika Serikat sebagai negara yang besar dan terkuat di
bidang ekonomi dan perdagangan maka ITO tidak akan ada
maknanya. Mengingat ITO tidak jadi dibentuk maka yang dapat
disetujui oleh masyarakat internasional adalah suatu
perjanjian interim untuk menentukan penurunan tingkat bea
masuk yang telah disepakati ditambah dengan beberapa
prinsip-prinsip dalam perjanjian ITO yang dapat disepakati.
Perjanjian tersebut, yang ditandatangani 23 negara54 pada
tanggal 30 Oktober 1947, dikenal dengan General Agreement
on Tariffs and Trade (GATT).
GATT merupakan serangkaian aturan permainan di bidang
perdagangan internasional yang menerapkan tata cara
54 Negara-negara penandatangan GATT adalah Australia, Belgia,
Brazil, Burma, Ceylon, Cina, Kuba, Cekoslovakia, Perancis, India, Lebanon, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Pakistan, Rhodesia Selatan, Suriah, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat. Lihat Hata, op. Cit., hal. 63.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
58
perdagangan antara negara-negara anggota yang disepakati
bersama.55
Langkah untuk mengadakan pembebasan hambatan dalam
perdagangan dilakukan secara berkala melalui serangkaian
putaran perundingan multilateral di bidang perdagangan.56
Putaran Uruguay yang berlangsung pada tanggal 15 April
1994, menandai keberhasilannya dengan mentransformasi GATT
sebagai lembaga karena salah satu hasil perundingan
tersebut adalah kesepakatan untuk membentuk suatu
organisasi baru sebagai penerus GATT, yakni WTO. GATT,
sebagai suatu persetujuan, masih tetap eksis dan telah
diperbaharui, tetapi tidak lagi menjadi bagian utama aturan
perdagangan internasional. Teks lama dikenal dengan “GATT
1947” dan versi terbaru dikenal dengan “GATT 1994”.57
Pasal III WTO Agreement secara khusus menegaskan lima
fungsi WTO;
55 H.S. Kartadjoemena, Substansi Perjanjian GATT/WTO dan Mekanisme
Penyelesaian Sengketa: Sistem, Kelembagaan, Prosedur Implementasi, dan Kepentingan Negara Berkembang, (Jakarta: UI Press, 2000), hal. 17.
56 Delapan putaran yang dimaksud adalah GATT Conference (1947),
Perundingan Annecy (1949), Perundingan Torquay (1950-1951), Perundingan Jenewa (1955-1956), Putaran Dillon (1960-1961), Putaran Kennedy (1964-1967), Putaran Tokyo (1973-1979), dan Putaran Uruguay (1986-1994). Lihat Hata, op. Cit., hal. 2.
57 Direktorat perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan HKI,
Sekilas WTO (World Trade Organization), ed. 4, (Jakarta: Departemen Luar Negeri, 2006), hal. 3.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
59
1. The WTO shall facilitate the implementation, administration and operation, and further the objectives, of this Agreement and of the Multilateral Trade Agreement, and shall provide the framework for the implementation, administration and operation of the Plurilateral Trade Agreements. 2. The WTO shall provide the forum for negotiations among its Members concerning their multilateral trade relations in matters dealt with under the agreements in the Annexes to this Agreement. The WTO may also provide a forum for further negotiations among its Members concerning their multilateral trade relations, and a framework for the implementation of the results of such negotiations, as may be decided by the Ministerial Conference. 3. The WTO shall administer the Understanding on Rules and Procedure Governing the Settlement of Disputes (hereinafter referred to as the “Dispute Settlement Understanding” or “DSU”) in Annex 2 to this Agreement. 4. The WTO shall administer the Trade Policy Review Mechanism (hereinafter referred to as the “TRPM”) provide for in Annex 3 to this Agreement. 5. With a view to achieving greater coherence in global economic policy-making, the WTO shall cooperate, as appropriate, with the International Monetary Fund and with the International Bank for Reconstruction and Development and its affilliated agencies.
Fungsi-fungsi tersebut adalah:58
1. Implementasi dari WTO Agreement. Fungsi pertama adalah
untuk memfasilitasi implementasi, administrasi dan
pelaksanaan dari WTO Agreement serta perjanjian-
perjanjian multilateral dan plurilateral tambahannya;
58 Ibid., hal. 1-2.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
60
2. Forum untuk perundingan perdagangan. Fungsi kedua
adalah untuk memberikan suatu forum tetap guna
melakukan perundingan di antara anggota. Perundingan
ini tidak saja menyangkut masalah atau isu-isu yang
telah tercakup dalam WTO Agreement saja namun juga
berbagai masalah atau isu yang belum tercakup dalam
persetujuan WTO;
3. Penyelesaian sengketa. Fungsi ketiga adalah sebagai
administrasi sistem peneyelesaian sengketa WTO;
4. Mengawasi kebijakan perdagangan. Fungsi keempat adalah
sebagai lembaga administrasi dari Mekanisme Tinjauan
atas Kebijakan Perdagangan (Trade Policy Review
Mechanism-TPRM);
5. Kerjasama dengan organisasi lainnya. Fungsi terakhir
adalah melakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi
internasional dan organisasi-organisasi non-pemerintah.
WTO bukanlah specialized agency dari PBB, seperti
dituliskan dalam Basic Facts About the United Nations;
The United Nations family of organizations (the “United Nations system”) consists of the United Nations Secretariat, the United Nations funds and programmes (such as UNICEF and UNDP), the specialized agencies (such as UNESCO and WHO) and related organizations. The funds and programmes are subsidiary bodies of the General Assembly. The specialized
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
61
agencies are linked to the united Nations through special agreements and report to the Economic and Social Council and/or the General Assembly. The related organizations–including IAEA and World Trade Organization-address specialized areas and have their own legislative bodies and budgets.59 The World Trade Organization was established in 1995, replacing the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) as the only international body dealing with the global rules of trade between nations. It is not a specialized agency, but has cooperative arrangements and practices with the United Nations.60 Pengaturan hubungan antara PBB dengan WTO dituangkan
dalam Arrangement for Effective Cooperation with Other
Intergovernmental Organizations (15 November 1995). Tidak
seperti hubungan antara PBB dengan badan-badan khususnya
yang diatur melalui agreement,61 hubungan PBB-WTO diatur
melalui suatu arrangement. Menurut arrangement ini,
hubungan PBB-GATT terdahulu menjadi dasar dan panduan bagi
hubungan PBB-WTO saat ini.
Hal-hal yang diatur dalam hubungan PBB-WTO adalah
exchange of information and documents, resolutions of the
United Nations, reciprocal representation, co-ordination,
co-operation between secretariats, statistical services,
59 United Nations, op. Cit., hal. 20. 60 Ibid., hal. 63. 61 Pasal 63 (1) Piagam PBB.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
62
personnel, arrangements, administrative co-operation,
affiliation of GATT to the United Nations Pension Fund,
Regional commissions and other United Nations organs,
International Trade Centre UNCTAD-GATT, commercial policy
courses, and relations with the International Monetary
Fund. Secara khusus mengenai resolusi PBB, ketentuan dalam
pengaturan hubungan PBB-GATT tentang masalah ini adalah;
Any resolution relating to GATT, referred to the CONTRACTING PARTIES by the General Assembly or the Economic and Social Council, is taken into consideration and, upon request, GATT submits a report on any action taken as a result of its consideration.62
Jadi, setiap resolusi yang dikeluarkan PBB dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi WTO, dan jika diminta, WTO harus
menyerahkan laporan mengenai tindakan yang diambilnya
sebagai hasil dari pertimbangan yang telah ia buat kepada
Majelis Umum PBB atau Economic and Social Council (ECOSOC).
Pada intinya, WTO dapat membuat kebijakan yang tidak
sejalan dengan resolusi yang dikeluarkan oleh PBB, jika
dalam pertimbangannya situasi tidak sejalan tersebut tidak
akan mengganggu keharmonisan ekonomi internasional, bahkan
dapat memberi atau menambah keuntungan tersendiri.
62 World Trade Organization, Arrangement for Effective Cooperation
with Other Intergovernmental Organizations, WT/GC/W/10, 15 November 1995, hal. 5.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
63
Hal ini mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil
WTO pada tahun-tahun ke depannya, secara khusus dalam kasus
Taiwan dimana Taiwan yang memiliki permasalahan dengan
status kenegaraannya ternyata dapat diterima menjadi
anggota WTO walau PBB telah mengeluarkan Resolusi Majelis
Umum PBB No. 2758 yang membuat Taiwan tidak diakui sebagai
perwakilan sah rakyat Cina.
A. Sistem Keanggotaan World Trade Organization
Permasalahan keanggotaan dalam WTO diatur dalam Pasal
XII(1) WTO Agreement yang berbunyi,
Any State or separate customs territory possesing full autonomy in the conduct of its external commercial relations and of the other matters provided for in this Agreement and the Multilateral Trade Agreements may accede to this Agreement, on terms to be agreed between it and the WTO. Such accession shall apply to this Agreement and the Multilateral Trade Agreements annexed thereto.
Ketentuan di atas menyatakan dua hal yaitu:
1. aksesi dapat dilakukan Negara (states) dan Wilayah
yang memiliki hak sepenuhnya dalam menetapkan
kebijakan perdagangannya (separate customs territory);
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
64
2. aksesi dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang
telah disetujui (on terms to be agreed) antara pihak
yang melakukan aksesi dengan WTO.
Berbeda dengan keanggotaan dalam PBB yang menyatakan hanya
terbuka bagi Negara-negara pecinta damai (peace loving
States), subjek yang dapat menjadi anggota dari WTO adalah
Negara dan Wilayah yang memiliki hak sepenuhnya dalam
menetapkan kebijakan perdagangannya (selanjutnya akan
disebut Wilayah Khusus).
Hal ini dimungkinkan karena dianutnya prinsip
keanggotaan yang berbeda antara kedua organisasi
internasional tersebut. PBB menganut prinsip universalitas
dimana keanggotannya tidak membedakan sistem pemerintahan,
ekonomi, ataupun politik negara anggota. Sedangkan WTO
menganut prinsip terbatas yang menekankan syarat-syarat
tertentu bagi anggotanya seperti geografis, tujuan, sistem
pemerintahan, sistem ekonomi, dan lain sebagainya. Dalam
hal ini, sistem keanggotaan WTO ditentukan oleh tujuannya
dalam bidang perdagangan internasional.
Tujuan utama WTO adalah untuk membantu para produsen
barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
65
perdagangan.63 Beberapa tujuan penting WTO lainnya adalah
mendorong arus perdagangan antarnegara dengan mengurangi
dan menghapus berbagai hambatan yang dapat mengganggu
kelancaran arus perdagangan barang dan jasa, memfasilitasi
perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih
permanen, dan penyelesaian sengketa mengingat hubungan
dagang sering menimbulkan konflik-konflik kepentingan.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka WTO haruslah
bisa merangkul setiap wilayah yang dianggap memiliki
pengaruh ekonomi di dunia. Jadi, walaupun WTO menganut
prinsip keanggotaan yang terbatas, pada prakteknya WTO
dapat memiliki jumlah anggota yang lebih banyak daripada
organisasi internasional yang menganut prinsip keanggotaan
universal.
B. Tata Cara Aksesi dalam World Trade Organization
Pasal XII(1) WTO Agreement menyatakan bahwa aksesi ke
dalam WTO akan dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang
disetujui bersama antara calon anggota dengan WTO. Negara
atau Wilayah Khusus manapun dapat bergabung dengan WTO,
akan tetapi anggota WTO harus memberi persetujuannya pada
63 Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan HKI, op. Cit.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
66
klausul-klausul yang telah ditetapkan. Secara umum, proses
pemohonan keanggotaan melewati empat tahap, yaitu:64
1. Permintaan Resmi untuk Menjadi Anggota
Suatu pemerintah yang ingin menjadi anggota WTO harus
menjelaskan seluruh aspek perdagangan dan kebijakan-
kebijakan ekonominya yang memiliki hubungan dengan WTO
Agreement. Hal tersebut diserahkan pada WTO dalam bentuk
memorandum yang akan diperiksa oleh Kelompok Kerja (Working
Party) yang telah ditetapkan oleh Dewan Umum untuk
menangani perihal pendaftaran pemerintah yang bersangkutan.
Keanggotaan Kelompok Kerja terbuka bagi seluruh anggota
WTO.
2. Negosiasi dengan Seluruh Anggota WTO
Ketika Kelompok Kerja telah membuat suatu kemajuan
yang cukup mengenai prinsip dan membuat laporan mengenai
kebijakan, pembicaraan bilateral yang sejajar dapat dimulai
antara calon anggota dengan masing-masing negara. Pertemuan
dilakukan secara bilateral karena setiap negara memiliki
kepentingan perdagangan yang berbeda. Pembicaraan tersebut
meliputi tingkat tarif dan komitmen tertentu tentang akses
pasar, dan kebijakan lainnya mengenai barang dan jasa.
64 Dokumen WTO World Trade WT/ACC/1 (95-0651).
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
67
Komitmen calon anggota berlaku bagi seluruh anggota WTO
dengan memperhatikan peraturan non-diskriminasi, walaupun
komitmen tersebut dibicarakan hanya secara bilateral.
Dengan perkataan lain, dalam pembicaraan mengenai
keuntungan, anggota WTO dapat mengharapkannya ketika
anggota baru bergabung.
3. Draft Keanggotaan Baru
Saat Kelompok Kerja telah menyelesaikan pemeriksaannya
terhadap permohonan untuk menjadi anggota suatu negara,
maka Kelompok Kerja memfinalisasi hasil pembahasan dalam
bentuk draft persetujuan keanggotaan (“protocol of
accession”) dan daftar skedul komitmen (“schedules of
commitments”).
4. Keputusan.
Laporan terakhir, berisi laporan, protokol aksesi dan
daftar komitmen, selanjutnya disampaikan oleh Dewan Umum
WTO kepada Konferensi Tingkat Menteri. Jika dua pertiga
anggota WTO memberi persetujuannya, maka pemohon dapat
segera menandatangai protokol dan bergabung dengan
organisasi. Dalam banyak kasus, parlemen negara pemohon
harus meratifikasi protokol tersebut agar proses
keangggotaan memenuhi syarat. Biasanya diberikan waktu tiga
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
68
bulan dari penandatangan Protokol untuk melakukan hal
tersebut. Tiga puluh hari setelah pemerintah pemohon
memberitahukan Sekretariat WTO tentang penyelesaian
prosedur ratifikasi, pemerintah pemohon resmi menjadi
anggota penuh dalam WTO.
Terlepas dari ketentuan normal yang dinegosiasikan
antara calon anggota dengan Kelompok Kerja, dalam
pembicaraan bilateral antara calon anggota dengan tiap
anggota WTO dapat dimintakan suatu komitmen khusus yang
harus dilaksanakan oleh calon anggota. Peraturan khusus ini
biasa disebut WTO-plus dan WTO-minus. Hal yang paling
berguna untuk memeriksa suatu perjanjian aksesi adalah
ketentuan “WTO-plus” dan “WTO-minus”.65
Ketentuan WTO-plus adalah kewajiban tambahan yang
hanya berlaku bagi calon anggota. Misalnya, permintaan
untuk melaksanakan ketentuan Agreement on Trade-Related
Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) secepatnya
bukan dalam jangka waktu yang berlaku bagi negara anggota
yang meminta ketentuan WTO-plus itu. Ketentuan WTO-minus
65 Steve Charnovitz, “Taiwan’s WTO Membership and Its International
Implications,” AJWH 1 (2006): 405, mengutip dari Julia Ya Qin, “”WTO-Plus” Obligations and Their implications for the World Trade Organization Legal System. An Appraisal of the China Accession Protocol,” Journal of World Trade 37 (2003): 483.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
69
pada dasarnya mengurangi kewajiban Negara anggota dengan
menghormati perlakuan yang harus mereka terapkan kepada
calon anggota. Misalnya, sebuah diskriminasi tindakan
pengamanan terhadap calon anggota. Bahkan dalam era GATT
sudah terdapat ketentuan aksesi yang disebut GATT-plus dan
GATT-minus. Sebagai contoh; pada tahun 1967 Polandia setuju
untuk meningkatkan jumlah impornya secara berkala sampai
tujuh persen (GATT-plus).66 Beberapa analis dapat
mengkarakterkan ketentuan WTO-minus sebagai sebuah
pengurangan atas “hak” calon anggota, sebaliknya ketentuan
WTO-plus adalah peningkatan kewajiban internasional.67
Ketentuan WTO-plus dan WTO-minus merupakan hasil dari
sebuah negosiasi yang berakhir dengan perjanjian yang sama-
sama menguntungkan. Persetujuan calon anggota terhadap
ketentuan WTO-plus dan WTO-minus adalah sebagian harga yang
harus dibayar untuk bergabung dalam WTO. Calon anggota
tetap bebas untuk tidak bergabung dengan WTO sehingga tidak
dapat dikatakan bahwa perjanjian aksesi dipaksakan terhadap
mereka.
66 Ibid. 67 Ibid., hal. 406.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
70
Negosiasi aksesi secara formal berlangsung antara WTO
dengan pemerintah pendaftar keanggotaan. WTO Agreement
menyatakan bahwa aksesi dilakukan berdasar klausul-klausul
yang disetujui antara calon anggota dengan WTO. Menyangkut
siapa yang bertanggung jawab menulis ketentuan yang
terkandung dalam perjanjian aksesi, terdapat dua pandangan
mengenai hal ini. Pandangan pertama melihat walaupun WTO
Agreement menyatakan bahwa keputusan terhadap proses aksesi
dibuat oleh Konferensi Tingkat Menteri melalui dua pertiga
suara68, sebenarnya pada prakteknya klausul-klausul dalam
proses aksesi dinegosiasikan dalam sebuah Kelompok Kerja
yang menggunakan sistem pengambilan keputusan secara
konsensus. Dengan cara ini, calon anggota tidak dapat
bergabung sampai ia mendapat persetujuan dari seluruh
anggota WTO. Sebagai hasilnya, perjanjian aksesi adalah
sebuah komposisi yang merupakan perpaduan dari negosiasi
individual antara anggota WTO yang berminat dengan calon
anggota. Jadi dari perspektif tersebut, dapat dikatakan
bahwa klausul dalam aksesi adalah tanggung jawab dari
masing-masing anggota WTO.
68 Pasal XII (2) WTO Agreement.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
71
Sedangkan pandangan kedua menyatakan bahwa WTO sendiri
adalah subjek yang bertanggung jawab atas ketentuan di
dalam perjanjian aksesi. Sebagai hasilnya, WTO dalam
kapasitasnya sebagai organisasi dapat dipuji atau
disalahkan atas ketentuan WTO-plus dan WTO-minus dalam
perjanjian aksesi.
Perjanjian aksesi hampir dapat dipastikan sebagai
kesepakatan yang tidak seimbang. Calon anggota setuju
melakukan semua (atau hampir semua) komitmen, sedangkan
anggota WTO lainnya tidak memiliki kewajiban baru (atau
jarang sekali ada). Sebuah wilayah yang bergabung dengan
WTO tidak dapat meminta keadilan dalam perjanjian aksesi
kepada Panel WTO karena badan penyelesaian sengketa WTO
tidak dapat melakukan judicial review terhadap keputusan
Konferensi Tingkat Menteri WTO.
Proses aksesi ke dalam WTO pada dasarnya adalah sebuah
proses negosiasi. Karena semua anggota yang bergabung dalam
sistem WTO merupakan hasil dari negosiasi, keanggotaan
berarti keseimbangan antara hak dan kewajiban. Mereka
menikmati keistimewaan yang diberikan negara anggota
lainnya serta keamanan yang dijamin oleh peraturan
perdagangan. Sebagai timbal balik atas perlakuan istimewa
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
72
yang diberikan negara lain dan keamanan perdagangan yang
mereka nikmati, maka negara baru juga diwajibkan untuk
membuka pasarnya dan mematuhi ketentuan-ketentuan
perdagangan yang sudah ditetapkan.
C. Keanggotaan Taiwan dalam World Trade Organization
Pada tahun 1990-an, warga Taiwan mulai memiliki
pengharapan yang tinggi terhadap pemerintah mereka
disebabkan munculnya kesadaran sebagai warga Taiwan dan
meningkatnya kewaspadaan politik. Sebagai konsekuensinya,
berbagai macam upaya dibuat untuk meningkatkan partisipasi
Taiwan dalam hubungan internasional serta membangun
hubungan yang lebih erat komunitas negara-negara demokrasi.
Setelah 12 tahun proses negosiasi, Taiwan memperoleh tiket
masuk menjadi anggota WTO dalam bulan Januari 2002.
Cerita partisipasi Taiwan dalam sistem perdagangan
dunia dimulai pada akhir 1940. Republik Cina adalah salah
satu negara penandatangan GATT, namun secepatnya setelah
Partai Komunis Cina mendirikan RRC, Pemerintah Republik
Cina yang kalah dengan dipimpin Partai Nasionalis
memindahkan kekuasaannya ke Taiwan di tahun 1949. Pada
tanggal 6 Maret 1950, pemerintah Taiwan melaporkan kepada
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
73
Sekretaris Jenderal PBB atas penarikan keanggotaannya dalam
GATT.69 Beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi
keputusan Taiwan ini adalah; pertama, kebanyakan komoditas
yang mendapat pengurangan tarif70 (tariff) dari GATT berada
di Cina Daratan dan hanya sedikit yang berasal dari Taiwan,
oleh sebab itu mempertahankan keanggotaan tidak akan
menguntungkan bagi ekonomi Taiwan.71 Alasan kedua adalah
Taiwan diberitahu bahwa negara penandatangan GATT tidak
akan menerima tingkat pajak yang diinginkan bagi Taiwan.72
Ketiga, volume perdagangan Taiwan sangatlah kecil di tahun
1950-an, dan tanpa keanggotaan GATT sekalipun, Taiwan masih
bisa mendapatkan pengurangan tarif yang diinginkan melalui
perjanjian perdagangan bilateral dengan negara-negara yang
69 Pasha L. Hsieh, loc. Cit., hal. 1197, mengutip dari Dokumen GATT
CP/54 tanggal 6 Maret 1950. 70 Menurut Paul R. Krugman, Tarif adalah pajak yang dipungut atas
barang yang diimpor. Dan menurut bahasa perdagangan, dapat pula diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas barang yang diangkut dari sebuah wilayah kekuasaan politik satu ke wilayah lain, khususnya pajak atas barang yang diimpor dari wilayah kekuasaan politik satu ke wilayah lain atau tingkat pajak yang dikenakan atas barang tersebut. Lihat Hata, op. cit., hal. 90.
71 Pasha L. Hsieh, loc. Cit., mengutip dari Yang Guohua dan Cheng
Fin, “The Process of China's Accession to the WTO,” Journal of International Economic Law 14 (2001): 298 dan Lori Fisler Damrosch,” GATT Membership in a Changing World Order: Taiwan, China, and the Former Soviet Republics,” Columbia Business Law Review (1992): 19, 21.
72 Ibid., mengutip dari Ibid.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
74
terlibat.73 Keempat, Taiwan tidak dapat memenuhi kewajiban
dalam GATT yang menyangkut Cina Daratan dan akan menjadi
merugikan Taiwan untuk bertanggung jawab atas suatu wilayah
yang tidak dikuasainya. Hanya Cekoslovakia yang menantang
keabsahan penarikan diri Republik Cina pada tahun 1950
dengan mengatasnamakan “Cina”.74
Ketika Taiwan mengajukan aplikasi untuk status
pengamat dalam GATT di tahun 1965, 13 negara yang mengubah
pengakuannya kepada RRC menentang aplikasi Taiwan. Status
pengamat Taiwan akhirnya dikabulkan mengingat Taiwan masih
menduduki kursinya di dalam PBB.75 Lalu di tahun 1971, PBB
mengeluarkan Resolusi 2758, yang memutuskan untuk76:
“ . . . restore all its rights to the People’s Republic of China and to Recognize the Representative of its Government as the only legitimate representative of China to the United Nations, and to expel forthwith the representative of Chiang Kai-shek from the place which they unlawfully occupy at the United Nations and in all the organizations related to it”
73 Ibid., mengutip dari Ma Ying-jeou, “The ROC(Taiwan)'s Entry into
the WTO: Progress, Problems and Prospects,” Chinese YB of International Law and Affair 15 (1996-1997): 36.
74 Ibid., mengutip dari Li Chung-chou, ”Resumption of China's GATT
Membership,” Journal of World Trade 21 (1987): 25-26. 75 Ibid., hal. 1198, mengutip dari Ibid. 76 General Assembly Official Record, 26th Sess., U.N. Doc. A/8429
(1971).
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
75
Pada tahun yang sama, GATT menyatakan bahwa akan “mengikuti
keputusan PBB dalam permasalahan politik”.77 Sebagai
hasilnya, status pengamat Taiwan dicabut.
RRC tidak melakukan kontak dengan GATT sampai tahun
1982 ketika delegasi RRC bergabung dengan Multi-Fibre
Agreement (MFA) dan beberapa waktu kemudian delegasinya
menghadiri pertemuan negara-negara penandatangan GATT
sebagai pengamat.78 Pihak RRC secara konsisten menyatakan
bahwa pendirian RRC pada tahun 1949 tidak merubah status
Cina sebagai subjek hukum internasional dan penarikan
keanggotaan dari GATT pada tahun 1950 oleh rezim yang kalah
sebagai sesuatu yang “ilegal dan invalid”.79 Untuk itu, RRC
bersikeras menggunakan “resumption approach” yang
menyatakan bahwa status RRC dalam GATT adalah negara asli
77 GATT Doc. SR. 27/2 (19 November 1971). Ketika menjadi jelas bahwa
ratifikasi Piagam ITO akan ditangguhkan untuk waktu yang tidak terbatas, negara penandatangan GATT menginstruksikan Sekretaris Eksekutif Interim Commission for the International Trade Organization (ICITO) untuk berkonsultasi dengan Sekretaris Jenderal PBB pada tahun 1952 mengenai pengaturan antara ICITO dengan negara penandatangan GATT. Dalam pembicaraan ini ditentukan hubungan antara Negara Penandatangan GATT dengan PBB dimana GATT dianggap sebagai suatu specialized agency secara de facto karena GATT tidak pernah mengadakan specialized agency agreement dengan PBB, juga tidak memiliki hubungan formal lain dengan PBB. Sekiranya hal inilah yang menjadi alasan diikutinya kebijakan yang dibuat PBB oleh GATT saat itu. Lihat Hata, op. cit., hal.85.
78 Pasha L. Hsieh, loc. Cit., mengutip dari Yang Guo-hua dan Cheng
Fin, loc. cit., hal. 301. 79 Ibid., mengutip dari Julia Ya Qin, “China and GATT-Accession
Instead of Resumption,” Journal of World Trade 27 (April 1993): 81.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
76
penandatangan (original contracting party), bukannya
anggota baru.80 Pendekatan yang diinginkan RRC menimbulkan
problematik karena skedul tarif yang baru secara mendasar
berbeda dari yang ditetapkan pada tahun 1948 ketika “Cina”
menjadi salah satu anggota. Negara-negara penandatangan
tidak pernah mengantisipasi bahwa pengurangan tarif baru
akan diterapkan antara mereka dengan Cina, yang tidak
memiliki hubungan dengan GATT selama lebih dari 30 tahun.
Setelah RRC menginformasikan kepada Direktur Jenderal
GATT menyangkut permintaan untuk mengambil kembali
statusnya sebagai anggota penandatangan asli pada tahun
198681, Taiwan mengajukan pendaftaran keanggotaan GATT
berdasarkan Pasal XXXIII GATT dengan nama “Separate Custom
Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen, and Matsu” pada
tanggal 1 Januari 1990.82 Mengingat rumitnya status
internasional Taiwan, pemilihan nama yang panjang ini
memiliki dua tujuan besar. Pertama, penggunaan nama
tersebut dapat menghindari isu politik yang melibatkan
80 Ibid., mengutip dari Ibid. serta Yang Guo-hua dan Cheng Fin, loc. cit.
81 Ibid., hal.1199, mengutip dari Yang Guo-hua dan Cheng Fin, loc.
Cit., hal. 302. 82 Ibid., mengutip dari Chiu Hungdah, “Taiwan's Membership in the
General Agreement on Tariffs and Trade,” Chinese YB International Law and Affair 10 (1990-1991): 201.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
77
kedaulatan, yang biasa disebut permasalahan “satu Cina”.
Lagipula tidak mungkin GATT mau menerima Taiwan dengan nama
resminya, “Republik Cina”. Kedua, dengan mendaftar sebagai
“Separate Custom Territory”, menunjukkan bahwa Taiwan
adalah pemerintahan yang memiliki kependudukan efektif atas
Taiwan dan pulau-pulau diluarnya, Penghu, Kinmen, dan
Matsu. Selain itu pemerintah mempunyai hubungan eksternal
yang mandiri dan, yang terpenting, dapat bertindak atas
kemauannya sendiri bukannya bergantung pada persetujuan
RRC.
Menurut prinsip “satu Cina” yang dianutnya, RRC dengan
keras menentang pendaftaran Taiwan untuk keanggotaan GATT.
Hou Zhitong, perwakilan RRC di GATT, menulis kepada
Direktur Jenderal GATT Arthur Dunkel dengan mengajukan
argumen bahwa aplikasi pendaftaran Taiwan merupakan sesuatu
yang sangat ilegal (utterly illegal) dan tidak seharusnya
dipertimbangkan.83 Pada 19 Oktober 1989, juru bicara
Kementerian Luar Negeri RRC menyatakan bahwa setelah
terjadi “restorasi” keanggotaan Cina dalam GATT, terdapat
83 Ibid., hal. 1200, mengutip dari Ibid. dan Susanna Chan, “Taiwan's
Application to the GATT: A New Urgency with the Conclusion of the Uruguay Round,” Ind. Journal of Global Legal Study 2 (1993): 275, 284.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
78
kesempatan bagi Taiwan untuk bergabung dengan GATT.84 Dari
sudut pandang RRC, Taiwan adalah sebuah propinsi dari Cina
atau sebuah bakal-calon “Special Administrative Region”
seperti Hong Kong dan Makau dan oleh sebab itu pendaftaran
Taiwan sebagai Separate Custom Territory dianggap tidak sah
(invalid de jure) tanpa ada “konfirmasi dari Pemerintahan
RRC” yang layak.85 Lebih jauh lagi, RRC khawatir jika mereka
menyerahkan kedaulatannya dalam isu Taiwan kepada badan
perdagangan dunia akan menyebabkan campur tangan asing
dengan urusan dalam negeri Cina dan kemudian mempromosikan
kemerdekaan Taiwan.86
Sebenarnya jika diteliti lagi, status Taiwan di dalam
GATT berbeda dengan Hong Kong. Syarat keanggotaan dalam
GATT berbeda dengan organisasi internasional kebanyakan
yang secara umum hanya menerima Negara (states), namun GATT
menerima Pemerintahan (governments). Pasal XXXII dengan
jelas menyatakan bahwa “ . . . the contracting parties to
this Agreement shall be understood to mean those
84 Ibid., mengutip dari Chiu Hungdah, loc. Cit., hal. 202. 85 Ibid., mengutip dari Wang Lei, “Separate Customs Territory in
GATT and Taiwan's Request for GATT Membership,” Journal of World Trade 25 (Oktober 1991): 17, 19.
86 Ibid., mengutip dari Susanna Chan, loc. Cit., hal. 285.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
79
governments”. Dua pasal dalam GATT, Pasal XXVI dan Pasal
XXXIII, mengatur aksesi pemerintahan. Mungkin nampak sulit
untuk dibedakan dari penyebutan singkat nama mereka:
“Chinese Taipei” dan “Hong Kong, China”. Bagaimana pun
juga, pembedaan dapat ditunjukkan melalui fakta bahwa Hong
Kong mendapat keanggotaan dalam GATT dengan berdasar Pasal
XXVI(5) dan disponsori oleh Inggris, sedangkan pendaftaran
Taiwan sebagai anggota baru didasari pada Pasal XXXIII.
Pasal XXVI(5)(a) menyatakan bahwa,
each government accepting the Agreement does so in respect of its metropolitan territory and of the other territorries for which it has international responsibility
dan Pasal XXVI(5)(c) menambahkan bahwa,
any of the custom territories . . . possesses or acquires full autonomy in the conduct of external comercial relationships shall, upon sponsorhip through a declaration by the responsible contacting party, . . . be deemed to be a contracting party.
Ketentuan-ketentuan ini secara umum berlaku bagi negara,
yang merupakan koloni dari negara penandatangan dan
nantinya akan memperoleh kemerdekaan.87 Negara orangtua
87 Ibid., hal. 1201, mengutip dari John H. Jackson, W.J. Davey and
A.O. Sykes Jr, Legal Problems of International Economic Problems, Cases, Materials, and Text, 4th ed. (St Paul, Minnesota: West Group, 2002), hal. 232.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
80
(parents country) mendaftarkan, atau “menyeponsori”,
keanggotaan GATT atas nama koloninya.
Dengan berdasar pasal ini, Inggris, selaku pemilik
kekuasaan Hong Kong, menyeponsori keanggotaan GATT untuk
Hong Kong. Selanjutnya Hong Kong menjadi salah satu negara
penandatangan pada 23 April 1986.88 Sebagai tambahan, RRC
mengkonfirmasi bahwa Hong Kong akan terus memiliki otonomi
penuh dalam hubungan perdagangan luar negerinya sesuai
dengan yang diinginkan Pasal 34 setelah pengembalian Hong
Kong kepada Cina di tahun 1997.89 Beijing menerima
kelanjutan keanggotaan GATT terpisah yang dimiliki Hong
Kong karena telah terdapat pengakuan kedaulatan RRC atas
Hong Kong. Status Makau dalam GATT juga didasari pengaturan
yang serupa antara Cina dan Portugal.90
Taiwan bukanlah Hong Kong atau Makau, secara fakta
atau hukum. Taiwan bukanlah koloni dan tidak memerlukan
“pemilik kekuasaan” untuk menyeponsori pendaftarannya dalam
88 Ibid., mengutip dari Li Chung-chou, loc. Cit., hal. 43. 89 Ibid., mengutip dari Ibid. 90 World Trade Organization, “China's Accession to the WTO and its
Relationship to the Chinese Taipei Accession and to Hong Kong and Macau, China,”<http://www.wto.org/english/thewto_e/acc_e/chinabknot_feb 01.doc>, Maret 2001.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
81
keanggotaan GATT.91 Dasar hukum bagi Taiwan adalah pasal
XXXIII, yaitu sebagai
“a government acting on behalf of a separate customs territory possesing full autonomy in the conduct of its external commercial relations and of the other matters provided for [under the GATT]”,
Taiwan dapat dan berhak untuk mendaftar keanggotaan atas
namanya sendiri atau atas nama wilayahnya sendiri (on its
own behalf to or on behalf of [its] territory)92 karena
Taiwan terbukti memiliki unsur-unsur yang disebutkan dalam
Pasal XXIV(2) yang mendefinisikan sebuah Wilayah Khusus.
Selain itu, pengakuan diplomatik bukanlah penghalang bagi
keanggotaan Taiwan karena negara-negara peserta hanya
memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan General
Agreement, dan bukan terhadap statusnya dalam hukum
internasional.93 Untuk itu, klaim RRC bahwa aksesi Taiwan
bergantung pada dukungan (sponsorship) RRC adalah tidak
berdasar di bawah hukum internasional.
91 Pasha L. Hsieh, loc. Cit., hal. 1201, mengutip dari Susanna Chan,
loc. Cit., hal. 286. 92 Pasal XXXIII GATT. 93 Pasha L. Hsieh, loc. Cit., hal. 1202, mengutip dari GATT SR 19/12
1961, hal 195-961, dan Cho Hui-Wan, Taiwan's Application to GATT/WTO: Significance of Multilateralism for an Unrecognized State (New York: Praeger, 2002), hal. 175.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
82
Pada 29 September 1992, Dewan GATT menetapkan sebuah
Kelompok Kerja untuk memeriksa aplikasi Taiwan.94 Kompromi
menyangkut status Taiwan didapat ketika Ketua dalam
pertemuan Dewan GATT menyatakan bahwa95:
”All contracting parties acknowledged the view that there is only one China . . . [and M]any contracting parties, therefore, agreed with the view of the People's Republic of China (PRC) that Chinese Taipei, as a separate customs territory, should not accede to the GATT before the PRC itself . . . [T]he Council should examine the report of the Working Party on China and adopt the Protocol for the PRC's accession before examining the report and adopting the Protocol for Chinese Taipei, while noting that the working party reports should be examined independently.”
Saat itu, Ketua Dewan GATT menyatakan bahwa semua pihak
telah menyetujui bahwa hanya ada satu Cina, lalu
menyarankan agar masuknya Taiwan tidak diputuskan sebelum
masuknya RRC. Hal tersebut disetujui.
Pada akhir negosiasi perdagangan Uruguay Round di
tahun 1994, negara-negara penandatangan GATT menandatangani
Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO
94 Government Information Office Republic of China, “Board of
Foreign Trade,”<http://www.gio.gov.tw/taiwan-website/4-oa/wto/wtoacc. htm>, 13 November 2001.
95 Pasha L. Hsieh., loc. Cit., mengutip dari World Trade
Organization, Guide to GATT Law and Practice (Jenewa: World Trade Organization, 1944), hal. 943-944.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
83
Agreement).96 Sebuah organisasi baru, WTO, diciptakan untuk
mengatur GATT dan perjanjian perdagangan lainnya. WTO
mengkuti keputusan, prosedur, dan kebiasaan-kebiasaan GATT.
Karena hal tersebut, pada 1 Januari 1995, Taiwan mengubah
landasan hukum aplikasi pendaftarannya, dari Pasal XXXIII
GATT menjadi Pasal XII WTO Agreement dan Kelompok Kerja
GATT juga diubah karenanya menjadi Kelompok Kerja WTO.97
Mengingat telah dicapainya keputusan untuk mendahulukan
proses aksesi RRC, maka proses aksesi Taiwan ditunda selama
11 tahun sampai aksesi RRC dinegosiasikan.
Detail proses aksesi RRC terbukti sangat sulit
mencapai kesepakatan karena RRC diminta menerima beberapa
ketentuan WTO-plus dan WTO-minus. Kontras dengan WTO
Protokol terhadap RRC, Protokol terhadap Taiwan mengandung
jauh lebih sedikit ketentuan WTO-plus maupun WTO-minus.98
Komitmen aksesi menyangkut pasar Taiwan sangatlah penting,
bagaimana pun juga, dan berkembang melalui 26 negosiasi
bilateral. Untuk barang-barang, Taiwan setuju untuk
96 World Trade Organization, “Legal Texts: WTO Agreement,”
<http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/final_e.htm>, 4 Maret 2005. 97 Dokumen WTO WT/ACC/TPKM/1, January 1995. 98 Report of the Working Party on the Accession of the Separate
Customs territory of Taiwan, Penghu, Kinmen and Matsu, WT/ACC/TPKM/18 tanggal 5 Oktober 2001, hal. 21.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
84
mengurangi tarif rata-rata dari 6.0% menjadi 4.15% untuk
barang-barang-barang industrial dan dari 20.0% menjadi
12.9% untuk barang-barang agrikultural. Untuk bidang jasa,
sebagai contoh, Taiwan setuju untuk mengizinkan perluasan
investasi asing dalam telekomunikasi, dan mengizinkan
perusahaan asuransi asing untuk menjual lebih banyak jenis
asuransi.
Protokol aksesi Taiwan mempunyai beberapa ketentuan
WTO-plus yang penting. Secara khusus, Taiwan setuju untuk
mengizinkan pengiklanan minuman beralkohol di semua media
(walau masih terdapat pengaturan menyangkut isi dan waktu),
memastikan keterbukaan dalam privatisasi, mendaftar dalam
TRIPS tanpa mengikuti periode transisi normal, dan untuk
memberi informasi menyangkut perubahan apapun yang
berhubungan dengan TRIPS kepada WTO selambat-lambatnya 60
hari sebelum pelaksanaannya.99 Sebagai tambahan, Taiwan
setuju untuk menjadi anggota sukarela dari WTO Agreement on
Trade in Civil Aircraft dan menjalani aksesi dalam
Agreement on Government Procurement secara sukarela.
Tampilan khusus lainnya dalam perjanjian aksesi Taiwan
adalah WTO menegosiasikan sebuah perjanjian pertukaran
99 Ibid., hal. 219.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
85
khusus (Special Exchange Agreement) dengan Taiwan dalam isu
moneter. Tindakan seperti ini sesuai dengan ketentuan yang
ada dalam GATT tentang Exchange Agreement yang menyatakan
bahwa setiap anggota WTO yang bukan anggota IMF, akan
menjadi anggota IMF atau membuat sebuah Special Exchange
Agreement dengan WTO.100 Karena IMF belum mengizinkan Taiwan
menjadi anggotanya, Taiwan membuat perjanjian tersebut
dengan WTO sebagai bagian dari proses aksesi.101
Akhirnya setelah melewati 12 tahun maraton pendaftaran
keanggotaan yang melelahkan, Taiwan menyelesaikan negosiasi
bilateral dengan 30 negara anggota WTO dan Kelompok Kerja
mengadakan tujuh pertemuan resmi dan empat pertemuan tidak
resmi.102 Pertemuan Tingkat Menteri WTO (WTO Ministerial
Meeting) menyetujui aplikasi Taiwan pada 11 November 2001,
sehari setelah peristiwa serupa terjadi pada RRC. Hari
berikutnya, Menteri Ekonomi Taiwan Lin Hsin-yi
menandatangani protokol aksesi. Tanggal efektif masuknya
100 Pasal XV (6) GATT. 101 Dokumen WTO, Special Exchange Agreement between the Separate
Customs Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen and Matsu and the World Trade Organization, Annex II, dalam Keputusan Aksesi, WT/L/433 tanggal 23 November 2001.
102 Ministery of Foreign Affairs Republic of China (Taiwan), “The
ROC's Accession to the WTO,”<http://www.mofa.gov.tw/fp.asp?xItem=10685& ctnode=292>, diakses 21 Januari 2008.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
86
Taiwan dalam WTO adalah 1 Januari 2002, tepat 21 hari
setelah RRC masuk. Pada 8 Maret 2002, Direktur Jenderal
Mike Moore bertemu Yen Ching-Chang, perwakilan Taiwan
pertama dalam WTO, dengan nama Chinese Taipei103 dalam WTO,
secara resmi terbentuk.104
Setelah RRC menjadi anggota ke-143 dan Taiwan menjadi
anggota ke-144, WTO menjadi pertempuran diplomatik lagi
bagi “dua Cina” ini. Patut dicatat bahwa sikap RRC terhadap
aksesi Taiwan dalam organisasi perdagangan global berubah
dari penentang keanggotaan GATT bagi Taiwan menjadi sebuah
posisi dimana “Taiwan hanya dapat masuk dalam WTO jika RRC
telah masuk”. Terdapat beberapa alasan dari berubahnya
kebijakan tersebut. Pertama, masuknya Taiwan ke dalam WTO
103 Karena pembahasaan “Taiwan” kontroversial secara politik, Taiwan
memiliki nama yang berbeda-beda sebagai anggota dari berbagai organisasi antar pemerintah. Di dalam WTO, Taiwan dipanggil dengan “Separate Customs Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen and Matsu (Chinese Taipei)” (walaupun begitu, dalam daftar nama di website WTO, Taiwan disebut “Chinese Taipei” dan terdaftar secara alfabet sebagai “T” pertama). Dalam Asian Development Bank, Taiwan disebut “Taipei China”. Dalam APEC, Taiwan disebut “Chinese Taipei”. Dalam Asian Productivity Organization, Taiwan disebut “Republic of China”, yang mana merupakan nama bagi Taiwan dalam Afro-Asian Rural Development Organization dan Central American Bank for Economic Integration. Dalam International Cotton Advisory Committee, Taiwan disebut “China (Taiwan)”. Dalam International Labour Organization (ILO), kebiasaan yang terjadi saat ini adalah, dalam kasus-kasus tertentu, jika ada kebutuhan untuk menyebut Taiwan dalam sebuah dokumen ILO, maka referensinya harus disebut “Taiwan, China”.
104 “Permanent Mission of Taiwan to the WTO,”<http://www.taiwanwto.
ch/about_mission/history.html>, diakses 16 Maret 2008.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
87
adalah tidak terelakkan mengingat banyak pihak akan
mendapat keuntungan ekonomi yang besar, seperti pembukaan
bidang agrikultura dan pasar jasa. RRC dan Taiwan merupakan
eksportir terbesar ke-5 dan ke-14 di dunia, serta importir
terbesar ke-6 dan ke-16 di dunia.105 Karena kedua negara
mempunyai potensial dari segi ekonomi yang besar, maka
anggota-anggota WTO tidak mungkin menerima RRC dengan harus
mengorbankan Taiwan. Kedua, mengingat keanggotaan WTO
terbuka tidak hanya bagi Negara, namun juga bagi Wilayah
Khusus, maka RRC dapat menginterpretasikan status WTO
terhadap Taiwan sama seperti Hong Kong dan Makau sehingga
tetap konsisten dengan prinsip satu Cina. Untuk alasan-
alasan ini, Cina sering mengartikan “Chinese Taipei”
menjadi “China Taipei”. Pada kenyataannya, dilihat dari
sudut pandang RRC, sistem “satu negara, empat pemerintahan”
menjadi “satu negara, dua sistem” di bawah WTO.
Penggabungan dua rival politik dalam WTO tidak pernah
mudah. RRC melihat setiap gerakan Taiwan adalah satu
langkah menuju “bukti kemerdekaan”. Taiwan, sebaliknya,
mencoba untuk “mempolitisasi dan menginternasionalkan” isu
perdagangan untuk membuktikan otonomi pemerintahannya yang
105 Pasha L. Hsieh, loc. Cit., hal. 1203, mengutip dari Central News Agency tanggal 7 November 2003.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
88
terpisah dari RRC. RRC secara konsisten berusaha menurunkan
status Taiwan dalam WTO. Pada tahun 1999, setelah aplikasi
keanggotaan Taiwan mendapat dukungan yang luas, RRC
mengusulkan untuk menambah kata “China” ke dalam nama
“Separate Customs Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen, and
Matsu”. Lagi di tahun 2000, RRC menyerahkan pengusulan
bahasa kepada Kelompok Kerja dengan menyatakan bahwa
“Taiwan adalah Wilayah Khusus Cina”. RRC tidak mendulang
sukses atas upayanya karena kebanyakan anggota merasa tidak
setuju. Bahkan setelah Taiwan memasuki WTO, Februari 2003,
sebagai hasil dari tekanan RRC, Direktur Jenderal WTO
Supachai Panitchpakdi menuntut agar misi Taiwan berubah
nama dari “Permanent Mission of the Separate Customs
Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen, and Matsu” menjadi
“Economic and Trade Office”, sejajar dengan Hong Kong dan
Makau, berdasarkan klaim bahwa titel yang dimiliki Taiwan
memiliki implikasi kedaulatan (sovereignty implications).
Namun sampai sekarang, titel Taiwan sebagai “permanent
mission” tetap tidak berubah. Akan tetapi, dikarenakan
terdapat pertentangan atas titel Taiwan, WTO belum
memperbaharui “buku biru” sejak Februari 2002. Sekretariat
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
89
WTO biasanya menyebut nama dengan “permanent mission”106,
namun agar tidak terlibat dalam pertentangan nama, saat ini
Sekretariat menggunakan “delegation”.107
Permintaan RRC di atas tidak dapat dibenarkan secara
hukum atas alasan-alasan berikut; pertama, tuntutan RRC
didasarkan pada pernyataan yang dibuat pada tahun 1992 oleh
Ketua dewan GATT yaitu bahwa perwakilan Taiwan “would be
along the same lines as that of Hong Kong and Macau” dan
titelnya “would not have any implication on the issue of
sovereignty”. Akan tetapi Dewan tidak pernah menetapkan
pernyataan ini. Dewan hanya mengindikasikan bahwa “Dewan
mencatat (took note) pernyataan tersebut”. Kata “mencatat”
tidak mempunyai implikasi hukum yang signifikan. Negara-
negara asing dengan penuh pertimbangan memilih kata ini
merujuk pada pandangan RRC bahwa Taiwan adalah bagian dari
Cina.
Kedua, aplikasi keanggotaan WTO baik Taiwan maupun RRC
sama-sama didasari Pasal XII WTO Agreement. Sehingga jelas
bahwa WTO menganggap kedua pihak ini dalam kapasitas yang
sama dan tidak memiliki hak yang berbeda di antara mereka.
106 “The WTO Secretariat Changed the Document Procedure (Chinese),”
<http://www.epochtimes.com/gb/3/11/30/n420836.htm>, 30 November 2003. 107 Ibid.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
90
Nota Penjelasan (Explanatory Note) WTO Agreement yang
menyatakan “the terms ‘country’ or ‘countries’ . . .
include separate customs territory Members”, mendukung
posisi ini. Kesimpulan ini juga merefleksikan pandangan
tradisional bahwa hukum WTO, tidak memedulikan definisi
dari Negara, hanya memperhatikan kapasitas pemerintahan.
Taiwan, yang memiliki pemerintah dengan kapasitas yang sama
dengan anggota lainnya, berhak memperoleh perlakuan yang
sama.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
BAB V
PENUTUP
Beberapa kesimpulan yang didapat dari pembahasan
mengenai Permasalahan Hukum Keanggotaan Taiwan dalam World
Trade Organization adalah:
1. Aksesi ke dalam WTO diatur oleh Pasal XII WTO Agreement,
yang menyatakan dua hal yaitu:
a. aksesi dapat dilakukan Negara (state) dan wilayah yang
memiliki hak sepenuhnya dalam menetapkan kebijakan
perdagangannya (separate custom territory); dan
b. aksesi dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang telah
disetujui (on terms to be agreed) antara pihak yang
melakukan aksesi dengan WTO.
Sedangkan mengenai proses aksesi itu sendiri diatur dalam
dokumen WTO World Trade WT/ACC/1 (95-0651). Secara umum
proses tersebut melewati empat tahap, yaitu:
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
92
a. Permintaan Resmi untuk Menjadi Anggota.
Suatu pemerintah yang ingin menjadi anggota WTO harus
menjelaskan seluruh aspek perdagangan dan kebijakan-
kebijakan ekonominya yang memiliki hubungan dengan WTO
Agreement. Hal tersebut diserahkan pada WTO dalam
bentuk memorandum yang akan diperiksa oleh Kelompok
Kerja (Working Party) yang telah ditetapkan oleh Dewan
Umum untuk menangani perihal pendaftaran pemerintah
yang bersangkutan.
b. Negosiasi dengan Seluruh Anggota.
Ketika Kelompok Kerja telah membuat suatu kemajuan yang
cukup mengenai prinsip dan membuat laporan mengenai
kebijakan, pembicaraan bilateral yang sejajar dapat
dimulai antara calon anggota dengan masing-masing
negara. Pertemuan dilakukan secara bilateral karena
setiap negara memiliki kepentingan perdagangan yang
berbeda.
c. Draft Keanggotaan Baru.
Saat Kelompok Kerja telah menyelesaikan pemeriksaannya
terhadap permohonan untuk menjadi anggota suatu negara,
maka Kelompok Kerja memfinalisasi hasil pembahasan
dalam bentuk draft persetujuan keanggotaan (“protocol
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
93
of accession”) dan daftar skedul komitmen (“schedules
of commitments”).
d. Keputusan.
Laporan terakhir, berisi laporan, protokol aksesi dan
daftar komitmen, selanjutnya disampaikan oleh Dewan
Umum WTO kepada Konferensi Tingkat Menteri. Jika dua
pertiga anggota WTO memberi persetujuannya, maka
pemohon dapat segera menandatangai protokol dan
bergabung dengan organisasi.
Jadi, pengaturan mengenai penerimaan anggota dalam WTO
secara singkat dinyatakan dalam Pasal XII WTO Agreement,
dimana yang pihak dapat menjadi anggota adalah Negara
(state) dan Wilayah Khusus (separate custom territory).
Sedangkan untuk menjelaskan tata cara aksesi dalam
pelaksanannya dapat dilihat dalam dokumen WTO World Trade
WT/ACC/1 (95-0651), yang pada intinya merupakan suatu
proses negosiasi antara calon anggota dengan negara-negara
anggota WTO, dimana negosiasi tersebut meliputi pembicaraan
seputar kebijakan-kebijakan di bidang perdangangan yang
sekiranya dapat mendatangkan keuntungan bagi kedua belah
pihak.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
94
2. Republik Cina adalah salah satu negara penandatangan
GATT, namun secepatnya setelah Partai Komunis Cina
mendirikan RRC, Pemerintah Republik Cina yang kalah dengan
dipimpin Partai Nasionalis memindahkan kekuasannya ke
Taiwan di tahun 1949. Sejak saat itu, pemerintahan Republik
Cina lebih dikenal masyarakat dengan sebutan “Taiwan”. Pada
tanggal 6 Maret 1950, Taiwan melaporkan kepada Sekretaris
Jenderal PBB atas penarikan keanggotaannya dalam GATT.
Taiwan mengajukan aplikasi untuk status pengamat dalam GATT
di tahun 1965, status pengamat Taiwan akhirnya dikabulkan
mengingat Taiwan masih menduduki kursinya di dalam PBB.
Tahun 1971, PBB mengeluarkan Resolusi No. 2758, yang
memutuskan untuk mengeluarkan perwakilan Taiwan dari
keanggotaan PBB sehingga GATT menyatakan bahwa akan
“mengikuti keputusan PBB dalam permasalahan politik”.
Sebagai hasilnya, status pengamat Taiwan dicabut.
Taiwan mengajukan pendaftaran keanggotaan GATT
berdasarkan Pasal XXXIII GATT dengan nama “Separate Custom
Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen, and Matsu” pada
tanggal 1 Januari 1990. Aplikasi Taiwan ini dinyatakan oleh
pihak RRC sebagai sesuatu yang ilegal dan tidak seharusnya
dipertimbangkan oleh WTO. Hal ini dikarenakan dari sudut
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
95
pandang RRC, Taiwan adalah sebuah propinsi dari Cina atau
sebuah bakal-calon “Special Administrative Region” seperti
Hong Kong dan Makau, dimana pendaftaran Taiwan sebagai
Separate Custom Territory harus mempunyai “konfirmasi dari
Pemerintahan RRC” yang layak. Namun Taiwan dapat dan berhak
untuk mendaftar keanggotaan atas namanya sendiri atau atas
nama wilayahnya sendiri (on its own behalf to or on behalf
of [its] territory) karena Taiwan terbukti memiliki unsur-
unsur yang disebutkan dalam Pasal XXIV(2) yang
mendefinisikan sebuah Wilayah Khusus. Kompromi menyangkut
status Taiwan didapat ketika dalam pertemuan Dewan GATT
Ketua Dewan menyatakan bahwa semua pihak telah menyetujui
bahwa hanya ada satu Cina, lalu menyarankan agar masuknya
Taiwan tidak diputuskan sebelum masuknya RRC ke dalam GATT
terlebih dahulu. Hal tersebut disetujui oleh pihak RRC dan
pihak Taiwan.
Pada 29 September 1992, Dewan GATT menetapkan sebuah
Kelompok Kerja untuk memeriksa aplikasi Taiwan. Pada akhir
negosiasi perdagangan Uruguay Round di tahun 1994, negara-
negara penandatangan GATT menandatangani Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO Agreement).
Karena hal tersebut, pada 1 Januari 1995, Taiwan mengubah
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
96
landasan hukum aplikasi pendaftarannya, dari Pasal XXXIII
GATT menjadi Pasal XII WTO Agreement dan Kelompok Kerja
GATT juga diubah karenanya menjadi Kelompok Kerja WTO.
Komitmen aksesi menyangkut pasar Taiwan sangatlah penting,
sehingga berkembang melalui 26 negosiasi bilateral. Untuk
barang-barang, Taiwan setuju untuk mengurangi tarif rata-
rata dari 6.0% menjadi 4.15% untuk barang-barang-barang
industrial dan dari 20.0% menjadi 12.9% untuk barang-barang
agrikultural. Untuk bidang jasa, sebagai contoh, Taiwan
setuju untuk mengizinkan perluasan investasi asing dalam
telekomunikasi, dan mengizinkan perusahaan asuransi asing
untuk menjual lebih banyak jenis asuransi.
Protokol aksesi Taiwan mempunyai beberapa ketentuan
yang mengandung kewajiban tambahan yang penting. Secara
khusus, Taiwan setuju untuk mengizinkan pengiklanan minuman
beralkohol di semua media (walau masih terdapat pengaturan
menyangkut isi dan waktu), memastikan keterbukaan dalam
privatisasi, mendaftar dalam TRIPS tanpa mengikuti periode
transisi normal, dan untuk memberi informasi menyangkut
perubahan apapun yang berhubungan dengan TRIPS kepada WTO
selambat-lambatnya 60 hari sebelum pelaksanaannya. Sebagai
tambahan, Taiwan setuju untuk menjadi anggota sukarela dari
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
97
WTO Agreement on Trade in Civil Aircraft (persetujuan ini
menghilangkan pajak impor terhadap semua transportasi udara,
kecuali transportasi udara militer, sebagaimana diterapkan
juga terhadap semua produk yang terdapat dalam persetujuan;
mesin transportasi udara sipil beserta komponennya, seluruh
komponen serta bagian-bagian dari penyusunan transportasi
udara sipil, dan simulator penerbangan beserta komponennya)
dan menjalani aksesi dalam Agreement on Government
Procurement secara sukarela. Tampilan khusus yang terakhir
dalam perjanjian aksesi Taiwan adalah WTO menegosiasikan
sebuah perjanjian pertukaran khusus (Special Exchange
Agreement) dengan Taiwan dalam isu moneter.
Setelah melewati 12 tahun maraton pendaftaran
keanggotaan yang melelahkan, 1990–2002, Taiwan akhirnya
berhasil menyelesaikan tahap terpenting yaitu negosiasi
bilateral dengan 30 negara anggota WTO dan Kelompok Kerja
mengadakan tujuh pertemuan resmi dan empat pertemuan tidak
resmi. Pertemuan Tingkat Menteri WTO (WTO Ministerial
Meeting) menyetujui aplikasi Taiwan pada 11 November 2001,
sehari setelah peristiwa serupa terjadi pada RRC. Hari
berikutnya, Menteri Ekonomi Taiwan Lin Hsin-yi
menandatangani protokol aksesi. Tanggal efektif masuknya
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
98
Taiwan dalam WTO adalah 1 Januari 2002, tepat 21 hari
setelah RRC masuk. Pada 8 Maret 2002, Direktur Jenderal
Mike Moore bertemu Yen Ching-Chang, perwakilan Taiwan
pertama dalam WTO, dengan nama Chinese Taipei dalam WTO,
secara resmi terbentuk.
Dengan demikian, prosedur yang ditempuh Taiwan untuk
menjadi anggota WTO dapat disimpulkan bukanlah suatu
prosedur yang mudah dan cepat. Karena terlepas dari urusan
negosiasi dengan anggota WTO mengenai kebijakan perdagangan,
Taiwan juga harus menghadapi rintangan lain yaitu upaya
penjegalan dari RRC sehubungan status Taiwan yang dianggap
RRC sebagai salah satu propinsinya sehingga tidak dapat
diterima jika Taiwan ingin menjadi anggota WTO tanpa ada
persetujuan dari RRC selaku “pemilik kekuasaan” atas Taiwan.
WTO akhirnya dapat menyelesaikan masalah tersebut. Sampai
saat ini, keanggotaan Taiwan dalam WTO telah memberikan
keuntungan bagi sesama negara anggota WTO.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
99
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER-SUMBER DARI BUKU
A.K., Syahmin. Masalah-masalah Aktual Hukum Organisasi Internasional. Bandung: CV. Armico, 1988.
_____. Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional. Bandung: Binacipta, 1986.
Bowett, D.W. Hukum Organisasi Internasional [The Law of International Institutional]. Diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 40 tahun. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1958.
Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan HKI, Sekilas WTO (World Trade Organization), ed. 4, Jakarta: Departemen Luar Negeri, 2006.
Hata. Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO: Aspek-aspek Hukum dan Non Hukum. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.
Hill, Norman. International Organization. New York: Harper & Brothers, 1952.
H.S. Kartadjoemena. Substansi Perjanjian GATT/WTO dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa: Sistem, Kelembagaan, Prosedur Implementasi, dan Kepentingan Negara Berkembang. Jakarta: UI Press, 2000.
Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni, 2000.
Oxford University. The Little Oxford Dictionary, 6th ed., Oxford: Clarendon Press, 1986.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
100
Rudy, T. May. Administrasi & Organisasi Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.
Sands, Phillipe dan Pierre Klein ed. Bowett’s Law of International Institusions. 5th ed. London: Sweet & Maxwell, 2001.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: UI-Press, 1986.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali, 1985.
Suryokusumo, Sumaryo. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Cet. 1. Bandung: PT. Alumni, 1997.
_____. Hukum Organisasi Internasional. Cet. 1. Jakarta: UI-Press, 1990.
_____. Organisasi Internasional, Jakarta: UI-Press, 1987.
_____. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Cet. 1. Bandung: PT. Alumni, 1995.
Suwardi, Sri Setianingsih. Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI-Press, 2004.
United Nations. Basic Facts About the United Nations. New York: United Nations Publication, 2000.
Willem van Kemenade. China, Hong Kong, Taiwan, Inc. [China, Hong Kong, Taiwan BV]. Translated by Diane Webb. New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1997.
SUMBER-SUMBER DARI JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
Charnovitz, Steve. “Taiwan’s WTO Membership and Its International Implications,” AJWH 1 (2006): 401-432.
Hsieh, Pasha L. “Facing China: Taiwan’s Status as a Separate Custom Territory in the World Trade Organization”. Journal of World Trade (2005): 1195-1221.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
101
SUMBER-SUMBER DARI INTERNET
Embassy of the People’s Republic of China in the Republic of Indonesia. <http://id.china-embassy.org/indo/rdht/ masalahtaiwan/t233554.htm>. Diakses 20 Februari 2008.
Government Information Office Republic Of China (Taiwan). “Bilateral Ties. ”<http://www.gio.gov.tw/ct.asp?xItem= 35621&ctNode=2588>. 7 Januari 2008.
Government Information Office Republic of China. “Board of Foreign Trade.” <http://www.gio.gov.tw/taiwanwebsite/4-oa/wto/wtoacc. htm>, 13 November 2001.
Government Information Office Republic of China (Taiwan). “President Chen Shui-bian's Letters to UN Secretary-General Ban Ki-moon on July 31.” <http://www.taiwanunme.tw/ct.asp?xItem=258&CtNode=2&Prev=313&next=326>. 2 Agustus 2007.
Government Information Office Republic of China (Taiwan). ”Welcome Taiwan into the United Nations.” <http://www.taiwanunme.tw/ct.asp?xItem=1&CtNode=1>. 31 Juli 2007.
Ministery of Foreign Affairs Republic of China (Taiwan). “The ROC's Accession to the WTO.” <http://www.mofa.gov.tw/fp.asp?xItem=10685&ctnode=292>. Diakses 21 Januari 2008.
“Permanent Mission of Taiwan to the WTO.” <http://www.taiwanwto.ch/about_mission/history.html>. Diakses 16 Maret 2008.
“The WTO Secretariat Changed the Document Procedure (Chinese).” <http://www.epochtimes.com/gb/3/11/30/n420836.htm>. 30 November 2003.
World Trade Organization. “China's Accession to the WTO and its Relationship to the Chinese Taipei Accession and to Hong Kong and Macau, China.” <http://www.wto.org/english/thewto_e/acc_e/chinabknot_feb01.doc>. Maret 2001.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
102
World Trade Organization. “Legal Texts: WTO Agreement.” <http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/final_e.htm4 Maret 2005.
SUMBER-SUMBER PERATURAN
General Agreement on Tariff and Trade 1947.
General Agreement on Tariff and Trade. Doc. SR. 27/2. 19 November 1971.
United Nations. General Assembly Official Record A/1308. 4 Agustus 1950.
United Nations. General Assembly Official Record IV, Resolution (A/1251).
United Nations. General Assembly Official Record, 26th Sess., U.N. Doc. A/8429 (1971).
United Nations. Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa 1945.
United Nations. Provisional Rules of Procedures of the Security Council.
United Nations. Resolusi Majelis Umum PBB 2758 (XXVI). 25 Oktober 1971.
United Nations. Resolusi Majelis Umum PBB 291-2 (IV). 8 Desember 1949.
United Nations. Resolusi Majelis Umum PBB 396 (V). 14 Desember 1950.
United Nations. Resolusi Majelis Umum PBB 501 (VI). 5 November 1951.
Vienna Convention on the Law of Treaties 1969.
World Trade Organization. Agreement Establishing the World Trade Organization 1995.
World Trade Organization. Arrangement for Effective Cooperation with Other Intergovernmental Organizations. WT/GC/W/10. 15 November 1995.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
103
World Trade Organization. Procedures for Negotiations under Article XII WTO Agreement. WT/ACC/1 (95-0651). 24 Maret 1995
World Trade Organization. Report of the Working Party on the Accession of the Separate Customs territory of Taiwan, Penghu, Kinmen and Matsu. WT/ACC/TPKM/18. 5 Oktober 2001.
World Trade Organization. Special Exchange Agreement between the Separate Customs Territory of Taiwan, Penghu, Kinmen and Matsu and the World Trade Organization, Annex II, dalam Keputusan Aksesi. WT/L/433. 23 November 2001.
World Trade Organization. WT/ACC/TPKM/1. January 1995.
Permasalan hukum..., Aisy Ayurezeki, FH UI, 2008
Top Related