VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id
Transcript of VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id
ISSN 2599-2449 (Print)
ISSN 2599-1280 (Online)
EDITORIAL TEAM
Editor in Chief : Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM)
Managing Editor : dr. I Made Dharmadi, MPH., PKK
Associate Editor : Nyoman Trisna Aryanata, S.Psi., M.A.
Editorial Boards : Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana, PFK., M.Erg.
dr. I Gusti Ngurah Mayun, Sp.Hk
dr. I Gusti Lanang Rudiartha, MHA
Assistant Editors : I Putu Prisa Jaya, S.Pd., M.Fis.
dr. IB Amertha
Layout Editor : Agus Dedi Santosa S.Kom.
Marketing Manager : I Wayan Karyawan, S.Si, M.Si.
Reviewers : Prof. Dr. Ir. IB Putra Manuaba (Udayana University)
Prof Dr. dr. Mulyanto, Sp.PD (Udayana University)
Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD (KHOM) (Udayana
University)
Prof. dr. Putu Sutisna, DTM&H., Sp.ParK
(Warmadewa University)
Prof. Dr. dr. Ngurah Mahardika (Udayana University)
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes (Ganesha
University of Education)
Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp.BS(K) (Udayana
University)
Publisher : Department of Research and Community Services, Bali
International University (Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bali
Internasional).
Publisher’s Address : Jl. Seroja Gang Jeruk No. 9A, Kel. Tonja, Kec.
Denpasar Utara, Denpasar – Bali, Indonesia 80239
Phone: +62 (0361) 474 7770.
Email: [email protected]
Web: http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
Bali Health Journal (BHJ) is an
official journal published by
Department of Research and Community Services of Bali
International University (Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Bali Internasional). BHJ aims to provide
an information space for
researchers, educators, students,
health practitioners, and the general public who have an interest in health
sciences. We accept research papers
and literature reviews of various
topics in Health Sciences. The fields in health sciences covered by BHJ
are biochemistry, biotechnology,
biomedics, engineering,
epidemiology, genetics, nursing, pharmacology, pharmacy, public
health, health management,
psychology, physical therapy, and
medicine.
All accepted manuscripts will be
reviewed by independent reviewers
from various universities with relevant expertise, followed by an
editor's endorsement before being
published.
Bali Health Journal is published
twice a year, in May and November.
i
ISSN 2599-2449 (Print)
ISSN 2599-1280 (Online)
TABLE OF CONTENT
VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020
Metode Kerja Berorientasi Ergonomi Pada Proses Pemotongan Batu Padas
Meningkatkan Kinerja Pekerja di Workshop Sari Yasa Kota Denpasar
I Gusti Agung Haryawan, Agnes Ayu Biomi, Komang Angga Prihastini .......................................... 66
Faktor Penentu Loyalitas Pasien di Era Revolusi Industri 4.0
Putu Astrid Primastuti Chrisandita, Gede Sri Darma .......................................................................... 73
Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien
Gde Palguna Reganata, Made Karma Maha Wirajaya ........................................................................ 89
Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran Dalam Menghadapi Era Disruption
I Gede Ari Darma Putra ....................................................................................................................... 98
Peran Caring Leadership Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar
Ni Made Nopita Wati ........................................................................................................................... 104
Anti-Proliferative and Anti-Metastasic Agents of Balinese Long Pepper
(Piper retrofractum Vahl) Extract in Breast Cancer
Violin Weda Yani, Varennia Bhargah, I Gede Agus Darsana Palgunadi,
I Putu Sri Indrani Remitha, I Made Winarsa Ruma ............................................................................. 110
Manuscript Guidelines ......................................................................................................................... 119
Pedoman Penulisan Naskah ................................................................................................................. 125
Subscription Guidelines (Petunjuk Berlangganan) .............................................................................. 131
LP2M UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
BHJ 4(2) 2020
BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
METODE KERJA BERORIENTASI ERGONOMI PADA PROSES
PEMOTONGAN BATU PADAS MENINGKATKAN
KINERJA PEKERJA DI WORKSHOP SARI YASA KOTA DENPASAR
I Gusti Agung Haryawan1, Agnes Ayu Biomi2, Komang Angga Prihastini3
1,2,3Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Universitas
Bali Internasional
ABSTRAK
Latar belakang: Pembangunan perumahan dan gedung marak belakangan ini yang berimbas pada tenaga kerja yang bekerja
di sektor ini. Tenaga kerja dituntut memiliki keterampilan sesuai dengan bidangnya, termasuk pekerja pengadaan bahan batu
padas. Pada saat bekerja dengan sikap berdiri, pekerja selalu dalam kondisi basah akibat percikan air yang digunakan untuk mengurangi debu saat batu padas dipotong. Kondisi kerja ini menimbulkan ketidaknyamanan, kelelahan, gangguan
muskuloskeletal dan beban kerja yang semakin meningkat karena lingkungan kerja yang tidak alami atau tidak ergonomis
serta sikap kerja yang tidak fisiologis. Tujuan: Untuk itu perlu dilakukan metode kerja berorientasi ergonomis sehingga
pekerja dapat bekerja produktif dengan nyaman, aman, sehat dan efisien. Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan sama subjek (treatment by subject design) yang dilakukan di Workshop Sari
Karya Kota Denpasar. Tiga sampel dengan beberapa kali pengulangan. Hasil: penelitian menunjukkan adanya perbedaan
bermakna (p<0,05). Pada sebelum perlakuan rerata denyut nadi kerja pemotong batu padas 63,666 ± 1,89 dpm, rerata dan
keluhan muskuloskeletal 32,466 ± 0,915, rerata kelelahan 82,200 ± 1,897 dan rerata produktivitas 458,333 ± 14,840. Sesudah perlakuan rerata denyut nadi kerja pemotong batu padas 64.046 ± 2,12 dpm, rerata keluhan muskuloskeletal 57,800
± 5,634, rerata kelelahan 66,266 ± 0,961 dan rerata produktivitas 543,666n ± 10,431. Kesimpulan: metode berorientasi
ergonomi ternyata menurunkan beban kerja sebesar 3,347%, keluhan muskuloskeletal sebesar 25,33%, kelelahan 15,934%,
dan produktivitas meningkat sebesar 85,33%. Pembahasan ini menunjukkan bahwa metode kerja berorientasi ergonomis dapat menurunkan beban kerja, keluhan muskuloskeletal, kelelahan, dan meningkatkan produktivitas.
Kata Kunci: Kinerja, metode kerja ergonomi, pemotong batu padas
ABSTRACT
Background: The construction of housing and buildings rampant lately which impact on the workforce working in this sector. Workers are required to have skills in accordance with their fields, including workers supplying stone padas. When
working in a standing position, the worker is always in wet condition due to the splashes used to reduce dust when the rock
is cut. These working conditions cause discomfort, fatigue, musculoskeletal disorders and increased workload due to
unnatural or ergonomic work environments and non-physiological work posture. Purpose: therefore, it is necessary to do ergonomic-oriented work methods so that workers can work productively in a comfortable, safe, healthy and efficient way.
Methods: this research is experimental research by using the same subject design (treatment by subject design) which is
done in Workshop Sari Karya Denpasar City. Three samples with multiple repetitions. Results: showed a significant
difference (p <0.05). In the mean before the average treatment of stone stone cutting heart rate 63,666 ± 1,89 dpm, mean and musculoskeletal complaint 32,466 ± 0,915, mean of fatigue 82,200 ± 1,897 and productivity average 458,333 ± 14,840.
After the average treatment of rock hard rock cutting rate 64,046 ± 2,12 dpm, mean of musculoskeletal complaint 57,800 ±
5,634, mean of fatigue 66,266 ± 0,961 and productivity average 543,666n ± 10,431. Conclusion: the ergonomic-oriented
method decreased workload by 3.347%, musculoskeletal complaints by 25.33%, fatigue 15.934%, and productivity increased by 85.33%.This discussion shows that ergonomically oriented work methods can reduce workload,
musculoskeletal complaints, fatigue, and increase productivity.
Keywords: Performance, ergonomic working methods, stone cutters padas
Korespondensi:
I Gusti Agung Haryawan
Email: [email protected]
Riwayat Artikel:
Diterima 17 September 2020
Disetujui 10 Oktober 2020 Dipublikasikan 18 November 2020
Haryawan, Biomi & Prihastini
67
Bali Health Journal
4(2) 2020
PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan
perumahan dan gedung perkantoran
membawa tren bentuk dan gaya dari
desain bangunan. Penggunaan material
dalam rancangan bangunan berpengaruh
terhadap hasil desain seorang desainer
atau arsitek serta selera dari pemilik
bangunan tersebut. Material-material
yang digunakan saat ini memang
beragam jenis dan bentuknya, seperti:
batu andesit, batu basal, batu candi, batu
padas, batu granit, batu palimanan dan
batu paras jogya. Material-material ini
berasal dari berbagai daerah kota di
Indonesia serta karakternya pun berbeda-
beda. Penggunaan material batu ini
sebelum di aplikasikan ke bangunan atau
yang lainnya melalui proses pemotongan
untuk mendapat ukuran yang standar[1]
Saat melakukan pekerjaan
memotong batu padas, para pekerja
mengambil posisi berdiri menghadap
mesin potong, kedua tangan memegang
batu padas dengan ukuran 40x20x15 cm
dengan berat ± 5 kg. Batu padas akan
didorong mendekati mesin potong
dengan mata pisau yang besar. Kondisi
pekerja selama melakukan pekerjaannya
dengan kondisi basah karena mesin
potong ini dilengkapi dengan slang air
yang membasahi batu padas tersebut,
dengan maksud meredam debu yang
dikeluarkan saat pemotongan batu padas
tersebut. Pekerja hanya memakai
pelindung plastik untuk bagian tubuh di
bawah pinggang dan tanpa alas kaki.
Tingkat kebisingannya yang ditimbulkan
dari mesin potong ini 96 dBA selama 8
jam kerja sehingga sangat mengganggu
pendengaran. Ketidaknyamanan itu
disebabkan oleh tingkat kelelahan,
keluhan muskuloskeletal, beban kerja
dan produktivitas menurun.
Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, menunjukkan pekerja bekerja
dengan sikap kerja yang tidak fisiologis
yang meliputi bekerja berdiri dengan
tidak memakai alas kaki, tidak memakai
afron atau pelindung badan secara
keseluruhan serta kondisi lingkungan
yang menimbulkan kebisingan akibat dari
suara mesin potong batu padas, sehingga
mengakibatkan pekerja merasa ada
gangguan pendengaran, jari-jari tangan
dan kaki lembab serta tubuh merasa
kedinginan.
Hasil studi pendahuluan pada
keluhan muskuloskeletal terhadap pekerja
pemotong batu padas, mengalami
keluhan pada bahu kiri dan kanan (73%),
pada lengan atas kiri dan kanan (75%),
pada betis kiri dan kanan (60%) dan pada
tangan (75%). Untuk rerata denyut nadi
kerjanya adalah 103,42 ± 5,58 denyut
permenit, dan hal ini termasuk beban
kerja sedang[2]. Bekerja dengan sikap
berdiri dalam waktu relatif lama dengan
kondisi kerja dengan tingkat kebisingan
dan dingin/ lembab akan cepat
menimbulkan rasa lelah. Posisi tubuh
yang salah atau tidak fisiologis apalagi di
dalam sikap paksa jelas mengurangi
produktivitas seseorang [3].
Tuntutan tugas, kondisi lingkungan,
dan organisasi kerja yang kurang
proposional dapat menimbulkan
gangguan kesehatan, kelelahan,
penurunan kewaspadaan, peningkatan
angka kecelakaan kerja dan pada
akhirnya menyebabkan terjadinya
penurunan efesiensi dan produktivitas
kerja[4]. Penelitian ini diharapkan mampu
memperbaiki stasiun kerja yang mengacu
pada konsep ergonomi yang meliputi
pertimbangan teknis, kesehatan,
keamanan, efektivitas dan efisiensi.
Sehingga dapat mengurangi kelelahan,
mengurangi keluhan muskuloskeletal,
mengurangi beban kerja dan
meningkatkan produktivitas kerja.
METODE
Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental, dengan
menggunakan rancangan sama subjek
(treatment by subject design)[5].
Rancangan sama subjek adalah
Metode Kerja Berorientasi Ergonomi
68
Bali Health Journal
4(2) 2020
rancangan serial, dimana semua sampel
mengalami perlakuan 1 dan juga
perlakuan 2 dalam periode waktu yang
berbeda. Perlakuan 1 bekerja dengan
keadaan seperti adanya, perlakuan 2
bekerja dengan intervensi penggunaan
afron seluruh tubuh, penggunaan sepatu
boat dan menutup mesin pemotong batu
padas.
Rancangan ini, selang antara
periode waktu diperlukan washing out,
untuk menghilangkan efek perlakuan
pertama terhadap perlakuan berikutnya.
Tempat penelitian ini di Workshop Sari
Karya yang berlokasi di daerah Denpasar
dengan sampel sebanyak 3 orang yang
dalam pengambilan data diulang
sebanyak 5 kali karena keterbatasan
pekerja dan stasiun kerja.
HASIL
Hasil analisis deskripsi subjek yang
meliputi rerata, simpang baku, dan
rentang pada variabel umur, berat badan,
tinggi badan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian
(n=3)
Variabel Rerata SB
Umur (th) 46,00 3,00
Berat badan (kg) 70,00 2,00
Tinggi badan (cm) 171,66 3,51
Pada Tabel 1 Diketahui rerata
umur pemotong batu padas pada saat
penelitian dilakukan adalah 46,00 ± 3,00
tahun, dengan rerata berat badan 70,00 ±
2,00 kg, rerata tinggi badan 171,66 ± 3,51
cm. Dari umur, berat badan dan tinggi
badan termasuk dalam kategori normal
sedangkan pengalaman kerja subjek
termasuk dalam kategori berpengalaman
atau cukup lama bekerja.
Hasil analisis terhadap 3 orang
pekerja pemotong batu padas
menunjukkan bahwa rerata umur subjek
46,00 ± 3,00 tahun, dengan rentangan
umur subjek yang telah ditetapkan, yaitu
antara 35 − 55 tahun. Berkaitan dengan
umur bahwa kapasitas fisik seseorang
berbanding langsung sampai batas
tertentu dengan umur, dan mencapai
puncaknya pada umur 25 tahun.[6]
Tabel 2. Uji Perbedaan Skor Denyut Nadi (n=3)
Variabel Periode I Periode II Nilai
T
Nilai
P n Rerata SB Rerata SB
Denyut nadi
istirahat
3 63,66 1,89 64,04 2,12 -0,804 0,421
Denyut nadi kerja 3 123,87 3,01 115,37 2,68 -3,408 0,001
Nadi kerja 3 56,49 0,63 53,14 1,90 -3,409 0,001
Rerata denyut nadi kerja subjek
pada sebelum perlakuan adalah 63,666 ±
1,89 dpm termasuk kategori beban kerja
sedang. Rerata denyut nadi kerja subjek
penelitian pada sesudah perlakuan adalah
64,046 ± 2,12 dpm yang termasuk ke
dalam kategori kerja sedang. Nadi kerja
pada stasiun kerja sebelum perlakuan
reratanya 56,493 ± 0,632 dpm dan pada
stasiun kerja sesudah perlakuan 53,146 ±
1,908 dpm. Sehingga terjadi penurunan
beban kerja sebesar 3,347%.
Beban kerja diukur berdasarkan
denyut nadi pekerja melalui selisih
denyut nadi kerja dan denyut nadi
istirahat. Sebelum dilakukan analisis efek
perlakuan perlu dilakukan uji normalitas
terhadap data denyut nadi tersebut. Hasil
uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan
bahwa denyut nadi kerja tidak
berdistribusi normal. Kondisi awal
sebelum bekerja baik pada sebelum
perlakuan dan sesudah perlakuan dapat
dikatakan tidak berbeda bermakna,
namun terdapat perbedaan setelah
perlakuan baik pada denyut nadi kerja
maupun nadi kerja. Hasil uji Wilcoxon
dengan tingkat kepercayaan .
Haryawan, Biomi & Prihastini
69
Bali Health Journal
4(2) 2020
Tabel 3. Uji Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Perlakuan Beda Skor
Kelelahan (n=3)
Variabel Periode I Periode II Nilai
T Nilai
P Rerata SB Rerata SB
Kelelahan sebelum
bekerja 41,26 0,96 41,06 0,703 -0,500 0,617
Kelelahan sesudah
bekerja 82,20 1,89 66,26 0,96 -3,419 0,001
Selisih 40,93 2,34 25,20 1,47 17,753 0,000
Rerata skor kelelahan sebelum
perlakuan adalah 41,266 ± 0,961 sebelum
bekerja dan 41,066 ± 0,703 sesudah
bekerja. Pada uji t-paired sesudah
perlakuan didapatkan skor kelelahan
dengan rerata 82,200 ± 1,897 sebelum
bekerja dan 66,266 ± 0,961 sesudah
bekerja. Data rerata beda skor kelelahan
sebelum perlakuan adalah 40,933 ± 2,344
dan 25,200 ± 1,473 setelah perlakuan.
Hasil uji efek perbedaan skor sebelum
dan sesudah kerja sebelum perlakuan
dengan sebelum kerja dan sesudah kerja
sesudah perlakuan menggunakan uji
Wilcoxon menunjukkan p = 0,005 yang
artinya berbeda secara signifikan antara
sebelum dan sesudah perlakuan.
Sehingga terjadi penurunan kelelahan
sebesar 15,934%.
Perbedaan efek keluhan
muskuloskeletal antara sebelum dan
sesudah perlakuan pada pemotong batu
padas disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Uji Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Perlakuan Beda Skor Keluhan
Muskuloskeletal (n=3)
Variabel Periode I Periode II Nilai
T Nilai
P Rerata SB Rerata SB
Kelelahan sebelum
bekerja 34,07 0,961 32,46 0,915 -3,448 0,001
Kelelahan sesudah
bekerja 76,33 2,468 57,800 5,634 -3,424 0,001
Selisih 42,266 3,034 25,333 6,043 -3,415 0,001
Perbedaan rerata keluhan
muskuloskeletal pada sikap kerja
sebelum perlakuan sebesar 34,066 ±
20,961 sebelum bekerja, dan rerata
sebesar 32,466 ± 0,915 sesudah bekerja,
sedangkan sesudah perlakuan didapat
rerata 32,466 ± 0,915 sebelum bekerja
dan rerata 57,800 ± 5,634 sesudah
bekerja. Sehingga terjadi penurunan
keluhan subjektif sebesar 25,334% dan
berbeda bermakna (p < 0,05).
Keluaran (output) adalah
banyaknya batu padas yang dapat
dipotong (biji). Sedangkan masukan
(input) adalah beban yang diterima oleh
pekerja pemotong batu padas berupa
perubahan denyut nadi kerja. Selanjutnya
Metode Kerja Berorientasi Ergonomi
70
Bali Health Journal
4(2) 2020
produktivitas merupakan perbandingan
antara rerata hasil kerja (biji) dan beban
kerja. Hasil analisis normalitas data
menunjukkan bahwa data skor
produktivitas berdistribusi normal. Hasil
uji beda efek skor produktivitas periode 1
dan periode 2 dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Uji Beda Efek Skor Produktivitas Periode I dan Periode II (n=3)
Variabel Periode I Periode II
Nilai
T Nilai
P
Rerata SB Rerata SB
Produksi
458,33
3
14,84
0 543,66 10,43 -3,425 0,001
Hasil analisis data menunjukkan
rerata produktivitas kerja pada sebelum
perlakuan 458,333 ± 14,840 dan sesudah
perlakuan 543,666 ± 10,431 berbeda
bermakna, terjadi peningkatan
produktivitas kerja sebesar 85,33% dan
berbeda bermakna (p < 0,05).
Produktivitas meningkat disebabkan cara
kerja dan sikap kerja yang alamiah sesuai
dengan metode berorientasi ergonomi
yaitu diberikan istirahat disela-sela waktu
kerja, pemakaian afron dan menutup
mesin sehingga suara bising dapat
diredam.
Rerata produksi pemotongan batu
padas dengan metode kerja yang lama
458,333 biji/jam dan metode kerja
berorientasi ergonomi 543,666 biji/jam
terjadi peningkatan produksi sebesar
85,333 biji/jam. Hal ini berarti bekerja
dengan metode kerja berorientasi
ergonomi, lebih banyak batu padas yang
dapat dipotong/dihasilkan.
PEMBAHASAN
Sikap kerja hendaknya
diupayakan dalam posisi alamiah
sehingga tidak menimbulkan sikap paksa
yang melampaui kemampuan fisiologis
tubuh[7]. Sikap kerja paksa bisa terjadi
pada saat memegang, mengangkat dan
mengangkut dan berdiri terlalu lama atau
karena ketidaksesuaian antara alat kerja
dengan ukuran tubuh pekerja[8].
Sikap kerja berdiri biasanya
dipilih bila pekerjaan itu banyak
menggunakan tenaga dan sering
berpindah tempat (bergerak). Posisi tubuh
yang beraktivitas berlebihan, merupakan
acuan untuk mendesain alat kerja, cara
kerja, dan tinggi bidang kerja yang sesuai
dengan posisi bidang kerja dalam
beraktivitas[9]. Tinggi bidang kerja yang
ergonomis sebaiknya sebagai berikut:
untuk pekerjaan yang memerlukan
ketelitian dan sifatnya halus 5-10 cm di
atas siku, untuk pekerjaan yang
menggunakan tenaga tangan ringan
sampai sedang 10-15 cm di bawah siku,
terkait dengan pengoperasian alat kerja,
sikap tubuh selama beraktivitas,
keleluasaan gerak terkait dengan aktivitas
di ruang kerja, keamanan, kenyamanan,
dan keselamatan. Lingkungan kerja
adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kelelahan, keluhan
subjektif dan produktivitas. Faktor
lainnya adalah kelembaban yaitu
banyaknya air dalam udara, kelembaban
ini berhubungan dan dipengaruhi oleh
temperatur udaranya. Suatu keadaan di
mana kelembaban udara tinggi dan udara
panas akan menimbulkan pengurangan
panas tubuh secara besar-besaran.
Pengaruh lainnya adalah semakin
cepatnya denyut jantung karena makin
aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen[10].
Bagi pekerja yang bekerja dengan
lingkungan panas, maka gerakan udara di
dalam ruang kerja sangat perlu
Haryawan, Biomi & Prihastini
71
Bali Health Journal
4(2) 2020
diperhatikan, karena dapat berpengaruh
pada suhu yang dirasakan. Namun
gerakan udara tersebut perlu
dikendalikan, karena dari hasil penelitian
ditemukan bahwa gerakan udara jangan
melebihi 0,2 m/detik karena berdampak
tidak baik[11].
Masalah kelelahan pada pekerjaan
merupakan masalah yang harus dicari
jalan keluarnya oleh manajemen. Di
samping memberikan waktu istirahat
yang cukup untuk proses pemulihan
kondisi fisik yang lelah, juga di lakukan
pengetahuan waktu kerja yang diselingi
beberapa kali waktu istirahat. Perubahan
lamanya periode waktu kerja bisa
memberikan dampak perubahan terhadap
efisiensi kerja. Memperpendek jam kerja
8 jam/hari bisa meningkatkan keluaran
antara 3% sampai 10%[2].
Waktu kerja 8 jam, diberikan
istirahat selama 10 menit untuk setiap 50
menit jam kerja sehingga dapat
meningkatkan produktivitas. Waktu kerja
optimal manusia adalah 8 jam sehari[18].
Bagi pekerja berat memperpanjang waktu
kerja harian misalnya kerja lembur, bila
dilakukan terlalu berlebihan dapat
mengakibatkan kerugian yang biasanya
di mulai dengan meningkatkan absensi
karena sakit akibat rasa lelah yang
berlebihan[11].
Dalam menghadapi dan
mengerjakan suatu pekerjaan, pekerja
akan dihadapkan dengan keadaan beban
kerja yang berlebihan, beban kerja yang
kurang dan beban kerja yang optimal.
Penilaian beban kerja secara objektif
yang paling mudah dan murah, secara
kuantitatif dapat dipercaya ketepatannya
adalah pengukuran frekuensi denyut nadi.
Secara subjektif dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, yang mana
dengan kuesioner tersebut akan terlihat
tanda-tanda yang menyatakan adanya
suatu kelelahan yang dialami orang
akibat beban kerja yang membebaninya,
oleh karena interaksi pekerja dengan jenis
pekerjaan, tempat kerja, organisasi/cara
kerja, peralatan kerja dan lingkungannya [12].
Penilaian beban kerja pekerja
pemotong batu padas dapat dilihat dari
derajat beban kerja dengan menghitung
denyut nadi kerja, yaitu rerata denyut
nadi selama bekerja. Untuk mengetahui
beban kerja fisik dapat dilakukan dengan
mengukur denyut nadi saat pekerjaan
berlangsung (working pulse). Nadi kerja
(work pulse) dihitung berdasarkan selisih
denyut nadi saat kerja dengan nadi
istirahat (resting pulse). Peningkatan
denyut nadi istirahat ke denyut nadi saat
kerja yang diijinkan adalah 35
denyut/menit bagi laki-laki (denyut nadi
istirahat dihitung pada saat duduk) dan 30
denyut/menit bagi wanita (denyut nadi
istirahat dihitung pada saat duduk), agar
kerja bisa berlangsung 8 jam
berkesinambungan[2].
Denyut nadi per menit
menggambarkan aktivitas jantung dalam
memompa darah keluar masuk organ
jantung. Hal itu sangat berhubungan
dengan metabolisme tubuh. Semakin
besar denyut jantung per menitnya itu
berarti semakin tinggi aktivitas tubuh
sehingga tingkat metabolisme tubuh pun
semakin tinggi. Tubuh yang sedang
bekerja, dapat saja direfleksikan oleh
denyut nadi per menit, atau besar asupan
oksigen, suhu tubuh, dan pengeluaran
kalorinya. Diantara semuanya itu maka
pengukuran denyut nadi yang paling
praktis di lapangan, dapat dilakukan
dengan peralatan sederhana sampai yang
paling canggih[13].
SIMPULAN
Metode kerja berorientasi
ergonomi meningkatkan kinerja dilihat
dari penurunan beban kerja 3,347%,
meningkatkan kinerja dilihat dari
penurunan keluhan muskuloskeletal
sebesar 25,33%, meningkatkan kinerja
dilihat dari penurunan kelelahan sebesar
15,934% dan dapat meningkatkan kinerja
dilihat dari meningkatnya produktivitas
Metode Kerja Berorientasi Ergonomi
72
Bali Health Journal
4(2) 2020
sebesar 85,33% pada pekerja pemotong
batu padas.
SARAN
Dari simpulan yang telah dikemukakan
maka saran yang dapat peneliti berikan adalah
sebagai berikut : (1) Metode berorientasi
ergonomi sangat penting diterapkan dalam
pekerjaan baik pada industri kecil sehingga
dapat memperbaiki sikap kerja,alat kerja serta
lingkungan kerja. (2) Diharapkan para
pengusaha atau pengrajin industri kecil selalu
memperhatikan kaedah-kaedah dalam bekerja
sehingga para pekerja tetap dalam keadaan
sehat,aman,nyaman dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
DAFTAR RUJUKAN
1. Solehuddin. Kreasi Unik Batu Alam.
Jakarta. 2009.
2. Grandjean, E. Kroemer. Fitting the Task
To The Man. A Textbook of
Occupational Of Ergonomics. 4 Th Ed.
London : Taylor & Francis. 2000.
3. Manuaba, A. Dengan Desain yang Aman
Mencegah Kecelakaan dan Cedera.
Bunga Rampai Ergonomi: Vol I.
Program Pascasarjana Ergonomi-
Fisiologi Kerja, Universitas Udayana,
Denpasar. 1998.
4. Manuaba, A. Ergonomi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Editor : Sritomo
Wignyosubroto dan Stefanus Eko
Wiranto. Prosiding Seminar Nasional
Ergonomi 2000 di Surabaya. Guna
Widya. 2000
5. Bakta, I M. Rancangan Penelitian.
Disampaikan Pada Seminar Metodologi
Penelitian, Fakultas Kedokteran,
Universitas Udayana, Denpasar. 2000
6. Manuaba, A. Dengan Desain yang Aman
Mencegah Kecelakaan dan Cedera.
Bunga Rampai Ergonomi: Vol I.
Program Pascasarjana Ergonomi-
Fisiologi Kerja, Universitas Udayana,
Denpasar. 1998.
7. Cummings, B. Interactive Physiology.
San Francisco: Pearson Education Inc.
2003.
8. Dempsey, P.G. A Survey of Lifting and
Lowering Task. International Journal of
Industry Ergonomics. 2003;31 (1):11-16.
9. Dul, J. & Weerdmeeste. Ergonomics for
Beginners a Quick Refernece Guide
London: Taylor & Francis. 1993.
10. Grandjean, E. Fitting the Task To the
Man. A Textbook of Occupational
Ergonomics 5. Edition. London: Taylor
& Francis. 1993.
11. Manuaba, A. Penerapan Ergonomi untuk
Meningkatkan Kwalitas Sumber Daya
Manusia dan Produktivitas Perusahaan.
Disampaikan pada Seminar K3 pada
tanggal 20 Pebruari 1992 di IPTN
Bandung. 1992.
12. Bridger, R.S. Introduction to Ergonomics
Singapore : McGrawHill. 1995.
13. Adiputra, N. Denyut Nadi dan
Kegunaannya Dalam Ergonomi. Jurnal
Ergonomi Indonesia. 2002;3(16): 22-26.
BHJ 4(2) 2020
BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
FAKTOR PENENTU LOYALITAS PASIEN DI ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0
Putu Astrid Primastuti Chrisandita1, Gede Sri Darma2
1,2 Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Nasional
ABSTRAK
Latar Belakang: Adanya reasearch gap dari penelitian terdahulu mengenai loyalitas pasien berdasarkan kepuasan pasien
dan dilihat dari keadaan lapangan bahwa pasien di RSUP Sanglah Denpasar yang 90% pasiennya merupakan peserta BPJS, maka penulis ingin meneliti loyalitas pasien jika dilihat dari kunjungan berulang di Poliklinik Gigi dan Mulut apakah
merupakan pengaruh dari kualitas pelayanan, kepuasan pasien, citra rumah sakit, dan atau pelayanan administrasi. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor loyalitas pasien dalam revolusi industri 4.0 di RSUP Sanglah Denpasar
menggunakan penelitian kuantitatif. Metode: Dalam penelitian ini digunakan SEM dengan PLS (component based SEM). Hasil: Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa: (1) kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh positif
dan signifikan terhadap citra rumah sakit; (2) kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap loyalitas pasien; (3) kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
pasien; (4) waktu tunggu secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra rumah sakit; (5) waktu tunggu secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien; (6) waktu tunggu secara langsung berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien; (7) citra rumah sakit secara langsung berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap kepuasan pasien; (8) citra rumah sakit secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
loyalitas pasien; (9) kepuasan pasien secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien.
Kata kunci: Loyalitas pasien, citra rumah sakit, kepuasan pasien, waktu tunggu, kualitas pelayanan
ABSTRACT
Background: The existence of a reasearch gap from previous studies regarding patient loyalty based on patient satisfaction
and seen from field conditions that 90% of patients at Sanglah Hospital Denpasar are BPJS participants, the authors want to examine patient loyalty when viewed from repeated visits at the Dental and Oral Polyclinic, whether it is an influence of
service quality, patient satisfaction, hospital image, and/or administrative services. Objective: This research aims to
determine patient loyalty in the industrial revolution 4.0 in RSUP Sanglah Denpasar using quantitave research. Method:
The technique of data collection was conducted by giving quistionnaire to 200 respondents as samples. Data is analized on SEM and PLS (component based SEM). Results: Result showed that: (1) the quality of service directly has positive and
significant effect on the image of the hospital; (2) service quality directly has positive but not significant effect on patient
loyalty; (3) the quality of service directly has positive and significant effect on patient satisfaction; (4) waiting time directly
has positive and significant effect on hospital image; (5) waiting time directly has positive and significant effect on patient loyalty; (6) waiting time directly has positive and significant effect on patient satisfaction; (7) the image of the hospital
directly has positive but not significant effect on patient satisfaction; (8) the image of the hospital directly has positive and
significant effect on patient loyalty; (9) patient satisfaction directly has positive and significant effect on patient loyalty.
Keywords: Patient loyalty, brand image, patient satisfaction, waiting time, service quality
Korespondensi:
Putu Astrid Primastuti Chrisandita
Email: [email protected]
Riwayat Artikel:
Diterima 12 Mei 2020
Disetujui 10 Oktober 2020
Dipublikasikan 18 November 2020
Chrisandita & Darma
74
Bali Health Journal
4(2) 2020
PENDAHULUAN
Revolusi industri 4.0 mendorong
inovasi-inovasi teknologi dan servis
yang memberikan dampak disrupsi atau
perubahan fundamental terhadap
kehidupan masyarakat serta memberi
tantangan bagi dunia industri tidak
terkecuali industri rumah sakit. Rumah
sakit di Indonesia harus terus
mempersiapkan diri agar mampu
beradaptasi di era perubahan yang
disruptif serta mengambil peluang
dengan melakukan inovasi[1]. Dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat selain upaya promotif dan
preventif, diperlukan juga upaya kuratif
dan rehabilitative yang dapat diperoleh
melalui rumah sakit yang juga berfungsi
sebagai penyedia pelayanan kesehatan
rujukan[2]. Arahan ini juga mencakup
bidang kesehatan gigi, bahwa upaya
kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan
dengan memacu meningkatkan
kemandirian masyarakat untuk
menolong dirinya sendiri dalam
memelihara kesehatan gigi [3]. Aspek
kualitas pelayanan yang diberikan akan
mempengaruhi kepuasan pasien,
diantaranya yaitu tampilan fisik dari
klinik gigi (tangible), aspek keandalan
(reability), cepat tanggap
(responsiveness), kepastian (assurance),
dan aspek empati (emphaty)[4]. Pasien
yang hanya puas akan pelayanan gigi
tidak menjamin pasien tersebut menjadi
loyal dan ingin kembali berobat. Pasien
harus merasa yakin bahwa pelayanan
klinik atau rumah sakit yang
diterimanya sudah sangat baik dan
cocok bagi dirinya akan cenderung loyal
dan ingin berobat kembali[5]. Tantangan
untuk menyampaikan kualitas layanan
yang sesuai dengan persepsi dan
harapan masih perlu menjadi perhatian
baik dari pengelola dan penyelenggara
layanan kesehatan[6] . Pasien sering
membentuk citra rumah sakit dari
pengalaman perawatan yang mereka
alami[7] . Citra memiliki efek langsung
pada loyalitas. Dengan demikian, citra
rumah sakit yang baik akan menentukan
pilihan pasien untuk pengobatannya[8].
Jumlah kunjungan di Poliklinik
gigi dan mulut RSUP Sanglah Denpasar
tiap tahunnya meningkat secara
signifikan, tahun 2015 sebanyak 3.573
pasien, tahun 2016 sebanyak 3.781
pasien, tahun 2017 sebanyak 5.025
pasien, tahun 2018 6.018 pasien. Dari
besarnya jumlah kunjungan pasien ke
poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah Denpasar, tidak diimbangi
dengan modernisasi alat. Berdasarkan
data indek kepuasan pasien yang tertera
di profil RSUP Sanlglah Denpasar pada
tahun 2018, capaian bulan Januari –
Desember sudah mencapai target yang
ditetapkan yaitu indeks ≥ 3. Hal ini
berarti pelanggan yang disurvei
menyatakan puas terhadap pelayanan
rumah sakit. Dilihat dari data yang
dipaparkan tentang indeks kepuasan
pasien, yang menjadi perhatian penulis
adalah mengenai tindak lajut
meningkatkan kualitas pelayanan
administrasi yang berbelit-belit. Waktu
tunggu pelayanan merupakan masalah
yang masih banyak dijumpai dalam
praktik pelayanan kesehatan, dan salah
satu komponen yang potensial
menyebabkan ketidakpuasan, dimana
dengan menunggu dalam waktu yang
lama menyebabkan ketidakpuasan
terhadap pasien.
Adanya reasearch gap dari
penelitian Ramli dan Syahrudin[9]
dibandingkan dengan Dimyati[10]
mengenai loyalitas pasien berdasarkan
kepuasan pasien dan dilihat dari keadaan
lapangan bahwa pasien di RSUP
Sanglah Denpasar yang 90% pasiennya
merupakan peserta BPJS, penulis ingin
meneliti loyalitas pasien jika dilihat dari
kunjungan berulang di Poliklinik Gigi
dan Mulut apakah merupakan pengaruh
dari kualitas pelayanan, kepuasan
pasien, citra rumah sakit, dan atau
pelayanan administrasi. Hal ini menarik
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
75
Bali Health Journal
4(2) 2020
untuk diteliti karena citra RSUP Sanglah
di masyarakat mempunyai dua sisi, yang
pertama merupakan rumah sakit rujukan
nasional yang memiliki sumber daya
paling lengkap untuk wilayah Timur
Indonesia, namun di satu sisi
masyarakat mengeluhkan sistem
administrasi untuk pelayanan BPJS yang
rumit serta keramahan staf serta waktu
tunggu. Loyalitas pasien untuk
kunjungan berulang menarik untuk
diteliti mengenai kesenjangan tersebut.
Selanjutnya adalah melihat
bagaimanakan inovasi dalam revolusi
industri 4.0 yang sudah diterapkan pada
RSUP Sanglah
METODE
Lokasi penelitian adalah di
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah Denpasar. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh pasien
rawat jalan di Poliklinik Gigi dan Mulut
RSUP Sanglah Denpasar pada bulan
Pebruari 2020. Estimasi populasi per
bulan di Poliklinik Gigi dan Mulut
RSUP Sanglah berdasarkan data yang
diperoleh adalah rata-rata sebesar 400
orang per bulan. Sampel menggunakan
teknik purposive sampling dengan
kriteria pasien peserta BPJS yang
berusia minimum 18 tahun atau lebih,
yang dapat menjawab pertanyaan dalam
kuisioner secara mandiri, dan pasien
yang sudah pernah periksa di Poliklinik
Gigi dan Mulut minimal dua kali. Dari
populasi berjumlah 400 pasien maka
besarnya sampel ditentukan dengan
menggunakan metode Slovin dengan
tingkat kekeliruan pengambilan sampel
yang ditolerir sebesar 5 persen[11] , dan
didapatkan jumlah sampel sebanyak 200
responden.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif.
Data kuantitatif, yaitu data yang berupa
angka-angka meliputi data dari statistik
pasien, kunjungan rawat jalan pada
RSUP Sanglah. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui pelaksanaan survei
lapangan. Pengumpulan data primer
dilakukan dengan kuesioner dan in-
depth-interview, sedangkan data
sekunder sebagai data pendukung
berupa existing statistic data dilakukan
dengan mengumpulkan data dari
statistik RSUP Sanglah. Dalam
penelitian ini digunakan analisis
persamaan struktural (SEM) dengan
alternatif Partial Least Square
(component based SEM). Model
Persamaan Struktural atau Structural
Equation Model (SEM). Berdasarkan
kajian teoritis dan impiris, dapat dibuat
hubungan antar variabel dalam
penelitian iniecara lengkap disajikan
pada Gambar 1.
Chrisandita & Darma
76
Bali Health Journal
4(2) 2020
Gambar 1. Model Analisis Jalur
Keterangan:
X1 = Kualitas Pelayanan
X11 = Asurance
X12 = Reliability
X13 = Emphaty
X14 = Tangible
X2 = Waktu Tunggu
X21= expected waiting time
X22= perceived waiting time
Y1 = Citra Rumah Sakit
Y11= Aspek familiaritas
Y12= Aspek Emosional
Y13= Aspek Pelayanan
Y2= Kepuasan pasien
Y21= Kualitas jasa
Y22=Kemudahan akses
Y23= Faktor Emosional
Y3 = Loyalitas Pasien
Y31= repeat purchase
Y32= purchase across product
and service line
Y33= refers to other
Y34= Imumunity to the full of
the competition
Waktu Tunggu (X2)
Citra Rumah Sakit (Y1)
Kualitas Pelayanan (X1)
Kepuasan Pasien (Y2)
Loyalitas Pasien (Y3)
β7
X11
X12
X13
X21
X22
Y11 Y12 Y13
Y23Y22Y21
Y31
Y32
Y33
Y34
X14
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
77
Bali Health Journal
4(2) 2020
Dengan menggunakan teknik PLS
menspesifikasikan hubungan antar
variabel, antara lain: 1) outer model, 2)
inner model, dan 3) pengaruh langsung
dan tidak langsung. Outer model sering
juga disebut mearurement model atau
model pengukuran yang merupakan
hubungan antara indikator dengan
variabel latennya. Dalam PLS inner
model juga disebut inner relation yang
menggambarkan hubungan antar variabel
laten berdasarkan substansi teori.
HASIL
Sebanyak 200 responden berhasil
didapatkan jawabannya dari kuesioner
yang disebarkan. Penelitian ini
menyajikan tahapan awal pembahasan
dengan upaya melakukan pemahaman
terhadap karakteristik responden
berkaitan dengan sejumlah karakter
demografi meliputi:(1) pendidikan dan
(2) jarak tempat tinggal.
Tabel 1 memberikan indikasi,
bahwa dengan rendahnya pendidikan
pasien akan berakibat pada perilaku
pasien dalam menentukan pemilihan
fasilitas pelayanan kesehatan, karena
umumnya pasien dengan pendidikan
rendah maka penghasilannya pun kecil
(kurang mampu) sehingga mereka tidak
terlalu memilih fasilitas kesehatan
(rumah sakit), karena mereka hanya
mengejar biaya yang paling murah
bahkan kalau bisa gratis/ disediakan
pemerintah.
Tabel 2 memberikan informasi
bahwa pasien banyak berasal dari tempat
yang cukup jauh dari Rumah Sakit, hal
ini dikarenakan kepercayaan/ loyalitas
pasien mulai tumbuh terhadap RSUP
Sanglah, walaupun pasien menggunakan
BPJS. Menurut mereka walaupun
menggunakan BPJS di RSUP Sanglah,
pelayanan yang diberikan tetap maksimal
dan memuaskan.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pasien Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi
(Orang) (%)
1 TIDAK TAMAT SD 12 6,00
2 SD 37 18,50
3 SMP 46 23,00
4 SMA 65 32,50
5 DIPLOMA/PT 40 20,00
Total 200 100,00
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jarak Tempat Tinggal
No Jarak Tempat Tinggal Frekuensi
(Orang) (%)
1 1-10 km 58 29,00
2 Lebih dari 11 km 142 71,00
Total 200 100,00
Chrisandita & Darma
78
Bali Health Journal
4(2) 2020
Gambar 2. Full Model dari Faktor Penentu Loyalitas Pasien di Era Revolusi Industri 4.0
Untuk mengetahui apakah
indikator yang digunakan untuk
membentuk konstruk atau variabel latent
adalah valid, maka dilakukan evaluasi
substantive content yaitu dengan melihat
signifikansi dari weight untuk indikator
yang formatif. Berdasarkan Gambar 2
dapat diketahui bahwa hampir semua
indikator berkontribusi secara signifikan
atau dengan P. Value kurang diatas 0,05
dan secara statistickadalah signifikan
dengan nilai t-hitung lebih besar dari
1,96.
Untuk mengetahui apakah
indikator yang digunakan untuk
membentuk konstruk atau variabel latent
dalam penelitian adalah valid, maka
dilakukan analisis sebagai berikut:
a) Convergent Validity
Hasil output PLS mengenai
convergent validity disajikan pada Tabel
3. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
bahwa semua indikator yang membentuk
konstruk dalam penelitian ini, secara
statistik adalah signifikan dengan nilai t
hitung lebih besar dari 1,96 dengan
p.value sebesar ≤ 0,05. Demikian juga
nilai loading semuanya di atas 0,50, yang
berarti bahwa konstruk yang dibuat telah
memenuhi syarat convergent validity.
Tabel 3 Outer Loading Indikator Terhadap Masing-masing Konstruknya
Hubungan Antara Indikator
dengan Konstruknya Loading
Std.
Deviation
t-
statistic P value
X11 Kualitas Pelayanan 0,726 0,029 8.937 0,000
X12 Kualitas Pelayanan 0,675 0,035 8.834 0,000
X13 Kualitas Pelayanan 0,877 0,028 13.883 0,000
X14 Kualitas Pelayanan 0,774 0,032 10.697 0,000
X21 Waktu Tunggu 0,895 0,027 23.540 0,000
X22 Waktu Tunggu 0,834 0,021 24.859 0,000
Y11 Citra Rumah Sakit 0,899 0,069 9.273 0,000
Y12 Citra Rumah Sakit 0,663 0,063 5.253 0,000
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
79
Bali Health Journal
4(2) 2020
Hubungan Antara Indikator
dengan Konstruknya Loading
Std.
Deviation
t-
statistic P value
Y13 Citra Rumah Sakit 0,726 0,041 6.780 0,000
Y21 Kepuasan Pasien 0,740 0,034 13.083 0,000
Y22 Kepuasan Pasien 0,756 0,061 9.971 0,000
Y23 Kepuasan Pasien 0,624 0,049 7.183 0,000
Y31 Loyalitas Pasien 0,889 0,026 12.656 0,000
Y32 Loyalitas Pasien 0,751 0,030 10.135 0,000
Y33 Loyalitas Pasien 0,836 0,041 10.156 0,000
Y34 Loyalitas Pasien 0,682 0,037 5.121 0,000
b) Discriminant Validity
Untuk mengetahui validitas suatu
konstruk juga dapat dilihat dari
discriminant validity. Discriminant
validity pada indikator reflektif adalah
dengan melihat cross loading indikator
terhadap konstruk atau latennya. Hasil
cross loading indikator terhadap masing-
masing konstruknya lebih besar
dibandingkan dengan konstruk lainnya.
Hasil cross loading indikator terhadap
kualitas pelayanan (X1), waktu tunggu
(X2), citra rumah sakit (Y1), kepuasan
pasien (Y2) dan loyalitas pasien (Y3)
disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 dapat
diketahui bahwa discriminant validity
sudah terpenuhi dengan melihat cross
loading yang sudah terpenuhi dengan
baik, karena indikatornya memiliki cross
loading pada konstruknya lebih tinggi
dibandingkan terhadap konstruk lainnya.
Contohnya nilai loading X11 terhadap
konstruk X1 yang merupakan
konstruknya adalah 0,726 dimana nilai
tersebut lebih tinggi daripada nilai
loading X11 terhadap konstruk lain, yaitu:
loading X11 terhadap X2 senilai 0,341;
loading X11 terhadap Y1 senilai 0,442;
loading X11 terhadap Y2 senilai 0,246;
dan loading X11 terhadap Y3 senilai
0,269. Demikian halnya dengan
perbandingan loading masing-masing
indikator terhadap konstruknya juga
menunjukkan nilai lebih tinggi daripada
nilai loading dengan konstruk lainnya.
Tabel 4 Cross Loading Indikator Terhadap Masing-masing Konstruknya
Indikator Konstruk
X1 X2 Y1 Y2 Y3
X11 0,726 0,341 0,442 0,246 0,269
X12 0,675 0,439 0,311 0,466 0,402
X13 0,877 0,580 0,544 0,442 0,448
X14 0,774 0,597 0,524 0,361 0,356
X21 0,632 0,895 0,633 0,494 0,535
X22 0,483 0,834 0,517 0,390 0,433
Y11 0,506 0,603 0,899 0,526 0,732
Y12 0,539 0,507 0,663 0,234 0,113
Y13 0,341 0,407 0,726 0,098 0,247
Chrisandita & Darma
80
Bali Health Journal
4(2) 2020
Y21 0,289 0,277 0,194 0,740 0,466
Y22 0,478 0,549 0,527 0,756 0,495
Y23 0,244 0,176 0,111 0,624 0,392
Y31 0,356 0,435 0,541 0,480 0,889
Y32 0,435 0,422 0,289 0,545 0,751
Y33 0,471 0,640 0,665 0,578 0,836
Y34 0,225 0,129 0,155 0,401 0,682
Tabel 5 Average Variance Extracted (AVE), Composite Reliability (CR), dan Cronbach
Alpha pada Masing-masing Variabel Penelitian
Konstruk Average Variance
Extracted (AVE)
Composite
Reliability
Cronbach's
Alpha
Kualitas Pelayanan (X1) 0,588 0,850 0,763
Waktu Tunggu (X2)
Citra Rumah Sakit (Y1)
Kepuasan Pasien (Y2)
0,749 0,856 0,668
0,591 0,810 0,674
0,503 0,751 0,528
Loyalitas Pasien (Y3) 0,629 0,871 0,807
Berdasarkan Tabel 5 dapat
diketahui bahwa konstruk Kualitas
Pelayanan (X1), Waktu Tunggu (X2),
Citra Rumah Sakit (Y1), Kepuasan
Pasien (Y2) dan Loyalitas Pasien (Y3)
sangat bagus, karena memiliki discrimant
validity yang jauh lebih besar dari 0,5
yang tercermin dari Nilai Average
Variance Extracted (AVE), dan di atas
0,70 untuk Composite Reliability dan
Cronbach Alpha yang melebihi 0,60.
Tabel 6 Root Square Average Variance Extracted (RSAVE) dan Korelasi Antar Konstruk
Konstruks X1 X2 Y1 Y2 Y3
X1 0,767
X2 0,651 0,865
Y1 0,599 0,669 0,769
Y2 0,502 0,515 0,442 0,709
Y3 0,489 0,564 0,575 0,641 0,793
Tabel 7
Nilai R-square
Variabel R Square Keterangan
Citra Rumah Sakit (Y1) 0,494 Lemah
Kepuasan Pasien (Y2) 0,318 Lemah
Loyalitas Pasien (Y3) 0,527 Moderat
Tabel 6 menunjukkan bahwa
berdasarkan nilai square roots atas AVE
dengan korelasi variabel laten lebih besar
daripada varians bersama dengan
konstruk lain, maka hasil uji atas
konstruk dinyatakan valid. Misalnya nilai
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
81
Bali Health Journal
4(2) 2020
square roots atas AVE konstruk X1
dengan korelasi terhadap konstruk X1
adalah 0,767, dimana nilai tersebut lebih
besar dari nilai varians dengan konstruk
lain, yaitu: dengan konstruk X2 senilai
0,651; dengan konstruk Y1 senilai 0,599;
dengan konstruk Y2 senilai 0,502; dan
dengan konstruk Y3 senilai 0,489.
c) Evaluasi Goodness of Fit dari Inner-
Model
Penelitian ini memper gunakan
PLS-SEM untuk mengestimasi dan
melakukan pengujian signifikansi dari
relasi antar konstruk berdasarkan hasil
analisis outer-model yang telah
dinyatakan reliabel dan valid. PLS-SEM
yang dipergunakan penelitian ini
bersumber dari SmartPLS versi 3.
Hasil analisis nilai R2 yang
didapatkan dari hasil perhitungan
menunjukkan sebaran yang beraneka
ragam. Tabel 7 menyajikan hasil
perhitungan yang didapatkan dengan
memanfaatkan software SmartPLS versi
3.6 yaitu nilai R2. Hasil nilai R2 sebesar
0,494 untuk Y1 tergolong lemah, dan
nilai R2 sebesar 0,318 untuk Y2 juga
tergolong lemah, selanjutnya nilai R2
sebesar 0,527 untuk Y3 tergolong
moderat sebagai predictor atas perubahan
nilai variabel independen yang disertakan
pada model penelitian ini. Jika dilihat
sebaran nilai R2 secara keseluruhan,
maka dapat dinyatakan sebagian besar
variabel dependen memiliki informasi
yang relatif memadai.
Validasi model penelitian dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu
pendekatan predict relevance Stone-
Geisser. Cara lain yang dapat dilakukan
untuk mendapatlan kualitas model
penelitian atas sejumlah konstruk yang
dipergunakan adalah dengan melalui uji
kelayakan goodness of fits (GOF[12],
dijabarkan formulasi model sebagai
berikut. Q2 = 1 – [ ( 1 – R1
2) ( 1 – R22 ) ... ( 1-
Rp2 ) ] ……………………. (1)
Q2 = 1 – [ ( 1 – R12) ( 1 – R2
2 ) ( 1- R32 )]
Q2 = 1 – [ ( 1 – 0,494) ( 1 – 0,318 ) ( 1-
0,527)]
Q2 = 1 – [ (0,506) (0,682) (0,473) ]
Q2 = 1 – 0,163228516= 0,836771484
Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai Q2 sebesar 0,836771484
dapat diartikan bahwa 83,68 persen
variasi dari variabel Loyalitas Pasien
(Y3) dinyatakan oleh variasi variabel
kualitas pelayanan (X1), Waktu Tunggu
(X2),Citra Rumah Sakit (Y1), dan
Kepuasan Pasien (Y2), sedangkan
sisanya sebesar 16,32 persen dari variasi
perubahan nilai pada variabel loyalitas
pasien tidak dapat dijelaskan oleh
variabel laten eksogen (X1,X2,Y1 dan
Y2), dan ditentukan oleh faktor lain yang
tidak disertakan pada model penelitian
ini.
d) Uji Pengaruh Langsung
Hubungan antar variabel
penelitian (variabel laten) dapat
dijelaskan dengan menganalisis pengaruh
langsung, pengaruh tidak langsung,
maupun pengaruh total. Untuk
mengetahui pengaruh langsung antar
variabel dapat dilihat dari hasil analisis
path coefficients yang ditampilkan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Path Coefficients (Pengaruh Langsung Antara Variabel Penelitian)
Variabel Original
Sample
Standard
Deviation
T
Statistics
P
Values
Keterangan
Kualitas Pelayanan (X1) → Citra
Rumah Sakit (Y1)
0,284 0,090 3,152 0,002 Signifikan
Kualitas Pelayanan (X1) → Kepuasan 0,260 0,101 2,579 0,010 Signifikan
Chrisandita & Darma
82
Bali Health Journal
4(2) 2020
Variabel Original
Sample
Standard
Deviation
T
Statistics
P
Values
Keterangan
Pasien (Y2)
Kualitas Pelayanan (X1) → Loyalitas
Pasien (Y3)
0,005 0,070 0,072 0,942 Non
Signifikan
Waktu Tunggu (X2) → Citra Rumah
Sakit (Y1)
0,484 0,074 6,571 0,000 Signifikan
Waktu Tunggu (X2) → Kepuasan
Pasien (Y2)
0,279 0,088 3,156 0,002 Signifikan
Waktu Tunggu (X2) → Loyalitas
Pasien (Y3)
0,148 0,063 2,350 0,019 Signifikan
Citra Rumah Sakit (Y1)→ Kepuasan
Pasien (Y2)
0,100
0,082
1,211
0,227
Non
Signifikan
Citra Rumah Sakit (Y1) → Loyalitas
Pasien (Y3)
0,279 0,064 4,329 0,000 Signifikan
Kepuasan Pasien (Y2) → Loyalitas
Pasien (Y3)
0,438 0,054 8,117 0,000 Signifikan
Gambar 3. Koefisien Path Hubungan Antar Variabel
Tabel 8 menunjukkan bahwa
kualitas pelayanan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap citra rumah sakit,
dan kepuasan pasien. Namun kualitas
pelayanan berpengaruh tidak signifikan
terhadap loyalitas pasien yang dibuktikan
dengan P Value sebesar 0,942, dimana
nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dinyatakan tidak signifikan.
Selanjutnya variabel waktu
tunggu berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Citra Rumah Sakit. Demikian
halnya waktu tunggu juga berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan
pasien dan loyalitas pasien. Selanjutnya
citra rumah sakit berpengaruh tidak
signifikan terhadap kepuasan pasien yang
dibuktikan dengan P Value sebesar 0,227,
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
83
Bali Health Journal
4(2) 2020
dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dinyatakan tidak signifikan.
Namun citra rumah sakit berpengaruh
positif dan siginifikan terhadap loyalitas
pasien. Terakhir terlihat bahwa kepuasan
pasien berpengaruh positif dan signifikan
terhadap loyalitas pasien.
Dari gambar 3 dapat dilihat
bahwa pengaruh langsung dari kualitas
pelayanan, waktu tunggu, citra rumah
sakit dan kepuasan pasien yang paling
besar mempengaruhi loyalitas pasien
adalah kepuasan pasien dengan nilai
koefisien sebesar 0,438.
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis data dan
pengujian hipotesis lalu dikaji secara
deskriptif dan eksploratif, sehingga dapat
diketahui makna dan alasan mengapa
hasil penelitian diperoleh sesuai hasil
analisis data.
1) Hubungan Kualitas Pelayanan
terhadap Citra Rumah Sakit
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap citra rumah sakit pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Hal ini sejalan dengan
penelitian Marzaweny dkk[13] yang
menyatakan bahwa layanan yang
memiliki kualitas baik menimbulkan
kesan yang baik pula pada pada
masyarakat, dalam penelitiannya
disdapatkan hasil bahwa kualitas
pelayanan memiliki pengaruh langsung
dan positif terhadap citra rumah sakit
Arifin Achmad Pekanbaru. Selanjutnya
penelitian dari Sharon dan Santoso[14]
yang menyatakan bahwa kualitas layanan
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap citra Rumah Sakit RSUD
Tugurejo.
2) Hubungan Kualitas Pelayanan
terhadap Loyalitas Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
secara langsung berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap loyalitas
pasien pada Poliklinik Gigi dan Mulut
RSUP Sanglah. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian dari Fatmawati dan
Susanto[15], Pohan[16], Sulistyo dan
Gumilar[17] yang menyatakan loyalitas
pasien terwujud dari terpenuhinya
harapan pasien terhadap pelayanan yang
ada di rumah sakit. Namun hasil riset ini
didukung oleh beberapa penelitian
mengenai pengaruh kualitas pelayanan
terhadap loyalita seperti Aryani dan
Rosinta18 dengan hasil risetnya bahwa
tidak ada pengaruh antara kualitas
layanan terhadap loyalitas pelanggan
pada mahasiswa FISIP UI. Sejalan pula
dengan hasil penelitain Qomariyah[19]
dengan hasil risetnya bahwa kualitas
layanan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan dan loyalitas
mahasiswa, sejalan juga dengan
penelitian Musqari dan Huda[20] yang
menyatakan bahwa semakin tinggi
kualitas pelayanan yang diberikan tidak
mempengaruhi tingkat loyalitas muzaki
dalam menyalurkan zakat, infaq dan
shodaqohnya melalui BAZMA, dan
didukung oleh penelitian dari Susanto
dan Damayanti[21] yang menemukan
bahwa secara parsial kualitas pelayanan
tidak berpengaruh signifikan terhadap
loyalitas konsumen.
3) Hubungan Kualitas Pelayanan
terhadap Kepuasan Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan pasien pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Hal ini sejalan dengan
penelitian dari Syamsiah22 yang
menyatakan bahwa kualitas produk baik
barang maupun jasa merupakan hal
penting dan yang diharapkan oleh para
konsumen. Didukung juga oleh penelitian
dari Wu[7] yang menyatakan bahwa
Chrisandita & Darma
84
Bali Health Journal
4(2) 2020
kualitas layanan yang tinggi berkorelasi
dengan kepuasan pelanggan yang tinggi.
Kepuasan pasien berfungsi sebagai
medium antara kualitas layanan dan niat
perilaku. kualitas layanan kesehatan tidak
hanya berkaitan dengan bagaimana
layanan dari tenaga medis memberikan
layanan kepada pasien namun juga
bagaimana pasien merasa nyaman dengan
kondisi dan situasi yang rumah sakit
ciptakan.
4) Hubungan Waktu Tunggu terhadap
Citra Rumah Sakit
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa waktu tunggu secara
langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap citra rumah sakit pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Hal ini sesuai dengan penelitian
dari Septiani, Wigati, dan Fatmasari[23]
yang menyatakan bahwa terdapat
beberapa tahap proses pelayanan rawat
jalan dan loket administrasi atau
pendafatraan pasien merupakan salah
satu jenis pelayanan yang dapat menjadi
ujung tombak dalam pelayanan rawat
jalan karena merupakan pelayanan
pertama dan secara langsung berinteraksi
dengan pasien. Hal ini dapat
berkontribusi secara langsung
memberikan kesan kepada pasien
terhadap citra rumah sakit di dalam
memberikan akses pelayanan.
Selanjutnya sejalan juga dengan
penelitian dari Dewi, Astuti, dan
Werdani[24] yang menyatakan bahwa
waktu tunggu merupakan masalah yang
sering menimbulkan keluhan pasien di
rumah sakit.
5) Hubungan Waktu Tunggu terhadap
Loyalitas Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa waktu tunggu secara
langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap loyalitas pasien pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Hal ini sejalan dengan
penelitian dari Wahono[25] yang meneliti
mengenai kepuasan kepuasan keluarga
pasien terhadap waktu tunggu pelayanan
di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Kalimantan Barat dan
menemukan bahwa terdapat hubungan
yang kuat antara lama waktu tunggu
dengan kepuasan keluarga pasien. Di
dalam menentukan apakah konsumen
loyal atau tidak, dapat dilihat dari
kepuasan konsumen terlebih dahulu.
6) Hubungan Waktu Tunggu terhadap
Kepuasan Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa waktu tunggu secara
langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan pasien pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Hal ini sejalan dengan
penelitian dari Afolabi dan Erhun[26] yang
menyatakan bahwa waiting times/waktu
tunggu adalah lamanya waktu pasien
menunggu pelayanan kesehatan sampai
mendapat resep dari dokter, menunggu
dalam waktu yang lama menyebabkan
ketidakpuasan pasien/pelanggan.
Camacho dkk[27] berpendapat bahwa
mengurangi waktu tunggu dapat
meningkatkan kepuasan pasien di Rawat
Jalan.
7) Hubungan Citra Rumah Sakit
terhadap Kepuasan Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa citra rumah sakit
secara langsung berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap
kepuasan pasien pada Poliklinik Gigi dan
Mulut RSUP Sanglah. Dalam penelitian
ini menemukan bahwa citra rumah sakit
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan
terhadap kepuasan pasien. Ini merupakan
temuan unik karena dengan adanya
asuransi BPJS, ini membatasi ruang
gerak pasien untuk memilih rumah sakit
rujukan yg mereka inginkan. Namun dari
hasil uji statistik, dilihat bahwa
pengaruhnya masih positif, artinya
memang benar jika citra rumah sakit akan
berdampak positif terhadap kepuasan
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
85
Bali Health Journal
4(2) 2020
pasien, namun dalam penelitian ini tidak
bisa dibuktikan secara statistik. Hal ini
sejalan dengan penelitian dari Putra, Said,
dan Hasan[28] yang menemukan bahwa
citra rumah sakit tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap kepuasan
pasien. Menurut beliau di mana sebagian
besar pasien responden tidak terlalu
mempertimbangkan faktor citra dalam
memilih rumah sakit tempat mereka
dirawat. Meskipun citra sebuah rumah
sakit positif akan tetapi jika tidak disertai
dengan kualitas layanan yang baik dan
tingkat kemampuan ekonomi yang
memadai maka pasien belum tentu akan
datang kembali ke rumah sakit tersebut.
8) Hubungan Citra Rumah Sakit
terhadap Loyalitas Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa citra rumah sakit
secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap loyalitas pasien pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian dari Merrilees dan Fry[8], yang
menemukan bahwa citra memiliki efek
langsung pada loyalitas. Namun
demikian, citra dapat dilihat jelas sebagai
penduga loyalitas pelanggan. Citra yang
baik akan membentuk pola pikir
masyarakat bahwa apabila masyarakat
memiliki kendala kesehatan, masyarakat
tidak perlu berpikir dua kali kemana
mereka akan mendapatkan layanan
kesehatan, karena berdasarkan
pengalaman yang mereka alami sendiri
atau berdasarkan informasi yang mereka
peroleh. Hasil ini juga sejalan dengan
Herizon dan Maylina[29], menjelaskan
bahwa citra secara tidak langsung
berpengaruh terhadap loyalitas.
9) Hubungan Kepuasan Pasien terhadap
Loyalitas Pasien
Hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa kepuasan pasien
secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap loyalitas pasien pada
Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP
Sanglah. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian dari Dimyati[10] yang
menemukan bahwa kepuasan pasien
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pasien dengan arah hubungan positif.
Apabila konsumen merasa puas dengan
layanan rumah sakit maka akan
meningkatkan kepercayaan dan
keyakinan mereka bahwa rumah sakit
tetap akan memberikan pelayanan yang
optimal kepada pasien, sehingga
konsumen akan tetap setia untuk
menggunakan jasa layanan pada rumah
sakit tersebut di masa yang akan datang.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Suciati[30] yang meneliti pengaruh
kepuasan terhadap loyalitas pasien di Poli
Rawat Jalan RSUD Dr. M. Soewandhie
Surabaya. Hasil empirisnya menunjukkan
bahwa pasien yang tidak puas
berpengaruh terhadap loyalitas pasien.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
(1) Kualitas pelayanan secara langsung
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap citra rumah sakit; (2) Kualitas
pelayanan secara langsung berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap
loyalitas pasien; (3) Kualitas pelayanan
secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan pasien; (4)
Waktu tunggu secara langsung
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap citra rumah sakit; (5) Waktu
tunggu secara langsung berpengaruh
positif dan signifikan terhadap loyalitas
pasien; (6) Waktu tunggu secara
langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan; (7) Citra
rumah sakit secara langsung
berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap kepuasan pasien; (8)
Citra rumah sakit secara langsung
berpengaruh positif dan signifikan
Chrisandita & Darma
86
Bali Health Journal
4(2) 2020
terhadap loyalitas pasien dan; (9)
Kepuasan pasien secara langsung
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap loyalitas pasien di Poliklinik
Gigi dan Mulut RSUP Sanglah.
Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pohan[16], Fatmawati dan Susanto[15]
dan Sulistyo dan Gumilar[17] yang
secara umum menyatakan variabel
kualitas pelayanan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap loyaliyitas
pasien, namun pada peneltian ini
ditemukan bahwa hubungan antara
kualitas pelayanan terhadap loyalitas
pasien berpengaruh positif namun tidak
signifikan. Hal ini disebabkan karena
disebabkan karena sebagian besar
pasien (responden) yang diteliti
merupakan pasien dengan
menggunakan BPJS Kesehatan. Ini
menjadi alasan kenapa kualitas
pelayanan tidak signifikan dengan
loyalitas pasien. Pasien ingin kembali
ke RSUP Sanglah, namun BPJS
menerapkan aturan yang berbeda,
sehingga pasien tidak dapat memilih
pelayanan akan kemana, mereka harus
mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Terkait hubungan citra rumah
sakit terhadap kepuasan pasien,
penelitian ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Silva dan Awi[31].
Ini merupakan temuan unik karena
dengan adanya asuransi BPJS, ini
membatasi ruang gerak pasien untuk
memilih rumah sakit rujukan yg mereka
inginkan. Namun dari hasil uji statistik,
dilihat bahwa pengaruhnya masih
positif, artinya memang benar jika citra
rumah sakit akan berdampak positif
terhadap kepuasan pasien, namun dalam
penelitian ini tidak bisa dibuktikan
secara statistik.
SARAN
Saran untuk implikasi kepada
pihak RSUP Sanglah khususnya
Poliklinik Gigi dan Mulut agar mulai
berbenah dan mempersiapkan diri lebih
baik lagi dalam menghadapi persaingan
dengan rumah sakit/ klinik/ tempat
pelayanan kesehatan lain guna
menghadapi revolusi industri 4.0 yang
sudah serba digital, dapat dengan
membuat sistem seperti e-pendaftaran
secara mengkhusus di setiap poliklinik
dan janji temu dokter gigi dan dokter
gigi spesialis sehingga mengurangi
waktu tunggu dari pasien untuk
mendapatkan pelayanan dokter gigi.
Penelitian ini menunjukan bahwa
faktor-faktor determinan dari loyalitas
pasien di era revolusi industri 4.0 pada
Polikinik Gigi dan Mulut RSUP Sanglah
adalah kualitas pelayanan, waktu tunggu,
citra rumah sakit, kepuasan pasien.
Semua faktor ini akan lebih baik jika
digunakan dengan sistem yang digital,
sehingga pasien merasa lebih cepat dalam
pelayanan terutama mengurangi antrean
dan administrasi. Untuk itu disarankan
agar Poliklinik Gigi dan Mulut membuat
sistem seperti e-pendaftaran secara
mengkhusus dan janji temu dokter gigi
dan dokter gigi spesialis sehingga
mengurangi waktu tunggu dari pasien untuk mendapatkan pelayanan dokter
gigi.
DAFTAR RUJUKAN
1. Muharam, R. S. (2019). Inovasi
Pelayanan Publik Dalam
Menghadapi Era Revolusi Industri
4.0 Di Kota Bandung. Decision:
Jurnal Administrasi Publik, 1(01),
39.
https://doi.org/10.23969/decision.v1i
01.1401
2. Kementerian Kesehatan Repubik
Indonesia. (2018). Profil Kesehatan
Faktor Penentu Loyalitas Pasien
87
Bali Health Journal
4(2) 2020
Indonesia Tahun 2017. In Jurnal
Ilmu Kesehatan.
3. Sembel, M., Opod, H., &
Hutagalung, B. S. P. (2014).
Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien
Terhadap Perawatan Gigi Dan Mulut
Di Puskesmas Bahu. Jurnal E-GIGI,
2(2).
https://doi.org/10.35790/eg.2.2.2014.
5855
4. Irfan, S.M. and Ijaz, A. (2011).
Comparison of service quality
between private and public hospitals:
empirical evidence from Pakistan.
Journal of Quality and Technology
Management, VII.
5. Tanudjaya, P. K. (2014). Pengaruh
Kualitas Pelayanan Klinik Gigi
Terhadap Kepuasan Dan
Kepercayaan Pasien Sehingga
Meningkatkan Keinginan Untuk
Berobat Kembali. Jurnal Manajemen
Dan Pemasaran Jasa, 7(1), 39.
https://doi.org/10.25105/jmpj.v7i1.5
20
6. Byarugaba, J. M. (2014). Health
Service Quality as Perceived by
Patients of Referral Hospitals in
Uganda. Journal of Contemporary
Management.
7. Wu, C. (2011). The impact of
hospital brand image on service
quality, patient satisfaction and
loyalty. African Journal of Business
Management, 5(12), 4873–4882.
https://doi.org/10.5897/AJBM10.134
7
8. Merrilees, B., & Fry, M. L. (2002).
Corporate Branding: A Framework
for E-retailers. Corporate Reputation
Review, 5(2–3), 213–225.
https://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1
540175
9. Ramli, A. H., & Sjahruddin, H.
(2015). Building Patient Loyalty in
Healthcare Services. International
Review of Management and
Business Research, 4(2), 391–401.
10. Dimyati. (2014). Peranan
Experiential Marketing dan
Kepuasan Pasien dalam Menciptakan
Loyalitas Pasien Rumah Sakit
Fatimah Banyuwangi. Jurnal
Ekonomi Dan Akuntansi
Manajemen, XIII, 14–31.
11. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
12. Triadhi, N. A., Utama, M. S.,
Kembar, M., Budhi, S., Bagus, I., &
Purbadharmaja, P. (2018). An
Analysis Of Culture Influence Of
The Trihita Karana , Community
Empowerment , The
Entrepreneurship Orientation , And
Fishermen Institution With Respect
To The Welfare Of Fishermen On
The Serangan Island In Bali. IOSR
Journal of Economics and Finance,
9(5), 82–103.
https://doi.org/10.9790/5933-
09050382103
13. Marzaweny, D., Hadiwidjojo, D., &
Chandra, T. (2012). Analisis
Kepuasan Pasien sebagai Mediasi
Pengaruh Kualitas Pelayanan
Kesehatan terhadap Citra Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin
Achmad Pekanbaru. Jurnal Aplikasi
Manajemen, 10(3), 564–573.
Retrieved from
https://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/j
am/article/view/448/487
14. Sharon, L. G., & Santoso, S. B.
(2017). Analisis Pengaruh Kualitas
Layanan, Fasilitas, Citra Rumah
Sakit, Kepuasan Pasien Dalam
Rangka Meningkatkan Loyalitas
Pasien (Studi Pada Pasien Rawat
Inap RSUD Tugurejo Semarang).
Diponegoro Journal of Management,
6(3), 355–366. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.ph
p/djom/article/view/17418/16673
15. Fatmawati, T., & Susanto. (2016).
Pengaruh Mutu Pelayanan Dokter
Terhadap Loyalitas Pasien di RS
PKU Muhammadiyah Bantul. Jurnal
Medicoeticolegal Dan Manajemen
Chrisandita & Darma
88
Bali Health Journal
4(2) 2020
Rumah Sakit, 5(2), 150–156.
https://doi.org/10.18196/jmmr.5120
16. Pohan, I. (2013). Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar
Pengertian dan Penerapan. Jakarta:
EGC.
17. Sulistyo, A., & Gumilar, A. (2017).
Jurnal Manajemen , Bisnis dan.
Jurnal Manajemen Bisnis, 8I(2),
137–144.
18. Aryani, D., & Rosinta, F. (2010).
Pengaruh Kualitas Layanan terhadap
Kepuasan Pelanggan dalam
Membentuk Loyalitas Pelanggan.
Jurnal Ilmu Administrasi Dan
Organisasi, 17(2), 114–126.
19. Qomariyah, N. (2012). nurul
qomariyah.pdf. Jurnal Aplikasi
Manajemen, 10(1), 177–187.
20. Musqari, N., & Huda, N. (2018).
Pengaruh Kualitas Layanan terhadap
Loyalitas Melalui Variabel Kepuasan
pada Lembaga Amil Zakat (Studi
pada Baituzzakah Pertamina Kantor
Pusat). Perisai : Islamic Banking and
Finance Journal, 2(1), 34.
https://doi.org/10.21070/perisai.v2i1.
1469
21. Sussanto, H., & Damayanti, W.
(2008). Pengaruh kualitas pelayanan
dan produk terhadap loyalitas
konsumen. Jurnal Ekonomi Bisnis,
13(1), 59–67.
22. Syamsiah, N. (2009). Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Nilai yang Dirasakan Pelanggan
Untuk Menciptakan Kepuasan
Pelanggan di RSUP Dokter Kariadi
Semarang. Universitas Diponegoro.
23. Septiani, Wigati, & Fatmasari.
(2017). Gambaran Sistem Antrian
Pasien Dalam Optimasi Pelayanan Di
Loket Pendaftaran Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 5(4), 1–14.
24. Dewi, A. U., Astuti, R., & Werdani,
K. E. (2015). Hubungan Waktu
Tunggu Pendaftaran Dengan
Kepuasan Pasien di Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan
(TPPRJ) RSUD Sukoharjo. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Artikel
Pe, 1–9. Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/36185/1/02
NASKAH PUBLIKASI.pdf
25. Wahono, B. T. (2011). Kepuasan
Keluarga Pasien Terhadap Waktu
Tunggu Pelayanan di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Kalimantan Barat. Universitas
Gadjah Mada.
26. Afolabi, M., & Erhun, W. O. (2003).
Patients’ response to waiting time in
an out-patient pharmacy in Nigeria.
Tropical Journal of Pharmaceutical
Research, 2(10), 207–214.
https://doi.org/10.7324/JAPS.2012.2
1018
27. Hasan. (2013). Hubungan Waiting
Times/ Waktu Tunggu dengan
Kepuasan Pasien di Poliklinik Mata
Pada Instalasi Rawat Jalan di RSUD
Tarakan Propinsi Kalimantan Timur
2013 (Universitas Hasanuddin).
https://doi.org/10.1016/j.gaitpost.201
8.03.005
28. Putra, A. J. P. K., Said, S., & Hasan,
S. (2017). Pengaruh Karakteristik
Toko dan Produk Bagi Konsumen di
Indonesia Terhadap Pembelian
Impulsif. Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, 5(2), 8–19.
29. Fakhrudin, A. (2016). Pengaruh
Performance Quality , Reputasi
Merek Dan Kepuasan Pelanggan
Terhadap Loyalitas Merek. 7(1), 65–
83.
30. Suciati, N. (2006). Pengaruh
Kepuasan Pasien Terhadap Loyalitas
Pasien di Poli Rawat Jalan RSUD
Dr. M. Soewandhi Surabaya.
31. Silva, R. V. Da, & Alwi, S. F. S.
(2008). Online Brand Attributes and
Online Corporate Brand Images.
Journal of Brand Management, 16.
https://doi.org/10.1108/03090560810
891136
BHJ 4(2) 2020
BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
AKREDITASI PUSKESMAS SEBAGAI INTERVENING PENGARUH
KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN
Gde Palguna Reganata1, Made Karma Maha Wirajaya2
1Fakultas Bisnis, Sosial, Teknologi, dan Humaniora, Universitas Bali Internasional 2Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Bali Internasional
ABSTRAK
Latar Belakang: Peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan tingkat dasar dalam kaitannya dengan aspek
jangkauan geografis yang luas, sangat penting untuk dioptimalkan. Kualitas sebagai barometer pelayanan harus
dikedepankan sehingga menjadi budaya yang mengarah pada kepuasan pasien. Tujuan: menganalisis pengaruh status
akreditasi puskesmas dalam memediasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien puskesmas di Kota Denpasar.
Metode: Subjek penelitian adalah pasien puskesmas di Kota Denpasar, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah kualitas
pelayanan, status akreditasi, kepuasan pasien. Sampel diambil secara acak dengan menggunakan cluster random sampling,
yang bertujuan untuk mengambil sampel representative di setiap kecamatan. Pengambilan di lapangan dilakukan dengan
purposive sampling. Data berupa respon pasien yang diperoleh dengan memberikan instrument. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan Path Analysis. Hasil: nilai Z untuk status akreditasi Utama dan Paripurna masing-masing adalah
1,9601 dan 2,7053. Kedua nilai tersebut lebih besar dibandingkan 1,96 yang berarti status akreditasi mampu memediasi
hubungan antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pasien Kesimpulan: Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan pasien dan akreditasi puskesmas mampu memediasi hubungan antara kualitas pelayanan
terhadap kepuasan pasien Puskesmas Kota Denpasar.
Kata Kunci: akreditasi, kepuasan pasien, kualitas pelayanan, puskesmas
ABSTRACT
Background: The role of puskesmas as the spearhead of basic health services with broad assessment is very important to
optimize. Quality as a barometer of service must be put forward so that it becomes a culture aimed at patient satisfaction.
Objective: to analyze the influence of puskesmas accreditation status in mediating the effect of quality on the satisfaction of
puskesmas patients in Denpasar. Methods: The subjects of the study were the puskesmas patients in Denpasar City, while
the objects in this study were quality of service, accreditation status, patient satisfaction. Samples were taken randomly using
cluster random sampling, which was taken to take representative samples in each district. The taking in the field is done by
purposive sampling. Data consisted of patient responses obtained by giving instruments. Data analysis was performed using
Path Analysis. Results: Z scores for “Utama” and ‘Paripurna” status accreditation are 1.9601 and 2.7053, respectively. Both
values are greater than 1.96 which means the accreditation status is able to mediate the relationship between Service Quality
and Patient Satisfaction Coclusion: Service quality could impact patient satisfaction positively and significant where
puskesmas accreditation is able to mediate the relationship between service quality and patient satisfaction at the Denpasar
City Health Center.
Keywords: accreditation, patient satisfaction, service quality, puskesmas
Korespondensi:
Gde Palguna Reganata
Email: [email protected]
Riwayat Artikel: Diterima 16 November 2019
Disetujui 10 Oktober 2020
Dipublikasikan 18 November 2020
Reganata & Wirajaya
90
Bali Health Journal
4(2) 2020
PENDAHULUAN
Puskesmas sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan tingkat dasar wajib
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan pedoman dari Kementerian
Kesehatan dan peraturan perundangan
yang berlaku dengan memperhatikan
kebutuhan dan harapan masyarakat[1].
Sebagai salah satu institusi pelayanan
kesehatan, puskesmas juga tidak luput
dari penilaian baik dari badan penilai
maupun masyarakat yang merasakan
langsung pelayanan dari puskesmas.
Penilaian ini dipercaya mampu
mencerminkan kualitas pelayanan demi
tercapainya kepuasan pasien[2].
Pelayanan kesehatan yang
bermutu selalu berorientasi pada
pemenuhan harapan pasien sehingga
pasien merasakan penghargaan dan
pengakuan. Hal ini menimbulkan word of
mouth yang tinggi, dimana pasien akan
bercerita kemana-mana dan
menyebarluaskan segala hal baik tersebut
sehingga pasien atau masyarakat menjadi
pemasar tak langsung dari institusi
layanan kesehatan dengan mutu yang
berkualitas[3].
Kualitas puskesmas menjadi salah
satu pertimbangan masyarakat dalam
melakukan pemeriksaan kesehatan.
Puskesmas dituntut untuk selalu
mengevaluasi dan memperbaiki mutu
secara berkelanjutan. Perbaikan mutu
yang diharapkan adalah peningkatan
kinerja yang berkesinambungan,
sehingga perlu dilakukan penilaian oleh
pihak eksternal dengan menggunakan
standar yang ditetapkan yaitu melalui
mekanisme akreditasi[1].
Akreditasi sebagai salah satu
parameter kualitas telah
diimplementasikan di berbagai negara
berkembang dan digunakan sebagai
regulator untuk menjamin kualitas
pelayanan dan penggunaan sumber daya
yang efisien[4,5]. Indonesia sebagai salah
satu negara berkembang menerapkan
system akreditasi pada puskesmas dengan
tujuan utama untuk pembinaan
peningkatan mutu, kinerja melalui
perbaikan yang berkesinambungan
terhadap sistem manajemen, sistem
manajemen mutu dan sistem
penyelenggaraan pelayanan dan program,
serta penerapan manajemen risiko, dan
bukan sekedar penilaian untuk
mendapatkan sertifikat akreditasi[6].
Fenomena status akreditasi
sebagai pertimbangan dalam memilih
puskesmas terlihat dalam berbagai
penelitian. Beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa skor akreditasi
dan kepuasan pasien tidak berbanding
lurus. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Heuer pada tahun 2004 gagal
menunjukkan hubungan antara skor
akreditasi, yang diwakili kualitas teknis,
dan peringkat kepuasan pasien yang
diwakili kualitas layanan[7]. Penelitian
lain dari Hayati et al tahun 2010
menunjukkan bahwa baik rumah sakit
terakreditasi dan tidak terakreditasi,
tingkat kepuasan berbanding terbalik
dengan tingkat pendidikan dan
penghasilan bulanan, dan berbanding
lurus dengan usia[8]. Responden yang
bekerja memiliki tingkat kepuasan yang
lebih rendah daripada pengangguran.
Studi ini menyimpulkan bahwa akreditasi
sangat tidak mencerminkan kepuasan
pasien. Temuan dari studi pada tahun
2011 dari Sack dkk., tidak menunjukkan
hubungan antara rekomendasi pasien dan
tingkat akreditasi. Meskipun akreditasi
rumah sakit adalah langkah menuju
manajemen mutu secara total, hal itu
belum tentu merupakan faktor penting
kualitas[2].
Peran puskesmas sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan tingkat
dasar dalam kaitannya dengan aspek
jangkauan geografis yang luas, sangat
penting untuk dioptimalkan. Kualitas
sebagai barometer pelayanan harus
dikedepankan sehingga menjadi budaya
yang mengarah pada kepuasan pasien.
Akreditasi sebagai sarana penilaian tidak
hanya berupa pemenuhan fasilitas, SDM,
Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening
91
Bali Health Journal
2(2) 2020
system manajemen, yang harus dipenuhi
saat penilaian saja, tetapi harus menjadi
budaya yang secara terus menerus
dirasakan oleh pengguna layanan.
Akreditasi juga diharapkan mampu untuk
merangsang dan memotivasi setiap
individu di puskesmas dari jajaran
manajemen sampai petugas kesehatan.
Hal-hal tersebut ditambah inkonsistensi
hasil penelitian sebelumnya menjadi
urgensi dari penelitian ini. Berdasarkan
penjabaran tersebut, maka perlu untuk
melakukan penelitian terkait status
akreditasi sebagai intervening hubungan
antara kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pasien.
METODE
Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian
eksplanatori dengan pendekatan
kuantitatif. Menurut Zikmund et al[13]
penelitian eksplanatori merupakan
penelitian yang dilakukan untuk
mengidentifikasi hubungan sebab akibat
antar variabel[13]. Penelitian ini digunakan
untuk menguji dampak dari perubahan
secara spesifik pada fenomena yang telah
terjadi.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien
puskesmas di Kota Denpasar, sedangkan
objek dalam penelitian ini adalah kualitas
pelayanan, status akreditasi, kepuasan
pasien. Sampel diambil secara acak
dengan menggunakan cluster random
sampling, yang bertujuan untuk
mengambil sampel representative di
setiap kecamatan. Pengambilan di
lapangan dilakukan dengan purposive
sampling, dimana sampel diambil dengan
kriteria tertentu, yakni responden saat
dilakukan pengambilan data sedang
berkunjung ke puskesmas.
Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan
menggunakan Path Analysis. Teknik
analisis jalur ini akan digunakan dalam
menguji besarnya kontribusi yang
dinyatakan oleh koefisien jalur pada
setiap diagram jalur dari hubungan kausal
atau sebab akibat yang tercipta dari
variabel eksogen terhadap variabel
endogen. Pada dasarnya perhitungan
koefisien jalur membutuhkan perhitungan
dari analisis korelasi dan regresi yang
kemudian dituangkan dalam software
berupa SPSS for windows.
HASIL
Puskesmas yang tersebar di
seluruh Kota Denpasar seluruhnya telah
terakreditasi. Terdapat 11 puskesmas
yang telah memperoleh akreditasi dengan
status yang bervariasi. Satu puskesmas
yaitu Puskesmas Denpasar Barat II
berstatus paripurna, sedangkan 6
puskesmas berstatus utama, dan sisanya 4
puskesmas dengan status madya.
Pengujian data pada penelitian ini
menggunakan analisis jalur (path
analysis) guna menguji pola hubungan
yang mengungkapkan pengaruh variabel
atau seperangkat variabel terhadap
variabel lainnya, baik pengaruh langsung
maupun pengaruh tidak langsung.
Analisis ini dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut.
1) Merancang model berdasarkan teori
Pemodelan berdasarkan latar
belakang teori dan perumusan
hipotesis pada penelitian ini dapat
digambarkan dalam kerangka konsep
berikut:
Reganata & Wirajaya
92
Bali Health Journal
4(2) 2020
Kualitas
Pelayanan
(X)
Status
Akreditasi
(M)
Kepuasan
Pasien (Y)
Gambar 1 Model Jalur Pengaruh Kualitas
Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien
dengan Status Akreditasi Sebagai
Variabel Mediasi
Model tersebut juga dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan, sehingga
membentuk sistem persamaan berikut:
Status akreditasi sebagai variabel
mediasi terbagi menjadi tiga kategori
yaitu, madya, utama, dan paripurna.
Pemodelan tersebut tidak cukup
menggunakan analisis regresi linear saja,
namun diperlukan regresi logistic sebagai
alat untuk menguji pengaruh variabel
predictor ke mediator[14].
2) Memeriksa asumsi dalam jalur
Untuk pemeriksaan terhadap
asumsi ini, dapat dilakukan dengan
melihat susunan model teoritis yang telah
dibangun dengan memperlihatkan bentuk
hubungan antar variabel adalah linier,
yaitu sistem aliran ke satu arah, dimana
hubungan antara ei saling bebas demikian
juga hubungan antara ei dengan variabel
x saling bebas, dan tidak ada variabel
endogen yang mempunyai pengaruh
bolak balik, seperti terlihat pada gambar
1. Berdasarkan gambar tersebut maka
hubungan antar variabel adalah linier,
yaitu sistem aliran ke satu arah, dimana
hubungan antara εi saling bebas demikian
juga hubungan antara εi dengan variabel
x saling bebas, dan tidak ada variabel
endogen yang mempunyai pengaruh
bolak-balik.
3) Pendugaan parameter atau
perhitungan koefisien path
Pada analisis jalur, pengaruh
langsung dinyatakan dengan koefisien ,
sedangkan pengaruh tidak langsung dan
pengaruh total dapat dihitung dengan
membuat perhitungan tersendiri. Untuk
pendugaan parameter dilakukan dengan
analisis regresi melalui software SPSS 21
for Windows diperoleh hasil sebagai
berikut.
Substruktur I
Persamaan tersebut diselesaikan
menggunakan analisis regresi linear
sederhana karena memprediksi variabel
respon dari satu variabel prediktor.
Berdasarkan hasil perhitungan pada
pengujian data diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 1 Nilai Korelasi, Determinasi, F hitung dan Koefisien Substruktur 1
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.018 .255 3.996 .000
Kualitas .739 .063 .676 11.701 .000
F hit = 136,914
Sig. = 0,000
R = 0,676
R-Square = 0,457
Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening
93
Bali Health Journal
2(2) 2020
Substruktur II
Persamaan tersebut dapat
diselesaikan menggunakan analisis
regresi logistic ordinal sesuai dengan
kategori dari variabel respon yang
memiliki peringkat. Berdasarkan hasil
perhitungan pada pengujian data
diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 2 Nilai Koefisien Substruktur 2
Estimat
e
Std.
Error
Wald df Sig. 95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Threshol
d
[Akreditasi = 1.00] 22.885 3.648 39.349 1 .000 15.735 30.036
[Akreditasi = 2.00] 26.672 3.851 47.972 1 .000 19.124 34.219
Location Kualitas 5.877 .917 41.054 1 .000 4.079 7.675
Link function: Logit.
Substruktur 3:
Persamaan tersebut dapat
diselesaikan menggunakan regresi
linear berganda karena memiliki
dua predictor. Dari hasil
perhitungan pada pengujian data
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3 Nilai Korelasi, Determinasi, F hitung dan Koefisien Substruktur 3
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 1.466 .289 5.079 .000
Kualitas .614 .074 .561 8.296 .000
Akdt1 .070 .034 .135 2.055 .041
Akdt2 .188 .063 .211 2.991 .003
F hit = 50,873
Sig. = 0,000
R = 0,698
R-Square = 0,487
Berdasarkan perhitungan terhadap
substruktur 1, 2, dan 3 maka dapat
diketahui besarnya pengaruh langsung beserta interpretasi dari masing-masing
substruktur. Perhitungan pengaruh dapat
dilihat dari nilai standardized coefficient
antar variabel adalah sebagai berikut.
a) Pengaruh variabel Kualitas
Pelayanan terhadap Status
Akreditasi.
Berdasarkan tabel 2 besarnya
pengaruh langsung variabel Kualitas Pelayanan terhadap
Status Akreditasi sebesar 6,408
(X → M = p1 = 6,408)
Reganata & Wirajaya
94
Bali Health Journal
4(2) 2020
b) Pengaruh variabel Status
Akreditasi terhadap Kepuasan
Pasien
Berdasarkan tabel 3 besarnya
pengaruh langsung variabel
dummy status akreditasi terhadap
Kepuasan Pasien:
Status Akreditasi Utama sebesar
0,135 (M1 → Y = 0,135)
Status Akreditasi Paripurna
sebesar 0,211 (M2→ Y = 0,211)
c) Pengaruh variabel Kualitas
Pelayanan terhadap Kepuasan
Pasien
Berdasarkan tabel 3 besarnya
pengaruh langsung variabel
Kualitas Pelayanan terhadap
Kepuasan Pasien sebesar 0,561 (X
→ Y = p3 = 0,561)
4) Pemeriksaan validasi model
Pemeriksaan validitas model dalam
penelitian ini menggunakan theory
triming dimana pendekatan ini
dilakukan dengan membuang jalur-
jalur yang non signifikan agar
memperoleh model yang benar-benar
didukung oleh data empirik. Uji
validasi pada setiap jalur untuk
pengaruh langsung adalah sama
dengan regresi, menggunakan nilai p-
value dari uji-t. Berdasarkan nilai p-
value, sebuah model menghasilkan
bentuk hubungan yang valid, dengan
nilai p-value< 0,05. Nilai p-value
masing-masing untuk Kualitas
Pelayanan dan Status Akreditasi
adalah 0,000 dan 0,017. Maka sesuai
dengan teori trimming, maka model
dinyatakan layak. Sehingga model
akhir dapat digambarkan sebagai
berikut:
Status Akreditasi
(M)
Kualitas
Pelayanan
(X)
Kepuasan Pasien
(Y)
e1
e2
0,000M1=0,000
M2=0,041
0,000
Gambar 2 Validasi Model Gambar
Diagram Jalur Akhir
Berdasarkan gambar tersebut,
maka status variable kepuasan kerja
sebagai mediasi dapat diketahui dengan
menggunakan Sobel Test[15].
Menentukan Pengaruh Variabel Mediasi
Untuk menguji signifikansi
kepuasan kerja sebagai variabel mediator
dalam hubungan antara variabel Kualitas
Pelayanan dan variabel Kepuasan Pasien
maka digunakan uji Sobel sebagai
berikut:
Keterangan:
Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening
95
Bali Health Journal
2(2) 2020
Perhitungan status mediasi menggunakan Sobel Test Calculator dari quantpsy.org.
Berdasarkan perhitungan Sobel test diperoleh hasil sebagai berikut:
Mediasi Status Akreditasi Utama pada
Hubungan Kualitas ke Kepuasan
Mediasi Status Akreditasi Paripurna
pada Hubungan Kualitas ke Kepuasan
Berdasarkan hasil tersebut diperoleh
nilai Z untuk status akreditasi Utama dan
Paripurna masing-masing adalah 1,9601
dan 2,7053. Kedua nilai tersebut lebih
besar dibandingkan 1,96. Hal ini berarti
status akreditasi berpengaruh sebagai
variabel yang memediasi hubungan
antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan
Pasien.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan
tersebut, maka dapat dijelaskan pengaruh
Kualitas Pelayanan terhadap kepuasan
pasien dengan efek mediasi Status
Akreditasi pada Puskesmas di Kota
Denpasar sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh bahwa Kualitas Pelayanan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan. Ini ditunjukan oleh koefisien
variabel Kualitas Pelayanan sebesar
0,614 yang signifikan dengan nilai t-
hitung sebesar 8,296 pada p sebesar
0,000. Koefisien Kualitas Pelayanan yang
sudah distandarisasi ditunjukan dengan
nilai beta sebesar 0,561. Hal ini berarti
pengaruh langsung Kualitas Pelayanan
terhadap kepuasan pasien adalah 56,1%.
Hal ini berarti semakin baik penerapan
Kualitas Pelayanan, maka kepuasan
pasien semakin meningkat. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa ada
pengaruh positif Kualitas Pelayanan
terhadap kepuasan pasien di Puskesmas
Kota Denpasar. Persepsi pasien terhadap
kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
harapan terhadap pelayanan yang
diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh
komunikasi dari mulut ke mulut (Word
of Mouth), kebutuhan pasien,
pengalaman masa lalu (Past Experiance)
dan pengaruh komunikasi eksternal.
Dalam kenyataanya pelayanan yang
diterima/dirasakan pasien dengan
harapan pasien akan mempengaruhi
persepsi pasien terhadap kualitas
pelayanan.[11]
Menurut Sabarguna (2004:70),
kepuasan pasien merupakan nilai
subyektif terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan. Tapi walaupun
subyektif tetap ada dasar obyektifnya,
artinya walaupun penilaian itu dilandasi
oleh pengalaman masa lalu, pendidikan,
situasi psikis waktu itu dan pengaruh
lingkungan waktu itu, tetapi tetap akan
didasari oleh kebenaran dan kenyataan
obyektif yang ada.
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh bahwa status akreditas mampu
berperan sebagai mediator kualitas
pelayanan terhadap Kepuasan Pasien. Ini
ditunjukan oleh koefisien variabel status
akreditasi sebagai variabel dummy
sebesar 0,070 untuk Puskesmas dengan
Status Akreditasi Utama dan 0,188 untuk
Puskesmas dengan Status Akreditasi
Paripurna. Kedua nilai koefisien tersebut
signifikan secara statistika dengan nilai
signifikansi kurang dari 0,05. Hal ini
berarti kualitas pelayanan yang baik
berdampak pada baiknya penilaian
akreditasi puskesmas sehingga dapat
berimplikasi pada kepuasan pasien. Hasil
ini sesuai dengan penelitian dari Wardani
dalam penelitiannya berjudul “Analisa
Reganata & Wirajaya
96
Bali Health Journal
4(2) 2020
Kepuasan Pasien Ditinjau Dari Mutu
Pelayanan Kesehatan Setelah
Terakreditasi Paripurna versi KARS
2012” yang menyatakan bahwa ada
pengaruh kepuasan pasien di tinjau dari
mutu pelayanan setelah terakreditasi
paripurna versi KARS 2012. Selain itu
hasil ini merupakan kontraposisi dari
Sack et al[2] dalam penelitiannya berjudul
“Is there an association between hospital
accreditation and patient satisfaction with
hospital care? A survey of 37,000
patients treated by 73
hospitals”mempelajari hubungan antara
rumah sakit status akreditasi dan
kepuasan pasien dengan menilai
bagaimana pasien bersedia
merekomendasikan rumah sakit. Temuan
dari studi tidak menunjukkan hubungan
antara tingkat rekomendasi dan
akreditasi, tetapi menemukan bahwa
meskipun akreditasi rumah sakit adalah
langkah menuju manajemen mutu secara
total (TQM), hal tersebut belum tentu
merupakan faktor penting untuk kualitas
pelayanan.
Hasil lain yang juga bertentangan
adalah penelitian dari Hayati dengan
penelitian berjudul
“InPatients’Satisfaction In The Medical
And Surgical Wards – A Comparison
Between Accredited And Non Accredited
Hospital In The State Of Selangor”
dimana hasilnya menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam kepuasan pasien antara rumah
sakit terakreditasi dan tidak
terakreditasi.[8] Studi ini menyimpulkan
bahwa akreditasi tidak mencerminkan
kepuasan pasien.
SIMPULAN
Kualitas pelayanan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan
pasien dan akreditasi puskesmas mampu
memediasi hubungan antara kualitas
pelayanan terhadap kepuasan pasien
Puskesmas Kota Denpasar. Hal ini sesuai
dengan tujuan utama akreditasi
puskesmas dimana akreditasi dilakukan
guna pembinaan peningkatan mutu
kinerja melalui perbaikan yang
berkesinambungan terhadap sistem
manajemen, sistem manajemen mutu,
sistem penyelenggaraan pelayanan serta
program dan penerapan manajemen
risiko demi tercapainya kepuasan pasien.
SARAN
Pemerintah dalam hal ini Dinas
Kesehatan Kota Denpasar mendorong
upaya peningkatan status akreditasi
puskesmas dari madya menjadi utama,
dan utama menjadi paripurna. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan
apresiasi terhadap puskesmas berprestasi
dan mengupayakan peningkatan
kesejahteraan para pegawai di puskesmas
Kota Denpasar. Selain itu, puskesmas
Kota Denpasar juga diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pelayanan dan
mengelola puskesmas berbasis data dan
dokumentasi sehingga akreditasi tidak
lagi disiapkan dalam tempo singkat dan
dapat bertransformasi menjadi budaya
mutu.
PENDANAAN
Penelitian ini didanai sepenuhnya
oleh Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi dalam kategori
Penelitian Kompetitif Nasional dengan
skema Penelitian Dosen Pemula.
DAFTAR RUJUKAN
1. Menteri Kesehatan RI. (2015).
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 46 Tahun
2015 tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi. Diakses dari
Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening
97
Bali Health Journal
2(2) 2020
www.depkes.go.id [Diakses tanggal
27 Agustus 2018]
2. Sack C, Scherag A, Lutkes P,
Gunther W, Jockel KH, Holtmann G.
Is there an association between
hospital accreditation and patient
satisfaction with hospital care? A
survey of 37,000 patients treated by
73 hospitals. Int J Qual Health Care
2011; 23:278-83. doi:
10.1093/intqhc/mzr011
3. Pohan, Imbalo.(2007).Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar
Pengertian Dan Penerapan. Jakarta:
EGC
4. Greenfield D, Braithwaite J. Health
sector accreditation research: a
systematic review. Int J Qual Health
Care 2008; 20: 172-83. doi:
10.1093/intqhc/mzn005
5. Jovanovic B. Hospital Accreditation
as Method for Assessing Quality in
Healthcare. Arch Oncol 2005; 13:
156-7.
6. Direktorat Jendral Bina Upaya
Kesehatan. 2013.Akreditasi
Puskesmas. Jakarta.
7. Heuer AJ. Hospital Accreditation
and Patient Satisfaction: Testing the
Relationship. J Healthc Qual 2004;
26: 46-51. doi: 10.1111/j.1945-
1474.2004.tb00471.x
8. Hayati NI, Azimatun NA, Rozita H,
Ezat WA, Rizal AM. InPatients’
Satisfaction In The Medical And
Surgical Wards – A Comparison
Between Accredited And Non
Accredited Hospital In The State Of
Selangor. J Commun Health 2010;
16: 60-8.
9. Nursalam. (2011). Manajemen
Keperawatan.edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika
10. Kotler, dan Keller. (2012).
Manajemen Pemasaran. Edisi 12.
Jakarta: Erlangga
11. Zeithaml, V.A., M.J. Bitner, D.D.
Gremler. 2013. Services Marketing:
Integrating Customer Focus Across
the Firm 6 th ed. Mc.Graw-Hill
12. Tjiptono Fandy, 2014, Pemasaran
Jasa, Andi, Yogyakarta
13. Zikmund, W.G., Babin, J., Carr, J.
& Griffin, M. (2012) “Business
Research Methods: with Qualtrics
Printed Access Card” Cengage
Learning.
14. Iacobucci, Dawn. 2012. Mediation
analysis and categorical variables:
The final frontier. Journal of
Consumer Psychology 22 (2012)
582–594. Elsevier.
15. Baron, Reuben M., & Kenny, David
A. (1986). The moderator–mediator
variable distinction in social
psychological research: Conceptual,
strategic, and statistical
considerations. Journal of
Personality and Social Psychology,
51(6), 1173–1182
16. Sabarguna BS. 2009. Manajemen
Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto
BHJ 4(2) 2020
BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
ANALISIS READINESS SDM RSU BALI JIMBARAN DALAM
MENGHADAPI ERA DISRUPTION
I Gede Ari Darma Putra
Universitas Pendidikan Nasional Denpasar
ABSTRAK
Latar belakang: Perkembangan zaman setiap harinya mengalami perubahan yang cukup cepat, dimana teknologi berubah
menjadi lebih canggih, diikuti dengan berubahnya perilaku manusia membuat perusahan-perusahan yang ada di Indonesia
khususnya di Bali yang bergerak dibidang pelayanan seperti RSU Bali Jimbaran dengan sigap menyiapkan sumber daya
manusia dalam menghadapi disruption yang begitu cepat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesiapan SDM dalam menghadapi era disruption. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana menggunakan
enam narasumber terdiri dari tiga staff RSU Bali Jimbaran dan tiga pasien yang menggunakan jasa pelayanan RSU Bali
Jimbaran. Hasil: Hasil dari penelitian ini menimbulkan hasil positif yang menyatakan bahwa SDM RSU Bali Jimbaran siap
menghadapi era disruption.
Kata Kunci: SDM, disruption, pelayanan, rumah sakit
ABSTRACT
Background: The development of the times has changed quite rapidly every day, where technology has changed to become
more sophisticated, followed by changes in human behavior, making companies in Indonesia, especially in Bali engaged in
services such as RSU Bali Jimbaran, to prepare human resources to face disruption its so fast. Purpose: This research is aimed for describing the readiness of the hospital’s human resources toward the era of disruption. Method: This study used
a qualitative approach which used six sources consisting of three staff at the Bali Jimbaran Hospital and three patients who
used the services of the Bali Jimbaran Hospital. Result: The results of this study lead to positive results which state that the
staff of Bali Hospital in Jimbaran is ready to face the era of disruption.
Keywords: HR, Disruption, Service, Hospital
Korespondensi:
I Gede Ari Darma Putra
Email: [email protected]
Riwayat Artikel: Diterima 20 September 2020
Disetujui 10 Oktober 2020
Dipublikasikan 18 November 2020
Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran
99
Bali Health Journal
4(2) 2020
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman setiap
harinya berubah, makin kemari teknologi
semakin canggih, hal ini harus diimbangi
dengan kesiapan manusia dalam
menghadapi perubahan era yang begitu
cepat. Era digitalisasi mulai sangat jelas
terpampang dihadapan masyarakat luas,
sehingga keberadaan sumber daya
manusia untuk menghadapi disruption
perlu beradaptasi dengan cepat dengan
tujuan menciptakan efektivitas, dan
efisiensi kinerja SDM terkait. Disruption
era dipercayai telah mempengaruhi pola
pikir, serta cara kerja sebuah SDM,
dimana sistem Rumah Sakit dan sumber
daya manusia sedang menuju ke suatu
sistem yang saling terkait.[1,2] Saat ini
setiap Rumah Sakit sedang berlomba-
lomba menerapkan Telemedicine,
fenomena ini terjadi terkait dengan
adanya kasus pandemic Covid19 yang
membuat masyarkat takut untuk datang
ke Rumah Sakit.
Rumah Sakit Umum Bali
Jimbaran adalah salah satu Rumah Sakit
yang akan menerapkan Telemedicine.
RSU Bali Jimbaran adalah Rumah Sakit
Umum yang terletak di Jl Kampus Unud
Nomor 52, Jimbaran. Dimana awalnya
Rumah Sakit ini sebelum berdiri sebagai
Rumah Sakit Umum berbentuk RSIA
Rumah Sakit Ibu dan Anak, yang berada
dibawah naungan PT. JIMBARAN.
Pemilik PT. JIMBARAN terdiri dari 4
Dokter Spesialis Obgyn, mereka sepakat
untuk membangun unit usaha Rumah
Sakit yang berfokus melayani persalinan
dan anak, maka dari itu awal mula
Rumah Sakit ini berdiri dan berbadan
hukum RSIA. Seiring perubahan waktu
RSU Bali Jimbaran mulai dikenal oleh
masyarakat luas, jika hanya berfokus
terhadap pelayanan bersalin dan anak,
kecil kemungkinan untuk dapat melayani
pasien lebih banyak lagi. Tepat pada
tahun 2018 RSIA Bali Jimbaran resmi
berubah menjadi RSU Bali Jimbaran
serta sudah melayani pasien umum,
ditambah lagi pada 1 Januari 2019 RSU
Bali Jimbaran resmi bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan, sehingga RSU Bali
Jimbaran dapat melayani pasien yang
menggunakan BPJS.
Seperti yang kita ketahui hampir
seluruh masyarakat Indonesia
menggunakan BPJS Kesehatan untuk
mengcover dirinya, tahun 2019
merupakan tahun dimana pasien
bertambah banyak serta mempercayai
RSU Bali Jimbaran sebagai Rumah Sakit
yang tepat untuk dipilih sebagai Rumah
Sakit yang memiliki pelayanan baik,
memiliki alat kesehatan yang canggih
serta selalu berusaha melayanin pasien
sepenuh hati. Juni 2019 RSU Bali
Jimbaran kembali membuat gebrakan
dengan menjali hubungan kerja sama
bersama BPJS Ketenagakerjaan,
membuat RSU Bali Jimbaran menjadi
Rumah Sakit Trauma Center sehingga
dapat melayani pasien yang mengalami
kecelakaan kerja, ini membuat keinginan
owner PT untuk dapat melayani semua
masyarakat terwujud, itu dibuktikan
dengan berubahannya badan hukum
RSIA menjadi RSU, terjalinnya
hubungan kerja sama dengan BPJS
Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan
sehingga membuat RSU Bali Jimbaran
dapat melayani semua kalangan
masyarakat.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang merupakan penelitian
yang berusaha untuk memahami dan
menafsirkan makna dari suatu peristiwa
tertentu mengenai interaksi sosial
manusia dalam situasi tertentu menurut
perspektif peneliti sendiri yang langsung
terjun ke lapangan. Penelitian dilakukan
disalah satu Rumah Sakit Swasta yang
terletak di Kawasan Kuta Selatan lebih
tepatnya di Jl. Kampus Unud Nomor 52
Jimbaran. Alasan peneliti tertarik
melakukan penelitian di Rumah Sakit ini
Putra
100
Bali Health Journal
4(2) 2020
dikarenakan peneliti menemukan sebuah
fenomena dimana Pimpinan Rumah Sakit
selalu berusaha menyediakan fasilitas
yang terbaru, sehingga hal ini menarik
keinginan peneliti melakukan penelitian
terhadap kesiapan SDM menghadapi
perubahan fasilitas yang diberikan oleh
pihak management. Mengingat disruption
atau perubahan akan selalu terjadi dan
begitu cepat. Rumah Sakit ini juga
terletak di Kawasan yang cukup strategis
berada dipusat keramaian Desa Adat
Jimbaran.
Tabel 1. Jumlah Pasien Tahunan Tahun
Umur
0 – 5
tahun
6 – 11
tahun
12 – 17
tahun
18 – 40
tahun
41 – 65
tahun
>65
tahun Jumlah
2016 3356 770 839 6075 1936 226 13.203
2017 5589 1312 761 8648 2672 353 19.335
2018 7607 1263 778 12514 3792 503 26.457
2019 10640 2598 2342 21354 18297 443 59.974
Sumber : RSU Bali Jimbaran
HASIL
Kesiapan SDM merupakan sebuah
hal yang sangat penting dalam
meningkatkan kualitas pelayanan didalam
Rumah Sakit, mengingat Rumah Sakit
adalah bagian dari jasa pelayanan
kesehatan, tentunya harus
mengedepankan kualitas agar nantinya
membuat seluruh pasien merasa aman,
nyaman, dan puas.
Berdasarkan tabel 1 dapat peneliti
jabarkan bahwa selalu ada peningkatan
pasien setiap tahunnya, dimana pasien
yang paling banyak berkunjung berusia
18-40 tahun, dimana usia tersebut masuk
kedalam generasi milenial yang sangat
dekat dengan teknologi yang berbasis
internet menjadi sebuah kebutuhan, dan
generasi milenial juga dikenal sebagai
generasi yang tidak sabar membuat
peneliti berasumsi bahwa dengan
pelatihan yang pernah diberikan oleh
pihak SDM RSU Bali Jimbaran
membentuk karyawan menjadi staff yang
memiliki karakter penyabar, serta cepat
dalam melakukan pelayanan, itu
dibuktikan dengan meningkatnya
kunjungan pasien dengan umur 18-40
tahun, pada tahun 2016 tercatat 6.075
pasien dan terus meningkat hingga tahun
2019 tercatat 21.354 pasien, itu
menandakan bahwa pasien dengan umur
18-40 tahun mempercayai RSU Bali
Jimbaran sebagai Rumah Sakit yang
mampu memberikan pelayanan sesuai
dengan apa yang diharapkan pasien.
Wawancara pada penelitian ini
melibatkan 6 informan yang terdiri dari
satu staff front office yang sudah bekerja
kurang lebih selama tiga tahun, satu staff
front office yang bekerja satu tahun lebih,
satu staff operator yang sudah bekerja
selama satu tahun lebih, dan tiga pasien
yang mempercayakan kesehatannya
kepada RSU Bali Jimbaran. Wawancara
mengenai Readiness SDM RSU Bali
Jimbaran Dalam Menghadapi Era
Disruption dilakukan pada Jum’at 2
Oktober 2020 pukul 11.00 wita dimana di
jam ini tingkat kesibukan staf front office
sudah menurun.
Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran
101
Bali Health Journal
4(2) 2020
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan narasumber
pertama ditemukan bahwa kecepatan
sangat dituntut didalam era disruption,
narasumber juga mengatakan bahwa
pasien di era sekarang memiliki tingkat
kesabaran yang rendah, selalu ingin
didahulukan dan anti dengan pelayanan
yang terlalu lama, disamping itu
narasumber juga mengatakan bahwa
fasilitas pendukung seperti program, dan
komputer yang mempuni membantu
mereka dalam memberikan pelayanan
yang cepat ke pasien, ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang berjudul
Analisis kesiapan (Readiness Assesment)
Penerapan Electronic Medical Record di
Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah
Pakem Oleh Anas Rahmat Hidayat, dan
Ersihana Wulan Sari yang mengatakan
bahwa kesiapan infrastruktur TI harus
memadai jika ingin meningkatkan
pelayanan.[3] Dapat peneliti simpulkan
bahwa SDM RSU Bali Jimbaran untuk
saat ini mampu memberikan pelayanan
yang sesuai dengan keinginan pasien
dengan catatan fasilitas program mudah
di mengerti serta komputer yang
memiliki spesifikasi yang mendukung,
sehingga pelayanan berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan narasumber
kedua ditemukan bahwa pelatihan yang
rutin direncanakan oleh unit SDM RSU
Bali Jimbaran berpengaruh positif
terdahap kemampuan staff operator, itu
dibuktikan dengan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dan ini sejalan dengan
yang mengatakan pendidikan dan
pelatihan merupakan salah satu faktor
yang penting dalam pengembangan
SDM. Pendidikan dan pelatihan tidak
hanya menambah pengetahuan, akan
tetapi juga meningkatkan keterampilan
bekerja, dengan demikian dapat
meningkatkan produktivitas kerja.[4,5,6]
Dapat peneliti simpulkan bahwa SDM
RSU Bali Jimbaran tetap mampu
memberikan pelayanan yang terbaik
walaupun perubahan era cukup cepat
dengan catatan pelatihan yang tepat
diadakan dengan rutin sehingga menjaga
kualitas SDM yang dimiliki.
Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan narasumber
ketiga ditemukan bahwa kesiapan SDM
diasah berkat pelatihan-pelatiahan yang
diberikan oleh unit SDM serta gambaran
mengenai alur pelayanan yang jelas,
sehingga membuat SDM yang terkait
tidak ragu dalam melayani pasien. Ini
sejalan dengan yang mengatakan bahwa
pelatihan merupakan bagian yang
menyangkut proses belajar untuk
memperoleh dan meningkatkan
keterampilan diluar sistem pendidikan
yang berlaku dalam waktu relatif singkat
dengan metode yang lebih
mengutamakan pada praktek dari pada
teori.[7,8] Dapat peneliti simpulkan bahwa
pelatihan serta arahan dari unit SDM
merupakan hal yang sangat kursial dan
penting guna membentuk karakter yang
mudah beradaptasi dengan perubahan.
Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan narasumber,
keempat, menyatakan puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh pihak
RSU Bali Jimbaran itu dibuktikan dengan
pernyataan narasumber keempat yang
mengatakan bahwa perlengkapan yang
digunakan sangat lengkap, dapat
disimpulkan bahwa SDM RSU Bali
Jimbaran tidak hanya siap melayani
didalam lingkungan rumah sakit,
melainkan berkat pelatihan dan
keterampilan yang dilatih melalui
program kerja unit SDM sehingga
membentuk SDM yang memiliki
keandalan dibidangnya, ini sejalan
dengan hasil penelitian yang
menyebutkan bahwa keandalan
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pasien rumah sakit.[9]
Berdasarkan hasil wawancara dengan
narasumber kelima, menyatakan kagum
dengan respon yang diberikan oleh RSU
Bali Jimbaran, dimana pihak rumah sakit
Putra
102
Bali Health Journal
4(2) 2020
menyiapkan segala hal secara matang,
dari segi alur, dan peralatan sehingga
membuat proses swab yang dilakukan
menjadi cepat, ini sejalan dengan
penelitian yang mengatakan pendidikan
dan pelatihan mempunyai pengaruh dan
signifikan terhadap kinerja perawat.[10]
SIMPULAN
Dari seluruh proses penelitian yang
berjudul Analisis Readiness SDM RSU
Bali Jimbaran Dalam Menghadapi Era
Disruption dapat peneliti tarik
kesimpulan bahwa tahapan kesiapan
SDM RSU Bali Jimbaran dalam
menghadapi era disruption menimbulkan
hasil positif bahwa SDM RSU Bali
Jimbaran siap menghadapi era disruption,
ini didasari oleh sejalannya hasil
wawancara peneliti dengan narasumber
terhadap penelitian terdahulu serta
didukung dengan penyediaan
infrastruktur IT yang mempuni sehingga
membuat staff dapat memberikan
pelayanan yang terbaik. Sesuai dengan
hasil wawancara dengan narasumber
pertama yang mengatakan bahwa
infrastruktur IT dan program yang simpel
membantu mereka dalam melakukan
pekerjaannya. Tidak sampai disitu saja,
RSU Bali Jimbaran sangat serius
membina staff yang mereka miliki, itu
sesuai dengan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan narasumber
kedua dan ketiga yang mengatakan
bahwa meraka diberikan pelatihan-
pelatihan yang sudah direncanakan oleh
pihak SDM yang bertujuan untuk
menjaga standar pelayanan yang dimiliki
serta meminimalisir adanya miss
communication.
RSU Bali Jimbaran juga
membuktikan kesiapan mereka dalam
menghadapi era disruption melalui
kerjasama yang dilakukan dengan
Mandiri Taspen dan berdasarkan hasil
wawancara yang peneliti lakukan dengan
narasumber keempat, kelima, dan
keenam yang menyatakan bahwa
persiapan staff RSU Bali Jimbaran sangat
matang, professional dalam memberikan
pelayanan.
SARAN
Saran untuk peneliti selanjutnya
yaitu, dalam penelitian yang mengangkat
isu mengenai kesiapan SDM haruslah
memahami betul faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan seorang SDM
didalam sebuah perusahaan, karena setiap
perusahaan memiliki caranya sendiri
dalam mempersiapkan SDM yang
dimilikinya. Sangat unik nantinya jika
ada peneliti yang membahas tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi
kesiapan SDM selain teknologi dan
pelatihan seperti apa yang menjadi hasil
dari penelitian yang peneliti lakukan
dalam penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
1. Hidayah, N. Analisis Kesiapan
Mahasiswa Sebagai Millennials
Generation Dalam Memasuki Era
Disruption (Studi Kasus: Mahasiswa
UGM, UNY, UIN Suka, UII, UAD, dan
UMY). Jurnal Universitas Islam
Indonesia. 2018;10(1): 1-9
2. Atina, V. Z., & Mahmudi, A. Y.
Analisis Usia dan Latar Belakang
Pendidikan Terhadap Kesiapan SDM
Industri Ceper di Era Revolusi Industri
4.0. Jurnal Education and
Economics.2019; 2(4),:495-500.
3. Hidayat, A. R. Analisis Kesiapan
(Readiness Assessment) Penerapan
Electronic Medical Record di Klinik
Rawat Inap PKU Muhammadiyah
Pakem. Indonesian Journal on Medical
Science. 2017;4(1).
4. Azman, T. Analisis Komitmen
Organisasi, Kesiapan Sumber Daya
Manusia, Infrastruktur Serta Sistem
Informasi Dalam Menerapkan Standar
Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual.
Sorot. 2015;10(1): 131-142
5. Fauzan, R. Digital Disruption in
Students Behavioral Learning; Towards
Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran
103
Bali Health Journal
4(2) 2020
Industrial Revolution 4.0. Jurnal Teknik
Informatika Politeknik Hasnur. 2018;
4(2): 9-20.
6. Faslah, R., & Santoso, H. B. (2017).
Analisis Kesiapan Implementasi E-
Learning Menggunakan E-Learning
Readiness Model. Jurnal Sistem dan
Teknologi Informasi. 2017;3(2): 113-
120.
7. Winarto, W. Analisis Kesiapan Rumah
Sakit Umum Daerah Kramat Jati
Menjadi Health Promoting Hospital
Tahun 2017. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit Indonesi. 2019;4(1).
8. Fibrian, I. D. Analisis Readiness Sistem
Informasi Kepegawaian.
Saintekbu.2019; 11(2): 45-54.
9. Yaqub, I. Kualitas Playanan Pasien Jasa
Rawat Inap Kelas III Pada Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Kota Samarinda. Jurnal Universitas
Mulawarman. 2015;10(1): 1-9.
10. Supartiningsih, S. Kualitas pelayanan
kepuasan pasien rumah sakit: kasus pada
pasien rawat jalan. Jurnal
Medicoeticolegal dan Manajemen
Rumah Sakit. 2017; 6(1),:9-15.
BHJ 4(2) 2020
BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
PERAN CARING LEADERSHIP KEPALA RUANGAN TERHADAP
KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH WANGAYA DENPASAR
Ni Made Nopita Wati
STIKes Wira Medika Bali
ABSTRAK
Latar Belakang: Hasil kerja yang optimal didapatkan jika seorang perawat merasakan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Faktor penentu untuk meningkatkan kepuasan kerja yaitu
hubungan dengan atasan. Sikap atau perilaku seorang pemimpin ke bawahan sangat menentukan suasana kerja yang
kondusif. Perilaku caring pemimpin kepada staff atau keryawannya disebut caring leadership. Caring leadership sebagai gaya kepemimpinan dapat memfasilitasi kebutuhan perawat sehingga akan meningkatkan motivasi dan kinerja perawat.
Tujuan : untuk mengetahui hubungan caring leadership kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Metode:
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian deskritif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik
yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 114 responden dan pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner dengan uji menggunakan Rank Spearman.. Hasil: Perawat merasakan
caring leadership tinggi yaitu 98 orang (86,0%) dan kepuasan kerja perawat tinggi yaitu 70 orang (61,4%). Hasil p-value
sebesar 0,001 (p<0,05), nilai r = 0,501 dengan arah korelasi positif. Kesimpulan : Ada hubungan positif antara caring
leadership kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD Wangaya Denpasar, dengan kekuatan sedang dimana semakin tinggi caring kepala ruangan maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat.
Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Perawat, Caring Leadership
ABSTRACT
Background: The optimal work results are obtained if a nurse feels satisfaction in working. Job satisfaction is as a general
attitude of an individual to his work. One of the determining factors for increasing job satisfaction is the relationship with superiors. The attitude or behavior of a leader to subordinates or employees determines the conducive working atmosphere
in a company or hospital. The caring behavior of leaders to staff or employees is called caring leadership. Caring
leadership as a leadership style can facilitate nurses' needs so that it will improve nurse performance and satisfaction.
Purpose: this study aims to determine the relationship between caring leadership of the head of the room and the job satisfaction of the nurse. Method: This research is quantitative with descriptive correlational research design with cross
sectional approach, which examines the dependent variable and independent variables simultaneously. The technique used
in sampling is the total sampling technique with a total sample of 114 respondents and data collection using a questionnaire sheet with a test using Rank Spearman. Results: The results obtained by most nurses felt high caring leadership as many as
98 people (86.0%) and high nurse job satisfaction as many as 70 people (61.4%). The result of p-value is 0,001 (p>0,05)
with a positive correlation direstion. Conclusion: There is a positive relationship between the head nurse’s caring
leadership and the job satisfaction of the nurse implementers in the inpatient room regional public hospital of wangaya denpasar.
Keywords: Job Satisfaction, Nurse, Caring Leadership
Korespondensi:
Ni Made Nopita Wati
Email: [email protected]
Riwayat Artikel: Diterima 24 Desember 2019
Disetujui 10 Oktober 2020
Dipublikasikan 18 November 2020
Peran Caring Leadership Kepala Ruangan
105
Bali Health Journal
4(2) 2020
PENDAHULUAN
Perawat sebagai salah satu tenaga
kesehatan di rumah sakit memegang
peranan penting dalam upaya mencapai
tujuan pembangunan kesehatan. Hal ini
dikarenakan keberadaan perawat yang
bertugas selama 24 jam melayani pasien,
serta jumlah perawat yang mendominasi
tenaga kesehatan di rumah sakit yaitu
berkisar 40-60%, dengan demikian rumah
sakit perlu melakukan pengelolaan
sumber daya manusia (SDM) khususnya
perawat secara tepat[1]. Upaya
pengelolaan perawat salah satunya dapat
dilakukan dengan pemeliharaan
hubungan yang kontinu dan serasi
terhadap bawahannya. Upaya tersebut
akan berkenaan dengan kepuasan seorang
dalam bekerja. Hasil kerja yang optimal
didapatkan jika seorang perawat
merasakan kepuasan dalam bekerja dan
tentunya akan berupaya semaksimal
mungkin dengan kemampuan yang
dimilikinya untuk menyelesaikan tugas
pekerjaannya sehingga prestasi kerja
dapat dicapai. Kepuasan kerja adalah
sebagai suatu sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja perawat sangat
dibutuhkan bagi perawat agar
meningkatkan pelayanan kesehatan.
Menurut Sutrisno[2] kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan
bagi para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Perawat yang tidak
puas dalam bekerja memiliki perasaan
negatif menimbulkan banyak
permasalahan di rumah sakit.
Beberapa penelitian tentang
kepuasan kerja perawat sudah dilakukan
di beberapa negara. Hasil penelitian
Wang et al[3] di Shanghai tentang “Nurse
Practice Environtment and Their Job
Satification : A Study on Nurses Caring
for Alder Adults in Shanghai”
menunjukkan bahwa kepuasan kerja
perawat rendah yaitu sebesar 60,8%.
Hasil penelitian Yanidrawati et al [4]di
Bekasi tentang “Hubungan Kepuasan
Kerja dengan Kinerja Perawat di Ruang
Rawat Inap RSUD Kabupaten Bekasi”
menunjukkan bahwa ketidakpuasan kerja
perawat yaitu sebesar 92,96% dan
menurut hasil peneliti lainnya masih
banyak perawat yang kurang puas dengan
pekerjaannya. Faktor yang menentukan
kepuasan kerja perawat di rumah sakit,
salah satunya adalah hubungan dengan
atasan (supervision). Sikap atau perilaku
atasan ke bawahan atau karyawannya
sangat menentukan kepuasan atau
ketidakpuasan kerja karyawan itu sendiri.
Dampak nyata yang dapat terlihat
karena ketidakpuasana kerja seorang staff
yaitu akan berdampak terhadap
produktivitas kerjanya, kehadiran
(absenteisme) dan keluarnya tenaga kerja
itu sendiri (turn-over). Hal inilah yang
menjadi alasan pentingnya hubungan
yang selaras antara seorang pemimpin
dengan karyawannya atau bawahannya.
Sikap atau perilaku seorang pemimpin ke
bawahan atau karyawannya sangat
menentukan suasana kerja yang kondusif
disebuah perusahaan atau rumah sakit.
Pemimpin yang menyadari kekuatan dan
kelemahan serta menyadari bagaimana
perilaku mereka, akan mempengaruhi staf
mereka.[5] Pemimpin adalah seseorang
yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan
orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dalam mencapai
suatu tujuan.[6] Keberhasilan seorang
pemimpin dalam memimpin dipengaruhi
oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan
olehnya. Hasil penelitian yang dilakukan
Lin[7] menunjukkan gaya kepemimpinan
sebagai salah satu prediktor yang
signifikan untuk meningkatkan kepuasan
kerja.
Perilaku caring pemimpin kepada
staff atau keryawannya disebut caring
leadership. Pemimpin yang baik harus
mampu mengaplikasikan perilaku caring
dalam mempengaruhi aktifitas
kelompoknya untuk mencapai tujuan
bersama. Caring Leadership yang
Nopita Wati
106
Bali Health Journal
4(2) 2020
ditunjukkan oleh pemimpin yaitu kepala
ruangan akan menjadi role model dan
memotivasi perawat pelaksana dalam
melaksanakan tugasnya, oleh karena itu
perawat manajer yaitu kepala ruangan
harus mampu menerapkan caring
leadership dalam sistem pelayanan
kesehatan.[8] Hasil penelitian menurut
Wati[9] menyebutkan bahwa di RSUD
Wangaya kepala ruangan sudah
menerapkan caring leadership. Terdapat
lima fase dalam caring leadership yaitu
fase knowing, fase being with, fase doing
for, fase enabling, fase maintaining
belief. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan caring leadership
terhadap kepuasan kerja perawat. Melalui
penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi manajemen rumah sakit
mengenai kepuasan kerja perawat
sehingga menjadi acuan dalam
pengembangan sumber daya manusia
keperawatan menjadi lebih efisien.
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada
hubungan antara caring leadership
terhadap kepuasan kerja perawat.
METODE
Penelitian ini bersifat kuantitatif
dengan desain penelitian yang digunakan
adalah penelitian diskriptif korelasional
dengan model pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya
Denpasar. Populasi penelitian ini adalah
seluruh perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSUD Wangaya Denpasar dengan
jumlah 114 perawat. Sampling yang
digunakan adalah teknik sampling total
dengan sampel sebanyak 114 orang.
Intrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner caring
leadership dan kuesioner kepuasan kerja
perawat. Teknik pengumpulan data
dengan cara memberikan kuesioner
kepada responden. Pada penelitian ini
ingin mengetahui hubungan antara caring
leadership terhadap kepuasan kerja
perawat.
HASIL
Untuk menjawab permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini, maka
digunakan analisis bivariat dengan Uji
Rank Spearman, yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara caring
leadership terhadap kepuasan kerja
perawat.
Tabel 1. Hasil Caring Leadership Kepala
Ruangan di Ruang Rawat Inap RSUD
Wangaya Denpasar
No Keterangan Frekuensi %
1 Caring
Leadership
tinggi
98 86,0%
2 Caring
Leadership
sedang
13 11,4 %
3 Caring
Leadership
rendah
3 2,6%
Total 114 100%
Berdasarkan tabel 1, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar
responden merasakan caring leadership
tinggi dari kepala ruangan yaitu sebanyak
98 orang (86,0%). Berdasarkan tabel 2,
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden memiliki kepuasan kerja tinggi
yaitu sebanyak 70 orang (61,4%).
Tabel 2. Hasil Kepuasan Kerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya
Denpasar
No Keterangan Frekuensi %
1 Kepuasan Kerja
tinggi
70 61,4%
2 Kepuasan Kerja
sedang
41 36,0
3 Kepuasan Kerja
rendah
3 2,6%
Total 114 100%
Peran Caring Leadership Kepala Ruangan
107
Bali Health Journal
4(2) 2020
Tabel 3. Hasil Analisa Data Caring Leadership dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang
Rawat Inap RSUD Wangaya Denpasar
Caring Leadership Kepuasan Kerja Perawat Total r p
Tinggi Sedang Rendah
98 (86,0%)
0, 501**
0,001
Tinggi 69 (60,5%) 29 (25,4%) 0 (0,0%)
Sedang 1(0,9%) 12 (10,5%) 0 (0,0%) 13 (11,4%)
Rendah 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (2,6%) 3 (2,6%)
Total 70
(61,4%)
41
(36,0%)
3 (2,6%) 114
(100,0%)
Berdasarkan data tabel 3, dapat
diketahui bahwa sebagian besar
responden merasakan Caring Leadership
tinggi dengan Kepuasan Kerja perawat
tinggi yaitu sebanyak 69 orang (60,5%).
Tabel ini juga menunjukkan bahwa nilai
p-value = 0,001 dan nilai r = 0,501 yang
artinya adanya hubungan caring
leadership kepala ruangan dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Wangaya Denpasar dengan arah
korelasi positif (semakin besar nilai
caring leadership maka nilai kepuasan
kerja juga semakin besar) dan dengan
kekuatan korelasi sedang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden
menyatakan caring leadership kepala
ruangan tinggi yaitu sebanyak 98 orang
(86,0%). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wati[9] yang
menyatakan bahwa adanya peningkatan
caring leadership kepala ruang melalui
mentoring caring leadership di RSUD
Wangaya Denpasar. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden menyatakan bahwa kepuasan
kerja perawat pelaksana tinggi yaitu
sebanyak 70 orang (61,4%). Hasil
penelitian ini didukung oleh teori dari
Suwarno dan Priansa[10], yang
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah
cara individu merasakan pekerjaannya
yang dihasilkan dari sikap individu
tersebut terhadap berbagai aspek yang
terkandung dalam pekerjaan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa p-value = 0,001 yang artinya
adanya hubungan caring leadership
kepala ruangan dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana dan arah korelasi
positif yaitu searah, semakin tinggi
caring leadership kepala ruangan maka
kepuasan kerja perawat pelaksana juga
semakin tinggi. Hasil ini menunjukkan
sebagian besar responden merasakan
Caring Leadership tinggi dengan
Kepuasan Kerja perawat tinggi yaitu
sebanyak 65 orang (57,0%). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Wati[9]
yang menyatakan bahwa adanya
penurunan tingkat burnout perawat
sesudah diterapkannya caring leadership
kepala ruang. Menurut Wijono[11]
kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah
pengawasan atau supervisi. Tindakan
atasan kepada bawahan seperti adil atau
tidak dan hubungan antara atasan dan
bawahan dapat memengaruhi kepuasan
kerja. Seorang atasan atau pemimpin
memiliki pengaruh yang cukup besar bagi
bawahan.[12] Seorang pemimpin yang
baik harus bisa membimbing dan
mengarahkan bawahan untuk mencapai
kinerja yang baik.[13] Hasil penelitian
Tondok dan Andarika[14] menunjukkan
hubungan yang positif antara persepsi
bawahan terhadap gaya kepemimpinan
transformasional dengan kepuasan kerja.
Hasil penelitian lain yang dilakukan
Lin[7] juga menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan memiliki hubungan positif
Nopita Wati
108
Bali Health Journal
4(2) 2020
dengan kepuasan kerja karyawan. Faktor
penentu kepuasan kerja diantaranya
adalah hubungan dengan atasan.
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan
dengan kepuasan kerja adalah tenggang
rasa (consideration). Menurut peneliti
setiap atasan atau kepala ruangan harus
memiliki sikap peduli atau caring
terhadap karyawan atau perawat
pelaksana di ruangan karena dapat
menunjang kepuasan karyawan dalam
bekerja sehingga prestasi dalam bekerja
dapat dicapai untuk meningkatkan
pelayanan di rumah sakit tersebut.
Kinerja yang baik akan menimbulkan
kepuasan, baik bagi internal perawat
maupun bagi organisasi dan konsumen.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
nilai r = 0,501 yang artinya kekuatan
korelasi sedang. Kekuatan korelasi
sedang dapat disebabkan karena sebagian
besar responden yang memiliki kepuasan
kerja yang tinggi yaitu sebanyak 70 orang
(61,4%) tidak hanya disebabkan oleh
faktor hubungan dengan atasan atau
caring leadership kepala ruangan tetapi
oleh faktor lain. Hal ini dibuktikan pada
kuisioner caring leadership ada yang
masih rendah yaitu pada fase knowing
nomor 6 yang berbunyi ”kepala ruangan
melakukan analisis masalah secara
sistematis” yang artinya kepala ruangan
belum maksimal untuk mengidentifikasi
masalah perawat di ruangan dengan baik.
Hal ini juga diperkuat pada kuisioner
kepuasan kerja perawat ada yang masih
rendah yaitu pada pertanyaan nomor 15
yang berbunyi kemampuan supervisi
(pengawasan) / atasan dalam membuat
keputusan. Didukung juga dengan hasil
penelitian pada kuisioner kepuasan kerja
perawat tinggi yang dirasakan oleh
sebagian besar responden bukan karena
faktor kepemimpinannya melainkan
karena faktor lain seperti hubungan
dalam bekerjasama antar perawat, sikap
teman-teman seprofesi dan kesesuaian
antar tingkat pekerjaan dan latar belakang
pendidikan keperawatan.
SIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
adanya hubungan positif yang sedang
antara caring leadership kepala ruangan
dengan kepuasan kerja perawat pelaksana
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Wangaya Denpasar
dengan nilai p = 0,001 dan nilai r = 0,50
dimana sebagian besar perawat
merasakan caring leadership kepala
ruangan tinggi sebanyak 98 orang
(86,0%) dan sebagian besar perawat
mempunyai kepuasan kerja tinggi
sebanyak 70 orang (61,4%).
SARAN
Disarankan kepada kepala
ruangan untuk senantiasa menerapkan
dan meningkatkan caring leadership
kepada staffnya untuk mengembangkan
kepuasan kerja perawat. Kepada bidang
keperawatan juga disarankan untuk
membuat program pengembangan staf ke
perawat, untuk melakukan survey
kepuasan kerja perawat secara
komprehensif yang dilakukan secara
berkala.
DAFTAR RUJUKAN
1. Suroso J. Penataan sistem jenjang
karir berdasar kompetensi untuk
meningkatkan kepuasan kerja dan
kinerja perawat di rumah sakit.
Eksplanasi 2012;6(2).
2. Sutrisno E. Manajemen Sumber
Daya Manusia Cetakan Keenam.
Jakarta Pranada Media Gr 2014;
3. Wang Y, Dong W, Mauk K, Li P,
Wan J, Yang G, et al. Nurses’
practice environment and their job
satisfaction: A study on nurses caring
for older adults in shanghai. PLoS
One 2015;10(9):e0138035.
4. Yanidrawati K. Hubungan kepuasan
Peran Caring Leadership Kepala Ruangan
109
Bali Health Journal
4(2) 2020
kerja dengan kinerja perawat di
ruang rawat inap rumah sakit umum
daerah kabupaten bekasi. Students e-
Journal 2012;1(1):32.
5. Wati N, Made N, Dwiantoro L,
Ardani MH. Pengaruh Caring
Leadership Kepala Ruang Terhadap
Burnout Perawa Pelaksana Di
Rumah Sakit Umum Daerah
Wangaya Denpasar. 2017;
6. Hasibuan MSP. Manajemen sumber
daya manusia. Bumi Aksara; 2010.
7. Lin L-C. The relationship between
managers’ leadership style and
employee job satisfaction in Taiwan
fashion retail department stores.
2004;
8. Wati NMN, Dwiantoro L,
Juanamasta IG. Caring Leadership
Mentoring for Charge Nurse in
Inpatient Units. 2019;
9. Wati NMN, Ardani H, Dwiantoro L.
Implementation of Caring
Leadership Model Had an Effect on
Nurse’s Burnout. J Ners dan
Kebidanan Indones 2018;5(3):165–
73.
10. Suwatno H, Priansa DJ. Manajemen
SDM dalam organisasi Publik dan
Bisnis. Bandung Alf 2011;
11. Wijono S. Psikologi industri &
organisasi. Kencana; 2010.
12. Suwarno M, Lestari SP. Hubungan
Pola Komunikasi Atasan Dan
Bawahan Terhadap Kinerja
Karyawan PT. Sinergi Adiguna
Pratama Penempatan Di Menara
Suara Merdeka. J Egaliter 2019;3(5).
13. Yukl GA. Leadership in
organizations. 2010.
14. Tondok MS, Andarika R. Hubungan
antara persepsi gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional
dengan kepuasan kerja karyawan.
Psyche (Stuttg) 2004;1(1):35–48.
BHJ 4(2) 2020
BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
ANTI-PROLIFERATIVE AND ANTI-METASTASIC AGENTS OF
BALINESE LONG PEPPER (Piper retrofractum Vahl) EXTRACT IN
BREAST CANCER
Violin Weda Yani1, Varennia Bhargah2, I Gede Agus Darsana Palgunadi3, I Putu Sri
Indrani Remitha4, I Made Winarsa Ruma5
1,2,3,4,5 Faculty of Medicine, Udayana University, Bali, Indonesia
ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker payudara merupakan suatu keganasan yang menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Menurut
data WHO tahun 2018, terdapat 2.1 juta kasus kanker payudara dengan angka mortalitas mencapai 627.000. Treatment
kanker payudara saat ini yaitu operasi, terapi radiasi, terapi hormonal serta kemoterapi. Akan tetapi, pengobatan tersebut
memiliki efek samping seperti neuropati, rasa lelah setelah menjalani kemoterapi, dan alopecia. Bahan alam menjadi pilihan untuk mengatasi kelemahan tersebut, salah satunya pemanfaatan potensi piperin dalam tabia bun (Piper retrofractum Vahl).
Tujuan: mendeskripsikan potensi Piper retrofractum sebagai agen anti prolierasi dan anti metastasis pada kanker payudara.
Metode: studi telaah pustaka dari jural yang relevan dengan topik bahasan. Hasil: Piperin dapat meningkatkan
bioavailabilitas banyak obat dengan cara meningkatkan penyerapan dari usus, menekan metabolisme obat dalam jaringan paru dan hati melalui menghambat CYP3A4 dan P84 glikoprotein P84. Piperin mudah diserap di usus dan diekskresikan
melalui urine dan tinja, sehingga menimbulkan efek toksik yang minimal. Piperin dalam tabia bun dapat menurunkan
proliferasi sel kanker payudara mencapai 40%. Piperin dalam tabia bun juga dapat menghambat epidermal growth factor
(EGF) dengan cara menginduksi penurunan ekspresi MMP-9 dan MMP-13. Piperin akan bekerja melalui penghambatan NF-κB dan fosforilasi PKCα serta aktivasi AP-1 dengan mengintervensi jalur persinyalan extracellular signal-regulated kinase
(ERK) 1 / 2, p38 MAPK, dan Akt yang menghasilkan penghambatan migrasi dan metastase sel kanker payudara.
Kesimpulan: Tabia bun (Piper retrofractum Vahl) mengandung piperin yang memiliki banyak sifat seperti antiproliferatif,
anti migrasi dan antimetastatik untuk kanker payudara.
Kata Kunci: anti-metastasis, anti-proliferasi, kanker payudara, piperine, piper retrofractum
ABSTRACT
Background: Breast cancer is malignancy that becomes significant health problem in the world. According to WHO data in
2018, there were 2.1 million cases of breast cancer with mortality rate reaching 627,000. Current breast cancer treatments are surgery, radiation therapy, hormonal therapy and chemotherapy. However, these treatments have side effects such as
neuropathy, fatigue after undergoing chemotherapy, and alopecia. Natural ingredients are the choice to overcome these
weaknesses, one of which is the utilization of piperine in Balinese long pepper (Piper retrofractum Vahl). Purpose: to
describe the potential effect of Piper retrofractum for breast cancer. Method: using literature study method, and the literature sources consist of relevant journals from search engines. Result: Piperine can increase the bioavailability of many
drugs by increasing absorption from the intestine, suppressing the metabolism of drugs in lung and liver tissue by inhibiting
CYP3A4 and P84 glycoprotein P84. Piperine is easily absorbed in the intestine and excreted through urine and feces,
causing minimal toxic effects. Piperine in Balinese long pepper is able to reduce breast cancer cell proliferation by 40%. Piperine can also inhibit epidermal growth factor (EGF) by inducing decreased expression of MMP-9 and MMP-13. Piperine
will work through inhibition of NF-κB and PKCα phosphorylation and AP-1 activation by interfering extracellular signal-
regulated kinase (ERK) signaling pathway (ERK) 1/2, p38 MAPK, and Akt which results in inhibition of migration and metastasis of breast cancer cells. Coclusion: Balinese long pepper (Piper retrofractum Vahl) have many properties such as
antiproliferative, anti migration and antimetastatic for breast cancer.
Keywords: anti-metastatic, anti-proliferative, breast cancer, piperine, piper retrofractum.
Korespondensi:
Violin Weda Yani
Email: [email protected]
Article history
Submitted 18 October 2019 Accepted 10 October 2020
Published 18 November 2020
Anti-Proliferative and Anti-Metastasic
111
Bali Health Journal
4(2) 2020
INTRODUCTION
Breast cancer is malignancy that
is a major health problem in the world.
According to World Health Organization
(WHO) statistics in 2018, there are 2.1
million diagnosed breast cancer events
and 627,000 deaths with 90% of cases
found at advanced stage or metastasis.[1]
Data from the International Agency for
Research on Cancer (IARC) in 2018
shows that breast cancer is the most
common diagnosed cancer in women,
reaching 24.2% or about 1 in 4 new cases
of cancer diagnosed in women
worldwide.[2] The incidence of breast
cancer in Indonesia is recorded at 42.1
per 100,000 population in 2018 with
average mortality rate of 17 per 100,000
population.[3] Based on data from Bali
Provincial Health Office in 2011, 75% of
breast cancer patients were diagnosed at
advanced stage and 25% at early stage.[4]
Data from Association of
Indonesian Surgical Oncologists, patients
with stage 0 breast cancer have 98% life
expectancy for 10 years, stage II have 60-
70% within a period of 5 years, stage III
have 30-50% life expectancy and stage
IV have 15% life expectancy.[5]
Treatments of breast cancer that are used
today including surgery (mastectomy or
lumpectomy), radiation therapy,
hormonal therapy and chemotherapy,
which can be adjusted to the stage and
type of breast cancer.[6] However,
treatments of breast cancer have several
weaknesses such as chemotherapy that
cause many side effects like neuropathy,
cardiomyopathy, leukemia, and excessive
fatigue after undergoing chemotherapy,
and alopecia that is felt by more than
50% of breast cancer patients.
Metastatic condition is
characterized by the spread of cancer
cells from primary tumors to other
normal body tissues initiated by cell
release from primary tumors, invasion
and migration, intravasation, transport
through blood vessels or lymph,
extravasation and formation of secondary
tumors. Generally, breast cancer will
metastasize to the bones, skin, liver, lung
and adrenal. Increased cancer cell
metastasis to other parts of the body will
cause higher morbidity and mortality
rates.6 This condition causes the need for
alternative therapies with minimum side
effects for breast cancer.
Natural ingredients are often
thought to be the choice to overcome
current weaknesses of cancer treatment.
One of the potential natural ingredients
for anti-cancer therapy is Piper
retrofractum Vahl. Piper retrofractum
Vahl has many local names such as, cabai
jawa (Java), cabi sola (Madura), cabia
(Sulawesi), lada panjang (Malay) and
tabia bun (Bali). Balinese long pepper
(tabia bun) is a part of Ayurveda which is
a science that studies medicinal plants to
improve human health following these
phases, which are, cleansing, cell
rejuvenation and disease management.7
In Indonesia, Balinese long pepper plant
is designated as traditional medicinal
plant by the Indonesian Food and Drug
Supervisory Agency with superior
compounds, namely piperine and
flavonoid, as well as other ingredients
such as cavisin, essential oils, and
saponins. The pharmacological properties
of Piper retrofractum Vahl including
antioxidant, antimalarial, antibacterial,
central nervous depressant activity,
antidiabetic and even anticancer.[7]
METHOD
Writing a scientific paper, this
literature review using literature study
method. The literature sources consist of
relevant journals from search engines
such as www.pubmed.com,
proquest.com, and scholar.google.com.
Using the keyword: Anti-metastatic, Anti-
proliperative, Breast Cancer, Piperine,
Piper retrofractum. The inclusion criteria
are all breast cancer samples, and
references should not exceed the last ten
Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma
112
Bali Health Journal
4(2) 2020
years unless there is no new study related
to the contents of the reference. Forty-
five journals have been reviewed, 21 of
them were found suitable as a reference
for this literature.
RESULT
General Overview of Breast Cancer
Breast cancer can occur due to
interaction between environmental and
genetic factors. The pathogenesis begins
with invasive cancer cells that arise due
to molecular mutations and cellular
signaling pathways. The PI3K / AKT
pathway and the RAS / MEK / ERK
pathway is able to protect normal cells
from cell death. When mutations occur in
genes that encode these pathways, cells
become unable to carry out apoptosis
when they are no longer needed, thus
leading to cancer development. Some
mutations associated with breast cancer
are p53, BRCA1 and BRCA2. Mutation
conditions will cause uncontrolled cell
proliferation, lack of attachment and
metastasis to distant organs.[8] According
to The Cancer Genome Atlas Network
(TCGA), there are four subtypes of breast
cancer with genetic deviations namely
Luminal A, Luminal B, Basal- Like, and
HER-2 Positive.[9]
Luminal A breast cancer is the
most common subtype. This type has
characteristics which are positive
estrogen receptor (ER), and/or positive
progesterone receptor (PR), and negative
Human endothelial growth Factor
Receptor 2 (HER2). This subtype is
usually found at low stage breast cancer
with low aggressiveness level, thus it has
good prognosis. Meanwhile, luminal B
breast cancer has characteristic like
positive ryaotu estrogen receptor (ER),
and/or positive progesterone receptor
(PR), and positive Human endothelial
growth Factor Receptor 2 (HER2).
However, positive ER and negative PR
are found more often. The prognosis of
luminal B breast cancer is worse than
Luminal A.[10,11] Basal-Like breast cancer
is an aggressive subtype characterized by
Triple Negative (negative ER, negative
PR, and negative HER2), cytokeratin 5/6,
and/or positive EGFR.[12] Positive HER2
type (HER2 +) is a subtype that is rarely
found in breast cancer patients but is an
aggressive subtype and is often found at
advanced stage breast cancer. Estrogen
and progesterone receptors in this
subtype are negative.[10,11]
Overview of Piper retrofractum Vahl
Fruit
Piper retrofractum Vahl has many
local names like cabai jawa (Java), cabi
sola (Madura), cabia (Sulawesi), lada
panjang (Malay) and tabia bun (Bali). In
addition to its abundant presence in Bali,
Balinese long pepper (tabia bun) is also
widely grown throughout Indonesia
because it is highly adaptable. Some
bioactive compounds such as piperine
alkaloid, cavisin, piperidine, isobutane-
trans-2-trans4-dienamide; saponins,
polyphenols, essential oils, palmitic acid,
tetrahydropyperic acid, 1 undesilenyl-3,4
methylenedioxybenzene, sesamin, and
piplartine are present in Balinese long
pepper fruit. The percentage of piperine
content in this fruit is about 2% and
essential oil is about 1%. Balinese long
pepper fruit’s essential oils consists of
three main components, namely β-
caryophyllene (17%), pentadecane
(17.8%) and β-bisabolene (11.2%).[13]
Figure 1. Piperidine alkaloids isolated
from P. retrofractum Vahl.13
Anti-Proliferative and Anti-Metastasic
113
Bali Health Journal
4(2) 2020
Extracting Piperine from Piper
retrofractum Vahl Fruit
Extraction is the process when
soluble and insoluble chemicals are
separated. The appropriate type of
extraction depends on the water content
and texture of the plant’s part that wanted
to be extracted towards the type of
compound that is isolated. Extraction
method that can be used to extract Piper
retrofractum Vahl fruit is maceration.
Maceration is an example of a solid-
liquid extraction method that is carried
out in phases by leaving the solid part of
the substance submerged in certain
solvents. The residue that has been
formed can be extracted again with new
solvents; this process can be repeated
several times as needed. The first process
is the making of Piper retrofractum Vahl
simplicia. It begins with washing 1
kilogram of fruit and then drained dry.
Next, the fruit is sun- dried for several
days, then grind or mash until it becomes
powder. Sift the powder until smooth
then take as much as 500 grams powder
and stored in a dry airtight container.
Continued by the process of making
Piper retrofractum Vahl ethanol extract.
The powder is put into a container
(beaker glass) and 95% ethanol is added
as much as 2 liters until the powder is
submerged in a container which later is
covered with aluminium foil. Next, stir
and let stand for 48 hours, then extract
several times to obtain clear filtrate and
concentrated with rotary evaporator at
temperature of 50°C. Weigh the extracted
mass and put it in a container. Then cover
the extract container with aluminium foil
and store it in the refrigerator so that
solid piperine extract is formed from
Piper retrofractum Vahl fruits.[14]
Figure 2. (A) Inhibition of growth by piperine in 4T1 cells; (B) The IC50 values of
piperine on 4T1 cells.[17]
Figure 3. (A) The apoptotic cell death was quantified as Annexin V; (B) Western blot
analysis of caspase 3, Bcl-2 and Bax in 4T1 cells treated with or without piperine.[17]
Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma
114
Bali Health Journal
4(2) 2020
Figure 4. Down-regulated the expression of MMP-9 and MMP-13. The mRNA expression
of MMP-9 and 13 in 4T1 cells treated by piperine at different concentrations (0, 70, and
140 μmol/L) for 24 h was detected by real-time PCR.[17]
Figure 5. Piperine inhibited the metastasis of 4T1 tumors in vivo. 4T1 cells were implanted
subcutaneously into the female BALB/c mice. After three days of implantation, piperine
was dissolved in 0.2% DMSO and intratumorally injected every three days for three
times.[17]
Figure 6. Piperine inhibited 4T1 cell migration in vitro. [17]
DISCUSSION
Until now, piperine is the first and
the most effective bio enhancer. Piperine
can enhance the bioavailability of many
drugs by increasing absorption from
intestine, suppressing drugs metabolism
in lung and liver tissue by inhibiting
CYP3A4 and P84 glycoprotein P84.[15]
According to pharmacokinetic study in
humans, there is no accumulation of
piperine after daily oral dose of 20 mg
piperine for 7 days which is observed in
blood serum. About 97% of piperine will
be absorbed in the intestine while the
remaining 3% will be excreted in urine
and feces.16 There are no studies showing
piperine toxicity in humans in the
Anti-Proliferative and Anti-Metastasic
115
Bali Health Journal
4(2) 2020
included literature, but in vivo studies
show that doses above 1.12 mg/kg is able
to cause central nervous system
depression and reproductive toxicity.
The in vitro anti-proliferative
effect of piperine was tested on 4T1 cells
at dose of 140 μmol / L and 280 μmol / L
for 24 hours (Figure 2A). The results
showed reduction in cell viability from
100% to 78% and 48% compared to the
control group. Piperine administration for
48 hours at dose of 140 μmol / L and 280
μmol / L, was able to cause decreased in
cell viability from 100% to 33% and 18%
(Figure 2A). IC50 values for piperine
were 105 ± 1.08 μmol / L for 48 hours,
and 78.52 ± 1.06 μmol / L for 72 hours
treatment (Figure 2B), which indicated
that inhibition of breast cancer cell
growth was dose dependent. [17]
The piperine content in 100 ug /
mL Piper retrofractum Vahl extract
successfully acts as an anti-proliferative
as much as 40% in breast cancer cells.[18]
Besides piperine, Piper retrofractum
Vahl extract also contains 6.56 mg QE / g
flavonoid compounds which can increase
p53 expression and have 95.89%
inhibitory effect in MCF-7 cells with 250
μg / mL concentration.[19]
The anti-metastatic effect of
piperine can be tested using different
concentrations, starting from 0, 140, and
280 μmol / L for 24 hours, analysed by
Annexin V-FITC / PI double-labelled
flow cytometry. Administration of
piperine of 140 and 280 μmol / L for 24
hours, increased apoptosis by 24.2% and
23.6% compared to control group (Figure
3A). Studies by Lai et al. show that, the
effect of piperine on the expression levels
of the Bcl-2 family, the pro-apoptotic
Bax and the anti-apoptotic Bcl-2, which
regulates mitochondrial apoptosis (Figure
3B). When Bax is overexpressed in cells,
apoptotic death in response to death
signals is accelerated, while Bcl-2 is
overexpressed, it is heterodimerized with
Bax and the cell death is repressed.
Following the exposure to piperine, it is
found that there is no change of Bax and
Bcl-2 at protein levels in the 4T1 cells,
indicating that the apoptosis induced by
piperine is not dependent of the Bcl-2
pathway. In addition, the anti-metastatic
effect of piperine is also related to Matrix
Metalloproteinases (MMPs). This protein
has the capacity to reduce the
extracellular matrix (ECM) component
and change its biological function. It is
well-known that the process of tumor cell
metastasis requires the degradation of
ECM molecules in the basement
membrane, which is the largest barrier
between cancer cells and bloodstream.
The essential proteases that are involved
in ECM degradation contain MMPs. [17]
The content of piperine in Piper
retrofractum Vahl can affect the
expression of matrix metalloproteinases
(MMPs) such as MMP-1, MMP-2,
MMP-3 and MMP-9, MMP-13.[20] MMP-
9 is one of the largest MMP types in all
MMP family of proteinase enzymes
which has 92 kDa molecular weight.
MMP-9 has the ability to increase type
IV collagen degradation, which is the
main component of the basal membrane
which is also involved in cancer cells
metastasic process. Research in 2014
shows that increase in MMP-9 expression
is directly proportional to the increase in
tumor histology grade and metastasis.[21]
Piperine can significantly reduce MMP-9
and MMP-13 expressions (Figure 4). It
has been reported that piperine can
suppress MMP-9 expression in tumor
cells through inhibition of PKCα and
ERK phosphorylation and reduction of
NF-κB and AP-111 activation. MMP-13
has been shown to be expressed in more
invasive breast carcinoma cells, and some
evidence indicates that increased
expression of MMP-13 derived
independently from tumors has poor
prognosis. It is thought that the inhibitory
effect of piperine on oxygenase, p450
isoenzymes and cycloxygenase-1
expression can contribute to
antimetastatic quality. [17]
Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma
116
Bali Health Journal
4(2) 2020
4T1 cells can also metastasize to
various organs, such as the lungs. Lai et
al. showed that less metastasis in the
lungs of mice that had been given
piperine 5 mg/kg compared with control
mice (Figure 5). The results indicated that
piperine not only suppressed the growth
of local primary tumors but also
effectively controlled the occurrence of
spontaneous metastasis. Besides, piperine
is also be able to inhibit the ability of in
vitro 4T1 cells migrations which can be
proven by wound healing tests. Piperine
was administered to cell at concentrations
of 0,70, and 140 μmol / L, and the results
showed that piperine inhibited 4T1 cell
migration in dose-dependent manner
(Figure 6).17 Piperine is a compound that
can inhibit epidermal growth factor
(EGF) by inducing reduction on MMP
expression and working through
inhibition of NF-κB and activation of
AP-1 by interfering extracellular signal-
regulated kinase (ERK) signaling
pathway 1/2, p38 MAPK, and Akt which
results in inhibition of cell migration.[20]
CONCLUSION
Balinese long pepper (Piper
retrofractum Vahl) contains piperine,
flavonoids and essential oils which have
many properties such as, antioxidants,
antimalarial, antibacterial, central
nervous depressant activity, antidiabetic
and even anticancer. Piperine can
increase the bioavailability of many drugs
by increasing absorption from the
intestine, suppressing the metabolism of
drugs in lung and liver tissue by
inhibiting CYP3A4 and P84 glycoprotein
P84. Piperine acts as bioenhancer that is
widely used today since it is easily
absorbed in the intestine, and can be
excreted through urine and feces, and
causing minimal toxic effects. Piperine is
able to reduce 40% of breast cancer cell
proliferation. Flavonoid content in Piper
retrofractum Vahl can also increase the
expression of p53 and has inhibitory
effect towards MCF-7 breast cancer cells
growth. Piperine can inhibit epidermal
growth factor (EGF) by inducing
reduction in MMP-9 and MMP-13
expression. Piperine will work through
inhibition of NF-κB and PKCα
phosphorylation and AP-1 activation by
interfering extracellular signal-regulated
kinase (ERK) signalling pathway 1/2,
p38 MAPK, and Akt thus, it has the
ability to inhibit breast cancer cells
migration and metastasis.
SUGGESTION
Further research is needed to
determine the effectiveness of piperin in
Piper retrofractum at the in vivo level
research and clinical trials. It is hoped
that the piperin extract in the Piper
retrofractum can be used as a therapy for
the treatment of breast cancer in the
future.
REFERENCE
1. Bray F, ferlay J, Soerjomataram I,
Siegel R.L, Torre L.A, Jernal A.
Global Cancer Statistics 2018:
GLOBOCAN Estimates of Incidence
and Mortality Worldwide for 36
Cancers in 185 Countries. Ca Cancer
J Clin. 2018; 68:394-424.
2. International Agency for Research on
Cancer. Breast cancer awareness
month 2018 [home page on the
Internet]. 2018 [cited on 30 Sep
2019]. Available from:
https://www.iarc.fr/news-
events/breast-cancer-awareness-
month-2018/
3. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Hari Kanker Sedunia
[home page on the Internet]. 2019
[cited on 30 Sep 2019]. Available
from:
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=
19020100003
Anti-Proliferative and Anti-Metastasic
117
Bali Health Journal
4(2) 2020
4. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil
Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015
[home page on the Internet]. 2015
[cited on 30 Sep 2019]. Available
from:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/
subdomain/diskes/Profil Kesehatan
Provinsi Bali/Tahun
2015/Bali_Profil_2015.pdf
5. Kesehatan, M. Penanggulangan
Kanker Payudara dan Kanker Leher
Rahim. In: INDONESIA, K. K. R.
(ed.). Jakarta. 2015a.
6. Gradishar W.J, Anderson B.O,
Balassanian R, Blair S.L, Burstein
H.J, Cyr A, et al. Breast Cancer,
Version 4.2017, NCCN Clinical
Practice Guidelines in Oncology. J
Natl Compr Canc Netw.
2018;16(3):310–20.
7. Vaghora, Bhagyashri and Vinay
Shukla. Impact of Different
Phytochemical Classes and
Ayurvedic Plants in Battle against
Cancer. Int J Phar Sci Res (IJPSR).
2016;7(10):406–18.
8. Kabel A.M, and Baali F.H. Breast
Cancer: Insights into Risk Factors,
Pathogenesis, Diagnosis and
Management. J Can Res Treat.
2015;3(2):28-33.
9. Daemen A and Manning G. HER2 is
not a cancer subtype but rather a pan-
cancer event and is highly enriched in
AR-driven breast tumors. Breast
Cancer Res. 2018;20(8):1-16.
10. Dai X, Li T, Bai Z, Yang Y, Liu X,
Zhan J and Shi B. Breast cancer
intrinsic subtype classification,
clinical use and future trends. Am J
Cancer Res. 2015;5(10):2929-43.
11. Cho N. Molecular subtypes and
imaging phenotypes of breast cancer.
Ultrasonography. 2016;35(4):281-8.
12. Kim Y, Choi J, Lee J, Kim YS.
Expression of lactate/H+ symporters
MCT1 and MCT4 and their
chaperone CD147 predicts tumor
progression in clear cell renal cell
carcinoma: immunohistochemical and
The Cancer Genome Atlas data
analyses. Human Pathology 2015;46,
104–112.
13. Evizal, Rusdi. 2013. “Status
Fitofarmaka Dan Perkembangan
Agroteknologi Cabe Jawa (Piper
Retrofractum Vahl.).” J. Agrotropika
18(1):34–40.
14. Chopra B, Dhingra A.K, Kapoor A.P,
and Prasad D.N. Piperinee and its
various physicochemical and
biological aspects: A Review. Open
Chemistry Journal. 2016;3:75-96.
15. Pachauri M, Dogra E and Ghosh P.C.
Piperine loaded PEG-PLGA
Nanoparticles: preparation,
characterization and targeted delivery
for adjuvant breast cancer
chemotherapy. Journal of Drug
Delivery Science and Technology.
2015:1-51.
16. Rohloff J. Risk Assessment of other
substance-Piperine. Opinion of the
Panel on Food Additives,
Flavourings, Processing Aids,
Materials in Contact with Food and
Cosmetics of the Norwegian
Scientific Committee for Food Safety.
2016:1-43.
17. Lai L, Fu Q, Liu Y, Jiang K, Guo Q,
Chen Q, et al. Piperine suppresses
tumor growth and metastasis in
vitro and in vivo in a 4T1 murine
breast cancer model. Acta Pharmacol
Sin. 2012;33(4):523-30.
18. Ekowati, HENY et al. Zingiber
Officinale, Piper Retrofractum and
Combination Induced Apoptosis and
p53 Expression in Myeloma and
WiDr Cell Lines. HAYATI Journal of
Biosciences 19(3):137–40.
19. Mulia, Kristina. 2015. Aktivitas
Antikanker dan Antioksidan Ekstrak
Cabe Jawa Secara In Vitro Terhadap
Sel MCF-7 yang Berasal dari
Berbagai Lokasi di Indonesia
(Thesis). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
20. Rather A.R and Bhagat M. Cancer
Chemoprevention and Piperine:
Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma
118
Bali Health Journal
4(2) 2020
Molecular Mechanisms and
Therapeutic Opportunities. Front Cell
Dev Biol. 2018;6:1–12.
21. Toth M, Sohail A, Fridman R.
Assesment of gelatines (MMP-2 and
MMP-9) by gelatin zygmography.
Methods Mol Biol. 2012;878:121-35.
119
MANUSCRIPT GUIDELINES
ABSTRACT FORMAT
1. File & Font Format
The authors must use Microsoft Word version 2003 or higher (file format is .doc or
.docx) for abstract preparation. For fonts, please use Times New Roman with font size of
12 point, for title please us Times New Roman with font size of 14 point.
2. Typing Area
The authors must use A4 size with top, bottom, and right margins of 2.5 cm and left
margin of 3 cm.
3. Organization of Abstract
a. Title
Please type title and bold letters, capitalize only the first letter of the first word, and
center on the width of the typing area and single-spaced if more than one line is
required. The title should be brief, descriptive and have all words spelled out.
b. Authors
Please list the author(s) name(s), single-spaced if more than one line is required.
Underline for the name of the presenter. Put asterisk sign “*” after the name of
corresponding author.
c. Author’s Affiliation
Please indicate institutional affiliation followed by city and country. In case that
authors are from different institutions, please use number typed in superscript for each
institution and author accordingly.
d. Abstract body
Objective: the purpose of the study
Methods: how the study was performed and statistical tests used
Results: the main findings
Conclusions: brief summary and potential implications
e. Keywords
Please list up to 5 keywords that best match the core content of the abstract.
120
ABSTRACT EXAMPLE
THE COMPARATION EFFECTIVENESS OF AMITRIPTYLINE
VERSUS GABAPENTIN AND EVALUATION THEIR SIDE EFFECT AS
NEUROPHATIC PAIN THERAPY IN ELDERLY WITH TYPE II
DIABETES MELLITUS
Made Krisna Adi Jaya1, Tuty Kuswardhani2, Fauna Herawati1, I.B.N Maharjana3
1Department of Clinical Pharmacy, Institute Health Science Medika Persada Bali, Bali-
Indonesia. 2Geriatric Department, Sanglah General Hospital, Bali-Indonesia. 3Department of Clinical Pharmacy, Udayana University Hospital, Bali-Indonesia.
Background: Neuropathy in diabetes mellitus is a disorder that occurs in the peripheral
nervous system. The incidence of diabetic neuropathy was found more prevalent in elderly
(44%) compared to adult (24%). Amitriptyline and Gabapentin are widely used on treatment
of neuropathic pain. There were variations in the results of the studies that have been done
related to effectiveness and safety between both drugs, causes the need further research,
especially on geriatrics. Objective: The aim of this study was to compare the effectiveness of
Amitriptyline versus Gabapentin and evaluation there side effects to treat diabetic
neuropathic pain in geriatric. Methods: A prospective cohort study involving 70 elderly were
observed during 4 weeks. The outcome targets were neuropathy pain reduction (≥ 2 unit) and
incidence of side effect. Non-parametric Wilcoxon, Mann Whitney, and Chi-Square test were
used to analyze the outcome. Result: The whole subjects who got Amitriptyline or
Gabapentin decreased pain scale ≥ 2 units compared to baseline. Comparison head to head at
low doses, Amitriptyline showed reduce pain intensity greater than Gabapentin (p < 0.05),
while on therapeutic doses show there was no difference in efficacy between two drugs (p >
0.05). The adverse events on low doses showed Amitriptyline has significantly greater (p <
0.05) compared into Gabapentin, but there was no statisticaly difference on therapeutic doses
in both groups (p > 0.05). Conclusion: Amitriptyline was found better in reducing diabetic
neuropathic pain intensity compared to Gabapentin, but the side effect was higer than
Gabapentin.
Keywords: Diabetes Neuropatic Pain, Effectiveness, Side Effect, Amitrptyline, Gabapentin.
121
FULL PAPER FORMAT
The text of articles amounting to up to 3000 words (excluding Abstract, references and
Tables) should be divided into sections with the headings Abstract (structured), Keywords,
Introduction, Methods, Results, Discussion, Conclusion, References, Tables and Figure
legends.
1. Abstract
Abstract preparation can be seen in the abstract preparation manual.
2. Introduction
State the purpose and summarize the rationale for the study or observation.
3. Methods
It should include ethics approval (for human being and animal used as subjects) and study
design and setting of the study, the characteristics of participants or description of
materials a clear description of all processes, interventions and comparisons. Generic
drug names should generally be used. When proprietary brands are used in research,
include the brand names in parentheses the type of statistical analysis used, including a
power calculation if appropriate.
4. Results
Present your results in a logical sequence in the text, tables, and illustrations, giving the
main or most important findings first. Do not repeat in the text all the data in the tables or
illustrations; emphasize or summarize only important observations. Restrict tables and
figures to those needed to explain the argument of the paper and to assess its support. Use
graphs as an alternative to tables with many entries; do not duplicate data in graphs and
tables.
5. Discussion
Include summary of key findings (primary outcome measures, secondary outcome
measures, results as they relate to a prior hypothesis); Strengths and limitations of the
study. Interpretation and implications in the context of the totality of evidence (what this
study adds to the available evidence, any new possible mechanisms etc); Controversies
raised by this study; and Future research directions (for this particular research
collaboration, underlying mechanisms, clinical research etc). Do not repeat in detail data
or other material given in the Introduction or the Results section. In particular,
contributors should avoid making statements on economic benefits and costs unless their
manuscript includes economic data and analyses. Avoid claiming priority and alluding to
work that has not been completed. New hypotheses may be stated if needed, however
they should be clearly labeled as such. About 30 references can be included.
6. Conclusion:
This should state clearly the main conclusions and provide an explanation of the
importance and relevance of the study reported.
7. References:
References should be numbered consecutively in the order in which they are first
mentioned in the text (not in alphabetic order). Identify references in text, tables, and
legends by Arabic numerals in square bracket after the punctuation marks.
122
a. Articles in Journals
• Standard journal article (for up to six authors):
Gupta H, Aqil M, Khar RK, Ali A, Sharma A, Chander P. Development and
Validation of Stability Indicating RP-UPLC method for the Quantitative analysis
of Sparfloxacin. J Chromatogr Sci. 2010; 48 (1): 1-6.
• Standard journal article (for more than six authors):
List the first six contributors followed by et al. Nozari Y, Hashemlu A, Hatmi ZN,
Sheikhvatan M, Iravani A, Bazdar A, et al. Outcome of coronary artery bypass
grafting in patients without major risk factors and patients with at least one major
risk factor for coronary artery disease. Indian J Med Sci 2007;61:547-54
• Volume with supplement:
Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational
lung cancer. Environ Health Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82.
• Issue with supplement:
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women's psychological reactions to breast
cancer. Semin Oncol 1996; 23(1, Suppl 2):89-97.
b. Books and Other Monographs
• Personal author(s):
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed.
Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.
• Editor(s), compiler(s) as author:
Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York:
Churchill Livingstone; 1996.
• Chapter in a book:
Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM,
editors. Hypertension: pathophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New
York: Raven Press; 1995. pp. 465-78.
c. Electronic Sources as reference
• Journal article on the Internet
Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes: the ANA acts in an
advisory role. Am J Nurs [serial on the Internet]. 2002 Jun [cited 2002 Aug
12];102(6):[about 3 p.]. Available from: http://www.nursingworld.org/AJN/
2002/june/ Wawatch.htm
• Monograph on the Internet
Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer [monograph
on the Internet]. Washington: National Academy Press; 2001 [cited 2002 Jul 9].
Available from: http://www.nap.edu/books/0309074029/html/.
• Homepage/Web site
Cancer-Pain.org [homepage on the Internet]. New York: Association of Cancer
Online Resources, Inc.; c2000-01 [updated 2002 May 16; cited 2002 Jul 9].
Available from: http://www.cancer-pain.org/.
• Part of a homepage/Web site
American Medical Association [homepage on the Internet]. Chicago: The
Association; c1995-2002 [updated 2001 Aug 23; cited 2002 Aug 12]. AMA
Office of Group Practice Liaison; [about 2 screens]. Available from:
http://www.amaassn.org/ama/pub/category/1736.htm
123
8. Illustrations And Figures (If Any)
a. Figures should be numbered consecutively according to the order in which they have
been first cited in the text.
b. Labels, numbers, and symbols should be clear and of uniform size. The lettering for
figures should be large enough to be legible after reduction to fit the width of a
printed column.
c. Symbols, arrows, or letters used in photomicrographs should contrast with the
background and should be marked neatly with transfer type or by tissue overlay and
not by pen.
d. Titles and detailed explanations belong in the legends for illustrations not on the
illustrations themselves.
e. When graphs, scatter-grams or histograms are submitted the numerical data on which
they are based should also be supplied.
f. The photographs and figures should be trimmed to remove all the unwanted areas.
g. If photographs of individuals are used, their pictures must be accompanied by written
permission to use the photograph.
h. If a figure has been published elsewhere, acknowledge the original source and submit
written permission from the copyright holder to reproduce the material. A credit line
should appear in the legend for such figures.
i. Legends for illustrations: Type or print out legends (maximum 40 words, excluding
the credit line) for illustrations using double spacing, with Arabic numerals
corresponding to the illustrations. When symbols, arrows, numbers, or letters are used
to identify parts of the illustrations, identify and explain each one in the legend.
Explain the internal scale (magnification) and identify the method of staining in
photomicrographs.
j. Final figures for print production: If the images uploaded are not printable quality, the
publisher office may request for higher resolution images which can be sent at the
time of aceptance of the manuscript. Send sharp, glossy, un-mounted, color
photographic prints, with height of 4 inches and width of 6 inches at the time of
submitting the revised manuscript. Print outs of digital photographs are not
acceptable. If digital images are the only source of images, ensure that the image has
minimum resolution of 300 dpi or 1800 x 1600 pixels in TIFF format. Send the
images on a CD. Each figure should have a label pasted (avoid use of liquid gum for
pasting) on its back indicating the number of the figure, the running title, top of the
figure and the legends of the figure. Do not write the contributor/s' name/s. Do not
write on the back of figures, scratch, or mark them by using paper clips.
9. Tables And Captions
a. Tables should be self-explanatory and should not duplicate textual material.
b. Tables with more than 10 columns and 25 rows should be avoided.
c. Number tables, in Arabic numerals, consecutively in the order of their first citation in
the text and supply a brief title for each.
d. Place explanatory matter in footnotes, not in the heading.
e. Explain in footnotes all non-standard abbreviations that are used in each table.
f. Obtain permission for all fully borrowed, adapted, and modified tables and provide a
credit line in the footnote.
g. For footnotes use the following symbols, in this sequence: *, †, ‡, §, ||,¶ , **, ††, ‡‡
h. Tables with their legends should be provided at the end of the text after the references.
i. The tables along with their number should be cited at the relevant place in the text
124
10. Declaration
a. List of abbreviations
If abbreviations are used in the text they should be defined in the text at first use, and
a list of abbreviations should be provided.
b. Ethics approval and consent to participate
Manuscripts reporting studies involving human participants, human data or human
tissue must:
1. include a statement on ethics approval and consent (even where the need for
approval was waived)
2. include the name of the ethics committee that approved the study and the
committee’s reference number if appropriate
c. Funding
All sources of funding for the research reported should be declared. The role of the
funding body in the design of the study and collection, analysis, and interpretation of
data and in writing the manuscript should be declared.
d. Acknowledgements
Please acknowledge anyone who contributed towards the article who does not meet
the criteria for authorship including anyone who provided professional writing
services or materials.
125
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
FORMAT ABSTRAK
1. Format Berkas (File) dan Font
Dalam penyusunan abstrak, penulis diwajibkan menggunakan format file Microsoft Word
Versi 2003 atau lebih tinggi (format file .doc atau .docx). Untuk font style penulis
diharapkan menggunakan tipe “Times New Roman” dengan ukuran 12 pt, dan gunakan
ukuran 14 pt untuk judul abstrak.
2. Format Margin Penulisan
Penulis diwajibkan untuk menggunakan ukuran kertas A4 (8,3 x 11,7 inch) dengan batas
tepi atas, kanan, dan bawah sebesar 2,5 cm, sedangkan batas tepi kiri sebesar 3 cm.
3. Konten Yang Wajib Terdapat Dalam Abstrak
b. Judul Abstrak
Judul Abstrak disusun dengan huruf bercetak tebal (bold), kapital, dan diatur berada
di tengah-tengah (center), dengan spasi 1 pt (single space). Judul abstrak disusun
dengan singkat, padat, dan jelas.
c. Nama Penulis utama dan penulis lainnya (first and co-author)
Nama penulis ditulis lengkap dan disertakan dengan nomor di blakang penulis.
Diawali dari penulis utama dan dilanjutkan dengan penulis tambahan. Tambahkan
tanda “*” pada nama penulis yang akan menjadi penulis koresponding.
d. Afiliasi penulis
Afiliasi penilis disusun berdasarkan asal institusi yang dilengkapi dengan informasi
kota dan negara institusi. Gunakan nomor yang terdapat pada nama author untuk
menunjukkan afiliasi penulis tersebut.
e. Konten di dalam abstrak
Penulisan abstrak direkomendasikan mengandung Latar Belakang (Objective),
Metode (Method), Hasil (Result), dan Kesimpulan (Conclusion). Abstrak ditulis
dengan satu spasi, tidak diperkenankan mengandung tabel atau gambar, dan tidak
diperkenankan mengandung lebih dari 250 kata.
• Objective : Mengandung masalah dan tujuan studi.
• Methods : Mengandung bagaimana studi dilakukan lengkap dengan
metode analisisnya.
• Result : Paparan hasil penelitian dan temuan-temuan yang didapatkan
dalam studi yang telah dilakukan
• Conclusions : Rangkuman singkat dari hasil studi dan implikasi
potensialnya yang dapat dimanfaatkan oleh kehidupan manusia.
f. Kata Kunci (keywords)
Kata kunci harus memiliki 3-5 kata. Pilih kata kunci yang berkaitan dengan konten
studi yang dilakukan.
126
CONTOH ABSTRAK
PENDEKATAN ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI
PADA MOTIVASI PEGAWAI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
Gde Palguna Reganata1, Anak Ayu Sri Sarawati2
1,2Program Studi Administrasi Rumah Sakit, Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali
Latar Belakang: Statistika merupakan suatu ilmu yang mempelajari karakteristik data.
Sebagai salah satu alat analisis, penggunaan analisis faktor baik konfirmatori maupun
eksploratori di bidang manajemen banyak dilakukan. Salah satu indikator dalam manajemen
adalah motivasi kerja. Penelitian ini akan dilakukan di RS Bros Kota Denpasar. Tujuan:
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah dimensi-dimensi yang membentuk motivasi
seseorang. Metode: Pengambilan sampel ini menggunakan teknik total sampling. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis faktor. Hasil: Hasil penelitian dengan
menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) diperoleh 52 indikator yang
tersebar pada lima faktor yang dipertimbangkan pegawai ARS dalam motivasi bekerja pada
BROS. Kelima faktor ini mampu menjelaskan semua varian yang ada dalam data. Faktor
yang paling berpengaruh adalah faktor Physiological Needs, faktor ini memiliki eigen value
sebesar 8,755 dan memiliki variance sebesar 62,535 persen. Kesimpulan: Harga diri atau
kebutuhan atas status merupakan faktor dominan yang mempengaruhi motivasi. Saran kepada
pihak rumah sakit perusahaan dapat memberikan apresiasi dalam bentuk langsung
menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang
lain, memberikan surat penghargaan, memberi hadiah berupa uang tunai, memberikan
medali, memberikan kenaikan gaji dan promosi, dan pekerjaan itu sendiri (the job itself).
Kata Kunci: motivasi, administrasi rumah sakit, analisis faktor
127
FORMAT PENULISAN JURNAL (FULL TEXT)
Artikel yang akan dipublikasi diharapkan mengandung tidak lebih dari 3000 kata, tidak
termasuk abstrak, daftar rujukan, dan tabel. Artikel harus mengandung konten berupa
abatrak, kata kunci, pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, kesimpulan, daftar rujukan,
tabel, gambar, dan deklarasi penulis. Konten-konten tersbut akan dijelaskan lebih rinci
sebagai berikut:
1. Abstrak
Penyusunan abstrak dapat dilihat pada petunjuk penyusunan abstrak.
2. Pendahuluan
Pada bagian ini, penulis diharapkan memaparkan latar belakang dan tujuan studi yang
relevan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
3. Metode
Pada bagian metode, diharapkan menjelaskan dengan singkat dan jelas terkait desain
studi, rancangan penelitian, karakteristik subjek penelitian atau deskripsi bahan-bahan
dan material yang digunakan dalam penelitian beserta seluruh langkah-langkah kerja
yang dilakukan, jika penelitian klinis harus jelas klasifikasi kelompok penelitian
(kelompok intervensi/kontrol). Jika terdapat nama bahan berupa brand, diharapkan
menyebutkan nama generik setiap bahan atau obat yang digunakan. Setiap penelitian
yang melibatkan subjek manusia atau hewan, harus melampirkan persetujuan etik.
4. Hasil
Susun hasil penelitian secara sistematis, baik dalam bentuk tabel, gambar, maupun
ilustrasi. Paparkan temuan yang paling penting atau dominan terlebih dahulu. Jangan
membahasakan kembali data yang telah terpapar pada tabel, gambar, maupun
ilustrasi. Penekanan hasil dan rangkuman singkat diperbolehkan jika hasil tersebut
sangat penting dan diperlukan. Gunakan grafik / kurva untuk menghindari data dalam
tabel yang terlalu banyak. Jangan mengulang kembali data yang telah terpapar pada
tabel dan grafik/kurva.
5. Pembahasan
Bahas hasil penting yang telah dipaparkan dalam hasil seperti outcome primer,
sekunder, paparan hasil-hasil penelitian serupa dengan hipotesis yang sama, kekuatan
dan kelemahan penelitian. Jabarkan Implikasi dan interpretasi dari hasil penelitian
yang dikaitkan dengan evidence-evidence yang kuat. Jika diperlukan paparkan
kontroversi yang terjadi antara hasil penelitian dengan teori, dan rekomendasi untuk
arah penelitian selanjutnya. Jangan mengulangi kembali langkah kerja, bahan/material
penelitian, dan hasil yang telah terjabarkan dalam metode dan hasil penelitian secara
detail. Penulis disarankan untuk tidak memberikan pembahasan terkait keuntungan
ekonomis, kecuali konten dari studi mencakup penelitian analisis ekonomi. Hindari
penyampaian keterbatasan penelitian berupa kerjaan yang belum tuntas diselesaikan
oleh peneliti. Penyataan hipotesis baru dapat dilakukan, dengan catatan hipotesis baru
tersebut harus didukung minimal oleh 30 sumber terpercaya yang valid dan kredibel. 6. Kesimpulan
Pada bagian kesimpulan, harus menyatakan dengan jelas kesimpulan utama dan
penjelasan akan pentingnya penelitian yang dilaporkan serta relevansinya di lapangan.
128
7. Daftar Rujukan
a. Catatan Kaki
Catatan kaki dicantumkan dengen memberi nomor refrensi rujukan secara
berurutan sesuai dengan urutan yang pertama kali disebutkan di dalam teks (tidak
dalam susunan alfabetis). Identifikasi refrensi dilakukan dengan penomoran arab
dengan tanda kurung bracket format superscript setelah tanda baca.
Contoh catatan kaki:
low irritation, adequate bioavailability, and compatibility with ocular tissues,
should be sought for every suspended drug.[13, 14]
b. Daftar Rujukan:
Daftar rujukan disusun dengan format vancouver style dengan contoh
penyuntungan refrensi yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Menyunting Artikel dalam Jurnal
• Artikel jurnal umum (tulis nama autor hingga penulis ke enam, jika lebih
dari 6 author, setelah penulis ke enam dilanjutkan dengan et al). Contoh:
a. Gupta H, Aqil M, Khar RK, Ali A, Sharma A, Chander P.
Development and Validation of Stability Indicating RP-UPLC method
for the Quantitative analysis of Sparfloxacin. J Chromatogr Sci. 2010;
48 (1): 1-6.
b. Nozari Y, Hashemlu A, Hatmi ZN, Sheikhvatan M, Iravani A, Bazdar
A, et al. Outcome of coronary artery bypass grafting in patients
without major risk factors and patients with at least one major risk
factor for coronary artery disease. Indian J Med Sci 2007;61:547-54
• Volume jurnal dengan data tambahan “supplement data”:
Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and
occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994; 102 Suppl
1:275-82.
• Issue jurnal dengan data tambahan “supplement data”:
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women's psychological reactions to
breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1, Suppl 2):89-97.
2. Menyunting Buku dan Daftar Monografi
• Penulis perorangan (contoh) :
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd
ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.
• Editor, penyusun sebagai penulis (contoh) :
Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people.
New York: Churchill Livingstone; 1996.
• Bab dalam sebuah buku (contoh):
Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH,
Brenner BM, editors. Hypertension: pathophysiology, diagnosis, and
management. 2nd ed. New York: Raven Press; 1995. pp. 465-78.
3. Menyunting informasi dari media elektronik
• Artikel jurnal di internet (contoh) :
Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes: the ANA acts
in an advisory role. Am J Nurs [serial on the Internet]. 2002 Jun [cited
2002 Aug 12];102(6):[about 3p.]. Available from:
http://www.nursingworld.org/ AJN/2002/june/Wawatch.htm
• Data Monografi di Internet (contoh) :
129
Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer
[monograph on the Internet]. Washington: National Academy Press; 2001
[cited 2002 Jul 9]. Available from:
http://www.nap.edu/books/0309074029/ html/.
• Suatu beranda dalam website / Homepage-Web site (contoh) :
Cancer-Pain.org [homepage on the Internet]. New York: Association of
Cancer Online Resources, Inc.; c2000-01 [updated 2002 May 16; cited
2002 Jul 9]. Available from: http://www.cancer-pain.org/
• Sub bagian dari suatu beranda website / Part of a homepage-Web site
(contoh) :
American Medical Association [homepage on the Internet]. Chicago: The
Association; c1995-2002 [updated 2001 Aug 23; cited 2002 Aug 12].
AMA Office of Group Practice Liaison; [about 2 screens]. Available
from: http://www.amaassn.org/ama/pub/category/1736.htm
8. Format Ilustrasi Dan Gambar
a. Gambar harus diberi nomor sesuai dengan kemunculannya di dalam jurnal.
b. Judul, nomor, dan simbol dalam gambar harus jelas, seragam, dan konsisten.
Tulisan dalan gambar harus proporsional untuk dapat dilihat dengan nyaman.
c. Simbol, tanda panagh, atau huruf dalam sebuah gambar harus memiliki latar
belakang yang kontras, menghindari tidak jelas terbacanya gambar tersebut.
d. Judul dan penjelasan detail gambar, tidak dimuat di dalam gambar, tetapi
disusun diluar gambar.
e. Jika terdapat grafik, diagram, atau histogram yang penting untuk dimasukkan
ke dalam jurnal, maka data tersebut harus dilampirkan secara terpisah dengan
file data tambahan / supplementary data
f. Foto dan gambar disusun rapi, dengan membuang bagian – bagian pada area
yang tidak diperlukan.
g. Jika foto yang disertakan dalam jurnal, bukan merupakan milik penulis, maka
diwajibkan untuk menyertakan kepemilikan / nyunting pemilik gambar pada
jurnal.
h. Jika gambar yang akan dilampirkan telah terpublikasi sebelumnya,
penggunaan gambar tersebut harus mendapatkan persetujuan penulis dalam
jurnal yang terpublish tersebut.
i. Keterangan gambar: Ketik keterangan (maksimal 40 kata) menggunakan spasi
ganda, dengan angka Arab. Bila simbol, panah, angka, atau huruf digunakan
untuk mengidentifikasi bagian ilustrasi, identifikasi dan jelaskan masing-
masing gambar dengan jelas.
j. Gambar akhir untuk pencetakan: Jika gambar yang diupload tidak tercetak
kualitasnya, kantor penerbit dapat meminta gambar beresolusi lebih tinggi
yang dapat dikirim pada saat pengambilan manuskrip. Kirimkan cetakan foto
berwarna tajam, glossy, un-mounted, dengan tinggi 4 inci dan lebar 6 inci
pada saat mengirimkan manuskrip yang telah direvisi. Jika gambar digital
adalah satu-satunya sumber gambar, pastikan gambar memiliki resolusi
minimal 300 dpi atau 1800 x 1600 piksel dalam format TIFF.
9. Format Tabel Dan Tanda
a. Tabel harus cukup jelas dan tidak boleh menduplikat materi teks.
b. Tabel dengan lebih dari 10 kolom dan 25 baris harus dihindari.
130
c. Nomor tabel, dalam angka Arab, berturut-turut sesuai urutan kutipan pertama
mereka dalam teks dan berikan judul singkat untuk masing-masing.
d. Tempatkan materi penjelasan dalam catatan kaki, bukan di judul.
e. Jelaskan dalam catatan kaki semua singkatan non-standar yang digunakan di
setiap tabel.
f. Untuk catatan kaki gunakan simbol berikut, dalam urutan ini: *, †, ‡, §, ||, ¶,
**, ††, ‡‡
g. Tabel bersama dengan nomor mereka harus dikutip di tempat yang relevan
dalam teks
10. Deklarasi Penulis
a. Daftar Singkatan
Jika singkatan digunakan dalam teks mereka harus didefinisikan dalam teks pada
penggunaan pertama, dan daftar singkatan harus disediakan.
b. Persetujuan Etik
Manuskrip yang melibatkan peserta manusia, data manusia atau jaringan
manusia harus:
1. Menyertakan sebuah pernyataan mengenai persetujuan dan persetujuan
etika
2. Sertakan nama komite etika yang menyetujui studi dan nomor referensi
panitia.
c. Pendanaan
Semua sumber pendanaan untuk penelitian yang dilaporkan harus diumumkan.
Peran lembaga pendanaan dalam perancangan studi dan pengumpulan, analisis,
dan interpretasi data dan penulisan manuskrip harus dideklarasikan.
d. Ucapan Terima Kasih
Sebutkan siapa saja yang berkontribusi terhadap artikel yang tidak memenuhi
kriteria kepengarangan termasuk siapa saja yang memberikan jasa menulis
profesional atau
131
SUBSCRIPTION GUIDE
(PETUNJUK BERLANGGANAN)
English
Bali Health Journal (BHJ) is published through printed (ISSN 2599-2449) and online media
(ISSN 2599-1280). All BHJ issues are available online on our website:
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
If you are interested in subscribing to our printed media, please email us to
[email protected] with information of your name or your institution’s name,
mailing address, and telephone number. We will contact you soon thereafter with payment
instruction and other additional information.
-----------------------------------------------------------------------
Bahasa Indonesia
Bali Health Journal (BHJ) terpublikasikan melalui media cetak (ISSN 2599-2449) dan media
online (ISSN 2599-1280). Anda dapat mengakses setiap edisi Bali Health Journal secara
online melalui tautan:
http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ
Bila Anda berminat untuk berlangganan media cetak Bali Health Journal, Anda dapat
mengirimkan surel kepada kami ([email protected]) dengan memberikan
informasi nama penerima (sertakan nama organisasi / institusi bila diperlukan), alamat
lengkap, dan nomor telepon. Kami akan menghubungi Anda setelahnya dengan
menginformasikan mekanisme pembayaran maupun informasi tambahan lainnya.