VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

70

Transcript of VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Page 1: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id
Page 2: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

ISSN 2599-2449 (Print)

ISSN 2599-1280 (Online)

EDITORIAL TEAM

Editor in Chief : Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM)

Managing Editor : dr. I Made Dharmadi, MPH., PKK

Associate Editor : Nyoman Trisna Aryanata, S.Psi., M.A.

Editorial Boards : Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana, PFK., M.Erg.

dr. I Gusti Ngurah Mayun, Sp.Hk

dr. I Gusti Lanang Rudiartha, MHA

Assistant Editors : I Putu Prisa Jaya, S.Pd., M.Fis.

dr. IB Amertha

Layout Editor : Agus Dedi Santosa S.Kom.

Marketing Manager : I Wayan Karyawan, S.Si, M.Si.

Reviewers : Prof. Dr. Ir. IB Putra Manuaba (Udayana University)

Prof Dr. dr. Mulyanto, Sp.PD (Udayana University)

Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD (KHOM) (Udayana

University)

Prof. dr. Putu Sutisna, DTM&H., Sp.ParK

(Warmadewa University)

Prof. Dr. dr. Ngurah Mahardika (Udayana University)

Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes (Ganesha

University of Education)

Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp.BS(K) (Udayana

University)

Publisher : Department of Research and Community Services, Bali

International University (Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bali

Internasional).

Publisher’s Address : Jl. Seroja Gang Jeruk No. 9A, Kel. Tonja, Kec.

Denpasar Utara, Denpasar – Bali, Indonesia 80239

Phone: +62 (0361) 474 7770.

Email: [email protected]

Web: http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

Bali Health Journal (BHJ) is an

official journal published by

Department of Research and Community Services of Bali

International University (Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat Universitas Bali Internasional). BHJ aims to provide

an information space for

researchers, educators, students,

health practitioners, and the general public who have an interest in health

sciences. We accept research papers

and literature reviews of various

topics in Health Sciences. The fields in health sciences covered by BHJ

are biochemistry, biotechnology,

biomedics, engineering,

epidemiology, genetics, nursing, pharmacology, pharmacy, public

health, health management,

psychology, physical therapy, and

medicine.

All accepted manuscripts will be

reviewed by independent reviewers

from various universities with relevant expertise, followed by an

editor's endorsement before being

published.

Bali Health Journal is published

twice a year, in May and November.

Page 3: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

i

ISSN 2599-2449 (Print)

ISSN 2599-1280 (Online)

TABLE OF CONTENT

VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020

Metode Kerja Berorientasi Ergonomi Pada Proses Pemotongan Batu Padas

Meningkatkan Kinerja Pekerja di Workshop Sari Yasa Kota Denpasar

I Gusti Agung Haryawan, Agnes Ayu Biomi, Komang Angga Prihastini .......................................... 66

Faktor Penentu Loyalitas Pasien di Era Revolusi Industri 4.0

Putu Astrid Primastuti Chrisandita, Gede Sri Darma .......................................................................... 73

Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening Pengaruh Kualitas Pelayanan

Terhadap Kepuasan Pasien

Gde Palguna Reganata, Made Karma Maha Wirajaya ........................................................................ 89

Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran Dalam Menghadapi Era Disruption

I Gede Ari Darma Putra ....................................................................................................................... 98

Peran Caring Leadership Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat

Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar

Ni Made Nopita Wati ........................................................................................................................... 104

Anti-Proliferative and Anti-Metastasic Agents of Balinese Long Pepper

(Piper retrofractum Vahl) Extract in Breast Cancer

Violin Weda Yani, Varennia Bhargah, I Gede Agus Darsana Palgunadi,

I Putu Sri Indrani Remitha, I Made Winarsa Ruma ............................................................................. 110

Manuscript Guidelines ......................................................................................................................... 119

Pedoman Penulisan Naskah ................................................................................................................. 125

Subscription Guidelines (Petunjuk Berlangganan) .............................................................................. 131

LP2M UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

Page 4: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

BHJ 4(2) 2020

BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

METODE KERJA BERORIENTASI ERGONOMI PADA PROSES

PEMOTONGAN BATU PADAS MENINGKATKAN

KINERJA PEKERJA DI WORKSHOP SARI YASA KOTA DENPASAR

I Gusti Agung Haryawan1, Agnes Ayu Biomi2, Komang Angga Prihastini3

1,2,3Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Universitas

Bali Internasional

ABSTRAK

Latar belakang: Pembangunan perumahan dan gedung marak belakangan ini yang berimbas pada tenaga kerja yang bekerja

di sektor ini. Tenaga kerja dituntut memiliki keterampilan sesuai dengan bidangnya, termasuk pekerja pengadaan bahan batu

padas. Pada saat bekerja dengan sikap berdiri, pekerja selalu dalam kondisi basah akibat percikan air yang digunakan untuk mengurangi debu saat batu padas dipotong. Kondisi kerja ini menimbulkan ketidaknyamanan, kelelahan, gangguan

muskuloskeletal dan beban kerja yang semakin meningkat karena lingkungan kerja yang tidak alami atau tidak ergonomis

serta sikap kerja yang tidak fisiologis. Tujuan: Untuk itu perlu dilakukan metode kerja berorientasi ergonomis sehingga

pekerja dapat bekerja produktif dengan nyaman, aman, sehat dan efisien. Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan sama subjek (treatment by subject design) yang dilakukan di Workshop Sari

Karya Kota Denpasar. Tiga sampel dengan beberapa kali pengulangan. Hasil: penelitian menunjukkan adanya perbedaan

bermakna (p<0,05). Pada sebelum perlakuan rerata denyut nadi kerja pemotong batu padas 63,666 ± 1,89 dpm, rerata dan

keluhan muskuloskeletal 32,466 ± 0,915, rerata kelelahan 82,200 ± 1,897 dan rerata produktivitas 458,333 ± 14,840. Sesudah perlakuan rerata denyut nadi kerja pemotong batu padas 64.046 ± 2,12 dpm, rerata keluhan muskuloskeletal 57,800

± 5,634, rerata kelelahan 66,266 ± 0,961 dan rerata produktivitas 543,666n ± 10,431. Kesimpulan: metode berorientasi

ergonomi ternyata menurunkan beban kerja sebesar 3,347%, keluhan muskuloskeletal sebesar 25,33%, kelelahan 15,934%,

dan produktivitas meningkat sebesar 85,33%. Pembahasan ini menunjukkan bahwa metode kerja berorientasi ergonomis dapat menurunkan beban kerja, keluhan muskuloskeletal, kelelahan, dan meningkatkan produktivitas.

Kata Kunci: Kinerja, metode kerja ergonomi, pemotong batu padas

ABSTRACT

Background: The construction of housing and buildings rampant lately which impact on the workforce working in this sector. Workers are required to have skills in accordance with their fields, including workers supplying stone padas. When

working in a standing position, the worker is always in wet condition due to the splashes used to reduce dust when the rock

is cut. These working conditions cause discomfort, fatigue, musculoskeletal disorders and increased workload due to

unnatural or ergonomic work environments and non-physiological work posture. Purpose: therefore, it is necessary to do ergonomic-oriented work methods so that workers can work productively in a comfortable, safe, healthy and efficient way.

Methods: this research is experimental research by using the same subject design (treatment by subject design) which is

done in Workshop Sari Karya Denpasar City. Three samples with multiple repetitions. Results: showed a significant

difference (p <0.05). In the mean before the average treatment of stone stone cutting heart rate 63,666 ± 1,89 dpm, mean and musculoskeletal complaint 32,466 ± 0,915, mean of fatigue 82,200 ± 1,897 and productivity average 458,333 ± 14,840.

After the average treatment of rock hard rock cutting rate 64,046 ± 2,12 dpm, mean of musculoskeletal complaint 57,800 ±

5,634, mean of fatigue 66,266 ± 0,961 and productivity average 543,666n ± 10,431. Conclusion: the ergonomic-oriented

method decreased workload by 3.347%, musculoskeletal complaints by 25.33%, fatigue 15.934%, and productivity increased by 85.33%.This discussion shows that ergonomically oriented work methods can reduce workload,

musculoskeletal complaints, fatigue, and increase productivity.

Keywords: Performance, ergonomic working methods, stone cutters padas

Korespondensi:

I Gusti Agung Haryawan

Email: [email protected]

Riwayat Artikel:

Diterima 17 September 2020

Disetujui 10 Oktober 2020 Dipublikasikan 18 November 2020

Page 5: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Haryawan, Biomi & Prihastini

67

Bali Health Journal

4(2) 2020

PENDAHULUAN

Perkembangan pembangunan

perumahan dan gedung perkantoran

membawa tren bentuk dan gaya dari

desain bangunan. Penggunaan material

dalam rancangan bangunan berpengaruh

terhadap hasil desain seorang desainer

atau arsitek serta selera dari pemilik

bangunan tersebut. Material-material

yang digunakan saat ini memang

beragam jenis dan bentuknya, seperti:

batu andesit, batu basal, batu candi, batu

padas, batu granit, batu palimanan dan

batu paras jogya. Material-material ini

berasal dari berbagai daerah kota di

Indonesia serta karakternya pun berbeda-

beda. Penggunaan material batu ini

sebelum di aplikasikan ke bangunan atau

yang lainnya melalui proses pemotongan

untuk mendapat ukuran yang standar[1]

Saat melakukan pekerjaan

memotong batu padas, para pekerja

mengambil posisi berdiri menghadap

mesin potong, kedua tangan memegang

batu padas dengan ukuran 40x20x15 cm

dengan berat ± 5 kg. Batu padas akan

didorong mendekati mesin potong

dengan mata pisau yang besar. Kondisi

pekerja selama melakukan pekerjaannya

dengan kondisi basah karena mesin

potong ini dilengkapi dengan slang air

yang membasahi batu padas tersebut,

dengan maksud meredam debu yang

dikeluarkan saat pemotongan batu padas

tersebut. Pekerja hanya memakai

pelindung plastik untuk bagian tubuh di

bawah pinggang dan tanpa alas kaki.

Tingkat kebisingannya yang ditimbulkan

dari mesin potong ini 96 dBA selama 8

jam kerja sehingga sangat mengganggu

pendengaran. Ketidaknyamanan itu

disebabkan oleh tingkat kelelahan,

keluhan muskuloskeletal, beban kerja

dan produktivitas menurun.

Berdasarkan hasil pengamatan di

lapangan, menunjukkan pekerja bekerja

dengan sikap kerja yang tidak fisiologis

yang meliputi bekerja berdiri dengan

tidak memakai alas kaki, tidak memakai

afron atau pelindung badan secara

keseluruhan serta kondisi lingkungan

yang menimbulkan kebisingan akibat dari

suara mesin potong batu padas, sehingga

mengakibatkan pekerja merasa ada

gangguan pendengaran, jari-jari tangan

dan kaki lembab serta tubuh merasa

kedinginan.

Hasil studi pendahuluan pada

keluhan muskuloskeletal terhadap pekerja

pemotong batu padas, mengalami

keluhan pada bahu kiri dan kanan (73%),

pada lengan atas kiri dan kanan (75%),

pada betis kiri dan kanan (60%) dan pada

tangan (75%). Untuk rerata denyut nadi

kerjanya adalah 103,42 ± 5,58 denyut

permenit, dan hal ini termasuk beban

kerja sedang[2]. Bekerja dengan sikap

berdiri dalam waktu relatif lama dengan

kondisi kerja dengan tingkat kebisingan

dan dingin/ lembab akan cepat

menimbulkan rasa lelah. Posisi tubuh

yang salah atau tidak fisiologis apalagi di

dalam sikap paksa jelas mengurangi

produktivitas seseorang [3].

Tuntutan tugas, kondisi lingkungan,

dan organisasi kerja yang kurang

proposional dapat menimbulkan

gangguan kesehatan, kelelahan,

penurunan kewaspadaan, peningkatan

angka kecelakaan kerja dan pada

akhirnya menyebabkan terjadinya

penurunan efesiensi dan produktivitas

kerja[4]. Penelitian ini diharapkan mampu

memperbaiki stasiun kerja yang mengacu

pada konsep ergonomi yang meliputi

pertimbangan teknis, kesehatan,

keamanan, efektivitas dan efisiensi.

Sehingga dapat mengurangi kelelahan,

mengurangi keluhan muskuloskeletal,

mengurangi beban kerja dan

meningkatkan produktivitas kerja.

METODE

Penelitian ini merupakan

penelitian eksperimental, dengan

menggunakan rancangan sama subjek

(treatment by subject design)[5].

Rancangan sama subjek adalah

Page 6: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Metode Kerja Berorientasi Ergonomi

68

Bali Health Journal

4(2) 2020

rancangan serial, dimana semua sampel

mengalami perlakuan 1 dan juga

perlakuan 2 dalam periode waktu yang

berbeda. Perlakuan 1 bekerja dengan

keadaan seperti adanya, perlakuan 2

bekerja dengan intervensi penggunaan

afron seluruh tubuh, penggunaan sepatu

boat dan menutup mesin pemotong batu

padas.

Rancangan ini, selang antara

periode waktu diperlukan washing out,

untuk menghilangkan efek perlakuan

pertama terhadap perlakuan berikutnya.

Tempat penelitian ini di Workshop Sari

Karya yang berlokasi di daerah Denpasar

dengan sampel sebanyak 3 orang yang

dalam pengambilan data diulang

sebanyak 5 kali karena keterbatasan

pekerja dan stasiun kerja.

HASIL

Hasil analisis deskripsi subjek yang

meliputi rerata, simpang baku, dan

rentang pada variabel umur, berat badan,

tinggi badan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

(n=3)

Variabel Rerata SB

Umur (th) 46,00 3,00

Berat badan (kg) 70,00 2,00

Tinggi badan (cm) 171,66 3,51

Pada Tabel 1 Diketahui rerata

umur pemotong batu padas pada saat

penelitian dilakukan adalah 46,00 ± 3,00

tahun, dengan rerata berat badan 70,00 ±

2,00 kg, rerata tinggi badan 171,66 ± 3,51

cm. Dari umur, berat badan dan tinggi

badan termasuk dalam kategori normal

sedangkan pengalaman kerja subjek

termasuk dalam kategori berpengalaman

atau cukup lama bekerja.

Hasil analisis terhadap 3 orang

pekerja pemotong batu padas

menunjukkan bahwa rerata umur subjek

46,00 ± 3,00 tahun, dengan rentangan

umur subjek yang telah ditetapkan, yaitu

antara 35 − 55 tahun. Berkaitan dengan

umur bahwa kapasitas fisik seseorang

berbanding langsung sampai batas

tertentu dengan umur, dan mencapai

puncaknya pada umur 25 tahun.[6]

Tabel 2. Uji Perbedaan Skor Denyut Nadi (n=3)

Variabel Periode I Periode II Nilai

T

Nilai

P n Rerata SB Rerata SB

Denyut nadi

istirahat

3 63,66 1,89 64,04 2,12 -0,804 0,421

Denyut nadi kerja 3 123,87 3,01 115,37 2,68 -3,408 0,001

Nadi kerja 3 56,49 0,63 53,14 1,90 -3,409 0,001

Rerata denyut nadi kerja subjek

pada sebelum perlakuan adalah 63,666 ±

1,89 dpm termasuk kategori beban kerja

sedang. Rerata denyut nadi kerja subjek

penelitian pada sesudah perlakuan adalah

64,046 ± 2,12 dpm yang termasuk ke

dalam kategori kerja sedang. Nadi kerja

pada stasiun kerja sebelum perlakuan

reratanya 56,493 ± 0,632 dpm dan pada

stasiun kerja sesudah perlakuan 53,146 ±

1,908 dpm. Sehingga terjadi penurunan

beban kerja sebesar 3,347%.

Beban kerja diukur berdasarkan

denyut nadi pekerja melalui selisih

denyut nadi kerja dan denyut nadi

istirahat. Sebelum dilakukan analisis efek

perlakuan perlu dilakukan uji normalitas

terhadap data denyut nadi tersebut. Hasil

uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan

bahwa denyut nadi kerja tidak

berdistribusi normal. Kondisi awal

sebelum bekerja baik pada sebelum

perlakuan dan sesudah perlakuan dapat

dikatakan tidak berbeda bermakna,

namun terdapat perbedaan setelah

perlakuan baik pada denyut nadi kerja

maupun nadi kerja. Hasil uji Wilcoxon

dengan tingkat kepercayaan .

Page 7: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Haryawan, Biomi & Prihastini

69

Bali Health Journal

4(2) 2020

Tabel 3. Uji Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Perlakuan Beda Skor

Kelelahan (n=3)

Variabel Periode I Periode II Nilai

T Nilai

P Rerata SB Rerata SB

Kelelahan sebelum

bekerja 41,26 0,96 41,06 0,703 -0,500 0,617

Kelelahan sesudah

bekerja 82,20 1,89 66,26 0,96 -3,419 0,001

Selisih 40,93 2,34 25,20 1,47 17,753 0,000

Rerata skor kelelahan sebelum

perlakuan adalah 41,266 ± 0,961 sebelum

bekerja dan 41,066 ± 0,703 sesudah

bekerja. Pada uji t-paired sesudah

perlakuan didapatkan skor kelelahan

dengan rerata 82,200 ± 1,897 sebelum

bekerja dan 66,266 ± 0,961 sesudah

bekerja. Data rerata beda skor kelelahan

sebelum perlakuan adalah 40,933 ± 2,344

dan 25,200 ± 1,473 setelah perlakuan.

Hasil uji efek perbedaan skor sebelum

dan sesudah kerja sebelum perlakuan

dengan sebelum kerja dan sesudah kerja

sesudah perlakuan menggunakan uji

Wilcoxon menunjukkan p = 0,005 yang

artinya berbeda secara signifikan antara

sebelum dan sesudah perlakuan.

Sehingga terjadi penurunan kelelahan

sebesar 15,934%.

Perbedaan efek keluhan

muskuloskeletal antara sebelum dan

sesudah perlakuan pada pemotong batu

padas disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Uji Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Perlakuan Beda Skor Keluhan

Muskuloskeletal (n=3)

Variabel Periode I Periode II Nilai

T Nilai

P Rerata SB Rerata SB

Kelelahan sebelum

bekerja 34,07 0,961 32,46 0,915 -3,448 0,001

Kelelahan sesudah

bekerja 76,33 2,468 57,800 5,634 -3,424 0,001

Selisih 42,266 3,034 25,333 6,043 -3,415 0,001

Perbedaan rerata keluhan

muskuloskeletal pada sikap kerja

sebelum perlakuan sebesar 34,066 ±

20,961 sebelum bekerja, dan rerata

sebesar 32,466 ± 0,915 sesudah bekerja,

sedangkan sesudah perlakuan didapat

rerata 32,466 ± 0,915 sebelum bekerja

dan rerata 57,800 ± 5,634 sesudah

bekerja. Sehingga terjadi penurunan

keluhan subjektif sebesar 25,334% dan

berbeda bermakna (p < 0,05).

Keluaran (output) adalah

banyaknya batu padas yang dapat

dipotong (biji). Sedangkan masukan

(input) adalah beban yang diterima oleh

pekerja pemotong batu padas berupa

perubahan denyut nadi kerja. Selanjutnya

Page 8: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Metode Kerja Berorientasi Ergonomi

70

Bali Health Journal

4(2) 2020

produktivitas merupakan perbandingan

antara rerata hasil kerja (biji) dan beban

kerja. Hasil analisis normalitas data

menunjukkan bahwa data skor

produktivitas berdistribusi normal. Hasil

uji beda efek skor produktivitas periode 1

dan periode 2 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Uji Beda Efek Skor Produktivitas Periode I dan Periode II (n=3)

Variabel Periode I Periode II

Nilai

T Nilai

P

Rerata SB Rerata SB

Produksi

458,33

3

14,84

0 543,66 10,43 -3,425 0,001

Hasil analisis data menunjukkan

rerata produktivitas kerja pada sebelum

perlakuan 458,333 ± 14,840 dan sesudah

perlakuan 543,666 ± 10,431 berbeda

bermakna, terjadi peningkatan

produktivitas kerja sebesar 85,33% dan

berbeda bermakna (p < 0,05).

Produktivitas meningkat disebabkan cara

kerja dan sikap kerja yang alamiah sesuai

dengan metode berorientasi ergonomi

yaitu diberikan istirahat disela-sela waktu

kerja, pemakaian afron dan menutup

mesin sehingga suara bising dapat

diredam.

Rerata produksi pemotongan batu

padas dengan metode kerja yang lama

458,333 biji/jam dan metode kerja

berorientasi ergonomi 543,666 biji/jam

terjadi peningkatan produksi sebesar

85,333 biji/jam. Hal ini berarti bekerja

dengan metode kerja berorientasi

ergonomi, lebih banyak batu padas yang

dapat dipotong/dihasilkan.

PEMBAHASAN

Sikap kerja hendaknya

diupayakan dalam posisi alamiah

sehingga tidak menimbulkan sikap paksa

yang melampaui kemampuan fisiologis

tubuh[7]. Sikap kerja paksa bisa terjadi

pada saat memegang, mengangkat dan

mengangkut dan berdiri terlalu lama atau

karena ketidaksesuaian antara alat kerja

dengan ukuran tubuh pekerja[8].

Sikap kerja berdiri biasanya

dipilih bila pekerjaan itu banyak

menggunakan tenaga dan sering

berpindah tempat (bergerak). Posisi tubuh

yang beraktivitas berlebihan, merupakan

acuan untuk mendesain alat kerja, cara

kerja, dan tinggi bidang kerja yang sesuai

dengan posisi bidang kerja dalam

beraktivitas[9]. Tinggi bidang kerja yang

ergonomis sebaiknya sebagai berikut:

untuk pekerjaan yang memerlukan

ketelitian dan sifatnya halus 5-10 cm di

atas siku, untuk pekerjaan yang

menggunakan tenaga tangan ringan

sampai sedang 10-15 cm di bawah siku,

terkait dengan pengoperasian alat kerja,

sikap tubuh selama beraktivitas,

keleluasaan gerak terkait dengan aktivitas

di ruang kerja, keamanan, kenyamanan,

dan keselamatan. Lingkungan kerja

adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi kelelahan, keluhan

subjektif dan produktivitas. Faktor

lainnya adalah kelembaban yaitu

banyaknya air dalam udara, kelembaban

ini berhubungan dan dipengaruhi oleh

temperatur udaranya. Suatu keadaan di

mana kelembaban udara tinggi dan udara

panas akan menimbulkan pengurangan

panas tubuh secara besar-besaran.

Pengaruh lainnya adalah semakin

cepatnya denyut jantung karena makin

aktifnya peredaran darah untuk

memenuhi kebutuhan oksigen[10].

Bagi pekerja yang bekerja dengan

lingkungan panas, maka gerakan udara di

dalam ruang kerja sangat perlu

Page 9: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Haryawan, Biomi & Prihastini

71

Bali Health Journal

4(2) 2020

diperhatikan, karena dapat berpengaruh

pada suhu yang dirasakan. Namun

gerakan udara tersebut perlu

dikendalikan, karena dari hasil penelitian

ditemukan bahwa gerakan udara jangan

melebihi 0,2 m/detik karena berdampak

tidak baik[11].

Masalah kelelahan pada pekerjaan

merupakan masalah yang harus dicari

jalan keluarnya oleh manajemen. Di

samping memberikan waktu istirahat

yang cukup untuk proses pemulihan

kondisi fisik yang lelah, juga di lakukan

pengetahuan waktu kerja yang diselingi

beberapa kali waktu istirahat. Perubahan

lamanya periode waktu kerja bisa

memberikan dampak perubahan terhadap

efisiensi kerja. Memperpendek jam kerja

8 jam/hari bisa meningkatkan keluaran

antara 3% sampai 10%[2].

Waktu kerja 8 jam, diberikan

istirahat selama 10 menit untuk setiap 50

menit jam kerja sehingga dapat

meningkatkan produktivitas. Waktu kerja

optimal manusia adalah 8 jam sehari[18].

Bagi pekerja berat memperpanjang waktu

kerja harian misalnya kerja lembur, bila

dilakukan terlalu berlebihan dapat

mengakibatkan kerugian yang biasanya

di mulai dengan meningkatkan absensi

karena sakit akibat rasa lelah yang

berlebihan[11].

Dalam menghadapi dan

mengerjakan suatu pekerjaan, pekerja

akan dihadapkan dengan keadaan beban

kerja yang berlebihan, beban kerja yang

kurang dan beban kerja yang optimal.

Penilaian beban kerja secara objektif

yang paling mudah dan murah, secara

kuantitatif dapat dipercaya ketepatannya

adalah pengukuran frekuensi denyut nadi.

Secara subjektif dapat dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, yang mana

dengan kuesioner tersebut akan terlihat

tanda-tanda yang menyatakan adanya

suatu kelelahan yang dialami orang

akibat beban kerja yang membebaninya,

oleh karena interaksi pekerja dengan jenis

pekerjaan, tempat kerja, organisasi/cara

kerja, peralatan kerja dan lingkungannya [12].

Penilaian beban kerja pekerja

pemotong batu padas dapat dilihat dari

derajat beban kerja dengan menghitung

denyut nadi kerja, yaitu rerata denyut

nadi selama bekerja. Untuk mengetahui

beban kerja fisik dapat dilakukan dengan

mengukur denyut nadi saat pekerjaan

berlangsung (working pulse). Nadi kerja

(work pulse) dihitung berdasarkan selisih

denyut nadi saat kerja dengan nadi

istirahat (resting pulse). Peningkatan

denyut nadi istirahat ke denyut nadi saat

kerja yang diijinkan adalah 35

denyut/menit bagi laki-laki (denyut nadi

istirahat dihitung pada saat duduk) dan 30

denyut/menit bagi wanita (denyut nadi

istirahat dihitung pada saat duduk), agar

kerja bisa berlangsung 8 jam

berkesinambungan[2].

Denyut nadi per menit

menggambarkan aktivitas jantung dalam

memompa darah keluar masuk organ

jantung. Hal itu sangat berhubungan

dengan metabolisme tubuh. Semakin

besar denyut jantung per menitnya itu

berarti semakin tinggi aktivitas tubuh

sehingga tingkat metabolisme tubuh pun

semakin tinggi. Tubuh yang sedang

bekerja, dapat saja direfleksikan oleh

denyut nadi per menit, atau besar asupan

oksigen, suhu tubuh, dan pengeluaran

kalorinya. Diantara semuanya itu maka

pengukuran denyut nadi yang paling

praktis di lapangan, dapat dilakukan

dengan peralatan sederhana sampai yang

paling canggih[13].

SIMPULAN

Metode kerja berorientasi

ergonomi meningkatkan kinerja dilihat

dari penurunan beban kerja 3,347%,

meningkatkan kinerja dilihat dari

penurunan keluhan muskuloskeletal

sebesar 25,33%, meningkatkan kinerja

dilihat dari penurunan kelelahan sebesar

15,934% dan dapat meningkatkan kinerja

dilihat dari meningkatnya produktivitas

Page 10: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Metode Kerja Berorientasi Ergonomi

72

Bali Health Journal

4(2) 2020

sebesar 85,33% pada pekerja pemotong

batu padas.

SARAN

Dari simpulan yang telah dikemukakan

maka saran yang dapat peneliti berikan adalah

sebagai berikut : (1) Metode berorientasi

ergonomi sangat penting diterapkan dalam

pekerjaan baik pada industri kecil sehingga

dapat memperbaiki sikap kerja,alat kerja serta

lingkungan kerja. (2) Diharapkan para

pengusaha atau pengrajin industri kecil selalu

memperhatikan kaedah-kaedah dalam bekerja

sehingga para pekerja tetap dalam keadaan

sehat,aman,nyaman dan dapat meningkatkan

produktivitas kerja.

DAFTAR RUJUKAN

1. Solehuddin. Kreasi Unik Batu Alam.

Jakarta. 2009.

2. Grandjean, E. Kroemer. Fitting the Task

To The Man. A Textbook of

Occupational Of Ergonomics. 4 Th Ed.

London : Taylor & Francis. 2000.

3. Manuaba, A. Dengan Desain yang Aman

Mencegah Kecelakaan dan Cedera.

Bunga Rampai Ergonomi: Vol I.

Program Pascasarjana Ergonomi-

Fisiologi Kerja, Universitas Udayana,

Denpasar. 1998.

4. Manuaba, A. Ergonomi Kesehatan dan

Keselamatan Kerja. Editor : Sritomo

Wignyosubroto dan Stefanus Eko

Wiranto. Prosiding Seminar Nasional

Ergonomi 2000 di Surabaya. Guna

Widya. 2000

5. Bakta, I M. Rancangan Penelitian.

Disampaikan Pada Seminar Metodologi

Penelitian, Fakultas Kedokteran,

Universitas Udayana, Denpasar. 2000

6. Manuaba, A. Dengan Desain yang Aman

Mencegah Kecelakaan dan Cedera.

Bunga Rampai Ergonomi: Vol I.

Program Pascasarjana Ergonomi-

Fisiologi Kerja, Universitas Udayana,

Denpasar. 1998.

7. Cummings, B. Interactive Physiology.

San Francisco: Pearson Education Inc.

2003.

8. Dempsey, P.G. A Survey of Lifting and

Lowering Task. International Journal of

Industry Ergonomics. 2003;31 (1):11-16.

9. Dul, J. & Weerdmeeste. Ergonomics for

Beginners a Quick Refernece Guide

London: Taylor & Francis. 1993.

10. Grandjean, E. Fitting the Task To the

Man. A Textbook of Occupational

Ergonomics 5. Edition. London: Taylor

& Francis. 1993.

11. Manuaba, A. Penerapan Ergonomi untuk

Meningkatkan Kwalitas Sumber Daya

Manusia dan Produktivitas Perusahaan.

Disampaikan pada Seminar K3 pada

tanggal 20 Pebruari 1992 di IPTN

Bandung. 1992.

12. Bridger, R.S. Introduction to Ergonomics

Singapore : McGrawHill. 1995.

13. Adiputra, N. Denyut Nadi dan

Kegunaannya Dalam Ergonomi. Jurnal

Ergonomi Indonesia. 2002;3(16): 22-26.

Page 11: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

BHJ 4(2) 2020

BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

FAKTOR PENENTU LOYALITAS PASIEN DI ERA REVOLUSI

INDUSTRI 4.0

Putu Astrid Primastuti Chrisandita1, Gede Sri Darma2

1,2 Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Nasional

ABSTRAK

Latar Belakang: Adanya reasearch gap dari penelitian terdahulu mengenai loyalitas pasien berdasarkan kepuasan pasien

dan dilihat dari keadaan lapangan bahwa pasien di RSUP Sanglah Denpasar yang 90% pasiennya merupakan peserta BPJS, maka penulis ingin meneliti loyalitas pasien jika dilihat dari kunjungan berulang di Poliklinik Gigi dan Mulut apakah

merupakan pengaruh dari kualitas pelayanan, kepuasan pasien, citra rumah sakit, dan atau pelayanan administrasi. Tujuan:

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor loyalitas pasien dalam revolusi industri 4.0 di RSUP Sanglah Denpasar

menggunakan penelitian kuantitatif. Metode: Dalam penelitian ini digunakan SEM dengan PLS (component based SEM). Hasil: Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa: (1) kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh positif

dan signifikan terhadap citra rumah sakit; (2) kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh positif namun tidak signifikan

terhadap loyalitas pasien; (3) kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan

pasien; (4) waktu tunggu secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra rumah sakit; (5) waktu tunggu secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien; (6) waktu tunggu secara langsung berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien; (7) citra rumah sakit secara langsung berpengaruh positif namun tidak

signifikan terhadap kepuasan pasien; (8) citra rumah sakit secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

loyalitas pasien; (9) kepuasan pasien secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien.

Kata kunci: Loyalitas pasien, citra rumah sakit, kepuasan pasien, waktu tunggu, kualitas pelayanan

ABSTRACT

Background: The existence of a reasearch gap from previous studies regarding patient loyalty based on patient satisfaction

and seen from field conditions that 90% of patients at Sanglah Hospital Denpasar are BPJS participants, the authors want to examine patient loyalty when viewed from repeated visits at the Dental and Oral Polyclinic, whether it is an influence of

service quality, patient satisfaction, hospital image, and/or administrative services. Objective: This research aims to

determine patient loyalty in the industrial revolution 4.0 in RSUP Sanglah Denpasar using quantitave research. Method:

The technique of data collection was conducted by giving quistionnaire to 200 respondents as samples. Data is analized on SEM and PLS (component based SEM). Results: Result showed that: (1) the quality of service directly has positive and

significant effect on the image of the hospital; (2) service quality directly has positive but not significant effect on patient

loyalty; (3) the quality of service directly has positive and significant effect on patient satisfaction; (4) waiting time directly

has positive and significant effect on hospital image; (5) waiting time directly has positive and significant effect on patient loyalty; (6) waiting time directly has positive and significant effect on patient satisfaction; (7) the image of the hospital

directly has positive but not significant effect on patient satisfaction; (8) the image of the hospital directly has positive and

significant effect on patient loyalty; (9) patient satisfaction directly has positive and significant effect on patient loyalty.

Keywords: Patient loyalty, brand image, patient satisfaction, waiting time, service quality

Korespondensi:

Putu Astrid Primastuti Chrisandita

Email: [email protected]

Riwayat Artikel:

Diterima 12 Mei 2020

Disetujui 10 Oktober 2020

Dipublikasikan 18 November 2020

Page 12: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

74

Bali Health Journal

4(2) 2020

PENDAHULUAN

Revolusi industri 4.0 mendorong

inovasi-inovasi teknologi dan servis

yang memberikan dampak disrupsi atau

perubahan fundamental terhadap

kehidupan masyarakat serta memberi

tantangan bagi dunia industri tidak

terkecuali industri rumah sakit. Rumah

sakit di Indonesia harus terus

mempersiapkan diri agar mampu

beradaptasi di era perubahan yang

disruptif serta mengambil peluang

dengan melakukan inovasi[1]. Dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat selain upaya promotif dan

preventif, diperlukan juga upaya kuratif

dan rehabilitative yang dapat diperoleh

melalui rumah sakit yang juga berfungsi

sebagai penyedia pelayanan kesehatan

rujukan[2]. Arahan ini juga mencakup

bidang kesehatan gigi, bahwa upaya

kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan

dengan memacu meningkatkan

kemandirian masyarakat untuk

menolong dirinya sendiri dalam

memelihara kesehatan gigi [3]. Aspek

kualitas pelayanan yang diberikan akan

mempengaruhi kepuasan pasien,

diantaranya yaitu tampilan fisik dari

klinik gigi (tangible), aspek keandalan

(reability), cepat tanggap

(responsiveness), kepastian (assurance),

dan aspek empati (emphaty)[4]. Pasien

yang hanya puas akan pelayanan gigi

tidak menjamin pasien tersebut menjadi

loyal dan ingin kembali berobat. Pasien

harus merasa yakin bahwa pelayanan

klinik atau rumah sakit yang

diterimanya sudah sangat baik dan

cocok bagi dirinya akan cenderung loyal

dan ingin berobat kembali[5]. Tantangan

untuk menyampaikan kualitas layanan

yang sesuai dengan persepsi dan

harapan masih perlu menjadi perhatian

baik dari pengelola dan penyelenggara

layanan kesehatan[6] . Pasien sering

membentuk citra rumah sakit dari

pengalaman perawatan yang mereka

alami[7] . Citra memiliki efek langsung

pada loyalitas. Dengan demikian, citra

rumah sakit yang baik akan menentukan

pilihan pasien untuk pengobatannya[8].

Jumlah kunjungan di Poliklinik

gigi dan mulut RSUP Sanglah Denpasar

tiap tahunnya meningkat secara

signifikan, tahun 2015 sebanyak 3.573

pasien, tahun 2016 sebanyak 3.781

pasien, tahun 2017 sebanyak 5.025

pasien, tahun 2018 6.018 pasien. Dari

besarnya jumlah kunjungan pasien ke

poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah Denpasar, tidak diimbangi

dengan modernisasi alat. Berdasarkan

data indek kepuasan pasien yang tertera

di profil RSUP Sanlglah Denpasar pada

tahun 2018, capaian bulan Januari –

Desember sudah mencapai target yang

ditetapkan yaitu indeks ≥ 3. Hal ini

berarti pelanggan yang disurvei

menyatakan puas terhadap pelayanan

rumah sakit. Dilihat dari data yang

dipaparkan tentang indeks kepuasan

pasien, yang menjadi perhatian penulis

adalah mengenai tindak lajut

meningkatkan kualitas pelayanan

administrasi yang berbelit-belit. Waktu

tunggu pelayanan merupakan masalah

yang masih banyak dijumpai dalam

praktik pelayanan kesehatan, dan salah

satu komponen yang potensial

menyebabkan ketidakpuasan, dimana

dengan menunggu dalam waktu yang

lama menyebabkan ketidakpuasan

terhadap pasien.

Adanya reasearch gap dari

penelitian Ramli dan Syahrudin[9]

dibandingkan dengan Dimyati[10]

mengenai loyalitas pasien berdasarkan

kepuasan pasien dan dilihat dari keadaan

lapangan bahwa pasien di RSUP

Sanglah Denpasar yang 90% pasiennya

merupakan peserta BPJS, penulis ingin

meneliti loyalitas pasien jika dilihat dari

kunjungan berulang di Poliklinik Gigi

dan Mulut apakah merupakan pengaruh

dari kualitas pelayanan, kepuasan

pasien, citra rumah sakit, dan atau

pelayanan administrasi. Hal ini menarik

Page 13: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

75

Bali Health Journal

4(2) 2020

untuk diteliti karena citra RSUP Sanglah

di masyarakat mempunyai dua sisi, yang

pertama merupakan rumah sakit rujukan

nasional yang memiliki sumber daya

paling lengkap untuk wilayah Timur

Indonesia, namun di satu sisi

masyarakat mengeluhkan sistem

administrasi untuk pelayanan BPJS yang

rumit serta keramahan staf serta waktu

tunggu. Loyalitas pasien untuk

kunjungan berulang menarik untuk

diteliti mengenai kesenjangan tersebut.

Selanjutnya adalah melihat

bagaimanakan inovasi dalam revolusi

industri 4.0 yang sudah diterapkan pada

RSUP Sanglah

METODE

Lokasi penelitian adalah di

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah Denpasar. Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh pasien

rawat jalan di Poliklinik Gigi dan Mulut

RSUP Sanglah Denpasar pada bulan

Pebruari 2020. Estimasi populasi per

bulan di Poliklinik Gigi dan Mulut

RSUP Sanglah berdasarkan data yang

diperoleh adalah rata-rata sebesar 400

orang per bulan. Sampel menggunakan

teknik purposive sampling dengan

kriteria pasien peserta BPJS yang

berusia minimum 18 tahun atau lebih,

yang dapat menjawab pertanyaan dalam

kuisioner secara mandiri, dan pasien

yang sudah pernah periksa di Poliklinik

Gigi dan Mulut minimal dua kali. Dari

populasi berjumlah 400 pasien maka

besarnya sampel ditentukan dengan

menggunakan metode Slovin dengan

tingkat kekeliruan pengambilan sampel

yang ditolerir sebesar 5 persen[11] , dan

didapatkan jumlah sampel sebanyak 200

responden.

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data kuantitatif.

Data kuantitatif, yaitu data yang berupa

angka-angka meliputi data dari statistik

pasien, kunjungan rawat jalan pada

RSUP Sanglah. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan sekunder. Data primer

dikumpulkan melalui pelaksanaan survei

lapangan. Pengumpulan data primer

dilakukan dengan kuesioner dan in-

depth-interview, sedangkan data

sekunder sebagai data pendukung

berupa existing statistic data dilakukan

dengan mengumpulkan data dari

statistik RSUP Sanglah. Dalam

penelitian ini digunakan analisis

persamaan struktural (SEM) dengan

alternatif Partial Least Square

(component based SEM). Model

Persamaan Struktural atau Structural

Equation Model (SEM). Berdasarkan

kajian teoritis dan impiris, dapat dibuat

hubungan antar variabel dalam

penelitian iniecara lengkap disajikan

pada Gambar 1.

Page 14: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

76

Bali Health Journal

4(2) 2020

Gambar 1. Model Analisis Jalur

Keterangan:

X1 = Kualitas Pelayanan

X11 = Asurance

X12 = Reliability

X13 = Emphaty

X14 = Tangible

X2 = Waktu Tunggu

X21= expected waiting time

X22= perceived waiting time

Y1 = Citra Rumah Sakit

Y11= Aspek familiaritas

Y12= Aspek Emosional

Y13= Aspek Pelayanan

Y2= Kepuasan pasien

Y21= Kualitas jasa

Y22=Kemudahan akses

Y23= Faktor Emosional

Y3 = Loyalitas Pasien

Y31= repeat purchase

Y32= purchase across product

and service line

Y33= refers to other

Y34= Imumunity to the full of

the competition

Waktu Tunggu (X2)

Citra Rumah Sakit (Y1)

Kualitas Pelayanan (X1)

Kepuasan Pasien (Y2)

Loyalitas Pasien (Y3)

β7

X11

X12

X13

X21

X22

Y11 Y12 Y13

Y23Y22Y21

Y31

Y32

Y33

Y34

X14

Page 15: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

77

Bali Health Journal

4(2) 2020

Dengan menggunakan teknik PLS

menspesifikasikan hubungan antar

variabel, antara lain: 1) outer model, 2)

inner model, dan 3) pengaruh langsung

dan tidak langsung. Outer model sering

juga disebut mearurement model atau

model pengukuran yang merupakan

hubungan antara indikator dengan

variabel latennya. Dalam PLS inner

model juga disebut inner relation yang

menggambarkan hubungan antar variabel

laten berdasarkan substansi teori.

HASIL

Sebanyak 200 responden berhasil

didapatkan jawabannya dari kuesioner

yang disebarkan. Penelitian ini

menyajikan tahapan awal pembahasan

dengan upaya melakukan pemahaman

terhadap karakteristik responden

berkaitan dengan sejumlah karakter

demografi meliputi:(1) pendidikan dan

(2) jarak tempat tinggal.

Tabel 1 memberikan indikasi,

bahwa dengan rendahnya pendidikan

pasien akan berakibat pada perilaku

pasien dalam menentukan pemilihan

fasilitas pelayanan kesehatan, karena

umumnya pasien dengan pendidikan

rendah maka penghasilannya pun kecil

(kurang mampu) sehingga mereka tidak

terlalu memilih fasilitas kesehatan

(rumah sakit), karena mereka hanya

mengejar biaya yang paling murah

bahkan kalau bisa gratis/ disediakan

pemerintah.

Tabel 2 memberikan informasi

bahwa pasien banyak berasal dari tempat

yang cukup jauh dari Rumah Sakit, hal

ini dikarenakan kepercayaan/ loyalitas

pasien mulai tumbuh terhadap RSUP

Sanglah, walaupun pasien menggunakan

BPJS. Menurut mereka walaupun

menggunakan BPJS di RSUP Sanglah,

pelayanan yang diberikan tetap maksimal

dan memuaskan.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pasien Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Frekuensi

(Orang) (%)

1 TIDAK TAMAT SD 12 6,00

2 SD 37 18,50

3 SMP 46 23,00

4 SMA 65 32,50

5 DIPLOMA/PT 40 20,00

Total 200 100,00

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jarak Tempat Tinggal

No Jarak Tempat Tinggal Frekuensi

(Orang) (%)

1 1-10 km 58 29,00

2 Lebih dari 11 km 142 71,00

Total 200 100,00

Page 16: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

78

Bali Health Journal

4(2) 2020

Gambar 2. Full Model dari Faktor Penentu Loyalitas Pasien di Era Revolusi Industri 4.0

Untuk mengetahui apakah

indikator yang digunakan untuk

membentuk konstruk atau variabel latent

adalah valid, maka dilakukan evaluasi

substantive content yaitu dengan melihat

signifikansi dari weight untuk indikator

yang formatif. Berdasarkan Gambar 2

dapat diketahui bahwa hampir semua

indikator berkontribusi secara signifikan

atau dengan P. Value kurang diatas 0,05

dan secara statistickadalah signifikan

dengan nilai t-hitung lebih besar dari

1,96.

Untuk mengetahui apakah

indikator yang digunakan untuk

membentuk konstruk atau variabel latent

dalam penelitian adalah valid, maka

dilakukan analisis sebagai berikut:

a) Convergent Validity

Hasil output PLS mengenai

convergent validity disajikan pada Tabel

3. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui

bahwa semua indikator yang membentuk

konstruk dalam penelitian ini, secara

statistik adalah signifikan dengan nilai t

hitung lebih besar dari 1,96 dengan

p.value sebesar ≤ 0,05. Demikian juga

nilai loading semuanya di atas 0,50, yang

berarti bahwa konstruk yang dibuat telah

memenuhi syarat convergent validity.

Tabel 3 Outer Loading Indikator Terhadap Masing-masing Konstruknya

Hubungan Antara Indikator

dengan Konstruknya Loading

Std.

Deviation

t-

statistic P value

X11 Kualitas Pelayanan 0,726 0,029 8.937 0,000

X12 Kualitas Pelayanan 0,675 0,035 8.834 0,000

X13 Kualitas Pelayanan 0,877 0,028 13.883 0,000

X14 Kualitas Pelayanan 0,774 0,032 10.697 0,000

X21 Waktu Tunggu 0,895 0,027 23.540 0,000

X22 Waktu Tunggu 0,834 0,021 24.859 0,000

Y11 Citra Rumah Sakit 0,899 0,069 9.273 0,000

Y12 Citra Rumah Sakit 0,663 0,063 5.253 0,000

Page 17: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

79

Bali Health Journal

4(2) 2020

Hubungan Antara Indikator

dengan Konstruknya Loading

Std.

Deviation

t-

statistic P value

Y13 Citra Rumah Sakit 0,726 0,041 6.780 0,000

Y21 Kepuasan Pasien 0,740 0,034 13.083 0,000

Y22 Kepuasan Pasien 0,756 0,061 9.971 0,000

Y23 Kepuasan Pasien 0,624 0,049 7.183 0,000

Y31 Loyalitas Pasien 0,889 0,026 12.656 0,000

Y32 Loyalitas Pasien 0,751 0,030 10.135 0,000

Y33 Loyalitas Pasien 0,836 0,041 10.156 0,000

Y34 Loyalitas Pasien 0,682 0,037 5.121 0,000

b) Discriminant Validity

Untuk mengetahui validitas suatu

konstruk juga dapat dilihat dari

discriminant validity. Discriminant

validity pada indikator reflektif adalah

dengan melihat cross loading indikator

terhadap konstruk atau latennya. Hasil

cross loading indikator terhadap masing-

masing konstruknya lebih besar

dibandingkan dengan konstruk lainnya.

Hasil cross loading indikator terhadap

kualitas pelayanan (X1), waktu tunggu

(X2), citra rumah sakit (Y1), kepuasan

pasien (Y2) dan loyalitas pasien (Y3)

disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 dapat

diketahui bahwa discriminant validity

sudah terpenuhi dengan melihat cross

loading yang sudah terpenuhi dengan

baik, karena indikatornya memiliki cross

loading pada konstruknya lebih tinggi

dibandingkan terhadap konstruk lainnya.

Contohnya nilai loading X11 terhadap

konstruk X1 yang merupakan

konstruknya adalah 0,726 dimana nilai

tersebut lebih tinggi daripada nilai

loading X11 terhadap konstruk lain, yaitu:

loading X11 terhadap X2 senilai 0,341;

loading X11 terhadap Y1 senilai 0,442;

loading X11 terhadap Y2 senilai 0,246;

dan loading X11 terhadap Y3 senilai

0,269. Demikian halnya dengan

perbandingan loading masing-masing

indikator terhadap konstruknya juga

menunjukkan nilai lebih tinggi daripada

nilai loading dengan konstruk lainnya.

Tabel 4 Cross Loading Indikator Terhadap Masing-masing Konstruknya

Indikator Konstruk

X1 X2 Y1 Y2 Y3

X11 0,726 0,341 0,442 0,246 0,269

X12 0,675 0,439 0,311 0,466 0,402

X13 0,877 0,580 0,544 0,442 0,448

X14 0,774 0,597 0,524 0,361 0,356

X21 0,632 0,895 0,633 0,494 0,535

X22 0,483 0,834 0,517 0,390 0,433

Y11 0,506 0,603 0,899 0,526 0,732

Y12 0,539 0,507 0,663 0,234 0,113

Y13 0,341 0,407 0,726 0,098 0,247

Page 18: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

80

Bali Health Journal

4(2) 2020

Y21 0,289 0,277 0,194 0,740 0,466

Y22 0,478 0,549 0,527 0,756 0,495

Y23 0,244 0,176 0,111 0,624 0,392

Y31 0,356 0,435 0,541 0,480 0,889

Y32 0,435 0,422 0,289 0,545 0,751

Y33 0,471 0,640 0,665 0,578 0,836

Y34 0,225 0,129 0,155 0,401 0,682

Tabel 5 Average Variance Extracted (AVE), Composite Reliability (CR), dan Cronbach

Alpha pada Masing-masing Variabel Penelitian

Konstruk Average Variance

Extracted (AVE)

Composite

Reliability

Cronbach's

Alpha

Kualitas Pelayanan (X1) 0,588 0,850 0,763

Waktu Tunggu (X2)

Citra Rumah Sakit (Y1)

Kepuasan Pasien (Y2)

0,749 0,856 0,668

0,591 0,810 0,674

0,503 0,751 0,528

Loyalitas Pasien (Y3) 0,629 0,871 0,807

Berdasarkan Tabel 5 dapat

diketahui bahwa konstruk Kualitas

Pelayanan (X1), Waktu Tunggu (X2),

Citra Rumah Sakit (Y1), Kepuasan

Pasien (Y2) dan Loyalitas Pasien (Y3)

sangat bagus, karena memiliki discrimant

validity yang jauh lebih besar dari 0,5

yang tercermin dari Nilai Average

Variance Extracted (AVE), dan di atas

0,70 untuk Composite Reliability dan

Cronbach Alpha yang melebihi 0,60.

Tabel 6 Root Square Average Variance Extracted (RSAVE) dan Korelasi Antar Konstruk

Konstruks X1 X2 Y1 Y2 Y3

X1 0,767

X2 0,651 0,865

Y1 0,599 0,669 0,769

Y2 0,502 0,515 0,442 0,709

Y3 0,489 0,564 0,575 0,641 0,793

Tabel 7

Nilai R-square

Variabel R Square Keterangan

Citra Rumah Sakit (Y1) 0,494 Lemah

Kepuasan Pasien (Y2) 0,318 Lemah

Loyalitas Pasien (Y3) 0,527 Moderat

Tabel 6 menunjukkan bahwa

berdasarkan nilai square roots atas AVE

dengan korelasi variabel laten lebih besar

daripada varians bersama dengan

konstruk lain, maka hasil uji atas

konstruk dinyatakan valid. Misalnya nilai

Page 19: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

81

Bali Health Journal

4(2) 2020

square roots atas AVE konstruk X1

dengan korelasi terhadap konstruk X1

adalah 0,767, dimana nilai tersebut lebih

besar dari nilai varians dengan konstruk

lain, yaitu: dengan konstruk X2 senilai

0,651; dengan konstruk Y1 senilai 0,599;

dengan konstruk Y2 senilai 0,502; dan

dengan konstruk Y3 senilai 0,489.

c) Evaluasi Goodness of Fit dari Inner-

Model

Penelitian ini memper gunakan

PLS-SEM untuk mengestimasi dan

melakukan pengujian signifikansi dari

relasi antar konstruk berdasarkan hasil

analisis outer-model yang telah

dinyatakan reliabel dan valid. PLS-SEM

yang dipergunakan penelitian ini

bersumber dari SmartPLS versi 3.

Hasil analisis nilai R2 yang

didapatkan dari hasil perhitungan

menunjukkan sebaran yang beraneka

ragam. Tabel 7 menyajikan hasil

perhitungan yang didapatkan dengan

memanfaatkan software SmartPLS versi

3.6 yaitu nilai R2. Hasil nilai R2 sebesar

0,494 untuk Y1 tergolong lemah, dan

nilai R2 sebesar 0,318 untuk Y2 juga

tergolong lemah, selanjutnya nilai R2

sebesar 0,527 untuk Y3 tergolong

moderat sebagai predictor atas perubahan

nilai variabel independen yang disertakan

pada model penelitian ini. Jika dilihat

sebaran nilai R2 secara keseluruhan,

maka dapat dinyatakan sebagian besar

variabel dependen memiliki informasi

yang relatif memadai.

Validasi model penelitian dapat

dilakukan dengan dua metode, yaitu

pendekatan predict relevance Stone-

Geisser. Cara lain yang dapat dilakukan

untuk mendapatlan kualitas model

penelitian atas sejumlah konstruk yang

dipergunakan adalah dengan melalui uji

kelayakan goodness of fits (GOF[12],

dijabarkan formulasi model sebagai

berikut. Q2 = 1 – [ ( 1 – R1

2) ( 1 – R22 ) ... ( 1-

Rp2 ) ] ……………………. (1)

Q2 = 1 – [ ( 1 – R12) ( 1 – R2

2 ) ( 1- R32 )]

Q2 = 1 – [ ( 1 – 0,494) ( 1 – 0,318 ) ( 1-

0,527)]

Q2 = 1 – [ (0,506) (0,682) (0,473) ]

Q2 = 1 – 0,163228516= 0,836771484

Berdasarkan hasil perhitungan

diperoleh nilai Q2 sebesar 0,836771484

dapat diartikan bahwa 83,68 persen

variasi dari variabel Loyalitas Pasien

(Y3) dinyatakan oleh variasi variabel

kualitas pelayanan (X1), Waktu Tunggu

(X2),Citra Rumah Sakit (Y1), dan

Kepuasan Pasien (Y2), sedangkan

sisanya sebesar 16,32 persen dari variasi

perubahan nilai pada variabel loyalitas

pasien tidak dapat dijelaskan oleh

variabel laten eksogen (X1,X2,Y1 dan

Y2), dan ditentukan oleh faktor lain yang

tidak disertakan pada model penelitian

ini.

d) Uji Pengaruh Langsung

Hubungan antar variabel

penelitian (variabel laten) dapat

dijelaskan dengan menganalisis pengaruh

langsung, pengaruh tidak langsung,

maupun pengaruh total. Untuk

mengetahui pengaruh langsung antar

variabel dapat dilihat dari hasil analisis

path coefficients yang ditampilkan pada

Tabel 8.

Tabel 8 Path Coefficients (Pengaruh Langsung Antara Variabel Penelitian)

Variabel Original

Sample

Standard

Deviation

T

Statistics

P

Values

Keterangan

Kualitas Pelayanan (X1) → Citra

Rumah Sakit (Y1)

0,284 0,090 3,152 0,002 Signifikan

Kualitas Pelayanan (X1) → Kepuasan 0,260 0,101 2,579 0,010 Signifikan

Page 20: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

82

Bali Health Journal

4(2) 2020

Variabel Original

Sample

Standard

Deviation

T

Statistics

P

Values

Keterangan

Pasien (Y2)

Kualitas Pelayanan (X1) → Loyalitas

Pasien (Y3)

0,005 0,070 0,072 0,942 Non

Signifikan

Waktu Tunggu (X2) → Citra Rumah

Sakit (Y1)

0,484 0,074 6,571 0,000 Signifikan

Waktu Tunggu (X2) → Kepuasan

Pasien (Y2)

0,279 0,088 3,156 0,002 Signifikan

Waktu Tunggu (X2) → Loyalitas

Pasien (Y3)

0,148 0,063 2,350 0,019 Signifikan

Citra Rumah Sakit (Y1)→ Kepuasan

Pasien (Y2)

0,100

0,082

1,211

0,227

Non

Signifikan

Citra Rumah Sakit (Y1) → Loyalitas

Pasien (Y3)

0,279 0,064 4,329 0,000 Signifikan

Kepuasan Pasien (Y2) → Loyalitas

Pasien (Y3)

0,438 0,054 8,117 0,000 Signifikan

Gambar 3. Koefisien Path Hubungan Antar Variabel

Tabel 8 menunjukkan bahwa

kualitas pelayanan berpengaruh positif

dan signifikan terhadap citra rumah sakit,

dan kepuasan pasien. Namun kualitas

pelayanan berpengaruh tidak signifikan

terhadap loyalitas pasien yang dibuktikan

dengan P Value sebesar 0,942, dimana

nilai tersebut lebih besar dari 0,05

sehingga dinyatakan tidak signifikan.

Selanjutnya variabel waktu

tunggu berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Citra Rumah Sakit. Demikian

halnya waktu tunggu juga berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepuasan

pasien dan loyalitas pasien. Selanjutnya

citra rumah sakit berpengaruh tidak

signifikan terhadap kepuasan pasien yang

dibuktikan dengan P Value sebesar 0,227,

Page 21: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

83

Bali Health Journal

4(2) 2020

dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05

sehingga dinyatakan tidak signifikan.

Namun citra rumah sakit berpengaruh

positif dan siginifikan terhadap loyalitas

pasien. Terakhir terlihat bahwa kepuasan

pasien berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas pasien.

Dari gambar 3 dapat dilihat

bahwa pengaruh langsung dari kualitas

pelayanan, waktu tunggu, citra rumah

sakit dan kepuasan pasien yang paling

besar mempengaruhi loyalitas pasien

adalah kepuasan pasien dengan nilai

koefisien sebesar 0,438.

PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data dan

pengujian hipotesis lalu dikaji secara

deskriptif dan eksploratif, sehingga dapat

diketahui makna dan alasan mengapa

hasil penelitian diperoleh sesuai hasil

analisis data.

1) Hubungan Kualitas Pelayanan

terhadap Citra Rumah Sakit

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan

secara langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap citra rumah sakit pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Hal ini sejalan dengan

penelitian Marzaweny dkk[13] yang

menyatakan bahwa layanan yang

memiliki kualitas baik menimbulkan

kesan yang baik pula pada pada

masyarakat, dalam penelitiannya

disdapatkan hasil bahwa kualitas

pelayanan memiliki pengaruh langsung

dan positif terhadap citra rumah sakit

Arifin Achmad Pekanbaru. Selanjutnya

penelitian dari Sharon dan Santoso[14]

yang menyatakan bahwa kualitas layanan

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap citra Rumah Sakit RSUD

Tugurejo.

2) Hubungan Kualitas Pelayanan

terhadap Loyalitas Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan

secara langsung berpengaruh positif

namun tidak signifikan terhadap loyalitas

pasien pada Poliklinik Gigi dan Mulut

RSUP Sanglah. Hal ini tidak sejalan

dengan penelitian dari Fatmawati dan

Susanto[15], Pohan[16], Sulistyo dan

Gumilar[17] yang menyatakan loyalitas

pasien terwujud dari terpenuhinya

harapan pasien terhadap pelayanan yang

ada di rumah sakit. Namun hasil riset ini

didukung oleh beberapa penelitian

mengenai pengaruh kualitas pelayanan

terhadap loyalita seperti Aryani dan

Rosinta18 dengan hasil risetnya bahwa

tidak ada pengaruh antara kualitas

layanan terhadap loyalitas pelanggan

pada mahasiswa FISIP UI. Sejalan pula

dengan hasil penelitain Qomariyah[19]

dengan hasil risetnya bahwa kualitas

layanan tidak berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan dan loyalitas

mahasiswa, sejalan juga dengan

penelitian Musqari dan Huda[20] yang

menyatakan bahwa semakin tinggi

kualitas pelayanan yang diberikan tidak

mempengaruhi tingkat loyalitas muzaki

dalam menyalurkan zakat, infaq dan

shodaqohnya melalui BAZMA, dan

didukung oleh penelitian dari Susanto

dan Damayanti[21] yang menemukan

bahwa secara parsial kualitas pelayanan

tidak berpengaruh signifikan terhadap

loyalitas konsumen.

3) Hubungan Kualitas Pelayanan

terhadap Kepuasan Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan

secara langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan pasien pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Hal ini sejalan dengan

penelitian dari Syamsiah22 yang

menyatakan bahwa kualitas produk baik

barang maupun jasa merupakan hal

penting dan yang diharapkan oleh para

konsumen. Didukung juga oleh penelitian

dari Wu[7] yang menyatakan bahwa

Page 22: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

84

Bali Health Journal

4(2) 2020

kualitas layanan yang tinggi berkorelasi

dengan kepuasan pelanggan yang tinggi.

Kepuasan pasien berfungsi sebagai

medium antara kualitas layanan dan niat

perilaku. kualitas layanan kesehatan tidak

hanya berkaitan dengan bagaimana

layanan dari tenaga medis memberikan

layanan kepada pasien namun juga

bagaimana pasien merasa nyaman dengan

kondisi dan situasi yang rumah sakit

ciptakan.

4) Hubungan Waktu Tunggu terhadap

Citra Rumah Sakit

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa waktu tunggu secara

langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap citra rumah sakit pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Hal ini sesuai dengan penelitian

dari Septiani, Wigati, dan Fatmasari[23]

yang menyatakan bahwa terdapat

beberapa tahap proses pelayanan rawat

jalan dan loket administrasi atau

pendafatraan pasien merupakan salah

satu jenis pelayanan yang dapat menjadi

ujung tombak dalam pelayanan rawat

jalan karena merupakan pelayanan

pertama dan secara langsung berinteraksi

dengan pasien. Hal ini dapat

berkontribusi secara langsung

memberikan kesan kepada pasien

terhadap citra rumah sakit di dalam

memberikan akses pelayanan.

Selanjutnya sejalan juga dengan

penelitian dari Dewi, Astuti, dan

Werdani[24] yang menyatakan bahwa

waktu tunggu merupakan masalah yang

sering menimbulkan keluhan pasien di

rumah sakit.

5) Hubungan Waktu Tunggu terhadap

Loyalitas Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa waktu tunggu secara

langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap loyalitas pasien pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Hal ini sejalan dengan

penelitian dari Wahono[25] yang meneliti

mengenai kepuasan kepuasan keluarga

pasien terhadap waktu tunggu pelayanan

di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Kalimantan Barat dan

menemukan bahwa terdapat hubungan

yang kuat antara lama waktu tunggu

dengan kepuasan keluarga pasien. Di

dalam menentukan apakah konsumen

loyal atau tidak, dapat dilihat dari

kepuasan konsumen terlebih dahulu.

6) Hubungan Waktu Tunggu terhadap

Kepuasan Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa waktu tunggu secara

langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan pasien pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Hal ini sejalan dengan

penelitian dari Afolabi dan Erhun[26] yang

menyatakan bahwa waiting times/waktu

tunggu adalah lamanya waktu pasien

menunggu pelayanan kesehatan sampai

mendapat resep dari dokter, menunggu

dalam waktu yang lama menyebabkan

ketidakpuasan pasien/pelanggan.

Camacho dkk[27] berpendapat bahwa

mengurangi waktu tunggu dapat

meningkatkan kepuasan pasien di Rawat

Jalan.

7) Hubungan Citra Rumah Sakit

terhadap Kepuasan Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa citra rumah sakit

secara langsung berpengaruh positif

namun tidak signifikan terhadap

kepuasan pasien pada Poliklinik Gigi dan

Mulut RSUP Sanglah. Dalam penelitian

ini menemukan bahwa citra rumah sakit

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan

terhadap kepuasan pasien. Ini merupakan

temuan unik karena dengan adanya

asuransi BPJS, ini membatasi ruang

gerak pasien untuk memilih rumah sakit

rujukan yg mereka inginkan. Namun dari

hasil uji statistik, dilihat bahwa

pengaruhnya masih positif, artinya

memang benar jika citra rumah sakit akan

berdampak positif terhadap kepuasan

Page 23: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

85

Bali Health Journal

4(2) 2020

pasien, namun dalam penelitian ini tidak

bisa dibuktikan secara statistik. Hal ini

sejalan dengan penelitian dari Putra, Said,

dan Hasan[28] yang menemukan bahwa

citra rumah sakit tidak mempunyai

pengaruh signifikan terhadap kepuasan

pasien. Menurut beliau di mana sebagian

besar pasien responden tidak terlalu

mempertimbangkan faktor citra dalam

memilih rumah sakit tempat mereka

dirawat. Meskipun citra sebuah rumah

sakit positif akan tetapi jika tidak disertai

dengan kualitas layanan yang baik dan

tingkat kemampuan ekonomi yang

memadai maka pasien belum tentu akan

datang kembali ke rumah sakit tersebut.

8) Hubungan Citra Rumah Sakit

terhadap Loyalitas Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa citra rumah sakit

secara langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap loyalitas pasien pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian dari Merrilees dan Fry[8], yang

menemukan bahwa citra memiliki efek

langsung pada loyalitas. Namun

demikian, citra dapat dilihat jelas sebagai

penduga loyalitas pelanggan. Citra yang

baik akan membentuk pola pikir

masyarakat bahwa apabila masyarakat

memiliki kendala kesehatan, masyarakat

tidak perlu berpikir dua kali kemana

mereka akan mendapatkan layanan

kesehatan, karena berdasarkan

pengalaman yang mereka alami sendiri

atau berdasarkan informasi yang mereka

peroleh. Hasil ini juga sejalan dengan

Herizon dan Maylina[29], menjelaskan

bahwa citra secara tidak langsung

berpengaruh terhadap loyalitas.

9) Hubungan Kepuasan Pasien terhadap

Loyalitas Pasien

Hasil penelitian dan analisis data

menunjukkan bahwa kepuasan pasien

secara langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap loyalitas pasien pada

Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP

Sanglah. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian dari Dimyati[10] yang

menemukan bahwa kepuasan pasien

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas

pasien dengan arah hubungan positif.

Apabila konsumen merasa puas dengan

layanan rumah sakit maka akan

meningkatkan kepercayaan dan

keyakinan mereka bahwa rumah sakit

tetap akan memberikan pelayanan yang

optimal kepada pasien, sehingga

konsumen akan tetap setia untuk

menggunakan jasa layanan pada rumah

sakit tersebut di masa yang akan datang.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian

Suciati[30] yang meneliti pengaruh

kepuasan terhadap loyalitas pasien di Poli

Rawat Jalan RSUD Dr. M. Soewandhie

Surabaya. Hasil empirisnya menunjukkan

bahwa pasien yang tidak puas

berpengaruh terhadap loyalitas pasien.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

(1) Kualitas pelayanan secara langsung

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap citra rumah sakit; (2) Kualitas

pelayanan secara langsung berpengaruh

positif namun tidak signifikan terhadap

loyalitas pasien; (3) Kualitas pelayanan

secara langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan pasien; (4)

Waktu tunggu secara langsung

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap citra rumah sakit; (5) Waktu

tunggu secara langsung berpengaruh

positif dan signifikan terhadap loyalitas

pasien; (6) Waktu tunggu secara

langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan; (7) Citra

rumah sakit secara langsung

berpengaruh positif namun tidak

signifikan terhadap kepuasan pasien; (8)

Citra rumah sakit secara langsung

berpengaruh positif dan signifikan

Page 24: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

86

Bali Health Journal

4(2) 2020

terhadap loyalitas pasien dan; (9)

Kepuasan pasien secara langsung

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas pasien di Poliklinik

Gigi dan Mulut RSUP Sanglah.

Hasil penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pohan[16], Fatmawati dan Susanto[15]

dan Sulistyo dan Gumilar[17] yang

secara umum menyatakan variabel

kualitas pelayanan berpengaruh positif

dan signifikan terhadap loyaliyitas

pasien, namun pada peneltian ini

ditemukan bahwa hubungan antara

kualitas pelayanan terhadap loyalitas

pasien berpengaruh positif namun tidak

signifikan. Hal ini disebabkan karena

disebabkan karena sebagian besar

pasien (responden) yang diteliti

merupakan pasien dengan

menggunakan BPJS Kesehatan. Ini

menjadi alasan kenapa kualitas

pelayanan tidak signifikan dengan

loyalitas pasien. Pasien ingin kembali

ke RSUP Sanglah, namun BPJS

menerapkan aturan yang berbeda,

sehingga pasien tidak dapat memilih

pelayanan akan kemana, mereka harus

mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Terkait hubungan citra rumah

sakit terhadap kepuasan pasien,

penelitian ini berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Silva dan Awi[31].

Ini merupakan temuan unik karena

dengan adanya asuransi BPJS, ini

membatasi ruang gerak pasien untuk

memilih rumah sakit rujukan yg mereka

inginkan. Namun dari hasil uji statistik,

dilihat bahwa pengaruhnya masih

positif, artinya memang benar jika citra

rumah sakit akan berdampak positif

terhadap kepuasan pasien, namun dalam

penelitian ini tidak bisa dibuktikan

secara statistik.

SARAN

Saran untuk implikasi kepada

pihak RSUP Sanglah khususnya

Poliklinik Gigi dan Mulut agar mulai

berbenah dan mempersiapkan diri lebih

baik lagi dalam menghadapi persaingan

dengan rumah sakit/ klinik/ tempat

pelayanan kesehatan lain guna

menghadapi revolusi industri 4.0 yang

sudah serba digital, dapat dengan

membuat sistem seperti e-pendaftaran

secara mengkhusus di setiap poliklinik

dan janji temu dokter gigi dan dokter

gigi spesialis sehingga mengurangi

waktu tunggu dari pasien untuk

mendapatkan pelayanan dokter gigi.

Penelitian ini menunjukan bahwa

faktor-faktor determinan dari loyalitas

pasien di era revolusi industri 4.0 pada

Polikinik Gigi dan Mulut RSUP Sanglah

adalah kualitas pelayanan, waktu tunggu,

citra rumah sakit, kepuasan pasien.

Semua faktor ini akan lebih baik jika

digunakan dengan sistem yang digital,

sehingga pasien merasa lebih cepat dalam

pelayanan terutama mengurangi antrean

dan administrasi. Untuk itu disarankan

agar Poliklinik Gigi dan Mulut membuat

sistem seperti e-pendaftaran secara

mengkhusus dan janji temu dokter gigi

dan dokter gigi spesialis sehingga

mengurangi waktu tunggu dari pasien untuk mendapatkan pelayanan dokter

gigi.

DAFTAR RUJUKAN

1. Muharam, R. S. (2019). Inovasi

Pelayanan Publik Dalam

Menghadapi Era Revolusi Industri

4.0 Di Kota Bandung. Decision:

Jurnal Administrasi Publik, 1(01),

39.

https://doi.org/10.23969/decision.v1i

01.1401

2. Kementerian Kesehatan Repubik

Indonesia. (2018). Profil Kesehatan

Page 25: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Faktor Penentu Loyalitas Pasien

87

Bali Health Journal

4(2) 2020

Indonesia Tahun 2017. In Jurnal

Ilmu Kesehatan.

3. Sembel, M., Opod, H., &

Hutagalung, B. S. P. (2014).

Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien

Terhadap Perawatan Gigi Dan Mulut

Di Puskesmas Bahu. Jurnal E-GIGI,

2(2).

https://doi.org/10.35790/eg.2.2.2014.

5855

4. Irfan, S.M. and Ijaz, A. (2011).

Comparison of service quality

between private and public hospitals:

empirical evidence from Pakistan.

Journal of Quality and Technology

Management, VII.

5. Tanudjaya, P. K. (2014). Pengaruh

Kualitas Pelayanan Klinik Gigi

Terhadap Kepuasan Dan

Kepercayaan Pasien Sehingga

Meningkatkan Keinginan Untuk

Berobat Kembali. Jurnal Manajemen

Dan Pemasaran Jasa, 7(1), 39.

https://doi.org/10.25105/jmpj.v7i1.5

20

6. Byarugaba, J. M. (2014). Health

Service Quality as Perceived by

Patients of Referral Hospitals in

Uganda. Journal of Contemporary

Management.

7. Wu, C. (2011). The impact of

hospital brand image on service

quality, patient satisfaction and

loyalty. African Journal of Business

Management, 5(12), 4873–4882.

https://doi.org/10.5897/AJBM10.134

7

8. Merrilees, B., & Fry, M. L. (2002).

Corporate Branding: A Framework

for E-retailers. Corporate Reputation

Review, 5(2–3), 213–225.

https://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1

540175

9. Ramli, A. H., & Sjahruddin, H.

(2015). Building Patient Loyalty in

Healthcare Services. International

Review of Management and

Business Research, 4(2), 391–401.

10. Dimyati. (2014). Peranan

Experiential Marketing dan

Kepuasan Pasien dalam Menciptakan

Loyalitas Pasien Rumah Sakit

Fatimah Banyuwangi. Jurnal

Ekonomi Dan Akuntansi

Manajemen, XIII, 14–31.

11. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

12. Triadhi, N. A., Utama, M. S.,

Kembar, M., Budhi, S., Bagus, I., &

Purbadharmaja, P. (2018). An

Analysis Of Culture Influence Of

The Trihita Karana , Community

Empowerment , The

Entrepreneurship Orientation , And

Fishermen Institution With Respect

To The Welfare Of Fishermen On

The Serangan Island In Bali. IOSR

Journal of Economics and Finance,

9(5), 82–103.

https://doi.org/10.9790/5933-

09050382103

13. Marzaweny, D., Hadiwidjojo, D., &

Chandra, T. (2012). Analisis

Kepuasan Pasien sebagai Mediasi

Pengaruh Kualitas Pelayanan

Kesehatan terhadap Citra Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin

Achmad Pekanbaru. Jurnal Aplikasi

Manajemen, 10(3), 564–573.

Retrieved from

https://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/j

am/article/view/448/487

14. Sharon, L. G., & Santoso, S. B.

(2017). Analisis Pengaruh Kualitas

Layanan, Fasilitas, Citra Rumah

Sakit, Kepuasan Pasien Dalam

Rangka Meningkatkan Loyalitas

Pasien (Studi Pada Pasien Rawat

Inap RSUD Tugurejo Semarang).

Diponegoro Journal of Management,

6(3), 355–366. Retrieved from

https://ejournal3.undip.ac.id/index.ph

p/djom/article/view/17418/16673

15. Fatmawati, T., & Susanto. (2016).

Pengaruh Mutu Pelayanan Dokter

Terhadap Loyalitas Pasien di RS

PKU Muhammadiyah Bantul. Jurnal

Medicoeticolegal Dan Manajemen

Page 26: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Chrisandita & Darma

88

Bali Health Journal

4(2) 2020

Rumah Sakit, 5(2), 150–156.

https://doi.org/10.18196/jmmr.5120

16. Pohan, I. (2013). Jaminan Mutu

Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar

Pengertian dan Penerapan. Jakarta:

EGC.

17. Sulistyo, A., & Gumilar, A. (2017).

Jurnal Manajemen , Bisnis dan.

Jurnal Manajemen Bisnis, 8I(2),

137–144.

18. Aryani, D., & Rosinta, F. (2010).

Pengaruh Kualitas Layanan terhadap

Kepuasan Pelanggan dalam

Membentuk Loyalitas Pelanggan.

Jurnal Ilmu Administrasi Dan

Organisasi, 17(2), 114–126.

19. Qomariyah, N. (2012). nurul

qomariyah.pdf. Jurnal Aplikasi

Manajemen, 10(1), 177–187.

20. Musqari, N., & Huda, N. (2018).

Pengaruh Kualitas Layanan terhadap

Loyalitas Melalui Variabel Kepuasan

pada Lembaga Amil Zakat (Studi

pada Baituzzakah Pertamina Kantor

Pusat). Perisai : Islamic Banking and

Finance Journal, 2(1), 34.

https://doi.org/10.21070/perisai.v2i1.

1469

21. Sussanto, H., & Damayanti, W.

(2008). Pengaruh kualitas pelayanan

dan produk terhadap loyalitas

konsumen. Jurnal Ekonomi Bisnis,

13(1), 59–67.

22. Syamsiah, N. (2009). Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Nilai yang Dirasakan Pelanggan

Untuk Menciptakan Kepuasan

Pelanggan di RSUP Dokter Kariadi

Semarang. Universitas Diponegoro.

23. Septiani, Wigati, & Fatmasari.

(2017). Gambaran Sistem Antrian

Pasien Dalam Optimasi Pelayanan Di

Loket Pendaftaran Instalasi Rawat

Jalan Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati. Jurnal Kesehatan

Masyarakat (e-Journal), 5(4), 1–14.

24. Dewi, A. U., Astuti, R., & Werdani,

K. E. (2015). Hubungan Waktu

Tunggu Pendaftaran Dengan

Kepuasan Pasien di Tempat

Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

(TPPRJ) RSUD Sukoharjo. Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Artikel

Pe, 1–9. Retrieved from

http://eprints.ums.ac.id/36185/1/02

NASKAH PUBLIKASI.pdf

25. Wahono, B. T. (2011). Kepuasan

Keluarga Pasien Terhadap Waktu

Tunggu Pelayanan di Instalasi Rawat

Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Kalimantan Barat. Universitas

Gadjah Mada.

26. Afolabi, M., & Erhun, W. O. (2003).

Patients’ response to waiting time in

an out-patient pharmacy in Nigeria.

Tropical Journal of Pharmaceutical

Research, 2(10), 207–214.

https://doi.org/10.7324/JAPS.2012.2

1018

27. Hasan. (2013). Hubungan Waiting

Times/ Waktu Tunggu dengan

Kepuasan Pasien di Poliklinik Mata

Pada Instalasi Rawat Jalan di RSUD

Tarakan Propinsi Kalimantan Timur

2013 (Universitas Hasanuddin).

https://doi.org/10.1016/j.gaitpost.201

8.03.005

28. Putra, A. J. P. K., Said, S., & Hasan,

S. (2017). Pengaruh Karakteristik

Toko dan Produk Bagi Konsumen di

Indonesia Terhadap Pembelian

Impulsif. Jurnal Manajemen Dan

Kewirausahaan, 5(2), 8–19.

29. Fakhrudin, A. (2016). Pengaruh

Performance Quality , Reputasi

Merek Dan Kepuasan Pelanggan

Terhadap Loyalitas Merek. 7(1), 65–

83.

30. Suciati, N. (2006). Pengaruh

Kepuasan Pasien Terhadap Loyalitas

Pasien di Poli Rawat Jalan RSUD

Dr. M. Soewandhi Surabaya.

31. Silva, R. V. Da, & Alwi, S. F. S.

(2008). Online Brand Attributes and

Online Corporate Brand Images.

Journal of Brand Management, 16.

https://doi.org/10.1108/03090560810

891136

Page 27: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

BHJ 4(2) 2020

BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

AKREDITASI PUSKESMAS SEBAGAI INTERVENING PENGARUH

KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN

Gde Palguna Reganata1, Made Karma Maha Wirajaya2

1Fakultas Bisnis, Sosial, Teknologi, dan Humaniora, Universitas Bali Internasional 2Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Bali Internasional

ABSTRAK

Latar Belakang: Peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan tingkat dasar dalam kaitannya dengan aspek

jangkauan geografis yang luas, sangat penting untuk dioptimalkan. Kualitas sebagai barometer pelayanan harus

dikedepankan sehingga menjadi budaya yang mengarah pada kepuasan pasien. Tujuan: menganalisis pengaruh status

akreditasi puskesmas dalam memediasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien puskesmas di Kota Denpasar.

Metode: Subjek penelitian adalah pasien puskesmas di Kota Denpasar, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah kualitas

pelayanan, status akreditasi, kepuasan pasien. Sampel diambil secara acak dengan menggunakan cluster random sampling,

yang bertujuan untuk mengambil sampel representative di setiap kecamatan. Pengambilan di lapangan dilakukan dengan

purposive sampling. Data berupa respon pasien yang diperoleh dengan memberikan instrument. Analisis data dilakukan

dengan menggunakan Path Analysis. Hasil: nilai Z untuk status akreditasi Utama dan Paripurna masing-masing adalah

1,9601 dan 2,7053. Kedua nilai tersebut lebih besar dibandingkan 1,96 yang berarti status akreditasi mampu memediasi

hubungan antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pasien Kesimpulan: Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan pasien dan akreditasi puskesmas mampu memediasi hubungan antara kualitas pelayanan

terhadap kepuasan pasien Puskesmas Kota Denpasar.

Kata Kunci: akreditasi, kepuasan pasien, kualitas pelayanan, puskesmas

ABSTRACT

Background: The role of puskesmas as the spearhead of basic health services with broad assessment is very important to

optimize. Quality as a barometer of service must be put forward so that it becomes a culture aimed at patient satisfaction.

Objective: to analyze the influence of puskesmas accreditation status in mediating the effect of quality on the satisfaction of

puskesmas patients in Denpasar. Methods: The subjects of the study were the puskesmas patients in Denpasar City, while

the objects in this study were quality of service, accreditation status, patient satisfaction. Samples were taken randomly using

cluster random sampling, which was taken to take representative samples in each district. The taking in the field is done by

purposive sampling. Data consisted of patient responses obtained by giving instruments. Data analysis was performed using

Path Analysis. Results: Z scores for “Utama” and ‘Paripurna” status accreditation are 1.9601 and 2.7053, respectively. Both

values are greater than 1.96 which means the accreditation status is able to mediate the relationship between Service Quality

and Patient Satisfaction Coclusion: Service quality could impact patient satisfaction positively and significant where

puskesmas accreditation is able to mediate the relationship between service quality and patient satisfaction at the Denpasar

City Health Center.

Keywords: accreditation, patient satisfaction, service quality, puskesmas

Korespondensi:

Gde Palguna Reganata

Email: [email protected]

Riwayat Artikel: Diterima 16 November 2019

Disetujui 10 Oktober 2020

Dipublikasikan 18 November 2020

Page 28: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Reganata & Wirajaya

90

Bali Health Journal

4(2) 2020

PENDAHULUAN

Puskesmas sebagai ujung tombak

pelayanan kesehatan tingkat dasar wajib

menyediakan pelayanan kesehatan sesuai

dengan pedoman dari Kementerian

Kesehatan dan peraturan perundangan

yang berlaku dengan memperhatikan

kebutuhan dan harapan masyarakat[1].

Sebagai salah satu institusi pelayanan

kesehatan, puskesmas juga tidak luput

dari penilaian baik dari badan penilai

maupun masyarakat yang merasakan

langsung pelayanan dari puskesmas.

Penilaian ini dipercaya mampu

mencerminkan kualitas pelayanan demi

tercapainya kepuasan pasien[2].

Pelayanan kesehatan yang

bermutu selalu berorientasi pada

pemenuhan harapan pasien sehingga

pasien merasakan penghargaan dan

pengakuan. Hal ini menimbulkan word of

mouth yang tinggi, dimana pasien akan

bercerita kemana-mana dan

menyebarluaskan segala hal baik tersebut

sehingga pasien atau masyarakat menjadi

pemasar tak langsung dari institusi

layanan kesehatan dengan mutu yang

berkualitas[3].

Kualitas puskesmas menjadi salah

satu pertimbangan masyarakat dalam

melakukan pemeriksaan kesehatan.

Puskesmas dituntut untuk selalu

mengevaluasi dan memperbaiki mutu

secara berkelanjutan. Perbaikan mutu

yang diharapkan adalah peningkatan

kinerja yang berkesinambungan,

sehingga perlu dilakukan penilaian oleh

pihak eksternal dengan menggunakan

standar yang ditetapkan yaitu melalui

mekanisme akreditasi[1].

Akreditasi sebagai salah satu

parameter kualitas telah

diimplementasikan di berbagai negara

berkembang dan digunakan sebagai

regulator untuk menjamin kualitas

pelayanan dan penggunaan sumber daya

yang efisien[4,5]. Indonesia sebagai salah

satu negara berkembang menerapkan

system akreditasi pada puskesmas dengan

tujuan utama untuk pembinaan

peningkatan mutu, kinerja melalui

perbaikan yang berkesinambungan

terhadap sistem manajemen, sistem

manajemen mutu dan sistem

penyelenggaraan pelayanan dan program,

serta penerapan manajemen risiko, dan

bukan sekedar penilaian untuk

mendapatkan sertifikat akreditasi[6].

Fenomena status akreditasi

sebagai pertimbangan dalam memilih

puskesmas terlihat dalam berbagai

penelitian. Beberapa penelitian

memperlihatkan bahwa skor akreditasi

dan kepuasan pasien tidak berbanding

lurus. Sebuah penelitian yang dilakukan

oleh Heuer pada tahun 2004 gagal

menunjukkan hubungan antara skor

akreditasi, yang diwakili kualitas teknis,

dan peringkat kepuasan pasien yang

diwakili kualitas layanan[7]. Penelitian

lain dari Hayati et al tahun 2010

menunjukkan bahwa baik rumah sakit

terakreditasi dan tidak terakreditasi,

tingkat kepuasan berbanding terbalik

dengan tingkat pendidikan dan

penghasilan bulanan, dan berbanding

lurus dengan usia[8]. Responden yang

bekerja memiliki tingkat kepuasan yang

lebih rendah daripada pengangguran.

Studi ini menyimpulkan bahwa akreditasi

sangat tidak mencerminkan kepuasan

pasien. Temuan dari studi pada tahun

2011 dari Sack dkk., tidak menunjukkan

hubungan antara rekomendasi pasien dan

tingkat akreditasi. Meskipun akreditasi

rumah sakit adalah langkah menuju

manajemen mutu secara total, hal itu

belum tentu merupakan faktor penting

kualitas[2].

Peran puskesmas sebagai ujung

tombak pelayanan kesehatan tingkat

dasar dalam kaitannya dengan aspek

jangkauan geografis yang luas, sangat

penting untuk dioptimalkan. Kualitas

sebagai barometer pelayanan harus

dikedepankan sehingga menjadi budaya

yang mengarah pada kepuasan pasien.

Akreditasi sebagai sarana penilaian tidak

hanya berupa pemenuhan fasilitas, SDM,

Page 29: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening

91

Bali Health Journal

2(2) 2020

system manajemen, yang harus dipenuhi

saat penilaian saja, tetapi harus menjadi

budaya yang secara terus menerus

dirasakan oleh pengguna layanan.

Akreditasi juga diharapkan mampu untuk

merangsang dan memotivasi setiap

individu di puskesmas dari jajaran

manajemen sampai petugas kesehatan.

Hal-hal tersebut ditambah inkonsistensi

hasil penelitian sebelumnya menjadi

urgensi dari penelitian ini. Berdasarkan

penjabaran tersebut, maka perlu untuk

melakukan penelitian terkait status

akreditasi sebagai intervening hubungan

antara kualitas pelayanan terhadap

kepuasan pasien.

METODE

Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian

eksplanatori dengan pendekatan

kuantitatif. Menurut Zikmund et al[13]

penelitian eksplanatori merupakan

penelitian yang dilakukan untuk

mengidentifikasi hubungan sebab akibat

antar variabel[13]. Penelitian ini digunakan

untuk menguji dampak dari perubahan

secara spesifik pada fenomena yang telah

terjadi.

Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien

puskesmas di Kota Denpasar, sedangkan

objek dalam penelitian ini adalah kualitas

pelayanan, status akreditasi, kepuasan

pasien. Sampel diambil secara acak

dengan menggunakan cluster random

sampling, yang bertujuan untuk

mengambil sampel representative di

setiap kecamatan. Pengambilan di

lapangan dilakukan dengan purposive

sampling, dimana sampel diambil dengan

kriteria tertentu, yakni responden saat

dilakukan pengambilan data sedang

berkunjung ke puskesmas.

Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan

menggunakan Path Analysis. Teknik

analisis jalur ini akan digunakan dalam

menguji besarnya kontribusi yang

dinyatakan oleh koefisien jalur pada

setiap diagram jalur dari hubungan kausal

atau sebab akibat yang tercipta dari

variabel eksogen terhadap variabel

endogen. Pada dasarnya perhitungan

koefisien jalur membutuhkan perhitungan

dari analisis korelasi dan regresi yang

kemudian dituangkan dalam software

berupa SPSS for windows.

HASIL

Puskesmas yang tersebar di

seluruh Kota Denpasar seluruhnya telah

terakreditasi. Terdapat 11 puskesmas

yang telah memperoleh akreditasi dengan

status yang bervariasi. Satu puskesmas

yaitu Puskesmas Denpasar Barat II

berstatus paripurna, sedangkan 6

puskesmas berstatus utama, dan sisanya 4

puskesmas dengan status madya.

Pengujian data pada penelitian ini

menggunakan analisis jalur (path

analysis) guna menguji pola hubungan

yang mengungkapkan pengaruh variabel

atau seperangkat variabel terhadap

variabel lainnya, baik pengaruh langsung

maupun pengaruh tidak langsung.

Analisis ini dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut.

1) Merancang model berdasarkan teori

Pemodelan berdasarkan latar

belakang teori dan perumusan

hipotesis pada penelitian ini dapat

digambarkan dalam kerangka konsep

berikut:

Page 30: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Reganata & Wirajaya

92

Bali Health Journal

4(2) 2020

Kualitas

Pelayanan

(X)

Status

Akreditasi

(M)

Kepuasan

Pasien (Y)

Gambar 1 Model Jalur Pengaruh Kualitas

Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien

dengan Status Akreditasi Sebagai

Variabel Mediasi

Model tersebut juga dapat dinyatakan

dalam bentuk persamaan, sehingga

membentuk sistem persamaan berikut:

Status akreditasi sebagai variabel

mediasi terbagi menjadi tiga kategori

yaitu, madya, utama, dan paripurna.

Pemodelan tersebut tidak cukup

menggunakan analisis regresi linear saja,

namun diperlukan regresi logistic sebagai

alat untuk menguji pengaruh variabel

predictor ke mediator[14].

2) Memeriksa asumsi dalam jalur

Untuk pemeriksaan terhadap

asumsi ini, dapat dilakukan dengan

melihat susunan model teoritis yang telah

dibangun dengan memperlihatkan bentuk

hubungan antar variabel adalah linier,

yaitu sistem aliran ke satu arah, dimana

hubungan antara ei saling bebas demikian

juga hubungan antara ei dengan variabel

x saling bebas, dan tidak ada variabel

endogen yang mempunyai pengaruh

bolak balik, seperti terlihat pada gambar

1. Berdasarkan gambar tersebut maka

hubungan antar variabel adalah linier,

yaitu sistem aliran ke satu arah, dimana

hubungan antara εi saling bebas demikian

juga hubungan antara εi dengan variabel

x saling bebas, dan tidak ada variabel

endogen yang mempunyai pengaruh

bolak-balik.

3) Pendugaan parameter atau

perhitungan koefisien path

Pada analisis jalur, pengaruh

langsung dinyatakan dengan koefisien ,

sedangkan pengaruh tidak langsung dan

pengaruh total dapat dihitung dengan

membuat perhitungan tersendiri. Untuk

pendugaan parameter dilakukan dengan

analisis regresi melalui software SPSS 21

for Windows diperoleh hasil sebagai

berikut.

Substruktur I

Persamaan tersebut diselesaikan

menggunakan analisis regresi linear

sederhana karena memprediksi variabel

respon dari satu variabel prediktor.

Berdasarkan hasil perhitungan pada

pengujian data diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 1 Nilai Korelasi, Determinasi, F hitung dan Koefisien Substruktur 1

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.018 .255 3.996 .000

Kualitas .739 .063 .676 11.701 .000

F hit = 136,914

Sig. = 0,000

R = 0,676

R-Square = 0,457

Page 31: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening

93

Bali Health Journal

2(2) 2020

Substruktur II

Persamaan tersebut dapat

diselesaikan menggunakan analisis

regresi logistic ordinal sesuai dengan

kategori dari variabel respon yang

memiliki peringkat. Berdasarkan hasil

perhitungan pada pengujian data

diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 2 Nilai Koefisien Substruktur 2

Estimat

e

Std.

Error

Wald df Sig. 95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

Threshol

d

[Akreditasi = 1.00] 22.885 3.648 39.349 1 .000 15.735 30.036

[Akreditasi = 2.00] 26.672 3.851 47.972 1 .000 19.124 34.219

Location Kualitas 5.877 .917 41.054 1 .000 4.079 7.675

Link function: Logit.

Substruktur 3:

Persamaan tersebut dapat

diselesaikan menggunakan regresi

linear berganda karena memiliki

dua predictor. Dari hasil

perhitungan pada pengujian data

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3 Nilai Korelasi, Determinasi, F hitung dan Koefisien Substruktur 3

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 1.466 .289 5.079 .000

Kualitas .614 .074 .561 8.296 .000

Akdt1 .070 .034 .135 2.055 .041

Akdt2 .188 .063 .211 2.991 .003

F hit = 50,873

Sig. = 0,000

R = 0,698

R-Square = 0,487

Berdasarkan perhitungan terhadap

substruktur 1, 2, dan 3 maka dapat

diketahui besarnya pengaruh langsung beserta interpretasi dari masing-masing

substruktur. Perhitungan pengaruh dapat

dilihat dari nilai standardized coefficient

antar variabel adalah sebagai berikut.

a) Pengaruh variabel Kualitas

Pelayanan terhadap Status

Akreditasi.

Berdasarkan tabel 2 besarnya

pengaruh langsung variabel Kualitas Pelayanan terhadap

Status Akreditasi sebesar 6,408

(X → M = p1 = 6,408)

Page 32: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Reganata & Wirajaya

94

Bali Health Journal

4(2) 2020

b) Pengaruh variabel Status

Akreditasi terhadap Kepuasan

Pasien

Berdasarkan tabel 3 besarnya

pengaruh langsung variabel

dummy status akreditasi terhadap

Kepuasan Pasien:

Status Akreditasi Utama sebesar

0,135 (M1 → Y = 0,135)

Status Akreditasi Paripurna

sebesar 0,211 (M2→ Y = 0,211)

c) Pengaruh variabel Kualitas

Pelayanan terhadap Kepuasan

Pasien

Berdasarkan tabel 3 besarnya

pengaruh langsung variabel

Kualitas Pelayanan terhadap

Kepuasan Pasien sebesar 0,561 (X

→ Y = p3 = 0,561)

4) Pemeriksaan validasi model

Pemeriksaan validitas model dalam

penelitian ini menggunakan theory

triming dimana pendekatan ini

dilakukan dengan membuang jalur-

jalur yang non signifikan agar

memperoleh model yang benar-benar

didukung oleh data empirik. Uji

validasi pada setiap jalur untuk

pengaruh langsung adalah sama

dengan regresi, menggunakan nilai p-

value dari uji-t. Berdasarkan nilai p-

value, sebuah model menghasilkan

bentuk hubungan yang valid, dengan

nilai p-value< 0,05. Nilai p-value

masing-masing untuk Kualitas

Pelayanan dan Status Akreditasi

adalah 0,000 dan 0,017. Maka sesuai

dengan teori trimming, maka model

dinyatakan layak. Sehingga model

akhir dapat digambarkan sebagai

berikut:

Status Akreditasi

(M)

Kualitas

Pelayanan

(X)

Kepuasan Pasien

(Y)

e1

e2

0,000M1=0,000

M2=0,041

0,000

Gambar 2 Validasi Model Gambar

Diagram Jalur Akhir

Berdasarkan gambar tersebut,

maka status variable kepuasan kerja

sebagai mediasi dapat diketahui dengan

menggunakan Sobel Test[15].

Menentukan Pengaruh Variabel Mediasi

Untuk menguji signifikansi

kepuasan kerja sebagai variabel mediator

dalam hubungan antara variabel Kualitas

Pelayanan dan variabel Kepuasan Pasien

maka digunakan uji Sobel sebagai

berikut:

Keterangan:

Page 33: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening

95

Bali Health Journal

2(2) 2020

Perhitungan status mediasi menggunakan Sobel Test Calculator dari quantpsy.org.

Berdasarkan perhitungan Sobel test diperoleh hasil sebagai berikut:

Mediasi Status Akreditasi Utama pada

Hubungan Kualitas ke Kepuasan

Mediasi Status Akreditasi Paripurna

pada Hubungan Kualitas ke Kepuasan

Berdasarkan hasil tersebut diperoleh

nilai Z untuk status akreditasi Utama dan

Paripurna masing-masing adalah 1,9601

dan 2,7053. Kedua nilai tersebut lebih

besar dibandingkan 1,96. Hal ini berarti

status akreditasi berpengaruh sebagai

variabel yang memediasi hubungan

antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan

Pasien.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan

tersebut, maka dapat dijelaskan pengaruh

Kualitas Pelayanan terhadap kepuasan

pasien dengan efek mediasi Status

Akreditasi pada Puskesmas di Kota

Denpasar sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis data

diperoleh bahwa Kualitas Pelayanan

berpengaruh terhadap kepuasan kerja

karyawan. Ini ditunjukan oleh koefisien

variabel Kualitas Pelayanan sebesar

0,614 yang signifikan dengan nilai t-

hitung sebesar 8,296 pada p sebesar

0,000. Koefisien Kualitas Pelayanan yang

sudah distandarisasi ditunjukan dengan

nilai beta sebesar 0,561. Hal ini berarti

pengaruh langsung Kualitas Pelayanan

terhadap kepuasan pasien adalah 56,1%.

Hal ini berarti semakin baik penerapan

Kualitas Pelayanan, maka kepuasan

pasien semakin meningkat. Hasil

penelitian ini membuktikan bahwa ada

pengaruh positif Kualitas Pelayanan

terhadap kepuasan pasien di Puskesmas

Kota Denpasar. Persepsi pasien terhadap

kualitas pelayanan dipengaruhi oleh

harapan terhadap pelayanan yang

diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh

komunikasi dari mulut ke mulut (Word

of Mouth), kebutuhan pasien,

pengalaman masa lalu (Past Experiance)

dan pengaruh komunikasi eksternal.

Dalam kenyataanya pelayanan yang

diterima/dirasakan pasien dengan

harapan pasien akan mempengaruhi

persepsi pasien terhadap kualitas

pelayanan.[11]

Menurut Sabarguna (2004:70),

kepuasan pasien merupakan nilai

subyektif terhadap kualitas pelayanan

yang diberikan. Tapi walaupun

subyektif tetap ada dasar obyektifnya,

artinya walaupun penilaian itu dilandasi

oleh pengalaman masa lalu, pendidikan,

situasi psikis waktu itu dan pengaruh

lingkungan waktu itu, tetapi tetap akan

didasari oleh kebenaran dan kenyataan

obyektif yang ada.

Berdasarkan hasil analisis data

diperoleh bahwa status akreditas mampu

berperan sebagai mediator kualitas

pelayanan terhadap Kepuasan Pasien. Ini

ditunjukan oleh koefisien variabel status

akreditasi sebagai variabel dummy

sebesar 0,070 untuk Puskesmas dengan

Status Akreditasi Utama dan 0,188 untuk

Puskesmas dengan Status Akreditasi

Paripurna. Kedua nilai koefisien tersebut

signifikan secara statistika dengan nilai

signifikansi kurang dari 0,05. Hal ini

berarti kualitas pelayanan yang baik

berdampak pada baiknya penilaian

akreditasi puskesmas sehingga dapat

berimplikasi pada kepuasan pasien. Hasil

ini sesuai dengan penelitian dari Wardani

dalam penelitiannya berjudul “Analisa

Page 34: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Reganata & Wirajaya

96

Bali Health Journal

4(2) 2020

Kepuasan Pasien Ditinjau Dari Mutu

Pelayanan Kesehatan Setelah

Terakreditasi Paripurna versi KARS

2012” yang menyatakan bahwa ada

pengaruh kepuasan pasien di tinjau dari

mutu pelayanan setelah terakreditasi

paripurna versi KARS 2012. Selain itu

hasil ini merupakan kontraposisi dari

Sack et al[2] dalam penelitiannya berjudul

“Is there an association between hospital

accreditation and patient satisfaction with

hospital care? A survey of 37,000

patients treated by 73

hospitals”mempelajari hubungan antara

rumah sakit status akreditasi dan

kepuasan pasien dengan menilai

bagaimana pasien bersedia

merekomendasikan rumah sakit. Temuan

dari studi tidak menunjukkan hubungan

antara tingkat rekomendasi dan

akreditasi, tetapi menemukan bahwa

meskipun akreditasi rumah sakit adalah

langkah menuju manajemen mutu secara

total (TQM), hal tersebut belum tentu

merupakan faktor penting untuk kualitas

pelayanan.

Hasil lain yang juga bertentangan

adalah penelitian dari Hayati dengan

penelitian berjudul

“InPatients’Satisfaction In The Medical

And Surgical Wards – A Comparison

Between Accredited And Non Accredited

Hospital In The State Of Selangor”

dimana hasilnya menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan

dalam kepuasan pasien antara rumah

sakit terakreditasi dan tidak

terakreditasi.[8] Studi ini menyimpulkan

bahwa akreditasi tidak mencerminkan

kepuasan pasien.

SIMPULAN

Kualitas pelayanan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepuasan

pasien dan akreditasi puskesmas mampu

memediasi hubungan antara kualitas

pelayanan terhadap kepuasan pasien

Puskesmas Kota Denpasar. Hal ini sesuai

dengan tujuan utama akreditasi

puskesmas dimana akreditasi dilakukan

guna pembinaan peningkatan mutu

kinerja melalui perbaikan yang

berkesinambungan terhadap sistem

manajemen, sistem manajemen mutu,

sistem penyelenggaraan pelayanan serta

program dan penerapan manajemen

risiko demi tercapainya kepuasan pasien.

SARAN

Pemerintah dalam hal ini Dinas

Kesehatan Kota Denpasar mendorong

upaya peningkatan status akreditasi

puskesmas dari madya menjadi utama,

dan utama menjadi paripurna. Hal ini

dapat dilakukan dengan memberikan

apresiasi terhadap puskesmas berprestasi

dan mengupayakan peningkatan

kesejahteraan para pegawai di puskesmas

Kota Denpasar. Selain itu, puskesmas

Kota Denpasar juga diharapkan mampu

meningkatkan kualitas pelayanan dan

mengelola puskesmas berbasis data dan

dokumentasi sehingga akreditasi tidak

lagi disiapkan dalam tempo singkat dan

dapat bertransformasi menjadi budaya

mutu.

PENDANAAN

Penelitian ini didanai sepenuhnya

oleh Kementerian Riset, Teknologi dan

Pendidikan Tinggi dalam kategori

Penelitian Kompetitif Nasional dengan

skema Penelitian Dosen Pemula.

DAFTAR RUJUKAN

1. Menteri Kesehatan RI. (2015).

Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 46 Tahun

2015 tentang Akreditasi Puskesmas,

Klinik Pratama, Tempat Praktik

Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik

Mandiri Dokter Gigi. Diakses dari

Page 35: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Akreditasi Puskesmas Sebagai Intervening

97

Bali Health Journal

2(2) 2020

www.depkes.go.id [Diakses tanggal

27 Agustus 2018]

2. Sack C, Scherag A, Lutkes P,

Gunther W, Jockel KH, Holtmann G.

Is there an association between

hospital accreditation and patient

satisfaction with hospital care? A

survey of 37,000 patients treated by

73 hospitals. Int J Qual Health Care

2011; 23:278-83. doi:

10.1093/intqhc/mzr011

3. Pohan, Imbalo.(2007).Jaminan Mutu

Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar

Pengertian Dan Penerapan. Jakarta:

EGC

4. Greenfield D, Braithwaite J. Health

sector accreditation research: a

systematic review. Int J Qual Health

Care 2008; 20: 172-83. doi:

10.1093/intqhc/mzn005

5. Jovanovic B. Hospital Accreditation

as Method for Assessing Quality in

Healthcare. Arch Oncol 2005; 13:

156-7.

6. Direktorat Jendral Bina Upaya

Kesehatan. 2013.Akreditasi

Puskesmas. Jakarta.

7. Heuer AJ. Hospital Accreditation

and Patient Satisfaction: Testing the

Relationship. J Healthc Qual 2004;

26: 46-51. doi: 10.1111/j.1945-

1474.2004.tb00471.x

8. Hayati NI, Azimatun NA, Rozita H,

Ezat WA, Rizal AM. InPatients’

Satisfaction In The Medical And

Surgical Wards – A Comparison

Between Accredited And Non

Accredited Hospital In The State Of

Selangor. J Commun Health 2010;

16: 60-8.

9. Nursalam. (2011). Manajemen

Keperawatan.edisi 3. Jakarta :

Salemba Medika

10. Kotler, dan Keller. (2012).

Manajemen Pemasaran. Edisi 12.

Jakarta: Erlangga

11. Zeithaml, V.A., M.J. Bitner, D.D.

Gremler. 2013. Services Marketing:

Integrating Customer Focus Across

the Firm 6 th ed. Mc.Graw-Hill

12. Tjiptono Fandy, 2014, Pemasaran

Jasa, Andi, Yogyakarta

13. Zikmund, W.G., Babin, J., Carr, J.

& Griffin, M. (2012) “Business

Research Methods: with Qualtrics

Printed Access Card” Cengage

Learning.

14. Iacobucci, Dawn. 2012. Mediation

analysis and categorical variables:

The final frontier. Journal of

Consumer Psychology 22 (2012)

582–594. Elsevier.

15. Baron, Reuben M., & Kenny, David

A. (1986). The moderator–mediator

variable distinction in social

psychological research: Conceptual,

strategic, and statistical

considerations. Journal of

Personality and Social Psychology,

51(6), 1173–1182

16. Sabarguna BS. 2009. Manajemen

Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto

Page 36: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

BHJ 4(2) 2020

BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

ANALISIS READINESS SDM RSU BALI JIMBARAN DALAM

MENGHADAPI ERA DISRUPTION

I Gede Ari Darma Putra

Universitas Pendidikan Nasional Denpasar

ABSTRAK

Latar belakang: Perkembangan zaman setiap harinya mengalami perubahan yang cukup cepat, dimana teknologi berubah

menjadi lebih canggih, diikuti dengan berubahnya perilaku manusia membuat perusahan-perusahan yang ada di Indonesia

khususnya di Bali yang bergerak dibidang pelayanan seperti RSU Bali Jimbaran dengan sigap menyiapkan sumber daya

manusia dalam menghadapi disruption yang begitu cepat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesiapan SDM dalam menghadapi era disruption. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana menggunakan

enam narasumber terdiri dari tiga staff RSU Bali Jimbaran dan tiga pasien yang menggunakan jasa pelayanan RSU Bali

Jimbaran. Hasil: Hasil dari penelitian ini menimbulkan hasil positif yang menyatakan bahwa SDM RSU Bali Jimbaran siap

menghadapi era disruption.

Kata Kunci: SDM, disruption, pelayanan, rumah sakit

ABSTRACT

Background: The development of the times has changed quite rapidly every day, where technology has changed to become

more sophisticated, followed by changes in human behavior, making companies in Indonesia, especially in Bali engaged in

services such as RSU Bali Jimbaran, to prepare human resources to face disruption its so fast. Purpose: This research is aimed for describing the readiness of the hospital’s human resources toward the era of disruption. Method: This study used

a qualitative approach which used six sources consisting of three staff at the Bali Jimbaran Hospital and three patients who

used the services of the Bali Jimbaran Hospital. Result: The results of this study lead to positive results which state that the

staff of Bali Hospital in Jimbaran is ready to face the era of disruption.

Keywords: HR, Disruption, Service, Hospital

Korespondensi:

I Gede Ari Darma Putra

Email: [email protected]

Riwayat Artikel: Diterima 20 September 2020

Disetujui 10 Oktober 2020

Dipublikasikan 18 November 2020

Page 37: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran

99

Bali Health Journal

4(2) 2020

PENDAHULUAN

Perkembangan zaman setiap

harinya berubah, makin kemari teknologi

semakin canggih, hal ini harus diimbangi

dengan kesiapan manusia dalam

menghadapi perubahan era yang begitu

cepat. Era digitalisasi mulai sangat jelas

terpampang dihadapan masyarakat luas,

sehingga keberadaan sumber daya

manusia untuk menghadapi disruption

perlu beradaptasi dengan cepat dengan

tujuan menciptakan efektivitas, dan

efisiensi kinerja SDM terkait. Disruption

era dipercayai telah mempengaruhi pola

pikir, serta cara kerja sebuah SDM,

dimana sistem Rumah Sakit dan sumber

daya manusia sedang menuju ke suatu

sistem yang saling terkait.[1,2] Saat ini

setiap Rumah Sakit sedang berlomba-

lomba menerapkan Telemedicine,

fenomena ini terjadi terkait dengan

adanya kasus pandemic Covid19 yang

membuat masyarkat takut untuk datang

ke Rumah Sakit.

Rumah Sakit Umum Bali

Jimbaran adalah salah satu Rumah Sakit

yang akan menerapkan Telemedicine.

RSU Bali Jimbaran adalah Rumah Sakit

Umum yang terletak di Jl Kampus Unud

Nomor 52, Jimbaran. Dimana awalnya

Rumah Sakit ini sebelum berdiri sebagai

Rumah Sakit Umum berbentuk RSIA

Rumah Sakit Ibu dan Anak, yang berada

dibawah naungan PT. JIMBARAN.

Pemilik PT. JIMBARAN terdiri dari 4

Dokter Spesialis Obgyn, mereka sepakat

untuk membangun unit usaha Rumah

Sakit yang berfokus melayani persalinan

dan anak, maka dari itu awal mula

Rumah Sakit ini berdiri dan berbadan

hukum RSIA. Seiring perubahan waktu

RSU Bali Jimbaran mulai dikenal oleh

masyarakat luas, jika hanya berfokus

terhadap pelayanan bersalin dan anak,

kecil kemungkinan untuk dapat melayani

pasien lebih banyak lagi. Tepat pada

tahun 2018 RSIA Bali Jimbaran resmi

berubah menjadi RSU Bali Jimbaran

serta sudah melayani pasien umum,

ditambah lagi pada 1 Januari 2019 RSU

Bali Jimbaran resmi bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan, sehingga RSU Bali

Jimbaran dapat melayani pasien yang

menggunakan BPJS.

Seperti yang kita ketahui hampir

seluruh masyarakat Indonesia

menggunakan BPJS Kesehatan untuk

mengcover dirinya, tahun 2019

merupakan tahun dimana pasien

bertambah banyak serta mempercayai

RSU Bali Jimbaran sebagai Rumah Sakit

yang tepat untuk dipilih sebagai Rumah

Sakit yang memiliki pelayanan baik,

memiliki alat kesehatan yang canggih

serta selalu berusaha melayanin pasien

sepenuh hati. Juni 2019 RSU Bali

Jimbaran kembali membuat gebrakan

dengan menjali hubungan kerja sama

bersama BPJS Ketenagakerjaan,

membuat RSU Bali Jimbaran menjadi

Rumah Sakit Trauma Center sehingga

dapat melayani pasien yang mengalami

kecelakaan kerja, ini membuat keinginan

owner PT untuk dapat melayani semua

masyarakat terwujud, itu dibuktikan

dengan berubahannya badan hukum

RSIA menjadi RSU, terjalinnya

hubungan kerja sama dengan BPJS

Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan

sehingga membuat RSU Bali Jimbaran

dapat melayani semua kalangan

masyarakat.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif yang merupakan penelitian

yang berusaha untuk memahami dan

menafsirkan makna dari suatu peristiwa

tertentu mengenai interaksi sosial

manusia dalam situasi tertentu menurut

perspektif peneliti sendiri yang langsung

terjun ke lapangan. Penelitian dilakukan

disalah satu Rumah Sakit Swasta yang

terletak di Kawasan Kuta Selatan lebih

tepatnya di Jl. Kampus Unud Nomor 52

Jimbaran. Alasan peneliti tertarik

melakukan penelitian di Rumah Sakit ini

Page 38: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Putra

100

Bali Health Journal

4(2) 2020

dikarenakan peneliti menemukan sebuah

fenomena dimana Pimpinan Rumah Sakit

selalu berusaha menyediakan fasilitas

yang terbaru, sehingga hal ini menarik

keinginan peneliti melakukan penelitian

terhadap kesiapan SDM menghadapi

perubahan fasilitas yang diberikan oleh

pihak management. Mengingat disruption

atau perubahan akan selalu terjadi dan

begitu cepat. Rumah Sakit ini juga

terletak di Kawasan yang cukup strategis

berada dipusat keramaian Desa Adat

Jimbaran.

Tabel 1. Jumlah Pasien Tahunan Tahun

Umur

0 – 5

tahun

6 – 11

tahun

12 – 17

tahun

18 – 40

tahun

41 – 65

tahun

>65

tahun Jumlah

2016 3356 770 839 6075 1936 226 13.203

2017 5589 1312 761 8648 2672 353 19.335

2018 7607 1263 778 12514 3792 503 26.457

2019 10640 2598 2342 21354 18297 443 59.974

Sumber : RSU Bali Jimbaran

HASIL

Kesiapan SDM merupakan sebuah

hal yang sangat penting dalam

meningkatkan kualitas pelayanan didalam

Rumah Sakit, mengingat Rumah Sakit

adalah bagian dari jasa pelayanan

kesehatan, tentunya harus

mengedepankan kualitas agar nantinya

membuat seluruh pasien merasa aman,

nyaman, dan puas.

Berdasarkan tabel 1 dapat peneliti

jabarkan bahwa selalu ada peningkatan

pasien setiap tahunnya, dimana pasien

yang paling banyak berkunjung berusia

18-40 tahun, dimana usia tersebut masuk

kedalam generasi milenial yang sangat

dekat dengan teknologi yang berbasis

internet menjadi sebuah kebutuhan, dan

generasi milenial juga dikenal sebagai

generasi yang tidak sabar membuat

peneliti berasumsi bahwa dengan

pelatihan yang pernah diberikan oleh

pihak SDM RSU Bali Jimbaran

membentuk karyawan menjadi staff yang

memiliki karakter penyabar, serta cepat

dalam melakukan pelayanan, itu

dibuktikan dengan meningkatnya

kunjungan pasien dengan umur 18-40

tahun, pada tahun 2016 tercatat 6.075

pasien dan terus meningkat hingga tahun

2019 tercatat 21.354 pasien, itu

menandakan bahwa pasien dengan umur

18-40 tahun mempercayai RSU Bali

Jimbaran sebagai Rumah Sakit yang

mampu memberikan pelayanan sesuai

dengan apa yang diharapkan pasien.

Wawancara pada penelitian ini

melibatkan 6 informan yang terdiri dari

satu staff front office yang sudah bekerja

kurang lebih selama tiga tahun, satu staff

front office yang bekerja satu tahun lebih,

satu staff operator yang sudah bekerja

selama satu tahun lebih, dan tiga pasien

yang mempercayakan kesehatannya

kepada RSU Bali Jimbaran. Wawancara

mengenai Readiness SDM RSU Bali

Jimbaran Dalam Menghadapi Era

Disruption dilakukan pada Jum’at 2

Oktober 2020 pukul 11.00 wita dimana di

jam ini tingkat kesibukan staf front office

sudah menurun.

Page 39: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran

101

Bali Health Journal

4(2) 2020

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara yang

peneliti lakukan dengan narasumber

pertama ditemukan bahwa kecepatan

sangat dituntut didalam era disruption,

narasumber juga mengatakan bahwa

pasien di era sekarang memiliki tingkat

kesabaran yang rendah, selalu ingin

didahulukan dan anti dengan pelayanan

yang terlalu lama, disamping itu

narasumber juga mengatakan bahwa

fasilitas pendukung seperti program, dan

komputer yang mempuni membantu

mereka dalam memberikan pelayanan

yang cepat ke pasien, ini sejalan dengan

penelitian terdahulu yang berjudul

Analisis kesiapan (Readiness Assesment)

Penerapan Electronic Medical Record di

Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah

Pakem Oleh Anas Rahmat Hidayat, dan

Ersihana Wulan Sari yang mengatakan

bahwa kesiapan infrastruktur TI harus

memadai jika ingin meningkatkan

pelayanan.[3] Dapat peneliti simpulkan

bahwa SDM RSU Bali Jimbaran untuk

saat ini mampu memberikan pelayanan

yang sesuai dengan keinginan pasien

dengan catatan fasilitas program mudah

di mengerti serta komputer yang

memiliki spesifikasi yang mendukung,

sehingga pelayanan berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil wawancara yang

peneliti lakukan dengan narasumber

kedua ditemukan bahwa pelatihan yang

rutin direncanakan oleh unit SDM RSU

Bali Jimbaran berpengaruh positif

terdahap kemampuan staff operator, itu

dibuktikan dengan hasil wawancara yang

peneliti lakukan dan ini sejalan dengan

yang mengatakan pendidikan dan

pelatihan merupakan salah satu faktor

yang penting dalam pengembangan

SDM. Pendidikan dan pelatihan tidak

hanya menambah pengetahuan, akan

tetapi juga meningkatkan keterampilan

bekerja, dengan demikian dapat

meningkatkan produktivitas kerja.[4,5,6]

Dapat peneliti simpulkan bahwa SDM

RSU Bali Jimbaran tetap mampu

memberikan pelayanan yang terbaik

walaupun perubahan era cukup cepat

dengan catatan pelatihan yang tepat

diadakan dengan rutin sehingga menjaga

kualitas SDM yang dimiliki.

Berdasarkan hasil wawancara yang

peneliti lakukan dengan narasumber

ketiga ditemukan bahwa kesiapan SDM

diasah berkat pelatihan-pelatiahan yang

diberikan oleh unit SDM serta gambaran

mengenai alur pelayanan yang jelas,

sehingga membuat SDM yang terkait

tidak ragu dalam melayani pasien. Ini

sejalan dengan yang mengatakan bahwa

pelatihan merupakan bagian yang

menyangkut proses belajar untuk

memperoleh dan meningkatkan

keterampilan diluar sistem pendidikan

yang berlaku dalam waktu relatif singkat

dengan metode yang lebih

mengutamakan pada praktek dari pada

teori.[7,8] Dapat peneliti simpulkan bahwa

pelatihan serta arahan dari unit SDM

merupakan hal yang sangat kursial dan

penting guna membentuk karakter yang

mudah beradaptasi dengan perubahan.

Berdasarkan hasil wawancara yang

peneliti lakukan dengan narasumber,

keempat, menyatakan puas dengan

pelayanan yang diberikan oleh pihak

RSU Bali Jimbaran itu dibuktikan dengan

pernyataan narasumber keempat yang

mengatakan bahwa perlengkapan yang

digunakan sangat lengkap, dapat

disimpulkan bahwa SDM RSU Bali

Jimbaran tidak hanya siap melayani

didalam lingkungan rumah sakit,

melainkan berkat pelatihan dan

keterampilan yang dilatih melalui

program kerja unit SDM sehingga

membentuk SDM yang memiliki

keandalan dibidangnya, ini sejalan

dengan hasil penelitian yang

menyebutkan bahwa keandalan

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan pasien rumah sakit.[9]

Berdasarkan hasil wawancara dengan

narasumber kelima, menyatakan kagum

dengan respon yang diberikan oleh RSU

Bali Jimbaran, dimana pihak rumah sakit

Page 40: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Putra

102

Bali Health Journal

4(2) 2020

menyiapkan segala hal secara matang,

dari segi alur, dan peralatan sehingga

membuat proses swab yang dilakukan

menjadi cepat, ini sejalan dengan

penelitian yang mengatakan pendidikan

dan pelatihan mempunyai pengaruh dan

signifikan terhadap kinerja perawat.[10]

SIMPULAN

Dari seluruh proses penelitian yang

berjudul Analisis Readiness SDM RSU

Bali Jimbaran Dalam Menghadapi Era

Disruption dapat peneliti tarik

kesimpulan bahwa tahapan kesiapan

SDM RSU Bali Jimbaran dalam

menghadapi era disruption menimbulkan

hasil positif bahwa SDM RSU Bali

Jimbaran siap menghadapi era disruption,

ini didasari oleh sejalannya hasil

wawancara peneliti dengan narasumber

terhadap penelitian terdahulu serta

didukung dengan penyediaan

infrastruktur IT yang mempuni sehingga

membuat staff dapat memberikan

pelayanan yang terbaik. Sesuai dengan

hasil wawancara dengan narasumber

pertama yang mengatakan bahwa

infrastruktur IT dan program yang simpel

membantu mereka dalam melakukan

pekerjaannya. Tidak sampai disitu saja,

RSU Bali Jimbaran sangat serius

membina staff yang mereka miliki, itu

sesuai dengan hasil wawancara yang

peneliti lakukan dengan narasumber

kedua dan ketiga yang mengatakan

bahwa meraka diberikan pelatihan-

pelatihan yang sudah direncanakan oleh

pihak SDM yang bertujuan untuk

menjaga standar pelayanan yang dimiliki

serta meminimalisir adanya miss

communication.

RSU Bali Jimbaran juga

membuktikan kesiapan mereka dalam

menghadapi era disruption melalui

kerjasama yang dilakukan dengan

Mandiri Taspen dan berdasarkan hasil

wawancara yang peneliti lakukan dengan

narasumber keempat, kelima, dan

keenam yang menyatakan bahwa

persiapan staff RSU Bali Jimbaran sangat

matang, professional dalam memberikan

pelayanan.

SARAN

Saran untuk peneliti selanjutnya

yaitu, dalam penelitian yang mengangkat

isu mengenai kesiapan SDM haruslah

memahami betul faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapan seorang SDM

didalam sebuah perusahaan, karena setiap

perusahaan memiliki caranya sendiri

dalam mempersiapkan SDM yang

dimilikinya. Sangat unik nantinya jika

ada peneliti yang membahas tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi

kesiapan SDM selain teknologi dan

pelatihan seperti apa yang menjadi hasil

dari penelitian yang peneliti lakukan

dalam penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

1. Hidayah, N. Analisis Kesiapan

Mahasiswa Sebagai Millennials

Generation Dalam Memasuki Era

Disruption (Studi Kasus: Mahasiswa

UGM, UNY, UIN Suka, UII, UAD, dan

UMY). Jurnal Universitas Islam

Indonesia. 2018;10(1): 1-9

2. Atina, V. Z., & Mahmudi, A. Y.

Analisis Usia dan Latar Belakang

Pendidikan Terhadap Kesiapan SDM

Industri Ceper di Era Revolusi Industri

4.0. Jurnal Education and

Economics.2019; 2(4),:495-500.

3. Hidayat, A. R. Analisis Kesiapan

(Readiness Assessment) Penerapan

Electronic Medical Record di Klinik

Rawat Inap PKU Muhammadiyah

Pakem. Indonesian Journal on Medical

Science. 2017;4(1).

4. Azman, T. Analisis Komitmen

Organisasi, Kesiapan Sumber Daya

Manusia, Infrastruktur Serta Sistem

Informasi Dalam Menerapkan Standar

Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual.

Sorot. 2015;10(1): 131-142

5. Fauzan, R. Digital Disruption in

Students Behavioral Learning; Towards

Page 41: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Analisis Readiness SDM RSU Bali Jimbaran

103

Bali Health Journal

4(2) 2020

Industrial Revolution 4.0. Jurnal Teknik

Informatika Politeknik Hasnur. 2018;

4(2): 9-20.

6. Faslah, R., & Santoso, H. B. (2017).

Analisis Kesiapan Implementasi E-

Learning Menggunakan E-Learning

Readiness Model. Jurnal Sistem dan

Teknologi Informasi. 2017;3(2): 113-

120.

7. Winarto, W. Analisis Kesiapan Rumah

Sakit Umum Daerah Kramat Jati

Menjadi Health Promoting Hospital

Tahun 2017. Jurnal Administrasi Rumah

Sakit Indonesi. 2019;4(1).

8. Fibrian, I. D. Analisis Readiness Sistem

Informasi Kepegawaian.

Saintekbu.2019; 11(2): 45-54.

9. Yaqub, I. Kualitas Playanan Pasien Jasa

Rawat Inap Kelas III Pada Rumah Sakit

Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie

Kota Samarinda. Jurnal Universitas

Mulawarman. 2015;10(1): 1-9.

10. Supartiningsih, S. Kualitas pelayanan

kepuasan pasien rumah sakit: kasus pada

pasien rawat jalan. Jurnal

Medicoeticolegal dan Manajemen

Rumah Sakit. 2017; 6(1),:9-15.

Page 42: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

BHJ 4(2) 2020

BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

PERAN CARING LEADERSHIP KEPALA RUANGAN TERHADAP

KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH WANGAYA DENPASAR

Ni Made Nopita Wati

STIKes Wira Medika Bali

ABSTRAK

Latar Belakang: Hasil kerja yang optimal didapatkan jika seorang perawat merasakan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Faktor penentu untuk meningkatkan kepuasan kerja yaitu

hubungan dengan atasan. Sikap atau perilaku seorang pemimpin ke bawahan sangat menentukan suasana kerja yang

kondusif. Perilaku caring pemimpin kepada staff atau keryawannya disebut caring leadership. Caring leadership sebagai gaya kepemimpinan dapat memfasilitasi kebutuhan perawat sehingga akan meningkatkan motivasi dan kinerja perawat.

Tujuan : untuk mengetahui hubungan caring leadership kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Metode:

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian deskritif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik

yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 114 responden dan pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner dengan uji menggunakan Rank Spearman.. Hasil: Perawat merasakan

caring leadership tinggi yaitu 98 orang (86,0%) dan kepuasan kerja perawat tinggi yaitu 70 orang (61,4%). Hasil p-value

sebesar 0,001 (p<0,05), nilai r = 0,501 dengan arah korelasi positif. Kesimpulan : Ada hubungan positif antara caring

leadership kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD Wangaya Denpasar, dengan kekuatan sedang dimana semakin tinggi caring kepala ruangan maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat.

Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Perawat, Caring Leadership

ABSTRACT

Background: The optimal work results are obtained if a nurse feels satisfaction in working. Job satisfaction is as a general

attitude of an individual to his work. One of the determining factors for increasing job satisfaction is the relationship with superiors. The attitude or behavior of a leader to subordinates or employees determines the conducive working atmosphere

in a company or hospital. The caring behavior of leaders to staff or employees is called caring leadership. Caring

leadership as a leadership style can facilitate nurses' needs so that it will improve nurse performance and satisfaction.

Purpose: this study aims to determine the relationship between caring leadership of the head of the room and the job satisfaction of the nurse. Method: This research is quantitative with descriptive correlational research design with cross

sectional approach, which examines the dependent variable and independent variables simultaneously. The technique used

in sampling is the total sampling technique with a total sample of 114 respondents and data collection using a questionnaire sheet with a test using Rank Spearman. Results: The results obtained by most nurses felt high caring leadership as many as

98 people (86.0%) and high nurse job satisfaction as many as 70 people (61.4%). The result of p-value is 0,001 (p>0,05)

with a positive correlation direstion. Conclusion: There is a positive relationship between the head nurse’s caring

leadership and the job satisfaction of the nurse implementers in the inpatient room regional public hospital of wangaya denpasar.

Keywords: Job Satisfaction, Nurse, Caring Leadership

Korespondensi:

Ni Made Nopita Wati

Email: [email protected]

Riwayat Artikel: Diterima 24 Desember 2019

Disetujui 10 Oktober 2020

Dipublikasikan 18 November 2020

Page 43: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Peran Caring Leadership Kepala Ruangan

105

Bali Health Journal

4(2) 2020

PENDAHULUAN

Perawat sebagai salah satu tenaga

kesehatan di rumah sakit memegang

peranan penting dalam upaya mencapai

tujuan pembangunan kesehatan. Hal ini

dikarenakan keberadaan perawat yang

bertugas selama 24 jam melayani pasien,

serta jumlah perawat yang mendominasi

tenaga kesehatan di rumah sakit yaitu

berkisar 40-60%, dengan demikian rumah

sakit perlu melakukan pengelolaan

sumber daya manusia (SDM) khususnya

perawat secara tepat[1]. Upaya

pengelolaan perawat salah satunya dapat

dilakukan dengan pemeliharaan

hubungan yang kontinu dan serasi

terhadap bawahannya. Upaya tersebut

akan berkenaan dengan kepuasan seorang

dalam bekerja. Hasil kerja yang optimal

didapatkan jika seorang perawat

merasakan kepuasan dalam bekerja dan

tentunya akan berupaya semaksimal

mungkin dengan kemampuan yang

dimilikinya untuk menyelesaikan tugas

pekerjaannya sehingga prestasi kerja

dapat dicapai. Kepuasan kerja adalah

sebagai suatu sikap umum seorang

individu terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja perawat sangat

dibutuhkan bagi perawat agar

meningkatkan pelayanan kesehatan.

Menurut Sutrisno[2] kepuasan kerja

adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan

bagi para karyawan memandang

pekerjaan mereka. Perawat yang tidak

puas dalam bekerja memiliki perasaan

negatif menimbulkan banyak

permasalahan di rumah sakit.

Beberapa penelitian tentang

kepuasan kerja perawat sudah dilakukan

di beberapa negara. Hasil penelitian

Wang et al[3] di Shanghai tentang “Nurse

Practice Environtment and Their Job

Satification : A Study on Nurses Caring

for Alder Adults in Shanghai”

menunjukkan bahwa kepuasan kerja

perawat rendah yaitu sebesar 60,8%.

Hasil penelitian Yanidrawati et al [4]di

Bekasi tentang “Hubungan Kepuasan

Kerja dengan Kinerja Perawat di Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Bekasi”

menunjukkan bahwa ketidakpuasan kerja

perawat yaitu sebesar 92,96% dan

menurut hasil peneliti lainnya masih

banyak perawat yang kurang puas dengan

pekerjaannya. Faktor yang menentukan

kepuasan kerja perawat di rumah sakit,

salah satunya adalah hubungan dengan

atasan (supervision). Sikap atau perilaku

atasan ke bawahan atau karyawannya

sangat menentukan kepuasan atau

ketidakpuasan kerja karyawan itu sendiri.

Dampak nyata yang dapat terlihat

karena ketidakpuasana kerja seorang staff

yaitu akan berdampak terhadap

produktivitas kerjanya, kehadiran

(absenteisme) dan keluarnya tenaga kerja

itu sendiri (turn-over). Hal inilah yang

menjadi alasan pentingnya hubungan

yang selaras antara seorang pemimpin

dengan karyawannya atau bawahannya.

Sikap atau perilaku seorang pemimpin ke

bawahan atau karyawannya sangat

menentukan suasana kerja yang kondusif

disebuah perusahaan atau rumah sakit.

Pemimpin yang menyadari kekuatan dan

kelemahan serta menyadari bagaimana

perilaku mereka, akan mempengaruhi staf

mereka.[5] Pemimpin adalah seseorang

yang mempergunakan wewenang dan

kepemimpinannya untuk mengarahkan

orang lain serta bertanggung jawab atas

pekerjaan orang tersebut dalam mencapai

suatu tujuan.[6] Keberhasilan seorang

pemimpin dalam memimpin dipengaruhi

oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan

olehnya. Hasil penelitian yang dilakukan

Lin[7] menunjukkan gaya kepemimpinan

sebagai salah satu prediktor yang

signifikan untuk meningkatkan kepuasan

kerja.

Perilaku caring pemimpin kepada

staff atau keryawannya disebut caring

leadership. Pemimpin yang baik harus

mampu mengaplikasikan perilaku caring

dalam mempengaruhi aktifitas

kelompoknya untuk mencapai tujuan

bersama. Caring Leadership yang

Page 44: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Nopita Wati

106

Bali Health Journal

4(2) 2020

ditunjukkan oleh pemimpin yaitu kepala

ruangan akan menjadi role model dan

memotivasi perawat pelaksana dalam

melaksanakan tugasnya, oleh karena itu

perawat manajer yaitu kepala ruangan

harus mampu menerapkan caring

leadership dalam sistem pelayanan

kesehatan.[8] Hasil penelitian menurut

Wati[9] menyebutkan bahwa di RSUD

Wangaya kepala ruangan sudah

menerapkan caring leadership. Terdapat

lima fase dalam caring leadership yaitu

fase knowing, fase being with, fase doing

for, fase enabling, fase maintaining

belief. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan caring leadership

terhadap kepuasan kerja perawat. Melalui

penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan bagi manajemen rumah sakit

mengenai kepuasan kerja perawat

sehingga menjadi acuan dalam

pengembangan sumber daya manusia

keperawatan menjadi lebih efisien.

Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada

hubungan antara caring leadership

terhadap kepuasan kerja perawat.

METODE

Penelitian ini bersifat kuantitatif

dengan desain penelitian yang digunakan

adalah penelitian diskriptif korelasional

dengan model pendekatan cross

sectional. Penelitian ini dilakukan di

Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya

Denpasar. Populasi penelitian ini adalah

seluruh perawat pelaksana di ruang rawat

inap RSUD Wangaya Denpasar dengan

jumlah 114 perawat. Sampling yang

digunakan adalah teknik sampling total

dengan sampel sebanyak 114 orang.

Intrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner caring

leadership dan kuesioner kepuasan kerja

perawat. Teknik pengumpulan data

dengan cara memberikan kuesioner

kepada responden. Pada penelitian ini

ingin mengetahui hubungan antara caring

leadership terhadap kepuasan kerja

perawat.

HASIL

Untuk menjawab permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini, maka

digunakan analisis bivariat dengan Uji

Rank Spearman, yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara caring

leadership terhadap kepuasan kerja

perawat.

Tabel 1. Hasil Caring Leadership Kepala

Ruangan di Ruang Rawat Inap RSUD

Wangaya Denpasar

No Keterangan Frekuensi %

1 Caring

Leadership

tinggi

98 86,0%

2 Caring

Leadership

sedang

13 11,4 %

3 Caring

Leadership

rendah

3 2,6%

Total 114 100%

Berdasarkan tabel 1, dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar

responden merasakan caring leadership

tinggi dari kepala ruangan yaitu sebanyak

98 orang (86,0%). Berdasarkan tabel 2,

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

responden memiliki kepuasan kerja tinggi

yaitu sebanyak 70 orang (61,4%).

Tabel 2. Hasil Kepuasan Kerja Perawat di

Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya

Denpasar

No Keterangan Frekuensi %

1 Kepuasan Kerja

tinggi

70 61,4%

2 Kepuasan Kerja

sedang

41 36,0

3 Kepuasan Kerja

rendah

3 2,6%

Total 114 100%

Page 45: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Peran Caring Leadership Kepala Ruangan

107

Bali Health Journal

4(2) 2020

Tabel 3. Hasil Analisa Data Caring Leadership dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang

Rawat Inap RSUD Wangaya Denpasar

Caring Leadership Kepuasan Kerja Perawat Total r p

Tinggi Sedang Rendah

98 (86,0%)

0, 501**

0,001

Tinggi 69 (60,5%) 29 (25,4%) 0 (0,0%)

Sedang 1(0,9%) 12 (10,5%) 0 (0,0%) 13 (11,4%)

Rendah 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (2,6%) 3 (2,6%)

Total 70

(61,4%)

41

(36,0%)

3 (2,6%) 114

(100,0%)

Berdasarkan data tabel 3, dapat

diketahui bahwa sebagian besar

responden merasakan Caring Leadership

tinggi dengan Kepuasan Kerja perawat

tinggi yaitu sebanyak 69 orang (60,5%).

Tabel ini juga menunjukkan bahwa nilai

p-value = 0,001 dan nilai r = 0,501 yang

artinya adanya hubungan caring

leadership kepala ruangan dengan

kepuasan kerja perawat pelaksana di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Daerah Wangaya Denpasar dengan arah

korelasi positif (semakin besar nilai

caring leadership maka nilai kepuasan

kerja juga semakin besar) dan dengan

kekuatan korelasi sedang.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar responden

menyatakan caring leadership kepala

ruangan tinggi yaitu sebanyak 98 orang

(86,0%). Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Wati[9] yang

menyatakan bahwa adanya peningkatan

caring leadership kepala ruang melalui

mentoring caring leadership di RSUD

Wangaya Denpasar. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa sebagian besar

responden menyatakan bahwa kepuasan

kerja perawat pelaksana tinggi yaitu

sebanyak 70 orang (61,4%). Hasil

penelitian ini didukung oleh teori dari

Suwarno dan Priansa[10], yang

mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah

cara individu merasakan pekerjaannya

yang dihasilkan dari sikap individu

tersebut terhadap berbagai aspek yang

terkandung dalam pekerjaan.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa p-value = 0,001 yang artinya

adanya hubungan caring leadership

kepala ruangan dengan kepuasan kerja

perawat pelaksana dan arah korelasi

positif yaitu searah, semakin tinggi

caring leadership kepala ruangan maka

kepuasan kerja perawat pelaksana juga

semakin tinggi. Hasil ini menunjukkan

sebagian besar responden merasakan

Caring Leadership tinggi dengan

Kepuasan Kerja perawat tinggi yaitu

sebanyak 65 orang (57,0%). Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Wati[9]

yang menyatakan bahwa adanya

penurunan tingkat burnout perawat

sesudah diterapkannya caring leadership

kepala ruang. Menurut Wijono[11]

kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya adalah

pengawasan atau supervisi. Tindakan

atasan kepada bawahan seperti adil atau

tidak dan hubungan antara atasan dan

bawahan dapat memengaruhi kepuasan

kerja. Seorang atasan atau pemimpin

memiliki pengaruh yang cukup besar bagi

bawahan.[12] Seorang pemimpin yang

baik harus bisa membimbing dan

mengarahkan bawahan untuk mencapai

kinerja yang baik.[13] Hasil penelitian

Tondok dan Andarika[14] menunjukkan

hubungan yang positif antara persepsi

bawahan terhadap gaya kepemimpinan

transformasional dengan kepuasan kerja.

Hasil penelitian lain yang dilakukan

Lin[7] juga menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan memiliki hubungan positif

Page 46: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Nopita Wati

108

Bali Health Journal

4(2) 2020

dengan kepuasan kerja karyawan. Faktor

penentu kepuasan kerja diantaranya

adalah hubungan dengan atasan.

Kepemimpinan yang konsisten berkaitan

dengan kepuasan kerja adalah tenggang

rasa (consideration). Menurut peneliti

setiap atasan atau kepala ruangan harus

memiliki sikap peduli atau caring

terhadap karyawan atau perawat

pelaksana di ruangan karena dapat

menunjang kepuasan karyawan dalam

bekerja sehingga prestasi dalam bekerja

dapat dicapai untuk meningkatkan

pelayanan di rumah sakit tersebut.

Kinerja yang baik akan menimbulkan

kepuasan, baik bagi internal perawat

maupun bagi organisasi dan konsumen.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan

nilai r = 0,501 yang artinya kekuatan

korelasi sedang. Kekuatan korelasi

sedang dapat disebabkan karena sebagian

besar responden yang memiliki kepuasan

kerja yang tinggi yaitu sebanyak 70 orang

(61,4%) tidak hanya disebabkan oleh

faktor hubungan dengan atasan atau

caring leadership kepala ruangan tetapi

oleh faktor lain. Hal ini dibuktikan pada

kuisioner caring leadership ada yang

masih rendah yaitu pada fase knowing

nomor 6 yang berbunyi ”kepala ruangan

melakukan analisis masalah secara

sistematis” yang artinya kepala ruangan

belum maksimal untuk mengidentifikasi

masalah perawat di ruangan dengan baik.

Hal ini juga diperkuat pada kuisioner

kepuasan kerja perawat ada yang masih

rendah yaitu pada pertanyaan nomor 15

yang berbunyi kemampuan supervisi

(pengawasan) / atasan dalam membuat

keputusan. Didukung juga dengan hasil

penelitian pada kuisioner kepuasan kerja

perawat tinggi yang dirasakan oleh

sebagian besar responden bukan karena

faktor kepemimpinannya melainkan

karena faktor lain seperti hubungan

dalam bekerjasama antar perawat, sikap

teman-teman seprofesi dan kesesuaian

antar tingkat pekerjaan dan latar belakang

pendidikan keperawatan.

SIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah

adanya hubungan positif yang sedang

antara caring leadership kepala ruangan

dengan kepuasan kerja perawat pelaksana

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Wangaya Denpasar

dengan nilai p = 0,001 dan nilai r = 0,50

dimana sebagian besar perawat

merasakan caring leadership kepala

ruangan tinggi sebanyak 98 orang

(86,0%) dan sebagian besar perawat

mempunyai kepuasan kerja tinggi

sebanyak 70 orang (61,4%).

SARAN

Disarankan kepada kepala

ruangan untuk senantiasa menerapkan

dan meningkatkan caring leadership

kepada staffnya untuk mengembangkan

kepuasan kerja perawat. Kepada bidang

keperawatan juga disarankan untuk

membuat program pengembangan staf ke

perawat, untuk melakukan survey

kepuasan kerja perawat secara

komprehensif yang dilakukan secara

berkala.

DAFTAR RUJUKAN

1. Suroso J. Penataan sistem jenjang

karir berdasar kompetensi untuk

meningkatkan kepuasan kerja dan

kinerja perawat di rumah sakit.

Eksplanasi 2012;6(2).

2. Sutrisno E. Manajemen Sumber

Daya Manusia Cetakan Keenam.

Jakarta Pranada Media Gr 2014;

3. Wang Y, Dong W, Mauk K, Li P,

Wan J, Yang G, et al. Nurses’

practice environment and their job

satisfaction: A study on nurses caring

for older adults in shanghai. PLoS

One 2015;10(9):e0138035.

4. Yanidrawati K. Hubungan kepuasan

Page 47: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Peran Caring Leadership Kepala Ruangan

109

Bali Health Journal

4(2) 2020

kerja dengan kinerja perawat di

ruang rawat inap rumah sakit umum

daerah kabupaten bekasi. Students e-

Journal 2012;1(1):32.

5. Wati N, Made N, Dwiantoro L,

Ardani MH. Pengaruh Caring

Leadership Kepala Ruang Terhadap

Burnout Perawa Pelaksana Di

Rumah Sakit Umum Daerah

Wangaya Denpasar. 2017;

6. Hasibuan MSP. Manajemen sumber

daya manusia. Bumi Aksara; 2010.

7. Lin L-C. The relationship between

managers’ leadership style and

employee job satisfaction in Taiwan

fashion retail department stores.

2004;

8. Wati NMN, Dwiantoro L,

Juanamasta IG. Caring Leadership

Mentoring for Charge Nurse in

Inpatient Units. 2019;

9. Wati NMN, Ardani H, Dwiantoro L.

Implementation of Caring

Leadership Model Had an Effect on

Nurse’s Burnout. J Ners dan

Kebidanan Indones 2018;5(3):165–

73.

10. Suwatno H, Priansa DJ. Manajemen

SDM dalam organisasi Publik dan

Bisnis. Bandung Alf 2011;

11. Wijono S. Psikologi industri &

organisasi. Kencana; 2010.

12. Suwarno M, Lestari SP. Hubungan

Pola Komunikasi Atasan Dan

Bawahan Terhadap Kinerja

Karyawan PT. Sinergi Adiguna

Pratama Penempatan Di Menara

Suara Merdeka. J Egaliter 2019;3(5).

13. Yukl GA. Leadership in

organizations. 2010.

14. Tondok MS, Andarika R. Hubungan

antara persepsi gaya kepemimpinan

transformasional dan transaksional

dengan kepuasan kerja karyawan.

Psyche (Stuttg) 2004;1(1):35–48.

Page 48: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

BHJ 4(2) 2020

BALI HEALTH JOURNAL ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

ANTI-PROLIFERATIVE AND ANTI-METASTASIC AGENTS OF

BALINESE LONG PEPPER (Piper retrofractum Vahl) EXTRACT IN

BREAST CANCER

Violin Weda Yani1, Varennia Bhargah2, I Gede Agus Darsana Palgunadi3, I Putu Sri

Indrani Remitha4, I Made Winarsa Ruma5

1,2,3,4,5 Faculty of Medicine, Udayana University, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Kanker payudara merupakan suatu keganasan yang menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Menurut

data WHO tahun 2018, terdapat 2.1 juta kasus kanker payudara dengan angka mortalitas mencapai 627.000. Treatment

kanker payudara saat ini yaitu operasi, terapi radiasi, terapi hormonal serta kemoterapi. Akan tetapi, pengobatan tersebut

memiliki efek samping seperti neuropati, rasa lelah setelah menjalani kemoterapi, dan alopecia. Bahan alam menjadi pilihan untuk mengatasi kelemahan tersebut, salah satunya pemanfaatan potensi piperin dalam tabia bun (Piper retrofractum Vahl).

Tujuan: mendeskripsikan potensi Piper retrofractum sebagai agen anti prolierasi dan anti metastasis pada kanker payudara.

Metode: studi telaah pustaka dari jural yang relevan dengan topik bahasan. Hasil: Piperin dapat meningkatkan

bioavailabilitas banyak obat dengan cara meningkatkan penyerapan dari usus, menekan metabolisme obat dalam jaringan paru dan hati melalui menghambat CYP3A4 dan P84 glikoprotein P84. Piperin mudah diserap di usus dan diekskresikan

melalui urine dan tinja, sehingga menimbulkan efek toksik yang minimal. Piperin dalam tabia bun dapat menurunkan

proliferasi sel kanker payudara mencapai 40%. Piperin dalam tabia bun juga dapat menghambat epidermal growth factor

(EGF) dengan cara menginduksi penurunan ekspresi MMP-9 dan MMP-13. Piperin akan bekerja melalui penghambatan NF-κB dan fosforilasi PKCα serta aktivasi AP-1 dengan mengintervensi jalur persinyalan extracellular signal-regulated kinase

(ERK) 1 / 2, p38 MAPK, dan Akt yang menghasilkan penghambatan migrasi dan metastase sel kanker payudara.

Kesimpulan: Tabia bun (Piper retrofractum Vahl) mengandung piperin yang memiliki banyak sifat seperti antiproliferatif,

anti migrasi dan antimetastatik untuk kanker payudara.

Kata Kunci: anti-metastasis, anti-proliferasi, kanker payudara, piperine, piper retrofractum

ABSTRACT

Background: Breast cancer is malignancy that becomes significant health problem in the world. According to WHO data in

2018, there were 2.1 million cases of breast cancer with mortality rate reaching 627,000. Current breast cancer treatments are surgery, radiation therapy, hormonal therapy and chemotherapy. However, these treatments have side effects such as

neuropathy, fatigue after undergoing chemotherapy, and alopecia. Natural ingredients are the choice to overcome these

weaknesses, one of which is the utilization of piperine in Balinese long pepper (Piper retrofractum Vahl). Purpose: to

describe the potential effect of Piper retrofractum for breast cancer. Method: using literature study method, and the literature sources consist of relevant journals from search engines. Result: Piperine can increase the bioavailability of many

drugs by increasing absorption from the intestine, suppressing the metabolism of drugs in lung and liver tissue by inhibiting

CYP3A4 and P84 glycoprotein P84. Piperine is easily absorbed in the intestine and excreted through urine and feces,

causing minimal toxic effects. Piperine in Balinese long pepper is able to reduce breast cancer cell proliferation by 40%. Piperine can also inhibit epidermal growth factor (EGF) by inducing decreased expression of MMP-9 and MMP-13. Piperine

will work through inhibition of NF-κB and PKCα phosphorylation and AP-1 activation by interfering extracellular signal-

regulated kinase (ERK) signaling pathway (ERK) 1/2, p38 MAPK, and Akt which results in inhibition of migration and metastasis of breast cancer cells. Coclusion: Balinese long pepper (Piper retrofractum Vahl) have many properties such as

antiproliferative, anti migration and antimetastatic for breast cancer.

Keywords: anti-metastatic, anti-proliferative, breast cancer, piperine, piper retrofractum.

Korespondensi:

Violin Weda Yani

Email: [email protected]

Article history

Submitted 18 October 2019 Accepted 10 October 2020

Published 18 November 2020

Page 49: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Anti-Proliferative and Anti-Metastasic

111

Bali Health Journal

4(2) 2020

INTRODUCTION

Breast cancer is malignancy that

is a major health problem in the world.

According to World Health Organization

(WHO) statistics in 2018, there are 2.1

million diagnosed breast cancer events

and 627,000 deaths with 90% of cases

found at advanced stage or metastasis.[1]

Data from the International Agency for

Research on Cancer (IARC) in 2018

shows that breast cancer is the most

common diagnosed cancer in women,

reaching 24.2% or about 1 in 4 new cases

of cancer diagnosed in women

worldwide.[2] The incidence of breast

cancer in Indonesia is recorded at 42.1

per 100,000 population in 2018 with

average mortality rate of 17 per 100,000

population.[3] Based on data from Bali

Provincial Health Office in 2011, 75% of

breast cancer patients were diagnosed at

advanced stage and 25% at early stage.[4]

Data from Association of

Indonesian Surgical Oncologists, patients

with stage 0 breast cancer have 98% life

expectancy for 10 years, stage II have 60-

70% within a period of 5 years, stage III

have 30-50% life expectancy and stage

IV have 15% life expectancy.[5]

Treatments of breast cancer that are used

today including surgery (mastectomy or

lumpectomy), radiation therapy,

hormonal therapy and chemotherapy,

which can be adjusted to the stage and

type of breast cancer.[6] However,

treatments of breast cancer have several

weaknesses such as chemotherapy that

cause many side effects like neuropathy,

cardiomyopathy, leukemia, and excessive

fatigue after undergoing chemotherapy,

and alopecia that is felt by more than

50% of breast cancer patients.

Metastatic condition is

characterized by the spread of cancer

cells from primary tumors to other

normal body tissues initiated by cell

release from primary tumors, invasion

and migration, intravasation, transport

through blood vessels or lymph,

extravasation and formation of secondary

tumors. Generally, breast cancer will

metastasize to the bones, skin, liver, lung

and adrenal. Increased cancer cell

metastasis to other parts of the body will

cause higher morbidity and mortality

rates.6 This condition causes the need for

alternative therapies with minimum side

effects for breast cancer.

Natural ingredients are often

thought to be the choice to overcome

current weaknesses of cancer treatment.

One of the potential natural ingredients

for anti-cancer therapy is Piper

retrofractum Vahl. Piper retrofractum

Vahl has many local names such as, cabai

jawa (Java), cabi sola (Madura), cabia

(Sulawesi), lada panjang (Malay) and

tabia bun (Bali). Balinese long pepper

(tabia bun) is a part of Ayurveda which is

a science that studies medicinal plants to

improve human health following these

phases, which are, cleansing, cell

rejuvenation and disease management.7

In Indonesia, Balinese long pepper plant

is designated as traditional medicinal

plant by the Indonesian Food and Drug

Supervisory Agency with superior

compounds, namely piperine and

flavonoid, as well as other ingredients

such as cavisin, essential oils, and

saponins. The pharmacological properties

of Piper retrofractum Vahl including

antioxidant, antimalarial, antibacterial,

central nervous depressant activity,

antidiabetic and even anticancer.[7]

METHOD

Writing a scientific paper, this

literature review using literature study

method. The literature sources consist of

relevant journals from search engines

such as www.pubmed.com,

proquest.com, and scholar.google.com.

Using the keyword: Anti-metastatic, Anti-

proliperative, Breast Cancer, Piperine,

Piper retrofractum. The inclusion criteria

are all breast cancer samples, and

references should not exceed the last ten

Page 50: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma

112

Bali Health Journal

4(2) 2020

years unless there is no new study related

to the contents of the reference. Forty-

five journals have been reviewed, 21 of

them were found suitable as a reference

for this literature.

RESULT

General Overview of Breast Cancer

Breast cancer can occur due to

interaction between environmental and

genetic factors. The pathogenesis begins

with invasive cancer cells that arise due

to molecular mutations and cellular

signaling pathways. The PI3K / AKT

pathway and the RAS / MEK / ERK

pathway is able to protect normal cells

from cell death. When mutations occur in

genes that encode these pathways, cells

become unable to carry out apoptosis

when they are no longer needed, thus

leading to cancer development. Some

mutations associated with breast cancer

are p53, BRCA1 and BRCA2. Mutation

conditions will cause uncontrolled cell

proliferation, lack of attachment and

metastasis to distant organs.[8] According

to The Cancer Genome Atlas Network

(TCGA), there are four subtypes of breast

cancer with genetic deviations namely

Luminal A, Luminal B, Basal- Like, and

HER-2 Positive.[9]

Luminal A breast cancer is the

most common subtype. This type has

characteristics which are positive

estrogen receptor (ER), and/or positive

progesterone receptor (PR), and negative

Human endothelial growth Factor

Receptor 2 (HER2). This subtype is

usually found at low stage breast cancer

with low aggressiveness level, thus it has

good prognosis. Meanwhile, luminal B

breast cancer has characteristic like

positive ryaotu estrogen receptor (ER),

and/or positive progesterone receptor

(PR), and positive Human endothelial

growth Factor Receptor 2 (HER2).

However, positive ER and negative PR

are found more often. The prognosis of

luminal B breast cancer is worse than

Luminal A.[10,11] Basal-Like breast cancer

is an aggressive subtype characterized by

Triple Negative (negative ER, negative

PR, and negative HER2), cytokeratin 5/6,

and/or positive EGFR.[12] Positive HER2

type (HER2 +) is a subtype that is rarely

found in breast cancer patients but is an

aggressive subtype and is often found at

advanced stage breast cancer. Estrogen

and progesterone receptors in this

subtype are negative.[10,11]

Overview of Piper retrofractum Vahl

Fruit

Piper retrofractum Vahl has many

local names like cabai jawa (Java), cabi

sola (Madura), cabia (Sulawesi), lada

panjang (Malay) and tabia bun (Bali). In

addition to its abundant presence in Bali,

Balinese long pepper (tabia bun) is also

widely grown throughout Indonesia

because it is highly adaptable. Some

bioactive compounds such as piperine

alkaloid, cavisin, piperidine, isobutane-

trans-2-trans4-dienamide; saponins,

polyphenols, essential oils, palmitic acid,

tetrahydropyperic acid, 1 undesilenyl-3,4

methylenedioxybenzene, sesamin, and

piplartine are present in Balinese long

pepper fruit. The percentage of piperine

content in this fruit is about 2% and

essential oil is about 1%. Balinese long

pepper fruit’s essential oils consists of

three main components, namely β-

caryophyllene (17%), pentadecane

(17.8%) and β-bisabolene (11.2%).[13]

Figure 1. Piperidine alkaloids isolated

from P. retrofractum Vahl.13

Page 51: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Anti-Proliferative and Anti-Metastasic

113

Bali Health Journal

4(2) 2020

Extracting Piperine from Piper

retrofractum Vahl Fruit

Extraction is the process when

soluble and insoluble chemicals are

separated. The appropriate type of

extraction depends on the water content

and texture of the plant’s part that wanted

to be extracted towards the type of

compound that is isolated. Extraction

method that can be used to extract Piper

retrofractum Vahl fruit is maceration.

Maceration is an example of a solid-

liquid extraction method that is carried

out in phases by leaving the solid part of

the substance submerged in certain

solvents. The residue that has been

formed can be extracted again with new

solvents; this process can be repeated

several times as needed. The first process

is the making of Piper retrofractum Vahl

simplicia. It begins with washing 1

kilogram of fruit and then drained dry.

Next, the fruit is sun- dried for several

days, then grind or mash until it becomes

powder. Sift the powder until smooth

then take as much as 500 grams powder

and stored in a dry airtight container.

Continued by the process of making

Piper retrofractum Vahl ethanol extract.

The powder is put into a container

(beaker glass) and 95% ethanol is added

as much as 2 liters until the powder is

submerged in a container which later is

covered with aluminium foil. Next, stir

and let stand for 48 hours, then extract

several times to obtain clear filtrate and

concentrated with rotary evaporator at

temperature of 50°C. Weigh the extracted

mass and put it in a container. Then cover

the extract container with aluminium foil

and store it in the refrigerator so that

solid piperine extract is formed from

Piper retrofractum Vahl fruits.[14]

Figure 2. (A) Inhibition of growth by piperine in 4T1 cells; (B) The IC50 values of

piperine on 4T1 cells.[17]

Figure 3. (A) The apoptotic cell death was quantified as Annexin V; (B) Western blot

analysis of caspase 3, Bcl-2 and Bax in 4T1 cells treated with or without piperine.[17]

Page 52: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma

114

Bali Health Journal

4(2) 2020

Figure 4. Down-regulated the expression of MMP-9 and MMP-13. The mRNA expression

of MMP-9 and 13 in 4T1 cells treated by piperine at different concentrations (0, 70, and

140 μmol/L) for 24 h was detected by real-time PCR.[17]

Figure 5. Piperine inhibited the metastasis of 4T1 tumors in vivo. 4T1 cells were implanted

subcutaneously into the female BALB/c mice. After three days of implantation, piperine

was dissolved in 0.2% DMSO and intratumorally injected every three days for three

times.[17]

Figure 6. Piperine inhibited 4T1 cell migration in vitro. [17]

DISCUSSION

Until now, piperine is the first and

the most effective bio enhancer. Piperine

can enhance the bioavailability of many

drugs by increasing absorption from

intestine, suppressing drugs metabolism

in lung and liver tissue by inhibiting

CYP3A4 and P84 glycoprotein P84.[15]

According to pharmacokinetic study in

humans, there is no accumulation of

piperine after daily oral dose of 20 mg

piperine for 7 days which is observed in

blood serum. About 97% of piperine will

be absorbed in the intestine while the

remaining 3% will be excreted in urine

and feces.16 There are no studies showing

piperine toxicity in humans in the

Page 53: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Anti-Proliferative and Anti-Metastasic

115

Bali Health Journal

4(2) 2020

included literature, but in vivo studies

show that doses above 1.12 mg/kg is able

to cause central nervous system

depression and reproductive toxicity.

The in vitro anti-proliferative

effect of piperine was tested on 4T1 cells

at dose of 140 μmol / L and 280 μmol / L

for 24 hours (Figure 2A). The results

showed reduction in cell viability from

100% to 78% and 48% compared to the

control group. Piperine administration for

48 hours at dose of 140 μmol / L and 280

μmol / L, was able to cause decreased in

cell viability from 100% to 33% and 18%

(Figure 2A). IC50 values for piperine

were 105 ± 1.08 μmol / L for 48 hours,

and 78.52 ± 1.06 μmol / L for 72 hours

treatment (Figure 2B), which indicated

that inhibition of breast cancer cell

growth was dose dependent. [17]

The piperine content in 100 ug /

mL Piper retrofractum Vahl extract

successfully acts as an anti-proliferative

as much as 40% in breast cancer cells.[18]

Besides piperine, Piper retrofractum

Vahl extract also contains 6.56 mg QE / g

flavonoid compounds which can increase

p53 expression and have 95.89%

inhibitory effect in MCF-7 cells with 250

μg / mL concentration.[19]

The anti-metastatic effect of

piperine can be tested using different

concentrations, starting from 0, 140, and

280 μmol / L for 24 hours, analysed by

Annexin V-FITC / PI double-labelled

flow cytometry. Administration of

piperine of 140 and 280 μmol / L for 24

hours, increased apoptosis by 24.2% and

23.6% compared to control group (Figure

3A). Studies by Lai et al. show that, the

effect of piperine on the expression levels

of the Bcl-2 family, the pro-apoptotic

Bax and the anti-apoptotic Bcl-2, which

regulates mitochondrial apoptosis (Figure

3B). When Bax is overexpressed in cells,

apoptotic death in response to death

signals is accelerated, while Bcl-2 is

overexpressed, it is heterodimerized with

Bax and the cell death is repressed.

Following the exposure to piperine, it is

found that there is no change of Bax and

Bcl-2 at protein levels in the 4T1 cells,

indicating that the apoptosis induced by

piperine is not dependent of the Bcl-2

pathway. In addition, the anti-metastatic

effect of piperine is also related to Matrix

Metalloproteinases (MMPs). This protein

has the capacity to reduce the

extracellular matrix (ECM) component

and change its biological function. It is

well-known that the process of tumor cell

metastasis requires the degradation of

ECM molecules in the basement

membrane, which is the largest barrier

between cancer cells and bloodstream.

The essential proteases that are involved

in ECM degradation contain MMPs. [17]

The content of piperine in Piper

retrofractum Vahl can affect the

expression of matrix metalloproteinases

(MMPs) such as MMP-1, MMP-2,

MMP-3 and MMP-9, MMP-13.[20] MMP-

9 is one of the largest MMP types in all

MMP family of proteinase enzymes

which has 92 kDa molecular weight.

MMP-9 has the ability to increase type

IV collagen degradation, which is the

main component of the basal membrane

which is also involved in cancer cells

metastasic process. Research in 2014

shows that increase in MMP-9 expression

is directly proportional to the increase in

tumor histology grade and metastasis.[21]

Piperine can significantly reduce MMP-9

and MMP-13 expressions (Figure 4). It

has been reported that piperine can

suppress MMP-9 expression in tumor

cells through inhibition of PKCα and

ERK phosphorylation and reduction of

NF-κB and AP-111 activation. MMP-13

has been shown to be expressed in more

invasive breast carcinoma cells, and some

evidence indicates that increased

expression of MMP-13 derived

independently from tumors has poor

prognosis. It is thought that the inhibitory

effect of piperine on oxygenase, p450

isoenzymes and cycloxygenase-1

expression can contribute to

antimetastatic quality. [17]

Page 54: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma

116

Bali Health Journal

4(2) 2020

4T1 cells can also metastasize to

various organs, such as the lungs. Lai et

al. showed that less metastasis in the

lungs of mice that had been given

piperine 5 mg/kg compared with control

mice (Figure 5). The results indicated that

piperine not only suppressed the growth

of local primary tumors but also

effectively controlled the occurrence of

spontaneous metastasis. Besides, piperine

is also be able to inhibit the ability of in

vitro 4T1 cells migrations which can be

proven by wound healing tests. Piperine

was administered to cell at concentrations

of 0,70, and 140 μmol / L, and the results

showed that piperine inhibited 4T1 cell

migration in dose-dependent manner

(Figure 6).17 Piperine is a compound that

can inhibit epidermal growth factor

(EGF) by inducing reduction on MMP

expression and working through

inhibition of NF-κB and activation of

AP-1 by interfering extracellular signal-

regulated kinase (ERK) signaling

pathway 1/2, p38 MAPK, and Akt which

results in inhibition of cell migration.[20]

CONCLUSION

Balinese long pepper (Piper

retrofractum Vahl) contains piperine,

flavonoids and essential oils which have

many properties such as, antioxidants,

antimalarial, antibacterial, central

nervous depressant activity, antidiabetic

and even anticancer. Piperine can

increase the bioavailability of many drugs

by increasing absorption from the

intestine, suppressing the metabolism of

drugs in lung and liver tissue by

inhibiting CYP3A4 and P84 glycoprotein

P84. Piperine acts as bioenhancer that is

widely used today since it is easily

absorbed in the intestine, and can be

excreted through urine and feces, and

causing minimal toxic effects. Piperine is

able to reduce 40% of breast cancer cell

proliferation. Flavonoid content in Piper

retrofractum Vahl can also increase the

expression of p53 and has inhibitory

effect towards MCF-7 breast cancer cells

growth. Piperine can inhibit epidermal

growth factor (EGF) by inducing

reduction in MMP-9 and MMP-13

expression. Piperine will work through

inhibition of NF-κB and PKCα

phosphorylation and AP-1 activation by

interfering extracellular signal-regulated

kinase (ERK) signalling pathway 1/2,

p38 MAPK, and Akt thus, it has the

ability to inhibit breast cancer cells

migration and metastasis.

SUGGESTION

Further research is needed to

determine the effectiveness of piperin in

Piper retrofractum at the in vivo level

research and clinical trials. It is hoped

that the piperin extract in the Piper

retrofractum can be used as a therapy for

the treatment of breast cancer in the

future.

REFERENCE

1. Bray F, ferlay J, Soerjomataram I,

Siegel R.L, Torre L.A, Jernal A.

Global Cancer Statistics 2018:

GLOBOCAN Estimates of Incidence

and Mortality Worldwide for 36

Cancers in 185 Countries. Ca Cancer

J Clin. 2018; 68:394-424.

2. International Agency for Research on

Cancer. Breast cancer awareness

month 2018 [home page on the

Internet]. 2018 [cited on 30 Sep

2019]. Available from:

https://www.iarc.fr/news-

events/breast-cancer-awareness-

month-2018/

3. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. Hari Kanker Sedunia

[home page on the Internet]. 2019

[cited on 30 Sep 2019]. Available

from:

http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=

19020100003

Page 55: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Anti-Proliferative and Anti-Metastasic

117

Bali Health Journal

4(2) 2020

4. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil

Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015

[home page on the Internet]. 2015

[cited on 30 Sep 2019]. Available

from:

http://www.diskes.baliprov.go.id/files/

subdomain/diskes/Profil Kesehatan

Provinsi Bali/Tahun

2015/Bali_Profil_2015.pdf

5. Kesehatan, M. Penanggulangan

Kanker Payudara dan Kanker Leher

Rahim. In: INDONESIA, K. K. R.

(ed.). Jakarta. 2015a.

6. Gradishar W.J, Anderson B.O,

Balassanian R, Blair S.L, Burstein

H.J, Cyr A, et al. Breast Cancer,

Version 4.2017, NCCN Clinical

Practice Guidelines in Oncology. J

Natl Compr Canc Netw.

2018;16(3):310–20.

7. Vaghora, Bhagyashri and Vinay

Shukla. Impact of Different

Phytochemical Classes and

Ayurvedic Plants in Battle against

Cancer. Int J Phar Sci Res (IJPSR).

2016;7(10):406–18.

8. Kabel A.M, and Baali F.H. Breast

Cancer: Insights into Risk Factors,

Pathogenesis, Diagnosis and

Management. J Can Res Treat.

2015;3(2):28-33.

9. Daemen A and Manning G. HER2 is

not a cancer subtype but rather a pan-

cancer event and is highly enriched in

AR-driven breast tumors. Breast

Cancer Res. 2018;20(8):1-16.

10. Dai X, Li T, Bai Z, Yang Y, Liu X,

Zhan J and Shi B. Breast cancer

intrinsic subtype classification,

clinical use and future trends. Am J

Cancer Res. 2015;5(10):2929-43.

11. Cho N. Molecular subtypes and

imaging phenotypes of breast cancer.

Ultrasonography. 2016;35(4):281-8.

12. Kim Y, Choi J, Lee J, Kim YS.

Expression of lactate/H+ symporters

MCT1 and MCT4 and their

chaperone CD147 predicts tumor

progression in clear cell renal cell

carcinoma: immunohistochemical and

The Cancer Genome Atlas data

analyses. Human Pathology 2015;46,

104–112.

13. Evizal, Rusdi. 2013. “Status

Fitofarmaka Dan Perkembangan

Agroteknologi Cabe Jawa (Piper

Retrofractum Vahl.).” J. Agrotropika

18(1):34–40.

14. Chopra B, Dhingra A.K, Kapoor A.P,

and Prasad D.N. Piperinee and its

various physicochemical and

biological aspects: A Review. Open

Chemistry Journal. 2016;3:75-96.

15. Pachauri M, Dogra E and Ghosh P.C.

Piperine loaded PEG-PLGA

Nanoparticles: preparation,

characterization and targeted delivery

for adjuvant breast cancer

chemotherapy. Journal of Drug

Delivery Science and Technology.

2015:1-51.

16. Rohloff J. Risk Assessment of other

substance-Piperine. Opinion of the

Panel on Food Additives,

Flavourings, Processing Aids,

Materials in Contact with Food and

Cosmetics of the Norwegian

Scientific Committee for Food Safety.

2016:1-43.

17. Lai L, Fu Q, Liu Y, Jiang K, Guo Q,

Chen Q, et al. Piperine suppresses

tumor growth and metastasis in

vitro and in vivo in a 4T1 murine

breast cancer model. Acta Pharmacol

Sin. 2012;33(4):523-30.

18. Ekowati, HENY et al. Zingiber

Officinale, Piper Retrofractum and

Combination Induced Apoptosis and

p53 Expression in Myeloma and

WiDr Cell Lines. HAYATI Journal of

Biosciences 19(3):137–40.

19. Mulia, Kristina. 2015. Aktivitas

Antikanker dan Antioksidan Ekstrak

Cabe Jawa Secara In Vitro Terhadap

Sel MCF-7 yang Berasal dari

Berbagai Lokasi di Indonesia

(Thesis). Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

20. Rather A.R and Bhagat M. Cancer

Chemoprevention and Piperine:

Page 56: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

Yani, Bhargah, Palgunadi, Remitha & Ruma

118

Bali Health Journal

4(2) 2020

Molecular Mechanisms and

Therapeutic Opportunities. Front Cell

Dev Biol. 2018;6:1–12.

21. Toth M, Sohail A, Fridman R.

Assesment of gelatines (MMP-2 and

MMP-9) by gelatin zygmography.

Methods Mol Biol. 2012;878:121-35.

Page 57: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

119

MANUSCRIPT GUIDELINES

ABSTRACT FORMAT

1. File & Font Format

The authors must use Microsoft Word version 2003 or higher (file format is .doc or

.docx) for abstract preparation. For fonts, please use Times New Roman with font size of

12 point, for title please us Times New Roman with font size of 14 point.

2. Typing Area

The authors must use A4 size with top, bottom, and right margins of 2.5 cm and left

margin of 3 cm.

3. Organization of Abstract

a. Title

Please type title and bold letters, capitalize only the first letter of the first word, and

center on the width of the typing area and single-spaced if more than one line is

required. The title should be brief, descriptive and have all words spelled out.

b. Authors

Please list the author(s) name(s), single-spaced if more than one line is required.

Underline for the name of the presenter. Put asterisk sign “*” after the name of

corresponding author.

c. Author’s Affiliation

Please indicate institutional affiliation followed by city and country. In case that

authors are from different institutions, please use number typed in superscript for each

institution and author accordingly.

d. Abstract body

Objective: the purpose of the study

Methods: how the study was performed and statistical tests used

Results: the main findings

Conclusions: brief summary and potential implications

e. Keywords

Please list up to 5 keywords that best match the core content of the abstract.

Page 58: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

120

ABSTRACT EXAMPLE

THE COMPARATION EFFECTIVENESS OF AMITRIPTYLINE

VERSUS GABAPENTIN AND EVALUATION THEIR SIDE EFFECT AS

NEUROPHATIC PAIN THERAPY IN ELDERLY WITH TYPE II

DIABETES MELLITUS

Made Krisna Adi Jaya1, Tuty Kuswardhani2, Fauna Herawati1, I.B.N Maharjana3

1Department of Clinical Pharmacy, Institute Health Science Medika Persada Bali, Bali-

Indonesia. 2Geriatric Department, Sanglah General Hospital, Bali-Indonesia. 3Department of Clinical Pharmacy, Udayana University Hospital, Bali-Indonesia.

Background: Neuropathy in diabetes mellitus is a disorder that occurs in the peripheral

nervous system. The incidence of diabetic neuropathy was found more prevalent in elderly

(44%) compared to adult (24%). Amitriptyline and Gabapentin are widely used on treatment

of neuropathic pain. There were variations in the results of the studies that have been done

related to effectiveness and safety between both drugs, causes the need further research,

especially on geriatrics. Objective: The aim of this study was to compare the effectiveness of

Amitriptyline versus Gabapentin and evaluation there side effects to treat diabetic

neuropathic pain in geriatric. Methods: A prospective cohort study involving 70 elderly were

observed during 4 weeks. The outcome targets were neuropathy pain reduction (≥ 2 unit) and

incidence of side effect. Non-parametric Wilcoxon, Mann Whitney, and Chi-Square test were

used to analyze the outcome. Result: The whole subjects who got Amitriptyline or

Gabapentin decreased pain scale ≥ 2 units compared to baseline. Comparison head to head at

low doses, Amitriptyline showed reduce pain intensity greater than Gabapentin (p < 0.05),

while on therapeutic doses show there was no difference in efficacy between two drugs (p >

0.05). The adverse events on low doses showed Amitriptyline has significantly greater (p <

0.05) compared into Gabapentin, but there was no statisticaly difference on therapeutic doses

in both groups (p > 0.05). Conclusion: Amitriptyline was found better in reducing diabetic

neuropathic pain intensity compared to Gabapentin, but the side effect was higer than

Gabapentin.

Keywords: Diabetes Neuropatic Pain, Effectiveness, Side Effect, Amitrptyline, Gabapentin.

Page 59: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

121

FULL PAPER FORMAT

The text of articles amounting to up to 3000 words (excluding Abstract, references and

Tables) should be divided into sections with the headings Abstract (structured), Keywords,

Introduction, Methods, Results, Discussion, Conclusion, References, Tables and Figure

legends.

1. Abstract

Abstract preparation can be seen in the abstract preparation manual.

2. Introduction

State the purpose and summarize the rationale for the study or observation.

3. Methods

It should include ethics approval (for human being and animal used as subjects) and study

design and setting of the study, the characteristics of participants or description of

materials a clear description of all processes, interventions and comparisons. Generic

drug names should generally be used. When proprietary brands are used in research,

include the brand names in parentheses the type of statistical analysis used, including a

power calculation if appropriate.

4. Results

Present your results in a logical sequence in the text, tables, and illustrations, giving the

main or most important findings first. Do not repeat in the text all the data in the tables or

illustrations; emphasize or summarize only important observations. Restrict tables and

figures to those needed to explain the argument of the paper and to assess its support. Use

graphs as an alternative to tables with many entries; do not duplicate data in graphs and

tables.

5. Discussion

Include summary of key findings (primary outcome measures, secondary outcome

measures, results as they relate to a prior hypothesis); Strengths and limitations of the

study. Interpretation and implications in the context of the totality of evidence (what this

study adds to the available evidence, any new possible mechanisms etc); Controversies

raised by this study; and Future research directions (for this particular research

collaboration, underlying mechanisms, clinical research etc). Do not repeat in detail data

or other material given in the Introduction or the Results section. In particular,

contributors should avoid making statements on economic benefits and costs unless their

manuscript includes economic data and analyses. Avoid claiming priority and alluding to

work that has not been completed. New hypotheses may be stated if needed, however

they should be clearly labeled as such. About 30 references can be included.

6. Conclusion:

This should state clearly the main conclusions and provide an explanation of the

importance and relevance of the study reported.

7. References:

References should be numbered consecutively in the order in which they are first

mentioned in the text (not in alphabetic order). Identify references in text, tables, and

legends by Arabic numerals in square bracket after the punctuation marks.

Page 60: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

122

a. Articles in Journals

• Standard journal article (for up to six authors):

Gupta H, Aqil M, Khar RK, Ali A, Sharma A, Chander P. Development and

Validation of Stability Indicating RP-UPLC method for the Quantitative analysis

of Sparfloxacin. J Chromatogr Sci. 2010; 48 (1): 1-6.

• Standard journal article (for more than six authors):

List the first six contributors followed by et al. Nozari Y, Hashemlu A, Hatmi ZN,

Sheikhvatan M, Iravani A, Bazdar A, et al. Outcome of coronary artery bypass

grafting in patients without major risk factors and patients with at least one major

risk factor for coronary artery disease. Indian J Med Sci 2007;61:547-54

• Volume with supplement:

Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational

lung cancer. Environ Health Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82.

• Issue with supplement:

Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women's psychological reactions to breast

cancer. Semin Oncol 1996; 23(1, Suppl 2):89-97.

b. Books and Other Monographs

• Personal author(s):

Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed.

Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.

• Editor(s), compiler(s) as author:

Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York:

Churchill Livingstone; 1996.

• Chapter in a book:

Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM,

editors. Hypertension: pathophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New

York: Raven Press; 1995. pp. 465-78.

c. Electronic Sources as reference

• Journal article on the Internet

Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes: the ANA acts in an

advisory role. Am J Nurs [serial on the Internet]. 2002 Jun [cited 2002 Aug

12];102(6):[about 3 p.]. Available from: http://www.nursingworld.org/AJN/

2002/june/ Wawatch.htm

• Monograph on the Internet

Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer [monograph

on the Internet]. Washington: National Academy Press; 2001 [cited 2002 Jul 9].

Available from: http://www.nap.edu/books/0309074029/html/.

• Homepage/Web site

Cancer-Pain.org [homepage on the Internet]. New York: Association of Cancer

Online Resources, Inc.; c2000-01 [updated 2002 May 16; cited 2002 Jul 9].

Available from: http://www.cancer-pain.org/.

• Part of a homepage/Web site

American Medical Association [homepage on the Internet]. Chicago: The

Association; c1995-2002 [updated 2001 Aug 23; cited 2002 Aug 12]. AMA

Office of Group Practice Liaison; [about 2 screens]. Available from:

http://www.amaassn.org/ama/pub/category/1736.htm

Page 61: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

123

8. Illustrations And Figures (If Any)

a. Figures should be numbered consecutively according to the order in which they have

been first cited in the text.

b. Labels, numbers, and symbols should be clear and of uniform size. The lettering for

figures should be large enough to be legible after reduction to fit the width of a

printed column.

c. Symbols, arrows, or letters used in photomicrographs should contrast with the

background and should be marked neatly with transfer type or by tissue overlay and

not by pen.

d. Titles and detailed explanations belong in the legends for illustrations not on the

illustrations themselves.

e. When graphs, scatter-grams or histograms are submitted the numerical data on which

they are based should also be supplied.

f. The photographs and figures should be trimmed to remove all the unwanted areas.

g. If photographs of individuals are used, their pictures must be accompanied by written

permission to use the photograph.

h. If a figure has been published elsewhere, acknowledge the original source and submit

written permission from the copyright holder to reproduce the material. A credit line

should appear in the legend for such figures.

i. Legends for illustrations: Type or print out legends (maximum 40 words, excluding

the credit line) for illustrations using double spacing, with Arabic numerals

corresponding to the illustrations. When symbols, arrows, numbers, or letters are used

to identify parts of the illustrations, identify and explain each one in the legend.

Explain the internal scale (magnification) and identify the method of staining in

photomicrographs.

j. Final figures for print production: If the images uploaded are not printable quality, the

publisher office may request for higher resolution images which can be sent at the

time of aceptance of the manuscript. Send sharp, glossy, un-mounted, color

photographic prints, with height of 4 inches and width of 6 inches at the time of

submitting the revised manuscript. Print outs of digital photographs are not

acceptable. If digital images are the only source of images, ensure that the image has

minimum resolution of 300 dpi or 1800 x 1600 pixels in TIFF format. Send the

images on a CD. Each figure should have a label pasted (avoid use of liquid gum for

pasting) on its back indicating the number of the figure, the running title, top of the

figure and the legends of the figure. Do not write the contributor/s' name/s. Do not

write on the back of figures, scratch, or mark them by using paper clips.

9. Tables And Captions

a. Tables should be self-explanatory and should not duplicate textual material.

b. Tables with more than 10 columns and 25 rows should be avoided.

c. Number tables, in Arabic numerals, consecutively in the order of their first citation in

the text and supply a brief title for each.

d. Place explanatory matter in footnotes, not in the heading.

e. Explain in footnotes all non-standard abbreviations that are used in each table.

f. Obtain permission for all fully borrowed, adapted, and modified tables and provide a

credit line in the footnote.

g. For footnotes use the following symbols, in this sequence: *, †, ‡, §, ||,¶ , **, ††, ‡‡

h. Tables with their legends should be provided at the end of the text after the references.

i. The tables along with their number should be cited at the relevant place in the text

Page 62: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

124

10. Declaration

a. List of abbreviations

If abbreviations are used in the text they should be defined in the text at first use, and

a list of abbreviations should be provided.

b. Ethics approval and consent to participate

Manuscripts reporting studies involving human participants, human data or human

tissue must:

1. include a statement on ethics approval and consent (even where the need for

approval was waived)

2. include the name of the ethics committee that approved the study and the

committee’s reference number if appropriate

c. Funding

All sources of funding for the research reported should be declared. The role of the

funding body in the design of the study and collection, analysis, and interpretation of

data and in writing the manuscript should be declared.

d. Acknowledgements

Please acknowledge anyone who contributed towards the article who does not meet

the criteria for authorship including anyone who provided professional writing

services or materials.

Page 63: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

125

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

FORMAT ABSTRAK

1. Format Berkas (File) dan Font

Dalam penyusunan abstrak, penulis diwajibkan menggunakan format file Microsoft Word

Versi 2003 atau lebih tinggi (format file .doc atau .docx). Untuk font style penulis

diharapkan menggunakan tipe “Times New Roman” dengan ukuran 12 pt, dan gunakan

ukuran 14 pt untuk judul abstrak.

2. Format Margin Penulisan

Penulis diwajibkan untuk menggunakan ukuran kertas A4 (8,3 x 11,7 inch) dengan batas

tepi atas, kanan, dan bawah sebesar 2,5 cm, sedangkan batas tepi kiri sebesar 3 cm.

3. Konten Yang Wajib Terdapat Dalam Abstrak

b. Judul Abstrak

Judul Abstrak disusun dengan huruf bercetak tebal (bold), kapital, dan diatur berada

di tengah-tengah (center), dengan spasi 1 pt (single space). Judul abstrak disusun

dengan singkat, padat, dan jelas.

c. Nama Penulis utama dan penulis lainnya (first and co-author)

Nama penulis ditulis lengkap dan disertakan dengan nomor di blakang penulis.

Diawali dari penulis utama dan dilanjutkan dengan penulis tambahan. Tambahkan

tanda “*” pada nama penulis yang akan menjadi penulis koresponding.

d. Afiliasi penulis

Afiliasi penilis disusun berdasarkan asal institusi yang dilengkapi dengan informasi

kota dan negara institusi. Gunakan nomor yang terdapat pada nama author untuk

menunjukkan afiliasi penulis tersebut.

e. Konten di dalam abstrak

Penulisan abstrak direkomendasikan mengandung Latar Belakang (Objective),

Metode (Method), Hasil (Result), dan Kesimpulan (Conclusion). Abstrak ditulis

dengan satu spasi, tidak diperkenankan mengandung tabel atau gambar, dan tidak

diperkenankan mengandung lebih dari 250 kata.

• Objective : Mengandung masalah dan tujuan studi.

• Methods : Mengandung bagaimana studi dilakukan lengkap dengan

metode analisisnya.

• Result : Paparan hasil penelitian dan temuan-temuan yang didapatkan

dalam studi yang telah dilakukan

• Conclusions : Rangkuman singkat dari hasil studi dan implikasi

potensialnya yang dapat dimanfaatkan oleh kehidupan manusia.

f. Kata Kunci (keywords)

Kata kunci harus memiliki 3-5 kata. Pilih kata kunci yang berkaitan dengan konten

studi yang dilakukan.

Page 64: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

126

CONTOH ABSTRAK

PENDEKATAN ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI

PADA MOTIVASI PEGAWAI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

Gde Palguna Reganata1, Anak Ayu Sri Sarawati2

1,2Program Studi Administrasi Rumah Sakit, Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali

Latar Belakang: Statistika merupakan suatu ilmu yang mempelajari karakteristik data.

Sebagai salah satu alat analisis, penggunaan analisis faktor baik konfirmatori maupun

eksploratori di bidang manajemen banyak dilakukan. Salah satu indikator dalam manajemen

adalah motivasi kerja. Penelitian ini akan dilakukan di RS Bros Kota Denpasar. Tujuan:

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah dimensi-dimensi yang membentuk motivasi

seseorang. Metode: Pengambilan sampel ini menggunakan teknik total sampling. Teknik

analisis data yang digunakan adalah analisis faktor. Hasil: Hasil penelitian dengan

menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) diperoleh 52 indikator yang

tersebar pada lima faktor yang dipertimbangkan pegawai ARS dalam motivasi bekerja pada

BROS. Kelima faktor ini mampu menjelaskan semua varian yang ada dalam data. Faktor

yang paling berpengaruh adalah faktor Physiological Needs, faktor ini memiliki eigen value

sebesar 8,755 dan memiliki variance sebesar 62,535 persen. Kesimpulan: Harga diri atau

kebutuhan atas status merupakan faktor dominan yang mempengaruhi motivasi. Saran kepada

pihak rumah sakit perusahaan dapat memberikan apresiasi dalam bentuk langsung

menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang

lain, memberikan surat penghargaan, memberi hadiah berupa uang tunai, memberikan

medali, memberikan kenaikan gaji dan promosi, dan pekerjaan itu sendiri (the job itself).

Kata Kunci: motivasi, administrasi rumah sakit, analisis faktor

Page 65: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

127

FORMAT PENULISAN JURNAL (FULL TEXT)

Artikel yang akan dipublikasi diharapkan mengandung tidak lebih dari 3000 kata, tidak

termasuk abstrak, daftar rujukan, dan tabel. Artikel harus mengandung konten berupa

abatrak, kata kunci, pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, kesimpulan, daftar rujukan,

tabel, gambar, dan deklarasi penulis. Konten-konten tersbut akan dijelaskan lebih rinci

sebagai berikut:

1. Abstrak

Penyusunan abstrak dapat dilihat pada petunjuk penyusunan abstrak.

2. Pendahuluan

Pada bagian ini, penulis diharapkan memaparkan latar belakang dan tujuan studi yang

relevan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.

3. Metode

Pada bagian metode, diharapkan menjelaskan dengan singkat dan jelas terkait desain

studi, rancangan penelitian, karakteristik subjek penelitian atau deskripsi bahan-bahan

dan material yang digunakan dalam penelitian beserta seluruh langkah-langkah kerja

yang dilakukan, jika penelitian klinis harus jelas klasifikasi kelompok penelitian

(kelompok intervensi/kontrol). Jika terdapat nama bahan berupa brand, diharapkan

menyebutkan nama generik setiap bahan atau obat yang digunakan. Setiap penelitian

yang melibatkan subjek manusia atau hewan, harus melampirkan persetujuan etik.

4. Hasil

Susun hasil penelitian secara sistematis, baik dalam bentuk tabel, gambar, maupun

ilustrasi. Paparkan temuan yang paling penting atau dominan terlebih dahulu. Jangan

membahasakan kembali data yang telah terpapar pada tabel, gambar, maupun

ilustrasi. Penekanan hasil dan rangkuman singkat diperbolehkan jika hasil tersebut

sangat penting dan diperlukan. Gunakan grafik / kurva untuk menghindari data dalam

tabel yang terlalu banyak. Jangan mengulang kembali data yang telah terpapar pada

tabel dan grafik/kurva.

5. Pembahasan

Bahas hasil penting yang telah dipaparkan dalam hasil seperti outcome primer,

sekunder, paparan hasil-hasil penelitian serupa dengan hipotesis yang sama, kekuatan

dan kelemahan penelitian. Jabarkan Implikasi dan interpretasi dari hasil penelitian

yang dikaitkan dengan evidence-evidence yang kuat. Jika diperlukan paparkan

kontroversi yang terjadi antara hasil penelitian dengan teori, dan rekomendasi untuk

arah penelitian selanjutnya. Jangan mengulangi kembali langkah kerja, bahan/material

penelitian, dan hasil yang telah terjabarkan dalam metode dan hasil penelitian secara

detail. Penulis disarankan untuk tidak memberikan pembahasan terkait keuntungan

ekonomis, kecuali konten dari studi mencakup penelitian analisis ekonomi. Hindari

penyampaian keterbatasan penelitian berupa kerjaan yang belum tuntas diselesaikan

oleh peneliti. Penyataan hipotesis baru dapat dilakukan, dengan catatan hipotesis baru

tersebut harus didukung minimal oleh 30 sumber terpercaya yang valid dan kredibel. 6. Kesimpulan

Pada bagian kesimpulan, harus menyatakan dengan jelas kesimpulan utama dan

penjelasan akan pentingnya penelitian yang dilaporkan serta relevansinya di lapangan.

Page 66: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

128

7. Daftar Rujukan

a. Catatan Kaki

Catatan kaki dicantumkan dengen memberi nomor refrensi rujukan secara

berurutan sesuai dengan urutan yang pertama kali disebutkan di dalam teks (tidak

dalam susunan alfabetis). Identifikasi refrensi dilakukan dengan penomoran arab

dengan tanda kurung bracket format superscript setelah tanda baca.

Contoh catatan kaki:

low irritation, adequate bioavailability, and compatibility with ocular tissues,

should be sought for every suspended drug.[13, 14]

b. Daftar Rujukan:

Daftar rujukan disusun dengan format vancouver style dengan contoh

penyuntungan refrensi yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Menyunting Artikel dalam Jurnal

• Artikel jurnal umum (tulis nama autor hingga penulis ke enam, jika lebih

dari 6 author, setelah penulis ke enam dilanjutkan dengan et al). Contoh:

a. Gupta H, Aqil M, Khar RK, Ali A, Sharma A, Chander P.

Development and Validation of Stability Indicating RP-UPLC method

for the Quantitative analysis of Sparfloxacin. J Chromatogr Sci. 2010;

48 (1): 1-6.

b. Nozari Y, Hashemlu A, Hatmi ZN, Sheikhvatan M, Iravani A, Bazdar

A, et al. Outcome of coronary artery bypass grafting in patients

without major risk factors and patients with at least one major risk

factor for coronary artery disease. Indian J Med Sci 2007;61:547-54

• Volume jurnal dengan data tambahan “supplement data”:

Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and

occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994; 102 Suppl

1:275-82.

• Issue jurnal dengan data tambahan “supplement data”:

Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women's psychological reactions to

breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1, Suppl 2):89-97.

2. Menyunting Buku dan Daftar Monografi

• Penulis perorangan (contoh) :

Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd

ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.

• Editor, penyusun sebagai penulis (contoh) :

Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people.

New York: Churchill Livingstone; 1996.

• Bab dalam sebuah buku (contoh):

Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH,

Brenner BM, editors. Hypertension: pathophysiology, diagnosis, and

management. 2nd ed. New York: Raven Press; 1995. pp. 465-78.

3. Menyunting informasi dari media elektronik

• Artikel jurnal di internet (contoh) :

Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes: the ANA acts

in an advisory role. Am J Nurs [serial on the Internet]. 2002 Jun [cited

2002 Aug 12];102(6):[about 3p.]. Available from:

http://www.nursingworld.org/ AJN/2002/june/Wawatch.htm

• Data Monografi di Internet (contoh) :

Page 67: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

129

Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer

[monograph on the Internet]. Washington: National Academy Press; 2001

[cited 2002 Jul 9]. Available from:

http://www.nap.edu/books/0309074029/ html/.

• Suatu beranda dalam website / Homepage-Web site (contoh) :

Cancer-Pain.org [homepage on the Internet]. New York: Association of

Cancer Online Resources, Inc.; c2000-01 [updated 2002 May 16; cited

2002 Jul 9]. Available from: http://www.cancer-pain.org/

• Sub bagian dari suatu beranda website / Part of a homepage-Web site

(contoh) :

American Medical Association [homepage on the Internet]. Chicago: The

Association; c1995-2002 [updated 2001 Aug 23; cited 2002 Aug 12].

AMA Office of Group Practice Liaison; [about 2 screens]. Available

from: http://www.amaassn.org/ama/pub/category/1736.htm

8. Format Ilustrasi Dan Gambar

a. Gambar harus diberi nomor sesuai dengan kemunculannya di dalam jurnal.

b. Judul, nomor, dan simbol dalam gambar harus jelas, seragam, dan konsisten.

Tulisan dalan gambar harus proporsional untuk dapat dilihat dengan nyaman.

c. Simbol, tanda panagh, atau huruf dalam sebuah gambar harus memiliki latar

belakang yang kontras, menghindari tidak jelas terbacanya gambar tersebut.

d. Judul dan penjelasan detail gambar, tidak dimuat di dalam gambar, tetapi

disusun diluar gambar.

e. Jika terdapat grafik, diagram, atau histogram yang penting untuk dimasukkan

ke dalam jurnal, maka data tersebut harus dilampirkan secara terpisah dengan

file data tambahan / supplementary data

f. Foto dan gambar disusun rapi, dengan membuang bagian – bagian pada area

yang tidak diperlukan.

g. Jika foto yang disertakan dalam jurnal, bukan merupakan milik penulis, maka

diwajibkan untuk menyertakan kepemilikan / nyunting pemilik gambar pada

jurnal.

h. Jika gambar yang akan dilampirkan telah terpublikasi sebelumnya,

penggunaan gambar tersebut harus mendapatkan persetujuan penulis dalam

jurnal yang terpublish tersebut.

i. Keterangan gambar: Ketik keterangan (maksimal 40 kata) menggunakan spasi

ganda, dengan angka Arab. Bila simbol, panah, angka, atau huruf digunakan

untuk mengidentifikasi bagian ilustrasi, identifikasi dan jelaskan masing-

masing gambar dengan jelas.

j. Gambar akhir untuk pencetakan: Jika gambar yang diupload tidak tercetak

kualitasnya, kantor penerbit dapat meminta gambar beresolusi lebih tinggi

yang dapat dikirim pada saat pengambilan manuskrip. Kirimkan cetakan foto

berwarna tajam, glossy, un-mounted, dengan tinggi 4 inci dan lebar 6 inci

pada saat mengirimkan manuskrip yang telah direvisi. Jika gambar digital

adalah satu-satunya sumber gambar, pastikan gambar memiliki resolusi

minimal 300 dpi atau 1800 x 1600 piksel dalam format TIFF.

9. Format Tabel Dan Tanda

a. Tabel harus cukup jelas dan tidak boleh menduplikat materi teks.

b. Tabel dengan lebih dari 10 kolom dan 25 baris harus dihindari.

Page 68: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

130

c. Nomor tabel, dalam angka Arab, berturut-turut sesuai urutan kutipan pertama

mereka dalam teks dan berikan judul singkat untuk masing-masing.

d. Tempatkan materi penjelasan dalam catatan kaki, bukan di judul.

e. Jelaskan dalam catatan kaki semua singkatan non-standar yang digunakan di

setiap tabel.

f. Untuk catatan kaki gunakan simbol berikut, dalam urutan ini: *, †, ‡, §, ||, ¶,

**, ††, ‡‡

g. Tabel bersama dengan nomor mereka harus dikutip di tempat yang relevan

dalam teks

10. Deklarasi Penulis

a. Daftar Singkatan

Jika singkatan digunakan dalam teks mereka harus didefinisikan dalam teks pada

penggunaan pertama, dan daftar singkatan harus disediakan.

b. Persetujuan Etik

Manuskrip yang melibatkan peserta manusia, data manusia atau jaringan

manusia harus:

1. Menyertakan sebuah pernyataan mengenai persetujuan dan persetujuan

etika

2. Sertakan nama komite etika yang menyetujui studi dan nomor referensi

panitia.

c. Pendanaan

Semua sumber pendanaan untuk penelitian yang dilaporkan harus diumumkan.

Peran lembaga pendanaan dalam perancangan studi dan pengumpulan, analisis,

dan interpretasi data dan penulisan manuskrip harus dideklarasikan.

d. Ucapan Terima Kasih

Sebutkan siapa saja yang berkontribusi terhadap artikel yang tidak memenuhi

kriteria kepengarangan termasuk siapa saja yang memberikan jasa menulis

profesional atau

Page 69: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id

131

SUBSCRIPTION GUIDE

(PETUNJUK BERLANGGANAN)

English

Bali Health Journal (BHJ) is published through printed (ISSN 2599-2449) and online media

(ISSN 2599-1280). All BHJ issues are available online on our website:

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

If you are interested in subscribing to our printed media, please email us to

[email protected] with information of your name or your institution’s name,

mailing address, and telephone number. We will contact you soon thereafter with payment

instruction and other additional information.

-----------------------------------------------------------------------

Bahasa Indonesia

Bali Health Journal (BHJ) terpublikasikan melalui media cetak (ISSN 2599-2449) dan media

online (ISSN 2599-1280). Anda dapat mengakses setiap edisi Bali Health Journal secara

online melalui tautan:

http://ejournal.unbi.ac.id/index.php/BHJ

Bila Anda berminat untuk berlangganan media cetak Bali Health Journal, Anda dapat

mengirimkan surel kepada kami ([email protected]) dengan memberikan

informasi nama penerima (sertakan nama organisasi / institusi bila diperlukan), alamat

lengkap, dan nomor telepon. Kami akan menghubungi Anda setelahnya dengan

menginformasikan mekanisme pembayaran maupun informasi tambahan lainnya.

Page 70: VOLUME 4 ISSUE 2 NOVEMBER 2020 - ejournal.unbi.ac.id