untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram...

9
32|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 Volume 5, No. 3, September 2019 http://www.untb.ac.id/September-2019/ FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK TERITORIALITAS DI PERMUKIMAN KAMPUNG JAWA- KOTA DENPASAR Oleh: Ni Ketut Ayu Intan Putri Mentari Indriani Dosen pada Prodi Arsitektur Fakultas Teknik, UNTB Abstrak: Saat ini Kampung Jawa merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terdapat di Kota Denpasar. Penduduk yang tinggal di wilayah ini dulunya merupakan pendatang yang kemudian diberikan lahan oleh Raja Pemecutan. Seiring dengan perkembangan penduduk asli di wilayah tersebut dan juga bertambahnya pendatang, tentu kebutuhan ruang juga semakin tinggi. Hal tersebut mengakibatkan penduduk setempat melakukan ekspansi-ekspansi ruang terutama terhadap ruang yang ada di sekelilingnya. Fenomena ini dalam ranah arsitektur disebut dengan teritorialitas. Secara teori, teritorialitas adalah sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi dan identitas (Edney dalam Laurens, 2004:124). Melihat adanya fenomena teritorialitas yang terjadi di Kampung Jawa, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor pembentuk teritorialitas yang dilakukan oleh penduduk Kampung Jawa. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 hingga Februari 2017. Metode penelitian dilakukan dengan cara melakukan observasi lapangan dan wawancara terhadap pihak terkait. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan bahwa dasar perilaku teritorial, luas dan ketersediaan lahan, waktu, kapasitas psikologi, serta pengalaman keruangan merupakan faktor-faktor pembentuk dari teritorialitas yang dilakukan oleh penduduk setempat. Selain itu juga ditemukan adanya keanekaragaman teritorialitas di lingkungan permukiman yang disebabkan oleh faktor personal, faktor situasional, faktor estetika, faktor ketidaksengajaan atau keinginan untuk memiliki dan faktor kedekatan individu atau kelompok pengguna. Kata-kunci: faktor pembentuk, Kampung Jawa, teritorialitas PENDAHULUAN Kampung Jawa merupakan permukiman masyarakat muslim yang sudah ada sejak tahun 1890-an dan saat ini menjadi salah satu permukiman padat penduduk di Kota Denpasar. Dengan jumlah penduduk sebanyak 5445 jiwa (Sensus Penduduk tahun 2015) memiliki dampak signifikan pada kepadatan bangunan di lingkungan permukiman. Berdasarkan fakta lapangan, kondisi tersebut tidak diimbangi dengan penataan yang baik, dan luas lahan juga menjadi masalah yang cukup rumit untuk diselesaikan. Dengan tidak adanya pengaturan dan pengendalian yang baik menjadikan lingkungan kampung cenderung kumuh, tidak teratur, tidak nyaman dan kurang sehat. Letak rumah-rumah warga antara satu dengan yang lainnya berjarak sangat rapat, sehingga menyebabkan warga harus berbagi ruang dalam beraktivitas, dan hal ini terjadi hampir di seluruh wilayah permukiman. Tekanan lingkungan yang tinggi ini membuat warga termotivasi secara spasial dengan menciptakan “ruang-ruang baru” guna memenuhi kebutuhannya masing-masing. Dalam ranah arsitektur, proses ini disebut dengan teritorialitas. Teritorialitas berasal dari kata teritori. Hall (1971) mengungkapkan bahwa teritori merupakan suatu daerah yang dikuasai, yang ditampilkan dalam perilaku khas oleh suatu organisme guna mempertahankan diri dari serangan anggota spesies lainnya. Pada intinya, teritori adalah satu area yang dimiliki dan dipertahankan, baik secara fisik maupun non-fisik. Sedangkan menurut Edney (dalam Laurens, 2004: 124) teritorialitas adalah sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi dan identitas. Diambil berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti mengartikan teritorialitas sebagai upaya klaim dan penguasaan lahan/wilayah yang lebih luas oleh penghuni permukiman, guna mengakomodasi aktivitas sehari-hari baik secara personal maupun berkelompok untuk fungsi-fungsi tertentu dengan berbagai upaya kontrol dan pengawasan. Kontrol dapat diartikan sebagai sebuah pengaturan batas antara individu yang satu dengan yang lainnya

Transcript of untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram...

Page 1: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

32|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 3, September 2019 http://www.untb.ac.id/September-2019/

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK TERITORIALITAS DI PERMUKIMAN KAMPUNG JAWA-KOTA DENPASAR

Oleh:

Ni Ketut Ayu Intan Putri Mentari IndrianiDosen pada Prodi Arsitektur Fakultas Teknik, UNTB

Abstrak: Saat ini Kampung Jawa merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terdapat diKota Denpasar. Penduduk yang tinggal di wilayah ini dulunya merupakan pendatang yang kemudiandiberikan lahan oleh Raja Pemecutan. Seiring dengan perkembangan penduduk asli di wilayah tersebutdan juga bertambahnya pendatang, tentu kebutuhan ruang juga semakin tinggi. Hal tersebutmengakibatkan penduduk setempat melakukan ekspansi-ekspansi ruang terutama terhadap ruang yang adadi sekelilingnya. Fenomena ini dalam ranah arsitektur disebut dengan teritorialitas. Secara teori,teritorialitas adalah sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan,penggunaan yang eksklusif, personalisasi dan identitas (Edney dalam Laurens, 2004:124). Melihat adanyafenomena teritorialitas yang terjadi di Kampung Jawa, maka peneliti melakukan penelitian ini denganbertujuan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor pembentuk teritorialitas yang dilakukan oleh pendudukKampung Jawa. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 hingga Februari 2017. Metodepenelitian dilakukan dengan cara melakukan observasi lapangan dan wawancara terhadap pihak terkait.Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Daripenelitian ini didapatkan bahwa dasar perilaku teritorial, luas dan ketersediaan lahan, waktu, kapasitaspsikologi, serta pengalaman keruangan merupakan faktor-faktor pembentuk dari teritorialitas yangdilakukan oleh penduduk setempat. Selain itu juga ditemukan adanya keanekaragaman teritorialitas dilingkungan permukiman yang disebabkan oleh faktor personal, faktor situasional, faktor estetika, faktorketidaksengajaan atau keinginan untuk memiliki dan faktor kedekatan individu atau kelompok pengguna.

Kata-kunci: faktor pembentuk, Kampung Jawa, teritorialitas

PENDAHULUAN

Kampung Jawa merupakan permukimanmasyarakat muslim yang sudah ada sejak tahun1890-an dan saat ini menjadi salah satupermukiman padat penduduk di Kota Denpasar.Dengan jumlah penduduk sebanyak 5445 jiwa(Sensus Penduduk tahun 2015) memiliki dampaksignifikan pada kepadatan bangunan di lingkunganpermukiman. Berdasarkan fakta lapangan, kondisitersebut tidak diimbangi dengan penataan yangbaik, dan luas lahan juga menjadi masalah yangcukup rumit untuk diselesaikan. Dengan tidakadanya pengaturan dan pengendalian yang baikmenjadikan lingkungan kampung cenderungkumuh, tidak teratur, tidak nyaman dan kurangsehat. Letak rumah-rumah warga antara satudengan yang lainnya berjarak sangat rapat,sehingga menyebabkan warga harus berbagi ruangdalam beraktivitas, dan hal ini terjadi hampir diseluruh wilayah permukiman. Tekanan lingkunganyang tinggi ini membuat warga termotivasi secaraspasial dengan menciptakan “ruang-ruang baru”guna memenuhi kebutuhannya masing-masing.

Dalam ranah arsitektur, proses ini disebutdengan teritorialitas. Teritorialitas berasal dari katateritori. Hall (1971) mengungkapkan bahwa teritorimerupakan suatu daerah yang dikuasai, yangditampilkan dalam perilaku khas oleh suatuorganisme guna mempertahankan diri dariserangan anggota spesies lainnya. Pada intinya,teritori adalah satu area yang dimiliki dandipertahankan, baik secara fisik maupun non-fisik.Sedangkan menurut Edney (dalam Laurens, 2004:124) teritorialitas adalah sesuatu yang berkaitandengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan,penggunaan yang eksklusif, personalisasi danidentitas. Diambil berdasarkan definisi-definisitersebut, maka dalam penelitian ini penelitimengartikan teritorialitas sebagai upaya klaim danpenguasaan lahan/wilayah yang lebih luas olehpenghuni permukiman, guna mengakomodasiaktivitas sehari-hari baik secara personal maupunberkelompok untuk fungsi-fungsi tertentu denganberbagai upaya kontrol dan pengawasan. Kontroldapat diartikan sebagai sebuah pengaturan batasantara individu yang satu dengan yang lainnya

Page 2: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|33

http://www.untb.ac.id/September-2019/ Volume 5, No. 3, September 2019

dengan penandaan atau personalisasi untukmenyatakan bahwa wilayah tersebut ada yangmemiliki. yang nantinya akan digambarkan sesuaidengan jenis, pembatas, pola ruang danklasifikasinya kemudian divisualisasikan dalampemetaan zona dan denah ruang.

Kepemilikan dalam teritorialitas menurutFisher (1984) ditentukan oleh persepsi orang yangbersangkutan, sementara Edney (1974)mengungkapkan bahwa teritorialitas sebagaisesuatu yang berkaitan dengan pertahanan, tanda,kepemilikan. Terbentuknya suatu ruang teritoritidak dapat terlepas dari elemen penanda/pembatassebagai bentuk pertahanan dan meminimalisirberbagai bentuk pelanggaran teritori. Wujudelemen penanda teritori tersebut beragam sesuaidengan kondisi di lapangan. Elemen penandateritori yang dimaksud disini secara umum dapatdikelompokkan ke dalam batas-batas yangmembentuk ruang itu sendiri, yaitu antara lainbatas fix element, semi fixed element, maupun batasruang non-fixed element (Altman, 1980). Elemenfix merupakan elemen-elemen tetap sepertibangunan, sementara semi fixed, merupakanelemen-elemen agak tetap seperti elemen jalan,tanda iklan, etalase toko dan elemen-elemen urbanlainnya. Sementara elemen non fixed adalah nonenvironmental element yang merupakan elemendiluar elemen-elemen fisik. Elemen non fixedberhubungan langsung dengan tingkah laku atauperilaku manusia yang dianggap selalu tidak tetap.

Pada lokasi penelitian, perilaku spasial wargapermukiman Kampung Jawa ditandai denganadanya upaya klaim terhadap lahan yang adadisekitar rumahnya, baik lahan sisa di antarabangunan rumah maupun lahan kosong di sekitarbantaran sungai maupun ruang-ruang publik demimengakomodasi kepentingan mereka, secaraindividu maupun kelompok. Perilaku spasial inimerupakan hasil dari rangkaian proses individual,sebagai sebuah respon seseorang yang muncul saatterjadi interaksi antara manusia dengan lingkunganfisiknya. Dalam proses ini, masalah-masalah yangberkaitan dengan lingkungan fisik akan memotivasiterjadinya perilaku spasial individu guna mengatasisemua permasalahan tersebut.

Penelitian ini akan menunjukkan teritorialitasyang terjadi di lingkungan warga Kampung Jawa,yang akhirnya dapat menunjukkan apa saja faktor-faktor pembentuk teritorialitas tersebut. Fakta inimenarik untuk dikaji karena peneliti dapatmengetahui bagaimana warga di lingkunganpermukiman Kampung Jawa menciptakan ruangteritori baru, apa saja fungsi-fungsi ruang dariteritori baru yang mereka ciptakan, dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukanteritori di permukiman tersebut.

METODE

Lokasi penelitian terdapat di lingkungan RT 1,RT 3, RT 6 dan 7, Kampung Jawa (DusunWanasari), Kecamatan Denpasar Utara, KotaDenpasar. Pelaksanaan penelitian dilakukan padabulan November 2016 – Februari 2017.

Pendekatan penelitian ini menggunakanmetode deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan,meringkas berbagai kondisi, situasi atau fenomenarealitas sosial yang ada di masyarakat menjadiobjek penelitian dan berupaya menarik realitas ituke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,model atau gambaran tentang kondisi, situasiataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007:68).

METODE PENGUMPULAN DATA

Tahapan awal pengumpulan data padapenelitian ini adalah dengan melakukanobservasi.Observasi pertama adalah grand tourobservation/observasi deskriptif merupakanobservasi awal untuk mengetahui gambaran umumpermukiman di kawasan objek studi, kedua adalahobservasi terfokus, pada observasi ini pengamatanmulai difokuskan pada masalah yang diteliti yaitupada fenomena penggunaan ruang publik olehwarga setempat, pada tahap ini dilakukanpendataan kemudian penggambaran/visualisasiyang terbentuk .

Selain observasi, pengumpulan data diperolehdengan melakukan wawancara mendalam padapihak-pihak yang berkompeten dan terkait denganpenelitian yang dilakukan untuk memperkuat data-data lapangan (purposive sampling), sepertiinstansi pemerintahan, pemilik lahan, maupunpihak-pihak lainnya yang berhubungan denganmasyarakat permukiman Kampung Jawa.

Metode Analisis DataAnalisis data yang dipergunakan dalam

penelitian ini sebagian besar adalah menggunakanteknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis inidiarahkan pada uraian deskriptif mengenaibagaimana perilaku masyarakat terkaithubungannya dengan kondisi lingkunganpermukiman dalam memanfaatkan ruang publiksebagai pemenuh kebutuhan ruangnya sehari-hari.

Data-data berupa gambar (foto, sketsa, peta)juga diinterpretasikan ke dalam bentuk petatematik, sehingga mempermudah dalammenganalisis.

Kemudian data yang dihasilkan akan diujikembali keabsahannya berdasarkan validitas danreliabilitasnya dengan langkah-langkah sebagaiberikut:1. Reduksi data, yaitu melakukan

penyusunandata yang diperoleh dari hasilwawancara dan observasi, kemudianditentukan data atau informasiyang sesuai

Page 3: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

34|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 3, September 2019 http://www.untb.ac.id/September-2019/

dengan fokus penelitian, sementara data yangkurang relevan dikesampingkan.

2. Pengklasifikasian data dalam beberapa titiktekan pada persoalan penelitian. Pada tahapinilah pendekatan-pendekatan teori digunakanuntuk memahami, meneliti maupunmenganalisis fokus penelitian.

3. Kesimpulan, merupakan tahap akhir dariteknik analisis data yang diperoleh dariklasifikasi data yang didapat, dan kemudiandibuatkesimpulan dari keseluruhan hasilanalisisnya

DISKUSI

Perilaku teritorial umumnya didasari olehmotivasi dan kebutuhan/kepentingan yang meliputipengaturan, penempatan ruang, kontrol penuh atasruang, pemikiran, kepercayaan, dan perasaan untukmempertahankan. Sesuai dengan pengantar padajurnal, pembentukan awal teritori penghuni dipermukiman Kampung Jawa didasari oleh adanyatekanan lingkungan dan kebutuhan terhadap hunianlayak huni, yang mampu mengakomodasi seluruhaktivitas penghuni rumah. Hal tersebut kemudianmemicu terjadinya proses individual dan prosessosial yang berdampak pada perilaku keruanganwarga permukiman. Tiap individu biasanyamempunyai perbedaan perilaku keruangan,perbedaan kebutuhan dan kepentingan akanmembentuk teritorialitas yang berbeda pula.

Perbedaan dasar dari perilaku teritorialmasyarakat ini kemudian memicu terjadinya klaimatas ruang publik atau ruang-ruang sisa di sekitarpermukiman yang berpotensi untuk dikuasai.Keinginan dari penghuni untuk memilikicukupruang untuk mewadahi seluruh kebutuhandan aktivitasnya memicu terjadinya perkembanganteritori rumah di luar batas teritori legal yang telahdimiliki penghuni.

Sebenarnya, klaim atas ruang merupakanbagian dari hak manusia dalam penggunaan ruangapabila berada pada area yang merupakan hak daripelaku klaim. Klaim ruang dapat dimaknai sebagaigabungan dari hak akses dan kebebasan bertingkahlaku dalam menyatakan kepemilikan terhadapsuatu ruang. Klaim atas ruang dapat dipicu olehkeinginan pribadi maupun untuk kepentingankelompok.

Pada kasus di lapangan, klaim terhadap ruangyang dilakukan penghuni dapat mengganggukebebasan penghuni permukiman lain, khususnyapada area-area sirkulasi publik yang rawan terjadiklaim ruang oleh warga.

Berdasarkan hal tersebut, perilaku teritorialpenghuni permukiman Kampung Jawa dapatdigambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram Perilaku TeritorialSumber: Observasi Lapangan

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa perilakuteritorial didasari oleh adanya keinginan dankebutuhan warga terhadap ruang baik untukkepentingan individu atau kelompok. Idealnya,antara kebutuhan dan keinginan haruslah seimbanguntuk membentuk perilaku teritorial yang tidaksaling merugikan.

Dikatakan dapat merugikan apabila perilakuteritorial yang dilakukan warga sampai tidakterkontrol dan dapat mengganggu warga lainnya.Misalnya klaim terhadap ruang publik yangberlebihan dapat mengganggu sirkulasi ruang yangada dipermukiman. Meskipun tidak memicukonflik yang berarti, namun hal tersebut bukanlahsesuatu yang dapat dibenarkan.

Pembentukkan teritori di Kampung Jawasangat dipengaruhi luas lahan yang dimilikimasing-masing penghuni. Semakin sedikit lahanyang dimiliki oleh warga, semakin banyakkemungkinan penghuni untuk melakukan ekspansiteritorial. Meskipun begitu, ketersediaan lahanpotensial di sekitar rumah penghunijuga menjadipemicu terjadinya ekspansi tersebut. Misalnya,warga yang rumahnya berada tepat di bantaransungai memiliki kesempatan untuk melakukanekspansi yang lebih besar dibanding warga yangberada di tengah-tengah permukiman. Hal inidikarenakan lahan terbuka di bantaran sungai jauhlebih banyak di banding lahan yang ada di tengahpermukiman.

Hal ini menunjukkan bahwa selain kebutuhan,ada unsur keinginan yang mendasari penghuniuntuk melakukan monopoli terhadap lahan-lahanyang bukan merupakan teritori legalnya. Dengankata lain, jika lahan berpotensi untuk di klaim ada,maka keinginan untuk menguasainya akan munculbegitu saja.

Fenomena teritorialitas di Kampung Jawa jugaterbentuk karena dipengaruhi faktor waktu. Padawaktu-waktu tertentu terjadi perluasan areatoritorial untuk kepentingan bersama sebagai ruanginteraksi dan bersosialisasi. Misalnya salah satupekarangan rumah warga kerap dipinjam ketikaterjadi pertemuan antar warga karena dayatampung mushola terkadang tidak mencukupi.

Page 4: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|35

http://www.untb.ac.id/September-2019/ Volume 5, No. 3, September 2019

Kasus lainnya adalah ketika terjadi aktivitasberkumpul di sore hari oleh ibu-ibu dipermukiman, selain warung, teras rumah wargayang tidak memiliki pagar pembatas kerap menjadi“ruang bersama” untuk ibu-ibu tersebut berkumpuldan berbincang (Gambar 2).

Gambar 2. Teritorialitas Berdasarkan Faktor WaktuSumber: Observasi Lapangan

Ruang bersama pada umumnya merupakanruang publik yang pada saat tertentu menjadi ruangbersama, dengan memenuhi setting dan atributruang tertentu. Namun pada kasus di lapangan,lingkungan rumah terkadang juga menjadi ruangbersama dalam lingkungan permukiman. Hasilpengamatan didapatkan bahwa ruang bersamadapat terbentuk di permukiman Kampung Jawaselama ruang tersebut memiliki setting atau latarruang yang meliputi; adanya kemudahan akses(aksesibilitas), adanya fasilitas yang dapat dipakaibersama (naungan), adanya teduhan yang berupavegetasi atau bayang–bayang massa bangunan,adanya kelapangan tempat/keterbukaan ruang,adanya kenyamanan, dan adanya kebebasan secarabatasan fisik atau tidak ada penyekat.

Elemen pembentuk ruang bersama dilingkungan permukiman terbagi menjadi tiga, yaitufix element, semi fixed element, dan non fixedelement. Fix element bersifat tetap sehingga baikada atau tidaknya aktivitas elemen tersebut tetapada dalam ruang. Semi fixed element dan non fixedelement biasanya selalu mengalami perubahansesuai dengan kebutuhan aktivitas.

Gambar 3. Analogi Perluasan Zona Teritori UntukRuang Bersama

Sumber: Analisis Pribadi

Gambar 3 menunjukkan gambaran pemetaanteritorial ruang bersama di lingkungan pemukiman.Saat waktu-waktu tertentu, ketika terjadi aktivitasberkumpul, berbincang dan bersosialisasi antarwarga, terjadi beberapa perluasan zona publik dibeberapa ruang tertentu.

Teras yang tidak memiliki penanda teritoriyang jelas akan berubah menjadi ruang publik saatterjadi aktivitas tersebut. Begitu juga yang terjadidengan warung, sebagian ruang dalam warungakan menjadi ruang publik bagi warga yangberbelanja dan bercengkrama. Warung biasanyatidak mengalami perubahan secara menyeluruhkarena sebagian besar memanfaatkan jalanlingkungan sebagai ruang bersosialisasi denganmemberikan batas-batas semi fixed element sepertibangku atau kursi.

Selain fenomena teritorialitas tersebut, waktujuga mempengaruhi perilaku teritorial wargapermukiman. Misalnya, warga yang telah lamatinggal di permukiman cenderung leluasamelakukan klaim ruang yang lebih besar dibandingpenghuni yang baru tinggal beberapa tahun.

Masyarakat Kampung Jawa memiliki ikatansosial yang kuat, hal ini terbukti dari tingginya rasasolidaritas, toleransi dan tenggang rasa antar wargayang satu dan warga yang lainnya. Pada kelompokmasyarakat golongan sosial ekonomi yang lebihrendah terutama pada pemukiman dengan lahansewaan, banyak ditemukan adanya pelanggaranteritorialitas dan fenomena warga yang salingberbagi teritori. Hal ini didasarkan dari penuturanwarga yang sering meminjamkan kamar mandirumahnya untuk warga lain yang membutuhkan.Mengingat banyak sekali warga Kampung Jawa, diarea pemukiman khususnya RT 7 yang belummemiliki MCK pribadi (Gambar 4).

Gambar 4. Ruang yang Sering dipinjamkanPenghuni Untuk Warga

Sumber: Observasi Lapangan

Dalam keseharian di pemukiman RT 7,Sebagian warga memilih memanfaatkan aliransungai untuk keperluan sehari-hari, sebagian lagiterpaksa harus meminjam kamar mandi milikwarga yang lain. Pada Gambar 4 dapat dilihat salahsatu contoh ruang yang memiliki sharing valuekarena pemiliknya mempersilahkan warga lain

Page 5: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

36|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 3, September 2019 http://www.untb.ac.id/September-2019/

untuk menggunakan kamar mandi tersebut asalkantelah meminta ijin sebelumnya.

Dengan demikian, terjadi pergeseran nilairuang yang mana aktualnya sebuah kamar mandimerupakan zona privat penghuni rumah beralihmenjadi zona semi privat. Namun, adanya syaratuntuk meminta ijin tersebut merupakan salah satubentuk kontrol penghuni terhadap teritorinya, untukmencegah hal-hal yang dapat mengganggukenyamanan dalam teritorial penghuni rumah.

Pada kelompok masyarakat level sosialekonomi yang lebih tinggi dan status kepemilikanlahan adalah milik pribadi, fenomena tersebutmasih dapat ditemukan dalam kasus yang berbeda,meskipun tidak sebanyak pada kasus sebelumnya.

Misalnya fenomena teritorialitas warga yangmembagi ruang ibadah (mushola) pribadinya untukwarga, seperti yang telah dipaparkan padapembahasan sebelumnya.

Selain kasus tersebut, fenomena teritorialitasdi Kampung Jawa, baik ekspansi teritorial maupunprivatisasi ruang publik tidak pernah menimbulkankonflik berarti di antara warga permukiman. Keduahal ini merupakan bukti bahwa kapasitas psikologijuga mempengaruhi terbentuknya teritorialitas.Kapasitas psikologi adalah rasa persaudaraan yangkuat, tenggang rasa, toleransi dan rasa inginberbagi dengan sesama. Masyarakat KampungJawa dapat memaknai ruang secara bijak denganmenggunakannya secara rukun demi kepentinganbersama tanpa adanya perselisihan dan konflikantar warga.

Tinggal dalam kondisi fisik lingkungan yangsama secara bertahun-tahun menyebabkanmasyarakat Kampung Jawa memiliki pengalamankeruangan yang sama. Hal ini dikarenakan tekananlingkungan yang dihadapi juga sama, sehinggarespon yang diberikan cenderung serupa, yaitudengan melakukan perilaku spasial ataumemberikan respon emosional yang menghasilkanfenomena-fenomena teritorialitas tertentu. Namun,meskipun pengalaman keruangan yang dimilikisama, perilaku keruangan tiap individu dalammenciptakan teritorialitas bisa berbeda.Perbedaan perilaku keruangan, perbedaankebutuhan dan kepentingan dapat memicuteritorialitas yang berbeda dan beragam. Dalamteori, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhikeanekaragaman teritori antara lain adalahkarakteristik personal seseorang, perbedaansituasional dan faktor budaya (Laurens, 2004).

Faktor personal berkaitan dengan kondisiindividu tersebut secara personal, baik gendermaupun kepribadian. Faktor situasional berkaitandengan situasi dan kondisi yang mempengaruhiPerilaku teritorial seseorang atau sekolompokorang. Faktor budaya berkaitan dengan latar

belakang budaya yang menjadi dasar Perilakuteritorial yang terbentuk.

Dalam penelitian ini, faktor yangmempengaruhi keragaman teritorialitas hanyadifokuskan pada dua faktor utama, yakni faktorpersonal dan situasional yang dapat dilihat dalampersonalisasi dan variasi penanda masing-masinghunian.

Faktor personal di sini lebih ditekankan padakepribadian masyarakat di lokasi penelitian,sementara faktor situasional berkaitan denganaspek fisik dan sosial ekonomi masyarakat.

Secara umum wujud teritorialitas ruang yangterbentuk didasarkan pada kepentingan dankebutuhan masing-masing warga. Temuan di lokasipenelitian menunjukkan pribadi masing-masingwarga memiliki tingkat kesadaran teritorialitasyang berbeda-beda. Perbedaan faktor personalwarga tersebut mempengaruhi sikap dan perilakuyang bersangkutan dalam memaknai ruang.

Beberapa warga bertahan pada teritorial legalyang dimiliki sementara yang lain berusaha untukmelakukan ekspansi teritorial guna memenuhikebutuhan ruang tanpa merasa bahwa hal tersebutadalah sebuah pelanggaran (Gambar 5).

Gambar 5. Pembentukan Teritorialitas BerdasarkanFaktor Personal

Sumber: Observasi Lapangan

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa keduahunian berada di bantaran sungai. Namun dalamPerilaku teritorialnya, gambar pertama memilihuntuk menjemur pakaian pada batas sisi teritorilegalnya dengan memasang kayu-kayu untukpenyangga pakaian di dinding rumah. Berdasarkanhasil wawancara, apabila dilakukan ekspansi ketepi sungai, maka jalur gang yang ada akansemakin sempit dan menggangu warga lainnyasehingga penghuni memilih menjemur pakaiannyahanya pada dinding rumah saja.

Sementara pada gambar kedua, penghunimemilih melakukan ekspansi ke lahan sisa di tepisungai untuk memasang jemuran pakaian karenadirasa dapat mewadahi kebutuhan ruang penghuni.Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pribadi

Page 6: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|37

http://www.untb.ac.id/September-2019/ Volume 5, No. 3, September 2019

dalam berempati, memilih untuk melakukanpelanggaran teritorialitas atau tidak merupakanfaktor personal yang mempengaruhi pembentukanteritorialitas.

Perilaku teritorial juga dipengaruhi oleh faktorsituasional masyarakat setempat, salah satunyakondisi fisik lingkungan. Warga yang memilikirumah tinggal dekat dengan lahan-lahan sisa, lahanpublik atau lahan yang berpotensi untuk di“pinjam” cenderung melakukan ekspansi pada areatersebut (Gambar 6). Misalnya lahan sisa disepanjang bantaran sungai dijadikan area untukmendirikan tiang-tiang jemuran maupun kandanghewan peliharaan oleh masyarakat yang tinggaldilokasi terdekat

Gambar 6. Teritorialitas Warga di LokasiPenelitian

Sumber: Observasi Lapangan

Begitu juga dengan warga yang rumahnyaberada di lingkungan area bawah dan sulit diaksessehingga menyulitkan kendaraan masuk terpaksamelakukan privatisasi ruang publik denganmemanfaatkan gang bahkan area sekolah untukparkir kendaraan roda dua. Kondisi tersebut jugamemaksa warga yang memiliki kendaraan rodaempat untuk parkir di badan jalan raya. Hal inisesuai dengan teori pengaruh lingkungan terhadapperilaku yang dikemukakan oleh Rapoport (1986),yaitu: environmental determinism, environmentalposibilism, dan environmental probabilism.

Dalam environmental determinism dikatakanlingkungan menentukan tingkah laku masyarakat ditempat tersebut. Artinya kondisi fisik lingkunganyang kurang kondusif di permukiman KampungJawa lah yang memicu adanya upaya penguasaanlahan oleh penghuni pada area-area bukan milik.Apabila kondisi lingkungan di kawasanpermukiman menyediakan ruang yang cukup bagimasingmasing warga masyarakat, maka tindakanklaim terhadap ruang yang bukan miliknya tidaklagi diperlukan.

Kemudian environmental posibilism,menyatakan bahwa lingkungan fisik dapat

memberikan kesempatan atau hambatan terhadaptingkah laku masyarakat. Maksudnya apabilapenghuni memiliki pekarangan yang mencukupi,maka kesempatan untuk menata lingkungan fisikrumahnya dengan baik menjadi lebih besar.Sebaliknya, apabila penghuni tidak memiliki cukupruang pada area rumahnya, maka kesempatanuntuk menata lingkungan fisik rumah menjadi lebihkecil.

Terakhir adalah environmental probabilism,yang menyatakan bahwa lingkungan memberikanpilihan-pilihan yang berbeda bagi tingkah lakumasyarakat. Seperti pada contoh kasussebelumnya, meskipun lingkungan fisikpermukiman kurang kondusif, namun warga dapatmenemukan beragam solusi dan alternatif untukmengatasi masalah tersebut. Beberapa diantaranyamemilih bertahan pada teritori legal. Sebagianlainnya, memilih untuk memanfaatkan ruangruangpublik atau lahan sisa di sekitarnya untukmemenuhi kepentingan pribadi.

Selain aspek fisik, faktor situasional yangberkaitan dengan kondisi sosial ekonomimasyarakat juga mempengaruhi perilaku wargadalam membentuk teritorialitas (Gambar 7).Pelanggaran teritorialitas paling banyak dilakukanoleh masyarakat dengan sosial ekonomi lemah.

Gambar 7. Perbandingan Teritorialitas yang Ada diLokasi Penelitian

Sumber: Observasi Lapangan

Hal tersebut dikarenakan terbatasnyakemampuan warga tersebut untuk mendapatkanrumah tinggal yang lebih layak. Denganpenghasilan yang tidak seberapa, sebagian wargaterpaksa tinggal di lahan sewaan dengan rumahpetak yang ruangnya terbatas. Jumlah ruang tidaksebanding dengan aktivitas dan civitas yangdiwadahi, sehingga memaksa warga untukmelakukan ekspansi teritorial terhadap lahan sisa

Page 7: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

38|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 3, September 2019 http://www.untb.ac.id/September-2019/

maupun ruang publik untuk memenuhi kebutuhanterhadap ruang yang tidak dimiliki.

Kondisi sosial ekonomi juga mempengaruhiperilaku masyarakat dalam melakukanpersonalisasi dan penandaan terhadap teritorinya.Misalnya warga yang berprofesi sebagai pemulungmelakukan personalisasi dan penandaan denganmenggunakan barang-barang hasil memulungnyasebagai sebuah identitas diri (Gambar 8).

Gambar 8. Personalisasi dan Penandaan padaTingkat Sosial Ekonomi Lemah

Sumber: Observasi Lapangan

Berbeda dengan masyarakat dengan tingkatsosial ekonomi yang lebih baik, pembentukanteritorialitas ruangnya lebih jelas. Masyarakatdengan kondisi seperti ini mampu membangunrumah di atas lahan milik pribadi, memilikikebebasan dalam menata rumahnya agar lebihlayak, memiliki pintu gerbang dan tembok pagaryang masif dengan ruang-ruang yang cukup untukmemenuhi semua kebutuhan penghuni (Gambar 9).

Wilayah teritori dengan pembatas yang tegasmerupakan suatu bentuk kontrol teritorialitas,dengan adanya kontrol seperti ini, kemungkinanterjadi invasi dari pihak asing akan lebih sedikit.Tidak ada invasi berarti tidak ada agresi. Padateritori yang belum terbentuk secara nyata danjelas, agresi akan lebih sering terjadi.

Pembatas fisik teritorial, terutama pintu danpagar dikatakan sebagai suatu kontrol aksesteritorial terkuat karena mampu membatasi siapasaja yang boleh dan tidak boleh masuk ke dalamsuatu zona teritori.

Gambar 9. Personalisasi dan Penandaan padaTingkat Sosial Ekonomi yang LebihBaik

Sumber: Observasi Lapangan

Selain faktor-faktor yang telah disebutkansebelumnya, pembentukan teritorialitas jugadipengaruhi faktor estetika. Pada beberapa kasus,warga melakukan personalisasi dan penandaandengan menata beberapa tanaman pot yang secaratidak langsung memberikan tanda/batas padawilayah teritorinya. Perilaku teritorial wargatersebut didasari dari keingginan untukmempercantik huniannya (Gambar 10).

Gambar 10. Personalisasi dan PenandaanBerdasarkan Faktor Estetika

Sumber: Observasi Lapangan

Sementara pada kasus lainnya, pembentukanteritorialitas dilakukan berdasarkan faktorketidaksengajaan serta keinginan untuk memilikipeneduh.

Penghuni seolah melakukan personalisasi danpenandaan terhadap teritorinya dengan membuatpagar di sekitar rumah tinggal denganmemanfaatkan tanaman dan bebatuan (Gambar 11).Padahal sesungguhnya, hal tersebut adalah sebuahketidaksengajaan yang berawal dari banyaknyatanaman liar yang tumbuh di halaman rumahpenghuni. Penghuni hanya berusaha merapikan danmembiarkannya tumbuh agar dapat memberikanpeneduhan untuk rumahnya.

Gambar 11. Personalisasi dan PenandaanBerdasarkan FaktorKetidaksengajaan

Sumber: Observasi Lapangan

Beberapa hal yang telah dipaparkan tersebutsesuai dengan teori hubungan perilaku danlingkungan yang menyatakan bahwa manusiamempunyai keunikan tersendiri, keunikan yangdimiliki setiap individu akan mempengaruhilingkungan sekitarnya, begitu juga sebaliknya.

Perilaku teritorial juga terbentuk sebagaiwujud dari privasi seseorang. Altman (1975)mendefinisikan privasi sebagai proses pengontrolanyang selektif terhadap akses kepada diri sendiri danorang lain yang dapat dicapai melalui beberapa

Page 8: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|39

http://www.untb.ac.id/September-2019/ Volume 5, No. 3, September 2019

mekanisme perilaku, salah satunya adalahteritorialitas.

Dalam proses pembentukan teritorialitastersebut, umumnya akan timbul perilaku spasialwarga berkaitan dengan pemberian batas-batasrumah, penandaan dan personaliasi ruang-ruangatau area yang dianggap atau diklaim sebagaiteritori miliknya. Pemberian batas-bataskepemilikan (teritorial) dalam suatu hunianmerupakan suatu proses kontrol terhadap privasipenghuni.

Selain itu, diungkapkan juga bahwa terdapatdua jenis privasi, yaitu privasi rendah (padabeberapa kasus, terdapat situasi dimana wargaharus berbagi ruang dan berinteraksi dengan oranglain, perilaku interpersonal ini yang memicuadanya ruang personal dan perilaku teritorial) danprivasi tinggi (ada waktu dimana individu inginmenyendiri dan terpisah dari orang lain).

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapatdisimpulkan bahwa yang mempengaruhipembentukan teritorialitas di lokasi penelitianadalah beberapa faktor berikut ini, yaitu:a) Dasar perilaku teritorial, yaitu kebutuhan dan

keinginan sebagai dasar perilaku teritorial.Misalnya kebutuhan untuk beraktivitas,keinginan untuk mendapatkan ruang yanglebih luas, maupun kenyamanan ruang gerakakan menyebabkan terjadinya klaim atasruang-ruang di luar teritori legal;

b) Luas dan Ketersediaan lahan, luas lahan yangdimiliki dan ada tidaknya lahan potensialuntuk diklaim di sekitar rumah akanmempengaruhi terbentuknya teritorialitaspenghuni;

c) Waktu, lama waktu penghuni tinggal di lokasipenelitian mempengaruhi teritorialitas yangdibentuk. Selain itu, dalam beberapa kasus,teritorialitas hanya terbentuk pada waktu-waktu tertentu dan bersifat tidak tetap;

d) Kapasitas psikologi, dalam bentuk rasapersaudaraan yang kuat, tenggang rasa,toleransi dan rasa ingin berbagi dengansesama. Ruang di lingkungan permukimanjuga dapat digunakan bersama-sama tanpakonflik yang berarti.

e) Pengalaman keruangan, meskipun pengalamankeruangan yang dimiliki hampir sama,teritorialitas yang dibentuk bisa berbedatergantung dari perilaku keruangan tiapindividu itu sendiri.

Selain itu, terdapat juga beberapa faktor secaraumum yang menyebabkan terjadinya

keanekaragaman teritorialitas di lokasipermukiman, antara lain adalah sebagai berikut:1. faktor personal, berkaitan dengankarakter dan

kepribadian masing-masing individu,2. faktor situasional, berkaitan dengan kondisi

fisik lingkungan, status kepemilikan lahan dansosial ekonomi masyarakat,

3. faktor estetika,4. faktor ketidaksengajaan/keinginan untuk

memiliki peneduh, dan5. faktor kedekatan individu/kelompok penguna.

Berkaitan dengan faktor personal,pembentukan teritorialitas di lokasi penelitian lebihdidasarkan pada perbedaan karakter dankepribadian penghuni. Perbedaan tersebutcenderung mempengaruhi sikap dan perilaku yangbersangkutan dalam memaknai ruang-ruang yangada disekitarnya. Sebagian warga memilih bertahandalam teritorial legal yang dimiliki meskipunterbatas. Sementara warga yang lain berusahauntuk melakukan perluasan area dan memanfaatkanlahan disekitarnya guna memenuhi kebutuhanruang tanpa merasa bahwa hal tersebut adalahsebuah pelanggaran.

Tindakan yang dilakukan warga tersebut tentusaja juga berkaitan dengan faktor situasional yangdialami masing-masing warga. Perbedaan kondisifisik lingkungan rumah tinggal, status kepemilikanlahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakatmenghasilkan perilaku teritorialitas yang berbedapula. Warga dengan kondisi fisik lingkungan yangkurang kondusif, menempati lahan sewaan dankondisi sosial ekonomi yang rendah cenderunglebih mudah terdorong untuk melakukan invasiruang maupun privatisasi ruang publik gunamewadahi aktivitas sehari-hari.

Di luar faktor personal dan situasional,pembentukan teritorialitas ruang juga dipengaruhioleh faktor estetika dan faktor ketidaksengajaan.Beberapa warga melakukan penataan terhadaprumah tinggalnya dengan tujuan estetika belakajustru berujung pada pembentukan sebuah teritori.

Hal yang sama juga terjadi pada kasus lainnya,dimana warga membentuk teritorialitas ruang tanpaadanya kesadaran teritorialitas itu sendiri. Murnihanya berdasarkan faktor ketidaksengajaan tanpaada tujuan khusus yang berkaitan dengan upayapersonalisasi dan penandaan atau usaha untukmencapai privasi tertentu dalam wujud teritorial.Selain itu, kedekatan individu/kelompok penggunajuga menjadi faktor yang mempengaruhipembentukkan teritori ruang. Kedekatan hubunganini menjadi alasan utama warga untuk dapatberbagi ruang ditengah keterbatasan yang dimiliki.

Hal-hal tersebut berimplikasi terhadap kondisidimana ruang-ruang teritorialitas di pemukimanKampung Jawa memiliki fleksibilitas yang tinggi,selalu siap berubah bila diperlukan. Dimensi dan

Page 9: untb.ac.id › wp-content › uploads › 2019 › 11 › 7.FAKTOR... 32 Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 FAKTOR ...Perilaku teritorial umumnya didasari oleh motivasi dan

40|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 3, September 2019 http://www.untb.ac.id/September-2019/

fungsi ruang tidak lagi pasti, menyesuaikan dengankebutuhan manusia yang dapat memicu perilakuspasial untuk memunculkan ruang-ruang baru. Darihasil penelitian ini, pemahaman terhadap ruangpublik-privat/milik-bukan milik dalam konteksteritorialitas di pemukiman Kampung Jawa jugasangatlah relatif dikarenakan tingginya fleksibilitasruang yang ada. Hal ini sangat tergantung daripersepsi, kegiatan yang diprioritaskan dankedekatan hubungan personal antar penghuni.

Sama seperti penelitian lainnya, dalam prosespenelitian ini pun memiliki kekurangan dankelebihan. Beberapa hambatan yang ditemui olehpeneliti adalah tidak semua narasumber dapatbersikap kooperatif, serta susahnya memperolehpeta wilayah karena perkampungan tersebut sangatrapat bangunan sehingga tidak ditemukan data pastipemetaan. Kekurangan lain yaitu penelitian inihanya berfokus pada kajian teritori, padahalcakupan mengenai sosial budaya terhadap ruangsebenarnya masih banyak yang bisa dikembangkan.

Sedangkan untuk kelebihan penelitian iniadalah belum adanya peneliti yang melakukanpenelitian mengenai teritorialitas di wilayahKampung Jawa. Selain itu, hasil penelitian ini jugabisa dijadikan sebagai masukan untuk perencanaanpengembangan kawasan Kampung Jawa dikemudian hari, misalnya saja dalam halpengembangan fasilitas atau ruang publik.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, I. 1975. The Environment and SocialBehavior. Monterey, CA: Wadsworth.

Bungin. B. 2007. Penelitian Kualitatif:Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

Dan Ilmu Sosial Lainnya. Edisi pertama,Cetakan ke-2. Jakarta: Kencana

Burhanuddin. 2009. Karakteristik TeritorialitasRuang Pada Permukiman Padat diPerkotaan. Jurnal “Ruang” Vol 2 No. 1,Edisi Maret 2010.

Edney, J. 1976. Human Territoriality:Environmental Psychology, People andTheir Physical Setting. Eds: Prohansky,Harold M. Et.all. Holt. Rinehart andWinston. New York.

Fisher, J.A., Bell, P.A. & Baum, A. 1984.Environmental Psychology (2nd ed.).New York: Holt, Rinehart and Winston.

Hall, E. 1966. The Hidden Dimention. New York:Doubleday.

Lang, Jon. 1987. Creating Architectural BeliefSystem and Social Behaviour. in: JongLang et al., eds, Designing for HumanBehaviour, Architecture and HumanSciences, Strouburg, Pa: Dowden,Hutchinson and Ross.

Laurens, J. Marcella. 2004. Arsitektur dan PerilakuManusia. Jakarta: Grasindo.

Moleong. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif.Edisi Revisi. Bandung: RemajaRosdakarya.

Rapoport, A. 1969. House Form and Culture.Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.