JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C...

62
C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1, Juni 2010 Vol. 6 The Effect of Soy Bean M Glucose Level on The Type Tampungan Anna Miftahul Analisis Faktor-fakto Abortus Spontan di Studi Komparasi Keefekt dari Keluarga dan Bukan Tuberculosis Paru di BP4 U Perilaku Pertama Ibu Diare pada A dan TPA "B Perbedaan Lama Persa dan Tidak Senam Hami Hubungan Pengetahuan Perilaku Sehat Lansia d Faktor-faktor yang Mem ke Posyandu d Wahidah Amilya In Asr Saman, Sri Rahayu JKK 6.1.2010 SAY

Transcript of JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C...

Page 1: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

C100

8040

10

M100

8040

10

Y100

8040

10

K100

8040

10

C100

8040

10

M100

8040

10

Y100

8040

10

K100

8040

10

Vol. 6, No. 1, Juni 2010

Vol. 6

No. 1

, Juni 2

010

Vol. 6Yogyakarta

Juni 2010No. 1 Hal. 1-56

C 10080

4010

M 10080

4010

Y 10080

4010

K 10080

4010

C 10080

4010

M 10080

4010

Y 10080

4010

K 10080

4010

The Effect of Soy Bean Milk Consumption on The Control of BloodGlucose Level on The Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Besalen and

Tampungan Bantul Yogyakarta in 2009Anna Miftahul Rohmah, Diyah Candra Anita K

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KejadianAbortus Spontan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Studi Komparasi Keefektifan Peran Pengawas Minum Obat (PMO)dari Keluarga dan Bukan Keluarga dengan Kesembuhan Penderita

Tuberculosis Paru di BP4 Unit Minggiran Kota Yogyakarta Tahun 2009

Perilaku Pertama Ibu Balita dalam Menanggulangi PenyakitDiare pada Anak Balita di Taman Bermain

dan TPA "Beniso" Randu Belang Bantul

Perbedaan Lama Persalinan Kala II Antara yang Senam Hamildan Tidak Senam Hamil di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Tahun 2009

Hubungan Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADS) denganPerilaku Sehat Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta

Unit Budi Luhur

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan Lanjut Usiake Posyandu di Puskesmas Cebongan Salatiga

Wahidah Sukriani, Sulistyaningsih

Amilya Indriani, Diyah Candra A.K.

Hariza Adnani

Asri Hidayat, Sujiatini

Saman, Tri Prabowo, Purwanta

Sri Rahayu, Purwanta, Dwi Harjanto

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 2: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

Vol. 6 No. 1, Juni 2010 ISSN 1858-0610

Jurnal

Kebidanan dan Keperawatan

The Effect of Soy Bean Milk Consumption on The Control of Blood GlucoseLevel on The Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Besalen and TampunganBantul Yogyakarta in 2009Anna Miftahul Rohmah, Diyah Candra Anita K 1-9

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KejadianAbortus Spontan di RS PKU Muhammadiyah YogyakartaWahidah Sukriani, Sulistyaningsih 10-15

Studi Komparasi Keefektifan Peran Pengawas Minum Obat (PMO)dari Keluarga dan Bukan Keluarga dengan Kesembuhan PenderitaTuberculosis Paru di BP4 Unit Minggiran Kota Yogyakarta Tahun 2009Amilya Indriani, Diyah Candra A.K. 16-25

Perilaku Pertama Ibu Balita dalam Menanggulangi PenyakitDiare pada Anak Balita di Taman Bermaindan TPA "Beniso" Randu Belang BantulHariza Adnani 26-32

Perbedaan Lama Persalinan Kala II Antara yang Senam Hamildan Tidak Senam Hamil di RS PKU Muhammadiyah YogyakartaTahun 2009Asri Hidayat, Sujiatini 33-40

Hubungan Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADS) denganPerilaku Sehat Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha YogyakartaUnit Budi LuhurSaman, Tri Prabowo, Purwanta 41-50

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan Lanjut Usiake Posyandu di Puskesmas Cebongan SalatigaSri Rahayu, Purwanta, Dwi Harjanto 51-60

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 3: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 1-9

THE EFFECT OF SOY BEAN MILK CONSUMPTION ONTHE CONTROL OF BLOOD GLUCOSE LEVEL ON THETYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS AT BESALEN

AND TAMPUNGAN BANTUL YOGYAKARTA IN 2009

Anna Miftahul Rohmah1, Diyah Candra Anita K2

Abstract: This research was aimed at identifying the effect of soy beanmilk consumption on the control of blood glucose level on the type 2diabetes mellitus patients in Besalen and Tampungan villages. Therewere 10 people used as the samples, 5 people for the control group andother 5 for the experiment group.The method of the research was theQuasi Experiment,with the approach of Non Equivalent Pretest Posttest.The gained data was then examined using the statistic test by applying t-test dependent. The result showed that P value (0,009) < ? (0,05), it canbe concluded that there is found effect of soybean milk consumption onthe control of blood glucose level on the type 2 diabetes mellitus patients.

Kata kunci: kadar gula darah, susu kedelai, diabetes mellitus type 2.

PENDAHULUANDiabetes Melitus (DM) adalah salah

satu penyakit yang dianggap sebagaipenyakit yang mematikan. Dari tahun ketahun jumlah penderitanya semakinmeningkat. Banyak orang yang menganggapbahwa penyakit ini hanya terjadi pada orangtua saja, tetapi pada kenyataannya penyakitini dapat menyerang siapa saja baik tuamaupun muda. Berdasarkan hasil penelitian,jumlah penderita DM di Indonesiamenempati urutan keempat di dunia. Jumlahpenderitanya mencapai 8,6% dari jumlahpenduduk 210 juta jiwa (sekitar 17 jutajiwa). Pada tahun 2003, WHOmemperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1%dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79menderita DM dan pada tahun 2025

meningkat menjadi 333 juta jiwa,sedangkan saat ini diperkirakan sekitar 3,2juta jiwa penduduk dunia meninggal karenamenderita DM. (Anonim, 2008).Berdasarkan hasil studi pendahuluan yangtelah dilakukan peneliti, penderita DM yangtinggal di Dusun Tampungan berjumlah 13orang atau sekitar 3,1% dari jumlahpenduduknya (432 orang), sedangkan diDusun Besalen berjumlah 16 orang atausekitar 3.32% dari jumlah penduduknya(482 orang).

Berdasarkan jumlah tersebut, keduaDusun itu memiliki masalah yang cukupserius, terutama tentang resikomeningkatnya jumlah penderita DM diwilayah tersebut bila tidak segera diberikanpengetahuan tentang penyakit DM.

1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 4: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

2 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 1-9

Sedangkan masalah yang sering dialami bagiyang sudah menderita DM adalah kesulitandalam pengontrolan kadar gula darah agartetap dalam keadaan normal. Penyakit DMmerupakan penyakit yang disebabkankarena peningkatan kadar gula darah yangtidak terkontrol. Peningkatan kadar guladarah pada penderita DM disebabkankarena kekurangan insulin, baik absolutmaupun relatif.

Insulin merupakan hormon yangdiproduksi oleh sel beta pankreas danberfungsi untuk memasukkan glukosa kedalam sel (Tapan, 2005). Tanda dan gejalayang sering muncul pada penderita DMadalah poliuri (banyak kencing), polifagi(banyak makan) dan polidipsi (banyakminum). Kelebihan kadar glukosa darahbisa menyebabkan banyak masalahtermasuk kekurangan cairan (dehidrasi),kejang dan kadang kala jika tidak diobatibisa menyebabkan pingsan yang disebutsebagai koma diabetikum. Komplikasijangka panjang yang bisa terjadi karenameningkatnya kadar glukosa secara terus-menerus adalah kerusakan pembuluh darah,jantung, ginjal, saraf dan mata (Tapan,2005).

Pengobatan DM dapat dilakukandengan beberapa cara antara lain denganolah raga teratur, melakukan diet,mengurangi berat badan bila kegemukan,dan pemberian obat hipoglikemik oral.Prinsip pengobatannya adalah menjaga agarkadar gula darahnya tetap normal danmencegah terjadinya komplikasi jangkapendek maupun jangka panjang (Tapan,2005). Kadar gula darah merupakan angkayang menunjukkan kadar gula yang ada didalam darah. Terdapat beberapa cara yangdapat dilakukan untuk membantumengontrol kadar gula darah, antara lain dietmakan, olah raga dan mengkonsumsi obathipoglikemik Selain cara diatas, cara lainyang dapat digunakan untuk menurunkan

kadar gula darah adalah denganmengkonsumsi susu kedelai. Kandungan giziyang terdapat dalam susu kedelai terdiri dariProtein, Lemak nabati, Serat/fiber,Karbohidrat, Vitamin A, Vitamin B1,Vitamin E, Vitamin B2, Vitamin B3, VitaminB5, Vitamin B6,Vitamin C, Vitamin K, Asamfolat, Mineral, Polisakarida dan Isoflavon.(Baskhara, 2008).

Dalam susu kedelai terdapatkandungan polisakarida yang mampumenekan kadar glukosa dan trigliseridapostpandrial, serta menurunkan rasio insulin-glukosa postpandrial (setelah makan). Halini membuktikan bahwa kandunganpolisakarida pada kedelai mampumengendalikan kadar gula darah yangberlebih dalam tubuh. Asupan susu kedelaidapat membantu mengendalikan kadar guladarah yang melebihi batas normal tersebut,sehingga sangat membantu mengendalikangejala penyakit gula ini (Ferysofian, 2008).

Protein yang terkandung dalam kedelaidiketahui kaya akan asam amino arginin danglisin. Kedua asam amino ini merupakankomponen penyusun hormon insulin danglukogen yang disekresi oleh kelenjarpankreas dalam tubuh kita. Karena itu makintinggi asupan protein dari kedelai, sekresihormon insulin dan glikogen ke dalamjaringan tubuh akan makin meningkat.Dengan meningkatnya kadar hormon insulinini, kadar glukosa darah akan berkurangkarena sebagian akan diubah menjadienergi. Inilah yang pada akhirnya membuatgejala diabetes dapat ditekan (Ferysofian,2008).

Dengan semakin meningkatnya jumlahpenderita DM, pemerintah mengupayakanberbagai cara untuk mencegah danmengatasi DM antara lain: mengaktifkanpusat-pusat pelayanan kesehatan daritingkat primer sampai tingkat atas, penelitiandan pengabdian masyarakat tentangpenyakit DM, menyelenggarakan

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 5: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

3Anna Miftahul Rohmah, dkk., The Effect of Soy Bean Consumption ...

penyuluhan dan seminar, memberikanpenghargaan kepada instansi yang telahmelakukan kegiatan yang berhubungandengan DM seperti senam, jalan bersama,penyuluhan dan edukasi, yang terakhiradalah menciptakan lingkungan yangmembantu para individu mengubah gayahidup (antara news 2007, cit Zulianita,2007).

Berdasarkan uraian di atas, penulistertarik untuk melakukan penelitian denganjudul: Pengaruh Konsumsi Susu KedelaiTerhadap Kontrol Kadar Gula Darah padaPasien DM tipe 2 di Dusun Tampungan danDusun Besalen tahun 2009.

METODA PENELITIANDalam penelitian ini menggunakan

desain penelitian Quasi Experimentdengan pendekatan yang dipilih adalah NonEquivalent Control Group yaitu penelitianyang dilakukan dengan membandingkanantara kelompok kontrol dan kelompokeksperimen. Pengukuran dilakukan sebelumdiberikan perlakuan (pretest) dan setelahdiberikan perlakuan (posttest) (Arikunto,1998). Variabel yang mempengaruhi adalahkonsumsi susu kedelai dan variabel yangdipengaruhi adalah kadar gula darah pasiendiabetes mellitus, sedangkan variabel yangmengganggu adalah kepatuhan dalam dietmakan, kepatuhan terhadap pengobatan,kondisi psikologis, usia, olah raga.

Dalam penelitian ini tidak dilakukanuji validitas dan reliabilitas hanya dilakukanuji kalibrasi pada glukometer yangdigunakan. Konsumsi susu kedelaidilakukan 3xsehari, masing-masing 250 ccsetiap kali minum. Susu ini dikonsumsi 1 jamsebelum makan sama seperti konsumsi obathipoglikemik oral. Dalam 1 kali penyajiandiberikan 3 sendok ( + 37gr) susu kedelaibubuk Melilea yang dicampur dengan 250cc air. Kepatuhan konsusmsi susu kedelaidiukur dengan skala ordinal. Pada penelitian

ini terdapat dua kelompok, yaitu : kelompokeksperimen dan kelompok kontrol.Pengukuran kadar gula darah dilakukandengan menggunakan glukometer.Pengukuran dilakukan pada hari 1 dan harike 14. Berdasarkan hasil pengukuran kadargula darah, responden dikelompokkanmenjadi dua kriteria yaitu : terkontrol (80-170 mg/dl) dan tidak terkontrol (171- >200mg/dl).

Populasi penelitian ini adalah semuapenderita DM tipe 2 yang tinggal di DusunTampungan dan Besalen yang berjumlah 29orang. Untuk sampel adalah penderita DMtipe 2 yang patuh terhadap diet makan,pengobatan dan berusia antara 30-55 tahunyang berjumlah 10 orang, yang terdiri dari5 orang sebagai kelompok kontrol dan 5orang sebagai kelompok eksperimen.Teknik pengambilan sampel dilakukansecara Non Probability Sampling denganmetode Purposive sampling. Alat yangdigunakan dalam penelitian adalah kuisioner,glukometer, lembar penilaian. Metodepengumpulan data dilakukan dengan carasurvey dan wawancara. Untuk metodepengolahan data meliputi tiga langkah, yaitu:penyuntingan (editing), pengkodean(coding) dan tabulasi (tabulating). Analisisdata didapatkan dengan melalukan ujistatistik menggunakan t-test Independent,dimana sebelumnya telah dilakukan ujinormalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov. Prosedur kerja dan cara penelitianterdiri dari 3 tahap yaitu tahap persiapan,tahap pelaksanaan dan tahap akhir.

HASIL DAN PEMBAHASANa. Gambaran umum lokasi

Dusun Besalen batas sebelah adalahDusun Bawitan, batas timurnya adalahDusun Sanan, batas sebelah selatannyaadalah Dusun Tempel, sedangkan untukbatas sebelah barat adalah jalan raya yangmerupakan jalan yang memisahkan antara

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 6: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

4 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 1-9

Dusun Besalen dan Tampungan. DusunBesalen memiliki luas wilayah + 1 hektar,dengan jumlah penduduk sekitar 482 jiwa.

Untuk Dusun Tampungan, batassebelah utaranya adalah area persawahan.Batas timurnya jalan raya, batas sebelahselatannya adalah sungai dan batas sebelahbaratnya adalah Dusun Klodangan. Luasnya+ 1,31 hektar, dengan jumlah penduduk 432jiwa dan sebagian besar berprofesi sebagaipetani dan pedagang.b. Gambaran umum responden

Tabel 1. Karakteristik Umum Res-ponden Kelompok Eksperimen

No Karakteristik Frekuensi % 1. Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan

1 4

20 80

2. Usia 31 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50 51 – 55

1 0 1 1 3

20 0 20 20 60

3. Pendidikan SD SLTP SLTA PT

1 1 2 1

20 20 40 20

4. Pekerjaan Pedagang Swasta IRT Buruh Guru Kadus

1 0 1 1 1 1

20 0 20 20 20 20

Jumlah 5 100

Sumber : Data Primer April 2009

Berdasarkan data diatas jumlahpenderita DM tipe 2 lebih banyak padawanita (80%) dibandingkan laki-laki (20%).

Berdasarkan usia, penderita DM tipe 2paling banyak diderita pada usia 51-55tahun (60%), sedangkan untuk usia 41-45dan 46-50 masing-masing hanya 20%.Sebagian besar responden memiliki tingkatpendidikan SLTA (40%), sedangkan untukSD, SLTP dan PT masing-masing hanya20%. Untuk pekerjaan jumlahnya meratamasing-masing 20%.

Tabel 2. Karakteristik Umum Res-ponden Kelompok Kontrol

No Karakteristik Frekuensi % 1. Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

4 1

80 20

2. Usia 31 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50 51 – 55

1 0 3 1 0

20 0 60 20 0

3. Pendidikan SD SLTP SLTA PT

2 0 2 1

40 0 40 20

4. Pekerjaan Pedagang Swasta IRT Buruh Guru Kadus

4 1 0 0 0 0

80 20 0 0 0 0

Jumlah 5 100

Sumber : Data Primer April 2009

Berdasarkan data diatas jumlahpenderita DM tipe 2 lebih banyak pada laki-laki (80%) dibandingkan perempuan (20%).Berdasarkan usia Penderita DM tipe 2paling banyak diderita pada usia 41-45tahun (60%), sedangkan untuk usia 31-35dan 46-50 masing-masing hanya 20%.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 7: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

5Anna Miftahul Rohmah, dkk., The Effect of Soy Bean Consumption ...

Tingkat pendidikan SD dan SLTA memilikijumlah yang sama, masing-masing (40%),sedangkan untuk PT hanya 20%. Untukpekerjaan sebagian besar berprofesi sebagaipedagang (80%), sedangkan yang swastahanya 20%.

c. Hasil pengelompokan kadar gula darahBerdasarkan data yang terdapat pada

tabel 3, ada 2 orang yang kadar guladarahnya terkontrol, yaitu pada responden1 (145 mg/dl) dan responden 3 (80 mg/dl),sedangkan 3 responden lainnya belumterkontrol.

Berdasarkan hasil penelitian kadar guladarah semua responden (tabel 4) tidakterkontrol, yaitu masih lebih dari 170 mg/dl.Sebagian besar hanya mengalami penurunan,tetapi ada satu responden yang mengalamipeningkatan sebanyak 10 mg/dl yaitu padaresponden 1 dan juga terdapat satu

responden yang tidak mengalami perubahanatau tetap yaitu pada responden 2.

d. Nilai kadar gula darah sebelum dansesudah perlakuan dari hasilpenghitungan

Data (pada tabel 5) yang telahdidapatkan dalam penelitian ini kemudiandilakukan uji statistik dengan menggunakanSPSS 12. Rumus yang digunakan dalam ujiini adalah dengan t

test dependent. Sebelum

dilakukan uji ttest

, sebelumnya data yangdidapatkan juga telah dilakukan ujinormalitas data dengan menggunakanKolrmogrov Smirnov dan hasilnyamenunjukan bahwa data yang didapatkanterdistribusi secara normal.

Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata (mean) selisih penurunan padakelompok eksperimen mengalami

No. Responden Kadar Gula Darah

Selisih Kriteria Skor Pre test Post test

1 2 3 4 5

II II II II II

600 343 325 594 527

145 220 80 343 320

455 123 245 251 207

Terkontrol Tidak

Terkontrol Tidak Tidak

1 0 1 0 0

Jumlah 2389 1108 1281

Tabel 3. Daftar Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Kelompok Ekperimen

Sumber: Data Primer April, 2009

No. Responden Kadar Gula Darah

Selisih Kriteria Skor Pre test Post test

1 2 3 4 5

I I I I I

250 400 343 227 519

260 400 232 202 350

-10 0 111 25 169

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

0 0 0 0 0

Jumlah 1739 1444 295

Tabel 4. Daftar Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Kelompok Kontrol

Sumber: Data Primer April 2009

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 8: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

6 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 1-9

perubahan dari 477.8 mg/dl berubahmenjadi 221.6, mg/dl sedangkan padakelompok kontrol juga mengalamiperubahan dari 347.8 mg/dl menjadi 288.8mg/dl. Dari data tersebut dapat dilihat bahwaselisih nilai rata-rata kelompok eksperimenlebih besar dibandingkan pada kelompokkontrol. Dari data diatas dapat dilihat padakelompok eksperimen nilai P (0.009) < α(0.05) dan nilai t

hitung (4.684) < t

tabel (2.776),

maka H0 ditolak dan H

α diterima artinya ada

pengaruh konsumsi susu kedelai terhadapkontrol kadar gula darah pada pasien DMtipe II di Dusun Besalen dan DusunTampungan pada tahun 2009.

Selisih Nilai Pretest dan Postest Pengu-kuran Kadar Gula Darah Pasien DM

Menurut tabel 6, nilai rata-rata (mean)dari selisih penurunan kadar gula darah padakelompok eksperimen adalah 256.2 mg/dl,

sedangkan pada kelompok kontrol hanya59 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwaadanya penambahan asupan susu kedelaidapat lebih cepat menurunkan kadar guladarah pada penderita DM tipe 2. Hasil ujistatistik pada selisih penurunan kadar guladarah didapatkan nilai t

hitung > t

tabel (3.042

> 2.306) dan nilai P < α (0,05), hal inimenunjukkan H

0 ditolak dan H α diterima.

Kesimpulannya bahwa susu kedelaiberpengaruh terhadap penurunan kadar guladarah pada pasien DM tipe 2.

PEMBAHASANGambaran Umum Responden

Berdasarkan data yang didapatkanpenyakit DM dapat diderita baik laki-lakimaupun perempuan. Menurut Waspadji(2002), perempuan lebih beresikomenderita DM tipe 2, karena wanitacenderung memiliki badan yang gemuk ataumemiliki kandungan lemak yang lebih banyakdibandingkan laki-laki sehingga beresiko

No. Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Pretest Postest Pretest Postest

1. 2. 3. 4.

Jumlah responden Mean Standar Deviasi Sig. (2 tailed)

5 477.8 134.5 0.009

5 221.6 112.2 0.009

5 347.8 118.5 0.165

5 288.8 83.2 0.165

thitung = 4.684 thitung = 1.696

Tabel 5. Nilai Pretest dan Postest Pengukuran Kadar Gula Darah Pasien DM

Sumber: Data Primer April, 2009

No. Statistik Selisih Kelompok Eksperimen Selisih Kelompok Kontrol 1. 2. 3. 4.

Jumlah responden Mean Standar Deviasi Sig. (2 tailed)

5 256.2 122.31 0.020

5 59 77.78 0.016

thitung = 3.042 t tabel = 2.306

Tabel 6. Selisih Nilai Pretest dan Postest Pengukuran Kadar Gula Darah PasienDM

Sumber: Data Primer April 2009

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 9: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

7Anna Miftahul Rohmah, dkk., The Effect of Soy Bean Consumption ...

untuk terjadi obesitas. Menurut Soegondo(2005), obesitas menyebabkan respon selbeta pankreas dan sensitifitas insulinterhadap glukosa menurun, sehinggamenyebabkan kadar gula darah meningkat.

Berdasarkan data yang didapatkanpenyakit DM tipe 2 banyak diderita padausia > 40 tahun. Menurut Seowondo(2005), pada usia >40 tahun jumlahproduksi dan resistensi insulin semakinmenurun, sehingga kadar gula darahnya jugasemakin tinggi.

Hal tersebut membuktikan bahwaseseorang yang berusia 40 tahun cenderungmemiliki kadar gula darah yang tinggi,terutama bila mereka memiliki gaya hidupyang kurang bagus, misalnya kebiasaansering makan makanan yang manis-manis,pola makan yang tidak teratur, tidak pernahberolah raga, sering stress dan lain-lain.Pada usia >40 tahun, sebaiknya rutinmengontrol kadar gula darahnya minimal satubulan sekali, agar kadar gula darahnya tetapterkontrol dengan baik dan dapat mencegahterjadinya penyakit DM.

Responden penelitian memiliki tingkatpendidikan yang cukup tinggi, yaitu sebagianbesar merupakan lulusan SLTA. MenurutNotoatmojo (2007), dengan pemberianpendidikan kesehatan pada masyarakatakan berdampak timbulnya perubahanperilaku masyarakat sehingga mempunyaipengaruh yang positif terhadap perubahanpemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Hal tersebut menunjukkan bahwatingkat pendidikan seseorang berpengaruhterhadap penanganan DM, terutama untukedukasi. Semakin tinggi tingkat pendidikansemakin mudah untuk diberikan pengetahuantentang cara pengelolaan DM (edukasi).

Menurut Soegondo (2005), jenispekerjaan yang berbeda juga akanmembedakan jumlah kalori yang dibutuhkan.Untuk pegawai kantor, ibu rumah tangga dan

guru kebutuhan kalorinya ringan, yaitu hanyaditambah 20% dari kebutuhan energibasalnya. Untuk buruh dan pedagang jumlahenergi yang dibutuhkan lebih besar yaitu harusditambah 40% dari kebutuhan energibasalnya. Pekerjaan seseorang juga dapatmemicu terjadinya stress. Adanya stressdapat meningkatkan jumlah kadar gula darah,hal ini terjadi karena pada kondisi stressmembuat seseorang cenderung untukmakan-makanan yang manis-manis dan jugaadanya pelepasan hormon katekolamin yangbersifat antagonis terhadap fungsi insulin(Wetherill, 2001).

Hasil Pengelompokan Kadar GulaDarah RespondenKelompok Eksperimen

Pada kelompok eksperimen yang telahmengkonsumsi susu kedelai sebanyak 3xsehari selama 2 minggu, terdapat 40%responden yang kadar gula darahnyaterkontrol yaitu responden 1 dan 3,sedangkan 60% lainnya tidak terkontrol. Halini membuktikan bahwa asupan susu kedelai3x sehari selama 2 minggu dapat membantumenurunkan dan mengontrol kadar gula darahpada penderita DM tipe 2. Dan bila asupansusu kedelai ini berlangsung lebih lama, makajumlah polisakarida dan asam amino yangdidapatkan juga semakin tinggi. Denganmeningkatnya jumlah polisakarida, arginin danglisin dalam tubuh, maka kadar gula darahakan dapat terkontrol dengan baik.

Dari hasil uji statistik juga didapatkanbahwa nilai P (0.009) < α (0.05) dan nilaithitung

(4.684) > ttabel

(2.776), maka H0

ditolak dan Hα diterima artinya adapengaruh konsumsi susu kedelai terhadapkontrol kadar gula darah pada pasien DMtipe 2 di Dusun Besalen dan DusunTampungan pada tahun 2009.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 10: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

8 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 1-9

Kelompok KontrolPada kelompok kontrol semua

responden kadar gula darahnya tidakterkontrol, penurunan kadar gula darah padakelompok ini hanya sedikit dengan rata-ratapenurunannya hanya 59 mg/dl. Padakelompok ini tidak diberikan asupan susukedelai, responden hanya patuh terdapat dietmakan dan patuh terhadap pengobatansehingga Berdasarkan hal tersebut, ternyatakepatuhan terhadap diet makan danpengobatan belum dapat membantupenderita DM tipe 2 untuk mengontrolkadar gula darahnya. Adanya tambahanasupan susu kedelai dapat membantu dalamupaya pengendalian kadar gula darah.Pengaruh Konsumsi Susu KedelaiTerhadap Kontrol Kadar Gula Darahpada Penderita DM tipe 2

DM merupakan suatu kumpulan gejalayang t imbul pada seseorang yangdisebabkan adanya peningkatan kadarglukosa darah akibat kekurangan insulin baikabsolut maupun relatif. Penanganan palingutama pada penderita DM terdiri daripenyuluhan (edukasi), perencanaan makan,latihan jasmani dan obat hipiglikemik.(Waspadji, 2002). Kadar gula darah padapenderita DM dapat dipengaruhi olehbeberapa faktor antara lain: kepatuhanterhadap diet makan, kepatuhan terhadappengobatan, usia, kondisi psikologis danolah raga atau aktivitas. Dalam penelitian ini,faktor-faktor tersebut dikendalikan dengancara memilih responden yang patuhterhadap diet makan, patuh terhadappengobatan dan memiliki usia yang hampirsama. Untuk kondisi psikologis tidak dapatkendalikan, karena kondisi psikologisseseorang mudah berubah, sedangkan untukolah raga juga tidak dikendalikan. Kondisipsikologis seseorang sangat mempengaruhipeningkatan kadar gula darah seseorang,saat kondisi stress kadar gula darah akan

meningkat dengan cepat.Masalah yang dihadapi pada penderita

DM tipe 2 adalah kurangnya produksiinsulin sehingga kadar gula darah menjaditinggi. Insulin merupakan suatu hormon yangdiproduksi oleh sel-sel beta dari pulauLangerhans kelenjar pankreas. Susu kedelaiberfungsi untuk membantu meningkatkanproduksi insulin pada sel-sel beta pankreas,sama seperti fungsi dari obat hipoglikemikoral (glibenklamid dan metformin).Dengan adanya kombinasi antara konsumsiobat dan konsumsi susu kedelai secarateratur, maka jumlah insulin yang diproduksiakan semakin meningkat sehingga kadargula darah penderita DM dapat terkontroldengan baik.

Berdasarkan uji statistik data nilaikadar gula darah pretes dan postes denganmenggunakan SPSS 12, pada kelompokeksperimen yaitu kelompok yang diberikanasupan susu kedelai didapatkan nilai P(0.009) < α (0.05) dengan nilai t

hitung

(4.684) < ttabel

(2.776), sehingga H0 ditolak

dan Hα diterima artinya ada pengaruhkonsumsi susu kedelai terhadap kontrolkadar gula darah pasien DM tipe 2 di DusunBesalen dan Dusun Tampungan tahun 2009.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yangdidapatkan kesimpulan yang dapat diambilantara lain:

Penderita DM tipe 2 yang tinggal diDusun Besalen dan Tampungan jumlahnyamencapai 3,17% dari jumlah pedudukkedua Dusun tersebut. Di Dusun Tampunganterdapat 3,1% penderita DM tipe 2 dan3,32% untuk Dusun Besalen. Dari jumlahtersebut yang sesuai dengan kriteriapenelitian terdapat 34,48%. Kadar guladarah semua responden baik kelompokeksperimen maupun kelompok kontrol,

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 11: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

9Anna Miftahul Rohmah, dkk., The Effect of Soy Bean Consumption ...

sebelum diberikan perlakuan adalah >170mg/dl (tidak terkontrol).

Berdasarkan uji statistik nilai pretestdan posttest, didapatkan nilai P (0.009) <

α (0.05) dan nilai thitung

= 4.684 < t tabel

=2.776 maka H

0 ditolak dan Hα diterima,

sedangkan untuk uji statistik dari selisihpenurunan kadar gula darah didapatkanthitung

= 3.042> t tabel

= 2.306 , nilai P < α

(0.05), maka H0 ditolak dan Hα diterima,

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapatpengaruh konsumsi susu kedelai terhadapkontrol kadar gula darah dan penurunankadar gula darah pada pasien DM tipe 2 diDusun Besalen Dan Dusun Tampung Tahun2009. Berdasarkan hasil penelitian, setelahdiberikan susu kedelai selama 2 minggu,pada kelompok eksperimen 40% respondenkadar gula darahnya terkontrol dan 60%lainnya tidak terkontrol, sedangkan padakelompok kontrol 100% reponden tidakada yang kadar gula darahnya terkontrol.Saran

Untuk penelitian selanjutnya sebaiknyamenggunakan True Eksperiment sehinggahasilnya lebih baik. Pengukuran kadar guladarah sebaiknya menggunakan gula darahpuasa sehingga hasilnya akan lebih akurat.Pengukuran kadar gula darah sebaiknyadilakukan dalam waktu yang bersamaansehingga hasilnya akan lebih baik. Waktupenelitian sebaiknya lebih lama lagi, sehinggapengaruh konsumsi susu kedelai terhadapkontrol kadar gula darah akan lebih terlihat.

DAFTAR RUJUKANAnonim. Jumlah Penderita DM dalam

http://id. www.kapanlagi.com/h/0000080514.html, diakses tanggal15 Oktober 2008.

Bhaskara, A., W., 2008. Keajaiban SusuKedelai, Kreasi Wacana:Yogyakarta.

Ferysofian. (2008). Manfaat dan Kan-dungan Susu Kedelai dalam http://id: www.ferysofian.blogspot.com,diakses tanggal 5 November 2008.

Notoatmojo. S., 2002. MetodologiPenelitian Kesehatan, RinekaCipta : Jakarta.

Soegondo. 2004. Pemantauan Pengen-dalian Diabetes Mellitus, FK UI:Jakarta.

Soewondo. 2004. Diagnosa danKlasifikasi Diabetes MellitusTerkini, FK UI: Jakarta.

Sugiyono. 2006. Statistik UntukPenelitian, CV ALFABETA:Bandung.

Suharsimi-Arikunto. 2002. ProsedurPenelitian Suatu PendekatanPraktek, Rineka Cipta: Jakarta.

Tapan. 2005. Penyakit Degeneratif, PTElex Media Komputindo: Jakarta.

Utama. 2005. Penatalaksanaan DiabetesMelitus Terpadu, FakultasKedokteran UI: Jakarta.

Waspadji. 2007. Pedoman Diet DM,Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia: Jakarta.

Wetherill. 2001. Diabetes, PT. Elex MediaKomputindo : Jakarta.

Wise. 2002. Mengenal Diabetes, Arcan:Jakarta

Zulianita Ika. 2008. Efektifitas Senam DMterhadap Kontrol Gula DarahPada Pasien DM di RSU PKUMuhamadiyah Yogyakarta Tahun2008. Yogyakarta.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 12: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 10-15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGANDENGAN KEJADIAN ABORTUS SPONTAN

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Wahidah Sukriani1, Sulistyaningsih2

1 Program Studi Kebidanan D3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.2 Program Studi Kebidanan D3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.

Abstract: The aim of this study is to explore the factors that havecorrelation with spontaneous abortus cases. Method of this study isanalytic survey with case control study. The sample were 204 pregnantmothers, consist 102 pregnant mothers with spontaneous abortus and102 pregnant mothers with normally pregnancy. Data were collected bydocumentation study. Statistic method used odds ratio analysis. The resultof the study showed the risk factors that have correlation with spontaneousabortus are anemia, mothers age, hipertention, parity and mothersinfection. Anemia is the higher risk factor regulation.

Kata kunci: faktor-faktor, abortus spontan, anemia.

PENDAHULUANMasalah kematian dan kesakitan ibu

di Indonesia masih merupakan masalahbesar. Menurut Survey Demografi danKesehatan Indonesia (SDKI) angkakematian ibu pada tahun 2007 sebesar 248/100.00 kelahiran hidup (www.litbang.depkes.go.id/ 21 Juli 2009).

Kematian ibu digolongkan menjadikematian obstetri langsung, kematianobstetri tidak langsung, dan kematian yangterjadi bersamaan tetapi tidak berhubungandengan kehamilan dan persalinan. Kematianobstetri langsung disebabkan olehkomplikasi kehamilan, persalinan, nifas ataupenanganannya. Di negara-negara

berkembang sebagian besar penyebab iniadalah perdarahan, infeksi, gestosis, danabortus (Winkjosastro, 2006: 2).

Abortus adalah berakhirnya kehamilansebelum janin dapat hidup di dunia luar,tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayibaru lahir mungkin hidup di dunia luar bilaberat badannya telah mencapai lebih dari500 gr atau umur kehamilan lebih dari 20minggu (Sastrawinata, 2005:1). Secaraklinis abortus spontan dibagi menjadiabortus imminens, abortus insipiens, abortusinkompletus, abortus kompletus, abortushabitualis dan missed abortion(Sastrawinata, 2005: 5).

Komplikasi yang berbahaya pada

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 13: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

11Wahidah Sukriani dan Sulidtyaningsih, Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan .....

abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi,dan syok (Winkjosastro, 2006: 311).Perdarahan merupakan sebab utama darisyok yang terjadi dalam praktek kebidanan.Syok yang terjadi akibat perdarahanditandai dengan tekanan darah yangmenurun, nadi menjadi cepat, dan suhu yangmenurun (Winkjosastro, 2006: 680).

Frekuensi abortus sukar ditentukankarena sebagian abortus spontan hanyadisertai gejala dan tanda ringan sehinggapertolongan medik tidak diperlukan dankejadian abortus spontan banyak dikeluhkandan dianggap sebagai terlambat haid(Winkjosastro, 2006: 302). Frekuensiabortus spontan di Indonesia berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai 50% biladiperhitungkan mereka yang hamil sangatdini, terlambat haid beberapa hari, sehinggawanita itu sendiri tidak mengetahui bahwaia sudah hamil. Diperkirakan dari 5 jutakehamilan per tahun di Indonesia terdapat500.000-750.000 abortus spontan, inimerupakan jumlah yang sangat besar(www.fkunsri.ac.id/ 7 September 2008).

Faktor penyebab abortus spontanadalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi,kelainan pada plasenta, penyakit ibu, dankelainan traktus genetalis (Winkjosastro,2006: 303 ). Faktor lain penyebabterjadinya abortus spontan antara lain paritas,usia ibu, penyakit infeksi, penyakit kronis,kelainan endokrin, malnutrisi, anemia, umurkehamilan, pemakaian obat, dan faktorlingkungan antara lain: alkohol, tembakau,kafein, dan radiasi (Cunningham, 2006:951-953).

Pemerintah telah mengeluarkankebijakan untuk mempercepat penurunanAKI dengan mengacu kepada intervensistrategi 4 pilar Safe Motherhood yaitupelayanan ANC, program KeluargaBerencana (KB), persalinan aman dancakupan pelayanan obstetrik essensial(Saifuddin, 2006: 7). Pemerintah juga

mencanangkan strategi Making PregnancySafer (MPS) pada tahun 2000. Salah satukunci dalam MPS yaitu setiap pasangan usiasubur mempunyai akses terhadap upayapencegahan kehamilan yang tidak diinginkandan penanganan komplikasi keguguran(Depkes RI, 2003: 1).

Hasil penelitian Fitriyani (2007) di RSPKU Muhammadiyah Yogyakartamenyebutkan ada hubungan tingkat anemiadengan kejadian abortus spontan, dan hasilpenelitian Aini (2007) di RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta menyebutkanadanya hubungan usia ibu hamil dengankejadian abortus spontan. Hasil studipendahuluan yang dilakukan di RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta pada bulanOktober 2008, diperoleh data bahwa padabulan Juli sampai September 2008 terdapat38 kasus abortus spontan. Tujuan penelitianini adalah diketahuinya faktor-faktor yangberhubungan dengan kejadian abortusspontan di RS PKU MuhammadiyahYogyakarta tahun 2008.

METODE PENELITIANMetode penelitin ini adalah survei

analitik dengan rancangan kasus kontrolyang menilai hubungan paparan-penyakitdengan cara menentukan sekelompokorang-orang beresiko yang dalam penelitianini adalah ibu hamil yang mengalami abortusspontan (disebut kasus) dan sekelompokorang tidak berpenyakit yaitu ibu hamil yangtidak mengalami abortus spontan (disebutkontrol), lalu membandingkan frekuensipaparan pada kedua kelompok (Murti,2003: 226). Pengambilan data menggunakanpendekatan waktu retrospektif.

Populasi kasus dalam penelitian iniadalah data semua ibu hamil yangmengalami abortus spontan yang melakukanANC di RS PKU MuhammadiyahYogyakarta mulai bulan Januari sampaiDesember 2008 yaitu sebanyak 102 orang.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 14: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

12 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 10-15

Populasi kontrol pada penelitian ini adalahdata semua ibu hamil yang tidak mengalamiabortus spontan yang melakukan ANC diRS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mulaibulan Januari sampai Desember 2008.Sampel kasus diambil menggunakan tekniktotal populasi yaitu sejumlah 102 orang dansampel kontrol diambil menggunakan tekniksimple random sampling sejumlah sampelkontrol yaitu 102 orang.

Pengumpulan data menggunakan studidokumentasi dan alat pengumpulan datayang digunakan adalah pedomandokumentasi yang berupa kolom-kolom.Analisis univariat dilakukan denganmenghitung persentase berdasarkanfrekuensi tiap kategori dan analisis bivariatdilakukan dengan menghitung Odds Ratio(OR) dari masing-masing faktor.

HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN

Jenis abortus spontan yang terjadi diRS PKU Muhammadiyah Yogyakartadisajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Kejadian Abortus SpontanBerdasarkan Jenisnya di RSUPKU Muhammadiyah Yogya-karta 2008

Jenis Abortus Frekuensi Persentase Ab. Imminens 7 6,86 Ab. Insipiens 5 4,91 Ab. Inkompletus 88 86,27 Ab. Kompletus 1 0,98 Ab. Habitualis 0 0 Missed Abortion 0 0 Ab. Infeksious 1 0,98 Jumlah 102 100 Sumber: Rekam Medis RS, 2008

Tabel 1 menunjukkan jenis abortusspontan yang mempunyai persentaseterbesar di RS PKU MuhammadiyahYogyakarta tahun 2008 adalah abortusinkompletus. Abortus habitualis dan missed

abortion tidak ada.Hasil analisis terhadap 102 kasus

abortus spontan yang terjadi di RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta disajikan dalamtabel 2. Abortus spontan banyak dialamioleh nullipara (36,37 %), sebagian besar usiaibu 20-35 tahun 65,69%), sebagian besaribu tidak anemia (81,37%), sebagian besaribu tidak mempunyai penyakit infeksi(91,18%), sebagian besar ibu tidakmengalami hipertensi (84,31%), sebagianbesar ibu tidak mempunyai kelainan traktusgenetalia (98,04%), dan sebagian besar janintidak mempunyai kelainan pertumbuhan hasilkonsepsi (94,12%).

Tabel 2. Faktor-Faktor yang Berhu-bungan dengan Abortus Spon-tan di RS PKU Muham-madiyah Yogyakarta 2008

Faktor Frekuensi Persentase OR 1. Paritas 2,371 Nullipara 37 36,27 Primipara 32 31,37 Multipara 24 23,53 Grande multipara 9 8,82 2. Usia ibu 4,322 < 20 tahun 5 4,90 20-35 tahun 67 65,69 > 35 tahun 30 29,41 3. Anemia 7,554 Anemia ringan (Hb <11gr%)

11 10,78

Anemia sedang (Hb 9-10 gr%)

6 5,88

Anemia berat (Hb < 8 gr%)

2 1,96

Tidak anemia 83 81,37 4. Penyakit infeksi pada ibu 1,877

Ibu dengan penyakit infeksi

9 8,82

Ibu tanpa penyakit infeksi

93 91,18

5. Hipertensi 3,609 Hipertensi 16 15,69 Tidak Hipertensi 86 84,31 6. Kelainan traktus genetalia ibu 0,660 Ada kelainan 2 1,96 Tidak ada kelainan 100 98,04 7. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi 0,941 Ada kelainan 6 5,88 Tidak ada kelainan 96 94,12 Sumber: Rekan Medis RS, 2008 dan analisis data

Tabel 2 menunjukkan bahwa ada

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 15: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

13Wahidah Sukriani dan Sulidtyaningsih, Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan .....

hubungan antara paritas dan kejadianabortus spontan dengan OR 2,371, artinyagrande multipara berisiko terjadi abortusspontan 2,371 kali lipat dibandingkannullipara, primipara dan multipara. Hasilini sesuai dengan teori bahwa perempuanyang pernah hamil atau melahirkan empatkali atau lebih kemungkinan akan banyakditemui keadaan seperti kekendoran padadinding rahim, sehingga kekuatan rahimuntuk menjadi tempat pertumbuhan danperkembangan bayi semakin berkurang danakhirnya menyebabkan abortus (Rochjati,2003: 60).

Usia ibu berhubungan dengan abortusspontan. Usia ibu kurang dari 20 tahun ataulebih dari 35 tahun mempunyai risiko terjadiabortus spontan sebesar 4,322 kali lipatdibandingkan dengan usia ibu tidak berisiko(20-35 tahun). Hasil ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Aini (2007)yang menyebutkan ada hubungan usia ibuhamil dengan kejadian abortus di RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta.

Anemia berhubungan dengan abortusspontan. Ibu hamil anemia mempunyai risikoterjadi abortus spontan sebesar 7,554 kalilipat dibandingkan ibu yang tidak anemia.Hasil ini sesuai dengan hasil penelitianFitriyani (2007) yang menyebutkan adahubungan anemia dengan kejadian abortusspontan di RS PKU MuhammadiyahYogyakarta.

Penyakit infeksi pada ibu hamilberhubungan dengan abortus spontan. Ibuhamil yang menderita penyakit infeksimempunyai risiko terjadi abortus spontansebesar 1,877 kali lipat dibandingkandengan ibu hamil yang tidak menderitapenyakit infeksi. Hasil ini sesuai dengan teoriyang menyebutkan bahwa infeksi maternaldapat membawa risiko bagi janin yangsedang berkembang, terutama pada awaltrimester pertama atau trimester kedua

(Sastrawinata, 2005: 2-3, Winkjosastro,2006: 303).

Hipertensi berhubungan dengan abortusspontan. Ibu yang hipertensi mempunyai risikoterjadi abortus spontan sebesar 3,609 kalilipat dibandingkan ibu yang tidak hipertensi.Hasil ini didukung dengan teori yangmenyebutkan bahwa hipertensi mengaki-batkan kurang baiknya prognosis bagi janinyang disebabkan oleh sirkulasi utero plasenterkurang baik, sehingga janin bertumbuhkurang wajar (dismaturitas), dilahirkanprematur atau mati dalam kandungan(Winkjosastro, 2006: 446).

Kelainan traktus genetalia tidakberhubungan dengan abortus spontan (OR=0,660). Hasil ini tidak sesuai dengan teoriyang menyebutkan kelainan traktusgenetalia dapat menyebabkan abortusspontan. Retroversi uteri, mioma uteri,atau kelainan bawaan uterus dapatmenyebabkan abortus (Winkjosastro, 2006:303). Ibu hamil yang tidak mempunyaikelainan traktus genetalia mengalami abortusspontan dimungkinkan karena faktor-faktorlain seperti paritas, usia ibu, anemia,hipertensi, penyakit infeksi dan faktorpsikologis.

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsidengan hasil OR 0,941 menunjukkan tidakada hubungan kelainan pertumbuhan hasilkonsepsi dengan kejadian abortus spontan.Hasil ini tidak sesuai dengan teori yangmenyebutkan bahwa kelainan hasil konsepsidapat menyebabkan kematian janin ataucacat. Kelainan berat biasanyamenyebabkan kematian mudigah pada hamilmuda, yang akan menyebabkan terjadinyaabortus (Winkjosastro, 2006: 303). Ibuyang mengalami abortus spontan dan tidakterdeteksi adanya kelainan padapertumbuhan hasil konsepsi dimungkinkankarena faktor lain seperti paritas, usia ibu,anemia, penyakit infeksi, hipertensi dan

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 16: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

14 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 10-15

faktor psikologis.Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

diketahui bahwa kejadian abortus spontandapat disebabkan oleh satu atau lebih faktorrisiko yaitu paritas (grande multipara), usiaibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35tahun), anemia, penyakit infeksi danhipertensi. Bagi ibu hamil yang tidakmempunyai faktor risiko, tetapi mengalamiabortus spontan dimungkinkan karenafaktor lain yang tidak dapat diungkap dalampenelitian ini. Faktor tersebut seperti asupangizi ibu selama kehamilan, faktor psikologis,dan sebagainya, karena pada hakekatnyaantara satu faktor dengan faktor yang lainsaling berkaitan.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan hasil penelitian ini yaitu

faktor-faktor yang berhubungan dengankejadian abortus spontan adalah paritas, usiaibu, anemia, penyakit infeksi, dan hipertensi.Faktor risiko paling besar yang berhubungandengan kejadian abortus spontan adalahanemia.

Saran bagi tenaga kesehatan, terutamaBidan dan Dokter diharapkan dapatmeningkatkan pelayanan antenatal caredengan melakukan deteksi dini danmelakukan pemantauan terhadap ibu hamildengan faktor-faktor risiko terjadinyaabortus spontan.

Saran bagi ibu hamil agar melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin sehinggajika terdapat faktor risiko dapat dilakukandeteksi dini dan pemantauan oleh tenagakesehatan.

Saran bagi peneliti selanjutnyadiharapkan untuk dapat melakukanpenelitian dengan lingkup tempat yang lebihluas dan menggunakan jumlah sampel yanglebih besar serta pengambilan datadilengkapi dengan wawancara. Penelitiselanjutnya juga diharapkan agar dapatmeneliti lebih lanjut tentang hubungan

kelainan traktus genetalia ibu dan kelainanpertumbuhan hasil konsepsi dengan kejadianabortus spontan yang dalam penelitian inibelum terbukti mempunyai hubungan.

DAFTAR RUJUKANAini, N.S. 2007. Hubungan Usia Ibu

Hamil Dengan Kejadian AbortusDi RS PKU MuhammadiyahYogyakarta Tahun 2007. KTItidak diterbitkan. Yogyakarta: ProdiKebidanan-STIKES ‘AisyiyahYogyakarta.

Azhari. 2002. Masalah Abortus danKesehatan Reproduksi Perem-puan. http://www.fkunsri. ac.id/akses tanggal 07 September 2008.

Cunningham, Macdonald, Gant. 2006.Obstetri William. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2003. Pedoman PemantauanWilayah Setempat Kesehatan Ibudan Anak. Jakarta: Depkes RI.

Fitriyani, Dwi. 2007. Hubungan TingkatAnemia dengan KejadianAbortus Spontan Di RSU PKUMuhammadiyah YogyakartaTahun 2007. KTI tidak diterbitkan.Yogyakarta: Prodi Kebidanan-STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Http://www.litbang.depkes.go.id. 2008. KBTurunkan Angka Kematian Ibu.Akses tanggal 21 Juli 2009.

Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan MetodeRiset Epidemiologi. Edisi KeduaJilid Pertama. Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal padaIbu Hamil. Surabaya: FK. UNAIR.

Sastrawinata, S. 2005. Obstetri Patologi.Edisi 2. Jakarta: EGC.

Saifuddin, A.B. 2006. Buku AcuanNasional Pelayanan Kesehatan

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 17: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

15Wahidah Sukriani dan Sulidtyaningsih, Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan .....

Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo.

Winkjosastro, H. 2006. Ilmu kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 18: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 16-25

STUDI KOMPARASI KEEFEKTIFAN PERAN PENGAWASMINUM OBAT (PMO) DARI KELUARGA DAN BUKAN

KELUARGA DENGAN KESEMBUHAN PENDERITATUBERCULOSIS PARU DI BP4 UNIT MINGGIRAN

KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2009

Amilya Indriani1, Diyah Candra A.K.2

Abstract: To compare the efficacy of PMO's role (role of supervisorto guarantee that the patient swallowed tuberculosis medication)from family members and non family members (including friendsand health care providers) to the healing process of tuberculosis,this comparative quantitative research with retrospective study wasconducted toward 47 patient suffering tuberculosis. The findingsspecify that there was no differences in the efficacy of PMO's rolein the healing process of tuberculosis.

Kata kunci: PMO, Healing process, TBC.

1 PPN-PSIK STIKes 'Aisyiyah Yogyakarta.2 PPN-PSIK STIKes 'Aisyiyah Yogyakarta.

PENDAHULUANTBC paru merupakan penyakit

menular yang membunuh sekitar 2.000 jiwasetiap hari di kawasan Asia Tenggara(Utama, 2003). Menurut Survei KesehatanRumah Tangga (SKRT) tahun 2001, TBCmenduduki peringkat ketiga sebagaipenyebab kematian (9,4% dari totalkematian) setelah gangguan/penyakit padasistem sirkulasi dan sistem pernapasan(Badan Litbangkes cit Achmadi, 2005).

Berdasarkan data yang diperoleh diBalai Pengobatan Penyakit Paru--Paru(BP4) unit Minggiran kota Yogyakartadalam tahun 2008 dari triwulan ke-1 sampai

dengan triwulan ke-3, dari 990 orang suspekyang diperiksa, terdapat 115 orang penderitabaru dengan BTA positif, diobati 36 orangBTA negatif yang, 74 orang yang menjalanipengobatan sampai sembuh, dan penderitayang mengikuti pengobatan lengkapberjumlah 48 orang. Ada penurunanpenemuan BTA positif dari tahun 2006sampai tahun 2007, yaitu dari 18,36%menjadi 14,78%.

WHO telah merekomendasikanprogram pemberantasan TBC paru denganstrategi DOTS (Directly ObservedTreatment Shortcourse Chemotherapy)sejak tahun 1995 (Depkes RI, 2003).

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 19: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

17Amilya Indriani dan Diyah Candra A.K., Studi Komparasi Keefektifan Peran...

Terdapat lima komponen dalam strategiDOTS, diantaranya adalah pengobatanyang dilakukan dengan Obat AntiTuberkulosis (OAT) jangka pendek yangharus diawasi langsung oleh PengawasMinum Obat (PMO) (Achmadi, 2005).

Hasil pilot study yang dilakukan diwilayah BP4 unit Minggiran pada bulanNovember 2008, sekitar 80% penderitaTBC paru mengungkapkan bahwakeberadaan PMO sangat penting untukmembantu kesembuhan mereka.

Pengawas Minum Obat adalahseseorang yang (1) disegani dan dihormatioleh penderita, (2) tinggal dekat denganpenderita, (3) bersedia membantu penderitadengan sukarela, dan (4) bersedia dilatih danatau mendapat penyuluhan bersama-samadengan penderita, (5) disetujui dan dapatmeyakinkan penderita (Harnovi, 2007).

Mengacu pada syarat-syarat PMO diatas, maka PMO bisa berasal dari keluargadan bukan keluarga. Bila PMO berasal darikeluarga, penderita lebih dekat denganPMO karena biasanya tinggal serumah dantidak memerlukan biaya transport. Akantetapi, PMO dari keluarga kurangmengetahui seluk-beluk pengobatan danpemantauannya, dan secara psikologiskurang mantap dan kurang disegani(Setiabudi cit Harnovi, 2007).

PMO bukan dari keluarga dapatberasal dari kader kesehatan, tokohmasyarakat, ataupun tenaga kesehatan.Biasanya, mereka lebih disegani dandihormati oleh penderita TBC. Mereka jugalebih mengetahui seluk-beluk pengobatandan pemantauan, memiliki pengetahuan danketerampilan lebih baik, serta telahmemperoleh penyuluhan dalam bidangkesehatan. Namun, mereka memilikiketerbatasan waktu untuk mengawasi pasienTBC paru serta kurangnya rasa amanberkaitan dengan hubungan emosional

(Harnovi, 2007).Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah ada perbedaankeefektifan peran PMO dari keluarga danbukan keluarga dengan kesembuhanpenderita TBC paru di BP4 unit Minggirankota Yogyakarta tahun 2009.

METODE PENELITIANJenis penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif, menggunakan comparativestudy dengan pendekatan retrospective.Variabel penelitian terdiri dari variabel terikatyaitu kesembuhan penderita TBC paru danvariabel bebas yakni keefektifan peranPMO, meliputi PMO keluarga dan bukankeluarga.

Keefektifan peran PMO adalah tingkatkeberhasilan PMO dalam menjalankan 5tugas pokoknya. Keefektifan peran inidiukur dengan skala ordinal yangdikategorikan menjadi: efektif bila x >83,454; cukup efektif bila 58,846 d”xd”83,454; dan kurang efektif bila x <58,846.

Kesembuhan penderita TBC paruialah kondisi pasien yang menderita TBCparu yang: (1) telah menjalani pengobatanlengkap selama enam bulan, (2) sudah tidakmengalami gejala-gejala TBC paru, (3)rontgen toraks (-), hasil pemeriksaansputum BTA menunjukkan 3 kali negativeberturut-turut, dan (4) menurut catatanmedik, pasien telah dinyatakan sembuh olehpetugas kesehatan. Variabel ini diukurdengan skala nominal, yang dikategorikanmenjadi sembuh dan gagal.

Populasi dalam penelitian ini adalahsemua penderita TBC paru baru denganBTA (+) yang terdaftar di Balai PengobatanPenyakit Paru-paru (BP4) unit Minggiran,Yogyakarta dalam tahun 2008, yaitusebanyak 115 penderita.

Pengambilan sampel dilakukan dengan

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 20: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

18 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 16-25

teknik purposive sampling dengan kriteriaberusia >15 tahun, telah mendapatkanpengobatan TB selama 6 bulan, memilikiPMO dari keluarga atau non keluarga danbersedia menjadi responden. Jumlah sampelyang memenuhi kriteria ada 50 orang,dengan 10 orang responden dengan PMOnon keluarga dan 40 responden denganPMO dari keluarga. Namun dalampelaksanaan penelitian ada 3 orangresponden dengan PMO keluarga yangdrop out karena responden tersebut sudahmeninggal dunia.

Metode dan alat yang digunakandalam pengumpulan data adalah denganstudi dokumentasi, berupa rekam medikpasien untuk mengukur kesembuhanpenderita TBC paru dan kuesioner untukmengukur keefektifan peran PMO, baik darikeluarga maupun bukan keluarga. Kuesionerterdiri dari 18 item pertanyaan, yang dibagimenjadi pertanyaan favourable sebanyak72,22% dan pertanyaan unfavourablesebanyak 27,78%.

Sebelum digunakan, Kuesionerpenelitian telah diuji validitas danreliabilitasnya.Uji validitas dan reliabilitasdilakukan kepada 10 responden yangmemiliki karakteristik yang sama denganresponden penelitian, tapi tercatat padarekam medik pada tahun 2007.

Uji validitas diukur menggunakanrumus Product Moment dengan hasilsemua item pertanyaan sebanyak 18 itemdikatakan valid dengan p value < 0,05. Ujireliabilitas diukur dengan rumus AlphaCronbach dan didapatkan bahwa semuaitem reliabel dengan nilai Alpha > 0,7 yaitusebesar 0,775. Dari kedua uji tersebut,maka kuesioner penelitian layak untukdipakai.

Untuk mengetahui perbedaanefektivitas peran PMO dari keluarga danbukan keluarga dengan kesembuhan

penderita TBC paru dilakukan analisa datadengan menggunakan rumus Mann-Whitney dengan nilai α 0,05

HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di BP4 unitMinggiran Yogayakarta yang berlokasi diJalan Mayjen D.I. Panjaitan No.49. BP4ini mempunyai beberapa fasilitas yaitulaboratorium, rontgen, ruang perawatan,ruang DOTS, ruang konseling merokok danAIDS, dan ruang obat. Perawatan penyakitTBC ini adalah rawat jalan, pasien datanghanya untuk mengambil obat yang biasanyaditemani oleh PMO masing-masing dan jikaada hal-hal yang perlu dikonsultasikankepada petugas kesehatan.

BP4 Yogyakarta merupakanpelimpahan kepemilikan dari DirjenKesehatan Masyarakat Depkes RI kepadapemerintah Daerah Istimewa Yogyakartayang disahkan dengan peraturan daerahnomor 7 tahun 2002 tentang pembentukandan organisasi unit pelaksana teknis padaDinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosialdi lingkungan pemerintah Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta.

2. Karakteristik RespondenBerdasarkan tabel 1, diketahui bahwa

penderita TBC paru yang menjadi subjekpenelitian lebih banyak berjenis kelaminperempuan yaitu 28 orang (59,6%) danlaki--laki 19 orang (40,4%). Hal ini jugatelah diungkapkan oleh Achmadi (2005)yang mengatakan bahwa mayoritaspenderita TBC paru adalah wanita walaupunmasih memerlukan penelitian lebih lanjut,baik itu pada tingkat perilaku, tingkatkejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupuntingkat molekuler.

Kelompok umur 15-34 tahun

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 21: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

19Amilya Indriani dan Diyah Candra A.K., Studi Komparasi Keefektifan Peran...

merupakan rentang umur penderita TBCparu yang paling banyak yaitu 26 orang(55,3%) karena merupakan kelompok usiaproduktif. Kelompok umur penderita TBCparu yang paling sedikit menurut tabel 1 diatas adalah yang berusia > 65 tahunsebanyak 3 orang (6,4%). Hal ini sesuaidengan pernyataan Achmadi (2005), bahwarisiko untuk mendapatkan TBC paru dapatdikatakan seperti kurva normal terbalik,yaitu puncaknya dewasa muda dan menurunkembali pada kelompok menjelang usia tua.

Kebanyakan masyarakat yangberpendidikan rendah mempunyai anggapankalau gejala penyakit sudah mereda, obattidak perlu diminum lagi (Depkes RI, 2003).Sebagian besar penderita TBC di BP4

Minggiran berpendidikan SMA yaitu 24orang (51,1%). Temuan ini menunjukkanbahwa pendidikan tidak memiliki pengaruhlangsung terhadap kesembuhan penderitaTBC paru.

Sebagian besar penderita TBC paruadalah ibu rumah tangga yaitu 19 orang(40,4%). Hal ini berhubungan denganlingkungan tempat tinggal karena pekerjaansebagai ibu rumah tangga membuatresponden memiliki waktu yang lebih banyakuntuk berada di dalam rumah daripada diluar rumah. Hal senada juga diungkapkanoleh Achmadi (2005), bahwa kondisilingkungan juga merupakan faktor risikoterjadinya penyakit TBC paru.

Tabel 1. Karakteristik Responden Penderita TBC Paru di BP4 Unit MinggiranKota Yogyakarta Tahun 2009

No. Karakteristik Responden F % 1. Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

19 28

40,4 59,6

2. Kelompok umur 15 – 34 tahun 35 – 54 tahun 55 – 64 tahun ≥ 65 tahun

26 14 4 3

55,3 29,8

8,5 6,4

3. Pendidikan terakhir Tidak tamat SD SD SMP SMA PT

1

10 11 24

1

2,1

21,3 23,4 51,1

2,1 4. Pekerjaan

Ibu rumah tangga Buruh Pelajar Wiraswasta Swasta PNS

19

4 7

10 7 0

40,4

8,5 14,9 21,3 14,9

0 Sumber : Data Primer Sumber: Data Primer

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 22: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

20 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 16-25

3. Karakteristik PMOMenurut tabel 2, PMO laki--laki lebih

banyak (51,1%) daripada PMO perempuan(48,9%) karena mereka kebanyakan adalahsuami dari responden, tapi hal ini berbedadengan penelitian Purwanta (2005), yangkebanyakan PMO-nya adalah perempuankarena pada penelitian Purwanta, jumlahresponden laki-laki lebih banyak daripadaresponden perempuan.

Sebagian besar PMO berpendidikanSMA sejumlah 21 orang (44,7%). Iniberkaitan dengan pengetahuan tentangpenyakit dan kemampuan melakukanpenyuluhan kepada penderita dan keluargaserta cara memotivasi penderita untukmematuhi pengobatannya (Depkes RI,2003). Di BP4 Minggiran, sudah

dilaksanakan kegiatan public health care,yang salah satu kegiatannya adalahmemberikan penyuluhan bagi PMO dalammenjalankan perannya untuk mengawasipengobatan penderita TBC paru.

Berdasarkan karakteristik hubungandengan penderita, 37 orang (78,7%) PMOberasal dari keluarga dan 10 orang (21,3%)PMO berasal bukan dari keluarga yangterdiri dari PMO petugas kesehatan(14,9%) dan teman (6,4%). Dalam hal ini,perlu diperhatikan juga apakah PMO tinggalserumah atau tidak dengan penderita karenahal ini akan membantu kelancaranpengawasan pengobatan penderita TBCparu, seperti yang diungkapkan oleh DepkesRI (2003) bahwa penderita yang rumahnyadekat dengan petugas kesehatan, maka

Tabel 2. Karakteristik PMO di BP4 Unit Minggiran Kota Yogyakarta Tahun 2009

No. Karakteristik Responden F % 1. Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

24 23

51,1 48,9

2. Pendidikan Terakhir Tidak tamat SD SD SMP SMA PT

4 4 7

21 11

8,5 8,5

14,9 44,7 23,4

3. Hubungan Dengan Penderita Keluarga Bukan Keluarga Petugas Kesehatan Teman

37

7 3

78,7

14,9

6,4 4. Kesamaan Tempat Tinggal

PMO Keluarga Serumah Tidak Serumah PMO Bukan Keluarga Serumah Tidak Serumah

36 1

2 8

76,6 2,1

4,3 17

Sumber : Data Primer

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 23: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

21Amilya Indriani dan Diyah Candra A.K., Studi Komparasi Keefektifan Peran...

PMO sebaiknya dilakukan oleh petugaskesehatan. Bila penderita rumahnya jauh daripetugas kesehatan, bisa diawasi langsungoleh keluarganya. Ini menunjukkan betapapentingnya memperhatikan jauh dekatnyarumah antara penderita dengan PMO.

4. Keefektifan Peran PMOBerdasarkan hasil penelitian

didapatkan bahwa sebagian besarresponden menilai PMO mereka, baik itudari keluarga maupun bukan keluarga,melaksanakan perannya cukup efektif,masing-masing 28 orang (75,67%) dan 9orang (90%). Penelitian ini berbeda denganpenelitian dari Litaay (2005) yangmenyebutkan bahwa dukungan sosialkeluarga yang baik berpengaruh terhadapkesembuhan pasien dari pada dukungansosial yang kurang baik.

Hal ini bisa disebabkan karena faktordari penderita TBC sendiri, seperti tingkatpendidikan dan motivasi untuk sembuh,seperti pada penelitian Susanti (2008) yangmenyatakan bahwa ada hubungan motivasidengan keteraturan berobat penderita TBCparu. Selain itu, tingkat pendidikan dankesamaan tempat tinggal PMO denganpenderita juga merupakan faktor yangberpengaruh.

5. Kesembuhan Penderita TBC Paru

Tabel 4. Distribusi Frekuensi TingkatKesembuhan Penderita TBCParu di BP4 Unit MinggiranYogyakarta Tahun 2009.

Kategori F % Sembuh Gagal

45 2

95,74 4,26

Total 47 100 Sumber : Data Primer

Dari penelitian yang telah dilakukan,didapatkan hasil bahwa dari 47 orangresponden, sebanyak 45 orang responden(95,74%) mengalami kesembuhan dansisanya sebanyak 2 orang responden(4,26%) mengalami kegagalan. Hasil inisama dengan hasil penelitian yangdidapatkan oleh Litaay (2005), yaitu dari25 orang responden, sebanyak 23 orangresponden mengalami kesembuhan dan 2responden gagal karena responden tidakteratur dalam minum obat.

Faktor-faktor yang berpengaruhterhadap kesembuhan penderita TBC paruterdiri dari faktor sarana, penderita, danPMO (Permatasari, 2005). Menurut hasilobservasi, kegagalan pengobatan inidikarenakan lingkungan tempat tinggalresponden yang kurang memenuhi syaratrumah sehat. Padahal, dari segi saranapelayanan yang disediakan oleh BP4

Tabel 3. Keefektifan Peran PMO dari Keluarga dan Bukan Keluarga di BP4 UnitMinggiran Yogyakarta Tahun 2009.

Tingkat Keefektifan PMO Keluarga PMO Bukan Keluarga

F % F % Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif

3 28

6

8,11 75,67 16,22

1 9 0

10 90

0 Total 37 100 10 100

Sumber : Data Primer

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 24: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

22 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 16-25

Minggiran sudah memadai, bahkan seringdilakukan home care oleh petugaskesehatan dan pendidikan terakhirresponden adalah SMA serta PMO jugasudah melaksanakan perannya dengancukup efektif. Motivasi untuk sembuh daripenderita sendiri belum diketahui sehinggauntuk selanjutnya perlu dilakukanwawancara secara mendalam.

6. Perbedaan Keefektifan Peran PMODari Keluarga dan Bukan Keluargadengan Kesembuhan PenderitaTBC Paru

Tabel 5 menjelaskan bahwa sebanyak3 orang responden dari PMO keluargadengan peran PMO efektif dinyatakansembuh dan tidak ada yang mengalamikegagalan, dari 28 orang responden denganperan PMO cukup efektif, sebanyak 26orang responden dinyatakan sembuh dan 2orang dinyatakan gagal, serta sebanyak 6orang mengalami kesembuhan dan tidak adayang gagal dengan peran PMO kurangefektif.

Responden yang memiliki PMO bukandari keluarga dinyatakan mengalamikesembuhan semua dengan kategori peranPMO yang efektif sebanyak 1 orang dancukup afektif sebanyak 9 orang, sedangkan

peran PMO yang kurang efektif tidak ada.Dengan melakukan uji Mann-

Whitney, diperoleh hasil bahwa p value ataunilai Asym.sig yaitu 0,458. Uji ini merupakanuji dua pihak sehingga nilai á adalah 0,05.Karena p > 0,05, maka Ho diterima danHa ditolak yang berarti tidak terdapatperbedaan keefektifan peran PMO darikeluarga dan bukan keluarga dengankesembuhan penderita TBC paru di BP4unit Minggiran kota Yogyakarta tahun 2009.

Ada dua kemungkinan yang terjadiyaitu karena masing-masing PMO baik yangberasal dari keluarga maupun bukankeluarga memiliki kelebihan dan kekuranganyang membuat keduanya seimbang sertakemungkinan yang kedua adalah jumlahsampel yang berbeda.

PMO keluarga memiliki kelebihanyaitu dapat mengawasi pasien TBC selama24 jam kecuali yang tidak tinggal serumahdengan penderita dan merupakan orangyang terdekat dengan klien, serta tidakmemerlukan biaya transport. Akan tetapi,mereka kurang mengetahui seluk-belukpengobatan dan pemantauannya sertasecara psikologis kurang mantap dan kurangdisegani (Setiabudi cit Harnovi, 2007).

PMO bukan dari keluarga dalam halini seperti yang ditemukan oleh peneliti di

Tabel 5. Tabel Korelasi Keefektifan Peran PMO Dari Keluarga Dan BukanKeluarga Dengan Kesembuhan Penderita TBC Paru

PMO Kategori Tingkat Kesembuhan

N P value Z hitung Sembuh Gagal

Keluarga Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif

3 26

6

0 2 0

3 28

6 0,458 0,743

Bukan Keluarga

Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif

1 9 0

0 0 0

1 9 0

Total 45 2 47 Sumber : Data Primer Sumber: Data Primer

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 25: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

23Amilya Indriani dan Diyah Candra A.K., Studi Komparasi Keefektifan Peran...

lapangan yaitu dari tenaga kesehatan danteman. Bila PMO berasal dari tenagakesehatan, memiliki keuntungan diantaranyaPMO lebih mengetahui seluk belukpengobatan dan pemantauan, secarapsikologis lebih mantap dan lebih disegani.Selain itu, biasanya tempat tinggal merekajauh dari penderita dan membutuhkan biayatransport, sehingga hal tersebut bisa menjadikendala dalam melaksanakan tugas sebagaiPMO (Setiabudi cit Harnovi, 2007).Sebaliknya, PMO bukan dari keluarga yangberasal dari teman memiliki keuntungan bisamengawasi pengobatan lebih maksimalkarena penderita dan PMO tinggal serumahseperti data yang peneliti temukan dilapangan, tapi belum tentu menguasai selukbeluk pengobatan sama halnya denganPMO dari keluarga.

Kemungkinan selanjutnya adalahjumlah sampel antara responden denganPMO dari keluarga tidak seimbang denganjumlah responden dengan PMO bukan darikeluarga. Walaupun uji ini bisa digunakanpada kasus dengan ukuran sampel yangberbeda (Riwidikdo, 2007), namunperbandingan jumlah diantara keduanyacukup jauh yaitu 4:1.

Beberapa keterbatasan yang terdapatdalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Pertama, kurang memperoleh informasiyang lengkap dan mendalam dariresponden.

Kedua, kurangnya jumlah responden dariPMO bukan keluarga yang tidak sebandingdengan jumlah responden dari PMO keluarga.Selain itu, karena responden penelitian adalahpenderita TBC paru yang sudah sembuh, makabisa dimungkinkan responden lupa pada apayang dialami pada waktu masa pengobatannyayaitu terkait dengan peran PMO terhadapkesembuhannya.

Ketiga, saat melakukan kunjunganrumah, ada responden yang tidak ditemuikarena sedang tidak berada di rumah, tetapi

peneliti menitipkan kuesioner kepadakeluarga untuk disampaikan kepadaresponden dengan menjelaskannya terlebihdahulu kepada keluarga terkait dengan carapengisian kuesioner. Kemudian, penelitimengambil kuesioner yang sudah diisi olehresponden tersebut pada waktu berikutnya.Ini memungkinkan responden kurang seriusdalam mengisi kuesioner karena tidakditunggui oleh peneliti secara langsung.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian, dapat

ditarik beberapa kesimpulan berikut ini:1. Tidak terdapat perbedaan keefektifan

peran PMO dari keluarga dan bukankeluarga dengan kesembuhan penderitaTBC paru di BP4 unit Minggiran kotaYogyakarta tahun 2009.

2. Gambaran keefektifan peran PMO darikeluarga di BP4 unit Minggiran kotaYogyakarta tahun 2009, yaitu palingbanyak dengan kategori cukup efektifsebesar 75,67%, kurang efektif 16,22%,dan paling sedikit dengan kategori efektifsebesar 8,11%.

3. Gambaran keefektifan peran PMO bukandari keluarga di BP4 Unit Minggiran kotaYogyakarta tahun 2009, yaitu palingbanyak dengan kategori cukup efektifsebesar 90% dan sisanya adalah kategoriefektif sebesar 10%, sedangkan yangkurang efektif sebanyak 0%.

4. Gambaran tingkat kesembuhan penderitaTBC paru di BP4 unit Minggiran kotaYogyakarta tahun 2009, yakni 95,74%mengalami kesembuhan dan 4,26%gagal.

5. Gambaran keefektifan peran PMO yangberasal dari keluarga dengan kesem-buhan penderita TBC paru di BP4 unitMinggiran kota Yogyakarta tahun 2009,yaitu 3 responden dengan peran PMOefektif dinyatakan sembuh, 26 respondendengan peran PMO cukup efektif

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 26: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

24 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 16-25

dinyatakan sembuh dan 2 respondendinyatakan gagal, serta 6 respondendengan peran PMO kurang efektifdinyatakan sembuh.

6. Gambaran keefektifan peran PMO yangberasal bukan dari keluarga dengankesembuhan penderita TBC paru di BP4unit Minggiran kota Yogyakarta tahun2009, yakni semua respondenmengalami kesembuhan dengan kategoriperan PMO yang efektif sebanyak 1responden, cukup efektif sebanyak 9responden, dan kurang efektif tidak ada.

SARANBeberapa saran yang dapat disampaikan

oleh peneliti adalah sebagai berikut:1. Bagi BP4 Minggiran

Kegiatan public health care maupunhome care oleh petugas kesehatan tetapdipertahankan supaya perawatan penderitaTBC paru di rumah dapat optimal.2. Bagi PMO

Bagi PMO, khususnya PMO keluargadiharapkan bisa lebih meningkatkanperhat ian dan dukungannya dalammengawasi pengobatan penderita TBC paruagar mereka bisa mendapatkan kesembuhanyang maksimal.3. Bagi Peneliti Lain

Perlu penelitian lebih lanjut mengenaiperbedaan keefektifan peran PMO darikeluarga dan bukan keluarga dengankesembuhan penderita TBC paru denganmemperhatikan hal-hal berikut ini:a. Perlu dilakukan wawancara mendalam

pada waktu mengumpulkan data.b. Menambah jumlah sampel, terutama

sampel dari responden yang memilikiPMO bukan dari keluarga, sehingga rasiodiantara kedua sampel tidak terlalu jauhbahkan kalau mungkin seimbang.

c. Ketika responden mengisi kuesioner,peneliti seharusnya menunggu sampaikuesioner selesai diisi. Ini untukmemastikan bahwa kuesioner benar-

benar diisi oleh responden, sehinggajawaban yang diberikan benar-benarberasal dari responden.

DAFTAR RUJUKANAchmadi, U.F. 2005. Manajemen

Penyakit Berbasis Wilayah.Kompas: Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2003.Pedoman Nasional Penang-gulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Harnovi, Sept i. 2007. GambaranPelaksanaan Tugas PengawasMinum Obat (PMO) DalamProgram DOTS di KotaYogyakarta.

Litaay, H.J.M. 2005. HubunganDukungan Sosial Keluargadengan Kesembuhan PenderitaTuberkulosis Paru di BP4Yogyakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Meto-dologi Penelitian Kesehatan.Rineka Cipta: Jakarta.

Permatasari, Amira. 2005. Pembe-rantasan Penyakit TB Paru danStrategi DOTS. http://library.usu.ac.id. Diperoleh tanggal 26Februarai 2009.

Purwanta. 2005. Ciri-ciri PengawasMinum Obat yang Diharapkanoleh Penderita TB Paru diDaerah Urban dan Rural diYogyakarta.

Riwidikdo, Handoko. 2007. StatistikKesehatan Belajar Mudah TeknikAnalisis Data dalam PenelitianKesehatan (Plus AplikasiSoftware SPSS). Mitra CendikiaPress: Yogyakarta.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 27: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

25Amilya Indriani dan Diyah Candra A.K., Studi Komparasi Keefektifan Peran...

Susanti, Rani. 2008. HubunganPengetahuan, Sikap, danMotovasi Pasien TBC Parudengan Keteraturan Berobat diWilayah Kerja PuskesmasPurbaratu Kota Tasikmalaya.

Utama, Andi. 2003. Tuberkulosis. http://eproc.balikpapan.go.id. Diperolehtanggal 28 Maret 2008.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 28: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 26-32

PERILAKU PERTAMA IBU BALITA DALAMMENANGGULANGI PENYAKIT DIARE

PADA ANAK BALITA DI TAMAN BERMAIN DAN TPA"BENISO" RANDU BELANG BANTUL

Hariza Adnani1

1 Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Surya Global YogyakartaEmail : hariza.adnani @yahoo.com

Abstract: Subject of the reserach was parents with children under fiveyear who studied at kindergarten Beniso Randu Belang Bantul amounted10 women and one teacher. Technique of gathering responden wasaccidental sampling. Result of the research were : most respondent saidthat if their children under five experienced diare, they were directlysubmitted to health service centre. That reason of treating children withdiare was at home because it could be managed by themselves as longdiare not more than 2 days, and at health centre because their conditionwas poorer (dehydration, hard stool). According to mother, procedure ofhandling children with diare was both items, namely administering oralitfor child, still eating. If there was no change, as soon as took them tohospital, by administering traditional medicine, it could be used. Otheralternative was drinking black tea. Knowledge of most mother inunderstanding way of making LGG was low. Most mothers with childrenmight not permit child to drink oralit which used for adult.

Kata kunci: Perilaku ibu, Gastroenteritis, anak balita.

PENDAHULUANDiare terjadi di seluruh dunia dan

menyebabkan 4 % dari semua kematian.Secara umum disebabkan oleh infeksigastrointestinal dan membunuh sekitar 2,2juta orang setiap tahun, yang kebanyakandari mereka adalah anak-anak di negaraberkembang (Utari, dkk, 2009). Data WHOmenunjukkan bahwa dalam setiap tahunrata-rata 100.000 anak di Indonesiameninggal dunia karena diare. Sementara itu,data dari Subdit

Diare Departemen Kesehatan

(Depkes) menunjukkan sekitar 300 orangdi antara 1.000 penduduk masih terjangkitdiare sepanjang tahun. Penyakit diaremenjadi penyebab kematian nomor duapadabalita, nomor tiga pada bayi, dannomor lima pada semua umur (RSPI - SS,2003). Diare adalah buang air besar selamatiga kali atau lebih dalam satu hari, dan tinjaatau feses yang keluar berupa cairan enceratau sedikit berampas. Tinja atau fesestersebut terkadang disertai dengan darahatau lendir (Sakinah, Farian danArifianto.http://www.rch.org.au di-akses

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 29: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

27Hariza Adnani, Perilaku Pertama Ibu Balita dalam Menanggulangi ...

tanggal 20 Juni 2008)Diare dapat diderita oleh semua jenis

kelamin dan golongan umur termasuk bayidan anak balita. Bayi dan anak Balita adalahkelompok umur yang rentan terhadap diare,karena daya tahan tubuhnya masih rendahsehingga sangat mudah terinfeksi virus.Peran orang tua balita sangat diperlukandalam upaya pencegahan dan pengobatandiare pada anaknya, misalnya : memberikanASI, menjaga kebersihan makanannyatermasuk alat makannya, minum minumanair yang matang, mencuci bersih makananyang tidak dimasak, dan penyediaan airbersih dan pembuangan tinja bayi denganbenar (Megawati, Gina, 2005).

Berbagai macam penanganan pertamayang dilakukan orang tua ketika anaknyamenderita diare tidak selalu sama. Semuaitu tergantung dari pengetahuan tentangdiare dari masing-masing orang tua. Apabilaorang tua (ibu) mempunyai pengetahuanyang tinggi tentang diare , maka penangananterhadap anak balitanya akan benar.Sebaliknya, apabila pengetahuan ibu rendah,maka penanganan terhadap anak balitanyaakan salah atau buruk. Faktor lain yang turutmendukung penanganan penyakit diare padaanak balita yang salah adalah faktor nonteknis seperti kepanikan, mengikuti semuaanjuran orang-orang disekelilingnya yangsebenarnya tidak masuk akal, dan lainsebagainya.

Penanganan anak balita yangmenderita diare sebaiknya melihat terlebihdahulu komplikasi yang ada, misalnya:dehidrasi, demam, muntah setiap kali makandan minum, serta diketemukan adanya darahdan lendir dalam tinja. Tanda-tanda dehidrasipada anak ada enam yaitu: anakmenunjukkan gejala kehausan, berat badanturun, elastisitas kulit berkurang, mata danubun-ubun cekung, selaput lendir pada bibir,serta mulut dan kulit tampak kering. Apabilaanak balita menderita penyakit diare disertai

dengan komplikasi tersebut, atau apabilavolume feses dalam jumlah banyak, sangatencer seperti air beras, berbau busuk,berlendir atau berdarah dan warnanyaberubah, maka perlu segera dibawa kedokter /RS. Sebaliknya, apabila tidak adakomplikasi, maka penanganan yang tepatadalah : pertama, memberikan cairan khususuntuk anak.. Kedua, tidak memberikan airputih saja, akan tetapi memberikan cairanyang mengandung elektrolit (natrium,kalium), dan kalori.

Cairan elektrolit dapat dibuat denganmelarutkan 1-2 sendok makan gula dangaram seujung sendok teh ke dalam air putihsatu gelas. Untuk kebutuhan kalori bisadiberikan air tajin, sendok makan tepungberas 100 cc air dimasak sampai mendidih.Ketiga, tidak meminum oralit dewasa karenaosmolaritasnya tinggi. Bila meminum oralitdewasa harus diencerkan dua kali lipatnya.Keempat, anak tidak boleh dipuasakan(makanan tetap diberikan). Menghindarisayuran yang mempunyai serat, karenasusah dicerna sehingga bisa meningkatkanfrekuensi diarenya. Buah-buahan juga perludihindari, kecuali pisang dan apel karenamengandung kaolin, pektin, kalium yangberfungsi memadatkan tinja dan menyerapracun.

Berdasarkan studi pendahuluan yangdilakukan penulis dengan mewawancari 3orang ibu balita yang anaknya sekolah ditaman bermain dan TPA “Beniso” RanduBelang Bangunharjo, Sewon Bantul,semuanya sangat peduli terhadap kesehatananaknya, terutama apabila sakit. Salah satuupaya penanggulangan pertama apabilaanaknya menderita penyakit diare adalahmembuat larutan gula garam (LGG), akantetapi dengan takaran yang tidak sesuaidengan saran Depkes, sehingga hasilnyakurang optimal. Hal inilah yang menarikperhatian penulis untuk melakukan penelitiantentang perilaku pertama ibu balita dalam

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 30: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

28 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 26-32

menanggulangi diare anak balitanya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiperilaku pertama ibu balita dalammenanggulangi penyakit diare yang dideritaanak balitanya.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode

kualitatif untuk mengkaji secara mendalampermasalahan penelitian. Jenis penelitian iniadalah penelitian deskriptif survei yaitumenggambarkan “apa adanya” tentangsesuatu variabel, gejala, atau keadaan.Penelitian survai dimaksud-an untukmengetahui pendapat sampel penelitiantentang sesuatu hal yang sifatnya nyata/tangible (Arikunto, S, 2000).

Responden dalam penelitian ini adalahorang tua balita yang anaknya sekolah di TBdan TPA Beniso Randu BelangBangunharjo, Sewon Bantul sebanyak 10orang dengan seorang guru.sekolahtersebut.Teknik pengambilan respondenadalah aksidental sampling yaitu siapa sajaorang tua ibu balita yang secara kebetulanbertemu dengan peneliti dapat dipergunakansebagai sampel bila dipandang orang yangkebetulan ditemui tersebut cocok sebagaisumber data. instrumen penelitian yangdipergunakan adalah pedoman wawancaratentang perilaku ibu balita dalam menanganidiare pada anak balitanya.

Teknik pengumpulan data yangdipergunakan adalah pengamatan denganberpartisipasi (participation observation),dan wawancara secara mendalam (in-depthinterviewing) Untuk mendapatkan derajatkepercayaan data (trustworlhiness),digunakan triangulasi sumber. Pendekatansumber adalah wawancara mendalam antaraorang tua ibu balita sebanyak 10 orangdengan seorang guru di sekolahtersebut.Teknik analisis data yang dilakukandengan menggunakan reduksi data, displaydata dan verifikasi data/menarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik Responden

Berdasarkan karakteristik umur ibubalita menunjukkan bahwa sebagian besardari mereka berumur antara 26-33 tahunsebanyak 5 orang (50 %) Ibu balitakebanyakan masih dalam usia produktifuntuk hamil/mendapatkan keturunan.Sedangkan apabila diltinjau dari umur balitamenunjukkan bahwa sebagian besarberumur 4,5 – 5,5 tahun sebanyak 5 orang(50 %), berarti bahwa balita telah mendekatiumur sekolah karena sudah tidak balita lagi(di atas 5 tahun).

Analisis Perilaku Ibu Balita dalamMenanggulangi Penyakit Diare AnakBalitanya di rumah

Berdasarkan hasil wawancara dengan10 orang responden ibu balita didapatkanhasil yang beragam dan ada juga yangmenjawabnya sama. Apabila jawabannyasama dari beberapa responden, diambilsalah satu responden saja untukmewakilinya. Sebagai ketentuan dipakaikriteria sebagai berikut : Pertama, apabilasebanyak 5 orang atau lebih (> 5 ) jawabanresponden sama dipakai istilah sebagianbesar. Kedua, apabila sebanyak 1-4 orangjawaban responden sama dipakai istilahsebagian kecil. Berikut adalah jawabanresponden tentang upaya pertama yangdilakukannya jika balitanya mengalamidiare.

Sebagian besar responden mengata-kan bahwa apabila anak balitanya diarelangsung dimasukkan ke rumah sakit/pelayanan kesehatan. Sedangkan sebagiankecil lainnya menyatakan dirawat di rumahdengan memberikan obat diare (oralit), dandirawat di rumah dengan memberikanramuan tradisional. Berikut ini adalahjawaban dari responden:

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 31: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

29Hariza Adnani, Perilaku Pertama Ibu Balita dalam Menanggulangi ...

“...ya langsung dimasukkan ke rumahsakit saja biar aman...yang pentinganak dapat segera ditangani olehdokter.”(R2)“...jika mulai diare pada malam hari,ditangani di rumah dahulu (oralit siappakai atau membuat sendiri) yangpasti dirawat dulu, baru pagi harinyadi bawa ke dokter ...”(R8)“..daun jambu, kunyit dan garamditumbuk, kemudian disaring ...” (R9)

Informan mengatakan bahwa kalauanak diare sebaiknya diupayakanpenanganan pertama terlebih dahulu dirumah sambil dicari tahu penyebabnya.Apabila ada lendir atau darahnya segeradibawa ke rumah sakit /pelayanankesehatan.

Sebagian besar responden menjawabbahwa alasan merawat balita diare di rumahkarena sebenarnya masih bisa ditanganisendiri selama diare tidak lebih dari 2 hari.Sedangkan sebagian kecil lainnyamenyatakan bahwa bisa ditangani sendiri dirumah dengan obat/oralit maupun ramuanjawa. Hanya satu orang yang menjawabagar tidak terlalu banyak kemasukan obat-obatan kimia. Berikut ini adalah jawabandari responden:

“...waktu malam hari yang tidakmemungkinkan untuk langsung kedokter. Jarak rumah-dokter jauh.Kondisi diare anak. Jika lebih dari tigakali, apapun rintangannya ya harustetap ke dokter ...”(R8)“...kalau masih bisa diatasi danditangani pakai obat tradisionalseperti teh pahit, minum air putih ataupakai rebusan daun jambu...”(R1)“...karena kalau di rumah dapatdiatasi dengan oralit...”(R2)“...supaya anak tidak terlalu banyakkemasukan obat-obatan kimia...”(R9)

Sebagian besar responden menjawabbahwa alasan merawat balita diare dipelayanan kesehatan karena kondisinyaparah (dehidrasi, BAB-nya sulit mampet).Sedangkan sebagian kecil lainnya telahmemiliki kepercayaan yang tinggi terhadappelayanan kesehatan (seperti: dengan kepelayanan kesehatan langsung mendapatkanpertolongan, perawatannya lebih terpantau,dan peralatan di rumah sakit lebih lengkap).Berikut ini adalah jawaban dari responden

“...kalau di rumah sakit langsungmendapatkan pertolongan...”(R2)“..kalau kondisi diare memang parahdan orang tua memang merasa sudahseharusnya opname. Benar-benaranak sudah tidak mau/sulit diberimakanan (halus) atau minum(dehidrasi)...”(R8)

Prosedur menangani anak balita yangdiare pada dasarnya merupakan tahap-tahap yang dilakukan ibu balita dalammerawat anak balitanya yang diare selamadi rumah. Oleh karena itu, jawaban dari paraibu dapat lebih dari satu cara dalammenanganinya. Pada dasarnya tahapantersebut ada dua yaitu : Pertama, diberikanoralit anak, tetap diberi makan (misalnya:bubur cair). Apabila tidak ada perubahan(misalnya menjadi lemas) segera di bawa keRS / pelayanan kesehatan. Kedua, denganmemberikan obat tradisional yang terdiridari daun jambu, kunyit diparut, dan garam.

Alternatif lain adalah dengandiminumkan air teh kental. Seorang ibu balitaada yang menjelaskan lebih sistematisdengan melakukan observasi pada fesesanak. Apabila fesesnya cair dan sudah 2 xatau lebih dalam sehari BAB, langsungdiberikan ½ bungkus oralit. Jika masih diare,oralit masih dilanjutkan dan ditambahfrekuensinya. Diberi makanan halus dandiupayakan jangan sampai dehidrasi. Bila

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 32: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

30 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 26-32

diare, panas, feses berlendir/berdarah segeradibawa ke RS. Alternatif pengganti oralitadalah: tapel kunyit dan kapur sirih, teh pahit,atau mengunyah pucuk daun jambu kluthuk.Berikut ini adalah jawaban dari responden:

“...dikasih obat tradisional terlebihdahulu, dikasih oralit, sering dikasihminum, dikasih bubur yangcair...”(R9)“...air putih hangat dan garam dikit,daun jambu diebus/dikasih parutankunyit, teh kental tanpa gula, diberijamu cekok...” (R1)“...pertama-tama kita kasih oralit ,minum yang banyak. Hari kedua kalautidak ada perubahan dan semakinlemas kita bawa ke dokter/puskesmas...” (R2)“...melihat feses (pas BAB) pertamakali sebagai pertanda agar kita bisamencari penyebabnya. Jika feses cairdan sudah dua kali BAB, biasanyakami ya langsung memberi oralit ½bungkus. Jika mampat yaalhamdulillah. Jika masih diare oralitdilanjutkan dan ditambah(diusahakan untuk si anak mau)untuksiberi makanan halus, yang pastitujuan kami jangan sampai dehidrasi.Jika ternyata kondisi anak tidakhanya diare tapi badannya panas,fesesnya berlendir/darah dan kondisilain yang parah, kami bawa ke dokter.Biasanya selain oralit kamimenggunakan cara alternatif obat.Misalnya tapel kunyit dan kapur sirih,teh pahit, atau mengunyah pucukdaun jambu kluthuk...” (R8)

Pengetahuan ibu balita dalammemahami cara pembuatan oralit/LGGmasih rendah. Sebagian besar dari ibu balitatidak mengetahui besarnya takaran(perbandingan) antara gula, garam dan air.Cara menjawab mereka kebanyakan adalah:

Pertama, air hangat dicampur sedikit garamdan sedikit gula. Kedua, 1 gelas air hangatditambah ½ sendok teh garam dan ½sendok teh gula pasir. Ketiga, 1 gelas airhangat ditambah ½ sendok makan garamdan ½ sendok makan gula pasir. Ada jugayang menjawab air dan garam saja (tanpamenyebut gula), bahkan ada seorang ibubalita yang tidak menjawab sama sekalidengan alasan tidak bisa menjawab. Hanyasebagian kecil dari mereka yang mampumenjawab dengan benar cara membuatlaruan gula garam (LGG) yaitu 1-2 sendokmakan gula pasir dan garam seujungsendok teh ke dalam air putih satu gelas.

Para ibu balita kebanyakan tidakmemperbolehkan anak balita minum oralituntuk orang dewasa dengan alasan bahwadosis/ukuran dari oralit untuk orang dewasabelum sesuai (lebih tinggi) daripada anakbalita. Sedangkan sebagian kecilmemperbolehkan dengan memper-syaratkan : dosisnya dikurangi sesuai dengandosis anak balita, sudah mendapat informasidosisnya dari dokter, dan untuk pertolonganpertama .

Perilaku adalah aksi dari individuterhadap reaksi dari hubungannya denganlingkungannya. Dengan kata lain, perilakubaru terjadi apabila ada sesuatu rangsanganyang diperlukan untuk menimbulkan reaksi.Jadi, suatu rangsangan tertentu akanmenghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu(Megawati, Gina, 2005). Berdasarkan hasilwawancara dengan ibu balita menunjukkanbahwa sebagian besar dari merekamengatakan bahwa apabila anak balitanyadiare langsung dimasukkan ke rumah sakit /pelayanan kesehatan. Sedangkan sebagiankecil lainnya menyatakan dirawat di rumahdengan memberikan obat diare (oralit), dandirawat di rumah dengan memberikanramuan tradisional. Hal ini menunjukkanbahwa terciptanya perilaku dari merekasebagai akibat dari stimulus yang berasal

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 33: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

31Hariza Adnani, Perilaku Pertama Ibu Balita dalam Menanggulangi ...

dari anak balitanya yang menderita diare(respondent responds atau reflexiserespons). Sedangkan cara pembentukanperilaku yang diperlihatkan para ibu balitamenurut penulis termasuk dalampembentukan perilaku dengan pengertian(insight), yaitu cara pembentukan perilakudidasarkan atas teori belajar kognitif, yaitubelajar dengan disertai adanya pengertianjangan sampai anak yang menderita diaretidak tertolong jiwanya.

Sebagian besar responden menjawabbahwa alasan merawat balita diare di rumahkarena sebenarnya masih bisa ditangani sendiriselama diare tidak lebih dari 2 hari. Sedangkansebagian kecil lainnya menyatakan bahwa bisaditangani sendiri di rumah dengan obat/oralitmaupun ramuan Jawa. Menurut Mc Dougall(Machfoedz, I dan Suryani, E, 2003). perilakuitu disebabkan oleh insting yang merupakanperilaku yang innate, perilaku bawaan danakan berubah karena pengalaman.Berdasarkan pengalaman yang didapat ibubalita dalam menangani diare dan berhasil,akan memperkuat keyakinannya untuk tetapmengupayakan pertolongan pertama di rumahterlebih dahulu sambil menungguperkembangan kesehatan anak balitanya.Apabila sampai lebih dari dua hari tidaksembuh baru diupayakan ke pelayanankesehatan.

Sebagian besar responden menjawabbahwa alasan merawat balita diare dipelayanan kesehatan karena kondisinyaparah (dehidrasi, BAB nya sulitmampet).Sedangkan sebagian kecil lainnyatelah memiliki kepercayaan yang tinggiterhadap pelayanan kesehatan (seperti:dengan ke pelayanan kesehatan langsungmendapatkan pertolongan, perawatannyalebih terpantau, dan peralatan di rumah sakitlebih lengkap). Menurut Bloom(Notoatmodjo, 2003), sehat tidaknyaseseorang tidak semata-mata dipengaruhioleh perilaku, akan tetapi ada faktor-faktor

lain seperti: keturunan, lingkungan, pelayanankesehatan. Faktor pelayanan kesehatanmenjadi faktor yang paling berpengaruhdalam mendapatkan kesembuhan,menunjukkan bahwa ibu balita sudah tidakmampu mengandalkan perilaku saja dalammendapatkan kesembuhan anaknya yangmenderita diare.

Pengetahuan ibu balita dalammemahami cara pembuatan oralit/LGGkebanyakan masih rendah. Sebagian besardari ibu balita tidak mengetahui besarnyatakaran (perbandingan) antara gula, garamdan air. Hanya sebagian kecil saja yangmampu menjawab dengan takaran yangbenar, Hal ini memperlihatkan bahwasebagian besar perilaku ibu balita dalammembuat LGG tidak didasari olehpengetahuan,dan hanya sebagian kecildidasari pengetahuan yang benar. MenurutRogers (Notoatmodjo, 2003), perilakuyang didasari oleh pengetahuan akan lebihlanggeng (lost lasting) daripada yang tidakdidasari oleh pengetahuan dan kesadaran.

Para ibu balita kebanyakan tidakmemperbolehkan anak balita minum oralituntuk orang dewasa dengan alasan bahwadosis/ukuran dari oralit untuk orang dewasabelum sesuai (lebih tinggi) daripada anakbalita. Sedangkan sebagian kecil memper-bolehkan dengan alasan yang mauk akal.Apabila dikaitkan dengan t ingkatpengetahuan dalam domain kognitif(Notoatmodjo, 2003), sebagian kecilresponden sudah melalui 6 tingkatan yangada dalam domain kognitif tersebut, yaitu:tahu (know), memahami (comprehension),aplikasi (aplicati on), analisis (analysis),sintesis (syntesis) dan evaluasi (evalua-tion).Sedangkan sebagian besar yang lainhanya sampai ke tingkat aplikasi, dan apabilasudah melebihi tingkat tersebut mereka lebihmempercayakan kepada dokter/ pelayanankesehatan.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 34: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalampenelitian ini adalah : apabila anak balita darisebagian besar responden menderita diare,maka langsung dimasukkan ke rumah sakit/pelayanan kesehatan. Alasan merawat balitadiare di rumah menurut sebagian besarresponden karena masih bisa ditanganisendiri selama diare tidak lebih dari 2 hari.Alasan merawat balita diare di pelayanankesehatan menurut sebagian besarresponden karena kondisinya parah(dehidrasi, BAB-nya sulit berhenti).

Prosedur menangani anak balita yangdiare menurut ibu balita ada dua yaitu:pertama, diberikan oralit anak, tetap diberimakan (misalnya: bubur cair). Apabila tidakada perubahan (misalnya menjadi lemas)segera dibawa ke RS/pelayanan kesehatan.Kedua, dengan memberikan obat tradisionalyang terdiri dari daun jambu, kunyit diparut,dan garam. Alternatif lain adalah dengandiminumkan air teh kental. Pengetahuan ibubalita dalam memahami cara pembuatanoralit/LGG kebanyakan masih rendah.Sebagian besar dari ibu balita tidakmengetahui besarnya takaran (perban-dingan) antara gula, garam dan air. Para ibubalita tersebut sebagian besar tidakmemperbolehkan anak balita minum oralituntuk orang dewasa.Saran

Saran yang bisa diambil dalampenelitian ini adalah bagi kepala sekolah TBdan TPA Beniso Randu Belang Yogyakarta:sebaiknya mulai memprogramkanpenyuluhan kesehatan yang diadakan secaraintensif setiap bulan dengan tema yangdirencanakan dan terstruktur, misal masalahpenyakit dan kesehatan pada anak (ISPA,diare, dehidrasi, DPT, kekurangan vitaminA, masalah Gizi, imunisasi, cara merawatanak, dan lain-lain). Sebaiknya jugadiadakan simulasi tentang penanganan

penyakit pada anak, ataupun tentang ciri-ciri anak sehat. Pihak yang terlibat dalamsimulasi adalah ibu balita dan para guru.

DAFTAR RUJUKANArikunto, S, 2000. Manajemen Penelitian.

Jakarta: Rineka Cipta.

Machfoedz, I dan Suryani, E, 2003.Pendidikan Kesehatan Masya-rakat. Yogyakarta: Fitra Maya.

Megawati, Gina, 2005. Diare, MekanismeTubuh untuk MengeluarkanKuman Cairan, Terapi utamauntuk anak Diare. Dalam PikiranRakyat Cyber Media.

Notoatmodjo, 2003. Pendidikan danPerilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.

RSPI - SS, 2003 Cuci Tangan CaraMudah Cegah Penyakit. RumahSakit Penyakit Infeksi Prof. Dr.Sulianti Saroso, Jakarta. Dalamhttp://www. infeksi.com/data/newsin.xml.

Sakinah, Farian dan Arifianto. Apa ituDiare. Dalam ht tp:// www.rch.org.au. Diakses tanggal 20 Juni2008.

Utari, T.,Ghazali L., & Mulyaningrum, U,2009). Hubungan Perilaku HidupBersih dan Sehat dengan KejadianDiare di Wilayah PuskesmasDelanggu. Jurnal Kedokteran danKesehatan (JKKI), 1(1): 53-61.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 35: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 33-40

PERBEDAAN LAMA PERSALINAN KALA II ANTARA YANG SENAM HAMIL DAN TIDAK SENAMHAMIL DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

TAHUN 2009

Asri Hidayat1, Sujiatini2

1 Sekolah Tinggi Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.2 Sekolah Tinggi Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.

Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan lamapersalinan Kala II antara yang melakukan senam dan tidak melakukansenam hamil. Menggunakan metode observasional analitik denganmenggunakan pendekatan komparatif, pengukuran hanya dilakukansesudah perlakuan pada dua kelompok yang berbeda (the nonequivalentgroups design with post-test). Subjek penelitian adalah 60 ibu hamil,22 ibu hamil melakukan senam hamil sebagai kelompok intervensi dan38 ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil sebagai kelompokpembanding. Instrumen penelitian adalah lembar isian (list) yang berisitentang waktu dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir dengan melihatrekam medis pasien (Partograf), berat janin dan senam hamil.

Hasil penelitian didapatkan lama Kala II pada ibu yang melakukansenam memiliki rerata ranking 29,64, sedangkan lama kala II pada ibuyang tidak melakukan senam 31,00. Nilai rata-rata ranking yang tidakmelakukan senam lama Kala II-nya lebih lama dibanding yang melakukansenam. Hasil analisis statistik p (0,769) > 0,05 didapatkan kesimpulantidak terdapat perbedaan lama Kala II yang signifikan antara ibu hamilyang melakukan senam dan yang tidak melakukan senam.

Kata kunci: Lama Persalinan Kala II, Senam Hamil.

PENDAHULUANAngka kematian Ibu (AKI) merupakan

cermin tingkat pelayanan kesehatankhususnya pelayanan kebidanan danperinatal dan salah satu indikator derajatkesehatan suatu negara. AKI di Indonesia

diperkirakan 3-6 kali AKI negara ASEAN,lebih dari 50 kali AKI negara maju.Berdasarkan laporan awal SurveiDemografi Kesehatan Indonesia (SDKI)2007 menyebutkan angka kematian ibu(AKI) saat melahirkan adalah 248 per

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 36: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

34 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 33-40

100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkandengan hasil survei sebelumnya yaitu sebesar307 per 100 ribu kelahiran hidup, angka-angka tersebut menunjukkan adanyaperbaikan (www.mediaindonesia.com,2008).

Di Provinsi DIY, AKI tahun 2007menurun dibanding tahun 2006. Pada tahun2007 terdapat 36 kasus ibu meninggal saathamil atau melahirkan sedangkan tahun2006 tercatat ada 38 kasus (Prasetyo,2008).

Berdasarkan Survei Kesehatan RumahTangga (SKRT) 2001, penyebab langsungkematian ibu diantaranya adalah perdarahan(28%), eklamsi (24%), infeksi (11%)persalinan lama (5%), dan abortus (5%).Persalinan lama merupakan sebab utamaperdarahan dan infeksi. Beratnya cidera terusmeningkat dengan semakin lamanya prosespersalinan, resiko tersebut naik dengan cepatsetelah waktu 24 jam sehingga dapat terjadiatonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi,kelelahan ibu dan shock yang pada ahirnyamenyebabkan kematian ibu.

Semakin lama persalinan, semakintinggi morbiditas dan mortalitas janin dansemakin sering terjadi asfiksia akibat partuslama itu sendiri, trauma cerebri yangdisebabkan oleh penekanan pada kepalajanin, cedera pada bayi akibat partustindakan, caput sukcedaneum, kematianjanin dalam kandungan bayi segera setelahlahir.

Partus lama RSUP DR Sarjito masihmerupakan sebab utama tingginya AngkaKematian Perinatal (AKP) dan AKI.Persalinan lama memberikan AKP 2,5 kalilebih besar bila dibandingkan dengan partusnormal. RSIA Sakina Idaman Yogyakarta,diantara 906 pasien persalinan didapatkan64 (7,1 %) dilakukan persalinan denganpacuan, persalinan dengan vacum ekstraksidan secsio caesaria atas indikasi kala I danKala II lama. Berdasarkan studi

pendahuluan yang dilakukan pada satu tahunterahir 2008-2009 di RS PKU Yogyakartaterdapat 72 (6,9 %) persalinan denganvacum ekstraksi atas indikasi kala II lama.

Faktor penyebab persalinanmemanjang yaitu; tenaga mengejan ataupower, jalan lahir atau passage, janin ataupassanger, posisi, psikologis. Kekuatanparturien atau kekuatan kontraksi uterusmerupakan salah satu faktor prognosispersalinan pada kala I dan II. Pada kala IIdiperlukan peningkatan tekanan intraabdomen untuk ekspulsi janin. Gangguankontraksi uterus dapat berupa inersia uteriprimer atau inertia uteri sekunder. Adanyagangguan kontraksi uterus tersebut berakibatdilakukan tindakan pacuan pada kala I dantindakan vacum ekstraksi untukmempercepat kala II yang memanjang,dengan resiko morbiditas dan mortalitas ibudan janin meningkat.

Tekanan intra abdomen ditimbulkanoleh kekuatan kontraksi otot-otot dindingabdomen pada saat mengejan yang disertaidengan pengaturan pernafasan. Kelelahanpada parturien berakibat pada kekuatanmengejan perut ibu lemah sehingga kala IImenjadi tidak maju. Kekuatan jaringanlunak, otot-otot dasar panggul jugaberperan dalam proses persalinanan.

Sampai saat ini yang dapatdimanipulasi/dikendalikan adalah masalahtenaga atau power, yaitu ditingkatkandengan senam hamil (Supriatmaja, 2005).Senam hamil merupakan suatu programlatihan bagi ibu hamil sehat untukmempersiapkan kondisi fisik ibu denganmenjaga kondisi otot-otot dan persendianyang berperan dalam proses persalinan, sertamempersiapkan kondisi psikis ibu terutamamenumbuhkan kepercayaan diri dalammenghadapi persalinan. Latihan senam hamiltidak dapat dikatakan sempurna bilapenyajiannya tidak disusun secara teraturdan intensif yaitu minimal satu kali dalam

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 37: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

35Asri Hidayat dan Sujiatini, Perbedaan Lama Persalinan Kala II ...

seminggu yang dimulai pada umur kehamilan20 minggu (Endjun, 2002)

Senam hamil terbukti dapat membantumetabolisme tubuh selama kehamilan.Keuntungan dilakukan senam hamil adalahmeningginya konsumsi oksigen untuk tubuh,lancarnya aliran darah jantung, volume dancurah jantung. Selain itu senam hamil secarateratur dilaporkan memberikan keuntunganpersalinan masa aktif (Kala II) menjadi lebihpendek, mengurangi insiden operasi secsiocaesaria, mengurangi pengeluaranmekoneum didalam cairan amnion danmengurangi terjadinya gawat janin padapersalinan.

Menurunkan kesakitan dan kematianibu telah menjadi salah satu prioritas utamadalam pembangunan sektor kesehatansebagaimana tercantum dalam ProgramPembangunan Nasional. Upaya untukmeningkatkan kesehatan maternal danneonatal menjadi sangat strategis bagi upayapembangunan sumber daya manusia yangberkualitas.

Upaya pemerintah dalam hal ini yaitumengadakan pelatihan senam hamil dansenam massal untuk ibu hamil dalam upayameningkatkan kualitas pelayanan bidandalam menangani persalinan. (www.kr.co.id, 2008).

Sementara itu adanya penyelenggarapelayanan senam hamil di beberapa RS danRSIA tidak semua diminati oleh setiappasien, seperti halnya di RSIA sakinaIdaman, setiap minggunya dua kali dilakukansenam hamil. Maka penulis ingin mengetahuiperbedaan kala II antara yang senamdengan tidak senam di RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasionalanalitik dengan menggunakan pendekatankomparatif. Pengukuran hanya dilakukan

sesudah perlakuan pada dua kelompokyang berbeda (the nonequivalent groupsdesign with post-test). Subjek penelitianini adalah 60 ibu hamil, 22 ibu hamilmelakukan senam hamil sebagai kelompokintervensi dan 38 ibu hamil yang tidak senamhamil sebagai kelompok pembanding.

Dalam penelitian ini, populasi yangdiambil adalah seluruh ibu hamil yangbersalin di RS PKU MuhammadiyahYogyakarta bulan Juli sampai September2009 yang memenuhi kriteria inklusi: Posisiibu saat bersalin litotomi, Ibu didampingisuami/keluarga, Umur 20-30 tahun, umurkehamilan 24-42 minggu, Janin: TaksiranBerat Badan janin antara 2500-3500 gram,tunggal, presentasi kepala, ukuran kepalanormal (tidak makrochefhallus danhydrochefallus), panggul: tidak ada DKP(Disposisi Kepala Panggul), Hasilpemeriksaan dokter/bidan tidak mempunyairesiko untuk menjalani senam hamil, LILA(lingkar lengan atas) > 23 cm, Meneran daritenaga sendiri, G1-2, Senam 6-12 kali,

Kriteria eksklusi penelitian ini: umurkehamilan kurang 24 minggu, adanyakelainan medik seperti diabetes melitus,penyakit jantung, hipertirodisme, hipertensi,Adanya kelainan seperti preeklamsi/eklamsi, plasenta previa, sulutio plasentaatau hidromnion, janin mati, kadarhaemoglobin di bawah 10 gram %,kehamilan dengan uterus yang bermasalah,prematur dan post matur, persalinanpresipitatus.

Selanjutnya peneliti menentukan besarsampel berdasarkan pengujian hipotesis satuarah untuk dua mean populasi (kelompokperlakuan dan pembanding), berdasarkanpenelitian pendahuluan, didapatkan jumlahsubyek minimal 22 orang yang ditentukanmenggunakan perhitungan menurut rumusLemeshow, dkk (2000).

Instrumen penelitian adalah lembarisian/list yang berisi tentang waktu dari

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 38: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

36 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 33-40

pembukaan lengkap sampai bayi lahirdengan melihat Rekam medis pasien(partograf), berat janin dan senam hamil.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian perbedaan lamapersalinan antara yang senam hamil dan tidaksenam hamil dilakukan selama bulan Julisampai September 2009 di RS PKUMuhammadiyah. Subyek penelitian ini ibuhamil Grafido (G) 1-2 pada trimester IIyang melahirkan pada bulan juli sampaidengan September sebanyak 60 ibu hamilberjumlah 22 pada yang senam dan 38 ibuhamil yang tidak senam di RS PKUMuhammadiyah. Terhadap subjek penelitianini di lihat pada status ibu bersalin untukmengetahui lama kala II dan pada catatandaftar hadir senam.

Hasil analisis karakteristik subjekpenelitian pada ibu hamil yang senam dantidak senam, prosentase tertinggi adalah ibudengan G1 yang tidak senam, untuk usiapada reproduksi yang tidak sehat yang tidaksenam, sedangkan prosentase terendahadalah G2 yang senam dan reproduksi sehatyang senam.

Lama Kala II pada ibu yang senammemilki rerata ranking 29,64 sedangkanlama kala II pada ibu yang tidak senam31,00. Nilai rata-rata yang tidak senam lebihtinggi dibanding yang senam. Berdasarkan

hasil analisis statistik tidak terdapatperbedaan yang signifikan p (0,769) >0,05.dari tabel diatas nilai rata-rata ranking yangtidak senam, lama kala IInya lebih lamadibanding yang senam.

Walaupun berdasarkan hasil analisisdiketahui tidak ada perbedaan yangsignifikan antara ibu hamil yang senam danyang tidak senam terhadap lama kala II,akan tetapi berdasarkan uraian deskriptifditemukan fakta bahwa lama kala IIkelompok tidak senam lebih lama dibandingkelompok senam. Hal ini diperkuat hasilrerata ranking lama kala II yang senam lebihsingkat (29,64) dibanding dengan yangtidak senam (31,00)

Faktor essensial yang memengaruhiproses persalinan dan kelahiran, antara lain;Pasenger (penumpang, janin), passageway(jalan lahir), powers (kekuatan). Sementara,yang dapat dimanipulasi adalah power

Senam Tidak senam Jumlah ∑ % ∑ % ∑ %

Gravida : - G1 - G2

13 9

21,7 0,15

22 16

36,7 26,7

35 25

58.3 41,7

Umur - Reproduksi sehat - Reproduksi tdk sehat

5

17

8,3

28,3

6

32

10

53,3

11 49

18,3 81,7

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian pada kelompok ibu yang senan hamildan tidak senam hamil di RS PKU Muhammadiyah tahun 2009

Tabel 2. Perbedaan lama persalinankala II antara ibu hamil yangsenam hamil dan tidak senamhamil di RS PKU Muham-madiyah Yogyakarta

N Mean Rank

Sig

Senam 22 29,64 Tidak senam 38 31,00

0, 769

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 39: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

37Asri Hidayat dan Sujiatini, Perbedaan Lama Persalinan Kala II ...

(kekuatan), dengan cara melakukan senampada saat kehamilan.

Faktor penyebab persalinanmemanjang yaitu; tenaga mengejan ataupower, jalan lahir atau passage, janin ataupassenger, posisi, psikologis. Kekuatanparturien atau kekuatan kontraksi uterusmerupakan salah satu faktor prognosispersalinan pada kala I dan II. Pada kala IIdiperlukan peningkatan tekanan intraabdomen untuk ekspulsi janin. Gangguankontraksi uterus dapat berupa inersia uteriprimer atau inertia uteri sekunder. Adanyagangguan kontraksi uterus tersebut berakibatdilakukan tindakan pacuan pada kala I dantindakan vacum ekstraksi untukmempercepat kala II yang memanjang,dengan resiko morbiditas dan mortalitas ibu/janin akan meningkat

Tekanan intra abdomen ditimbulkanoleh kekuatan kontraksi otot-otot dindingabdomen pada saat mengejan yang disertaidengan pengaturan pernafasan. Kelelahanpada parturien berakibat pada kekuatanmengejan perut ibu lemah sehingga kala IImenjadi tidak maju. Kekuatan jaringanlunak, otot-otot dasar panggul jugaberperan dalam proses persalinan.

Sampai saat ini yang dapatdimanipulasi/dikendalikan adalah masalahtenaga atau power, yaitu ditingkatkandengan senam hamil (Supriatmaja, 2005).Senam hamil merupakan suatu programlatihan bagi ibu hamil sehat untukmempersiapkan kondisi fisik ibu denganmenjaga kondisi otot-otot dan persendianyang berperan dalam proses persalinan, sertamempersiapkan kondisi psikis ibu terutamamenumbuhkan kepercayaan diri dalammenghadapi persalinan. Latihan senam hamiltidak dapat dikatakan sempurna bilapenyajiannya tidak disusun secara teraturdan intensif yaitu minimal satu kali dalamseminggu yang dimulai pada umur kehamilan

20 minggu (endjun, 2002)Senam hamil mengakibatkan

kelenturan otot-otot pernafasan dan otot-otot dasar panggul menjadi bertambah baik,otot-otot pernafasan dan otot-otot perutmenjadi bertambah terlatih. Hal ini akanberguna pada waktu wanita hamil tersebutmengejan pada persalinan kala II, sehinggadiharapkan persalinan kala II menjadi lebihpendek dan utamanya adalah wanita hamiltersebut akan dapat melahirkan dengantenaganya sendiri.

Sementara frekuensi senam yangdilakukan pada penelitian itu berkisar 6sampai 10 kali yang seharusnya untuk dapatmemberikan dampak pada kelenturan ototminimal dilakukan sekitar 16 kali. Hal inikemugkinan akan mempengaruhi kekuatanotot-otot panggul. Disamping usia reproduksitidak sehat juga akan berpengaruh terhadapelastisitas otot dasar panggul untuk itulahdalam penelitian ini tidak ada perbedaanantara senam tidak senam terhadap lamakala II persalinan.

Senam atau olah raga adalah masalahlatihan yang kontinyu, berkesinambungan,progresif yang memberi hasil yangsenantiasa meningkat. Pengaruh olah ragamenyebabkan diantaranya adalahpeningkatan cadangan glikogen, ATP dankreatin infosfat.

Senam mengakibatkan peningkatankadar norepinefrin di dalam otak yangberakibat peningkatan daya kerja danberkurangnya rasa tegang.

Olah raga akan menyebabkanperubahan pada volume dan susunan kimiadarah yang menyebabkan kenaikan dayatangkap O

2 oleh haemoglobin, peningkatan

pendayagunaan O2 dalam otot karena

vaskularisasi yang bertambah danpeningkatan daya oksidatif oleh peningkatanaktifitas enzim-enzim oksidatif.

Secara umum dapat dikatakan bahwa

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 40: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

38 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 33-40

olah raga fisik menguatkan badan dengancara memperbaiki susunan dan fungsinya.Mekanisme ini melalui perubahan-perubahan yang terjadi pada sistemmetabolik, saraf, tulang kerangka, otot,pernafasan dan peredaran darah. Bukansaja karena koordinasi antar sistembertambah baik, tetapi juga karenaperbaikan susunan seluler otot, saraf, tulangdan pembuluh darah sehingga terjadipeningkatan daya kerja, yang terutama jugaterjadi sebagai akibat peningkatan dayaserap oksigen dan pengedarannya olehjaringan tubuh. Mulai dengan taraf kesehatanbadan yang cukup baik dengan olah ragafisik dalam batasan yang wajar, padaumumnya badan menjadi bertambah sehat,segar dan sobyektif bertambah lebih enak.Sebaliknya perlu pula disadari bahwa padabadan yang kurang sehat atau yangbertambah bebannya karena pekerajaanyang berat, karena suatu penyakit yangmelemahkan, efek olahraga fisik dapat sajamenjadi tidak seperti yang diharapkan, suatuhal yang dapat juga terjadi kalau olahragaitu sendiri kualitatif dan kuantitatif di luarkewajaran.

Olah raga sekarang sudah menjadibagian dari nasehat pada kehamilan. Senamhamil adalah merupakan latihan gerak yangdiberikan pada ibu hamil untukmempersiapkan dirinya, baik persiapan fiskmaupun mental untuk menghadapi danmempersiapkan persalinan yang cepat,aman, dan spontan. (Huliana, 2002: 90)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis danpembahasan yang telah diutarakan dapatdisimpulkan: pertama, karakteristik subjekpenelitian pada ibu hamil yang senam dantidak senam ,yang prosentase tertinggiadalah ibu dengan G1 yang tidak senam, danusia pada reproduksi tidak sehat yang tidak

senam, sedangkan prosentase terendahadalah G2 yang senam dan reproduksi sehatyang senam

Kedua, lama Kala II pada ibu yangsenam memilki rerata 29,64 sedangkan lamakala II pada ibu yang tidak senam 31,00.Berdasarkan hasil analisis statistik tidakterdapat perbedaan yang signifikan p (0,769)> 0,05, tapi nilai rata-rata lama Kala II yangtidak senam lebih tinggi/lama dibanding yangsenam.

Bagi institusi (rumah sakit) disarankanuntuk lebih meningkatkan motivasi ibu hamilsupaya dapat melakukan senam hamil lebihteratur dan intensif yaitu minimal satu kalidalam seminggu dimulai umur kehamilan 20minggu. Bagi penelitian selanjutnya, supayamelakukan penelitian dengan data primer,dan dengan kohort prospektif bila waktumencukupi.

DAFTAR RUJUKANDepartemen Kesehatan RI, 2001. Rencana

Strategis Nasional “MakingPregnancy Safer” di Indonesia2001–2010. Jakarta.

WHO in Indonesia, 2002. The MillenniumDevelopment Goals for Health:A review of the indicators,Jakartaf

Stang, (2003), Hubungan Pemberian SenamHamil dengan Hasil AkhirKehamilan Pertama di RB Sitikhodijah Makasar, Jurnal MediaNusantara, 23 (2): 595-98

Stanley Lemeshow, David w, Hosmar J,R,Jenue Klar, Stephen. K.L. Wangga,2000), Pedoman PenentuanBesar Populasi Dalam Penelitian,UGM, Yogjakarta.

Saddler, (2000), The effect of maternalexercise on early pregnancy

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 41: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

39Asri Hidayat dan Sujiatini, Perbedaan Lama Persalinan Kala II ...

outcome, Am,J Obstet Gynecol,161; 1453-57

Anonim, 2007, Asuhan PersalinanNormal., Jaringan NasionalPelatihan Klinik-KesehatanReproduksi, Jakarta

___ ,Kematian Ibu dan Anak di Daerahmasih Tinggi, Selasa, 16Desember 2008 ht tp://mediaindonesia.com/index.php

____,Dua Hari Tiga Rekor MURITerpecahkan, Kamis, 29September 2005,www.kotakediri.go.id

___ , Senam Massal Ibu Hamil se-Bantul,19 Juli 2008, www.kr.co.id

___ ,Pelatihan Senam Hamil, Kamis, 29September 2005,www.modjokerto.go.id.

___,Menkes Canangkan StikerPerencanaan Persalinan danPencegahan Komplikasi,18 Juli2007. www.depkes.co.id.

___ ,Manfaat Senam Hamil, 20 Oktober2007. www.hanyawanita.com

Arikunto, Suharsimi, 2002, ProsedurPenelitian Suatu PendekatanPraktek, Penerbit PT RinekaCipta, Jakarta

Depkes RI, 2006, Pedoman PemantauanWilayah Setempat Kesehatan Ibudan Anak (PWS-KIA), Jakarta

, 2001, Rencana Strategis : MPS, DepkesRI, Jakarta

Huliana, M., 2002, Panduan MenjalaniKehamilan Yang Sehat, CetakanPertama, Penerbit Puspa Swara,Jakarta

Indiarti, M.T., 2008, Senam Hamil danBalita, Penerbit CemerlangPublishing, Yogyakarta.

Jensen., Bobak., Lowder Milk., 2005,Keperawatan Maternitas,Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta

Kushartanti, Wara, 2004, Senam Hamil,Penerbit Lintang Pustaka,Yogyakarta.

Mochtar, Rustam., 2002, Sinopsis Obstetri,Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta

Mulyani, Farida, 2006, Hubungan SenamHamil Dengan Lama PersalinanPrimigravida di RSIA ’AisyiyahKlaten Tahun 2006.

Musbikin, Imam., 2005., Ibu Hamil danMelahirkan, Mitra Pustaka.,Yogyakarta

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002,Metodologi PenelitianKesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Oxorn, H., Foote, W.R., 2003, Patologidan Fisiologi Persalinan,YayasanEssentia Medika, Jakarta

Prasetyo, Erwin Edhi, Yogyakarta,Kematian Ibu MelahirkanMenurun, Senin, 21 April 2008,www.kompas.com

Prawiroharjo, Sarwono, 2006, IlmuKebidanan, Yayasan Bina PustakaSarwono, Jakarta

Puspitasari, Wike. Ratusan Ibu HamilMengikuti Senam Massal, 31 Juli2008, www.swaberita.com

Rachman, Irwan T., 2005., HandoutObstetri Fisiologi., Bagian Obstetridan Ginekologi – SubbagianFetomaternal., Yogyakarta

Riwindiko, Handoko, 2007, StatistikKesehatan, Mitra Cendikia Press,Yogyakarta.

Rodiah, 2007, Perbedaan PendampinganSuami dengan Keluarga lain

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 42: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

40 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 33-40

terhadap Lama Persalinan KalaII pada Ibu bersalin Primipara diRS Ibu dan Anak Sakina IdamanYogyakarta.

Saifuddin,A.B, Adriansz, G, Winkjsastro,G.H, Waspodo, D., 2006. BukuAcuan Nasional PelayananKesehatan Maternal Neonatal,Yayasan Bina Pustaka SarwonooPrawiroharjo, Jakarta

Sugiyono, 2006, Statistika UntukPenelitian, Penerbit Alfabeta,Bandung

Supriatmaja dan Suwardewa, 2005.Pengaruh Senam HamilTerhadap Persalinan Kala Satudan Kala Dua, Bagian IlmuKebidanan dan PenyakitKandungan FK UNUD / RSSanglah Denpasar.www.journal.unud.ac.id

Wulandari, Primatia Yogi, 2006, EfektivitasSenam Hamil sebagai PelayananPrenatal dalam MenurunkanKecemasan MenghadapiPersalinan Pertama, ht tp://www.journal.unair.ac.id

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 43: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 41-50

HUBUNGAN PENGETAHUAN AKTIVITAS DASARSEHARI-HARI (ADS) DENGAN PERILAKU SEHAT

LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHAYOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Saman¹, Tri Prabowo², Purwanta²

¹ Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK-UGM Yogyakarta.² Program Studi Ilmu Keperawatan FK-UGM Yogyakarta.

Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuanADS, perilaku sehat lansia dan menganalisa hubungan pengetahuanADS dengan perilaku sehat lansia. Dengan menggunakan desain CrossSectional, populasi penelitian adalah lanjut usia yang tinggal di PSTWBudi Luhur Yogyakarta dengan sampel 40 responden yang memenuhikriteria inklusi. Tehnik sampling dengan purposive sampling. Pengumpulandata untuk pengetahuan ADS menggunakan kuesioner dengan testobyektif dichotomous choice dan perilaku sehat menggunakan keusionerpertanyaan tertutup yang disertai dengan keterangan. Untuk menganalisahubungan dua variabel digunakan uji statistik Spearman’s rho dengansignifikansi p<0,05.Hasil penelitian ini adalah pengetahuan ADS baik 77,5%, cukup 22,5%,pengetahuan ADS kurang tidak ada. Lansia yang berperilaku sehat baik55,0%, cukup 32,5%, dan perilaku hidup sehat kurang baik 12,5%.Hubungan antara kedua variabel didapatkan hasil koefisien korelasir=0,538 dengan taraf signifikansi p=0,000<0,05, berati hipitesis nol (H0)ditolak, menunjukkan ada hubungan yang cukup antara pengetahuan ADSdengan perilaku sehat lansia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapathubungan yang signifikan ke arah positif antara pengetahuan ADS denganperilaku sehat lansia yang tinggal di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur.

Kata kunci: Pengetahuan, Aktivitas dasar sehari-hari, perilaku sehat.

PENDAHULUANTolok ukur keberhasilan pembangunan

dibidang kesehatan suatu bangsa selaindiukur dengan menurunnya mortalitas danmorbiditas juga dilihat dari meningkatnyaumur harapan hidup penduduk.Pembangunan kesehatan di Indonesia telahmemberikan dampak positif dengan

meningkatnya angka harapan hidup, di manatahun 1995–2000, umur harapan hiduppada pria 66,33 dan pada wanita 66,7tahun1. Meningkatnya umur harapan hidupini dipengaruhi oleh majunya pelayanankesehatan, menurunnya angka kematianbayi dan anak, adanya perbaikan gizisanitasi, dan adanya pengawasan terhadap

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 44: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

42 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 41-50

penyakit menular.Akibat meningkatnyapopulasi lanjut usia (lansia), jumlah lansiaIndonesia tahun 2005 sekitar 18 juta, tahun2015 diprediksi lansia akan sama denganjumlah Balita, tahun 2020 diproyeksikanmelebihi jumlah balita, tahun 2005 Indonesiaakan menduduki sebagai negara ke empatdi dunia dengan populasi lansia setelah RRC,India, USA, Indonesia.

Meledaknya pertumbuhan lanjut usiaini akan berdampak pada besarnya masalahkesehatan yang kompleks, karena diusia tuasecara fisiologi, fungsi-fungsi organ akanmenurun. Kualitas lanjut usia yang rendahditandai dengan rendahnya tingkatpendidikan para lanjut usia, bahkan 60%penduduk usia lanjut tidak pernahmemperoleh pendidikan formal, sertadukungan sosial yang belum memadaikarena kemampuan negara yang masihterbatas dan pendapatan perkapitamasyarakat Indonesia masih rendah.

Berdasarkan proyeksi pendudukIndonesia tahun 1995–2005 menunjukkanbahwa proporsi penduduk di DaerahIstimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun2000 secara demografi termasuk yangterbanyak ke dua setelah DKI Jakarta darienam propinsi di Indonesia yang mempunyaikategori penduduk berstruktur tua denganjumlah 423.500 atau 13,72%. Jumlahpenduduk DIY pada tahun 2002 berjumlah3.360.348 jiwa, atau 14,52% hal itumenunjukkan bahwa pada periode 2002-2003 penduduk lanjut usia di Propinsi DIYadalah 487,922 jiwa. Umur harapan hiduppenduduk DIY dari hasil estimasi dalamjangka waktu lima tahun terus meningkat,yaitu dari 67,58 tahun pada tahun 1992,meningkat menjadi 68,35 tahun pada tahun1997 terus meningkat menjadi 74,17 tahun,pada tahun 2002 (periode 2000 -2005).

Selain meningkatnya jumlah lanjut usia,masalah angka kesakitan lansia mencapai15,1%. Indonesia tahun 2000 jumlah lansia

15,3 juta. Ini berarti lansia yang mengalamisakit adalah 15,3 juta x 15,1% = 2.310.300,kekurangan care Provider (keluarga yangmelayani lansia), dan masalah globalisasi,keluarga yang pada mulanya berintikan nilaitradisional/keluarga guyub beralih menjadikeluarga individual. Menurut Depkes (2000)lansia menghadapi permasalahn khusus yaitu;proses ketuaan yang terjadi secara alamidengan konsekuensi timbulnya masalah fisik,mental dan sosial, perubahan sosialisasikarena produktivitas menurun, berkurangnyakesibukan sosial dan interaksi denganlingkungan, terbatasnya kesempatan kerjakarena karena kemampuan menurun dankebutuhan hidup meningkat, meningkatnyakebutuhan pelayanan kesehatan karenapenyakit degeneratif yang memerlukan biayatinggi, dan perubahan tata nilai sosialmassyarakat dari tradisional ke individualistik,lansia kurang mendapat perhatian sehinggalansia sering tersisih dan terlantar darimasyarakat.

Bertambah panjang umur tanpapeningkatan kualitas hidup, tentunya tidakcukup oleh karena hanya akan menambahpanjang penderitaan bagi individu yangbersangkutan, keluarga, masyarakat dannegara baik ditinjau dari segi budaya, sosialmaupun ekonomi. Pada usia tua selainmenghadapi masalah psikososial jugamenghadapi gangguan memori terkait umur(Age Assciated Memory Impairment-AMMI), yaitu mudah lupa (forget fullness)sehingga mengakibatkan kegagalanmengingat kembali (recall) data yang relatiftidak penting.

Keterbatasan akibat proses menuadan kurangnya pengetahuan secara umumdan pengetahuan aktivitas dasar sehari-hari(ADS) secara khusus akan berdampakpada pemenuhan kebutuhan aktivitas dasarsehari-hari itu sendiri. ADL (Actvity ofDaily Living) atau Aktivitas Dasar Seharihari (ADS) secara fisik, yaitu mengenai

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 45: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

43Saman, dkk., Hubungan Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari ...

tindakan sehari-hari terhadap diri sendiriseperti: makan, minum, berpakaian, mandi,buang air besar atau kecil, bangun tidur,berjalan, dan berlari.

Pemahaman tentang aktivitas dasarsehari-hari yang baik sebagai modal untukberperilaku sehat akan menghasilkan kualitashidup yang sehat bagi usia lanjut. Melihatkondisi yang telah dipaparkan di atas sangatdibutuhkan perhatian dan pelayanankesehatan yang intensif danberkesinambungan yang harus diberikankepada penduduk lansia, sehingga penduduklansia dimasa tuanya menjadi lanjut usia yangsehat, berguna bagi masyarakat sekitarnyadan merasa bahagia dan sejahtera secarafisik, mental, sosial dan spiritual.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukanoleh peneliti dengan melakukan wawancaradengan petugas Panti Sosial Tresna WerdhaBudi Luhur Kasongan, Bantul Yogyakarta,didapatkan hasil jumlah usia lanjut 72 (tujuhpuluh dua) orang lansia. Berdasarkankriteria penghuni panti terdiri dari duaprogram yakni; a). Program rutin, yaitukeluarga yang tidak mampu baik secarasosial maupun ekonomi, pada program rutinini berjumlah 60 orang klien yang terdiri dari16 orang laki-laki dan 40 wanita, dan b)Program subsidi silang berjumlah 12 orang,terdiri dari 5 orang laki-laki dan 7 orangwanita. Dari program rutin tingkatpendidikan sebagian besar berpendidikanrendah (sekolah dasar atau tidak lulussekolah dasar). Adapun riwayat latarbelakang sosial penghuni panti ada yangtidak punya keluarga, ada yang berasalgolongan orang terlantar. Hasil wawancaradengan beberapa lansia mengatakan bahwamereka senang tinggal di PSTW, dan tinggaldi PSTW atas keinginan sendiri denganalasan untuk mencari ketentraman danketenangan dari pada tinggal dengankeluarga akan menjadi beban bagi mereka,dan rata-rata lansia mempunyai pengetahuan

ADS yang baik namun dari segi perilakusehat ada lansia mempunyai kebiasaan hidupyang kurang sehat yaitu mereka merokoksampai tiga batang perhari, ada yang biasaminum kopi, hal ini tentunya kurang sehatkarena menurut Depkes RI (2000) kriteriasehat bagi lansia salah satunya adalahmenghindari kebiasaan hidup yang tidaksehat seperti stress, merokok, alkohol,minum kopi, kelelahan fisik dan mental.Selain pendidikan yang rendah adabeberapa lansia yang merokok, hal itutentunya kurang baik ditinjau dari segiperilaku hidup sehat lansia.

Dari uraian diatas peneliti tertarik untukmeneliti “hubungan pengetahuan aktivitasdasar sehari-hari (ADS) dan perilaku hidupsehat Lansia” yang tinggal di Panti SosialTresna Werdha Budi Luhur Kasongan Bantul.

METODE PENELITIANJenis penelitian deskriptif analitik cross

sectional merupakan penelaahan hubunganantara dua variabel pada suatu situasi atausekelompok subyek, peneliti dapat mencari,menjelaskan suatu hubungan, perkiraanmenguji berdasarkan teori yang ada.Hubungan korelasi mengacu padakecenderungan bahwa variasi suatu variabeldiikuti oleh variabel lainnya, sehingga penelitidapat melihat hubungan pengetahuan tentangADS dan perilaku hidup sehat lanjut usia diPanti Sosial Tresna Werdha (PSTW) UnitBudi Luhur Kasongan Yogyakarta.

Populasi dalam penelitian ini adalahlanjut usia berumur 60 tahun ke atas dantinggal di PSTW Budi Luhur KasonganYogyakarta berjumlah 72 orang usia lanjut.

Sampling dengan tehnik purposivesampel, jumlah sampel 40 lansia yangmemenuhi ktiteria inklusi: lanjut usia yangkomunikatif, tidak dalam keadaan sakitberat, memorinya masih bagus, bersediamenjadi responden. Data dianalisis secara

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 46: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

44 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 41-50

univariat dan bivariat. Analisis univariat yaitumencari nilai total responden kemudiandibagi skor tertinggi dan dikalikan denganskala 100, serta mencari nilai mean darimasing-masing dua variabel dan mean darisub variabel dengan bantuan komputerprogram SPS 2000 hak cipta SutrisnoHadi. Untuk menghubungkan dua variabeldiuji secara statistik Spearman’s Rhodengan taraf signifikansi p<0,05

HASIL DAN PEMBAHASANPengambilan data baik variabel bebas

(pengetahuan ADS) maupun variable terikat(perilaku sehat lansia) dengan caramembagikan kuesioner . Pengambilan datadilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti,pada minggu pertama dan kedua bulanSeptember 2005. Adapun karakteristikresponden dapat dilihat dalam tabel 1.

A. Data Umum KarakteristikResponden

Jenis kelamin lansia penghuni PSTWYogyakarta Unit Budi Luhur mayoritaswanita 77,50% atau 31 lansia. Inimenggambarkan struktur penduduk Lansiayang tinggal di PSTW Budi Luhur sebagianbesar adalah perempuan. Hasil surveynasional (1995) cit. Wibowo (2000)menyebutkan bahwa jumlah usia lanjut diIndonesia sebesar 13,3 juta, laki-laki 6,2juta dan perempuan 7,1 juta.

Karakteristik umur lansia di PSTWBudi Luhur sebagian besar umur antara 60-75 tahun 60% atau 24 orang. MenurutWHO unsia ini termasuk usia lanjut jeniselderly. Menurut Depkes Umur HarapanHidup (UHH) tahun 1995 untuk perempuanmencapai 66,7 tahun dan laki-laki 62,9 tahun.Dinkes Propinsi Daerah IstimewaYogyakarta (DIY) (2003) membuat estimasiumur harapan hidup Propinsi DIY tahun2002 adalah 72,37 tahun.

Tabel 1 Distribusi frekuensi karak-teristik responden di PSTWBudi Luhur Yogyakarta tahun2005

Karakteristik f Presentase

Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan

9 31

22,50% 77,50%

Umur: 60-65 tahun 66-70 tahun 71-75 tahun 76-80 tahun 81-85 tahun >85 tahun

8 8 8 6 6 4

20,00 20,00 20,00 15,00 15,00 10,00

Pendidikan: Tidak sekolah SD SMP SMA

25 10 2 3

62,50% 25,00% 5,00% 7,50%

Status Perkawinan: Tidak Kawin Janda/Duda Kawin

5 27 8

12,50% 67,50% 20,00%

Agama: Islam Kristen Katolik Kristen Protestan Penganut/ Kepercayaan

31 5 3 1

77,50% 12.50% 7,50% 2,50%

Lama tingal di Panti: <1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun >10 tahun

4 23 9 4

10,00% 57,50% 22,50% 10,00%

Pekerjaan sebelum di Panti Tidak bekerja Pensiunan/purnawirawan Petani Nelayan Wiraswasta Lain-lain

7 3 10 1 4 15

17,50% 7,50% 25,00% 2,50% 10,00% 37,50%

Sumber data primer

Karakteristik pendidikan Lansiamayoritas tidak sekolah 62,50% atau 25orang. Hasil penelitian ini menujukkanbahwa lansia yang tidak sekolah formalsangat tinggi 62,5% ini sesuai dengan dataDepkes. Depkes (2000) memperkirakanbahwa populasi lansia Indonesia 60% tidak

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 47: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

45Saman, dkk., Hubungan Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari ...

pernah memperoleh pendidikan formal. Jikaditinjau dari hasil ini bahwa secarademografis jumlah lansia setiap tahun naik,rendahnya pendidikan lansia, perubahangaya hidup dan meningkatnya penyakitdegeneratif maka dapat diprediksikan dimasa mendatang bangsa Indonesia akanmengalami masalah yang kompleks ataubom waktu bagi bangsa Indonesia.

B. Riwayat KesehatanAdapun jenis penyakit yang diderita

responden yang tinggal di Panti Sosial TresnaWerdha dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Distribusi jenis penyakitresponden setelah tinggal diPSTW Budi Luhur tahun 2005

Jenis penyakit Jumlah Presentase

Hipertensi (HT) Gastritis Penyakit saluran nafas Reumatik Diabetes Militus (DM) Penyakit jantung Dermatitis Anemia

17 5 5 5 3 2 1 1

43,59% 12,82% 12,82% 12,82% 7,69% 5,14% 2,56% 2,56%

Total 39 100

Sumber: data primer

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenispenyakit yang diderita Lansia yang palingbanyak adalah hipertensi 17 (43,59%).Hipertensi ini salah satu diantara jenispenyakit kardiovaskuler. DepartemenKesehatan melaporkan bahwa hasil SKRTtahun 1972,1986, 1992 penyakitkardiovaskuler menunjukkan peningkatanprevalensi dan diduga mpenyebab kematiannomor satu sejak tahun 1993.

Pada proses menua akan disertaimenurunya fungs kardiovaskuler akibatproses arteri sklerosis di mana pembuluh

darah menjadi tidak elasitis sehinggamenyebabkan hipertensi. Secara fisiologisdapat dijelaskan bahwa nilai tekanan darahditentukan oleh nilai perkalian curah jantung(cardiac out put) dan tahan perifer total(TPR), pada lansia TPR ditentukan olehpembuluh darahnya yang sudah kaku dantidak elastis sehingga terjadi hipertensi.

Secara umum penyakit yang seringdijumpai pada lansia adalah empat penyakityakni: gangguan sirkulasi darah sepertihipertensi, gangguan metabolisme hormonal,gangguan persendian dan berbagai macamneoplasma. Masalah Lansia adalah masalahkompleks yaitu meningkatnya harapanhidup, angka kesakitan Lansia mencapai15,1%. Lansia di Indonesia tahun 2000berjumlah 15,3 juta. Jadi angka kesakitanlansia tahun 2000 adalah 15,3 juta x 15,1%= 2.310.300 pasien. Lansia di Yogyakartatahun 2000 berjumlah 402.400 orang.Berarti angka kesakitan lansia di Yogyakarta= 402.400 orang x 15,1% = 60.762 orang.

Berdasarkan pola penyakit rawat jalandi Puskesmas umur lebih 60 tahun diPropinsi Yogyakarta tahun 1999 kasushipertensi menduduki urutan ke-3 denganjumlah 61.558 orang. Hipertensi kalau tidakditangani dengan baik akan beresiko padapenyakit jantung koroner. Faktor resikoyang berperan terhadap timbulnya penyakitjantung koroner salah satunya adalahhipertensi, faktor ini termasuk faktor yangdapat dimodifikasi, yaitu dengan caramengukur tekanan darah secara berkala, dietrendah garam, mengurangi stres, olah ragaringan, menurunkan berat badan bila gemuk,dan tidak merokok. Di sini harus dilakukanpromosi kesehatan dan pelayanankesehatan secara berkala, untukmengantisipasi supaya tidak beresiko kepenyakit jantung koroner dan stroke.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 48: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

46 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 41-50

C. Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADS)

Adapun pengetahuan ADS Lansiayang tinggal di PSTW Budi Luhur dapatdilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 Nilai kualitatif pengetahuanADS dari total responden diPSTW Budi Luhur Yogyakartatahun 2005

Kategori Pengetahuan jumlah Presentase

Baik

Cukup

Kurang

31

9

-

77.5

22,5

0

Total 40 100 Sumber: data primer diolah

Dari tabel di atas nilai pengetahuanADS secara total responden adalah 77.5%,ini dapat dianalisis bahwa lansia yang tinggaldi PSTW Budi Luhur sebagian besarpengetahuan tentang ADS dikategorikanbaik. Adapun nilai rata-rata (mean)pengetahuan setiap sub variable dapat dilihatpada tabel 4.

Secara realatif pengetahuan ADS lansiayang tinggal di PSTW Budi Luhur Yogyakarta

kategori baik. Dari tabel 4 di atas diketahuibawa total responden yang pengetahuantentang ADS dengan pengetahuan ADS baikadalah berjumlah 77,5% atau 31 lansia yangmerupakan tingkat pengetahuan tertinggi, dannilai mean pengetahuan ADS dari seluruh subvariabel adalah 88,64 ini berarti tingkatpengetahuan ADS lansia kategori baik.Adapun latar belakang pendidikanresponden tidak sekolah dengan persentase62,5%, dan SD 25%.

Pengetahuan adalah merupakan hasildari “tahu” dan ini terjadi setelah orangmelakukan penginderaan terhadap suatuobyek tertentu. Penginderaan terjadi melaluipanca indra yaitu penglihatan, pendengaran,penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar(mayoritas) pengetahuan manusia diperolehmelalui mata dan telinga. Pengetahuanseseorang biasanya diperoleh daripengalaman yang berasal dari berbagaimacam sumber misalnya media masa, mediaelektronik, buku petunjuk, petugaskesehatan, petugas panti, media poster,kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuanini dapat membentuk keyakinan tertentusehingga seseorang berperilaku sesuaikeyakinan tersebut. Pengetahuan juga dapat

No Nilai Sub variabel ΣfiXi fi

fiXi fi

Me x 100 N

Ket

1. Kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan.

413 12 34,41 86,04 Baik

2. Mencegah potensi kecelakaan 78 2 39,00 97,50 Baik 3. BAB/BAK 107 3 35,66 89,16 Baik 4. Berpakaian (dresing) 103 3 35,66 89,16 baik 5. Merapikan diri (toileting) 100 3 33,33 83,33 Baik 6. Latihan fisik ringan 175 5 35,00 87,50 Baik 7. Istirahat/tidur 79 2 39,50 98,75 Baik 8. Makan minum (gizi seimbang) 254 7 36,28 90,35 Baik Mean Pengetahuan ADS

N = 40 88,64 Baik

Sumber : data primer diolah

Tabel 4 Nilai mean sub variabel pengetahuan ADS Lansia di PSTW Budi LukurYoyakarta tahun 2005

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 49: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

47Saman, dkk., Hubungan Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari ...

diartikan sebagai sekumpulan informasi yangdipahami, yang diperoleh dari proses belajarselama hidup dan dapat dipergunakansewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diribaik terhadap diri sendiri maupunlingkungannya.

Bila dilihat dari hasil penelitian inisebagian besar lansia dengan tingkatpendidikan formal adalah tidak sekolah danSD, tetapi bila dilihat dari pengetahuan ADSLansia berdasarkan total respondensebagian besar dengan kategori baik(77,5%), dan nilai mean pengetahuan ADSadalah 88,64 hal ini dapat membuktikanbahwa pengetahuan tidak hanya diperolehmelalui pendidikan formal tetapi jugadiperoleh melalui pengalaman yang terjadipada diri sendiri, informasi atau penyuluhankesehatan yang berhubungan denganaktivitas dasar sehari-hari. Sesuai teori,menjadi tua ditandai oleh kemundurankemampuan kognitif antara lain: suka lupa,ingatan tidak berfunsi baik, tetapi dari faktaini lansia di PSTW Budi Luhur sebagian besarmasih baik ingatannya, ini disebabkanpertanyaan yang diajukan merupakan

kegiatan rutinitas yang dilakukan Lansia danberdasarkan pengalaman setiap harinya.

D. Perilaku Sehat LansiaNilai perilaku sehat total responden

secara kualitatif dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Nilai kualitaif perilaku sehattotal responden di PSTWBudi Luhur Yogyakarta tahun2005

Perilaku Sehat Jumlah Presentase

Baik

Cukup Baik

Kurang Baik

22

13

5

55,0

32,5

12,5

Total 40 100 Sumber : Data Primer diolah

Dari tabel 5 di atas dapat dilihat nilaidari total responden, bahwa lansia lebihbanyak berperilaku sehat yaitu 55,5% . Darinilai sub variabel perilaku sehat Lansiakemudian dilakukan uji mean untuk mencarirata-rata (mean) dari masing-masing subvariabel dengan hasil pada tabel 6.

Tabel 6 Nilai mean sub variable perilaku sehat Lansia di PSTW Budi LukurYoyakarta tahun 2005

No Sub variabel Σfixi fi

fiXi fi

Meanx100 N

Ket

1. Kebersihan diri(personal hygiene) dan lingkungan

294 10

29,40 73,50 Cukup

2. Cukup istirahat tidur. 70 2 35,00 87,50 Baik 3. Mengenal masalah kesehatan secara

dini 93 3 31,00 77,50 Baik

4. Periksa kesehatan secara teratur 72 2 36,00 82,50 Baik 5. Kebugaran jasmani 70 2 30,00 87,50 Baik 6. Hobi yang positif 77 3 25,66 67,50 Cukup 7. Sosialisasi dengan

masyarakat/teman panti 86 3 28,66 71,66 Cukup

8. Makan minum (gizi seimbang) 110 4 27,50 68,75 Cukup 9. Menghindari kebiasaan

yang tidak sehat 63 2 31,50 86,25 Baik

Mean Perilaku Sehat

N = 40

75,72 Cukup Baik

Sumber : Data Primer diolah

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 50: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

48 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 41-50

Berdasarkan tabel 6 nilai mean dariperilaku sehat Lansia adalah 75,72 nilai inikategori cukup. Menurut Green citSarwono tahun 2000 untuk membentukperilaku sehat dipengaruhi faktorpengetahuan, sikap, persepsi dan saranakesehatan yang mendukung. Pengetahuanyang baik tetapi kalau tidak diikuti sikapyang baik, maka tidak akan menghasilkanperilaku yang baik. Menurut teori Types(Psychol) of Elderly yang dikemukakanDarmojo (2001) mengatakan bahwa salahsatu tipe lansia adalah tipe ketergantungan(dependent) ciri tipe ini adalah masih dapatditerima dalam masyarakat, pasif, ambisi,masih tau diri dan malas-malasan. Berartidalam kelompok lansia yang tinggal diPSTW Budi Luhur ini ada yang punya tipedependent, faktanya adalah perilakusehatnya secara individu masih ada yangkurang baik, dan ini disebabkan karenasikap dan tipe independent yang dimilikioleh beberapa Lansia, di mana tipeindependent ini salah satu ciri-cirinya adalahsifat malas-malasan.

Menurut Depkes RI (2004;59),perilaku hidup sehat yang diharapkan dariorang yang lanjut usia adalah: 1) menjagakebersihan diri dan lingkungan; 2) cukupistirahat tidur; 3) mengenal masalah

kesehatan secara dini; 4) memeriksakankesehatan secara teratur ke Puskesmas atauinstitusi kesehatan lainnya; 5) menjagakebugaran jasmani; 6) mengembangkan hobiyang positif scara teratur dan bergairah; 7)selalu bersosialisai dengan masyarkatsekitar; 8) makan minum dengan giziseimbang dan 9) menghindari kebiasaanhidup yang tidak sehat seperti stress baikfisik maupu psikis, tidak merokok, tidakminum alkohol, minum kopi, konsumsigaram dan lemak berlebihan.

Menurut Siburian (2004), untuk hidupsehat para usia lanjut dianjurkan untukberperilaku sehat. Kiat-kiat Lansia untukhidup sehat dikenal kuncinya adalahBAHAGIA14 (lihat diagram 1).

Adapun tujuan dari kiat-kiat tersebutadalah memaksimalkan status fungsi,meminimalkan morbiditas, dan bataspenurunan akibat suatu penyakit, menjagakemandirian serta mencapai kepuasanhidup.

Teori lain mengatakan bahwa tujuanhidup manusia itu adalah menjadi tua tetapitetap sehat (healthy aging), artinya menjaditua dalam keadaan sehat. Di sini yangterpenting adalah promosi kesehatan,pencegahan penyakit dengan memulaisedini mungkin dengan cara hidup sehat .

B

A

H

A

G

I

A

:

:

:

:

:

:

:

Berat badan yang berlebihan hindari dan capailah berat badan ideal.

Aturlah makanan yang sesuai dan kurangi yang mengandung lemak dan

garam yang berlebihan.

Hindari faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner.

Agar terus melakukan kegiatan/hobi yang bermanfaat bagi kesehatan.

Gerak badan yang teratur wajib terus dilakukan.

Ikuti nasehat dokter hindari situasi tegang/stress

Awasi kesehatan dengan memeriksa kesehatan secara teratur

Diagram 1 Kiat-kiat hidup sehat dengan kata kunci: BAHAGIAJKK 6

.1.2

010

SAY

Page 51: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

49Saman, dkk., Hubungan Pengetahuan Aktivitas Dasar Sehari-hari ...

E. Hubungan Pengetahuan ADS danPerilaku Sehat.

Untuk mengetahui tingkat hubunganantara pengetahuan aktivitas dasar sehari-harinilai dari total responden terhadap kelompokdisajikan dalam netuk tabulasi silang.Hubungan antara pengetahuan ADS danperilaku sehat dapat dilihat pada tabel 7.

Berdasarkan tabel 7 dapat dilakukananalisa bahwa mayoritas responden yangmempunyai pengetahuan baik (77,5%)diikuti dengan perilaku yang baik (55,0%).Berdasarkan fakta di atas dapat dianalisahubungan antar variabel pengetahuan ADSdan perilaku hidup sehat lansia, analisa yangdigunakan adalah analisa Spearman’sdengan bantuan program SPS 2000.

Sesuai hasil analisa didapatkan nilaikoefisien korelasi 0,538 dengan tarafsignifikan p=0,000 hal ini menunjukkan adahubungan yang positif dengan interpretasikoefisien korelasi termasuk cukup. Berartiada kecenderungan bahwa apabilaseseorang berpengetahuan ADS denganbaik saat usia menjadi lanjut maka akanmenimbulkan perilaku hidup sehat yangbaik/positif. Berdasarkan fakta ini dapatdisimpulkan bahwa semakin baikpengetahuan ADS lansia semakin baikperilaku sehatnya. Sehingga lansia akansehat baik jasmani, rohani, sosial dan tetapproduktif sesuai keberadaannya.

Adanya kesadaran diri dari lanjut usiadan bekal pengetahuan yang telah dimilikinyaakan memungkinkan lanjut usia untuk tetapberperilaku hidup sehat dengan baik demimewujudkan helthy aging seperti yangdiharapkan setiap manusia saat menjadi tua,serta menghindari tingkat ketergantunganlanjut bagi keluarga, dan masyarakat(Darmojo&Martono, 2000). Dengandemikian anggapan sebagian masyarakatyang menganggap lanjut usia sebagaimanusia yang tidak mampu, lemah dansakit-sakitan sehingga masyarakatmemperlakukan lanjut usia sebagai manusiatidak berdaya, dengan membatasi segalaaktivitas sehari-harinya, dapat secaraperlahan-lahan diluruskan, jika lansia tetapdalam keadaan yang sehat sesuai dengankeberadaannya.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yangsignifikan ke arah positif antara pengetahuanADS dengan perilaku sehat lansia yangtinggal di PSTW Yogyakarta Unit BudiLuhur.

SARAN1. Kepada PSTW Budi Luhur

Untuk memberi penyuluhan(pendidikan kesehatan) secara intenskepada lansia dalam rangka meningkatkan

Perilaku Hidup Sehat lansia Pengetahuan

ADS Kurang Cukup Baik

Total

Kurang 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%

Cukup 5 12,5% 4 10,0% 0 0% 9 22,5%

Baik 0 0% 9 22,5% 22 55,0% 31 77,5%

Total 5 12,5% 13 32,5% 22 55,0% 40 100%

Spearman’s rho r=0,538 p=0,000 Sumber : Data Primer diolah

Tabel 7 Hubungan pengetahuan ADS dengan perilaku sehat lansia di PSTW BudiLuhur Yogyakarta tahun 2005

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 52: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

50 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 41-50

pengetahuan khususnya yang berkaitanaktivitas dasar sehari-hari (ADS) danperilaku sehat sehat lansia dalam upayauntuk memperoleh keadaan menua yangsehat baik jasmani, rohani dan sosialnya.2. Bagi Penelitia. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut,

tidak hanya sebatas di lingkungan PSTWBudi Luhur mengenai faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi perilaku hidupsehat pada lansia dan topik lain yangberkaitan dengan dampak dari aging(proses menua).

b. Perlunya motivasi kepada Lansia untukmengikuti pemeriksaan kesehatan secaraberkala tidak sebatas yang sakit, ataumotivasi terus menerus tentang kiatBAHAGIA pada lansia.

c. Dalam pembianaan lansia perlumelibatkan dukungan dan peran darikeluarga, masyarakat, petugas, dansemua unsur baik lintas program maupunlintas sektor dalam pembinaan lansia dipanti.

DAFTAR RUJUKANDarmojo&Martono;2000, Buku Ajar

Geriatri, Ed.2. FKUI. Jakarta.

Depkes RI;2004, Pedoman PengelolaanKegiatan Kesehatan DiKelompok Usia Lanjut, Jakarta.

Depkes RI;2000, Pedoman PembinaanUsia Lanjut. Cet.1, DirektoratJend. Binkesmas, Jakarta.

Depkes RI;2003, Pedoman PuskesmasSantun Usia Lanjut Bagi PetugasKesehatan, Direktorat Jend.Binkesmas, Jakarta.

Dinkes Provinsi DIY;2004, Prof ilKesehatan Propinsi DIY tahun2004, tidak dipublikasikan.

Masud, I.M.S.,1998 Dsar-Dasar fisiologiKardiovaskuler. Jakarta, EGC.

Notoatmodjo.S;1993, pengantarPendidikan Kesehatan dan IlmuPerilaku Kesehatan, Andi Offset,Yogyakarta.

Nugroho.W;2000, KeperawatanGerontik, Ed.2. EGC. Jakarta.

Sarwono.S;2004,Sosiologi KesehatanBeberapa Konsep BesertaAplikasinya,Gadjah MadaUniversity Press,Yogyakarta.

Siburian.P; 2004 Tujuh Kiat Hidup sehatPada Lansia. http: //www.Wasapada.co.id.htm.html. tanggalakses 10 Maret 2005.

Supriyadi; 1993,Pendekatan PsikologiDalam Pengukuran KAP diBidang Kesehatan, Sosiomedika,Jakarta.

WHO; 1980, International Classificationof Impaiment, Disability andHandicap, Genewa.

Wibowo, Susilo. 2000, Usia LanjutTantangan dan Masalah di BidangKesehatan, Jurnal KardiologiIndonesia Vol.XXV. No.2.

Yacob.T, Darmojo.B, Basri.H, Sigit.S,Aswin.S, Partodimulyo.S,Triwibowo, Delima.R,Pramantara.D.P, Probosuseno,;2001, Makalah LengkapSeminar Successful Aging (TuaBerguna), Medika, FK UGMBekerjasama dengan Jogja AgingCenter(JAC)FK UGM.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 53: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANVolume 6, Nomor 1, Juni 2010Hal. 51-60

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIKETIDAKAKTIFAN LANJUT USIA KE POSYANDUDI

PUSKESMAS CEBONGAN SALATIGA

Sri Rahayu1, Purwanta2, Dwi Harjanto2

¹ Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK-UGM Yogyakarta.² Program Studi Ilmu Keperawatan FK-UGM Yogyakarta.

Abstract: To know the factors which have effect the passiveness ofelder age go to Posyandu at Cebongan Puskesmas Salatiga, this researchconducted was qualitative one using cross-sectional approach. Using in-depth interview to 12 respondents with purposive sampling technique.Sample research take by. Analysis this study used content analysis.The result shows in demography aspect, there are characteristic elderage; woman more than men, the age around 60-69 years and more than80 years, majority marriage status still has a couple, and the socialeconomics aspect, majority elder age is farmer and merchant, elder agelive with their couple and child. A conclusion got that the passiveness ofelderly age in posyandu Puskesmas Cebongan,Salatiga is influenced bysome factors; decreased of functional organ, their work, confidence ofhealthy and responsibility to care of family.

Kata kunci: Lanjut Usia, Posyandu.

PENDAHULUANSalah satu dampak dari kemajuan ilmu

dan tehnologi adalah meningkatnya umurharapan hidup (life expectancy) berartipopulasi lanjut usia di seluruh dunia, di Asiadan Indonesia akan bertambah jumlahnya.Mengutip data dari Bureau of the CensusUSA (1993), Indonesia diperkirakan akanmengalami pertambahan warga lanjut usiaterbesar di seluruh dunia antara tahun 1990– 2025 yaitu sebesar 414 %, suatu angkapaling tinggi di seluruh dunia. Pemerintahtelah mengantisipasi adanya pertambahanjumlah kelompok lanjut usia denganmengadakan Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu) lanjut usia yang dibina olehPusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)yang tersebar diberbagai wilayah Indonesia,termasuk Kota Salatiga. Tujuan dariPosyandu lanjut usia tersebut adalah untukmeningkatkan kualitas sumber dayamanusia, agar penduduk lanjut usia yangmakin besar jumlahnya tidak hanya menjadibeban dalam keluarga, masyarakat ataunegara, maka pelayanan untuk kelompok iniperlu semakin mendapat perhatian. Dengandemikian akan tercapai penduduk lanjut usiayang sehat, masih produktif serta tidaksakit–sakitan.

Jumlah penduduk 146.420 jiwa,

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 54: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

52 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 51-60

jumlah kelompok umur 50-59 tahunsejumlah 9.480 jiwa dan umur 60 tahunkeatas 13.327 jiwa. Di Dinas KesehatanKota Salatiga mempunyai Unit PelayananTeknis 6 Puskesmas di antaranya PuskesmasCebongan yang mempunyai wilayah kerja4 desa, terdapat 25 dusun dan tiap desamempunyai 1 posyandu lanjut usia.Meskipun banyak jumlah lanjut usia danjumlah posyandu yang sudah mencukupi,namun banyak lanjut usia yang tidak aktifdalam kegiatan posyandu yangdilaksanakan setiap bulan.

Jumlah posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas Cebongan Kota Salatiga ada 4,kader tiap posyandu ada 3 orang, posyandudilaksanakan tiap bulan dengan jadwal yangtetap. Kunjungan petugas puskesmas tiapbulan yang terdiri dari dokter, perawat ataubidan dan pelaksana gizi. Jenis kegiatanadalah pemeriksaan fisik, penimbanganberat badan, pengukuran tekanan darah,pengukur tinggi badan, pemberian makanantambahan, penyuluhan dan pengobatanringan.

Jumlah lanjut usia yang ada di WilayahKerja Puskesmas Cebongan Kota Salatigasejumlah 820 Jiwa, yang datang ke posyandutiap bulan di 4 posyandu sekitar 760 orangdiawal pembukaan posyandu, namun tiapbulan sampai saat ini, lanjut usia yang datangke posyandu hanya sekitar 350 orang, jadimelihat data tersebut cakupan kegiatanposyandu belum 100%, terlihat prosentasikehadiran hanya 45%, Hal ini tak tampakpeningkatan dari tahun ke tahun, merekadatang hanya pada saat awal pembukaanposyandu lanjut usia

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui apakah faktor-faktor yangmempengaruhi ketidakaktifan lanjut usia kePosyandu di Puskesmas Cebongan KotaSalatiga.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah penelitiandengan menggunakan metode kualitattif,dengan pendekatan cross sectional. Strategipenentuan sampel dilakukan denganpurposive sampling karena tujuan penelitiankualitatif adalah mencari/ menggali informasisebanyak-banyaknya dari berbagai sumberyang akan menjadi dasar dari rancangan teoriyang muncul. Subjek penelitian ini adalahlanjut usia yang tinggal di wilayah kerjaPuskesmas Cebongan Kota Salatiga,Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah1) lanjut usia tidak aktif datang 4 kali dalam6 kali kunjungan ke posyandu, 2) tinggaldalam wilayah Puskesmas Cebongan KotaSalatiga, 3) tidak dalam keadaan sakit dankomunikatif, 4) bersedia menjadiresponden.

Setelah didapat data maka selanjutnyadilakukan proses analisa data, yang dimulaidengan memnelaah data dan tahap analisisdata meliputi 1) mendengarkan rekaman danmenyusun hasil wawancara mendalam dalambentuk transkrip, mengelompokkan topik-topik pembicaraan, 2)membuat koding, 3)penyajian data dengan kuotasi, yaitumenyajikan data sesuai pernyataan asliresponden, 4) pemeriksaan keabsahan datadengan triangulasi. Penyajian data secaranaratif.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik respondenDari tabel 1 dapat dilihat bahwa usia

responden berkissar antara 60-70 tahun danbahkan ada yang telah mencapai usia lebihdari 80 tahun. Berarti bahwa usia respondenada yang telah melewati usia harapanan hidupdi Indonesia yaitu 67 tahun untuk laki-lakidan 71 tahun untuk perempuan.

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 55: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

53Sri Rahayu, dkk., Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan ...

Dari data juga terlihat jumlah lanjut usiaperempuan lebih banyak daripada lanjut usialaki-laki. Bahwa di Indonesia jumlah lanjutusia laki-laki lebih kecil dari jumlah lanjutusia perempuan.

Tujuh responden menikah (pasanganmasih hidup) sedangkan lima lainnya jandadan menduda.Jumlah penduduk lanjut usia,wanita yang berstatus menikah hanya 25%dibandingkan penduduk lanjut usia pria yangbesarnya 84%, pada umumnya jumlahpenduduk lanjut usia yang mempunyai statusmenikah lebih kecil dari penduduk lanjut usiapria.

Dua orang responden adalahpensiunan pegawai dan masih memilikipenghasilan tetap tiap bulan. Dua orangtidak bekerja dan delapan responden lainnyasebagai pedagang dan petani.

Dikatakan bahwa golongan lanjut usiayang tidak pernah sekolah lebih besar daripada yang berpendidikan.1 Golongan lanjutusia di Indonesia masih berkualitas rendah,71,2% belum pernah mengalami pendidikanformal (tidak pernah sekolah). Dikatakanjuga bahwa semakin berpendidikan tinggi,maka penghasilan sosial ekonominya makinbaik.

Enam responden tinggal dengansuaminya atau istrinya, lima responden tinggaldengan anaknya dan satu tinggal sendiri,namun responden bersebelahan dengankeluarganya.

Kelompok umur dan Jenis kelaminHasil penelitian 12 responden di

Posyandu Lanjut Usia wilayah kerjaPuskesmas Cebongan kota Salatiga, dalam

Responden (R)

Usia (Th)

Jenis Kelamin

Status Pernikahan

Agama Pddk Pek. Penghasilan Tinggal dengan

Jarak ke posyandu

Kunjungan posyandu

R1 67 P Janda Islam SMA Tidak

bekerja Tidak

berpenghasilan Anak 10 m 3

R2 66 L Menikah Islam SMP Pensiunan < 1 juta Anak 300 m 4

R3 63 P Menikah Islam SD Tidak

bekerja Tidak

berpenghasilan Anak 300 m 0

R4 85 P Menikah Islam Tidak

sekolah Dagang > 500.000 Suami 150 m 2

R5 83 L Duda Islam Tidak

sekolah Tani < 300.000 Sendiri 500 m 3

R6 60 L Menikah Islam Tidak

sekolah Dagang > 200.000 Istri 1000 m 0

R7 80 L Menikah Islam HIS Pensiunan 1 juta Istri 300 m 2

R8 67 P janda Islam Tidak

sekolah Dagang > 300.000 Anak 500 m 3

R9 60 P menikah Islam SR Tani Tak tentu Suami 100 m 3

R10 65 L menikah Islam SR tani Tak tentu Istri 100 m 3

R11 60 P Menikah Islam SD Tani Tak tentu Suami 100 m 3

R12 85 P Janda Islam Tidak

sekolah Dagang > 300.000 Anak 100 m 2

Sumber: Hasil penelitian 2006

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, StatusPernikahan, Agama dan Pendidikan, Pekerjaan , penghasilan lanjut usiadi posyandu di Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Cebongan KotaSalatiga Tahun 2006

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 56: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

54 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 51-60

6 bulam terakhir kegiatan di posyandu,didapatkan bahwa kelompok umur kurangdari 70 tahun, ketidakaktifannya respondenke posyandu lanjut usia dikarenakan lanjutusia ini bekerja sebagai pedagang. Waktubekerja responden dari pagi hingga sianghari, sedang pelaksanaan kegiatan posyandupagi hari sehingga. Dikelompok umur lebihdari 70-80 tahun ketidakaktifannya keposyandu karena adanya gangguan fungsiorgan tubuhnya.

Mayoritas responden yang tidak aktifberkunjung ke posyandu lanjut usia berusia75-80 tahun (12,6%) dan usia lebih dari 80tahun (6,0 %).5

Hal ini dikatakan responden tentangketidakaktifannya ke posyandu lansia “Saya tahu posyandu, tapi belum ada

minat dan tidak pernah datangkarena saya banyak pekerjaan.......Saya penjual kayu bakar dan arang,saya juga bertani, selain itu saya jugamenjual merang dari Salatiga keJakarta”. (R06)

“Kulo ngertos posyandu, nggih natedateng, nanging sok kentun amargikulo teng pasar riyen, dados nakkesiangan saking pasar nggih punmboten teng posyandu” (“Saya tahuposyandu, ya pernah datang, tapi sukaketinggalan, masalahanya saya ke pasardulu, jadi kalau kesiangan dari pasar yatidak ke posyandu”). (R09)

“Kulo teng posyandu gur ping tigo,amargi mata lan kuping kulo mbotenpatek jelas, jane seneng”. (“Saya keposyandu hanya tiga kali, masalahnyamata dan telinga saya tidak begitu jelas,sebetulnya senang”). (R05)

Hasil wawancara tersebut didapatkanbahwa ketidaaktifan responden lanjut usiayang berumur lebih dari 70 tahun tersebutkarena bekerja sebagai pedagang yangtidak bisa ditinggalkan (R06 dan R09) dan

responden yang berumur lebih dari 70 tahunkarena adanya penurunan fungsi tubuhnya(R05).

Kemunduran fisik yang terjadi dapatmenimbulkan perasaan rendah diri lanjutUsia.

Posyandu lanjut merupakan salah satukegiatan dari masyarakat yang menghimpunpara lanjut usia agar tetap sehat, baikjasmani maupun rohani berguna dan berhasilguna, hak sebagai anggota posyandu adalahlanjut usia laki-laki atau perempuan yangtelah berumur 60 tahun ke atas. Penelitiandari 12 responden didapatkan 7 respondenperempuan dan 5 responden laki-laki.

7 responden perempuan sering tidakhadir dalam kegiatan posyandu karenawaktu pelaksanaan posyandu ada yangsiang hari, dimana lanjut usia yang tinggaldirumah sedang mengerjakan pekerjaanrumah.

Hal ini dikatakan dari beberaparesponden perempuan: “wektunipun posyandu nanggung,

ngepasi jam kerja rumah tangga,putu kulo dereng enten sing momong,soale anak kulo dereng wangsulngambut damel“ (waktunya posyandutanggung, pas jam kerja rumah tangga,cucu belum ada yang ganti rawat, anaksaya belum pulang kerja) ( R03)“Kadang kulo mboten ngertos nakmboten dikandani Muji (kader), dadosjarang dugi” (kadang saya tidak tahukalau tidak diberitahu muji, jadi sayajarang datang ) (R09)

Sedangkan 5 responden laki-laki tidakaktif ke posyandu karena merasa dirinyasehat dan tidak mengikuti kegiatan lain dalamposyandu, hal ini seperti yang dikatakanbeberapa responden laki-laki:

“Kendalanya tidak datang keposyandu hanya jaga rumah saja,kalau ibu berangkat maka saya tidak,

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 57: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

55Sri Rahayu, dkk., Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan ...

karena yang banyak keluhan itu ibu”.(R04)“Perasaan saya selalu ingin rutinmendatangi posyandu, tapi sayasering lupa,karena saya tidak ikutarisan.. Arisan khan bisa diarep-arepsiapa tahu dapat “ ( R02 )

Hasil wawancara responden laki-lakidan perempuan didapatkan bahwa merekatahu tentang posyandu hanya mereka masihbelum aktif dikarenakan mereka mempunyaimempunyai pekerjaan-pekerjaan rumahtangga dan karena tinggal dengan anaksehingga dibebani untuk tanggung jawabterhadap cucunya, dan tidak berani untukmeninggalkannya juga lanjut usia merasadirinya sehat dan tidak banyak keluhan.

Status PekerjaanHasil penelitian bahwa pekerjaan

sebagai sumber pendapatan. 12 respondendidapati dua responden adalah pensiunanyang masih memiliki penghasilan tetap tiapbulan sekitar ±1 juta, 4 responden pedagangdengan penghasilan antara Rp.200.000-Rp.500.00, 4 responden petani yangpenghasilan tidak tentu, dan 2 respondentidak bekerja, sehingga hanya bergantungpada pemberian anak-anak. Sebagian lanjutusia dalam penelitian ini masih bekerja untukmemenuhi kebutuhan hidup. Dikemukakanmasih banyak lanjut usia yang bekerja bukankarena masih mampu tapi lebih karenakeharusan untuk memenuhi kebutuhannya.

Dalam kegiatan posyandu rata-ratamereka yang bekerja dan tidak bekerjaadalah sama tidak aktif, yang paling tidakaktif adalah mereka yang bekerja sebagaipedagang dan petani. Hal ini didukung hasilwawancara responden yang mempunyaipekerjaan pedagang dan petani alasan tidakaktif ke posyandu:

“Kulo sadean bubur teng pasar, naksaget telas gasik, kulo saget tengposyandu, nanguing mboten mesti ,

kadang siang lagi telas bakulane,dados nggih mboten teng posyandu”( Saya jualan bubur ke pasar, kalau habiscepat saya bisa ke posyandu, tapi kadangsiang baru habis jualannya, jadi tidakberangkat ke posyandu”. (R08)“Kulo sok teng sabin, maculpanggenan tiang dados sok mbotenmangkat teng posyandu” ( saya kesawah bekerja nyangkul di tempat orang,jadi suka tidak datang (R05)“Saya tidak ke posyandu, mungkin pasada keperluan mendadak saja”(R01 )“Perasaan saya selalu ingin rutinmendatangi posyandu, tapi sayasering lupa, karena tidak ikutarisan....arisan kan bisa di harap-harap dan untuk memotivassidatang...eh siapa tahu dapatarisan”.(R02)

Dari wawancara responden yangmempunyai pekerjaan petani (R05),pedagang ( R08), Pensiun (R02) dan yangtidak bekerja (R01). Hasil wawancararesponden dapat dikatakan bahwa adaperbedaan ketidakhadiran pada kegiatanposyandu sehubungan dengan pekerjaan.Ketidakhadiran responden dipengaruhi olehjarak tempuh tempat bekerja seseorang,misalnya pada pedagang yang harus kepasar dan tempat lain sebagai tempatbekerja. Sedangkan pada pekerja tani yangbekerja pada orang lain yang harusdiselesaikan saat itu dan yang sebagai iburumah tangga atau tidak bekerja dan pensiuntetap tinggal dirumah karena adanya acara-acara yang mendadak.Pendidikan dan Kunjungan kePosyandu

Hasil penelitian dilihat dari tingkatpendidikan responden sangat bervariatif, 4responden berpendidikan SD, 2 respondenberpendidikan SMP, 1 respondenberpendidikan SMA dan 5 responden tidak

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 58: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

56 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 51-60

pernah sekolah sama sekali. Persentasekedatangan mereka hampir sama, kurangaktif, hanya ada satu responden aktif yangdatang empat kali dalam dalam 6 bulan.Tingkat pendidikan tidak mempengaruhiintensitas kunjungan ke posyandu lanjut usia,tingkat pendidikan lanjut usia masih rendahyang mayoritas hanya mengenyampendidikan setingkat SD, SMP, SMA secaraberurutan.

Meskipun mereka mempunyai dasarpendidikan yang berbeda, namun merekasemua tahu tentang posyandu dan kegunaanposyandu. Kesehatan adalah tanggungjawab bersama dari setiap individumasyarakat, pemerintah dan swastasehingga apapun peran yang dimainkanpemerintah tanpa disertai kesadaran individudan masyarakat untuk secara mandirimenjaga kesehatannya, hanya sedikit yangdapat dicapai.

Posyandu lanjut usia yang akrab dimasyarakat merupakan suatu kegiatan yangbersifat promotif, preventif atas dasar “darimasyarakat oleh masyarakat dan untukmasyarakat.”

Hasil wawancara yang dilakukanterhadap beberapa responden yang denganstatus pendidikan yang berbeda-beda,mereka mengatakan bahwa merekamengerti tentang posyandu dan kegiatannya. “Posyandu merupakan perhatian

pemerintah terhadap para lansia,maka diadakan posyandu”.(R07)“Menurut saya, posyandu lansia itu yauntuk kesehatan para lansia”.(R06)“Posyandu ini bagus dan cocok untuklansia, karena untuk mengontroldirinya sendiri, jadi sehat kita tahu,tak sehat pun juga tahu”.(R01)

Hal ini menunjukkan bahwa semualanjut usia mempunyai tujuan yang samadalam berkunjung ke posyandu lanjut usiayaitu untuk menjaga kesehatannya,

meskipun status pendidikan mereka yangberbeda. Tetapi ada pula yang dari beberaparesponden mengatakan selain untukmenjaga kesehatan mereka menjadikanposyandu tersebut sebagai pertemuandengan teman-teman sesama lanjut usia.

Hal ini dikatakan beberapa responden.“Kegiatan meniko sae, amergi sagetkepanggih sederek sesami pensiun,kepanggih bu dokter, ngertoskegiatan-kegiatan.” (kegiatan inibagus, masalahnya bisa ketemu temen-temen sesama pensiun, bisa ketemu budokter, tahu kegiatan-kegiatan).( R03)“Kalau pas datang... apalagi bilabadannya terasa gak enak/gak sehat.Pas ada posyandu …, jadi datangkarena untuk bertemu temen-temendan juga hiburan.”(R01)

Menghimpun para lanjut usia agartetap sehat, baik jasmani maupun rohaniberguna dan berhasil guna. Olah raga adalahsuatu bentuk latihan fisik yang memberikanpengaruh baik (positif) terhadap tingkatkemampuan fisik seseorang, apabiladilakukan secara baik dan benar. Merekamenyadari dan mengerti bahwa kegiatanposyandu ini penting untuk lansia.

Pelayanan kesehatan yang diberikankelompok usia lanjut meliputi pemeriksaankesehatan fisik dan emosional, sedangkanjenis kegiatan yang dikembangkan dikelompok usia lanjut antara lain:penimbangan berat badan, pengukurantinggi badan, pengukuran tekanan darah,penyuluhan, pemberian makanan tambahan,olahraga senam, gerak jalan santai.Beberapa responden mengatakan kegiatan-kegiatan yang ada di posyandu:

“Nggih ditimbang. keluhane opo teruskalau sakit diberi obat atau vitaminvitamin dan diberi penyuluhan-penyuluhan”(“ya ditimbang, keluhannya apa, terus

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 59: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

57Sri Rahayu, dkk., Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan ...

kalau sakit diberi obat atau vitamin-vitamin dan diberi penyuluhan-penyuluhan”) (R02)“Tiap-tiap pasien datang didaftar,ditensi, ditimbang BB, diukur tinggibadane, diperiksa, selain itu adasenam lansia juga”. (R01)

Posyandu lanjut usia adalah salah satukegiatan masyarakat yang hal ini sebagaipengaturan kadar gula darah, meningkatkankekuatan otot. Keseimbangan dankoordinasi gerak sehingga dapat mencegahkecelakaan, kesehatan jiwa.

Di beberapa posyandu untuk menjagakesehatan lanjut usia diadakan senam lanjutusia.

Berikut seperti yang dikatakanresponden.

“Nggih enten senam lansia.” (ya ada,senam lansia) Kalau jalan-jalan belumpernah, sebetulnya pengen….orangtua umumnya meskipun kita tua tapikhan masih butuh hal-hal seperti itu,misalnya rekreasi jalan yang tidakjauh-jauh.(R07)“Menurut pengertian saya posyandutersebut bagus karena di situdiajarkan olah raga lansia dengangerakan-gerakan tangan (lansiamemperagakan gerakan-gerakantangan mengepal dan membukatelapak tengan seperti yangdiajarkan di posyandu).(R02)

Pada prinsipnya pemberian kepe-rawatan kesehatan dasar adalah bantuan,bimbingan, penyuluhan, pengawasan yangdiberikan oleh tenaga kesehatan (perawat,bidan) untuk memenuhi kebutuhan dasarusia lanjut atau kelompok.

Hal ini kedatangan petugas dikesehatan, kader sangat dibutuhkan sepertiyang dikatakan responden dalam kegiatanposyandu selalu ada tim kesehatan (dokter,bidan/perawat, gizi) dan kader.

“Menurut penilaian saya, sopan dan

ramah, dia selalu memotivasi untukselalu datang … petugas selalu aktif,saya saja yang tidak pernah datang “(R02)“Nggih, aktif dateng terus, … nggihenten sing ramah, enten sing mboten”kaderipun nggih enten komplit. (ya,aktif datang terus, ....ya ada yang ramah,ada yang ga, kadernya juga lengkap)(R04)“ Para petugas baik, kita gak hanyaberobat tapi butuh nasihatnya juga”… ya kalau dokter kadang tak datangmungkin ada acara, tapi timkesehatan lain datang, kader jugaaktif.” (R07)

Jadi dapat dikatakan bahwa dengandasar pendidikan yang berbeda-bedamereka mempunyai satu kesamaanpengetahuan tentang sarana kesehatanposyandu lanjut usia dan berbagai kegiatandi dalamnya.

Ketidakaktifan responden darikegiatan posyandu lanjut usia dari yangberpendidikan dan tidak berpendidikanrata-rata mempunyai alasan yang berbeda-beda.

Dibawah ini alasan responden yangtidak aktif ke posyandu:

“Saya tidak datang paling pas tidakdirumah, kalau di rumah ya datangwong dekat sekali, saya seringdisemarang tempat anak saya yanglainnya (R01)“Amergi kulo emben nate dikenmbayar kaleh ewu, terus kulo mbotenmlampah, nak mboten mbayar kulonggih mlampah, lha nyok-nyokmboten gadah duit niku.”.(masalahnya dulu pernah disuruhmembayar dua ribu rupiah, terus sayatidak datang, karena kadang tidak punyaduit ) (R04)

Hal ini diperkuat oleh keluarga (R04)

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 60: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

58 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 51-60

bahwa ketidakhadirannya lanjutdikarenakan alasan disuruh membayar:

“Posyandu ini kan programpemerintah, setahu saya ya tidakmembayar... mungkin mbah putri ajayang salah mempersepsikan “(K)

Dari wawancara di atas dikatakanalasan yang kuat dan tidak kuat hal inididukung dari pendidikan yang berbeda,(R01) berpendidikan SMA, dan (R04) tidakpernah sekolah. Pendanaan yang diperlukanuntuk membiayai kegiatan posyandu lanjutusia dihimpun dari semangat kebersamaandan digunakan secara terpadu darimasyarakat, anggaran pemerintah daerah,kabupaten/kota, propinsi dan pemerintahpusat serta sumbangan swasta dan donorlainnya baik domestik maupun Internasional.Kegiatan Posyandu Lanjut usia di wilayahkerja Puskesmas Cebongan kota Salatigaselama kegiatan posyandu berlangsung, tidakpernah dipungut biaya, namun dari inisiatifmasyarakat ada yang mengadakan jimpitansukarela yang digunakan untuk pemberianmakanan tambahan (PMT).Tinggal di rumah dan jarak rumah keposyandu

Dari hasil wawancara denganresponden bahwa lanjut usia tinggal dengansuami atau istri ada 7 responden, 5responden tinggal dengan anak dan 1responden tinggal sendiri namun rumahnyabersebelahan dengan anaknya. Dalammasyarakat kita selaku orang timur denganbudaya kekeluargaan yang sangat kental,anak, cucu dan sanak saudara lanjut usiapada umumnya sangat tidak keberatanuntuk menerima keberadaan lanjut usia didalam keluarganya.

Ketidakaktifan ke posyandu antararesponden yang tinggal dengan suami atauistri dan yang tinggal dengan anak hampirsama tidak, meskipun lanjut usia saling dimotivasi oleh anggota keluarganya dan

mendapat dukungan dari anak-anakmereka.

Berikut ini hasil wawancara daribeberapa responden yang tinggal dengananak dan yang tinggal sendiri namun rumahbersebelahan dengan anaknya.

“Nggih anak kulo ndukung, wong sokngaken kulo ken teng posyandu.” (ya,anak saya mendukung, dia suka suruhsaya ke posyandu).(R05)“Anak-anak mendukung, tetapikegiatan posyandu dilakukan jam14.00 siang, jadi mereka belum padapulang, jadi tidak sempat ingatkankarena tidak di rumah, tapi pagi diaingatkan.” (R02)“Nggih, wong sok ngelengake,..mangkat mbah!” (ya, suka ingatkansaya,...berangkat nek).(R04)

Hal ini dijelaskan oleh keluarga R04yang mendukung kegiatan posyandu.

“Kalau saya mendukung, masalahnyademi kesehatan orang tua, wah sayamendukung sekali”.(K)

Namun motivasi-motivasi untukberkunjung ke posyandu lanjut usia tersebutkadang terkalahkan dengan pekerjaan dankeperluan lain lanjut usia yang tidak disadarimembuat lanjut usia tidak aktif datang keposyandu.

Hal ini seperti dikatakan beberaparesponden:

“Saya senang aja, tapi kadang sayanunggu cucu saya pulang sekolah,nyiapkan makannya dan baru sayabisa pergi, tapi siang sekali jadikegiatan di posyandu sudahselesai.”(R07)“kulo wau ajeng mangkat, entenlayatan, nggih dadi mboten sidomangkat posyandu “(saya tadi mauberangkat, ada lelayu,...ya tidak jadiberangkat ke posyandu) (R05)

Tempat tinggal lanjut usia dengan

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 61: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

59Sri Rahayu, dkk., Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan ...

sarana posyandu tidak begitu jauh, dari 12responden ada yang rumah merekabersebelahan atau dengan jarak hanya 10meter dari posyandu. Yang berjarak rumahke posyandu antara 100-300 ada 8 orang ,500 meter 2 orang dan yang berjarak 1000meter ada 1 orang mereka yang berjarak10-500 meter pernah berkunjung keposyandu lanjut usia meskipun tidak aktif,yang seorang dengan jarak 1000 meter darirumah ke posyandu tidak pernah aktifdatang. Berdasarkan jarak dari rumah keposyandu lanjut usia, mayoritas mempunyaijarak < 1 km, yaitu 151 responden yangtidak aktif ke posyandu dan 121 yang aktif.

Hal ini dikatakan beberapa respondenyang jarak rumah mereka dengan posyandudekat dan bisa dijangkau dengan hanyaberjalan kaki.

“Kulo teng posyandu mlampahmawon wong celak, katah singngampiri rencang sepuh-sepuhmeniko, terus mengkeh mampirliyone”. (“Saya ke posyandu jalan saja,dekat kok.... banyak yang menghampiriteman-teman lanjut usia itu, terusmenghampiri teman yang lainnya”)( R04)“Mboten niku, celak masjid, kinten-kinten 100 meter... nggih mlampahmawon, sok-sok diampiri rencang-rencang (tidak itu, dekat masjid, ya kira-kira 100 meter,... ya jalan saja, kadangdiampiri temen-temen)( R09)

Selama manusia masih hidup masihingin berhubungan dengan orang lain. Makadikatakan bahwa manusia adalah makluksosial. Demikian juga meskipun sudah lanjutusia, seseorang masih ingin menghubungi dandihubungi oleh orang lain .

Hal ini diperkuat dengan hasilwawancara dengan keluarga R04 berikut:

“Ya … simbah ke posyandu sendiri tapilebih sering barengan ama temen-temennya lansia, mereka saling

menghampiri”(K)Pada umumnya seseorang saat

memasuki masa lanjut usia banyak yangmengurung diri, tetapi ada juga merekabahkan ingin berkumpul dengan teman-teman sesama lanjut usia karena memangbutuh rasa aman. Seperti yang dikatakanbahwa bergabung dalam kelompok dapatmengurangi perasaan tidak aman karenakesendirian. Seseorang lalu merasa lebihkuat, lebih sedikit dalam keraguan, lebihtahan terhadap ancaman. Selain rasa amandapat memperoleh kepercayaan dari hasilinteraksi dengan orang-orang lain danmenjadi bagian dari sebuah kelompok.

Penelitian ini dapat dikatakan bahwajarak jauh dan dekat bagi lanjut usia tidakbermasalah, namun dalam ketidakaktifantersebut karena lanjut usia sendiri mayoritasmasih bekerja. Hal ini dikatakan bahwalanjut usia tidak ingin tergantung pada oranglain, jadi sedapat mungkin mereka inginmempunyai sumber dana sendiri.

KESIMPULANDari seluruh rangkaian penelitian ini,

peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktoryang mempengaruhi ketidakaktifan lanjutusia datang ke posyandu di puskesmasdikarenakan faktor gangguan fungsi organtubuh, faktor pekerjaan yang tidak bisaditinggalkan karena lanjut usia sebagaipencari nafkah, faktor dirinya merasa sehat,dan karena faktor tanggung jawab untukmerawat anggota keluarga.

SaranMasyarakat dan kader kesehatan

hendaknya selalu memberikan motivasipada lanjut usia agar lanjut usia selalumenjaga kesehatan, dan ke posyandu lanjutusia sebagai salah satu sarana untuk menjagakesehatan. Keluarga diharapkan mampumemotivasi lanjut usia dalam anggotakeluarga untuk ikut aktif dalam kegiatan

JKK 6

.1.2

010

SAY

Page 62: JKK 6.1.2010 SAY Y K...100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K 100 80 40 10 C 100 80 40 10 M 100 80 40 10 Y 100 80 40 10 K Vol. 6, No. 1, Juni 2010 Vol. 6 No. 1,

60 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 6, No. 1, Juni 2010: 51-60

posyandu lansia sehingga keadaankesehatan lansia dapat terpantau secarateratur.

Instansi pelayanan kesehatankhususnya Puskesmas memberikan saranaberupa timbangan, microtoa, tensi meter danmelengkapi sarana posyandu tersebutsebagai acuan untuk peningkatan programlanjut usia selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, B. 1999. Ilmu Kesehatan UsiaLanjut. Penerbit FKUI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1998.Pedoman Pembinaan KesehatanUsia Lanjut bagi petugas. Jilid I.Direktorat Bina KesehatanKeluarga. Jakarta.

Moleong, L.J. 2001. Metode PenelitianKulitatif . Bandung. RemajaRosdakarya.

Hardywinoto, S.T. 1999. PanduanGerontologi Tinjauan dariBerbagai Aspek MenjagaKualitas Hidup Para Lansia. PTGramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hidayati. 2002. Perbedaan KarakteristikLanjut Usia Yang Aktif DanTidak Aktif Dalam KegiatanPosyandu Lanjut Usia Di WilayahKerja Puskesmas Mentrijeron.Yogyakarta.

Hurlock, Elisabeth B. 1994. PsikologiPerkembangan SuatuPendekatan Sepanjang RentangKehidupan. Edisi kelima. PenerbitErlangga. Jakarta.

TOT (Training Of Trainer). 2000.Pengembangan PemberdayaanLanjut Usia Masyarakat.Semarang.

BKKB DKI Jakarta Dan DNIKS. 2005.Revitalisasi Dan PengembanganPosyandu Mandiri. Yayasan DanaSejahtera Mandiri. Jakarta.

Arrif. 2001. Pedoman Manajemen PeranSerta Masyarakat. DirjenPembinaan Kesehatan Masyarakat.Departemen Kesehatan. Jakarta.

Kuntjoro, Zainuddin, Sri. 2002. Prinsip-Prinsip Dalam PelayananPsikogeriatrik. http://www.e . P s i k o l o g i . c o m /usia.070592.htm. Diakses tanggal21 September 2006.

Muchlas. 1998. Perilaku Organisasi II(Organizational Behavior).Program Pendidikan Pasca SarjanaMegister Manajemen Rumah Sakit.UGM. Yogyakarta.

Milhan. 2005. Lansia, Pilkada dan “PilKuat” (Refleksi Hari LansiaSedunia), http://www.Indonesia.com/bpost/052005.

Yacob, T. 2001. Successfull Aging ; TuaBerguna, Seminar, Jogya AgingCenter, Gadjah Mada UniversitySchool Of Medicine. Yogyakarta.

JKK 6

.1.2

010

SAY