Bezit dan hak milik.docx

31
BEZIT DAN HAK MILIK “HUKUM PERDATA” Oleh: Rommel Titan Lubuk 110110140170 Emeralda Nurul Sabrina 110110140171 Adzan Dzuhri 110110140172 ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015

Transcript of Bezit dan hak milik.docx

BEZIT DAN HAK MILIK

“HUKUM PERDATA”

Oleh:

Rommel Titan Lubuk 110110140170

Emeralda Nurul Sabrina 110110140171

Adzan Dzuhri 110110140172

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2015

A. Bezit

1. Pengertian Bezit

Bezit adalah suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda,

baik sendiri maupun dengan perantara orang lain, seolah-olah benda itu

miliknya sendiri. Orang yang menguasai benda itu, yaang bertindak

seolah-olah sebagai pemiliknya itu disebut bezziter . Untuk adanya bezit

harus ada 2 unsur yaitu: (1) unsur keadaan dimana seseorang menguasai

suatu benda (corpus); dan (2) unsur kemauan orang yang menguasai

benda tersebut untuk memilikinya (animus).1

Oleh karena bezit harus mempunyai kedua unsur tersebut, sudah barang

tentu untuk menjadi bezitter, orang harus sehat akal pikirannya. Sehingga

orang yang gila (feitelijk onbekwam) karena tidak mempunyai animus,

dengan sendirinya tidak dapat mempunyai bezit. Namun, anak yang

belum dewasa tetapi sudah dapat membeda-bedakan (juridisch

onbekwaam) dapat mempunyai bezit sekalipun melalui wakilnya menurut

undang-undang. Seorang pencurinya dapat mempunyai bezit atas suatu

benda yang dicurinya sebagai bezitter yang beritikad tidak baik (te

kwadetrouw).2

Menurut 529BW; Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu

kedudukan seseorang yang mengusai suatu kebendaan, baik dengan diri

sendiri maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang

1 H.Riduan Syahrani, S.H. , Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2004, hlm.119.2 Achmad Ichsan, S.H., Hukum Perdata IA, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hlm. 169.

mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki

kebendaan itu (pasal 529 BW).

Menurut Prof. Subekti, SH; Bezit ialah suatu keadaan lahir, dimana

seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang

oleh hukum dilindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda

itu sebenarnya ada pada siapa.

Ada pula yang mengatakan bahwa Bezit ialah suatu keadaan lahir,

dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya

sendiri, yang oleh hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak

milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa. Untuk bezit diharuskan

adanya dua anasir, yaitu kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk

memiliki benda tersebut.

Berdasarkan para pendapat di atas maka istilah "seolah-olah"

kepunyaannya, menunjukkan bahwa benda tersebut bukanlah haknya

sendiri. Tetapi walaupun benda itu bukan haknya sendiri, ia mendapat

kekuatan yang dilindungi untuk menguasai, bahkan dapat mengambil

manfaatnya benda tersebut, seperti bendanya sendiri.

Contoh Bezit :

A mendiami rumah yang dimilikinya. Dalam hal demikian maka A bukan

saja pemilik tetapi juga ”bezitter” dari rumah dan arloji tersebut.

Kalau arloji A dicuri oleh B, maka A adalah tetap pemilik dari arloji

tersebut. A adalah yang berhak atas arloji itu (keadaan nyata). Dalam hal

ini B dinamakan bezitter yang beritikad buruk, sebab ia mengetahui bahwa

ia bukanlah pemilik arloji tersebut.

A membeli sebidang tanah dari B. Dia mempagari dan menanami tanah

tersebut. Tetapi ternyata bahwa yang dipagarinya dan ditanaminya itu

termasuk pula sebagian tanah tetangga C, karena A mengira bahwa

bagian tanah tersebut termasuk bidang tanah yang dibelinya. Dalam hal

ini A adalah bezitter yang beritikad baik dari bagian tanah (dari tetangga

C) tersebut.

2. Perihal Memperoleh Bezit

Cara memperoleh bezit

Pasal 538 BW, bezit (kedudukan berkuasa) atas sesuatu kebendaan

diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik kebendaan itu

dalam kekuasaan nya, dengan maksud mempertahankannya untuk diri

sendiri.

Menurut pasal 540 BW, cara memperoleh bezit dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu :

1) Dengan jalan Occupatio

Artinya memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang membezit lebih

dahulu. Jadi bezit diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil

barang secara langsung.

2) Dengan jalan Traditio (pengoperan)

Artinya memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit

lebih dahulu. Bezit diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang

sudah menguasainya terlebih dahulu.

Di samping dua cara diatas, bezit juga dapat diperoleh karena warisan.

Menurut pasal 541 BW, segala sesuatu bezit yang merupakan bezit dari

seorang yang telah meninggal dunia beralih kepada ahli warisnya dengan

segala sifat dan cacatnya. Menurut pasal 593 BW, orang yang sakit

ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang belum dewasa

dan perempuan yang telah menikah dapat memperoleh bezit.

3. Fungsi Bezit

Bezit mempunyai 2 fungsi, yaitu :

Fungsi polisionil; Setiap Bezit mendapat perlindungan dari hukum,

tanpa melihat atau mempersoalkan siapakah sebenarnya pemilik hak.

Meskipun bezitter beritikad buruk (maksudnya menguasai suatu benda /

bezit sekalipun dari kejahatan) tetap akan dilindungi oleh hukum

sepanjang belum terbukti dengan putusan pengadilan bahwa bezitter tsb

tidak berhak. Jadi pihak yang merasa haknya dilanggar harus minta

penyelesaiannya melalui polisi atau pengadilan.Inilah yg dimaksud

dengan fungsipolisional yang ada padatiap bezit.

Fungsi Zakenrechtelijk; Bezit yang telah berjalan selama suatu jangka

waktu tertentu dan bezitter tsb tidak mendapat protes dari pemilik

sebelumnya maka bezit tersebut dapat berubah menjadi hak milik, yaitu

melalui kadaluwarsa (lembaga Verjaring).

4. Syarat-Syarat Bezit

Untuk adanya suatu bezit, harus dipenuhi ;

Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara benda yang

bersangkutan dengan orang yang menguasai benda tersebut (bezitter).

Kata menguasai dalam Pasal 529 KUHPerdata harus ditafsirkan secara

luas, yaitu meliputi apa yang dalam kehidupan sehari-hari dianggap

sebagai termasuk dalam pengertian dikuasai, seperti orang yang

menyerahkan dan meminjamkan suatu barang masih dianggap

menguasai barang miliknya, walaupun barang tersebut ditangan orang

lain, karena ia pemilik masih berhak meminta kembali, dan bahkan berhak

menjual. Kemudian barang-barang ditangan seorang kuasa, yang

memegang untuk pemilik. Disini memegang benda dengan perantaraan

orang lain (Pasal 529 jo 540 KUHPerdata).

Adanya Animus, yaitu hAdalah bahwa antara benda yang

bersangkutan dengan orang yang menguasainya harus dikehendaki dan

kehendak itu harus didasarkan oleh kehendak yang sah. Yang dimaksud

kehendak yang sah adalah kehendak yang tidak ada paksaan dan bukan

dari orang gila atau anak kecil.

Selain itu juga harus ada syarat-syarat :

Perbuatan; Untuk memperoleh bezit harus ada perbuatan; perbuatan

tersebut dapat timbul dari perbuatan sendiri atau dari perbuatan orang

lain, asal perbuatan orang lain itu atas nama orang pertama.

Tujuan; Di samping perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan

bezit itu, harus juga ada tujuan dari perbuatan itu untuk meletakkan benda

yang dimaksud di bawah kekuasaan, atau untuk menyimpan benda itu di

bawah pengawasan.

Cara untuk memperoleh bezit sebagaimana diatur dalam Pasal 538 BW

adalah dengan tindakan berupa menempatkan sesuatu benda di dalam

kekuasaannya dengan maksud untuk tetap mempertahankannya bagi diri

sendiri.

a. Occupatio/pernyataan secara sepihak

Yaitu mendaku atau menguasai bendanya. Cara perolehan bezit dengan

cara ini tanpa memerlukan bantuan dari orang yang membezit terlebih

dahulu. Ini dapat tertuju baik terhadap benda bergerak maupun benda

tidak bergerak. Jika tertuju padabenda bergerak ini bias terhadap benda

yang tak ada pemiliknya.

b. Dengan jalan penyerahan sebagai buntut dari hubungan obligatoir.

Disini perolehan bezit dengan bantuan orang yang membezit terlebih

dahulu. Membezit benda tak bergerak dengan jalan occupatio

menimbulkan persoalan, yaitu sejak kapankan seseorang itu dapat

dianggap sebagai bezitter dari benda bergerak itu?

Mengenai hal ini ada beberapa pendapat :

Menurut ajaran anaal bezit, yang dapat disimpulkan dari Pasal 545

KUHPerdata yang mengatakan bahwa seseorang yang membezit benda

tak bergerak baru menjadi bezitter dari benda itu setelah mendudukinya

selama satu tahun terus menerus tanpa gangguan dari seseuatu pihak.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa seseorang yang membezit benda

tak bergerak serta langsung menjadi bezitter dari benda tak bergerak itu.

Dasarnya Pasal 529, 538 KUHPerdata.

Pendapat yang lain yaitu merupakan pendapat yang tengah-tengah,

mengemukakan bahwa seseorang yang membezit benda tak bergerak

serta merta menjadi bezitter dari benda itu, tetapi dalam jangka waktu satu

tahun terhitung dari mulai dibezitnya benda itu orang yang sebenarnya

berhak masih dapat menggugat kembali benda itu.

Dengan demikian untuk adanya bezit harus ada 2 unsur, yaitu :

kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk memiliki benda tersebut.

5. Perbedaan Bezit dan Detentie

Setiap orang yang menguasai sebuah benda dan berkehendak untuk

mempunyai benda itu bagi dirinya sendiri adalah bezitter (burgerlijk bezit).

Sedangkan orang yang menguasai benda tanpa ia berkehendak untuk

mempunyai benda itu bagi dirinya, melainkan ia menguasai benda

tersebut berdasarkan adanya hubungan hukum yang tertentu dengan

orang lain, misalnya karena perjanjian sewa atau perjanjian pinjam-

meminjam. Mereka ini adalah pemegang (houlder) atau disebut juga

detentor.

6. Macam-macam Bezit

a. Bezitter yang beriktikad baik.

Di atur dalam Pasal 531 KUHPerdata. Seorang bezitter itu beriktikad baik,

apabila ia pada saat memperoleh hak miliknya, ia tidak mengetahui cacat

yang terdapat dalam dasar perolehan hak miliknya.

Perlindungan hokum yang diberikan kepada bezitter beriktikad baik diatur

dalam pasal 548 KUHPerdata yaitu :

Sampai saat kebendaan itu dituntut di pengadilan, ia harus dianggap

sebagai pemilik kebendaan.

Ia karena daluwarsa dapat menjadi pemilik.

Sampai saat kebendaan dituntut di pengadilan, ia berhak menikmati

segala hasilnya.

Ia harus dipertahankan dalam kedudukannya, jika diganggu atau

dipulihkan kemdali jika kehilangan kedudukannya itu.

b. Bezitter yang beriktikad buruk.

Di atur dalam Pasal 532 KUHPerdata. Seorang bezitter itu beriktikad

buruk, apabila ia mengetahui atau seharusnya patut mengetahui bahwa

benda itu milik orang lain atau bukan miliknya. Pada asasnya iktikad baik

itu dipersangkakan dan iktikad buruk harus dibuktikan (Pasal 1965

KUHPerdata). Dengan demikian seseorang yang menguasai suatu benda

dapat dianggap mempunyai kehendak untuk berkedudukan sebagai

bezitter, dan jika ada pihak lain yang menyangkal keabsahan bezitnya

harus membuktikan bahwa si bezitter beriktikad buruk.

Perlindungan hokum yang diberikan kepada bezitter beriktikad buruk

diatur dalam Pasal 549 KUHPerdata.

Sampai saat kebendaan itu dituntut di pengadilan, ia harus dianggap

sebagai pemilik kebendaan.

Ia berhak menikmati segala hasil kebendaannya, namun dengan

kewajiban akan mengembalikannya kepada yang berhak.

Ia harus dipertahankan dalam kedudukannya, jika diganggu atau

dipulihkan kembali jika kehilangan kedudukannya itu.

7. Bezit Terhadap Benda Bergerak

Mengenai bezit terhadap benda bergerak berlaku asas hokum yang

terdapat dalam pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa

terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang

tidak harus dibayar kepada si pembawa, maka barang siapa yang

menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.

Pasal 1977 KUHPerdata terletak pada buku IV KUHPerdata, yang

mengatur tentang masalah verjaring dengan tenggang waktu 0 tahun. Jadi

siapapun yang membezit benda bergerak tidak atas nama, dalam hal ini

seketika (0) bebas dari tuntutan pemilik.

Pasal 1977 KUHPerdata mendapatkan penafsiran dari para sarjana, yang

menghasilkan beberapa teori, yaitu :

a. Ajaran bahwa detetie (houderschap) adalah eigendom.

Menurut ajaran ini mengenai benda bergerak detentie adalah paling

lengkap, jadi mengenai benda bergerak tidak ada bezit atau eigendom.

Konsekuensi dari ajaran ini adalah bahwa orang yang menitipkan,

meminjamkan atau menyewakan barang bergerak kepada orang lain,

kehilangan hak eigendomnya atas barang tersebut. Ia hanya mempunyai

tuntutan perorangan pada orang yang menyimpan, meminjam, menyewa.

Ia tak mempunyai hak kebendaan, tak mempunyai hak revindikasi atas

barang tersebut.

b. Ajaran bahwa bezit adalah eigendom (eigendom theory).

Menurut ajaran ini istilah bezit dalam pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata

adalah bezit untuk dirinya sendiri dari pasal 529 KUHPerdata. Menurut

pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata, mengenai benda bergerak, bezit berlaku

sebagai title/alas hak yang lengkap, dan title yang paling lengkap adalah

hak milik/eigendom. Ajaran ini mendasarkan kata undang-undang, kecuali

dalam pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata. Jadi bezitter benda bergerak

tidak atas nama adalah pemiliknya, asalkan bezitternya haurs beritikad

baik.

c. Teori legitimasi.

Teori ini memandang pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata mempunyai 2

fungsi yaitu fungsi prosesuil dan fungsi materiil.

Fungsi prosesuil, di dalam suatu sengketa, pasal 1977 ayat (1)

KUHPerdata mempunyai fungsi bezitter cukup melegitimer dirinya sebagai

pemilik dengan mengemukakan bezitnya saja. Hal ini berarti bezitter

melegitimer diri sebagai pemilik. Pihak lain yang merasa mempunyai hak

yang lebih kuat yang membuktikan.

Fungsi materiil, orang boleh beranggapan bahwa bezitter barang bergerak

tidak atas nama adalah pemilik barang tersebut jika bezitter bersikap dan

menimbulkan kesan bahwa ia adalah pemiliknya, sehingga barang siapa

memperolah hak milik dari seseorang bezitter seperti itu dilindungi oleh

pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata. Orang yang menerima penyerahan

harus beritikad baik.

Teori legitimasi ini jika dihubungkan dengan pasal 548 KUHPerdata hanya

mengabaikan salah satu syarat dari sahnya penyerahan, yaitu tidak perlu

berasal dari orang yang wenang untuk menguasai bendanya, tetapi tetap

mengharuskan adanya title yang sah untuk memproleh hak milik dari

suatu benda.

8. Gugat Daripada Bezit.

Bezitter dilindungi oleh undang-undang dengan diberikan hak gugat bezit

(bezitacti). Hak gugat hanya diberikan kepada bezitter burgerlijk bezit dan

bukan detentor. Dan gugat bezit hanya dapat diajukan dalam hal ada

gangguan, bukan karena hilang (pasal 550 KUHPerdata).

Gugat bezit dapat bewujud :

Minta pernyataan declaratoir dari hakim, bahwa ia bezitter dari benda

itu.

Menuntut agar jangan mengganggu lebih lanjut atau gangguan

dihentikan.

Minta pemulihan dalam keadaan semula.

Minta penggantian kerugian.

Cara Kehilangan Bezit

Menurut Pasal 543 KUHPerdata, yaitu karena :

Binasanya benda.

Hilangnya benda.

Orang membuang benda.

Orang lain memperoleh bezit itu dengan jalan occupation atau

tradition/penyerahan.

9. Hak- hak Yang Timbul Karena Bezit.

1. Bezitter untuk sementara waktu harus dianggap sebagai pemilik benda

sampai saat haknya dituntut kembali di muka hakim.

2. Bezitter dapat memperoleh hak milik atas suatu benda karena

daluwarsa

3. Bezitter berhak menikmati hasil kebendaan sampai saat terjadinya

penuntutan kembali di muka hakim

4. Bezitter harus dipertahankan atau dipulihkan kedudukannya jika saat ia

mendudukinya mendapatkan gangguan atau kehilangan kedudukannya.

10. Bezit akan berakhir karena hal-hal yang disebutkan

dalam pasal 543, 544, 545, 546 dan 547 BW yaitu:

1. Karena bendanya diserahkan sendiri oleh bezitter kepada orang

lain;

2. Karena bendanya diambil oleh orang lain dari kekuasaan bezitter

dan kemudian selama satu tahun menikmatinya tidak ada

gangguan apapun juga;

3. Karena bendanya telah dibuang (dihilangkan) oleh bezitter;

4. Karena bendanya tidak diketahui lagi dimana adanya;

5. Karena bendanya musnah oleh sebab peristiwa yang luar biasa

atau karena alam.3

A. Pengertian Hak Milik (Eigendom)3 Ibid., hlm. 127.

Pengertian hak milik (hak eigendom) disebutkan dalam Pasal 570 BW

yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan

sesuatu benda dengan sepenuhnya dan untuk berbuat sebebas-bebasnya

terhadap benda itu, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau

peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berwenang

menetapkannya, dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak

orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu

untuk kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang

dengan pembayaran ganti kerugian.4

Pada waktu dulu hak milik dipandang sebagai hak yang benar-benar

mutlak yang tidak dapat diganggu gugat (droit inviolable et sacre). Namun,

dalam perkembangan hukum selanjutnya, kira-kira sekitar seratus tahun

setelah BW dikodifikasikan tahun 1848, sifat hak milik yang mutlak itu

tidak dapat dipertahankan lagi, karena dimana-mana timbul ajaran

kemasyarakatan yang menginginkan setiap hak milik mempunyai fungsi

social (social functie).5 Sementara itu, timbul berbagai macam peraturan

hukum yang membatasi hak milik itu. Misalnya, pembatasan oleh hukum

tata usaha sebagaimana terbukti semakin banyaknya campur tangan

penguasa terhadap hak milik; pembatasan oleh ketentuan-ketentuan

hukum tetangga; pembatasan dalam penggunaan hak milik yang tidak

boleh mengganggu hak-hak orang lain dan tidak boleh menyalah gunakan

4 Dengan berlakunya UUPA, pengertian hak milik menurut Pasal 570 BW ini tidak termasuk tanah, sebab pengertian hak milik atas tanah telah dirumuskan dalam Pasal 20 UUPA.5 Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi M. Sofwan, S.H., Hukum Perdata Hukum Benda, Saksi Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1975, hlm.57.

hak (misbruik van recht).6 Dengan demikian, orang yang mempunyai hak

milik atas suatu benda tidak boleh sewenang-wenang dengan benda itu.

Sebagai hak kebendaan yang paling sempurna, hak milik memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:7

1. Hak milik merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.

Sedangkan hak-hak kebendaan yang lain merupakan hak anak terhadap

hak milik;

2. Hak milik ditinjau dari kualitasnya merupakan hak yang selengkap-

lengkapnya;

3. Hak milik bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak

kebendaan yang lain. Sedangkan hak kebendaan yang lain dapat lenyap

jika menghadapi hak milik;

4. Hak milik mengandung inti (benih) dari hak kebendaan yang lain.

Sedangkan hak kebendaan yang lain hanya merupakan bagian saja dari

hak milik.

Setiap orang yang mempunyai hak milik atas suatu benda, berhak

meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun jugayang

menguasainya berdasarkan hak milik itu (Pasal 574 BW). Permintaan

kembali yang didasarkan kepada hak milik ini dinamakan revindicatie.

Baik sebelum maupun pada saat perkara sedang diperiksa oleh

6 Prof. R. Subekti, S.H., Pokok-pokok Hukum Perdata, op.cit., hlm.57.7 Prof.Dr.Ny.Sri Soedewi M. Sofwan, S.H., op.cit., hlm.45

Pengadilan, pemilik dapat meminta supaya benda yang diminta kembali

itu disita (revindicatoir beslag).

B. Cara Memperoleh Hak Milik

Mengenai cara memperoleh hak milik dalam BW diatur dalam Pasal 584

yang menyebutkan secara limitative bagaimana cara-cara memperoleh

hak milik, seakan-akan tidak ada cara lain untuk memperoleh hak milik

tersebut di luar Pasal 584. Padahal macam-macam cara memperoleh hak

milik yang disebutkan dalam Pasal 584 BW tersebut hanyalah sebagian

saja, dan masih ada cara-cara lain yang tidak disebut Pasal 584 BW.

Cara memperoleh hak milik yang disebutkan dalam Pasal 584 BW :

1. Pengambilan (toegening atau occupatio)

Yaitu cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda

bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya (res nullius), seperti

binatang di hutan, ikan di sungai, dan sebagainya.

2. Penarikan oleh benda lain (natrekking atau accessio)

Yaitu cara memperoleh hak milik di mana benda (pokok) yang dimiliki

sebelumnya karena alam bertambah besar atau bertambah banyak.

Misalnya pohon yang berbuah.

3. Lewat waktu/daluarsa (verjaring)

Yaitu cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun

dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas

hak. Lewat waktu ini diatur dalam Pasal 610 BW dan pasal-pasal Buku IV

BW tentang pembuktian dan daluarsa. Ada dua macam daluarsa, yaitu:

a. Acquisitieve verjaring adalah cara untuk memperoleh hak-hak

kebendaan seperti hak milik.

b. Extinctieve verjaring adalah cara untuk dibebaskan dari suatu

perutangan.

4. Pewarisan (erfopvolging) yaitu cara memperoleh hak milik bagi para

ahli waris atas boedel warisan yang ditinggalkan pewaris.

5. Penyerahan (levering atau overdracht) yaitu cara memperoleh hak

milik karena adanya pemindahan hak milik dari seseorang yang berhak

memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu.

Menurut pendapat umum di kalangan ahli hukum dan para hakim, dalam

BW berlaku apa yang dinamakan causal stelsel, dimana sah atau tidaknya

peralihan hak milik bergantung kepada sah tidaknya perjanjian obligatoir.

Dalam sistem ini perlindungan lebih banyak diberikan kepada pemilik

daripada pihak ketiga.

Selanjutnya mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud

berupa hak-hak piutang dapat dibedakan atas 3 macam :

1. Levering dari surat piutang aan toonder (atas tunjuk/atas bawa),

menurut Pasal 613 ayat (3) BW dilakukan dengan penyerahan surat itu.

2. Levering dari surat piutang op naam (atas nama), menurut Pasal 613

ayat (1) dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah

tangan (yang dinamakan cessie).

3. Levering dari piutang aan order (atas perintah), menurut Pasal 613 ayat

(3) BW dilakukan dengan penyerahan surat itu disertai dengan

endosemen, yakni dengan menulis di balik surat piutang yang

menyatakan kepada siapa piutang tersebut dialihkan.

Cara memperoleh hak milik yang tidak disebutkan dalam Pasal 584 BW

adalah:

1. Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara membentuk

atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru.

2. Penarikan buahnya (vruchttrekking), yaitu dengan menjadi bezitter te

goeder trouw suatu benda dapat menjadi pemilik (eigenaar) dari buah-

buah.hasil benda yang dibezitnya (lihat Pasal 575 BW).

3. Persatuan atau percampuran benda (vereniging), yaitu memperoleh

hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan

beberapa orang.

4. Pencabutan hak (onteigening), yaitu cara memperoleh hak milik bagi

penguasa (Pemerintah) dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu

benda kepunyaan seseorang/beberapa orang.

5. Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara memperoleh hak milik

atas suatu benda kepunyaan terpidana yang biasanya dipergunakan

untuk melakukan tindak pidana.

6. Pembubaran suatu badan hukum, yaitu cara memperoleh hak milik

karena pembubaran suatu badan hukum, dimana anggota-anggota badan

hukum yang masih ada memperoleh bagian dari harta kekayaan badan

hukum tersebut (Pasal 1665 BW)

Kalau dilihat dari segi sifatnya cara memperoleh hak milik dapat

dibedakan atas 2 macam:

1. Secara originair (asli), yaitu memperoleh hak milik bukan berasal dari

orang lain yang lebih dahulu memiliki.

2. Secara derivatief, yaitu memperoleh hak milik berasal dari orang lain

yang dahulu memiliki atas suatu benda. Jadi memperolehnya dengan

bantuan dari orang lain yang mendahuluinya. Cara ini dapat dibedakan

menjadi 2, yaitu:

a. Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak yang umum

yakni para ahli waris, suami dan isteri karena adanya persatuan harta

kekayaan dalam perkawinana mereka, anggota-anggota badan hukum

yang dibubarkan, dan negara terhadap harta benda yang terlantar.

b. Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak yang khusus

yakni pembeli setelah adanya levering dalam perjanjian jual-beli,

cessionaries, legataris, dan lain-lain.

Lazimnya, hak milik atas suatu benda itu hanya dipunyai oleh orang

seorang pemilik. Namun ada kemungkinan hak milik atas suatu benda

dipunyai oleh beberapa orang yang bersama-sama menjadi pemilik,

sehingga terjadi hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda.

Dalam BW hak milik bersama diatur dalam Pasal 573 yang menentukan

bahwa membagi suatu benda yang menjadi milik lebih dari seoran, harus

dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan tentang pemisahan dan

pembagian harta peninggalan.

Hak milik bersama dapat dibedakan atas 2 macam hak yaitu:

1. Hak milik bersama yang bebas (vrije medeeigendom), dalam hak ini

orang-orang yang mempunyai hak milik bersama itu tidak ada hubungan

selain daripada mereka bersama menjadi pemilik. Misalnya A, B, dan C

bersama-sama membeli buku.

2. Hak milik bersama yang terikat (gebonden emedeeigendom), dalam

hak ini adanya orang-orang yang bersama-sama menjadi pemilik atas

suatu benda itu adalah akibat daripada hubungan satu sama lain yang

telah ada sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syahrani, Riduan, 2004, Seluk-Beluk dan Asas-

Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni.

2. Ichsan, Achmad, 1969, Hukum Perdata IA,

Jakarta, Pembimbing Masa.

3. Soedewi, Sri, 1957, Hukum Perdata Hukum

Benda,Yogyakarta, Saksi Hukum Perdata UGM,.

4. Subekti, 1993, Pokok Pokok Hukum Perdata,

Jakarta, Intermasa.